BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Mathis et al., (2011) manajemen sumber daya manusia berhubungan
dengan sistem rancangan formal dalam suatu organisasi untuk menentukan efektivitas
dan efisensi dilihat dari bakat seseorang untuk mewujudkan sasaran suatu organisasi.
Rivai et al., (2009) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan
salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan,
pengorganisasian dan pengendalian usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan
sumber daya lain yang ada dalam organisasi guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Hasibuan, (2007) manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni
mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efiesien membantu
terwujudnya tujuan perusahaan dan karyawan.
Dengan demikian, manajemen sumber daya manusia merupakan suatu kebijakan
untuk mengatur peranan sumber daya manusia demi tercapainya tujuan organisasi.
Pengaturan-pengaturan tersebut meliputi masalah perencanaan, pengorganisasian,
perancangan dan penugasan kelompok kerja, penyusunan personalia, penarikan, seleksi,
pengembangan, pemberian kompensasi dan penilaian prestasi kerja, pengarahan motivasi,
kepemimpinan, integrasi dan pengelolaan konflik dan pengawasan.
2.1.1.2 Komponen Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Hasibuan (2007) tenaga kerja pada dasarnya dibedakan atas pengusaha,
karyawan, dan pemimpin.
•
Pengusaha
Pengusaha adalah setiap orang yang menginvestasikan modalnya untuk memperoleh
pendapatan dan besarnya pendapatan itu tidak menentu tergantung pada laba yang
dicapai perusahaan tersebut.
•
Karyawan
Karyawan merupakan kekayan utama suatu perusahaan, karena tanpa keikut sertaan
mereka , aktivitas perusahaan tidak akan terjadi. Karyawan berperan aktif dalam
8
9
menetukan rencana, sistem, proses dan tujuan yang ingin dicapai. Posisi karyawan dalam
suatu perusahaan dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Karyawan operasional
Karyawan operasional adalah setiap orang yang secara langsung harus
mengerjakan sendiri pekerjannya sesuai dengan perintah atasan.
b. Karyawan manajerial
Karyawan manajerial adalah setiap orang yang berhak memerintah bawahannya
untuk mengerjakan sebagian pekerjannya dan dikerjakan sesuai dengan perintah.
Mereka mencapai tujuannya melalui kegiatan-kegiatan orang lain. Karyawan
manajerial dibedakan atas dua :
1) Manajer lini
Manajer lini adalah seorang pemimpin yang mempunyai wewenang lini dan
bertanggung jawab langsung merealisasi tujuan perusahaan.
2) Manajer staf
Manajer staf adalah pemimpin yang mempunyai wewenang staf yang hanya
berhak memberikan saran dan pelayanan untuk memperlancar penyelesaian
tugas-tugas manajer lini.
•
Pemimpin atau manajer
Pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan wewenangnya dan kepemimpinannya
untuk mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab atas pekerjaan orang tersebut
dalam mencapai suatu tujuan. Kepemimpinan adalah gaya seorang pemimpin
mempengaruhi bawahannya, agar mau bekerjasama dan bekerja dengan efektif. Sesuai
dengan perintahnya. Setiap pemimpin atau manajer adalah termasuk manajer personalia,
karena tugasnya mengatur personel yang menjadi bawahannya.
2.1.1.3 Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Hasibuan (2007) manajemen adalah fungsi yang berhubungan dengan
mewujudkan hasil tertentu melalui kegiatan orang-orang. Hal ini berarti bahwa sumber
daya manusia berperan penting dan dominan dalam manajemen. Manajemen sumber
daya manusia mengatur dan menetapkan program kepegawaian yang mencakup masalahmasalah sebagai berikut :
1.
Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang efektif sesuai
dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan job description, job specification, job
requirement, dan job evaluation.
10
2.
Menetapkan penarikan, seleksi dan penempatan karyawan berdasarkan asas
menempatkan orang pada pekerjaan yang tepat.
3.
Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi, dan pemberhentian.
4.
Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa yang
akan datang.
5.
Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan
perusahaan pada khususnya.
6.
Melaksanakan pendidikan, pelatihan, dan penilaian prestasi karyawan.
7.
Mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun horizontal.
8.
Mengatur pensiunan, pemberhentian, dan pesangonnya.
2.1.1.4 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Hasibuan (2007) fungsi manajemen sumber daya manusia meliputi :
1.
Perencanaan
Perencanaan (human resources planning) adalah merencanakan tenaga kerja secara
efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu
terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian.
Program kepegawaian meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan,
pengembangan,
kompensasi,
pengintegrasian,
pemeliharaan,
kedisplinan,
dan
pemberhentian karyawan. Program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya
tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.
2.
Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan
menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan
koordinasi dalam bagan organisasi. Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai
tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif.
3.
Pengarahan
Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan, agar mau bekerja sama dan
bekerja secara efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan,
karyawan, dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan dengan menugaskan
bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik.
4.
Pengendalian
Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar menaati peraturanperaturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila terdapat penyimpangan
11
atau kesalahan, diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian
karyawan meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerja sama, pelaksanaan pekerjaan,
dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan.
5.
Pengadaan
Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk
mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik
akan membantu terwujudnya tujuan.
6.
Pengembangan
Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan
moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang
diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.
7.
Kompensasi
Kompensasi adalah pemberian balasan jasa langsung dan tidak langsung, uang atau
barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip
kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak
diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas upah
minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi.
8.
Pengintegrasian
Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan
kebutuhan karyawan, agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan.
