2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur, Distribusi dan Fungsi Lamun Lamun merupakan kelompok tumbuhan berbunga yang tumbuh di bawah permukaan air di lingkungan bahari. Tumbuhan ini tumbuh subur pada habitat pantai perairan dangkal. Menurut Fortes (1990) tumbuhan ini berbeda dengan tumbuhan di bawah permukaan air lainnya seperti rumput laut dan ganggang, karena tumbuhan ini menghasilkan buah dan biji. Di samping itu juga mempunyai akar dan sistem internal untuk transport udara dan nutrien. Tumbuhan lamun mempunyai beberapa sifat yang memungkinkan dapat berhasil hidup di laut, antara lain sebagai berikut (den Hartog 1970; Mc Roy & Helfferich 1977; Phillips & Menẽz 1988): 1. Mampu hidup di media air asin. 2. Mampu berfungsi normal di bawah permukaan air. 3. Mempunyai sistem berkembang biak. 4. Mampu melaksanakan daur generatif dalam keadaan terbenam. 5. Mampu bersaing (berkompetisi) dengan organism lain dibawah kondisi lingkungan media air asin. Jumlah spesies tumbuhan berbunga ini, dengan sifat-sifat seperti diatas, tidak banyak hanya 49 spesies dan dibagi ke dalam 2 famili : Potamogetonaceae dengan 9 genus dan 38 spesies dan Hydrocharitaceae dengan 3 genus dan 11 spesies. Akan tetapi, kini jumlah spesies lamun meningkat menjadi 58 spesies dari 12 genus 4 famili dan 2 ordo dengan tumbuhan spesies baru berasal dari Australia (den Hartog 1970; Tomascik et al. 1997). Kemampuan adaptasi lamun yang bagus tersebut, menyebabkan lamun mempunyai penyebaran yang luas, hampir meliputi perairan pantai di dunia. Dari 12 genus yang ada, 7 genus merupakan penghuni perairan tropik dan 5 genus yang lain ada perairan ugahari (Tabel l). Lamun tropik terpusat di 2 wilayah, yaitu di Indo Pasifik Barat dan Karibia dan Pantai Amerika Tengah. Di Indo Pasifik Barat semua genus didapatkan, sedangkan di Karibia hanya 4 genus. 8 Tabel 1 Sebaran lamun di seluruh dunia (modifikasi dari Hutomo 1985; Fortes 1990) Genus Perairan Tropik Indo Pasifik Karibia Barat Zostera * Phyllospadix * Heterozostera * Posidonia * Halodule * Cymodocea * Syringodium * Thalassodendron * Amphibolis * Enhalus ** Thalassia ** Halophila ** * Famili Potamogetonaceaa ** Famili Hydrocharitaceae Perairan Ugahari Belahan Bumi Belahan Bumi Utara Selatan + + + + + + + + + + + + + + + + + + + Di Indonesia, tercatat ada 12 spesies lamun ditambah 1 spesies lagi, Halophila beccari yang diperkirakan ada (Kiswara & Hutomo 1985; Fortes 1990; Tomascik et al. 1997). Padang lamun di Indonesia antara lain terdapat di Perairan Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar, Selat Flores, Teluk Jakarta, Kepulauan Seribu, Teluk Banten dan Kepulauan Riau. Lamun dengan luas area kecil, seperti Thalassia hemprichii (dugong grass), Enhalus acoroides (tropical eelgrasss), Halodule uninervis (fiber-strand grass), Cymodocea serrulata (round-tipped seagrass) dan Syringodium isoetifolium (syringe grass) umumnya ditemukan di pulau-pulau Indonesia Timur (Fortes 1990). Penyebaran lamun di pulau-pulau di Indonesia disajikan pada Tabel 2 dengan pembanding negara Filipina sebagai negara nomor 2 terbesar jumlah spesies lamun di dunia. Komunitas lamun biasanya ada dalam area yang luas dan rapat. Secara umum komunitas lamun dibagi menjadi 3 asosiasi spesies (Brouns & Heijs 1991): 1. Padang lamun monospesifik (monospesifik seagrass beds). Terdiri dari satu spesies saja. Akan tetapi keberadaannya hanya temporal dan biasanya terjadi pada fase pertengahan sebelum menjadi komunitas yang stabil (padang lamun campuran). 