J. Tek. Ling Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup” Hal. 87 - 96 Jakarta, Juni 2012 ISSN 1441-318X VEGETASI DAN DISTRIBUSI POHON DI HUTAN DATARAN RENDAH, DESA MUNSE, PULAU WAWONII, SULAWESI TENGGARA Laode Alhamd Laboratorium Ekologi, Tanah dan Serasah Bidang Botani, Puslit Biologi LIPI. E-mail: [email protected] Abstrak Pulau Wawonii merupakan suatu pulau kecil di Sulawesi Tenggara, yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Namun tidak terdapat studi ekologi di hutan dataran rendah di Desa Munse, bagian timur pulau ini. Delapan sampel petak dibuat, maingmasing berukuran 30 x 30 m2. Seluruh diameter > 10 cm untuk pohon dan 2-9.9 cm untuk anak pohon diukur dan diidentifikasi jenis pohonnya. Iδ Morishita digunakan untuk mengetahui distribusi dari jenis-jenis pohon dominan, dan sampel tanah untuk membuat korelasi dengan vegetasi diatas permukaan tanah. Hasil menunjukkan bahwa jumlah total individu pohon adalah 2474 yang terdiri dari 72 spesies, 59 genus dan 39 suku. Total luas bidang dasar mencapai 23.87 m2 ha-1. Nilai Iδ Morishita adalah tertinggi pada Ficus variegata untuk pohon dan Pterocarpus indicus untuk anak pohon. Jenis Canarium denticulatum dan F. variegata menunjukkan respon yang baik faktor lingkungan tanah. Kata kunci: Keanekaragaman hayati, Pulau Wawonii, Index Morishita, Faktor Lingkungan Abstract Wawonii Island that has high biodiversity is a small island in south-eastern part of Sulawesi. However, no ecological studies of trees in the lowland forest had been focused at Munse, East Wawonii. Eight sampling plots were established, 30 x 30 m2 in size. All the DBH (Diameter at Breast Height) > 10 cm for tree and 2-9.9 cm in DBH for sapling were measured and identified up to species name. Iδ Morishita were applied to know the distribution of the dominant trees and soil samples were collected to make correlation with the vegetation in the above ground. Results showed that the total number of tree is 2474 individual trees including 72 species 59 genera and 39 families, with total basal area reaching 23.87 m2 ha-1. Value of Iδ Morishita was highest in Ficus variegata for tree and Pterocarpus indicus for sapling rather than other dominant spesies. The species of Canarium denticulatum and F. variegata showed the good response to environmental factor of soil in all samples. Key words: Biodiversity, Wawonii Island, Morishita Index, Environmental Factor Vegetasi dan Distribusi,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 87 - 96 87 1.PENDAHULUAN antara tumbuhan dan tanah nantinya dapat dijadikan dasar untuk merehabilitasi dan konservasi kawasan di pulau ini. 1.1. Latar Belakang Indonesia yang terkenal dengan negara kepulauan, memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Dari pulau-pulau tersebut, sebagian besar merupakan pulau-pulau kecil yang jumlahnya lebih dari 10.000 buah 1). Pulau Wawonii adalah salah satu pulau kecil di Sulawesi Tenggara, yang mempunyai keanekaragaman hayati tinggi, namun penelitian ekologi sampai saat ini belum dilakukan utamanya di Desa Munse pada bagian timur dari pulau ini, beberapa informasinya tentang tipe vegetasi dan jenisjenis tumbuhan 2) sudah pernah dilaporkan di Waworete