Perusahaan memperoleh laba, karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil
pekerjannya. Pengintegrasian merupakan hal yang penting dan sulit dalam manajemen
sumber daya manusia. Karena mempersatukan dua kepentingan yang bertolak belakang.
9.
Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental,
dan loyalitas karyawan, agar mereka mau tetap bekerja sama sampai pensiun.
Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan
kebutuhan sebagian karyawan serta berpedoman kepada internal dan eksternal
konsistensi.
10.
Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan fungsi manajemen sumber daya manusia yang terpenting dan
kunci terwujudnya tujuan, tanpa disiplin yang baik sulit terwujudnya tujuan yang
maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturanperaturan perusahaan dan norma-norma sosial.
12
11.
Pemberhentian
Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan.
Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak
kerja berakhir, pensiun.
2.1.2 Komunikasi Interpersonal
2.1.2.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal
Berhasil atau tidaknya suatu organisasi sangat dipengaruhi beberapa faktor, salah
satunya adalah komunikasi interpersonal yang efektif dalam organisasi tersebut. Sehingga
apa yang sangat penting untuk diketahui oleh seorang pemimpin adalah konsep-konsep
dasar dari komunikasi guna membantu dalam mengelola organisasi dengan efektif.
Menurut Suharsono et al., (2013) komunikasi interpersonal adalah proses
pertukaran informasi di antara seseorang dengan seorang lainnya. Proses pertukaran
informasi dapat berlangsung di antara dua orang atau lebih, serta dapat langsung
diketahui timbal baliknya. Komunikasi interpersonal sangat dipengaruhi oleh proses
komunikasi interpersonal dalam individu. Dengan bertambahnya orang yang terlibat
dalam komunikasi, maka persepsi masing-masing peserta komunikasi akan bertambah
pula, sehingga komunikasi tersebut semakin kompleks.
2.1.2.2 Klasifikasi Komunikasi Interpersonal
Klasifikasi komunikasi interpersonal menurut Redding dalam Suharsono et al.,
(2013) adalah sebagai berikut :
1. Interaksi intim
Komunikasi dengan teman baik, anggota keluarga , dan orang-orang yang
mempunyai ikatan emosional yang kuat termasuk interaksi intim. Kekuatan dari
hubungan menentukan iklim interaksi yang terjadi. Dalam organisasi, hubungan
ini dikembangkan dalam sistem komunikasi informal. Misalnya, hubungan antara
kedua orang teman baik dalam organisasi, yang mempunyai interaksi personal
lebih di luar peranan dan fungsinya dalam organisasi.
2.
Percakapan sosial
Percakapan sosial adalah interaksi untuk menyenangkan seseorang secara
sederhana dengan sedikit berbicara. Percakapan biasanya tidak begitu terlibat
13
secara mendalam. Tipe komunikasi tatap muka penting bagi pengembangan
hubungan informal dalam organisasi.
3.
Interogasi atau pemeriksaan
Interogasi atau pemeriksaan adalah interaksi antara seseorang yang ada dalam
kontrol, yang meminta atau bahkan menuntut informasi daripada orang lain.
Perdebatan dan pertengkaran secara verbal adalah bentuk interogasi di mana
kedua pihak menuntut satu sama lain, dan kontrol bertukar beberapa saat.
Misalnya, bila seseorang karyawan dituduh mengambil barang-barang organisasi
untuk kepentingan pribadinya, karyawan tersebut akan diintrogasi oleh atasanya
untuk mengetahui benar atau tidaknya tuduhan tersebut.
4. Wawancara
Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi interpersonal di mana dua orang
terlibat dalam percakapan yang berupa tanya jawab. Salah seorang mangajukan
pertanyaan untuk mendapatkan informasi dan yang lainnya mendengarkan dengan
baik kemudian memberikan jawaban yang dikehendaki sampai tujuan wawancara
tercapai.
2.1.2.3 Ciri-Ciri Komunikasi Interpersonal
Menurut Suharsono et al., (2013) ada lima ciri komunikasi interpersonal yang
didasarkan pada beberapa kriteria tertentu, seperti dibawah ini :
1. Aliran pesan, dalam komunikasi interpersonal pesan yang disampaikan bersifat
langsung dan timbal balik, sehingga aliran pesannya bersifat dua arah. Oleh
karena itu, seorang komunikator dan komunikan dapat berubah fungsi ketika
komunikasi itu sedang berlangsung. Pada saat seseorang sedang menyampaikan
pesan maka ia berfungsi sebagai komunikator, dan ketika terjadi respon (umapan
balik) dari komunikan yang kemudian memberikan (menyampaikan) pesan balik,
maka ia (komunikator) berubah fungsi menjadi komunikan.
2. Konteks komunikasi, karena komunikasi interpersonal terjadi secara langsung
tatap muka, maka proses komunikasi itu berjalan lebih akrab, lebih personal.
3. Umpan balik, karena komunikasi interpersonal berjalan secara tatap muka, akrab
dan personal maka respons dan umpan baliknya juga bersifat langsung. Seseorang
yang terlibat dalam komunikasi itu dapat langsung memberikan umpan balik pada
saat komunikasi itu sedang berlangsung.
14
4. Kemampuan mengatasi seleksi, pada dasarnya ketika seseorang sedang
berkomunikasi, pada saat itu juga ia melakukan seleksi pesan yang diterimanya.
Biasanya orang cendrung hanya memperhatikan, mengingat-ingat dan menyaring
pesan yang sesuai dengan sikap dan keyakinannya.