9 2. Asosiasi 2 atau 3 spesies. Ini merupakan komunitas lamun yang terdiri dari 2 sampai 3 spesies saja. dan lebih sering dijumpai dibandingkan padang lamun monospesifik. 3. Padang lamun campuran (mixed seagrass beds). Padang lamun campuran umumnya terdiri dari sedikitnya 4 dari 7 spesies berikut: Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii. Tabel 2 Jenis dan penyebaran lamun di perairan Indonesia (modifikasi dari Hutomo 1985; Fortes 1990) Famili 1 2 Sebaran 3 4 5 6 + + + + + + + + + + + + Round-tipped seagrass Cymodocea serrulata + + - - + + Syringe grass Syringodium isoetifolium + + + + + + Woody seagrass Thalassodendron ciliatum - - + + + + Tropical eelgrass Enhalus acoroides + + + + + + Estuarine spoon-grass Halophila baccari ? ? ? ? ? + Veinless spoon-grass Halophila decipiens - - - - - + Small spoon-grass Halophila minor + + + + + + Spoon-grass Halophila ovalis + + + + + + Spesies Potamogetonaceae Fiber-strand grass Halodule uninervis Halodule pinifolia Hydrocharitacea Keterangan : (+) dijumpai (-) tidak dijumpai (?) diduga dijumpai tetapi belum tercatat 1 = Sumatera 2 = Jawa, Bali, Kalimantan 3 = Sulawesi 4 = Maluku &Nusa Tenggara 5 = Papua 6 = Filipina 10 Tetapi padang lamun campuran ini, dalam kerangka struktur komunitasnya, selalu terdapat asosiasi spesies Enhalus acoroides dengan Thalassia hemprichii sebagai spesies lamun yang dominan dengan kelimpahan lebih dibanding spesies lamun yang lain. Kelimpahan lamun sangat tergantung pada faktor biotik dan abiotik, seperti kedalaman, karakteristik substrat, sehingga akan membentuk pola zonasi lamun. Menurut Brouns & Heijs (1991), pola zonasi secara spasial ada 3 yaitu: (1) mid eulittoral, (2) lower eulilttoral sampai upper littoral dan (3) lower sublittoral. Lamun umumnya tumbuh di daerah inner intertidal dan upper subtidal antara daratan dan terumbu karang. Mereka ada di pantai berpasir atau sisi yang mengarah ke laut dari daerah mangrove dan di bagian dataran terumbu karang (coral reef flats) yang berhadapan dengan daratan dari terumbu karang (Hutomo et al. 1988; Nienhuis 1989). Jika dilihat dari pola zonasi lamun secara horisontal, maka boleh dikatakan ekosistem lamun terletak di antara dua ekosistem bahari penting yaitu ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang. Dengan letak yang berdekatan dengan dua ekosistem pantai tropik tersebut, ekosistem lamun tidak terisolisasi atau berdiri sendiri tetapi berinteraksi dengan kedua ekosistem tersebut. Dari penelitian (Ogden & Zieman 1977 in Hutomo 1985; UNESCO 1983), interaksi tersebut diklasifikasikan dalam 5 tipe interaksi utama (Gambar 2) yaitu: interaksi-interaksi fisik, nutrien dan organik terlarut (dissolved organic matter), materi organik melayang (participate organic matter), ruaya hewan dan dampak manusia. Adanya interaksi yang timbal balik dan saling mendukung, maka secara ekologis lamun mempunyai peran yang cukup besar bagi ekosistem pantai tropik. Adapun peran lamun tersebut (Nienhuis 1989; Hutomo & Azkab 1987) adalah sebagai berikut: 1. Produsen primer. Lamun memfiksasi sejumlah karbon organik dan sebagian besar memasuki rantai makanan di laut melalui pemangsaan langsung oleh herbivore maupun melalui dekomposisi serasah. 