PENDAHULUAN Biaya yang diserap untuk penyediaan obat merupakan komponen terbesar dari pengeluaran Rumah Sakit. Di banyak negara berkembang, belanja obat di Rumah sakit dapat menyerap sekitar 40-50% biaya keseluruhan rumah sakit. Belanja perbekalan farmasi yang demikian besar tentunya harus dikelola dengan efektif dan efisien, hal ini diperlukan mengingat dana kebutuhan obat di rumah sakit tidak selalu sesuai dengan kebutuhan. Kondisi di atas tentunya harus disikapi dengan sebaik-baiknya. Saat ini pada tataran global telah dirintis program Good Governance in Pharmaceutical Sector atau lebih dikenal dengan tata kelola obat yang baik di sektor farmasi. Indonesia termasuk salah satu negara yang berpartisipasi dalam program ini bersama 19 negara lainnya. Instalasi adalah fasilitas penyelenggara pelayanan medik,pelayanan penunjang medik, kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan dan pemeliharaan sarana rumah sakit. Farmasi Rumah sakit adalah seluruh aspek kefarmasian yang dilakukan di suatu Rumah Sakit. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah bagian yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan perbekalan farmasi, sedangkan Komite Farmasi dan Terapi adalah bagian yang bertanggung jawab dalam penetapan formularium. Agar pengelolaan perbekalan farmasi dan penyusunan formularium di rumah sakit dapat sesuai dengan aturan yang berlaku, maka diperlukan adanya tenaga profesional di bidang tersebut. IFRS adalah satu-satunya unit/bagian yang harus bertanggung jawab dalam pengelolaan menyeluruh mulai dari perencanaan, pengadaan, pengendalian mutu, penyimpanan, penyiapan dan peracikan, pelayanan resep, distribusi sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar, dan digunakan di rumah sakit. Pengelolaan obat di rumah sakit merupakan salah satu segi manajemen rumah sakit yang penting, salah satu prinsip manajemen menuntut bahwa dalam memperoleh maupun dalam menggunakan dana harus didasarkan pada pertimbangan efisiensi karena ketidakefisienan akan memberi dampak negatif terhadap rumah sakit, baik secara medik maupun secara ekonomik. Obat merupakan sarana intervensi yang penting dan strategis dalam pelayanan medis. obat harus dikelola secara efisien agar dapat memberi manfaat sebesarbesarnya bagi pasien dan bagi rumah sakit. 1 TINJAUAN PUSTAKA A. Pengendalian Obat Pengendalian obat merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan memperkecil total investasi pada persediaan dan menjual/menyediakan berbagai produk yang benar untuk memenuhi permintaan konsumen. Pengendalian obat dapat dilakukan dengan metode-metode sebagai berikut: 1. Analisis ABC Analisis ABC dikenal sebagai analisis Pareto. Hukum pareto menyatakan sebuah grup selalu memiliki persentase terkecil (20%) dan memiliki dampak terbesar (80%). Analisis ABC merupakan metode penggolongan berdasarkan peringkat nilai dari nilai tertinggi hingga terendah, dan dibagi menjadi 3 kelompok besar yang disebut kelompok A,B dan C. Kelompok A adalah inventory dengan jumlah sekitar 20% dari item tapi mempunyai nilai investasi sekitar 80% dari total nilai inventory. Kelompok B adalah inventory dengan jumlah sekitar 30% dari item tapi mempunyai nilai investasi sekitar 15% dari total nilai inventory. Sedangkan kelompok C adalah inventory dengan jumlah sekitar 50% dari item tapi mempunyai nilai investasi sekitar 5% dari total nilai inventory. Besarnya persentase ini adalah kisaran yang bisa berubah-ubah dan berbeda. Kelompok A adalah kelompok yang sangat kritis sehingga perlu pengontrolan secara ketat, dibandingkan kelompok B yang kurang kritis, sedangkan kelompok C berdampak yang kecil terhadap aktivitas gudang dan keuangan. Obat-obat kelompok A harus dikendalikan secara ketat yaitu dengan membuat laporan penggunaan dan sisa secara rinci agar dilakukan monitoring secara terus menerus. 