pengaruh kematangan emosi dan pola asuh orang tua terhadap

advertisement
PENGARUH KEMATANGAN EMOSI DAN POLA ASUH ORANG
TUA TERHADAP ALTRUISME PADA MAHASISWA UIN
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi
Disusun Oleh
SAFIRA AINUN ZAHRA
207070000738
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014/1435H
MOTTO
“Dan tolong menolonglah kalian dalam mengerjakan
kebaikan dan taqwa. Dan jangan tolong menolong
dalam perbuatan dosa dan pelanggaran dan
bertaqwalah kalian kepada Allah amat berat siksaanNya.” (QS. Al-Maidah ayat 2)
“Kebaikan yang engkau lakukan hari ini, mungkin
saja besok sudah dilupakan orang, tetapi
bagaimanapun tetap berbuat baiklah” (Penulis)
Karya sederhana ini kupersembahkan untuk kedua orang
tuaku tercinta, kakak-kakak dan adikku, serta sahabatsahabat terbaikku. Kalian penyemangat ku.
Safira Ainun Zahra
iv
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(B) 20 Agustus 2014
(C) Safira Ainun Zahra
(D) xii + 101 Halaman + Lampiran
(E) Pengaruh Kematangan Emosi dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Altruisme Pada
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(F) Altruisme adalah kepedulian yang tidak mementingkan diri sendiri melainkan
demi kebaikan orang lain. Namun seiring dengan kemajuan teknologi dan
komunikasi pada saat ini semakin banyak individu yang mementingkan dirinya
sendiri dan berkurangnya rasa tolong menolong antar sesama, terutama pada
mahasiswa. Penulis berhipotesis bahwa variable kematangan emosi (kemandirian,
kemampuan menerima kenyataan, kemampuan beradaptasi dan kemampuan
menguasai amarah) dan pola asuh orang tua (otoriter, otoritatif dan permisif) serta
variable jenis kelamin mempengaruhi perilaku altruisme pada mahasiswa UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kematangan emosi dan pola
asuh orang tua terhadap altruisme pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan melibatkan
250 responden mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Self-Report Altruism Scale (SRA) untuk
mengukur altruisme. Skala kematangan emosi yang dibuat sendiri oleh peneliti
berdasarkan karakteristik kematangan emosi menurut Smitson. Dan Parental
Authority Questioner (PAQ) untuk mengukur pola asuh orang tua. pengukuran
validitas skala penelitian ini menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA).
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik
analisis regresi berganda dengan penghitungan yang dibantu menggunakan
software SPSS versi 18.
Berdasarkan hasil perhitungan regresi berganda didapatkan R square sebesar
0.072. Hal ini berarti 7,2% variabel altruisme dapat dijelaskan oleh 8 variabel
yaitu kematangan emosi (kemandirian, mampu menerima kenyataan, mampu
beradaptasi dan mampu menguasai amarah) dan pola asuh orang tua (otoriter,
otoritatif dan permisif) dan jenis kelamin dengan indeks signifikansi sebesar 0.011
(p < 0.05), yang berarti hipotesis utama penelitian (Ho) yang menyatakan ada
pengaruh kematangan emosi dan pola asuh orang tua terhadap altruisme pada
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dapat diterima. Terdapat tiga
independen variabel yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap altruisme
yaitu variabel kemampuan beradaptasi, kemampuan menguasai amarah, dan pola
asuh otoriter-permisif.
(G) Daftar bacaan : 20 bacaan + 14 jurnal + 5 artikel + 3 skripsi.
v
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Wr. Wb
Syukur alhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah swt atas segala rahmat,
hidayah, dan kekuatan
yang telah diberikan, sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kematangan Emosi dan Pola
Asuh Orang Tua Terhadap Altruisme Pada Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita dapat
merasakan indahnya hidup di bawah naungan Islam. Terwujudnya skripsi ini
tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak.
Oleh
karena
itu,
dalam
kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si sebagai Dekan Fakultas Psikologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menjadi dekan inspiratif.
2. Dosen Pembimbing I, Bambang Suryadi,Ph.D dan Dosen Pembimbing II
Ilmi Amalia, M.Psi, Psi atas seluruh nasehat, masukan, motivasi, inspirasi,
serta saran dan kritik yang membangun sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini.
3. Terima kasih untuk kak Puti Febrayosi, M.Si selaku Mentor Psikometri
yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya dengan kesabaran dan
keikhlasan. Semoga ilmu yang telah diberikan kepada penulis menjadi
ilmu yang tayyiban lagi barokah.