2. Sebagai habitat biota. Lamun memberi perlindungan dan tempat penempelan hewan dan tumbuh-tumbuhan. 11 EKOSISTEM TERUMBU KARANG EKOSISTEM LAMUN EKOSISTEM MANGROVE interaksi fisik nutrien dan bahan organik terlarut bahan organik melayang ruaya hewan dampak manusia Gambar 2 Interaksi tiga habitat tropis utama di area pesisir (Sumber: Ogden & Gladfelter (1983). 3. Sebagai habitat biota. Lamun memberi perlindungan dan tempat penempelan hewan dan tumbuh-tumbuhan. 4. Sebagai penangkap sedimen. Lamun yang lebat memperlambat gerakan air yang disebabkan oleh arus dan ombak. 5. Sebagai pendaur zat hara. 6. Sebagai makanan dan kebutuhan lain, seperti bahan baku pembuatan kertas. 12 Sedangkan dalam Fortes (1990), peran lamun bagi manusia baik langsung maupun tidak langsung, dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1. Peran tradisional, seperti sebagai bahan tenunan keranjang, kompos untuk pupuk. 2. Peran kontemporer, seperti penyaring air buangan dan pembuatan kertas. 2.2 Komunitas Hewan Padang Lamun. Kikuchi & Peres (1977) membagi komunitas hewan di padang lamun berdasarkan struktur mikrohabitatnya serta pola kehidupan hewannya itu sendiri, dalam empat kategori, yaitu: 1. Kategori pertama ialah biota yang hidup di daun. Kelompok ini terdiri dari: a. Flora epifitik dan mikro serta meiofauna yang hidup di dalamnya seperti Protozoa, Foraminifera, Nematoda, Polychaeta, Rotifera, Tardigrada, Copepoda dan Arthropoda. b. Fauna sesil seperti Hidrozoa, Actinia, Bryozoa, Polychaeta dan Ascidia. c. Epifauna bergerak, merayap dan berjalan di daun seperti Gastropoda, Polychaeta, Turbelaria, Nemertinia, Crustacea, dan beberapa Echinodermata. d. Hewan-hewan yang dapat berenang bebas tetapi juga dapat beristirahat di daun seperti Mysidacea, Hydromedusa, Cephalopoda, dan Syngnathidae. 2. Kategori kedua, ialah biota yang menempel pada batang dan rhizoma. Biota yang termasuk kategori ini adalah Polychaeta dan Amphipoda. a. Kategori ketiga ialah spesies bergerak yang hidup di perairan di bawah tajuk daun yaitu berupa ikan, udang, dan cumi-cumi. Hewan-hewan yang bergerak cepat ini, dapat dibagi lagi dalam sub kategori berdasarkan periode mereka tinggal di padang lamun, yaitu penghuni tetap, penghuni musiman, pengunjung temporal, migrasi tak menentu. 13 b. Kategori keempat ialah hewan-hewan yang hidup pada dan di dalam sedimen. Semua jenis bentos, baik epifauna maupun infauna bentos termasuk dalam kelompok ini. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, ada empat kategori utama asosiasi ikan dengan padang lamun di perairan Indonesia (Tomascik et al. 1997) yaitu: 1. Penghuni penuh yang memijah dan menghabiskan kebanyakan hidupnya di padang lamun (full-time residents), misalnya Apogon margaritophorus. 2. Penghuni yang menghabiskan hidupnya di padang lamun selama masa juvenil hingga siklus dewasa hidupnya, tetapi memijah di luar padang lamun, misalnya Halichoeres leparensis, Pranaesus duodecimalis, Paramia quiquelineata, Gerres macrosoma, Monacanthus lomemtosus, Monachanthus hajam, Hemigliphidodon plagiumetopon dan Sygnathoides biacukealus. 3. Penghuni yang ada di padang lamun hanya selama tahapan juvenilnya, misalnya Siganus canaliculatus, Siganus virgatus, Siganus chrysospilos, Lethrinus spp, Scarus spp, Abudefduf spp, Monachanthus mylii, Pelatus quadrilineatus dan Upeneus tragula. 