5. Efek, karena sifatnya yang langsung (tatap muka) maka seseorang yang sedang
melakukan proses komunikasi interpersonal dapat langsung mengetahui siapa
lawan bicaranya itu, kira-kira orang yang dapat dipercayai atau tidak. Oleh karena
itu, komunikasi interpersonal akan lebih mudah untuk memengaruhi sikap dan
perilaku seseorang dibandingkan dengan komunikasi massa.
2.1.2.4 Referensi lain untuk memperkuat ciri-ciri Komunikasi Interpersonal
Menurut Suranto (2011), ciri-ciri komunikasi interpersonal yaitu umpan balik
yang
secara
langsung.
Oleh
karena
itu,
komunikasi
interpersonal
biasanya
mempertemukan para pelaku komunikasi secara bertatap muka, maka umpan baliknya
dapat diketahui secara langsung. Seorang komunikator dapat segera memperoleh balikan
atas pesan yang disampaikan oleh komunikan, baik secara verbal maupun nonverbal.
Contoh, seorang komunikator bermaksud untuk menawarkan gagasan kepada komunikan,
apakah komunikan menerima tawaran tersebut atau tidak, dapat diketahui dengan segera
melalui respon verbal maupun nonverbal. Respon verbal berarti dari jawaban yang
berupa kata-kata: setuju atau tidak setuju dan sebagainya. Sementara itu respon nonverbal
dapat ditangkap melalui gelengan atau anggukkan kepala, pandangan mata, raut muka.
2.1.2.5 Bentuk Komunikasi Interpersonal
Menurut Suharsono et al., (2013) Ada berbagai macam bentuk komunikasi
interpersonal yang akan dijelaskan dalam uraian berikut ini :
1.
Percakapan
Seorang pimpinan harus mampu menjalin hubungan dengan bawahan melalui percakapan
(berbicara). Dengan percakapan yang “hangat” (ramah) mengindikasikan bahwa orang itu
memiliki perhatian. Berbicara dengan atasan, teman sekerja dan bawahan biasanya
memiliki gaya yang berbeda, meskipun tidak selalu. Dalam banyak kasus seorang atasan
justru tidak membedakan gaya dalam melakukan percakapan dengan teman, maupun
bawahan justru untuk menjaga keakraban dalam komunikasi itu. Namun demikian, perlu
diperhatikan bahwa gaya berbicara itu berpengaruh pada minat lawan bicara. Orang yang
berbicara pada pilihan kata yang tidak tepat, terlalu banyak menggunakan kata asing
15
tentu tidak akan mencapai tujuan. Oleh karena itu dalam percakapan perlu melakukan
pemilihan kata yang tepat dan sederhana sehinga mudah dipahami oleh komunikan.
2.
Mendengarkan (menyimak)
Mendengarkan merupakan proses yang sangat penting dalam percakapan atau
komunikasi interpersonal. respon pada dasarnya ditentukan oleh hasil mendengar.
Medengarkan berbeda dengan mendengar. Mendengarkan merupakan upaya sadar untuk
memahami pesan yang disampaikan komunikan. Sedangkan mendengar dapat terjadi
tanpa disengaja (kebetulan).
2.1.2.6 Tujuan Komunikasi Interpersonal
Menurut Suharsono et al., (2013) Tujuan komunikasi Interpersonal adalah sebagai
berikut :
1.
Menemukan diri sendiri
Komunikasi interpersonal memberikan kesempatan kepada kita untuk berbicara tentang
apa yang kita sukai, atau mengenal diri kita. Melalui komunikasi kita juga belajar
bagaimana menghadapi orang lain, apakah kekuatan dan kelemahan kita serta siapakah
yang menyukai dan tidak menyukai kita.
2.
Menemukan dunia luar
Kepercayaan, kenyataan, sikap dan nilai-nilai kita dipengaruhi lebih banyak oleh
pertemuan interpersonal daripada oleh media atau pendidikan formal. Banyak informasi
yang kita ketahui datang dari komunikasi interpersonal.
3.
Membentuk dan menjaga hubungan yang penuh arti dari waktu ke waktu
Kita menggunakan komunikasi interpersonal untuk membentuk dan menjaga hubungan
sosial dengan orang lain. Hubungan demikian membantu mengurangi kesepian dan
depresi, menjadikan kita sanggup berbagi kesenangan serta menjadikan kita merasa lebih
positif tentang diri kita.
4.
Berubah sikap dan tingkah laku
Dari waktu ke waktu, kita menggunakan komunikasi interpersoanl untuk mengubah sikap
dan tingkah laku orang lain dengan pertemuan interpersonal. kita lebih sering membujuk
melalui komunikasi interpersonal daripada komunikasi media massa.
5.
Untuk membantu
Menggunakan komunikasi interpersonal dalam kegiatan profesional untuk mengarahkan
kliennya, kita semua juga berfungsi membantu orang lain dalam interaksi interpersonal
16
untuk berkonsultasi dengan atasan kita. Keberhasilan memberikan bantuan bergantung
pada pengetahuan dan keterampilan komunikasi interpersonal.
2.1.2.7 Hambatan Komunikasi Interpersonal
Beberapa hambatan komunikasi interpersonal Menurut Suharsono et al., (2013)
sebagai berikut ini :
1.
