vegetasi dan distribusi pohon di hutan dataran

advertisement
J. Tek. Ling
Edisi Khusus
“Hari Lingkungan Hidup”
Hal. 87 - 96
Jakarta, Juni 2012
ISSN 1441-318X
VEGETASI DAN DISTRIBUSI POHON DI HUTAN
DATARAN RENDAH, DESA MUNSE, PULAU
WAWONII, SULAWESI TENGGARA
Laode Alhamd
Laboratorium Ekologi, Tanah dan Serasah
Bidang Botani, Puslit Biologi LIPI. E-mail: [email protected]
Abstrak
Pulau Wawonii merupakan suatu pulau kecil di Sulawesi Tenggara, yang memiliki
keanekaragaman hayati tinggi. Namun tidak terdapat studi ekologi di hutan dataran
rendah di Desa Munse, bagian timur pulau ini. Delapan sampel petak dibuat, maingmasing berukuran 30 x 30 m2. Seluruh diameter > 10 cm untuk pohon dan 2-9.9 cm
untuk anak pohon diukur dan diidentifikasi jenis pohonnya. Iδ Morishita digunakan untuk
mengetahui distribusi dari jenis-jenis pohon dominan, dan sampel tanah untuk membuat
korelasi dengan vegetasi diatas permukaan tanah. Hasil menunjukkan bahwa jumlah
total individu pohon adalah 2474 yang terdiri dari 72 spesies, 59 genus dan 39 suku.
Total luas bidang dasar mencapai 23.87 m2 ha-1. Nilai Iδ Morishita adalah tertinggi pada
Ficus variegata untuk pohon dan Pterocarpus indicus untuk anak pohon. Jenis Canarium
denticulatum dan F. variegata menunjukkan respon yang baik faktor lingkungan tanah.
Kata kunci: Keanekaragaman hayati, Pulau Wawonii, Index Morishita, Faktor
Lingkungan
Abstract
Wawonii Island that has high biodiversity is a small island in south-eastern part of
Sulawesi. However, no ecological studies of trees in the lowland forest had been focused
at Munse, East Wawonii. Eight sampling plots were established, 30 x 30 m2 in size. All
the DBH (Diameter at Breast Height) > 10 cm for tree and 2-9.9 cm in DBH for sapling
were measured and identified up to species name. Iδ Morishita were applied to know the
distribution of the dominant trees and soil samples were collected to make correlation
with the vegetation in the above ground. Results showed that the total number of tree
is 2474 individual trees including 72 species 59 genera and 39 families, with total basal
area reaching 23.87 m2 ha-1. Value of Iδ Morishita was highest in Ficus variegata for tree
and Pterocarpus indicus for sapling rather than other dominant spesies. The species of
Canarium denticulatum and F. variegata showed the good response to environmental
factor of soil in all samples.
Key words: Biodiversity, Wawonii Island, Morishita Index, Environmental Factor
Vegetasi dan Distribusi,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 87 - 96
87
1.PENDAHULUAN
antara tumbuhan dan tanah nantinya dapat
dijadikan dasar untuk merehabilitasi dan
konservasi kawasan di pulau ini.
1.1. Latar Belakang
Indonesia yang terkenal dengan
negara kepulauan, memiliki 17.508 pulau
dengan garis pantai sepanjang 81.000
km. Dari pulau-pulau tersebut, sebagian
besar merupakan pulau-pulau kecil yang
jumlahnya lebih dari 10.000 buah 1).
Pulau Wawonii adalah salah satu
pulau kecil di Sulawesi Tenggara, yang
mempunyai keanekaragaman hayati tinggi,
namun penelitian ekologi sampai saat ini
belum dilakukan utamanya di Desa Munse
pada bagian timur dari pulau ini, beberapa
informasinya tentang tipe vegetasi dan jenisjenis tumbuhan 2) sudah pernah dilaporkan
di Waworete pada ketinggian 300 – 600 m
dpl, dan di desa Lampeapi pada ketinggian
90 – 290 m dpl 3).
Perubahan kawasan hutan menjadi
area perkebunan 4) dan meningkatnya jumlah
penduduk untuk memiliki lahan pemukiman,
berkontribusi terhadap terjadinya perubahan
aliran air sungai yang awalnya kondisi air
jernih berubah kandungan air berlumpur.
