kebijakan pemerintah dalam peningkatan mutu

advertisement
DUKUNGAN PEMERINTAH DALAM
PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN
Andrie Fitriansyah
D I S A M PA I K A N PA D A :
P E R T E M U A N P E N I N G K ATA N M U T U P E L AYA N A N K E FA R M A S I A N
G O R O N TA L O , N O V E M B E R 2 0 1 6
KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN
PERMENKES NO. 64 TAHUN 2015
Direktur Yanfar
Kasubag Tata
Usaha
Subdit
Manajemen dan
Klinikal Farmasi
Subdit Analisa
Farmakoekonomi
Subdit
Penggunaan Obat
Rasional
Subdit Seleksi
Obat dan Alkes
Seksi Manajemen
Farmasi
Seksi Analisa
Farmakoekonomi
Obat
Seksi Peningkatan
POR
Seksi Seleksi Obat
Seksi Klinikal
Farmasi
Seksi Analisa
Farmakoekonomi
Alkes
Seksi
Pemantauan dan
Evaluasi POR
Seksi Seleksi
Alkes
PELAYANAN KEFARMASIAN
(PP No. 51/2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian)
Pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien
Pharmaceutical Care
berorientasi pada
patient safety
PELAYANAN KEFARMASIAN DI FASILITAS KESEHATAN
Pengelolaan
sediaan
farmasi
SEDIAAN FARMASI YG AMAN,
KHASIAT DAN MUTU TERJAMIN
KESELAMATAN
PASIEN
Pelayanan
farmasi klinik
PENINGKATAN OUTCOME TERAPI
5
Tujuan Pelayanan Kefarmasian
menyediakan dan memberikan sediaan farmasi dan
alkes
+ informasi terkait
agar masyarakat mendapatkan
manfaat yang terbaik.
Reviu Obat dalam
Fornas dan
Kompendia Alkes
Sosialisasi,
Pengembangan dan
Integrasi e - FORNAS
Sosialisasi dan Penyebaran
Informasi dalam rangka Gema
Cermat
PROGRAM
PRIORITAS
PELAYANAN
KEFARMASIAN
KEGIATAN
PRIORITAS
2016
Peningkatan
Penggunaan Antibiotik
yang Bijak
Peningkatan mutu
Manajemen
dan Pelayanan
kefarmasian di
Fasyankes
Program
Indonesia
Sehat
dengan
Pendekatan
Keluarga
Pengembangan Program dan
Kebijakan Implementasi Analisis
Farmakoekonomi
Peningkatan jejaring
kerjasama stakeholder
dalam peningkatan Yanfar
7
KONTRIBUSI TENAGA KEFARMASIAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN
• PENGELOLAAN SARANA &
PRASARANA SESUAI STANDAR
• PENGELOLAAN SEDIAAN
FARMASI DAN PERBEKKES
SESUAI PERENCANAAN
KEBUTUHAN
• ADMINISTRASI TERKAIT
PENGELOLAAN & PELAYANAN
FARMASI KLINIK
• RUTIN MELAKUKAN EVALUASI
DAN DITINDAKLANJUTI
PELAYANAN
FARKLIN
• PELAYANAN & PENGKAJIAN RESEP
DILAKUKAN SESUAI SOP,
TERMASUK PASIEN RUJUK BALIK
• PEMBERIAN INFORMASI OBAT,
KONSELING, VISITE DAN
PEMANTAUAN TERAPI OBAT
DILAKUKAN SESUAI STANDAR DAN
DIDOKUMENTASIKAN
• HOME PHARMACY CARE
DILAKUKAN UNTUK PASIEN AGAR
MENINGKATKAN KEPATUHAN
&MENCEGAH RESISTENSI OBAT
• INFORMASI DAN EDUKASI
KEPADA PASIEN/
MASYARAKAT DILAKUKAN
MELALUI
- PENYULUHAN
- PENYEBARAN INFORMASI
SEPERTI LEAFLET,
NEWSLETTER, SPANDUK,
DAN POSTER
PROMOTIF &
PREVENTIF
MANAJERIAL
Tenaga Kefarmasian berkontribusi
dalam meningkatkan penggunaan
obat yang rasional dengan harga
yang terjangkau
PERAN STAKEHOLDER
DUKUNGAN DINAS KESEHATAN PROVINSI/KAB/KOTA
Peningkatan kepatuhan pelaporan pelayanan kefarmasian di RS dan