Beda persepsi
Persepsi adalah persoalan memberikan makna atau pandangan pada berbagai “objek”
yang dapat ditangkap oleh indra kita. Persepsi itu tergantung pada penilaian atau
pandangan orang, oleh karena itu bersifat relatif. Dengan demikian satu objek atau
peristiwa yang sama dapat dimaknai secara berbeda oleh orang yang berbeda. Perbedaan
pandangan ini dipengaruhi oleh nilai, konsep diri, pengalaman, pengetahuan, agama,
kepentingan dan lain sebagainya. Dalam komunikasi interpersonal dimana individu atau
kelompok langsung bertemu dengan individu atau kelompok lainnya maka kesalahan
persepsi ini sering terjadi. Dalam konteks diskusi atau dialog perbedaan pandangan ini
merupakan hal yang wajar, biasa, yang lebih penting kedua belah pihak tetap memegang
prinsip-prinsip diskusi dan dialog dengan baik.
2.
Reaksi emosional
Dalam pertemuan yang sifatnya langsung, perasaan kesal, marah, dan sebagainya kadang
sulit dihindarkan. Apalagi jika proses komunikasi itu terdiri dari berbagai macam
tingkatan sosial, ekonomi dan budaya, sehingga menimbulkan berbagai macam persepsi
kedua belah pihak. Persepsi yang berbeda ini dapat menimbulkan berbagai ungkapan
emosional.
3.
Kecurigaan
Kecurigaan pada dasarnya merupakan perasaan ketidakpercayaan. Dalam komunikasi
interpersonal kecurigaan ini sering terjadi, apalagi jika individu yang melakukan proses
komunikasi itu sudah pernah memiliki pengalaman yang mengecewakan.
4.
Proses yang tidak jelas
Proses yang tidak baik ini antara lain meliputi penggunaan bahasa, jargon, simbol-simbol
yang tidak sama antara komunikator (sender) dan komunikan (receiver). pada dasarnya
bahwa penggunaan bahasa yang berbeda dalam proses komunikasi interpersonal dapat
menjadi hambatan dalam memahami isi pesan seutuhnya.
17
5.
Personal limitations
Dalam interaksi sehari-hari sering kita jumpai pola hubungan yang “memilih-milih” atau
membatasi dengan siapa harus bergaul. Pola hubungan yang demikian akhirnya akan
lebih bersifat eksklusif. Pembatasan ini dapat digolongkan antara lain berdasarkan, fisik,
gender, status sosial, agama suku dan sebagainya.
6.
Conflicting feelings, goals and opinions
Hambatan lain yang sering muncul dalam komunikasi interpersonal misalnya jika orang
merasa tidak cocok, tidak searah dengan tujuannya, dan tidak sependapat. Perasaan tidak
cocok itu dapat terjadi karena komunikasi itu dilakukan dengan orang yang baru bertemu,
jadi tidak yakin. Selain itu juga jika tujuan pokok pembicaraan itu tidak sama, biasanya
sering menjadi bibit terjadinya perdebatan yang panjang dan tidak ada kesimpulannya.
karena masing-masing pihak hanya mementingkan kebutuhannya sendiri dan ini sering
menimbulkan konflik.
7.
Power
Kekuasaan dapat menjadi hambatan dalam komunikasi interpersonal melalui sikap orang
yang berkuasa. Tingkatan-tingkatan yang ada dalam struktur organisasi juga sering
menjadi penghambat proses komunikasi interpersonal. misalnya, yang satu merasa lebih
tinggi dari yang lain. Kekuasaan biasanya cendrung menimbulkan arogansi dan
superioritas. Dalam konteks komunikasi maka yang berkuasa sering merasa yang paling
benar, pintar, menguasai segala persoalan. Orang yang arogan dan merasa superior
biasanya cendrung tidak mau mendengarkan atau memperhatikan orang lain.
8.
Over interpretation
Over interpretation pada dasarnya merupakan pemberian makna terhadap pesan yang
berlebihan. Orang yang memiliki sikap Over interpretation. biasanya cendrung
berprasangka dan arogan, karena selalu melihat makna pesan dari ukuran dirinya sendiri.
Misalnya dalam hal menilai, benar tidaknya pesan, penting tidaknya pesan, baik atau
buruknya orang lain dan sebagainya semua diukur dari dirinya sendiri. Bahkan tidak
jarang orang-orang yang memiliki sikap ini, akan menilai apa yang dikatakan orang lain
itu sebagai penghinaan, dan meremehkan.
18
2.1.3 Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja menurut Robbin et al., (2008), merujuk pada sikap umum
seseorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan yang
tinggi akan menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaannya, sedangkan seseorang
yang tidak puas dengan pekerjaannya akan menunjukkan sikap yang negatif terhadap
pekerjaan. Hasibuan (2007), menyatakan bahwa kepuasan kerja karyawan adalah sikap
emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh
moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah
suatu pernyataan emosi yang menyenangkan yang dihasilkan dari penghargaan terhadap
pekerjaan seseorang dan apa yang anda pikirkan tentang pekerjaan anda (Colquitt et al,.
2009).
Menurut Luthans (2006), kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau
emosi yang positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman seseorang.
Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan
mereka memberikan hal yang dinilai penting. Sementara menurut Gibson, et al., (2009),
kepuasan kerja erat kaitannya dengan sikap karyawan terhadap pekerjannya. Hal ini
merupakan hasil dari persepsi karyawan atas pekerjannya.