Dikarenakan kurangnya data yang
tersimpan di Herbarium Bogoriense, dan
kurangnya informasi ekologi secara lengkap
maka penelitian vegetasi dengan faktor
lingkungan yang mempengaruhi di P.
Wawonii terasa penting, karna diharapkan
terdapat jenis-jenis endemik dipulau ini
dengan tipe vegetasi yang beragam. Untuk
penelitian ekologi hutan; selain analisa
vegetasi secara lengkap juga diikuti dengan
pengambilan contoh tanah dimana tanah
merupakan salah satu faktor penentu yang
berperan sebagai media pertumbuhan,
sumber air dan sumber hara bagi tumbuhan
melalui proses dekomposisi serasah 5).
Sebagian besar kawasan hutan yang berada
di P. Wawonii berada pada tanah ultra basic,
tanah ini biasanya bersifat tandus yang
disebabkan oleh: magnesium (Mg) tertukar
tinggi, kekurangan kalsium (Ca), nitrogen
(N), fosfor (P) dan kalium (K) 6). Keterkaitan
88
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan (1) untuk
mengetahui jenis-jenis vegetasi di hutan
dataran rendah Desa Munse, (2) memberikan
informasi tentang hubungan antara persebaran
jenis-jenis yang mendominasi dengan jenis
tanah, Hasil yang diperoleh didiskusikan dan
diarahkan menjadi dasar dalam konservasi
tumbuhan, perencanaan rehabilitasi hutan dan
pengembangan jenis-jenis yang berpotensi
diwilayah yang akan diteliti.
Untuk penelitian kali ini dikonsentrasikan
di hutan dataran rendah berada di Desa
Munse, dimana informasi ekologi jenis dan
vegetasi untuk ekosistem dataran rendah
belum pernah dilaporkan, informasi yang
diperoleh akan menjadi pelengkap data
untuk P. Wawonii secara keseluruhan.
2.METODOLOGI
2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di hutan dataran
rendah, Desa Munse, Pulau Wawonii,
Sulawesi Tenggara. Pada koordinat 04°
09′ 35,37″ LS dan 123° 10′ 48,37″ BT.
Desa Munse secara administratif termasuk
kedalam Kecamatan Wawonii Timur,
Kabupaten Kendari. Secara umum kondisi
pulau ini memiliki topografi datar hingga
berbukit (dengan kemiringan 10-20%).
Selama 3 jam dengan menggunakan perahu
kayu waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
desa ini. Waktu perjalanan yang tepat untuk
mencapai lokasi pada saat musim barat
dimana gelombang laut tidak terlalu ekstrim,
yaitu pada September-April.
Sulawesi Tenggara memiliki curah
hujan tidak besar dan berdasarkan klasifikasi
klimatik 7), pulau ini mempunyai curah hujan
hingga ± 1600 mm/tahun, dan termasuk
kedalam iklim bertipe D. Musim hujan rata-
Alhamd, L., 2012
rata 4-6 bulan dan musim kemarau lebih
banyak dibandingkan musim hujan. Siklus
musim hujan mencapai puncaknya pada
Maret dan kemarau terjadi pada Agustus.
2.2.Metodologi
Penelitian dilakukan dengan
menggunakan metode petak untuk menaksir
populasi dan penyebaran dari jenis-jenis yang
mendominasi disetiap petak. Pembuatan
petak dibuat dengan jarak bervariasi antar
petaknya 0.2-2.5 km dengan melihat tipe
tegakan pohon dan penutupan kawasan
dimasing-masing lokasi.
Petak-petak pengamatan yang dibuat
sebanyak 8 buah. Setiap petak penelitian
memiliki luas 0,09 ha (30x30 m2). Setiap
petak penelitian akan dibagi menjadi 9
sub-petak, dengan ukuran 10x10 m2 untuk
pengamatan pohon (diameter > 10 cm),
sementara anak pohon (diameter 2-9.9
cm) pada sub-petak ukuran 5x5m2. Individu
pohon dan anak pohon yang terdapat pada
tiap sub-petak dicacah jenis pohonnya,
diukur diameter batang, tinggi pohon, tinggi
percabangan pertama, serta jarak x dan y dari
masing-masing pohon. Pengambilan sampel
dilakukan dengan membuat herbarium
dengan label, untuk pengidentifikasian lebih
lanjut dilakukan di Herbarium Bogoriense,
utamanya pada jenis-jenis yang belum
diketahui nama jenisnya.
