1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perusahaan menerbitkan laporan keuangan sebagai sumber informasi
utama bagi para penggunanya. Laporan keuangan harus mencerminkan keadaan
dan kenyataan ekonomi perusahaan sehingga para pengguna laporan keuangan
dapat
menggunakannya
untuk
pengambilan
keputusan.
Namun
pada
kenyataannya, informasi yang diberikan perusahaan dalam laporan keuangan
seringkali direkayasa oleh manajer dengan cara manajemen laba. Manajer
melakukan manajemen laba disebabkan adanya tekanan bagi perusahaan untuk
melaporkan posisi keuangan yang stabil dari tahun ke tahun kepada pemegang
saham, kreditor, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya sehingga para
manajer perusahaan melakukan tindakan mengelola laporan keuangan perusahaan
(Geiger dan Smith, 2010). Healy dan Wahlen (1999) menyatakan bahwa
manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan beberapa pertimbangan
dalam proses pelaporan keuangan perusahaan sehingga menghasilkan informasi
kinerja perusahaan yang tidak sesuai dengan kenyataan ekonomi perusahaan dan
menyesatkan stakeholder.
Tindakan manajemen laba yang dilakukan manajer tidak semuanya
bersifat merugikan. Scott (2009) menyatakan bahwa tindakan manajemen laba
yang dilakukan manajer terdiri dari dua tipe, yaitu tindakan manajemen laba
bersifat efisien dan bersifat oportunis. Manajemen laba efisien dilakukan oleh
manajer dengan tujuan untuk meningkatkan keinformatifan laba dalam
1
mengkomunikasikan informasi perusahaan yang berguna bagi para investor,
sedangkan manajemen laba oportunis dilakukan oleh manajer dengan tujuan
untuk memaksimalkan keuntungan pribadi, berupa bonus atau kompensasi.
Beberapa
penelitian
membuktikan
bahwa
perusahaan
cenderung
melakukan manajemen laba yang oportunis (Healy, 1985; Siregar dan Utami,
2008). Hal ini dikarenakan manajer sebagian besar termotivasi untuk
mendapatkan bonus sehingga cenderung untuk melakukan kebijakan akrual dan
perubahan prosedur akuntansi yang berkaitan dengan insentif bonus (Healy,
1985). Francis et al. (1999) menyatakan bahwa manajer melakukan manajemen
laba untuk keuntungan pribadinya seperti kontrak kompensasi sehingga
menciptakan ketidakpastian bagi pihak luar yang berkaitan dengan perusahaan
yang melaporkan laba.
Manajemen laba yang dilakukan manajer dapat dibatasi dengan
pengadopsian IFRS. Pengadopsian IFRS dapat membatasi kebijakan manajemen
oportunis dalam menentukan angka akuntansi, yakni IFRS mengurangi alternatif
akuntansi yang tersedia sehingga dapat mengurangi kecenderungan manajemen
untuk melakukan kecurangan (Barth et al., 2008). Selain itu, perusahaan yang
mengadopsi IFRS memiliki dorongan untuk melaporkan informasi yang lebih
banyak dan berorientasi kepada investor sehingga akan mengurangi tindakan
manajemen laba yang dilakukan manajer (Tendeloo dan Vanstraelen, 2005).
Menurunnya tindakan manajemen laba di perusahaan akan berdampak pada
meningkatnya kualitas akuntansi perusahaan. Hal ini telah dibuktikan oleh
beberapa penelitian bahwa kualitas akuntansi mengalami peningkatan setelah
2
perusahaan mengadopsi IFRS (Barth et al., 2008; Chen et al., 2010; Zeghal et al.,
2011; dan Ismail et al., 2013)
Namun beberapa penelitian berpendapat yang berbeda bahwa perusahaan
yang mengadopsi IFRS mengalami peningkatkan manajamen laba (Callao dan
Jarne, 2010). Hal ini dikarenakan pengurangan alternatif akuntansi oleh IFRS
dapat mempersulit perusahaan untuk menyampaikan informasi melalui laporan
keuangannya dan menghilangkan kemampuan perusahaan untuk melaporkan
pengukuran akuntansi yang lebih mencerminkan posisi ekonomi dan kinerja
perusahaan (Jeanjean dan Stolowy, 2008). Selain itu, fleksibilitas yang melekat
dalam IFRS yang berbasis prinsip dapat memberikan kesempatan bagi perusahaan
untuk melakukan manajemen laba sehingga mengurangi kualitas akuntansi
perusahaan (Callao dan Jarne, 2010). Adanya hasil yang diperoleh tidak konsisten
dari penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini ingin menguji kembali
hubungan antara pengadopsian IFRS dengan manajemen laba dan lebih berfokus
pada negara berkembang sebagai sampel penelitian.