pada ketinggian 300 – 600 m dpl, dan di desa Lampeapi pada ketinggian 90 – 290 m dpl 3). Perubahan kawasan hutan menjadi area perkebunan 4) dan meningkatnya jumlah penduduk untuk memiliki lahan pemukiman, berkontribusi terhadap terjadinya perubahan aliran air sungai yang awalnya kondisi air jernih berubah kandungan air berlumpur. Dikarenakan kurangnya data yang tersimpan di Herbarium Bogoriense, dan kurangnya informasi ekologi secara lengkap maka penelitian vegetasi dengan faktor lingkungan yang mempengaruhi di P. Wawonii terasa penting, karna diharapkan terdapat jenis-jenis endemik dipulau ini dengan tipe vegetasi yang beragam. Untuk penelitian ekologi hutan; selain analisa vegetasi secara lengkap juga diikuti dengan pengambilan contoh tanah dimana tanah merupakan salah satu faktor penentu yang berperan sebagai media pertumbuhan, sumber air dan sumber hara bagi tumbuhan melalui proses dekomposisi serasah 5). Sebagian besar kawasan hutan yang berada di P. Wawonii berada pada tanah ultra basic, tanah ini biasanya bersifat tandus yang disebabkan oleh: magnesium (Mg) tertukar tinggi, kekurangan kalsium (Ca), nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) 6). Keterkaitan 88 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui jenis-jenis vegetasi di hutan dataran rendah Desa Munse, (2) memberikan informasi tentang hubungan antara persebaran jenis-jenis yang mendominasi dengan jenis tanah, Hasil yang diperoleh didiskusikan dan diarahkan menjadi dasar dalam konservasi tumbuhan, perencanaan rehabilitasi hutan dan pengembangan jenis-jenis yang berpotensi diwilayah yang akan diteliti. Untuk penelitian kali ini dikonsentrasikan di hutan dataran rendah berada di Desa Munse, dimana informasi ekologi jenis dan vegetasi untuk ekosistem dataran rendah belum pernah dilaporkan, informasi yang diperoleh akan menjadi pelengkap data untuk P. Wawonii secara keseluruhan. 2.METODOLOGI 2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan dataran rendah, Desa Munse, Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Pada koordinat 04° 09′ 35,37″ LS dan 123° 10′ 48,37″ BT. Desa Munse secara administratif termasuk kedalam Kecamatan Wawonii Timur, Kabupaten Kendari. Secara umum kondisi pulau ini memiliki topografi datar hingga berbukit (dengan kemiringan 10-20%). Selama 3 jam dengan menggunakan perahu kayu waktu yang dibutuhkan untuk mencapai desa ini. Waktu perjalanan yang tepat untuk mencapai lokasi pada saat musim barat dimana gelombang laut tidak terlalu ekstrim, yaitu pada September-April. Sulawesi Tenggara memiliki curah hujan tidak besar dan berdasarkan klasifikasi klimatik 7), pulau ini mempunyai curah hujan hingga ± 1600 mm/tahun, dan termasuk kedalam iklim bertipe D. Musim hujan rata- Alhamd, L., 2012 rata 4-6 bulan dan musim kemarau lebih banyak dibandingkan musim hujan. Siklus musim hujan mencapai puncaknya pada Maret dan kemarau terjadi pada Agustus. 