NEGARA DAN KONSTITUSI Pengertian Negara Istilan negara merupakan terjemahan dari state (Inggris), staat (Belanda), etat (Perancis). Istilah ini berasal dari bahasa latin klasik ”status” yang berarti keadaan tetap atau tegak atau sesuatu yang memiliki sifat tetap dan tegak1. Dalam Kaelan dan Achmad (2010 : 77-78), menurut Roger H. Soultau negara adalah sebagai alat agency atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Harold J. Lasky mengartikan negara adalah merupakan suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung dari pada individu atau kelopok, yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Sedangkan masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama untuk tercapainya suatu tujuan bersama. Menurut Miriam Budiarjo berpendapat bahwa negara adalah suatu derah teritorial yang rakyatnya diperintah (governed) oleh sejumlah pejabat dan berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundangundangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah. Dari sejumlah pendapat, pengertian negara dapat ditinjau dari empat sudut, yakni2 : a) negara sebagai organisasi kekuasaan; b) negara sebagai organisasi politik; c) negara sebagai organisasi kesusilaan; dan d) negara sebagai integrasi antara pemerintah dan rakyat. 1 2 Idrus Afandi, Tata Negara (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997), hlm. 3. ibid. hlm. 4. 1 Berdasarkan pengertian di atas, maka unsur-unsur yang mutlak harus ada dalam sebuah negara adalah (1) Wilayah/daerah teritorial yang sah (2) rakyat yaitu suatu suku bangsa sebagai pendukung pokok negara dan tidak terbatas hanya pada salah satu etnis saja, dan (3) Pemerintahan yang sah dan berdaulat3. Sifat Hakikat Negara Idrus, (1997: 7-8) menjelaskan bahwa sebagai suatu organisasi, negara memiliki sifat khusus yang tidak dimiliki organisasi apapun. Sifat-sifat tersebut disebut sebagai sifat-sifat hakikat suatu negara Sifat-sifat tersebut meliputi memaksa, memonopoli, dan mencakup semua. 1) Sifat memaksa, misalnya dalam hal peraturan, jika ada pelanggaran peraturan, negara akan menindak dengan dengan mengenakan sanksi hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang ada. 2) Sifat memonopoli, terlihat dalam hal menentukan tujuan bersama dalam masyarakat. Karena sifat ini pula, negara dapat menyatakan bahwa suatu aliran kepercayaan atau politik tertentu dapat dilarang karena dianggap bertentangan dengan tujuan hidup bermasyarakat. 3) Sifat mencakup semua mengandung arti bahwa setiap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan negara berlaku untuk semua orang, tak seorang pun dikecualikan. Negara Indonesia Negara Indonesia tumbuh dan berkembang dilatarbelakangi oleh kekuasaan dan penindasan bangsa asing seperti penjajahan Belanda dan Jepang. Oleh karena itu Bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dilatarbelakangi oleh 3 Kaelan dan Achmad Zubaidi, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi (Yogyakarta: Paradigma, 2010) hlm. 77-78. 2 adanya kesatuan nasib, yaitu bersama-sama dalam penderitaan di bawah penjajahan asing.4 Prinsip-prinsip Negara Indonesia dapat dikaji melalui makna yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945 dari setiap alenianya. Alenia I menjelaskan tentang latar belakang terbentuknya negara dan bangsa Indonesia yaitu tentang kemerdekaan adalah kodrat segala bangsa di dunia dan penjajahan itu tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Alenia II menjelaskan tentang perjalanan perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan. Alenia III menjelaskan tentang kedudukan kodrat manusia Indonesia sebagai bangsa yang religius yang kemudian pernyataan kemerdekaan. Alenia IV menjelaskan tentang terbentuknya bangsa dan negara Indonesia, yaitu adanya rakyat Indonesia, Pemerintah Negara Indonesia yang disusun berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara, wilayah serta dasar filosofis negara yaitu Pancasila (Notonagoro, 1975 dalam Kaelan dan Acmad, 2010: 79). Konstitualisme Pengertian Konstitusi a. Sri Soemantri menyatakan konstitusi adalah suatu