Setiap karyawan yang bekerja dalam suatu perusahaan mempunyai tujuan dan
harapan-harapan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Apabila kebutuhan
karyawan tersebut terpenuhi berarti pekerjaan yang digeluti dapat memberikan rasa
kepuasan. Namun sebaliknya jika kebutuhannya tidak terpenuhi dengan baik, maka
karyawan tersebut merasakan pekerjaannya tidak memberikan rasa kepuasaan. Pada
dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu akan
memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang
berlaku pada dirinya. Ini disebabkan karena adanya perbedaan pada masing-masing
individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan
individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan kerja yang dirasakannya dan
sebaliknya, perasaan ketidakpuasan kerja karyawan muncul pada saat harapan-harapan
mereka tidak terpenuhi. Jadi, kepuasan kerja adalah tingkatan perasaan positif yang
dimiliki individu terhadap pekerjaan mereka. Artinya, kepuasan kerja juga menujukan
tingkat terpenuhi harapan-harapan individu secara psikologi.
19
2.1.3.1 Teori Kepuasan Kerja
Menurut Wibowo (2007) :
1)
Two–Factor Theory
Teori dua faktor merupakan teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa
satisfaction (kepuasan) dan dissatisfaction (ketidakpuasan) merupakan bagian dari
kelompok variabel yang berbeda, yaitu motivators dan hygiene factors.
Pada umumnya orang mengharapkan bahwa faktor tertentu memberikan kepuasan
apabila tersedia dan menimbulkan ketidakpuasan apabila tidak ada. Pada teori ini,
ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi disekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja,
pengupahan, keamanan, kualitas pengawasan, dan hubungan dengan orang lain, dan
bukannya dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor ini mencegah reaksi negatif,
dinamakan sebagai hygiene atau maintenance factors.
Sebaliknya, kepuasan kerja ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu
sendiri atau hasil langsung daripadanya, seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan,
peluang promosi dan kesempatan untuk mengembangkan diri dan pengakuan. Karena
faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi, dinamakan motivators.
2)
Value Theory
Menurut konsep teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil
pekerjaan diterima individu seperti yang diharapkan. Semakin banyak orang menerima
hasil, akan semakin puas. Semakin sedikit mereka menerima hasil, akan kurang puas.
Value theory memfokuskan pada hasil mana pun yang menilai orang tanpa
memperhatikan siapa mereka. kunci menuju kepuasan dalam pendekatan ini adalah
perbedaan antara aspek pekerjaan yang di miliki dan di inginkan seseorang. Semakin
besar perbedaan, semakin rendah kepuasan orang.
Implikasi teori ini mengundang perhatian pada aspek pekerjaan yang perlu diubah
untuk mendapatkan kepuasan kerja. Secara khusus teori ini menganjurkan bahwa aspek
tersebut tidak harus sama berlaku untuk semua orang, tetapi mungkin aspek nilai dari
pekerjaan tentang orang-orang yang merasakan adanya pertentangan serius.
Dengan menekankan pada nilai-nilai, teori ini menganjurkan bahwa kepuasan
kerja dapat diperoleh dari banyak faktor. Oleh karena itu, cara yang efektif untuk
memuaskan pekerjaan adalah dengan menemukan apa yang mereka inginkan dan apabila
mungkin memberikannya.
20
2.1.3.2 Dimensi Kepuasan Kerja
Menurut Luthans (2006) ada beberapa dimensi untuk mengukur kepuasan kerja,
yaitu sebagai berikut :
1. Pekerjaan itu sendiri (The Work it self)
Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan,
dimana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan
kesempatan untuk menerima tanggung jawab. Setiap pekerjaan memerlukan suatu
keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar atau tidaknya suatu
pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan
pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.
2. Atasan (supervisor)
Atasan yang senantiasa memberikan perintah atau petunjuk dalam pelaksanaan
kerja. Dengan cara-cara atasan dalam memperlakukan bawahannya dapat menjadi
menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi bawahannya tersebut. Dan hal ini
mempengaruhi kepuasan kerja, kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan
kerja adalah tenggang rasa. Hubungan fungsional sejauh mana atasan membantu tenaga
kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan
keseluruhan didasarkan pada keterkaitan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar
dan nilai-nilai yang serupa. Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan
adalah jika kedua hubungan positif.
3. Rekan Kerja (workers)
Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka dalam jumlah
tertentu, berada dalam suatu ruangan kerja, sehingga mereka dapat saling berbicara
(kebutuhan sosial terpenuhi). Sifat alami dari kelompok atau tim kerja akan
mempengaruhi kepuasan kerja. Pada umumnya, rekan kerja atau anggota tim kerja akan
mempengaruhi kepuasan kerja yang paling sederhana pada karyawan secara individu.
4. Promosi (promotion)
Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk
memperoleh peningkatan karir selama bekerja. Menyangkut kemungkinan seseorang
untuk maju dalam organisasi dan dapat berkembang melalui kenaikan jabatan. Seseorang
dapat merasakan adanya kemungkinan yang besar untuk naik jabatan atau tidak, serta
proses kenaikan jabatan terbuka atau kurang terbuka. Ini juga dapat mempengaruhi
tingkat kepuasan kerja seseorang.
21
5. Gaji (pay)
Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima,
derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji
diberikan. Disamping memenuhi kebutuhan tingkat rendah (sandang, pangan, dan papan),
uang dapat merupakan symbol, dari pencapaian (achievement), keberhasilan, dan
pengakuan atau penghargaan. Jumlah uang yang diperoleh dapat secara nyata mewakili
kebebasan untuk melakukan apa yang diinginkan.