Sampel tanah diambil secara acak
pada setiap petak penelitian yang dilakukan
pengambilan sebanyak 4 sampel tanah pada
kedalam 10-30 cm. Sampel tersebut lalu
dikomposit dari setiap petak. Analisa tanah
dilakukan di Laboratorium tanah, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat. Unsur hara yang akan dianalisa
selain tekstur tanah adalah kandungan C, N,
P, K, Ca, Na, Mg, KTK dan pH tanah.
2.3. Analisa Data
Data yang dikumpulkan dianalisa
dengan metode petak pengamatan 8), untuk
mendapatkan nilai Luas Bidang Dasar (LBD),
Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif
(KR), Dominansi Relatif (DR) dan Nilai
Penting (NP), dimana NP merupakan hasil
penjumlahan FR, KR dan DR.
Pola distribusi spasial dari jenisjenis dominan akan dianalisa dengan
menggunakan indeks Morishita (I δ ) 9) ,
dengan rumus sebagai berikut:
q
∑ xi (x i − 1)
I ä = q i =1
T(T − 1)
dimana q adalah jumlah petak
pengamatan, xi merupakan jumlah individu
jenis pada masing-masing petak, dan T
adalah jumlah seluruh individu didalam
petak.
Keterkaitan antara vegetasi pohon /
anak pohon dengan tanah akan dianalisa
dengan menggunakan PCA (Principal
Component Analysis), untuk mengetahui
apakah terdapat pengaruh antara vegetasi
dengan kandungan hara pada media
tumbuh, beserta pengelompokan jenis-jenis
berdasarkan faktor biotik tersebut.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.Hasil
Komposisi Jenis
Hasil pengamatan dari kedelapan
petak pengamatan dengan luas 0,72 hektar,
terdapat sebanyak 2474 individu pohon
dan anak pohon per ha, yang mencakup
72 jenis (spesies) dalam 59 marga dan 39
suku dengan total luas bidang dasar 23,87
m2 ha-1. Dari keseluruhan individu, terdapat
540 umlah jenis pohon dan yang terdapat
di seluruh petak penelitian adalah 66 jenis
dengan total densitas pohon 540 individu ha-1
berupa pohon (diameter ≥ 10 cm), terdiri dari
52 marga dan 36 suku dan total basal area
20,06 m2 ha-1.
Komposisi jenis umumnya berasal
dari jenis-jenis sekunder, yaitu dari jenis
Vegetasi dan Distribusi,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 87 - 96
89
Struktur Hutan
Struktur hutan berdasarkan klasifikasi
kelas diameter dan tinggi pohon dapat dilihat
pada Gambar 1 dan 2. Rataan diameter
pohon pada masing-masing petak tertinggi
pada petak II (24 cm), diikuti oleh petak I dan
IV sekitar 21 cm, petak VII dan VIII (18,5 cm
dan petak lainnya (III, V dan VI) berkisar 17,6
cm. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran
anak pohon yang berdiameter < 10 cm
banyak dijumpai pada petak III, V dan VI,
90
Individu ha-1
tercatat pada dua petak terakhir konstribusi
anak pohon mencapai 62,3 dan 88,2%, lain
halnya pada petak III, meski petak ini hanya
memiliki jumlah anak pohon dibawah 50%
namun hanya beberapa pohon saja yang
memiliki diameter lebih dari 30cm, seperti
pada A. macrophyllus, C. denticulatum, C.
odorata, dan Semecarpus longifolia.
Diameter pohon >40 cm pada masingmasing petak masih dijumpai pada setiap
petak, kecuali pada petak IV dan V. yaitu E.
aromatica dan Microcos paniculata (Petak
I), C. denticulatum pada petak II, III dan
VIII dan C. odorata di petak VI. Pohon yang
berdiameter >50 cm masih dijumpai pada
petak II dan VII, yaitu masing-masing dari
jenis C. denticulatum dan Hernandia peltata.