4. Untuk seluruh dosen Fakultas Psikologi yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, terima kasih atas seluruh ilmu pengetahuan yang telah diberikan.
5. Seluruh staff akademik Fakultas Psikologi UIN Syarif hidayatullah
Jakarta yang telah banyak membantu peneliti dalam menjalani perkuliahan
dan menyelesaikan skripsi.
6. Para responden yaitu Mahasiswa/i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
bersedia meluangkan waktu dan tenaganya dalam proses pengambilan
data.
7. Kedua orangtua penulis A. Malik MTT, M.Si dan Yunia Elvira, S.H terima
vi
kasih banyak untuk setiap doa, dorongan, cinta dan kasih sayang yang tulus
kepada penulis.
8. Saudara-saudari penulis Destaria Himmawati, S.Kom, M. Ilmi Rizki
Tuanaya, S.Psi, M. Zufar Ramadhani terima kasih atas segala dukungan
kepada penulis.
9. Sahabat-sahabat terbaikku, Shinta, Uthe, Dyni, Mala, Maya, Lisa terima
kasih karena selalu ada dalam susah senangku, dan atas doa, semangat serta
bantuan yang tak pernah berhenti diberikan kepada penulis. Teman
seperjuangan skripsiku, Yashinta, Yono, Diky, Tirta, Milcham dan temanteman ekstensi 2007 terima kasih atas dukungannya selama ini kepada
penulis.
10. Kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih.
Semoga Allah memberikan pahala yang tak henti-hentinya, sebagai balasan atas
segala kebaikan dan bantuan yang di berikan. Harapan penulis, semoga skripsi ini
memberi manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi seluruh pihak yang
terkait.
Jakarta, 20 Agustus 2014
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..............................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN ..............................................................................
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................
SURAT PERNYATAAN ..............................................................................................
MOTTO ...................................................................................................................
ABSTRAK ..............................................................................................................
KATA PENGANTAR ...........................................................................................
DAFTAR ISI ..........................................................................................................
DAFTAR TABEL ..................................................................................................
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
x
xii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................
1.1. Latar Belakang ................................................................................
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..............................................
1.2.1. Pembatasan Masalah .............................................................
1.2.1. Perumusan Masalah.................................................................
1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian .........................................................
1.3.1 Tujuan Penelitian ....................................................................
1.3.2 Manfaat Penelitian ..................................................................
1.4.Sistematika Penulisan ........................................................................
1
1
7
7
8
9
9
10
10
BAB 2. KAJIAN PUSTAKA.............................................................................
2.1. Altruisme..........................................................................................
2.1.1. Pengertian Altruisme .............................................................
2.1.2. Teori Altruisme .....................................................................
2.1.3. Karakteristik Altruisme .........................................................
2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Altruisme ......................
2.1.5. Aspek Jenis Kelamin .............................................................
2.1.6. Pengukuran Altruisme ...........................................................
2.2. Kematangan Emosi..........................................................................
2.2.1. Pengertian Kematangan Emosi .............................................
2.2.2. Aspek-aspek Kematangan Emosi ..........................................
2.2.3. Karakteristik Kematangan Emosi..........................................
2.2.4. Faktor-faktor Kematangan Emosi .........................................
2.2.5. Hubungan kematangan emosi dengan altruisme ...................
2.2.6. Pengukuran Kematangan Emosi ...........................................
2.3. Pola Asuh Orang Tua ......................................................................
2.3.1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua ..........................................
2.3.2. Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua ..........................................
2.3.3. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Altruisme .............
2.3.4. Pengukuran Pola Asuh Orang Tua ........................................
2.4. Kerangka Berpikir ...........................................................................
2.5. Hipotesis Penelitian .........................................................................
12
12
12
13
14
17
19
20
20
20
21
24
27
28
29
31
31
32
36
37
38
42
viii
BAB 3. METODE PENELITIAN ....................................................................