6. Kondisi kerja (working conditions)
Bekerja dalam ruangan yang sempit, panas, yang cahaya lampunya menyilaukan
mata, kondisi kerja yang tidak mengenakan akan menimbulkan keengganan untuk
bekerja. Orang akan mencari alasan untuk sering-sering keluar ruangan kerjanya. Dalam
hal ini perusahaan perlu menyediakan ruang kerja yang terang, sejuk, dengan peralatan
kerja yang nyaman untuk digunakan, dalam kondisi yang baik maka kebutuhankebutuhan fisik yang terpenuhi akan memuaskan tenaga kerja.
2.1.3.3 Dampak Ketidakpuasan Kerja
Menurut Robbins et al., (2008), ada konsekuensi ketika karyawan menyukai
pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan
mereka. Sebuah kerangka teoritis (kerangka keluar-aspirasi-kesetiaan-pengabaian) sangat
bermanfaat dalam memahami konsekuensi dari ketidakpuasan. Di bawah ini
menunjukkan empat respon kerangka tersebut, yang berbeda dari satu sama lain. Responrespon tersebut didefinisikan sebagai berikut:
1.
Keluar (exit): perilaku yang ditunjukkan untuk meninggalkan organisasi termasuk
mencari posisi baru dan mengundurkan diri.
2.
Aspirasi (voice): secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi,
termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan
beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.
3.
Kesetiaan (loyalty): secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi,
termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan
mempercayai organisasi dan manajernya untuk “melakukan hal yang benar”.
4.
Pengabaian (neglect): secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk,
termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus-menerus kurangnya usaha,
dan meningkatnya angka kesalahan.
22
2.1.4 Pengertian Motivasi Berprestasi
Menurut McClelland dalam dalam Mariyanti et al., (2012) motivasi berprestasi
adalah suatu keinginan atau dorongan pada individu untuk melakukan segala seseuatu
dengan sebaik-baiknya yang bertujuan agar dapat berhasil dalam persaingan dengan
standar tinggi dan memperoleh kepuasan batin. Menurut Murray dalam Mariyanti et al.,
(2012) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai motif untuk mengatasi rintanganrintangan atau berusaha melaksanakan secepat dan sebaik mungkin pekerjaan-pekerjaan
yang ada.
Menurut Spance et al., dalam Lee (2010), Motivasi berprestasi adalah Perilaku
yang berorientasi pada tugas yang biasanya dibandingkan dengan standar yang ada atau
dengan pencapaian orang lain sebagai penilaian. Orang yang memiliki motivasi yang
tinggi akan lebih memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan perbaikan kinerja dan
untuk belajar lebih baik. Untuk mencapai suatu motivasi berprestasi maka seorang
individu harus mempunyai satu motif yaitu prestasi kerja atau hasil kerja.
2.1.4.1 Karakteristik Bermotivasi
Menurut Murray dalam Mariyanti et al., (2012) ada dua karakteristik bermotivasi
yaitu orang yang memliki motivasi yang tinggi, dan orang yang memiliki motivasi
berprestasi rendah:
2.1.4.1.1 Karakteristik orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, yaitu:
1. Memiliki tingkat tanggung jawab yang tinggi.
2. Memiliki program kerja berdasarkan rencana dan tujuan yang realistik serta
berjuang untuk merealisasikannya.
3. Memiliki kemampuan untuk berani mengambil keputusan dan berani mengambil
resiko yang dihadapinya.
4. Memiliki tujuan yang realistik. Melakukan pekerjaan yang berarti dan
menyelesaikan dengan hasil yang memuaskan.
5. Mempunyai
keinginanan menjadi orang terkemuka yang menguasi bidang
tertentu.
2.1.4.1.2 Karakteristik orang yang memiliki motivasi berprestasi rendah, yaitu:
1. Kurang memiliki tanggung jawab pribadi dalam mengerjakan suatu pekerjaan
atau kegiatan.
2. Memiliki program kerja tetapi tidak didasarkan pada rencana dan tujuan yang
realistik, serta lemah melaksanakannya.
23
3. Bersikap apatis dan tidak percaya diri.
4. Ragu-ragu dalam mengambil keputusan.
5. Tindakannya kurang terarah pada tujuan.
Seorang individu yang mempunyai motivasi berprestasi didalam suatu perusahaan
atau perindustrian, mempunyai hubungan yang sangat penting karena individu yang
berhasil adalah individu-individu yang dapat menyelesaikan sesuatu, mereka adalah
individu yang dapat memecahkan masalah-masalah dan mencapai tujuan organisasi.
Dalam praktek mereka adalah individu-individu yang mengerjakan dan mencapai hasil
yang diinginkan.
2.1.4.2 Faktor-faktor Motivasi Berprestasi
Menurut Spence et. al., (dalam Lee, 2010), motivasi berprestasi terdiri dari
beberapa faktor, yaitu:
1. Mastery of Needs
Yaitu seseorang lebih menyukai pekerjaan yang menantang dan menuntut pada
intelektual. Ia menyukai peran kepemimpinan dalam kelompok dan mampu
menyelesaikan tugas-tugas yang ada.
2. Work Orientation
Yaitu seorang individu mengambil sikap proaktif dan menunjukkan bahwa
mereka menyukai pekerjaan mereka. Ia mendapat kepuasan dari pekerjaan yang
dilakukan dan berupaya untuk mengembangkan dirinya.
3. Competition
Seorang individu berharap memperoleh kemenangan dan mempunyai hasrat untuk
dapat unggul dibandingkan dengan yang lain.
2.1.5 Pengertian Komitmen organisasi
Menurut Luthans (2006), komitmen organisasi merupakan sikap yang
merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana
anggota organisasi mengekspresikan perhatiaannya terhadap organisasi dan keberhasilan
serta kemajuan yang berkelanjutan. Komitmen organisasi menurut Robbins et al., (2008)
adalah tingkat sampai mana sesorang karyawan memihak sebuah organisasi serta tujuantujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.