2. Analisis VEN Analisis VEN adalah suatu cara untuk mengelompokkan obat yang berdasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan. Semua jenis obat dalam daftar obat dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok yaitu : Kelompok V adalah kelompok obatobatan yang sangat esensial, yaitu obat-obat penyelamat (life saving drugs), obat-obatan untuk pelayanan kesehatan pokok dan obat-obatan untuk mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar. Kelompok E adalah obat-obatan yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit. Kelompok N adalah merupakan obat-obatan penunjang yaitu obat-obat yang kerjanya ringan dan bisa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan. 2 3. EOQ (Economic Order Quantity) EOQ merupakan salah satu teknik pengendalian persediaan paling tua dan paling terkenal. Mudah digunakan akan tetapi didasarkan pada beberapa asumsi : a) Permintaan diketahui dan bersifat konstan b) Lead Time yaitu waktu antara pemesanan dan penerimaan, diketahui dan konstan c) Permintaan diterima dengan segera d) Tidak ada discount e) Biaya yang terjadi hanya biaya set up atau pemesanan diketahui dan bersifat konstan f) Tidak terjadi kehabisan stok Q = Jumlah optimal barang per pesanan D = Permintaan tahunan barang persediaan dalam 2π·π πΈππ = √ π» unit S = Biaya pemesanan setiap pesan H = Biaya penyimpanan perunit pertahun B. Pengadaan Obat Pengadaan merupakan proses penyediaan obat yang dibutuhkan di Rumah Sakit dan untuk unit pelayanan kesehatan lainnya yang diperoleh dari pemasok eksternal melalui pembelian dari manufaktur, distributor, atau pedagang besar farmasi. Menurut KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 639/MENKES/SK/V/2003 tentang PEDOMAN UMUM PENGADAAN OBAT PELAYANAN KESEHATAN DASAR TAHUN 2003 pengadaan obat dilaksanakan dengan berpegang kepada daftar obat sebagi berikut : a. Obat Sangat Sangat Esensial (SSE) adalah obat yang harus dijamin ketersediaannya secara tepat waktu, tepat jenis dan mutu terjamin serta resiko seminimal mungkin untuk menjamin kesinambungan pelayanan kesehatan di Kabupaten/Kota; b. Obat Sangat Sangat Esensial (SSE) adalah obat yang masih mengandung resiko dalam kemampuan suplainya di daerah; c. Obat Esensial (E) adalah obat yang diperlukan dan sering digunakan serta tidak mengandung resiko dalam hal kemampuan suplai di daerah. 3 Siklus pengadaan tercakup pada keputusan-keputusan dan tindakan dalam menentukan jumlah obat yang diperoleh, harga yang harus dibayar, dan kualitas obatobat yang diterima. Siklus pengadaan obat mecakup pemilihan kebutuhan, penyesuaian kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, penetapan atau pemilihan pemasok, penetapan masa kontrak, pemantauan status pemesanan, penerimaan dan pemeriksaan obat, pembayaran, penyimpanan, pendistribusian dan pengumpulan informasi penggunaan obat. Menentukan jumlah Tujuan seleksi obat yang dibutuhkan Menyesuaikan kebutuhan dan dana Pengumpulan Memilih metode informasi pengadaan pemakaian Mencari dan memilih pemasok Menetukan Menerima dan memeriksa obatobatan Monitor status persyaratan kontrak pemesanan Gambar 1. Siklus Pengadaan Obat Pemasok obat untuk rumah sakit pada umumnya adalah industri farmasi dan pedagang besar farmasi. Untuk memperoleh obat/sediaan obat yang bermutu baik, perlu dilakukan pemilihan pemasok yang baik dan produk obat yang memenuhi semua persyaratan dan spesifikasi mutu. Jadi salah satu komponen dari Praktik Pengadaan Obat yang Baik (PPOB) ialah pemilihan pemasok yang memenuhi persyaratan. Kriteria pemilihan pemasok sediaan farmasi