3.1. Populasi dan Sampel .......................................................................
3.2. Variabel Penelitian ..........................................................................
3.3. Definisi Operasional ........................................................................
3.4. Pengumpulan Data ..........................................................................
3.4.1. Teknik Pengumpulan Data ....................................................
3.4.2. Instrumen Pengumpulan Data ...............................................
3.4.2.1. Skala Altruisme.........................................................
3.4.2.2. Skala Kematangan Emosi .........................................
3.4.2.3. Skala Pola Asuh Orang Tua ......................................
3.5. Uji Validitas Instrumen ...................................................................
3.5.1. Uji Validitas Konstruk Altruisme .........................................
3.5.2. Uji Validitas Konstruk Kematangan Emosi ..........................
3.5.2.1. Kemandirian..............................................................
3.5.2.2. Kemampuan Menerima Kenyataan ..........................
3.5.2.3. Kemampuan Beradaptasi ..........................................
3.5.2.4. Kemampuan Menguasai Amarah ..............................
3.5.3. Uji Validitas Konstruk Pola Asuh Orang Tua .......................
3.5.3.1. Otoriter ......................................................................
3.5.3.2. Otoritatif....................................................................
3.5.3.3. Permisif .....................................................................
3.6. Teknik Analisis Data .......................................................................
3.7. Prosedur Penelitian .........................................................................
44
44
45
45
47
47
47
48
49
50
51
54
57
57
59
61
62
64
64
66
68
70
73
BAB 4. HASIL PENELITIAN ..........................................................................
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ...............................................
4.2. Kategorisasi Deskripsi Variabel ..........................................................
4.2.1. Kategorisasi Skor Altruisme .....................................................
4.2.2. Kategorisasi Skor Kematangan Emosi ..................................
4.2.2.1. Kemandirian..............................................................
4.2.2.2. Kemampuan Menerima Kenyataan .........................
4.2.2.3. Kemampuan Beradaptasi ..........................................
4.2.2.4. Kemampuan Menguasai Amarah ..............................
4.2.3. Ketegorisasi Skor Pola Asuh Orang Tua...............................
4.4. Uji Hipotesis Penelitian ...................................................................
4.4.1. Analisis Regresi Variabel Penelitian .....................................
4.3.2 Pengujian Varians masing-masing Independen Variabel .......
74
74
74
76
76
76
77
78
78
79
79
79
84
BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN .........................................
5.1. Kesimpulan ..................................................................................
5.2. Diskusi .........................................................................................
5.3. Saran.............................................................................................
5.3.1. Saran Teoritis ......................................................................
5.3.2. Saran Praktis .......................................................................
87
87
88
92
93
93
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 94
LAMPIRAN ........................................................................................................ 98
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Tabel Tabel Bobot Nilai ......................................................................
Tabel 3.2. Tabel Blue Print Skala Altruisme........................................................
Tabel 3.3. Tabel Blue Print Skala Kematangan Emosi .......................................
Tabel 3.4. Tabel Blue Print Skala Pola Asuh Orang Tua ....................................
Tabel 3.5. Tabel Muatan Item Altruisme .............................................................
Tabel 3.6. Tabel Muatan Item Kemandirian.........................................................
Tabel 3.7. Tabel Muatan Item Kemampuan Menerima Kenyataan .....................
Tabel 3.8. Tabel Muatan Item Kemampuan Beradaptasi .....................................
Tabel 3.9. Tabel Muatan Item Kemampuan Menguasai Amarah.........................
Tabel 3.10. Tabel Muatan Item Otoriter ............................................................
Tabel 3.11. Tabel Muatan Item Otoritatif ............................................................
Tabel 3.12. Tabel Muatan Item Permisif ..............................................................
Tabel 4.1. Tabel Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin .............
Tabel 4.2. Tabel Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ......................................
Tabel 4.3. Tabel Norma Skor ...............................................................................
Tabel 4.4. Tabel Kategorisasi Skor Altruisme .....................................................
Tabel 4.5. Tabel Kategorisasi Skor Kemandirian.................................................
Tabel 4.6. Tabel Kategorisasi Skor Kemampuan Menerima Kenyataan .............
Tabel 4.7. Tabel Kategorisasi Skor Kemampuan Beradaptasi .............................
Tabel 4.8. Tabel Kategorisasi Skor Kemampuan Menguasai Amarah.................
Tabel 4.9. Tabel Kategorisasi Skor Pola Asuh Orang Tua ...................................
Tabel 4.10. Tabel R-Square ..................................................................................
Tabel 4.11. Tabel Anova ......................................................................................
Tabel 4.12. Tabel Koefisien Regresi ....................................................................
Tabel 4.13. Tabel Proporsi Varian Masing-Masing Independent Variable .........
x
48
50
51
52
58
60
62
64
66
68
70
72
77
78
79
79
80
80
81
81
82
83
83
84
88
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir .................................................................
Gambar 3.1 Path Diagram Altruisme ...................................................................
Gambar 3.2 Path Diagram Kemandirian ..............................................................