4. Penghuni berkala atau transit yang mengunjungi padang lamun untuk berlindung atau mencari makan (occasional residents). Dalam Bell & Pollard (1989), dijelaskan bahwa ikan di ekosistem lamun menempati dalam suatu tempat yang berbeda, sehingga dapat digolongkan dalam dua golongan yang berbeda berdasarkan tempat hunian yaitu: 1. Golongan pertama, dibagi menjadi tiga kelompok : a. yang beristirahat di daun. b. yang hidup di bawah tajuk daun. c. yang ada di atas atau di dalam sedimen. 2. Golongan kedua, dibagi atas dasar kolom air yang dihuni: a. yang makan di atas tajuk daun. b. yang bernaung di bawah tajuk daun. Pilihan tempat ini diduga mempunyai kaitan dengan cara makan dan morfologi ikan Misalnya spesies dalam kolom air umumnya bergerak cepat 14 sebagai pemakan plankton yang hidup di atas daun atau di bawah tajuk daun, spesies yang bergerak lambat yang makan plankton dan atau biota yang berasosiasi dengan daun atau substrat. Sebaliknya spesies bentik relatif menetap dan makan sebagian besar organisme yang beasosiasi dengan tajuk yang agak ke bawah atau substrat. 2.3 Peran Padang Lamun Bagi Ikan Ikan merupakan salah satu organisme yang berasosiasi dengan padang lamun. Peran lamun dalam kehidupan ikan dapat dibagi menjadi 3 yaitu: sebagai daerah asuhan (nursery ground), sebagai makanan ikan dan sebagai tempat mencari makan (feeding ground). 2.3.1 Sebagai daerah asuhan dan perlindungan. Peran ini merupakan peran tradisional padang lamun bagi ikan. Hal ini berhubungan dengan keadaan ekosisiem lamun yang kaya akan detritus organik, dimana detritus ini merupakan makanan bagi ikan-ikan muda dan helaian daundaun lamun yang lebat dapat digunakan sebagai tempat perlindungan ikan-ikan muda dari ancaman predator. Beberapa penelitian tentang komunitas ikan padang lamun, bahwa sebagian besar ikan di padang lamun adalah ikan-ikan muda (juvenile) dan beberapa merupakan ikan niaga yang termasuk dalam famili Pomadasydae, Lutjanidae, Scaridae (Springer & Mc Erlan 1962 in Hutomo 1985), Gobiidae, Leiognatidae, dan Teraponidae (Sudara et al. 1989). Sedangkan Hutomo & Martosewojo (1977), dalam penelitian komunitas ikan padang lamun pulau Burung, gugus pulau Pan, mendapatkan 78 spesies ikan dan diantaranya adalah ikan-ikan muda seperti Siganus canaliculatus, Siganus virgatus, Sigamis punctatus, Lethrimus sp, Mulloides samoensis dan Upeneus tragula. Ikan-ikan muda tersebut, tampaknya mulai masuk ke padang lamun pada masa plantonik hingga tumbuh menjadi ikan muda. Setelah ikan-ikan tumbuh menjadi dewasa, padang lamun menjadi kurang efektif untuk bersembunyi, sehingga mereka bermigrasi ke tempat lain untuk menghabiskan sisa hidupnya. Selain sebagai daerah asuhan, lamun juga sebagai tempat perlindungan, baik dari faktor biologi yaitu predator maupun dari faktor fisik seperti suhu dan sengatan matahari (Redjeki 1993). Hal ini berhubungan dengan kelimpahan dan 15 distribusi lamun. Sedangkan Vergara (1989), dalam penelitian tentang icththyofauna padang lamun Philipina, mendapatkan suatu korelasi yang negatif antara spesies lamun dengan daun kecil, dengan kelimpahan ikan. Fenomena ini dikarenakan menurunnnya peran perlindungan lamun bagi ikan, dimana ikan tidak bisa bersembunyi di bawah daun-daun lamun. 