SEJARAH DAN INSTITUSI PERPAJAKAN DI INDONESIA Kiswanto, SE, M.Si SEJARAH PERPAJAKAN 1. Kerajaan 2. Penjajahan a.Penjajah Belanda b.Penjajah Inggris 3. Kemerdekaan Praktek Pajak pada Zaman Kerajaan Praktek pada saat kerajaan ini disebut dengan upeti dan ini lebih bermanfaat untuk kepentingan raja atau keluarganya, pada prakteknya upeti tetap digunakan untuk membiayai roda pemerintahan atau bahkan kelanggengan dinasti kerajaan. Praktek Pajak pada Zaman Penjajahan Pada Masa Belanda Penyewaan Tanah sebagai Alat Pemajakan salah satunya yaitu dengan cara leen stelsel (sistem peminjaman tanah/sewa tanah). Dengan hak memungut hasil/pajak kepada penguasa pribumi, maka pungutan tersebut diserahkan kepada pejabat pribumi maupun kepala pribumi tingkat desa (Petinggi Aris) yang menerima gaji dalam bentuk jasa dan hasil bumi. Petinggi Aris adalah sebutan kepala desa hampir semua desa di karesidenan Besuki. Pajak bagi Daerah yang Tidak Disewakan Dalam daerah-daerah Kompeni terdapat daerah yang tidak masuk dalam sistem persewaan. Seperti diketahui Jawa sebagai pusat perdagangan dan pusat pemerintahan VOC telah mengalami penetrasi kolonial paling mendalam serta eksplorasi ekonomis paling besar, karena menghasilkan bahan perdagangan utama VOC. Lebih-lebih sejak abad XVIII, VOC memperoleh kekuasaan politis dan ekonomis lebih besar dari berbagai kerajaan di Indonesia akibat campur tangan mereka. Sejak itu barang perdagangannya bertumpu pada penyerahan wajib seperti lada, kopi, pala dan padi. Masa Penjajahan Inggris (1811-1816) Pada masa Kolonial Inggris, kebijakan tersebut kemudian dilanjutkan. Pada masa itu Gubernur Jendral Liutenant Governor Thomas Stamford Raffles memperkenalkan peraturan pajak baru yaitu “sewa tanah” (landrent) yang merupakan salah satu jenis dari pajak tanah (land-tax). Landrent adalah sewa tanah yang dikenakan oleh pemerintah kolonial Inggris terhadap tanah-tanah yang ada di Indonesia. Raffles ditugaskan ke Indonesia mempunyai gagasan pemikiran yang cukup maju pada masa itu untuk menerapkan sistem landrent. Tolak ukur yang dimaksud adalah : Harus ada suatu survei mengenai tanah yang dilakukan pada tanah-tanah di Pulau Jawa. Survei tanah di Pulau Jawa ini merupakan awal dari diberlakukannya Pajak Hasil Bumi (Harvest Tax) di Indonesia. Pada waktu itu Raffles sangat skeptis terhadap manfaat yang diperoleh ketika survei tanah akan dilaksanakan, karena kekurangmampuan pegawainya, kurangnya peralatan, serta dana untuk survei. Disamping itu, para pejabatnya juga memiliki gambaran yang tidak jelas mengenai apa yang harus dilakukan dan bagaimana menyelenggrakan survei tersebut. Para kepala desa masih banyak yang buta huruf. Mereka tidak bisa memulai bagaimana mengatur tentang sewa tanah tersebut sebagai tindak lanjut dari survei itu. Setiap kepala desa harus menjadi penilai pajak atau menjadi pegawai kantor pajak. Kalau ini terjadi, maka akan bertentangan dengan kebiasaan-kebiasaan yang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, yang melarang kepala desa untuk menjadi anggota pemerintah, karena mereka dipilih oleh dan untuk melayani keperluan rakyatnya. Kepala desa bekerja tanpa digaji, walaupun pada kenyataannya mereka punya hak-hak yang istimewa dan dapat meminta masyarakat sebagai perpanjangan tangannya. 