Gambar 3.3 Path Diagram Kemampuan Menerima Kenyataan ...........................
Gambar 3.4 Path Diagram Kemampuan Beradaptasi ...........................................
Gambar 3.5 Path Diagram Kemampuan Menguasai Amarah ..............................
Gambar 3.6 Path Diagram Otoriter.......................................................................
Gambar 3.5 Path Diagram Otoritatif ...................................................................
Gambar 3.5 Path Diagram Permisif......................................................................
xi
42
57
60
62
64
65
67
69
71
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian,
serta sistematika penulisan skripsi.
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri.
Artinya manusia membutuhkan bantuan orang lain dalam segala aspek
kehidupannya. Sebagai makhluk sosial, manusia dididik untuk mematuhi
serangkaian peraturan dan norma dalam menjalani hidupnya. Salah satu hal yang
selalu diajarkan sejak kecil kepada kebanyakan orang adalah kebiasaan untuk
menolong orang lain. Perilaku menolong orang lain tersebut biasa disebut perilaku
“altruisme”.
Menurut Sears (1994), perilaku altruisme adalah tindakan sukarela yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain
tanpa mengharapkan imbalan apapun (kecuali perasaan telah melakukan
kebaikan).
Dapat dilihat tingkah laku altruisme terhitung cukup banyak seperti
bekerja keras, menjual kue, mengadakan konser mengumpulkan uang yang
bertujuan untuk disumbangkan kepada orang-orang kelaparan dan menolong
anak-anak yang menderita keterbelakangan mental dan ada pula remaja yang
mengambil dan merawat kucing yang terluka (Santrock, 2007).
1
2
Perilaku altruisme juga sering kali kita temukan di kalangan remaja. Ada
beberapa fenomena yang terjadi di Indonesia seperti yang diberitakan pada Suara
Harian Merdeka yaitu aksi heroik tiga bocah yang telah menggagalkan upaya
pemerkosaan terhadap anak di hutan Tapos, Bogor (Suara Merdeka.com, 2013).
Fenomena lain masalah perilaku altruisme adalah penggalangan dana untuk
korban bencana banjir bandang di Wasior, Papua Barat. Ratusan siswa SMAN 6
Madiun, Jawa Timur, menggalang dana atas kejadian bencana tersebut (Antara,
2010)
Namun seiring dengan kemajuan teknologi dan komunikasi pada saat ini
semakin banyak individu mementingkan dirinya sendiri dan berkurangnya rasa
tolong menolong antar sesama. Semakin berkembangnya aktivitas pada setiap
orang, maka akan semakin sibuk dengan urusannya sendiri, yang memunculkan
sifat atau sikap individualisme yang menjadi ciri manusia modern.
Adanya sikap individualistik juga berakibat pada semakin tingginya
pertimbangan untung rugi dalam setiap perbuatan yang akan dilakukan, termasuk
juga perilaku menolong orang lain (Linch & Cohen dalam Sears, 1994), Jika
individu cenderung berpikir demi kepentingan sendiri tanpa memperdulikan
kepentingan orang lain (individualistik), maka hal itu akan mendorong munculnya
perilaku tidak peduli terhadap orang lain, baik dalam keadaan senang atau susah
bahkan dalam situasi kritis sekalipun. Akibatnya seseorang lebih memilih apatis,
pasif atau pura-pura tidak tahu ketika menjumpai situasi yang membutuhkan
pertolongan sebagai reaksi yang dilakukan agar terbebas dari resiko dan tanggung
jawab jika menolong dengan segera.
3
Fenomena semakin berkurangnya perilaku altruisme terjadi pada kakak
beradik yang yang tewas dalam kecelakaan kendaraan di Trase Kering Kanal
Banjir Timur (KBT), Cakung Utara, Jakarta Timur yang menjadi tontonan warga.
Jasad dibiarkan tergeletak di lokasi kejadian hingga tiga jam (Kuwado, 2012).