Penelitian ini menggunakan sampel negara berkembang karena sebatas
pengetahuan terbaik peneliti, masih sedikit penelitian di negara berkembang
terkait isu ini (Ismail et al., 2013; Haque et al., 2012, Liu et al. 2011). Negara
berkembang memiliki penegakan hukum dan tata kelola yang umumnya rendah
sehingga dengan adanya IFRS dapat membantu perusahaan-perusahaan yang
berada di negara berkembang untuk memperoleh keuntungan melalui laporan
keuangan yang berkualitas. Selain itu, dengan mengadopsi IFRS dapat
mengurangi asimetri informasi antara perusahaan dan investor asing yang terjadi
3
di negara berkembang (Lin, 2012). Oleh karenanya, penelitian ini termotivasi
untuk melakukan penelitian mengenai adopsi IFRS terhadap manajemen laba di
negara berkembang yakni negara Asia Tenggara yang meliputi Indonesia,
Malaysia, dan Filipina.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Zhelga et al.
(2011) yang fokus penelitiannya pada pengadopsian IFRS setelah diwajibkan
pada negara Perancis. Sebaliknya penelitian ini berfokus pada pengadopsian IFRS
secara sukarela. Barth et al. (2008) menemukan bahwa perusahaan yang
mengalami peningkatan kualitas akuntansi setelah mengadopsi IFRS secara
sukarela. Perusahaan yang mengadopsi IFRS secara sukarela karena adanya
perubahan insentif/ dorongan bahwa IFRS merupakan standar yang berkualitas
tinggi, meningkatkan transparansi dan komparabilitas laporan keuangan,
mengurangi asimetri informasi antara pihak dalam perusahaan dan pemegang
saham luar perusahaan, serta meningkatkan akurasi perkiraan analis sehingga
dapat meningkatkan kualitas akuntansi perusahaan (Barth et al., 2008; Chen et al.,
2010).
Penelitian ini juga menambahkan variabel tata kelola perusahaan yaitu
kualitas audit dan dewan komisaris independen sebagai variabel moderasi yang
diharapkan dapat memperkuat hubungan antara pengadopsian IFRS dan
manajemen laba. Perusahaan yang mengadopsi IFRS akan mengalami penurunan
manajemen laba dan semakin menurun ketika perusahaan menggunakan
perusahaan audit Big 4 dengan kualitas audit yang baik. Hal ini dikarenakan
perusahaan audit Big 4 lebih dapat mendeteksi dan mengeliminasi kesalahan serta
4
manipulasi yang terjadi pada laba bersih yang diungkapkan oleh perusahaan
dalam laporan keuangan (Davidson dan Neu, 1993). Namun kemungkinan hasil
penelitian sebelumnya akan berbeda ketika perusahaan berada di negara
berkembang yakni Asia Tenggara yang memiliki kualitas audit yang berbedabeda. Perbedaan disebabkan adanya perbedaan legal environment di negara yang
bersangkutan sehingga menimbulkan variasi dalam kredibilitas yang ditawarkan
auditor (Marchesi, 2000).
Dewan komisaris independen dapat memperkuat hubungan antara
pengadopsian IFRS dan manajemen laba, yang artinya perusahaan yang
mengadopsi IFRS akan mengalami penurunan manajemen laba dan semakin
menurun ketika perusahaan memiliki proporsi dewan komisaris independen yang
banyak. Hal ini dikarenakan dewan komisaris independen merupakan bagian
anggota dewan komisaris yang tidak berperan sebagai manajer atau kepemilikan
perusahaan dan tidak akan berkolusi dengan top manager untuk mengambil alih
kekayaan pemegang saham sehingga akan mengurangi tindakan manajemen laba
yang dilakukan oleh top manager perusahaan (Zeghal et al., 2011; Marra et al.,
2011; Fama dan Jensen, 1983).
Dewan komisaris independen dapat mengurangi resiko dalam perusahaan
yang memiliki struktur kepemilikan yang terkonsentrasi. Perusahaan Asia
sebagian besar memiliki struktur kepemilikan yang terkonsentrasi yakni mayoritas
saham terkonsentrasi di tangan satu kelompok pemegang saham (Choi, 2003).