3. Praktek Pajak setelah Kemerdekaan Sistem perpajakan setelah kemerekaan banyak mengalami perubahan. Cita-cita bangsa telah tertuang dalam pembukaan UUD 1945. B. Fenomena Sikap Masyarakat C. Kesadaran Membayar Pajak 1.Sebab kultural dan historis Rakyat Indonesia yang mengalami penjajahan selama kurang lebih tiga setengah abad, baik di zaman kolonial maupun dimasa pendudukaan Jepang, masih belum lupa kepahitan dimasa penjajahan. 2. Kurangnya informasi dari pihak pemerintah kepada rakyat 3. Adanya kebocoran pada penarikan pajak 4. Suasana individu, yaitu : a. Belum punya uang b. Malas c. Tidak ada imbalan langsung dari pemerintah langkah-langkah meyadarkan masyarakat Meningkatkan penyuluhan dan informasi tentang perpajakan Menciptakan aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa Melakukan pembaharuan dan perombakan pajak-pajak yang masih berbau kolonial Setelah Merdeka Pajak merupakan wujud dari kontrak sosial antara warga negara dengan negaranya Sejarah mencatat bahwa pajak memiliki peran penting dalam pembangunan dan penghidupan negara Biaya pembangunan, pendidikan, pengangguran, penanggulangan bencana, dll Setelah Merdeka Merupakan perwujudan dari kewajiban Pemerintah dalam melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945, Pertama kalinya disusun berdasarkan UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Dan UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Sejarah mencatat............ Pada zaman belanda sudah berlaku yang namanya pajak dengan lembaganya Departemen Van Financien. Zaman jepang berubah nama menjadi Zaimubu (Djawatan Bea Cukai, Djawatan Padjak, Djawatan Padjak hasil bumi) Setelah masa penjajahan selesai pajak langsung berada dibawah menteri keuangan (Direktorat Jenderal Pajak) INSTITUSI PERPAJAKAN DI INDONESIA Kiswanto, SE, M.Si Institusi Perpajakan Di Indonesia Kementerian Keuangan Direktorat Pajak Kantor Wilayah Pajak Kantor Pelayanan Pajak (Pratama, Madya) Peran Kementerian Keuangan Merencanakan Anggaran pendapatan dan Belanja Negara yang akuntabel dan berkelanjutan Mengamankan dan meningkatkan penerimaan negara baik dari pajak atau cukai Mengutamakan prioritas kesejahteraan masyarakat dengan mengalokasikan APBN secara tepat dan effisien Menumbuhkan dunia usaha Menetapkan perimbangan keuangan pusat dan daerah dll Fungsi Dirketorat Jenderal Pajak Penyiapan Perumusan kebijakan kementerian keuangan di bidang pajak Pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur bidang perpajakan Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi perpajakan Pelaksanaan administrasi direktorat pajak Tugas KPP Pengumpulan dan pengolahan, penyajian, pengamatan potensi, ekstensifikasi perpajakan Penatausahaan SPT wajib pajak Pengawasan pembayaran pajak Penatausahaan piutang pajak Pemeriksaan pajak Pengurangan sanksi perpajakan Penyuluhan dan konsultasi pajak Pelaksanaan administrasi KPP Alur Perencanaan dan Penganggaran Pedoman Pedoman Pedoman RPJP Nasiona l Diacu RPJM Nasional Renja KL Dijaba r kan Rincian APBN RAPBN APBN Pedoman RKP Diserasikan melalui Musrenbang Pedoman RKP Daerah Pedoman RAPBD APBD RKA SKPD Rincian APBD Diacu Pedoman UU SPPN Renja SKPD Pedoman UU KN Pemerintah Daerah RPJM Dijaba Daerah rkan Renstra SKPD RKA-KL Diacu Diperhatikan Pedoman RPJP Daerah Pedoman Pemerintah Pusat Renstra KL APBN-P 2011 (dlm triliun) Pend. Negara 1.169,9 - Pen. Perpajakan 878,7 - Pen. Bukan Pajak 286,6 - Hibah Belanja Negara 4,7 1.320,8 - Belanja Pem. Pusat 908,2 - Transfer Ke Daerah 412,5 Pembiayaan 150,8 - Dalam negeri 153,6 - Luar Negeri Source www.fiskal.depkeu.go.id (2,8) Terima Kasih