Gambar 1. Jumlah individu berdasarkan
kelas diameter pohon (cm), pada
kedelapan petak penelitian di Desa
Munse, Pulau Wawonii, Sulawesi
Tenggara
Individu ha-1
Macaranga gigantea, M. mappa, Drypetes
longifolia, D. minahasae, Ficus variegata,
Arthocarpus glaucus, A. integer, Cratoxylum
formosum dan Vitex cofassus. Jenis-jenis
tersebut sangat toleran terhadap kanopi
hutan yang terbuka karena lebih menyenangi
sinar matahari.
Masing-masing petak memperlihat
komposisi jenis yang berbeda, meskipun
terdapat beberapa petak memiliki jenis
yang mendominasi berasal dari jenis
yang sama, seperti pada petak II, III dan
VIII pada jenis Canarium denticulatum.
Bedasarkan perhitungan nilai penting (NP),
seperti di Tabel 1, jenis-jenis pada masingmasing petak, yaitu: Microcos paniculata, F.
variegata dan Alstonia macrophylla (Petak
I), C. denticulatum, D. longifolia dan Litsea
elliptica (Petak II), C. denticulatum, Ficus
pubinervis dan F. variegata (Petak III), Evodia
aromatica, Anthocephalus macrophyllus,
dan C. formosum (Petak IV), Solanum sp.,
F. variegata, dan A. macrophyllus (Petak V),
E. aromatica, Solanum verbascifolium dan
F. variegate (Petak VI), Hernandia peltata,
Semecarpus longifolia dan C. denticulatum
(Petak VII), dan C. denticulatum, A. glaucus
dan Ficus sp. (Petak VIII).
Suku yang paling sering dijumpai
jenisnya adalah Clusiaceae (6 jenis) terdiri dari
Garcinia dulcis, G. laterifolia, Callophyllum
inophyllum, C. soulatri, C. celebicum dan
C. sp., diikuti oleh suku Anacardiaceae,
Euphorbiaceae dan Moraceae yang masingmasing memiliki 5 jenis, dan Rubiaceae
dengan 4 jenis.
Gambar 2. Jumlah individu berdasarkan kelas
tinggi pohon (m), pada kedelapan
petak penelitian di Desa Munse,
Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara
Alhamd, L., 2012
Dari seluruh petak, pohon yang
termasuk dalam strata A dengan tinggi >30m
banyak terdapat pada petak I sebanyak 8
individu, umumnya dari jenis M. paniculata,
5 individu pada petak II, sementara petak
V-VIII berada pada strata B dengan kisaran
tinggi 20-25 m.
Distribusi Jenis
Berdasarkan indeks Morishita, pada
Tabel 2, dari jenis dominan dan kodominan
pada pohon dan anak pohon, Nampak bahwa
nilai hitung Iδ < X2 Tabel (P>0,05; penyebaran
acak = 1;X2 Tabel = 3,841), penyebaran jenisjenis tersebut besifat mengelompok pada
petak penelitian tertentu, hal ini diperjelas
dengan ditemukannya beberapa individu C.
denticulatum dibeberapa petak, meski tidak
dijumpai dipetak lainnya, pada F. variegata
individu jenis ini merata diseluruh petak
namun satu petak ditemukan dalam jumlah
individu yang banyak dan beberapa petak
lainnya hanya satu individu. Hal serupa
nampak pada anak pohon untuk jenis
Pterocarpus indicus dan C. denticulatum.
3.2.Pembahasan
Dari data yang diperoleh menunjukkan
bahwa dari jumlah jenis, total kerapatan dan
total luas bidang dasar di lokasi penelitian
untuk pohon dan anak pohon tergolong
rendah dibandingkan dengan data dari
Desa Lampeapi 3) dan Desa Lansinowo,
Waworete 2). Kondisi ini dapat disebabkan
oleh lokasi yang sangat dekat dengan
pemukiman penduduk dengan ditemukannya
beberapa daerah bekas perladangan,
seperti tanaman Anacardium occidentale
dilokasi penelitian, jenis ini merupakan
primadona bagi masyarakat setempat untuk
menambah perekonomiannya. Sebagian
besar masyarakat setempat memanfaatkan
hutan sebagai sarana pencarian kayu
untuk pembuatan rumah, kayu bakar bagi
kebutuhan sehari-hari.