Struktur kepemilikan yang terkonsentrasi tinggi lebih cenderung meningkatkan
masalah keagenan. Hal ini dibuktikan oleh La Porta et al. (1998) yang
5
menemukan bahwa sebagian besar perusahaan di Asia memiliki struktur
kepemilikan yang terkonsentrasi dan cenderung mengalami masalah keagenan
yaitu adanya tindakan yang mengutamakan kepentingan pribadi dibandingkan
kepentingan pemegang saham lainnya. Oleh karena itu, perusahaan perlu
mengikutsertakan dewan komisaris independen sebagai bagian dari anggota
dewan komisaris sehingga dapat melindungi kepentingan pihak-pihak lain dalam
perusahaan selain pemilik perusahaan.
Proporsi dewan komisaris independen di tiga negara sampel penelitian
berbeda-beda. Menurut Asian Corporate Governance Association (ACGA),
proporsi dewan komisaris sebesar 30% dari jumlah anggota dewan komisaris
untuk Indonesia, 20% dari jumlah anggota dewan komisaris untuk Filipina, dan
paling sedikit 2 anggota dewan komisaris independen untuk Malaysia. Tingginya
proporsi dari dewan komisaris independen dalam perusahaan akan lebih efektif
dalam mengawasi tindakan perilaku manajerial sehingga dapat mengurangi
tindakan manajemen laba di dalam perusahaan (Jaggi et al., 2009).
1.2. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah penelitian yang diangkat
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Apakah pengadopsian IFRS berpengaruh negatif terhadap manajemen
laba pada perusahaan-perusahaan manufaktur di negara berkembang?
6
2) Apakah perusahaan manufaktur di negara berkembang yang mengadopsi
IFRS cenderung mengalami penurunan manajemen laba ketika kualitas
audit tinggi?
3) Apakah perusahaan manufaktur di negara berkembang yang mengadopsi
IFRS cenderung mengalami penurunan manajemen laba ketika jumlah
dewan komisaris independen tinggi?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk menguji dan memberikan bukti empiris
mengenai:
1) Pengaruh pengadopsian IFRS terhadap manajemen laba pada perusahaanperusahaan manufaktur di negara berkembang.
2) Perusahaan manufaktur di negara berkembang yang mengadopsi IFRS
akan cenderung mengalami penurunan perilaku manajemen laba ketika
perusahaan memiliki kualitas audit tinggi.
3) Perusahaan manufaktur di negara berkembang yang mengadopsi IFRS
akan cenderung mengalami penurunan perilaku manajemen laba ketika
jumlah dewan komisaris independen tinggi.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan beberapa manfaat,
yaitu:
7
1) Menambah literatur mengenai dampak dari adopsi IFRS terhadap
manajemen laba dengan kualitas audit dan dewan komisaris independen
yang dimiliki perusahaan.
2) Memahami dampak dari pengadopsian IFRS terhadap kualitas pelaporan
keuangan di negara berkembang (Indonesia, Malaysia, dan Filipina).
Mendorong pembuat standar di negara berkembang untuk berpedoman dan
membuat kebijakannya kepada IFRS.
3) Mendorong
manajer
untuk
mengendalikan
kegiatan
di
dalam
perusahaannya dengan menggunakan perusahaan auditor Big 4 yang
memiliki kualitas audit yang baik dan dewan komisaris independen
dengan proporsi yang lebih banyak untuk mengurangi tindakan
manajemen laba yang sering terjadi di dalam perusahaan.
1.5. Sistematika Pembahasan
Secara garis besar, tesis ini terdiri dari lima bab dengan sistematika
pembahasan adalah sebagai berikut
BAB I:
PENDAHULUAN
Bab ini membahas latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II:
KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Bab ini membahas tentang kajian literatur mengenai pengadopsian
IFRS, kualitas audit dan manajemen laba, serta beberapa konsep dan
terori yang berkaitan dengan pengembangan hipotesis.
8
BAB III: METODE PENELITIAN
Bab ini membahas tentang data dan sumber data, model empiris
penelitian, definisi operasional dan pengukuran variabel penelitian,
serta teknik analisis data.
BAB IV: ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang data penelitian, pengujian statistik deskriptif,
pengujian asumsi klasik dan pembahasan hasil penelitian.
BAB V: KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
Bab ini membahas tentang kesimpulan dari penelitian, beberapa
keterbatasan penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya sebagai
pengembangan dari penelitian ini.
9
Download