2.3.2 Sebagai makanan Ikan Dalam rantai makanan di laut, didaerah subtropis, hampir seluruh produksi tumbuhan didaerah padang lamun digunakan oleh invertebrata sebagai sumber energi, akan tetapi di daerah tropik aliran energi ini terletak pada ikan-ikan herbivora (Ogden 1980 in Peristiwady 1994a, 1994b). Polunin (1988) in Lepiten (1992) menyebutkan bahwa keberadaan ikan herbivora merupakan mata rantai penting dalam rantai makanan pada komunitas padang lamun yang berperan sebagai agen yang menghubungkan energi dari produsen primer ke konsumen tingkat tinggi. Diantara ikan-ikan pemakan lamun diantaranya (Hutomo 1985; Lepiten 1992; Rendra 1996) adalah ikan kakatua dari famili Scaridae yaitu Scarus sp dan Sparisoma sp; famili Siganidae: Siganus guttatus, Siganus virgatus, Siganus cannaliculatus; family Hemimphridae, dimana semuanya termasuk dalam kelompok ikan terumbu diurnal. Dalam penelitian Peristiwady (1994) di padang lamun pantai selatan Lombok, didapatkan adanya potongan lamun dalam lambung ikan: Caranx sp, Arothron immaculatus, Cheilio inermis, Stolephoms indictts dan Apogon chinensis. 2.3.3 Sebagai tempat mencari makan (feeding area). Hubungan padang lamun sebagai tempat mencari makan di perairan tropis dinyatakan melalui variasi fauna padang lamun dalam siklus harian (Robblee & Zieman 1984). Dalam penelitian di Tague Bay, didapati 15 spesies (51% dari koleksi ikan nokturnal) bergerak pindah dari tempat istirahat siang hari (diurnal resting sites) untuk mencari makan di lamun pada waktu malam hari. Lebih dari 87% dari pengunjung nokturnal (10 spesies) didominasi oleh ikan terumbu karang, 79% dari ikan tersebut aktif mencari makan di padang lamun di waktu 16 malam hari. Hal ini menunjukkan padang lamun menyediakan area untuk mencari makan ikan-ikan terumbu karang. Sudara et al. (1991) melaporkan spesies yang umumnya juvenile: Halichonss cholopterus, Pomacentris tripuncatus dan Chelmon rostratus merupakan ikan terumbu karang yang terdapat di padang lamun Teluk Thailand. Ikan-ikan ini bermigrasi ke padang lamun untuk mencari makan di siang hari. Kenworthy (1988) in Dolar (1989) ikan terumbu karang juvenil juga bermigrasi ke padang lamun pada malam hari untuk mencari makan. Dolar (1989), menyebutkan bahwa adanya keanekaragaman dan kelimpahan spesies ikan di padang lamun sebagai habitat biota, seperti udang, juga menjadikan padang lamun sebagai tempat mencari makan (feeding area) bagi beberapa predator. Coles et al. (1993), menyebutkan famili Aridae, Carcharhinidae, Haemulidae, Lethrinidae, Lutjanidae, Platycephalidae, Polynemidae, Scianidae, Sparidae, dan Sphyraenidae merupakan predator penting bagi udang penaeid juvenil di padang lamun. Selain itu tingginya kelimpahan ikan di padang lamun malam hari berhubungan dengan kelimpahan Crustacea di malam hari, disebabkan migrasi malam hari (nokturnal migration) dari hewan-hewan tersebut ke padang lamun dari habitat sekitarnya, seperti terumbu karang dan mangrove (Dolar 1989). 2.4 Ekologi Ikan Terumbu Karang Ikan-ikan terumbu karang mempunyai aktivitas yang dipengaruhi oleh rotasi bumi mengelilingi matahari. Rotasi ini menyebabkan adanya siklus harian pada ikan-ikan terumbu karang, sehingga terdapat perbedaan pada jenis ikan yang aktif di siang hari (diurnal) dan ikan yang aktif di malam hari (nocturnal). Pada umumnya, ikan-ikan terumbu karang digolongkan ke dalam ikan-ikan diurnal maupun nokturnal berdasar waktu mencari makannya. Ikan terumbu karang diurnal terdapat pada semua tingkat tropik, tetapi ikan-ikan terumbu nokturnal semuanya karnivora (Hixson 1991; Sale 1991). 