Puskesmas
Peningkatan kepatuhan pelaporan POR secara berjenjang dari
puskesmas, Kab/Kota dan Provinsi
Implementasi FORNAS
Pelaporan Kesesuai Obat dengan Fornas di RS dan Instalasi
Farmasi Kab/Kota
Implementasi Pemberdayaan masyarakat dalam mendukung
penggunaan obat rasional
DUKUNGAN FASYANKES
(RUMAH SAKIT, PUSKESMAS DAN APOTEK)
Peningkatan kepatuhan pelaporan pelayanan
kefarmasian di RS, Puskesmas dan Apotek
Peningkatan kepatuhan pelaporan POR di
fasyankes
Implementasi FORNAS
Pelaporan Kesesuai Obat dengan Fornas di
RS dan Instalasi Farmasi Kab/Kota
Upaya peningkatan penggunaan obat
rasional dalam rangka patient safety
DUKUNGAN ORGANISASI PROFESI
Ikatan Apoteker Indonesia diharapkan mampu membina
anggotanya agar:
Apoteker mampu melakukan pelayanan kefarmasian,
termasuk upaya promotif preventif pelayanan kesehatan
Apoteker mampu melakukan pengelolaan dan pelayanan
obat dan alat kesehatan yang cost effective dan efisien serta
melakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar.
Apoteker Praktik Bertanggungjawab (Optimalisasi Peran
Apoteker) Penegakan Disiplin
Apoteker meningkatkan peran sertanya dalam upaya
perlindungan masyarakat dari peredaran sediaan farmasi, alat
kesehatan dan makanan ilegal
Apoteker yang belajar terus menerus melalui Pendidikan
berkelanjutan
• Masyarakat
mengenal apoteker
sebagai tenaga
kesehatan yang ahli
obat
• Masyarakat
mendapat manfaat
praktik kefarmasian
• Masyarakat
mengakui
profesionalitas
apoteker
IMPLEMENTASI PERMENKES NO 31/2016
Latar Belakang
Permenkes No. 889 /2011
tentang Registrasi, Izin
Praktek Dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian yang disusun
sebagai amanah PP No.
51/2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian sebagaimana
telah diubah dengan
Permenkes No. 31/2016.
Kebutuhan hukum dan
perkembangan yang ada, khususnya
dengan diterbitkannya undangundang nomor 36 tahun 2016
tentang tenaga kesehatan, yang
mensyaratkan semua tenaga
kesehatan yang melakukan praktik
wajib memiliki surat izin praktik
UU No. 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan
FILOSOFI, SOSIOLOGI, DAN
YURIDIS
TUJUAN PENGATURAN
Tenaga kesehatan memiliki
peranan penting.
Kesehatan sebagai hak asasi
manusia.
Penyelenggaraan upaya
kesehatan harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang
bertanggung jawab,
Ketentuan mengenai tenaga
kesehatan masih belum
menampung kebutuhan hukum
• memenuhi kebutuhan masyarakat akan Tenaga Kesehatan;
•
mendayagunakan Tenaga Kesehatan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat;
• memberikan pelindungan kepada masyarakat dalam
menerima penyelenggaraan Upaya Kesehatan;
• mempertahankan
dan
meningkatkan
mutu
penyelenggaraan Upaya Kesehatan yang diberikan
oleh Tenaga Kesehatan; dan
• memberikan kepastian hukum kepada masyarakat
dan Tenaga Kesehatan.
KELOMPOK DAN JENIS
TENAGA KESEHATAN
1.