untuk rumah sakit antara lain: ο· Telah memenuhi persyaratan hukum yang berlaku untuk melakukan produksi dan penjualan (telah terdaftar) ο· Telah diakreditasi sesuai dengan persyaratan CPOB dan ISO 9000 ο· Mempunyai reputasi yang baik, artinya tidak pernah: - Melakukan hal-hal yang melanggar hukum yang berlaku 4 - Menghasilkan/menjual produk obat yang tidak memenuhi syarat - Mempunyai sediaan obat yang ditarik dari peredaran karena mutu yang buruk ο· Selalu mampu dan dapat memenuhi kewajibannya sebagai pemasok produk obat yang selalu tersedia dan dengan mutu yang tertinggi, dengan harga yang terendah Antara pihak IFRS dan pihak pemasok harus diadakan kontrak kerja yang mengatur kedua belah pihak. Komponen dalam persyaratan kontrak antara lain : ο· Harga harus dicantumkan. Umumnya di bawah harga pasaran karena pertimbangan adanya potongan harga serta inflasi bunga di bank karena berhubungan dengan harga obat tahun depan ataupun dengan biaya penyimpanan ο· Syarat pembayaran. Pembayaran dilakukan melalui bank, oleh karena itu perlu surat jaminan atas dasar kerja atau atas waktu (30,40 hari, dst) ο· Dokumen yang menjelaskan standar mutu harus dilampirkan, seperti data farmakologik, farmasetik, atau farmakokinetik ο· Perlu mencantumkan nama dagang dan atau nama generik agar tidak terjadi kesalahan penggunaan ο· Spesifikasi masing-masing barang harus dicantumkan (termasuk nama dagang, dosis, dan statement lain) ο· Tanggungan-financial dititipkan di bank sebagai jaminan kepada supplier ο· Tanggal pengiriman, hak paten dan pengepakan ο· Waktu kadaluarsa, nomor batch, dll Proses pengadaan dikatakan baik apabila tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan mutu yang terjamin serta dapat diperoleh pada saat diperlukan. Indikator-indikator dalam pengelolaan obat di rumah sakit antara lain (Jati, 2010) : 1. Frekuensi pengadaan tiap item obat Frekuensi pengadaan tiap item obat setiap tahunnya dapat digolongkan menjadi 3 kategori yaitu frekuensi rendah (<12), sedang (12-24), dan tinggi (>24). Banyaknya obat dengan frekuensi sedang dan tinggi menunjukkan kemampuan IFRS dalam merespon perubahan kebutuhan obat dan melakukan pembelian obat dalam jumlah sesuai dengan kebutuhan saat itu. Pengadaan obat yang berulang juga menunjukkan bahwa yang tersedia di IFRS merupakan obat dengan perputaran cepat (fast moving). Banyaknya obat yang masuk kedalam jenis slow moving dapat berarti kerugian bagi rumah sakit. Cara analisisnya yaitu dengan mengambil secara acak sejumlah kartu 5 stok dalam setahun, dicatat nama masing-masing obat, kemudian dilihat pada catatan pengadaan selama tahun tersebut. Dengan diketahuinya frekuensi pengadaan tiap item obat tiap tahunnya, IFRS dapat menentukan jenis obat yang termasuk golongan fast moving atau slow moving. 2. Frekuensi kesalahan faktur Kriteria kesalahan faktur pembelian yang digunakan adalah adanya ketidakcocokan jenis obat, jumlah obat dalam suatu item, atau jenis obat dalam faktur terhadap surat pesanan yang bersesuaian. Cara analisisnya adalah dengan mengambil secara acak sejumlah faktur pembelian dalam setahun, kemudian masing-masing faktur tersebut dicocokkan dengan surat pesanan. Ketidaksesuaian faktur dengan surat pesanan dapat disebabkan olehbeberapa kemungkinan, yaitu : a) Tidak ada stok, atau barang habis di PBF, jadi barang yang dipesan pada distributor atau PBF sedang mengalami kekosongan. b) Stok barang yang tidak sesuai. Barang yang dipesan pada PBF isi dalam kemasannya tidak baik atau rusak sehingga barang tidak digunakan. c) Reorder atau frekuensi pemesanan terlalu banyak, menyebabkan petugas bersangkutan tidak sempat untuk melakukan pembukuan dengan cermat. 