2.2.Metodologi Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode petak untuk menaksir populasi dan penyebaran dari jenis-jenis yang mendominasi disetiap petak. Pembuatan petak dibuat dengan jarak bervariasi antar petaknya 0.2-2.5 km dengan melihat tipe tegakan pohon dan penutupan kawasan dimasing-masing lokasi. Petak-petak pengamatan yang dibuat sebanyak 8 buah. Setiap petak penelitian memiliki luas 0,09 ha (30x30 m2). Setiap petak penelitian akan dibagi menjadi 9 sub-petak, dengan ukuran 10x10 m2 untuk pengamatan pohon (diameter > 10 cm), sementara anak pohon (diameter 2-9.9 cm) pada sub-petak ukuran 5x5m2. Individu pohon dan anak pohon yang terdapat pada tiap sub-petak dicacah jenis pohonnya, diukur diameter batang, tinggi pohon, tinggi percabangan pertama, serta jarak x dan y dari masing-masing pohon. Pengambilan sampel dilakukan dengan membuat herbarium dengan label, untuk pengidentifikasian lebih lanjut dilakukan di Herbarium Bogoriense, utamanya pada jenis-jenis yang belum diketahui nama jenisnya. Sampel tanah diambil secara acak pada setiap petak penelitian yang dilakukan pengambilan sebanyak 4 sampel tanah pada kedalam 10-30 cm. Sampel tersebut lalu dikomposit dari setiap petak. Analisa tanah dilakukan di Laboratorium tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Unsur hara yang akan dianalisa selain tekstur tanah adalah kandungan C, N, P, K, Ca, Na, Mg, KTK dan pH tanah. 2.3. Analisa Data Data yang dikumpulkan dianalisa dengan metode petak pengamatan 8), untuk mendapatkan nilai Luas Bidang Dasar (LBD), Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR), Dominansi Relatif (DR) dan Nilai Penting (NP), dimana NP merupakan hasil penjumlahan FR, KR dan DR. Pola distribusi spasial dari jenisjenis dominan akan dianalisa dengan menggunakan indeks Morishita (I δ ) 9) , dengan rumus sebagai berikut: q ∑ xi (x i − 1) I ä = q i =1 T(T − 1) dimana q adalah jumlah petak pengamatan, xi merupakan jumlah individu jenis pada masing-masing petak, dan T adalah jumlah seluruh individu didalam petak. Keterkaitan antara vegetasi pohon / anak pohon dengan tanah akan dianalisa dengan menggunakan PCA (Principal Component Analysis), untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara vegetasi dengan kandungan hara pada media tumbuh, beserta pengelompokan jenis-jenis berdasarkan faktor biotik tersebut. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1.Hasil Komposisi Jenis Hasil pengamatan dari kedelapan petak pengamatan dengan luas 0,72 hektar, terdapat sebanyak 2474 individu pohon dan anak pohon per ha, yang mencakup 72 jenis (spesies) dalam 59 marga dan 39 suku dengan total luas bidang dasar 23,87 m2 ha-1. Dari keseluruhan individu, terdapat 540 umlah jenis pohon dan yang terdapat di seluruh petak penelitian adalah 66 jenis dengan total densitas pohon 540 individu ha-1 berupa pohon (diameter ≥ 10 cm), terdiri dari 52 marga dan 36 suku dan total basal area 20,06 m2 ha-1. Komposisi jenis umumnya berasal dari jenis-jenis sekunder, yaitu dari jenis Vegetasi dan Distribusi,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 87 - 96 89 Struktur Hutan Struktur hutan berdasarkan klasifikasi kelas diameter dan tinggi pohon dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. Rataan diameter pohon pada masing-masing petak tertinggi pada petak II (24 cm), diikuti oleh petak I dan IV sekitar 21 cm, petak VII dan VIII (18,5 cm dan petak lainnya (III, V dan VI) berkisar 17,6 cm. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran anak pohon yang berdiameter < 10 cm banyak dijumpai pada petak III, V dan VI, 90 Individu ha-1 tercatat pada dua petak terakhir konstribusi anak pohon mencapai 62,3 dan 88,2%, lain halnya pada petak III, meski petak ini hanya memiliki jumlah anak pohon dibawah 50% namun hanya beberapa pohon saja yang memiliki diameter lebih dari 30cm, seperti pada A. macrophyllus, C. denticulatum, C. odorata, dan Semecarpus longifolia. Diameter pohon >40 cm pada masingmasing petak masih dijumpai pada setiap petak, kecuali pada petak IV dan V. yaitu E. aromatica dan Microcos paniculata (Petak I), C. denticulatum pada petak II, III dan VIII dan C. odorata di petak VI. Pohon yang berdiameter >50 cm masih dijumpai pada petak II dan VII, yaitu masing-masing dari jenis C. denticulatum dan Hernandia peltata. Gambar 1. Jumlah individu berdasarkan kelas diameter pohon (cm), pada kedelapan petak penelitian di Desa Munse, Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara Individu ha-1 Macaranga gigantea, M. mappa, Drypetes longifolia, D. minahasae, Ficus variegata, Arthocarpus glaucus, A. integer, Cratoxylum formosum dan Vitex cofassus. Jenis-jenis tersebut sangat toleran terhadap kanopi hutan yang terbuka karena lebih menyenangi sinar matahari. Masing-masing petak memperlihat komposisi jenis yang berbeda, meskipun terdapat beberapa petak memiliki jenis yang mendominasi berasal dari jenis yang sama, seperti pada petak II, III dan VIII pada jenis Canarium denticulatum. Bedasarkan perhitungan nilai penting (NP), seperti di Tabel 1, jenis-jenis pada masingmasing petak, yaitu: Microcos paniculata, F. variegata dan Alstonia macrophylla (Petak I), C. denticulatum, D. longifolia dan Litsea elliptica (Petak II), C. denticulatum, Ficus pubinervis dan F. variegata (Petak III), Evodia aromatica, Anthocephalus macrophyllus, dan C. formosum (Petak IV), Solanum sp., F. variegata, dan A. macrophyllus (Petak V), E. aromatica, Solanum verbascifolium dan F. variegate (Petak VI), Hernandia peltata, Semecarpus longifolia dan C. denticulatum (Petak VII), dan C. denticulatum, A. glaucus dan Ficus sp. (Petak VIII). Suku yang paling sering dijumpai jenisnya adalah Clusiaceae (6 jenis) terdiri dari Garcinia dulcis, G. laterifolia, Callophyllum inophyllum, C. soulatri, C. celebicum dan C. sp., diikuti oleh suku Anacardiaceae, Euphorbiaceae dan Moraceae yang masingmasing memiliki 5 jenis, dan Rubiaceae dengan 4 jenis. Gambar 2. Jumlah individu berdasarkan kelas tinggi pohon (m), pada kedelapan petak penelitian di Desa Munse, Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara Alhamd, L., 2012 Dari seluruh petak, pohon yang termasuk dalam strata A dengan tinggi >30m banyak terdapat pada petak I sebanyak 8 individu, umumnya dari jenis M. paniculata, 5 individu pada petak II, sementara petak V-VIII berada pada strata B dengan kisaran tinggi 20-25 m. Distribusi Jenis Berdasarkan indeks Morishita, pada Tabel 2, dari jenis dominan dan kodominan pada pohon dan anak pohon, Nampak bahwa nilai hitung Iδ < X2 Tabel (P>0,05; penyebaran acak = 1;X2 Tabel = 3,841), penyebaran jenisjenis tersebut besifat mengelompok pada petak penelitian tertentu, hal ini diperjelas dengan ditemukannya beberapa individu C. denticulatum dibeberapa petak, meski tidak dijumpai dipetak lainnya, pada F. variegata individu jenis ini merata diseluruh petak namun satu petak ditemukan dalam jumlah individu yang banyak dan beberapa petak lainnya hanya satu individu. Hal serupa nampak pada anak pohon untuk jenis Pterocarpus indicus dan C. denticulatum. 