Vegetasi hutan dataran rendah memiliki
karakteristik tersendiri. Dua karakteristik
utama yang membedakan hutan dataran
rendah dengan bioma terestrial lainnya
adalah tingginya kerapatan jenis pohon
dan status konservasi tumbuhannya yang
hampir sebagian besar dikategorikan
jarang secara lokal 10). Komposisi jenis
dan keanekaragaman tumbuhan di hutan
tergantung pada beberapa faktor lingkungan
seperti kelembaban, nutrisi, cahaya matahari,
topografi, batuan induk, karateristik tanah,
struktur kanopi dan sejarah tataguna lahan
11)
. Hal ini terlihat pada petak VII dan VIII
yang memiliki jumlah jenis dan individu
yang lebih sedikit dibanding petak lainnya,
dikarenakan komposisi tanah yang memiliki
kandungan pasir pada tekstur tanah lebih
tinggi dua kali dibandingkan dengan petak
lainnya, yaitu 34%.
Jenis - jenis sekunder yang umumnya
ditemukan, juga membuktikan areal dihutan
dataran rendah awalnya telah terjadi
pembukaan lahan, sebagai suatu bentuk
suksesi hutan setelah adanya jenis-jenis
pionir berupa tumbuhan rendah yang terlihat
di beberapa titik disekitar petak penelitian.
Distribusi diameter pohon seperti
kurva L yang mengikuti fungsi eksponensial
negatif, menegaskan bahwa kondisi hutan
dataran rendah ini masih dalam kondisi
seimbang 12). Pada diameter 0-10 cm, jenis
yang jumlah individu anak pohon terbanyak
dari C. denticulatum, diikuti oleh Pterocarpus
indicus dan Ficus variegata, secara berturutturut. Jenis C. denticulatum selalu dijumpai
pada interval kelas diameter bersama F.
variegata, membuktikan keberadaan kedua
jenis ini memiliki tingkat regenerasi yang
tinggi.
Pola distribusi yang mengelompok
mengindikasikan bahwa tidak adanya
persaingan individu didalam dan antar jenis
dalam mendapatkan unsur. hara, berupa
hara makro (C, N, P, dan K) dan mikro (Na,
Mg, Ca), serta kapasitas tukar kation (KTK),
dimana tanah secara keseluruhan memiliki
tekstur tanah memiliki kandungan liat lebih
tinggi dibandingkan pasir dan debu, dengan
kisaran 37-47%, pada petak I, IV dan VIII,
Vegetasi dan Distribusi,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 87 - 96
91
sementara bertekstur debu berada pada
petak II, III, V, VI dan VII (37-59%).
Kondisi tanah dari kedelapan petak
memiliki pH 6,2-6,8 di petak I-VI, dan 7,67,8 di petak VII dan VIII, dengan interval
C/N ratio 10,3-14,2, kandungan P mencapai
9-21, karbon 1,49-2,99, nitrogen 0,14-0,21
dengan kapasitas tukar kation yang cukup
tinggi mencapai 48,47%.
Pengelompokan jenis vegetasi
berdasarkan komponen tanah, terlihat
pada Gambar 3 (kuadran I, II/III, dan IV),
terlihat bahwa terdapat tiga pengelompokan
jenis vegetasi pada tingkat pertumbuhan
pohon. Pada pohon (diameter >10 cm), jenis
vegetasi yang toleransi pada hara natrium
(Na), kalsium (Ca), karbon (C) dan fosfor
(P) serta kemasaman (pH) bersifat netral
ke basa, yaitu Radermachera gigantea,
Chionanthus cordulatus, Toona sinensis,
Pterocarpus indicus, Lepiniopsis ternatensis
dan Ficus sp., namun pada umumnya jenisjenis ini hanya meenyebar di dua petak
pengamatan, yang terlihat pada kuadran
satu di Gambar 3a.
Sedangkan jenis C. denticulatum, yang
mendominasi penyebaran, frekuensi dan
luas bidang dasar, terletak pada kuadran II,
yang mengindikasikan bahwa meski dengan
kondisi yang tidak terlalu sesuai dengan
faktor lingkungan (dalam hal ini tanah),
tetapi jenis ini tetap mendominasi dalam
nilai penting (NP) dari keseluruhan petak.