Tenaga medis
2.
Tenaga Psikologi Klinis
3.
Tenaga Keperawatan
4.
Tenaga Kebidanan
5.
Tenaga Kefarmasian
6.
Tenaga Kesehatan Masyarakat
7.
Tenaga Kesehatan Lingkungan
8.
Tenaga Gizi
9.
Tenaga Keterapian Fisik
10. Tenaga Keteknisian Medis
11. Tenaga Teknik Biomedika
12. Tenaga Kesehatan Tradisional
13. Tenaga Kesehatan Lainnya
PROFESIONALISME NAKES MELALUI PROSES
SERTIFIKASI, REGISTRASI & LISENSI
MTKI
INSTITUSI
=
PENDIDIKAN
MTKP & OP
SERTIFIKASI
Lulus Pendidikan
KKI/MTKI/KFN
KTKI
KAB/KOTA
REGISTRASI
LISENSI
Uji
Kompetensi
Sertifikat
Kompetensi
STR


SIP
SIK
PENYELENGGARAAN
KEPROFESIAN TENAGA KEFARMASIAN
UNDANG-UNDANG 36/2014
•
•
•
•
•
Harus dilakukan sesuai dengan kewenangan yang didasarkan pada Kompetensi
yang dimilikinya.
Dalam keadaan tertentu dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya.
Dalam menjalankan praktik berkewajiban untuk mematuhi Standar Profesi,
Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional.
Nakes Yang melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan wajib membuat
rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan.
Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan wajib menyimpan rahasia kesehatan
Penerima Pelayanan Kesehatan
PELIMPAHAN KEWENANGAN
TENAGA KEFARMASIAN
Pasal 65 ayat (2)
Dalam melakukan pekerjaan
kefarmasian, Tenaga Teknis
Kefarmasian dapat menerima
pelimpahan pekerjaan
kefarmasian dari tenaga
apoteker.
Sejauh mana
pelimpahan yang
dapat diterima
oleh TTK ????
Pasal 46
Pasal 17
UU Nomor 36/2014
PMK Nomor 31/2016
Setiap tenaga kesehatan yang
menjalankan praktik di bidang
pelayanan kesehatan wajib
memiliki izin. Izin sebagaimana
dimaksud di atas diberikan dalam
bentuk Surat Izin Praktik (SIP), oleh
pemerintah kabupaten/kota atas
rekomendasi pejabat kesehatan
yang berwenang di
kabupaten/kota tempat tenaga
kesehatan menjalankan praktiknya
Setiap tenaga kefarmasian yang
akan menjalankan pekerjaan
kefarmasian wajib memiliki surat
izin sesuai tempat tenaga
kefarmasian bekerja
Perubahan Pada PMK 31/2016
Nomenklatur yang berbunyi SURAT IZIN KERJA dalam
PMK No. 889/2011, harus dibaca dan dimaknai sebagai
SURAT IZIN PRAKTIK
Surat Izin bagi Tenaga Kefarmasian
SIPA bagi Apoteker
SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian
SIPA atau SIPTTK diberikan oleh Pemerintah
Kab/Kota atas rekomendasi pejabat kesehatan
yang berwenang di Kab/Kota tempat Tenaga
Kefarmasian menjalankan praktiknya.
Pemerintah Kab/Kota dapat berbentuk:
- Dinas Kesehatan,
- Badan Perizinan Terpadu
- Lembaga lain yang ditetapkan oleh Bupati/Wako
PMK 889/2011
PMK 31/2016
Pasal 17
Pasal 17
(1) Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan
(1) Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan
pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai
pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin
tempat tenaga kefarmasian bekerja.
sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.
(2) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. SIPA bagi Apoteker penanggungjawab di fasilitas
pelayanan kefarmasian.
b. SIPA bagi Apoteker pendamping di fasilitas
pelayanan kefarmasian.
c. SIKA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan
kefarmasian di fasilitas produksi atau fasilitas
distribusi/penyaluran.
d. SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang
melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
kefarmasian.