3.2.Pembahasan Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa dari jumlah jenis, total kerapatan dan total luas bidang dasar di lokasi penelitian untuk pohon dan anak pohon tergolong rendah dibandingkan dengan data dari Desa Lampeapi 3) dan Desa Lansinowo, Waworete 2). Kondisi ini dapat disebabkan oleh lokasi yang sangat dekat dengan pemukiman penduduk dengan ditemukannya beberapa daerah bekas perladangan, seperti tanaman Anacardium occidentale dilokasi penelitian, jenis ini merupakan primadona bagi masyarakat setempat untuk menambah perekonomiannya. Sebagian besar masyarakat setempat memanfaatkan hutan sebagai sarana pencarian kayu untuk pembuatan rumah, kayu bakar bagi kebutuhan sehari-hari. Vegetasi hutan dataran rendah memiliki karakteristik tersendiri. Dua karakteristik utama yang membedakan hutan dataran rendah dengan bioma terestrial lainnya adalah tingginya kerapatan jenis pohon dan status konservasi tumbuhannya yang hampir sebagian besar dikategorikan jarang secara lokal 10). Komposisi jenis dan keanekaragaman tumbuhan di hutan tergantung pada beberapa faktor lingkungan seperti kelembaban, nutrisi, cahaya matahari, topografi, batuan induk, karateristik tanah, struktur kanopi dan sejarah tataguna lahan 11) . Hal ini terlihat pada petak VII dan VIII yang memiliki jumlah jenis dan individu yang lebih sedikit dibanding petak lainnya, dikarenakan komposisi tanah yang memiliki kandungan pasir pada tekstur tanah lebih tinggi dua kali dibandingkan dengan petak lainnya, yaitu 34%. Jenis - jenis sekunder yang umumnya ditemukan, juga membuktikan areal dihutan dataran rendah awalnya telah terjadi pembukaan lahan, sebagai suatu bentuk suksesi hutan setelah adanya jenis-jenis pionir berupa tumbuhan rendah yang terlihat di beberapa titik disekitar petak penelitian. Distribusi diameter pohon seperti kurva L yang mengikuti fungsi eksponensial negatif, menegaskan bahwa kondisi hutan dataran rendah ini masih dalam kondisi seimbang 12). Pada diameter 0-10 cm, jenis yang jumlah individu anak pohon terbanyak dari C. denticulatum, diikuti oleh Pterocarpus indicus dan Ficus variegata, secara berturutturut. Jenis C. denticulatum selalu dijumpai pada interval kelas diameter bersama F. variegata, membuktikan keberadaan kedua jenis ini memiliki tingkat regenerasi yang tinggi. Pola distribusi yang mengelompok mengindikasikan bahwa tidak adanya persaingan individu didalam dan antar jenis dalam mendapatkan unsur. hara, berupa hara makro (C, N, P, dan K) dan mikro (Na, Mg, Ca), serta kapasitas tukar kation (KTK), dimana tanah secara keseluruhan memiliki tekstur tanah memiliki kandungan liat lebih tinggi dibandingkan pasir dan debu, dengan kisaran 37-47%, pada petak I, IV dan VIII, Vegetasi dan Distribusi,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 87 - 96 91 sementara bertekstur debu berada pada petak II, III, V, VI dan VII (37-59%). Kondisi