Meski respon yang baik terhadap lingkungan
tidak ditunjukkan ditingkat pohon, namun hal
berlawanan pada tingkat anak pohon.
Untuk anak pohon (diameter 2-9,9
cm), pada Gambar 3b yang terbagi dalam
3 kelompok (kuadran II, III dan IV), terlihat
bahwa faktor abiotik C, P, Ca, Na, C/N
dan pH memiliki di kuadran II, memiliki
toleransi terhadap jenis C. denticulatum,
Semecarpus longifolia, Timonius celebica,
Carallia brachiata, Hernandia peltata dan
Buchanania arborescens, sementara Ficus
variegata yang berada pada kuadran
III, mampu beradaptasi dengan kondisi
lingkungan sekitar.
Gambar 3. Pengelompokan jenis-jenis pohon (a) dan anak pohon (b) berdasarkan luas bidang dasar
(LBD) dan faktor tanah sebagai media tumbuh dengan menggunakan PCA (Principal
Component Analysis) di hutan dataran rendah, Desa Munse, Pulau Wawonii, Sulawesi
Tenggara. Setiap bulatan kosong mewakili satu jenis vegetasi.
92
Alhamd, L., 2012
Tabel 1. Nilai penting (NP) dari masing-masing jenis di masing-masing petak penelitian, Desa Munse,
Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara.
Jenis
Suku
Nilai Penting (NP) pada Petak keI
II
III
IV
Alstonia macrophylla
Wall. ex G.Don.
Apocynaceae
31,9
6,8
7,3
Anacardium
occidentale Linn.
Anacardiaceae
17,2
0
0
6,4
0
13,1
Anthocephalus
Rubiaceae
macrophyllus (Roxb.)
V
VI
VII
VIII
0 21,5
0
0
0
0
7,9
0
0
0
39,2 23,1
0
0
0
0 16,1
7,5
0
Aralidium
ahernianum Merr.
Aralidiaceae
0
5,7
16,5
0
Arthocarpus glaucus
Moraceae
0
0
0
5,9
0
0
0
38,9
Arthocarpus integer
Moraceae
0
0
0
0
0
0
10,5
0
Barringtonia
acutangula (L.)
Gaert.
Lecythidaceae
0
5,7
0
0
0
0
0
0
Buchanania
arborescens
Anacardiaceae
0
0
4,0
6,8
0
0
11,9
11,8
Callophyllum
celebicum
Clusiaceae
0
0
0
0
0
4,4
0
0
Callophyllum
inophyllum L.
Clusiaceae
0
0
12,1
12,2
0
3,8
0
0
Callophyllum soullatri Clusiaceae
0
0
0
0
0
27,8 20,6 26,9
18,2
0
0
0
4,1
Cananga odorata
(Lam.)
Annonaceae
0
15,1
13,9
Canarium
denticulatum Bl.
Burseraceae
0
81,0
34,7
0
0
9,6
Canarium littorale Bl.
Burseraceae
0
0
0
0
0
7,1
0
0
Carallia brachiata
(Lour.) Merr.
Rhizophoraceae
26,1
0
5,4
0
0
4,2
0
0
Casearia
grewiaefolia Vent.
Flacourtiaceae
15,8
0
13,6
5,4
5,9
9,3
0
0
Castanopsis
acuminatissima
Fagaceae
0
9,1
0
0
0
0
0
0
Chionanthus
cordulatus
Oleaceae
0
0
3,9
0
0
0
0
13,0
Cratoxylum
formosum (Jack)
Dyer
Hyperiaceae
6,5
0
8,1
32,0
8,9
4,9
0
0
Cryptocarya
crascinervia Miq.
Lauraceae
0
5,7
4,7
10,9
0
0
0
0
Cryptocarya sp.
Lauraceae
0
7,3
0
0
0
0
0
0
Dehaasia caesia Bl.
Lauraceae
0
0
0
0
0
0
0
16,3
Dillenia excelsa
(Jack) Glig.
Dilleniaceae
0
0
4,3
0
5,3
0
0
0
Dracontomelon dao
Anacardiaceae
0
5,6
15,2
0
0
0
0
0
38,1 107,0
Vegetasi dan Distribusi,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 87 - 96
93
Drypetes longifolia
Pax. Et. Hoffm.