(2) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a.SIPA bagi Apoteker; atau
b. SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian
PMK 889/2011
PMK 31/2016
Pasal 18
Pasal 18
(1) SIPA bag Apoteker penanggungjawab di fasilitas
pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan
untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian.
(1) SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian hanya
diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian.
(2) Apoteker penanggungjawab di fasilitas pelayanan
kefarmasian berupa puskesmas dapat menjadi
Apoteker pendamping di luar jam kerja.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) SIPA bagi Apoteker di fasilitas
pelayanan kefarmasian dapat diberikan untuk paling
banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan
kefarmasian.
(3) SIPA bagi Apoteker pendamping dapat diberikan
untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan
kefarmasian.
(3) Dalam hal Apoteker telah memiliki Surat Izin Apotek,
maka Apoteker yang bersangkutan hanya dapat
memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas pelayanan
kefarmasian lain.
(4) SIKTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga)
tempat fasilitas kefarmasian.
(4) SIPTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga)
tempat fasilitas kefarmasian.
PMK 889/2011
PMK 31/2016
Pasal 19
Pasal 19
SIPA, SIKA, atau SIKTTK sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 dikeluarkan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilakukan
SIPA atau SIPTTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten / kota
atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di
kabupaten/kota tempat Tenaga Kefarmasian menjalankan
praktiknya.
Lingkup Pekerjaan
Lingkup pekerjaan: fasilitas kefarmasian dan fasilitas pelayanan kefarmasian
SIPA bagi apoteker di fasilitas kefarmasian diberikan untuk 1 (satu) tempat
fasilitas kefarmasian.
(1) Dikecualikan dari ketentuan ayat (1), SIPA bagi apoteker di fasilitas
pelayanan kefarmasian (apotek, puskesmas, RS, klinik) dapat diberikan
paling banyak 3 (tiga) tempat)
(2) Jika apoteker telah memiliki surat izin apotek, apoteker hanya dapat
memiliki 2 (dua) SIPA di fasilitas pelayanan kefarmasian lain.
FASILITAS
KEFARMASIAN
• Sarana Produksi
• Sarana Distribusi
SIPA diberikan
Paling banyak untuk
1 tempat
FASILITAS PELAYANAN
KEFARMASIAN
•
•
•
•
Rumah Sakit
Puskesmas
Apotek
Klinik
SIPA diberikan
Paling banyak untuk
3 tempat
PETUNJUK PELAKSANAAN PMK 31/2016
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan saat ini
sedang menyusun Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 31 Tahun 2016.
Juklak akan diterbitkan dengan Surat Edaran Direktur
Jenderal.
Agar stakeholder terkait untuk tetap mempedomani
Permenkes no. 889/2009, dengan memperhatikan perubahan
yang diatur pada Permenkes no. 31/2016 dan petunjuk teknis
pelaksanaannya.
28
HAL-HAL DIATUR DALAM JUKLAK PMK 31/2016
• Setiap Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan
kefarmasian wajib memiliki SIPA sesuai tempatnya bekerja
• Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian di Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian dapat diberikan SIPA paling banyak 3
(tiga) tempat Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, berupa:
 SIPA Kesatu;
 SIPA Kedua; dan/atau
 SIPA Ketiga
• Setiap SIPA mencantumkan waktu dan tempat praktik, yang
tidak boleh sama diantara ke-3nya.
• Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian di
Fasilitas Produksi dan Distribusi hanya dapat diberikan 1
(satu) SIPA.
• Permohonan SIPA melampirkan:
 Fotocopy STRA (legalisir)
 Surat pernyataan tempat bekerja
 Surat Rekomendasi organisasi profesi
 Pas foto
• Dalam mengajukan permohonan SIPA harus dinyatakan secara
tegas permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian
kesatu, kedua atau ketiga.
• Apoteker hanya boleh mempunyai 1 (satu) Surat Izin Apotek
(SIA)
• Dalam rangka memperoleh SIA, Apoteker dapat menggunakan
SIPA Kesatu, Kedua atau Ketiga.