tanah dari kedelapan petak memiliki pH 6,2-6,8 di petak I-VI, dan 7,67,8 di petak VII dan VIII, dengan interval C/N ratio 10,3-14,2, kandungan P mencapai 9-21, karbon 1,49-2,99, nitrogen 0,14-0,21 dengan kapasitas tukar kation yang cukup tinggi mencapai 48,47%. Pengelompokan jenis vegetasi berdasarkan komponen tanah, terlihat pada Gambar 3 (kuadran I, II/III, dan IV), terlihat bahwa terdapat tiga pengelompokan jenis vegetasi pada tingkat pertumbuhan pohon. Pada pohon (diameter >10 cm), jenis vegetasi yang toleransi pada hara natrium (Na), kalsium (Ca), karbon (C) dan fosfor (P) serta kemasaman (pH) bersifat netral ke basa, yaitu Radermachera gigantea, Chionanthus cordulatus, Toona sinensis, Pterocarpus indicus, Lepiniopsis ternatensis dan Ficus sp., namun pada umumnya jenisjenis ini hanya meenyebar di dua petak pengamatan, yang terlihat pada kuadran satu di Gambar 3a. Sedangkan jenis C. denticulatum, yang mendominasi penyebaran, frekuensi dan luas bidang dasar, terletak pada kuadran II, yang mengindikasikan bahwa meski dengan kondisi yang tidak terlalu sesuai dengan faktor lingkungan (dalam hal ini tanah), tetapi jenis ini tetap mendominasi dalam nilai penting (NP) dari keseluruhan petak. Meski respon yang baik terhadap lingkungan tidak ditunjukkan ditingkat pohon, namun hal berlawanan pada tingkat anak pohon. Untuk anak pohon (diameter 2-9,9 cm), pada Gambar 3b yang terbagi dalam 3 kelompok (kuadran II, III dan IV), terlihat bahwa faktor abiotik C, P, Ca, Na, C/N dan pH memiliki di kuadran II, memiliki toleransi terhadap jenis C. denticulatum, Semecarpus longifolia, Timonius celebica, Carallia brachiata, Hernandia peltata dan Buchanania arborescens, sementara Ficus variegata yang berada pada kuadran III, mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan sekitar. Gambar 3. Pengelompokan jenis-jenis pohon (a) dan anak pohon (b) berdasarkan luas bidang dasar (LBD) dan faktor tanah sebagai media tumbuh dengan menggunakan PCA (Principal Component Analysis) di hutan dataran rendah, Desa Munse, Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Setiap bulatan kosong mewakili satu jenis vegetasi. 92 Alhamd, L., 2012 Tabel 1. Nilai penting (NP) dari masing-masing jenis di masing-masing petak penelitian, Desa Munse, Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Jenis Suku Nilai Penting (NP) pada Petak keI II III IV Alstonia macrophylla Wall. ex G.Don. Apocynaceae 31,9 6,8 7,3 Anacardium occidentale Linn. Anacardiaceae 17,2 0 0 6,4 0 13,1 Anthocephalus Rubiaceae macrophyllus (Roxb.) V VI VII VIII 0 21,5 0 0 0 0 7,9 0 0 0 39,2 23,1 0 0 0 0 16,1 7,5 0 Aralidium ahernianum Merr. Aralidiaceae 0 5,7 16,5 0 Arthocarpus glaucus Moraceae 0 0 0 5,9 0 0 0 38,9 Arthocarpus integer Moraceae 0 0 0 0 0 0 10,5 0 Barringtonia acutangula (L.) Gaert. Lecythidaceae 0 5,7 0 0 0 0 0 0 Buchanania arborescens Anacardiaceae 0 0 4,0 6,8 0 0 11,9 11,8 Callophyllum celebicum Clusiaceae 0 0 0 0 0 4,4 0 0 Callophyllum inophyllum L. Clusiaceae 0 0 12,1 12,2 0 3,8 0 0 Callophyllum soullatri Clusiaceae 0 0 0 0 0 27,8 20,6 26,9 18,2 0 0 0 4,1 Cananga odorata (Lam.) Annonaceae 0 15,1 13,9 Canarium denticulatum Bl. Burseraceae 0 81,0 34,7 0 0 9,6 Canarium littorale Bl. Burseraceae 