24
Menurut Gibson, et al., (2009) komitmen karyawan merupakan suatu bentuk
identifikasi, loyalitas dan keterlibatan yang diekspresikan oleh karyaawan terhadap
organisasi. Dari beberapa definisi komitmen
di atas dapat dijabarkan
bahwa
komitmen merupakan keinginan bagi seorang individu untuk tetap menjadi anggota
sebuah organisasi atas sebuah nilai atau benefit yang diterima dari organisasi
tersebut.
2.1.5.1 Dimensi Komitmen Organisasi
Menurut Meyer et al., dalam Luthans (2006), ada tiga dimensi komitmen
organisasi yaitu sebagai berikut.
1.
Komitmen afektif, yaitu keterkaitan emosional karyawan, indentifikasi, dan
keterlibatan dalam organisasi. Keterkaitan emosional ini terbentuk karena karyawan
setuju dengan tujuan dasar dan nilai-nilai organisasi tersebut, serta mengerti untuk
apa organisasi tersebut berdiri. Karyawan dengan tingkat komitmen afektif yang
tinggi akan memilih untuk tetap tinggal dalam organisasi untuk menyokong
organisasi dalam mencapai misinya.
2.
Komitmen kelanjutan, yaitu komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan
dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Semakin lama seseorang tinggal dalam
sebuah organisasi, ia akan semakin tidak rela kehilangan apa yang telah mereka
investasikan di organisasi tersebut selama bertahun-tahun, misalnya senioritas,
kesempatan promosi, rencana pensiun, hubungan persahabatan dengan rekan kerja.
karyawan dengan tingkat komitmen kelanjutan yang tinggi akan memilih untuk tetap
tinggal dalam organisasi hanya karena tidak ingin mengambil risiko kehilangan halhal tersebut.
3.
Komitmen normatif, yaitu perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi
karena memang harus begitu karena tindakan tersebut merupakan hal benar yang
harus dilakukan. Keharusan untuk tetap tinggal dalam organisasi disebabkan karena
tekanan dari orang atau pihak lain. Karyawan dengan tingkat komitmen normatif
yang tinggi sangat peduli pada apa yang akan dipikirkan orang lain bila ia keluar dari
organisasi tempatnya bekerja. Karyawan ini akan merasa enggan untuk
mengecewakan atasannya dan khawatir akan dianggap buruk oleh rekan kerjanya
bila ia keluar dari pekerjaan tersebut.
25
2.1.5.2 Meningkatkan Komitmen Organisasi
Menurut Dessler dalam Luthans (2006) memberikan pedoman khusus untuk
mengimplementasikan sistem manajemen yang mungkin membantu memecahkan
masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan :
1. Berkomitmen pada nilai utama manusia: membuat aturan tertulis, mempekerjakan
manajer yang baik dan tepat, dan mempertahankan komunikasi.
2. Memperjelas dan mengkomunikasikan misi anda: memperjelas misi dan ideologi,
berkharisma, menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai, menekankan
orientasi berdasarkan nilai dan pelatihan, membentuk tradisi.
3. Menjamin keadilan sosial: memiliki prosedur penyampaian keluhan yang
komprehensif, menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif.
4. Menciptakan rasa komunitas: membangun homogenitas berdasarkan nilai,
keadilan, menekankan kerja sama, saling mendukung, dan kerja tim, berkumpul
bersama.
5. Mendukung perkembangan karyawan: melakukan aktualisasi, memberikan
pekerjaan menantang pada tahun pertama, memajukan dan memberdayakan,
mempromosikan dari dalam, menyediakan aktivitas perkembangan, menyediakan
keamanan kepada karyawan.
2.1.5.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Komitmen Organisasi
Menurut Sopiah (2008), komitmen pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi
melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. David dalam Sopiah (2008),
mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu:
1.
Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman
kerja, kepribadian, dll.
2.
Karakteristik Pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan,
konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dll.
3.
Karakteristik struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi
seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat
pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.
4.
Pengalaman kerja. Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap
tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun
bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu
memiliki tingkat komitmen yang berlainan.
26
2.1.6 Kajian Penelitian Terdahulu
2.1.6.1 Hubungan antara komunikasi interpersonal terhadap komitmen organisasi
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Siburian (2011) yang berjudul “The Effect
of Interpersonal Communication,Organizational Culture, Job Satisfaction, and
Achievement Motivation to Organizational Commitment of State High School Teacher in
the District Humbang Hasundutan, North Sumatera, Indonesia” berdasarkan perhitungan
Efek proporsional bahwa ada efek langsung dari komunikasi interpersonal pada
komitmen organisasi dari 0,04. Dengan demikian, kekuatan komunikasi interpersonal
yang secara langsung dan secara tidak langsung menentukan perubahan komitmen
organisasi sebesar 0,09 = 9%. Dengan demikian, efek total yang terdiri dari efek langsung
dan efek tidak langsung komunikasi interpersonal terhadap komitmen organisasi adalah
0.09 yang berarti 9% perubahan komitmen organisasi dapat ditentukan oleh komunikasi
interpersonal.
