1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padang lamun (seagrass bed) adalah ekosistem yang kompleks di daerah tropis dengan produktivitas dan keanekaragaman yang cukup tinggi. Dalam cakupan wilayah yang lebih besar padang lamun termasuk ke dalam ekosistem pesisir, di samping terumbu karang dan mangrove. Ketiga ekosistem ini membentuk suatu hubungan keterkaitan untuk menopang fungsi pesisir sebagai essential habitat bagi biota akuatik. Peran lamun secara ekologi adalah sebagai habitat bagi biota akuatik (wilayah pengembalaan, wilayah pemijahan, dan tempat mencari makan), produsen primer, carbon sink, penangkap sedimen dan nutrien, serta penahan gelombang. Ekosistem ini sering dijumpai pada daerah pasang surut pinggir daratan, dekat terumbu karang, dan terkadang menyatu dengan terumbu karang (Tomascik et al. 1997). Menurut Nagelkerken et al. (2000), kelimpahan dan kekayaan jenis spesies tertinggi biasa ditemukan di daerah padang lamun dan daerah berlumpur yang sekelilingnya ditumbuhi mangrove. Padang lamun memegang peranan penting dalam penyediaan stok ikan tangkapan nelayan sekitar. Mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Kiswara (1994) di Teluk Banten dimana penurunan 35% jumlah padang lamun berakibat langsung pada penurunan jumlah ikan muda. Pernyataan ini diperkuat oleh Kopalit (2010) yang menyatakan bahwa penutupan lamun berkorelasi sangat erat dengan kelimpahan ikan. Perairan Karang Lebar merupakan bagian dari perairan Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu. Pada perairan dangkal ini terdapat berbagai ekosistem terumbu karang dan lamun. Padang lamun yang terdapat di Karang Lebar tersebar dalam beberapa wilayah yang mana di antara pulau dan tubir terdapat gobah. Habitat padang lamun di Karang Lebar berdekatan dengan terumbu karang dan terkadang bersatu dengan terumbu karang. Di wilayah ini, lamun membentuk suatu komunitas lamun yang homogen dan beberapa diantaranya membentuk komunitas yang terdiri dari 2-3 spesies lamun (Azkab 1991 in Tomascik et al. 1997). Ikan yang banyak ditemukan di perairan ini adalah dari famili Siganidae, Lethrinidae, dan Labridae. 2 Ancaman pada ekosistem lamun atau yang lebih dikenal dengan nama lokal “samu-samu” di daerah Karang Lebar didominasi oleh pengaruh antropogenik yang diakibatkan oleh kegiatan manusia seperti penambangan pasir, pembangunan daerah pantai, dan aktivitas perahu dan kapal. Dampak yang nyata dari kegiatan ini berupa peningkatan kekeruhan perairan, yang menjadi faktor pembatas bagi kehidupan lamun. Kerusakan lamun dapat menyebabkan terjadinya penurunan populasi ikan yang berasosiasi dengan lamun, diantaranya baronang (Siganidae) dan lencam (Lethrinidae). Mengingat pentingnya peranan sumberdaya lamun bagi biota yang berasosiasi dengan ekosistem tersebut, maka diperlukan kajian mengenai keterkaitan lamun terhadap biota laut yang berasosiasi terutama ikan serta pengaruh lingkungan yang dapat memodifikasi keeratan hubungan tersebut. 1.2. Rumusan Masalah Daerah padang lamun di Kepulauan Seribu merupakan salah satu daerah penangkapan ikan bagi nelayan tradisional. Tangkapan utama para nelayan ini berupa ikan lencam (Lethrinidae), baronang (Siganidae), dan kakatua (Lebridae). Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan tradisional, saat ini terjadi penurunan kelimpahan dan ukuran ikan. Penurunan kelimpahan dan ukuran ini diduga terjadi akibat adanya degradasi lingkungan, khususnya lamun. Degradasi lamun diakibatkan oleh ancaman yang berasal dari pengaruh alami dan aktivitas manusia. Ancaman yang terlihat jelas dan mendominasi degradasi lamun di perairan Karang Lebar berasal dari pengaruh antropogenik. Ancaman tersebut meliputi penambangan pasir, pembangunan daerah pantai, serta kegiatan penangkapan dan pelayaran menggunakan kapal motor yang dapat mengakibatkan peningkatan kekeruhan perairan. Peningkatan kekeruhan air dapat mengganggu kesehatan lamun dan fungsi lamun sebagai produsen primer. Mengacu pada Kiswara (1994), degradasi lamun yang juga terlihat nyata di wilayah Indonesia adalah degradasi lamun di Perairan Banten akibat reklamasi, pengurugan, dan perluasan wilayah industri. Kerusakan ini menyebabkan hilangnya 50 hektar padang lamun di Teluk Banten yang berimbas pada penurunan jumlah ikan muda. Tingginya aktivitas yang terjadi di kawasan ini dikhawatirkan dapat mengancam keberadaan sumberdaya ikan yang berasosiasi dengan lamun seperti 3 yang telah terjadi di Banten, dan mengganggu fungsi fisik dan ekologis lamun. Untuk itu dirumuskan permasalahan pada Gambar 1. Ancaman Alami - gelombang pasang -angin topan -siklon -sedimen - predator Peran Lamun -habitat biota -produsen primer -penahan arus -penstabil sedimen -fiksasi karbon -sumber nutrien Ancaman Manusia -penambang pasir -pembangunan pantai -pencemaran -aktivitas perahu Degradasi Padang Lamun - struktur komunitas ikan - fungsi habitat lamun Rekomendasi Pengelolaan Lamun Gambar 1. Diagram alir perumusan masalah 4 1.3. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis dan penutupan lamun, serta komposisi jenis dan ukuran ikan yang berasosiasi dengan padang lamun. 1.4. Manfaat Penelitian ini diharapkan mampu menjadi informasi bagi pengelolaan perairan intertidal khususnya di daerah lamun Kepulauan Seribu, Jakarta.