0 0 0 0 0 7,1 0 0 Carallia brachiata (Lour.) Merr. Rhizophoraceae 26,1 0 5,4 0 0 4,2 0 0 Casearia grewiaefolia Vent. Flacourtiaceae 15,8 0 13,6 5,4 5,9 9,3 0 0 Castanopsis acuminatissima Fagaceae 0 9,1 0 0 0 0 0 0 Chionanthus cordulatus Oleaceae 0 0 3,9 0 0 0 0 13,0 Cratoxylum formosum (Jack) Dyer Hyperiaceae 6,5 0 8,1 32,0 8,9 4,9 0 0 Cryptocarya crascinervia Miq. Lauraceae 0 5,7 4,7 10,9 0 0 0 0 Cryptocarya sp. Lauraceae 0 7,3 0 0 0 0 0 0 Dehaasia caesia Bl. Lauraceae 0 0 0 0 0 0 0 16,3 Dillenia excelsa (Jack) Glig. Dilleniaceae 0 0 4,3 0 5,3 0 0 0 Dracontomelon dao Anacardiaceae 0 5,6 15,2 0 0 0 0 0 38,1 107,0 Vegetasi dan Distribusi,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 87 - 96 93 Drypetes longifolia Pax. Et. Hoffm. Euphorbiaceae 0 29,0 0 0 0 8,2 0 0 Drypetes minahasae Pax. ex. Hoffm. Euphorbiaceae 0 5,6 0 0 0 0 0 0 Duabanga motuccana Sonneratiaceae 0 0 4,5 0 5,8 7,9 0 0 Evodia aromatica Rutaceae 29,1 7,3 51,3 13,3 34,5 0 0 Ficus pubinervis Moraceae 0 8,3 26,2 0 0 0 0 28,5 Ficus sp. Moraceae 0 0 0 0 0 0 17,7 34,4 Ficus variegata Moraceae 48,1 0 23,3 12,4 58,3 29,4 Garcinia dulcis Clusiaceae 0 0 0 Garcinia laterifolia Clusiaceae 0 6,7 Gnetum gnemon L. Gnetaceae 6,4 0 Gonocaryum littorale (Bl.) Sleum Icacinaceae 0 0 Gordonia excelsa Theaceae 0 Guioa diplopetala (Hassk.) Radlk. Sapindaceae Gymnacranthera sp 8,2 23,6 0 0 0 8,2 0 0 0 0 0 0 0 4,0 16,6 0 0 0 0 0 0 0 4,9 0 0 9,3 14,8 0 0 0 0 0 0 0 19,0 0 10,6 0 13,7 Myristicaceae 0 0 0 0 0 4,5 0 0 Hernandia peltata L. Hernandiaceae 0 0 0 0 0 0 75,0 0 Horsfieldia glabra Myristicaceae 0 13,6 0 0 0 4,6 0 0 Instia bijuga Fabaceae 0 6,6 0 0 0 0 0 0 Kjellbergiodendron celebicum (Kds.) Myrtaceae 0 6,0 5,6 0 6,0 4,1 0 0 Knema cinerea Myristicaceae 0 0 0 0 0 8,5 0 0 Lepiniopsis ternatensis Apocynaceae 0 0 0 0 0 0 9,0 12,9 Litsea elliptica Lauraceae 0 18,5 0 0 0 0 0 0 Macaranga gigantea (Reichb.) f & Zoll. Euphorbiaceae 0 0 6,9 0 10,8 0 0 0 Macaranga mappa (L.) M.A. Euphorbiaceae 0 17,3 0 0 0 0 0 0 Magnolia candolii Magnoliacea 0 0 0 0 12,2 0 0 0 Microcos paniculata L Tiliaceae 63,7 0 0 0 0 10,5 0 0 Nauclea orientalis L. Rubiaceae 0 0 0 0 0 0 16,2 0 Palaquium obtusifolium Sapotaceae 6,5 9,1 0 0 0 4,8 0 0 Polichias nodosa (DC.) Scem. Araliaceae 15,2 0 0 0 0 0 0 0 Pterocarpus indicus Fabaceae 0 0 9,8 13,5 0 9,0 9,3 0 Radermachera gigantea (Bl.) Miq. Bignoniaceae 0 0 0 0 0 3,8 0 0 Semecarpus longifolia Bl. Anacardiaceae 0 14,7 19,3 0 0 0 40,7 0 94 Alhamd, L., 2012 Solanum sp. Solanaceae 11,2 0 0 Solanum verbascifolium L. Solanaceae 6,8 0 7,2 18,0 Teijsmanniodendron bogoriense Koord. Verbenaceae 0 0 0 0 0 0 6,1 0 0 0 Terminalia catappa L. Combretaceae 0 76,5 8,0 0 0 8,4 34,2 0 0 3,9 0 0 0 16,5 0 12,5 15,5 22,3 0 0 Timonius celebicus Kds. Rubiaceae 8,9 0 17,4 Toona sinensis (Juss.) Roem. Meliaceae 0 0 0 0 0 0 13,1 0 Vitex cofassus Verbenaceae 0 0 0 16,7 0 0 0 0 Tabel 2. Pola distribusi jenis-jenis dominan pada tingkat pertumbuhan pohon dan anak pohon Tingkat Pertumbuhan Jenis Iδ - Indeks Morishita Pohon Canarium denticulatum Ficus variegata Evodia aromatica Cananga odorata Solanum sp. 0,013 0,021 0,003 0,003 0,008 Anak pohon Canarium denticulatum Ficus variegata Pterocarpus indicus Drypetes longifolia