Euphorbiaceae
0
29,0
0
0
0
8,2
0
0
Drypetes minahasae
Pax. ex. Hoffm.
Euphorbiaceae
0
5,6
0
0
0
0
0
0
Duabanga
motuccana
Sonneratiaceae
0
0
4,5
0
5,8
7,9
0
0
Evodia aromatica
Rutaceae
29,1
7,3
51,3 13,3 34,5
0
0
Ficus pubinervis
Moraceae
0
8,3
26,2
0
0
0
0
28,5
Ficus sp.
Moraceae
0
0
0
0
0
0
17,7
34,4
Ficus variegata
Moraceae
48,1
0
23,3
12,4 58,3 29,4
Garcinia dulcis
Clusiaceae
0
0
0
Garcinia laterifolia
Clusiaceae
0
6,7
Gnetum gnemon L.
Gnetaceae
6,4
0
Gonocaryum littorale
(Bl.) Sleum
Icacinaceae
0
0
Gordonia excelsa
Theaceae
0
Guioa diplopetala
(Hassk.) Radlk.
Sapindaceae
Gymnacranthera sp
8,2
23,6
0
0
0
8,2
0
0
0
0
0
0
0
4,0
16,6
0
0
0
0
0
0
0
4,9
0
0
9,3
14,8
0
0
0
0
0
0
0
19,0
0 10,6
0
13,7
Myristicaceae
0
0
0
0
0
4,5
0
0
Hernandia peltata L.
Hernandiaceae
0
0
0
0
0
0
75,0
0
Horsfieldia glabra
Myristicaceae
0
13,6
0
0
0
4,6
0
0
Instia bijuga
Fabaceae
0
6,6
0
0
0
0
0
0
Kjellbergiodendron
celebicum (Kds.)
Myrtaceae
0
6,0
5,6
0
6,0
4,1
0
0
Knema cinerea
Myristicaceae
0
0
0
0
0
8,5
0
0
Lepiniopsis
ternatensis
Apocynaceae
0
0
0
0
0
0
9,0
12,9
Litsea elliptica
Lauraceae
0
18,5
0
0
0
0
0
0
Macaranga gigantea
(Reichb.) f & Zoll.
Euphorbiaceae
0
0
6,9
0 10,8
0
0
0
Macaranga mappa
(L.) M.A.
Euphorbiaceae
0
17,3
0
0
0
0
0
0
Magnolia candolii
Magnoliacea
0
0
0
0 12,2
0
0
0
Microcos paniculata
L
Tiliaceae
63,7
0
0
0
0 10,5
0
0
Nauclea orientalis L.
Rubiaceae
0
0
0
0
0
0
16,2
0
Palaquium
obtusifolium
Sapotaceae
6,5
9,1
0
0
0
4,8
0
0
Polichias nodosa
(DC.) Scem.
Araliaceae
15,2
0
0
0
0
0
0
0
Pterocarpus indicus
Fabaceae
0
0
9,8
13,5
0
9,0
9,3
0
Radermachera
gigantea (Bl.) Miq.
Bignoniaceae
0
0
0
0
0
3,8
0
0
Semecarpus
longifolia Bl.
Anacardiaceae
0
14,7
19,3
0
0
0
40,7
0
94
Alhamd, L., 2012
Solanum sp.
Solanaceae
11,2
0
0
Solanum
verbascifolium L.
Solanaceae
6,8
0
7,2
18,0
Teijsmanniodendron
bogoriense Koord.
Verbenaceae
0
0
0
0
0
0
6,1
0
0
0
Terminalia catappa L. Combretaceae
0 76,5
8,0
0
0
8,4 34,2
0
0
3,9
0
0
0
16,5
0
12,5 15,5 22,3
0
0
Timonius celebicus
Kds.
Rubiaceae
8,9
0
17,4
Toona sinensis
(Juss.) Roem.
Meliaceae
0
0
0
0
0
0
13,1
0
Vitex cofassus
Verbenaceae
0
0
0
16,7
0
0
0
0
Tabel 2. Pola distribusi jenis-jenis dominan pada tingkat pertumbuhan pohon dan anak pohon
Tingkat Pertumbuhan
Jenis
Iδ - Indeks Morishita
Pohon
Canarium denticulatum
Ficus variegata
Evodia aromatica
Cananga odorata
Solanum sp.