2.4.1 Klasifikasi Berdasarkan Struktur Komunilas Ikan Terumbu Karang Ada berbagai cara untuk mengklasifikasikan ikan terumbu karang, tetapi untuk memahami struktur komunitasnya adalah dengan mengklasifikasikannya 17 dalam kebiasaan makan. Menurut Hobson (1974) kita dapat menempatkan ikan-ikan terumbu karang dalam tiga kategori secara umum, yaitu: karnivora umum (generalize carnivores), karnivora khusus (specialize carnivores), dan herbivora. Karnivora umum adalah predator pengelana. Ikan yang termasuk golongan ini mempunyai mulut lebar yang cocok untuk memakan mangsa yang relatif besar. Mereka biasanya memakan ikan-ikan yang bergerak dan invertebrata (Moyle & Cech 1987). Karnivora umum ini mempunyai tiga tipe dasar: nocturnal, crepuscular dan diurnal. Predator nocturnal biasanya mempunyai mata lebar dan memakan baik Crustacea bentik yang bergerak di malam hari maupun zooplankton yang ditemukan di kolom air pada waktu malam hari. Predator crepuscular biasanya merupakan piscivora. Ikan yang termasuk dalam golongan ini diwakili beberapa famili, yaitu Serranidae, Carangidae, dan Lutjanidae. Ikan-ikan ini mulai aktif di waktu senja, karena level cahaya yang rendah menawarkan keuntungan besar untuk penyamaran predator tersebut, ikan mengintai mangsanya, terutama ikanikan yang bergerombol. Sedangkan predator diurnal, sama dengan predator crepuscular didalam bentuk badan dan jenis mangsa yang disukai. Mereka mencari mangsa dengan menjelajah celah di atas terumbu karang, menunggu mangsa di tempat persembunyiannya atau mengejar mangsa yang terpisah dan kelompoknya (Moyle & Cech 1987). Karnivora khusus adalah ikan-ikan yang beradaptasi untuk mengambil mangsa yang khusus atau makan dengan cara tertentu atau makan pada mikrohabitat tertentu. Hobson (1974), ikan-ikan yang termasuk kelompok ini, dapat dibagi ke dalam tujuh tipe, yaitu (1) memangsa secara tiba-tiba, (2) mencan makan di kolom air, (3) mencari makan dicerukceruk, (4) mencari mangsa yang tersembunyi, (5) predator diurnal invertebrata bentik, (6) pembersih dan (7) diurnal planktivor. Pemangsa tiba-tiba adalah anggota dari famili Synodontidae, Scorpaenidae dan Bothidae. Ikan-ikan anggota famili ini mempunyai kemampuan untuk menyamar sehingga tidak tampak oleh mangsanya. Pemangsa yang mencari makan di kolom air adalah anggota dan famili Sphyraenidae, Belonidae, dan Fistularidae. Ikan-ikan ini mempunyai bentuk badan yang memanjang yang 18 berwarna keperakan dengan moncong yang memanjang dilengkapi dengan gigigigi tajam. Pemangsa yang makanannya mangsa yang bersembunyi adalah famili Mullidae. Ikan tersebut mempunyai barbel untuk mencari lokasi mangsanya. Setelah lokasi mangsa diketahui lalu dihisapnya dengan moncong yang fleksibel. Moncong tersebut terletak di subterminal di kepala. Jenis-jenis ini dapat diurnal maupun nokturnal tergantung jenisnya (Hobson 1974). Mangsa predator diurnal ini terutama invertebrata kecil seperti sponge, coral, tunicata, bintang laut, dan kerang-kerangan, Kebanyakan ikan yang termasuk golongan ini adalah anggota Tetradontiformes, Labridae, dan Chaetodontidae. Mereka dilengkapi dengan berbagai macam bagian tubuh yang spesifik, misalnya gigi-gigi yang menyatu membentuk plat, dilengkapi dengan gigi-gigi pharyngeal yang dapat menghancurkan cangkang atau moncong yang memanjang yang dilengkapi dengan gigi-gigi kecil yang tajam. Ikan-ikan pemangsa diurnal ini biasanya mempunyai bentuk tubuh yang bermacam-macam dengan