2.1.6.2 Hubungan antara Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasi
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ogunleye et al., (2013) yang berjudul
“Exploring the relationship between job statisfaction dimensions and organizational
commitment among nigerian banks employees” berdasarkan hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa ada hubungan positif dimensi kepuasan kerja (gaji, kondisi kerja,
kelompok kerja, pengawasan dan promosi) dan komitmen organisasi dengan r = 0.925,
0.937 , 0.923 , 0.908 dan 0.872: df = 69; P,01 . hal ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi kepuasan kerja maka akan semakin tinggi tingkat komitmen organisasi antar bank
nigeria.
Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siburian (2011) yang
berjudul “The Effect of Interpersonal Communication, Organizational Culture, Job
Satisfaction, and Achievement Motivation to Organizational Commitment of State High
School Teacher in the District Humbang Hasundutan, North Sumatera, Indonesia”.
Dalam penelitian tersebut menemukan bahwa pengaruh langsung kepuasan kerja
terhadap komitmen organisasi sebesar 0.13 yang berarti bahwa 13% dari perubahan
komitmen organisasi dapat ditentukan oleh kepuasan kerja.
Hal tersebut juga didukung oleh penelitian yang di lakukan oleh Malik et al.,
(2010) yang berjudul “Job statisfaction and Organization Commitment of University
Teachers in Public Sector of Pakistan”. Dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa
kepuasan kerja dan komitmen organisasi guru secara signifikan berhubungan satu sama
lain.
27
2.1.6.3 Hubungan antara Motivasi berprestasi terhadap komitmen organisasi
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ogungbamila 2014 yang berjudul “PsychoSocial Predictors Of Organizational Commitment Among Some Selected Bank Employees
In Nigeria” menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki motivasi berprestasi yang
tinggi memiliki tingkat signifikan yang lebih tinggi dari komitmen organisasi (M = 56,08;
LSD = 14,67 SD = 9.24; p <0,01) dibandingkan dengan mereka yang memiliki motivasi
berprestasi yang sedang (M = 47,36, SD = 8.26, LSD = 1,53, p>0,01) atau motivasi
berprestasi yang rendah (m = 45,57, SD = 8.86 LSD = 11,76) terhadap komitmen
organisasi. Implikasi dari hasil ini adalah bahwa karyawan yang memiliki motivasi
berprestasi yang tinggi adalah karyawan
yang memiliki komitmen organisasi yang
tinggi.
Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siburian (2011) yang
berjudul “The Effect of Interpersonal Communication, Organizational Culture, Job
Satisfaction, and Achievement Motivation to Organizational Commitment of State High
School Teacher in the District Humbang Hasundutan, North Sumatera, Indonesia”.
Dalam penelitian tersebut menemukan bahwa ada pengaruh langsung motivasi
berprestasi pada Komitmen organisasi sebesar 0,01, yang berarti bahwa 1% perubahan
komitmen organisasi dapat ditentukan oleh motivasi berprestasi.
2.1.7 Kerangka Pemikiran
Komunikasi
Interpersonal (X1)
H4
H1
Kepuasan Kerja (X2)
H2
Motivasi Berprestasi
(X3)
H3
Gambar 2.1:Kerangka Pemikiran
Sumber : Penulis
Komitmen
Organisasi (Y)
28
Berdasarkan Gambar 2.1 kerangka pemikiran bahwa dengan demikian dapat
dijelaskan komunikasi interpersonal, kepuasan kerja, dan motivasi berprestasi
mempengaruhi komitmen organisasi.
2.1.8 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Untuk H1: Pengaruh yang signifikan antara Komunikasi Interpersonal terhadap
Komitmen Organisasi PT. Bank Rakyat Indonesia divisi sentra operasi.
Ho: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Komunikasi Interpersonal terhadap
Komitmen Organisasi PT. Bank Rakyat Indonesia divisi sentra operasi.
Ha: Ada Pengaruh yang signifikan antara Komunikasi Interpersonal terhadap Komitmen
Organisasi PT. Bank Rakyat Indonesia divisi sentra operasi.
Untuk H2 : Pengaruh yang signifikan antara Kepuasan Kerja terhadap Komitmen
Organisasi PT. Bank Rakyat Indonesia divisi sentra operasi.
Ho: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Kepuasan Kerja terhadap Komitmen
Organisasi PT. Bank Rakyat Indonesia divisi sentra operasi.
Ha: Ada Pengaruh yang signifikan antara Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasi
PT. Bank Rakyat Indonesia divisi sentra operasi.
Untuk H3 : Pengaruh yang signifikan antara Motivasi Berprestasi terhadap Komitmen
Organisasi PT. Bank Rakyat Indonesia divisi sentra operasi.
Ho : Tidak ada Pengaruh yang signifikan antara Motivasi Berprestasi terhadap Komitmen
Organisasi PT. Bank Rakyat Indonesia divisi sentra operasi.
Ha :
Ada pengaruh yang signifikan antara Motivasi Berprestasi terhadap Komitmen
Organisasi PT. Bank Rakyat Indonesia divisi sentra operasi.
Untuk H4: Pengaruh yang signifikan antara Komunikasi Interpersonal, Kepuasan Kerja,
dan Motivasi Berprestasi terhadap Komitmen Organisasi PT. Bank Rakyat Indonesia
divisi sentra operasi.
Ho: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Komunikasi Interpersonal, Kepuasan
Kerja, dan Motivasi Berprestasi terhadap Komitmen Organisasi PT. Bank Rakyat
Indonesia divisi sentra operasi.
Ha: Ada pengaruh yang signifikan antara Komunikasi Interpersonal, Kepuasan kerja, dan
Motivasi Berprestasi terhadap Komitmen Organisasi PT. Bank Rakyat Indonesia divisi
sentra operasi.
Download