naskah yang memuat suatu bangunan negara dan sendi-sendi sistem pemerintahan negara. b. E.C.S. Wade mengartikan konstitusi sebagai naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok cara kerja badan tersebut. Kadang kala konstitusi sering disamakan dengan Undang-Undang Dasar, padahal pengertiannya lebih luas dari itu. Konstitusi dalam arti luas, berarti keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar. Artinya keseluruhan peraturan yang mengatur penyelenggaraan hegara baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Sedangkan dalam arti sempit, berarti hukum dasar yang 4 ibid., hlm. 79 3 tertulis atau sering disebut Undang-Undang Dasar. Artinya UUD merupakan konstitusi yang tertulis. (Sri Winarsih, et all 2011:11). Basis pokok konstitualisme adalah kesepakatan umum atau persetujuan (consensus) di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan berkaitan dengan negara. Konsensus yang menjamin tegaknya konstitualisme di zaman modern ini pada umumnya dipahami berdasar pada 3 (tiga) elemen kesepakatan atau konsensus, yaitu: 1) Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama; 2) Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan negara; dan 3) Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan presedur ketatanegaraan. Hubungan Dasar Negara dengan Konstitusi Dasar negara merupakan pedoman atau landasan bagi penyelenggaraan ketatanegaraan suatu negara. Salah satu perwujudannya adalah dengan membentuk suatu konsitusi atau Undang-Undang Dasars. Hubungan antara dasar negara dengan konstitusi dapat dilihat pada gagasan dasar, cita-cita, dan tujuan negara yang tertuang di dalam Pembukaan UUD suatu negara. Dengan kata lain pembukaan UUD memuat dasar-dasar penyelenggaraan negara baik itu berupa ideologi negara maupun gagasan politiknya. Sehubungan dengan hal tersebut Pembukaan UUD 1945 juga memiliki hubungan yang sangat erat dengan dasar negara Pancasila. Selain Pancasila sebagai dasar negara tercantum dalam alinea IV UUD 1945, juga karena dasardasar penyelenggaraan negara yang disusun dalam UUD 1945 tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. (Sri Winarsih, et all 2011:12). Penggolongan dan Fungsi Konstitusi 1. Penggolongan Konstitusi 4 a) Dilihat dari bentuknya, ada konstitusi tertulis (UUD) dan tidak tertulis (konvensi) b) Dilihat dari cara mengubahnya dan kemampuan konstitusi itu mengikuti perkembangan jaman apakah mudah atau tidak, ada konstitusi fleksibel (luwes) dan konstitusi rigid (kaku). Konstitusi fleksibel adalah konstitusi yang dapat diubah melalui proses yang sama dengan UU atau tidak perlu melalui proses dan prosedur yang sulit. Sedangkan konstitusi rigid adalah konstitusi yang perubahannya harus dilakukan melalui cara atau proses khusus yang lebih sulit daripada UU, karena proses khusus sulit inilah maka konstitusi ini tidak mudah untuk disesuaian dengan perkembangan jaman dan tuntutan masyarakat. 2. Fungsi Konstitusi a) Membatasi kekuasaaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan negara tidak dilakukan secara sewenangwenang. b) Sebagai hukum, UUD bersifat mengikat baik bagi pemerintah, setiap lembaga negara, lembaga masyarakat, maupun warga negaranya. c) Sebagai hukum, UUD berisi norma-norma, kaidah-kaidah, aturan-aturan yang harus dilaksanakan dan ditaati oleh semua pihak yang terikat dalam negara. d) Sebagai hukum dasar negara, UUD berfungsi sebagai sumber hukum setiap produk hukum dan menjadi dasar setiap tindakan pemerintah dengan berbagai kebijakannya. Artinya UUD juga sebagai alat kontrol atau alat untuk mengecek kesesuaian norma hukum yang berada di bawahnya. DAFTAR PUSTAKA Affandi, I. 1997. Tata Negara. Jakarta: Departeman Pendidikan dan Kebudayan. Kaelan, dan Acmad Zubaidi. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta : Paradigma. 5 Winarsih, S., Suharningsih, dan Ani Sudari. 2011. Modul Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Cetakan Kedua. Yogyakarta : Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Pendidikan Kewarganegaraan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 6