0,013
0,021
0,003
0,003
0,008
Anak pohon
Canarium denticulatum
Ficus variegata
Pterocarpus indicus
Drypetes longifolia
Chionanthus cordulatus
0,014
0,005
0,016
0,004
0,004
4.KESIMPULAN
Terdapat sebanyak 2474 individu
pohon dan anak pohon per ha, yang
mencakup 72 jenis dalam 59 marga dan
39 suku. Jenis-jenis mendominasi baik dari
tingkat pertumbuhan pohon dan anak pohon
adalah dari jenis Canarium denticulatum
dan Ficus variegata, kedua jenis ini secara
tidak langsung memperlihatkan respon yang
positif terhadap faktor biotik tanah, namun
distribusi penyebarannya di hutan dataran
rendah lebih tinggi dibandingkan jenis-jenis
lainnya. Jenis inilah yang direkomendasikan
untuk merehabilitasi hutan, karena tahan
terhadap kondisi pH dan hara makro tanah
yang paling agak tinggi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kami sampaikan kepada
Kepala Pusat Penelitian Biologi yang
memberikan kesempatan untuk melakukan
penelitian ini. Terima kasih juga kami berikan
kepada pihak BKSDA Propinsi Sulawesi
Tenggara dan Aparat Desa Munse yang
memberikan dukungan dalam melakukan
penelitian, serta masyarakat Desa Munse
yang turut membantu terlaksananya
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Yusuf, M., 2001. Konsep pembangunan
pulau-pulau kecil secara berkelanjutan
melalui pendekatan pola agromarine
(suatu tinjauan filsafat sains) Makalah
Falsafah Sains (PPs 702) Program
Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian
Bogor.
2.
Purwaningsih, 2003. Vegetasi hutan
pada beberapa ketinggian tempat di P.
Wawonii, Sulawesi Tenggara. Laporan
Vegetasi dan Distribusi,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 87 - 96
95
Teknik 2003. Pusat Penelitian Biologi
LIPI, Bogor. 123-134.
3.
Rahajoe, J.S., E. Mirmanto, dan Ismail,
2004. Pengelompokan jenis tumbuhan
berdasarkan kandungan hara dan
teksture tanah di hutan dataran rendah
Desa Lampiapi, P. Wawonii, Sulawesi
Tenggara. Laporan Teknik 2004. Pusat
Penelitian Biologi LIPI, Bogor. 87-102.
8.
Cox, G.W., 1976. Laboratory manual
of general biology. Dubuque, IO: San
Diego State University & Win. C. Brown
Company Publisher.
9.
Morishita, M., 1956. Measuring of the
dispersion on individuals and analysis
of the distributional patterns. Memoirs
Faculty of Science, Kyushu University,
Seri E (Biology). 40: 3-5.
4.
Anonim, 1976. Monografi Daerah
Sulawesi Tenggara. Jakarta: Proyek
Pengembangan Media Kebudayaan,
Ditjen Kebudayaan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI.
10. Clark, D.B., M.W. Palmer, and D.A.
Clark., 1999. Edaphic factors and the
landscape-scale distributions of tropical
rain forest trees. Ecology 80 (8): 26622675.
5.
Berg, B., 2003. Plant litter decomposition,
humus formation, carbon sequestration.
Springer Berlin.
6.
Whitten, A.J., M. Mustafa, dan G.S.
Henderson, 1987. Ekologi Sulawesi.
Gajah Mada University Press.
7.
Schmidt, F.H. and J.H.A. Ferguson,
1951. Rainfall types based on wet
oand period ratiosfor Indonesia with
western New Guinea. Verhandelingen
42. Jakarta: Jawatan Meteorologi dan
Geofisika.
11. Hutchinson, T.F., R.E.J. Boerner,
L.R. Iverson, S. Sutherland and
E.K. Sutherland., 1999. Landscape
patterns of understory composition and
richness across a moisture and nitrogen
mineralization gradient in Ohio (USA)
Quercus forests. Plant Ecology 144:
177-189.
96
12. Meyer, H.A., 1952. Structure, growth,
and drain in balanced uneven-aged
forests. J. For. 50 (2): 85-92.
Alhamd, L., 2012
Download