• SIPA yang digunakan untuk memperoleh SIA, bersifat melekat
pada izin Apotek dan memiliki masa berlaku yang sama.
• Setiap Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian
wajib memasang papan praktik yang mencantumkan
 Nama Apoteker
 SIPA dan SIA
 Waktu praktik
• Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan SE ini
dilakukan oleh Dirjen, Ka BPOM, Ka Dinkes Prov/Kab/Kota
dan Organisasi Profesi sesuai tugas dan fungsi masingmasing.
HAL-HAL YANG PERLU PEMBAHASAN LEBIH
LANJUT
• Apoteker yang bertugas di IF Prov/Kab/Kota berhak memiliki 3
(tiga) SIPA
• RS wajib memasang papan yang memuat semua Apoteker
yang bekerja di RS dan Apoteker yang sedang bertugas.
• Bagi Apoteker yang bekerja di RS (terutama yang memiliki
sistem shift) dianggap bekerja selama 24 jam di hari
praktiknya.
• Setiap permohonan memperoleh SIPA, disertai dengan surat
pernyataan kesediaan terhadap pencabutan SIA (bahkan STRA)
jika data/isian ternyata tidak benar.
Peran Apoteker dalam Pelaksanaan
Pekerjaan Kefarmasian
Apoteker harus melakukan pekerjaan kefarmasian sesuai dengan pendidikan /
kompetensi dan standar pelayanan  Apoteker merupakan ujung tombak dalam
pelayanan kefarmasian di Apotek utamanya pelaksanaan pengkajian resep,
pemberian informasi obat dan konseling.
Kehadiran Apoteker di Apotek merupakan suatu bentuk tanggung jawab profesi
dan IAI berperan besar dalam mendorong anggotanya untuk meningkatkan
kehadiran Apoteker di Apotek.
Apoteker bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan kefarmasian. TTK
melakukan pekerjaan kefarmasian di bawah bimbingan dan pengawasan
Apoteker
Tanggung Jawab Serta Peran IAI
Terhadap Anggotanya
IAI melakukan bimbingan melalui penyelenggaran aktifitas terkait
CPD bagi anggotanya
IAI memberikan perlindungan bagi anggotanya dalam menghadapi
masalah atau tuntutan terkait pelaksanaan profesi
Sebelum memberikan rekomendasi bagi anggotanya, selayaknya IAI
melakukan bimbingan kepada anggotanya agar mampu mematuhi
ketentuan etika profesi
Peran IAI terhadap Pelaksanaan Continuing
Professional Development (CPD)
Tujuan CPD adalah memastikan apoteker mampu melakukan praktik profesinya
dengan aman dan efektif.
Sasaran CPD adalah agar dapat mempertahankan pengetahuan dan skill yang
dimiliknya up to date untuk meningkatkan kualitas praktik kefarmasian yang
dilakukannya.
Iai diharapkan mampu berperan menciptakan kesempatan bagi anggotanya
untuk meningkatkan pengetahuan dan skillnya dengan menyelenggarakan
berbagai bentuk aktifitas
Diharapkan aktifitas terkait CPD tersebut benar benar sesuai dengan kebutuhan
anggotanya dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian.
Penutup
Diperlukan kerja sama yang sinergis antara Pemerintah, KFN, IAI serta apoteker
dalam pelaksanaan pekerjaan profesi Apoteker
IAI perlu meningkatkan kinerjanya terutama dalam pelaksanaan bimbingan serta
perlindungan kepada anggotanya sehingga anggotanya dapat merasakan manfaat
dari keberadaan IAI
Perlu peningkatan kesepahaman serta saling mendukung antara pemerintah dan IAI
dalam rangka penyusunan regulasi terkait penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian
IAI perlu mendukung anggotanya untuk meningkatkan kehadirannya di Apotek
pada saat jam pelayanan.
Terima Kasih
Download