Chionanthus cordulatus 0,014 0,005 0,016 0,004 0,004 4.KESIMPULAN Terdapat sebanyak 2474 individu pohon dan anak pohon per ha, yang mencakup 72 jenis dalam 59 marga dan 39 suku. Jenis-jenis mendominasi baik dari tingkat pertumbuhan pohon dan anak pohon adalah dari jenis Canarium denticulatum dan Ficus variegata, kedua jenis ini secara tidak langsung memperlihatkan respon yang positif terhadap faktor biotik tanah, namun distribusi penyebarannya di hutan dataran rendah lebih tinggi dibandingkan jenis-jenis lainnya. Jenis inilah yang direkomendasikan untuk merehabilitasi hutan, karena tahan terhadap kondisi pH dan hara makro tanah yang paling agak tinggi. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Pusat Penelitian Biologi yang memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian ini. Terima kasih juga kami berikan kepada pihak BKSDA Propinsi Sulawesi Tenggara dan Aparat Desa Munse yang memberikan dukungan dalam melakukan penelitian, serta masyarakat Desa Munse yang turut membantu terlaksananya penelitian. DAFTAR PUSTAKA 1. Yusuf, M., 2001. Konsep pembangunan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan melalui pendekatan pola agromarine (suatu tinjauan filsafat sains) Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor. 2. Purwaningsih, 2003. Vegetasi hutan pada beberapa ketinggian tempat di P. Wawonii, Sulawesi Tenggara. Laporan Vegetasi dan Distribusi,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 87 - 96 95 Teknik 2003. Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor. 123-134. 3. Rahajoe, J.S., E. Mirmanto, dan Ismail, 2004. Pengelompokan jenis tumbuhan berdasarkan kandungan hara dan teksture tanah di hutan dataran rendah Desa Lampiapi, P. Wawonii, Sulawesi Tenggara. Laporan Teknik 2004. Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor. 87-102. 8. Cox, G.W., 1976. Laboratory manual of general biology. Dubuque, IO: San Diego State University & Win. C. Brown Company Publisher. 9. Morishita, M., 1956. Measuring of the dispersion on individuals and analysis of the distributional patterns. Memoirs Faculty of Science, Kyushu University, Seri E (Biology). 40: 3-5. 4. Anonim, 1976. Monografi Daerah Sulawesi Tenggara. Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 10. Clark, D.B., M.W. Palmer, and D.A. Clark., 1999. Edaphic factors and the landscape-scale distributions of tropical rain forest trees. Ecology 80 (8): 26622675. 5. Berg, B., 2003. Plant litter decomposition, humus formation, carbon sequestration. Springer Berlin. 6. Whitten, A.J., M. Mustafa, dan G.S. Henderson, 1987. Ekologi Sulawesi. Gajah Mada University Press. 7. Schmidt, F.H. and J.H.A. Ferguson, 1951. Rainfall types based on wet oand period ratiosfor Indonesia with western New Guinea. Verhandelingen 42. Jakarta: Jawatan Meteorologi dan Geofisika. 11. Hutchinson, T.F., R.E.J. Boerner, L.R. Iverson, S. Sutherland and E.K. Sutherland., 1999. Landscape patterns of understory composition and richness across a moisture and nitrogen mineralization gradient in Ohio (USA) Quercus forests. Plant Ecology 144: 177-189. 96 12. Meyer, H.A., 1952. Structure, growth, and drain in balanced uneven-aged forests. J. For. 50 (2): 85-92. Alhamd, L., 2012