warna-warna terang. Ikan-ikan ini mengandalkan penglihatannya untuk mencari makan (Moyle & Cech 1987). Ikan-ikan planktivor diurnal adalah anggota famili Pomacentridae, Serranidae dan Acanturidae. Mereka harus menghindarkan diri dari predator, maka mereka mempunyai badan yang stream line, ekor yang sangat bercagak atau cekung, dan mulut yang kecil. Bentuk tubuh dan sirip ekor ini memungkinkan ikan untuk berenang cepat ke dalam tempat berlindung di karang jika bertemu dengan predatornya. Jumlah ikan herbivore lebih sedikit dari ikan karnivore, kurang lebih hanya 22% dari seluruh jenis (Sale 1991). Ikan-ikan herbivora ini bentuk badannya relatif kecil, berwarna terang dan biasanya anggota dari Scaridae, Acanturidae, Kyphosidae, Chaetodontidae, Blennidae, Pomacantidae dan Siganidae. Makanan utama mereka adalah alga filamentus di karang, lamun dan alga yang tumbuh di rataan terumbu karang (Moyle & Cech 1987). 19 2.4.2 Migrasi Ikan Terumbu Karang Migrasi ikan secara umum dapat dibagi menjadi 4 tipe (Gauthreaux 1980), yaitu: (1) Anadromous, dari laut ke air tawar (freshwater), (2) Catadromous, dari air tawar ke laut, (3) Potomadromous, di lingkungan air tawar, (4) Oceanodromous, di lingkungan laut. Migrasi ikan terumbu karang dimasukkan ke dalam tipe oceanodromous, karena pergerakannya hanya didalam lingkungan perairan laut. Adanya migrasi tersebut dikarenakan adanya pemisahan antara daerahdaerah vital dalam siklus hidup ikan seperti daerah pemijahan (spawning area), daerah asuhan (nursery area) dan daerah mencari makan (feeding area) yang terpisah (Nikoltky 1963 in Gauthreaux 1980). Migrasi ikan terumbu karang mempunyai hubungan dengan aktivitas harian ikan terumbu karang dari tempat beristrirahat ke tempat mencari makan. Menurut Moyle & Cech (1987), migrasi sendiri didefinisikan sebagai perpindahan diantara dua tempat tertentu dalam waktu tertentu. Jarak migrasi tersebut dapat berkilo-kilometer sampai hanya beberapa meter saja. Pada beberapa jenis ikan waktu migrasi dan rute yang ditempuh dapat diperkirakan (Hobson 1974). Dalam penelitian William tahun 1991 di karang tepi Pulau Tulear, Madagaskar mendapatkan suatu pergerakan harian dari ikan-ikan terumbu karang ke tempat yang lebih dangkal (Helfmans 1986 in Sale 1991). Banyak jenis-jenis ikan terumbu, termasuk juga Elasmobranchii, yang bermigrasi harian dari tempat beristrirahat ke tempat mencari makan. Selama migrasi ikan-ikan ini terlihat bergerak ke daerah yang lebih dangkal, misalnya ke padang lamun. Ikan terumbu yang bermigrasi tersebut cenderung kembali ke lokasi yang sama (Sale 1991). Ogden & Erlich (1977) menyebutkan ruaya nokturnal (nocturnal migration) dari gerombolan ikan famili Pomadasyidae terutama Haemulon flavolinealum dan Haemulon plumieri, yang mencari makan pada padang lamun di malam hari. Kedua spesies ini bergabung dalam suatu gerombolan heterotipik yang berasosiasi dengan formasi karang pada satu tanggul karang (patch reef) di Tague Bay, Kepulauan Virgin. Begitu hari gelap gerombolan ikan tersebut berenang ke tempat tertentu di ujung karang dalam jalur yang tetap dari tahun ke tahun. Jarak yang ditempuh ± 1 km atau lebih. Setelah 20 sampai di padang lamun, memecah diri dan secara individual mencari makan berupa invertebrata yang berasosiasi dengan lamun selama malam hari. Pada dini hari mereka berkumpul dan melalui lintasan yang sama kembali ke terumbu karang.