3. Frekuensi tertundanya pembayaran oleh rumah sakit terhadap waktu yang telah disepakati Tingkat frekuensi tertundanya pembayaran menunjukkan kurang baiknya manajemen keuangan pihak rumah sakit. Hal ini dapat menunjukkan kepercayaan pihak pemasok kepada rumah sakit sehingga potensial menyebabkan ketidaklancaran suplai obat di kemudian hari. Besarnya frekuensi tertundanya pembayaran IFRS terhadap waktu yang telah disepakati dapat mengakibatkan: a) Hubungan antara IFRS dengan pemasok terganggu Hubungan antara IFRS dengan pemasok perlu dijaga agar tetap baik, sehingga bila ada pengembalian obat yang kadaluarsa atau keluhan lain dapat segera ditanggapi, segera mendapat daftar baru bila ada kenaikan harga dan lancarnya kunjungan sales ke IFRS untuk menerima pesanan. b) Penundaan pemesanan order oleh pemasok Penundaan pemesanan ini dapat mengganggu kelancaran dalam pelayanan pasien, karena dengan tertundanya pemesananakan menyebabkan stok menjadi kosong sehingga kebutuhan pasien tidak dapat terpenuhi. 6 Besarnya frekuensi tertundanya pembayaran dapat diminimalkan dengan : a) Menjaga keseimbangan antara pembelian dengan anggaran Pembelian harus memperhatikan kemampuan anggaran IFRS. Harus diperhitungkan berapa pembelian yang dapat dilakukan agar tidak mengganggu keuangan IFRS. b) Prioritas dalam stok barang berlebih Dalam mengantisipasi kenaikan harga, perlu diprioritaskan pembelian hanya untuk obat-obat yang fast moving saja, sedangkan untuk obat-obat yang slow movng tidak perlu pembelian yang berlebihan. c) Menekan biaya operasional IFRS Penekanan biaya operasional dapat dilakukan dengan penghematan telepon, listrik, pelengkapan lain, ataupun pendayagunaan karyawan seefektif mungkin. Namun, penekanan biaya operasional ini tidak boleh menyebabkan pelayanan IFRS menjadi terganggu. d) Pemilihan pemasok yang tepat Memilih supplier atau pemasok yang lebih fleksibel dalam hal pembayaran dan potongan harga (discount). Pengadaan obat pada IFRS dapat dilakukan dengan beberapa metode sebagai berikut: 1. Tender Terbuka Tender terbuka merupakan metode yang melibatkan berbagai sumber penyedia obat. Sebelum dilakukan tender, maka pengumuman akan dilakukannya tender dapat melalui mass media atau surat pengumuman. Peserta tender yang akan ikut dalam proses tender sebelumnya mesti melengkapi persyaratan yaitu: spesifikasi, cara dan jadwal pengiriman, tgl terakhir penerimaan proposal. Metode ini memiliki kelebihan pada penetapan harga yang lebih menguntungkan. 2. Tender terbatas (restricted tender) Merupakan metode yang melibatkan sejumlah tertentu peserta dengan riwayat yang baik. Masing-masing dari peserta mendapat undangan sifatnya tertutup.Tender ini memiliki karakteristik proses yang lebih singkat, biaya lebih hemat dan beban kerja lebih ringan bila dibandingkan dengan tender terbuka. Metode ini mampu mengurangi resiko lead time yg terlalu panjang serta harga masih bisa dikendalikan. 7 3. Negosiasi (Negotiated procurement) Metode ini digunakan bila item obat tidak urgent dan tidak dalam jumlah banyak. Metode pengadaan relatif sederhana dan waktu lebih lebih pendek, serta pengelola obat dapat menawarkan secara rinci kepada pemasok . Metode negosiasi sering digunakan untuk kontrak pengadaan obat jangka panjang 4. Pengadaan Langsung Pengadaan obat dengan metode langsung adalah cara yang paling sederhana, dimana pada metode ini dilakukan pembelanjaan sesuai dibutuhkan langsung kepada pemasok. Akan tetapi, dalam metode ini bargaining power pengelola suplai lemah karena tidak ada pilihan lain. Pelaksanaan metode langsung ini sebaiknya dilakukan pada saat keadaan darurat, item obat sedikit, atau jika tak mungkin dilakukan negosiasi. Kelemahan lain metode ini adalah harga yang relatif lebih mahal. 8