Fenomena berkurangnya perilaku altruisme juga terjadi di negara lain,
misalnya di New Delhi, dimana mahasiswi india berusia 23 tahun tewas dirumah
sakit dua minggu setelah diperkosa di sebuah bis di New Delhi. Orang-orang yang
berjalan membiarkan mahasiswi india yang diperkosa tanpa busana dan berdarahdarah di jalan sampai sekita satu jam (Radio Australia, 2013). Fenomena yang lain
terjadi di Negeri Tirai Bambu China, dimana Yueyue gadis berusia 2 tahun
ditabrak mobil dari arah berlawanan. Pengemudi yang menabraknya kabur dan 18
orang yang melintasi Yueyue lewat begitu saja dan hanya ada seorang wanita tua
yang menolongnya. Yueyue dirawat intensif di rumah sakit, tetapi akhirnya
meninggal dunia (Zonacoppaser, 2011)
Dapat dilihat dari fenomena-fenomena di atas menunjukkan melemahnya
perilaku altuisme dalam kehidupan masyarakat. Perilaku altruisme diharapkan ada
pada setiap diri remaja yang merupakan generasi penerus bangsa. Pada usia
remaja ini diharapkan seseorang mampu mengembangkan pribadinya sesuai
dengan nilai etika dan moral dalam bentuk perilaku altruisme. Perilaku altruisme
adalah perilaku yang menguntungkan orang lain dan memberi manfaat bagi orang
orang yang ditolong. Perilaku altruisme mengacu pada tindakan sukarela yang
dilakukan untuk kepentingan orang lain seperti berbagi, menyumbang, merawat,
menghibur dan membantu (Batson dalam Caprara et.al., 2011).
4
Secara rinci perilaku altruisme ditentukan oleh beberapa faktor, kita harus
melihat berbagai faktor yang dapat diasumsikan memberi pengaruh terhadap
munculnya perilaku altruisme. Diantara faktor yang mempengaruhi altruisme
dalam Sears (1994) adalah faktor perasaan dalam diri seseorang (emosi).
Penelitian yang berkaitan dengan altruisme antara lain penelitian dari Hoffman
membuktikan bahwa empati meningkatkan perilaku menolong orang lain (Sears,
1994). Enright and Educational Psychology Study Group (1989), telah melakukan
penelitian mengenai altruisme dan ditemukan bahwa kondisi yang melibatkan
altruisme adalah empati atau simpati terhadap orang lain yang membutuhkan, atau
adanya hubungan yang dekat antara si pemberi dan si penerima (Santrock, 2007).
Lebih lanjut mengenai kemampuan mengelola emosi, menurut Hurlock
(1990), individu yang dikatakan matang emosinya yaitu dapat melakukan kontrol
diri yang bisa diterima secara sosial. Individu yang emosinya matang mampu
mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat diterima secara sosial atau
membebaskan diri dari energi fisik dan mental yang tertahan dengan cara yang
dapat diterima secara sosial.
Smitson (dalam Katkovsky & Gorlow, 1976) mengatakan, kematangan
emosi adalah suatu proses dimana kepribadian secara terus menerus berusaha
mencapai keadaan emosi yang sehat baik secara intrafisik maupun secara
interpersonal. Kematangan emosi memiliki beberapa karakteristik. karakteristik
kematangan emosi menurut Smitson (dalam Katkovsky & Gorlow, 1976) terbagi
menjadi tujuh karakteristik yaitu: kemandirian, mampu menerima kenyataan,
5
mampu beradaptasi, mampu merespon dengan tepat, kapasitas untuk seimbang,
mampu berempati, dan mampu menguasai amarah.
Kematangan emosi bagi mahasiswa merupakan unsur yang penting karena
individu yang emosinya matang mampu mengontrol ekspresi emosinya yang tidak
dapat diterima secara sosial atau membebaskan diri dari energi fisik dan mental
yang tertahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial. Adapun dukungan
emosi yang matang berpengaruh dalam sosialisasi dengan orang lain yang
ditunjukkan dengan adanya perilaku menerima dan mengerti orang lain atau
kelompok lain.
Perkembangan perilaku menolong dipengaruhi oleh banyak faktor selain
empati. Salah satunya adalah faktor keluarga. Pola asuh orang tua memiliki
pengaruh yang amat besar dalam membentuk kepribadian anak yang tangguh
sehingga anak berkembang menjadi pribadi yang percaya diri, berinisiatif,
berambisi, beremosi stabil, bertanggung jawab, mampu menjalin hubungan
interpersonal yang positif, dan berprilaku altruisme. Sedangkan pola asuh yang
menerapkan disiplin dan sistem hukuman yang berlebihan, yang tidak berusaha
berkomunikasi, memberikan penjelasan, pengertian, dan menerapkan peraturanperaturan yang konsisten, dan yang secara keterlaluan memarahi anak-anak
cenderung menghalangi perkembangan perilaku prososial anak (Hastings, ZahnWaxler, Robinson, Usher & Bridge, 2000).
Tingkah laku sosial (altruisme) sebagai bentuk tingkah laku yang
menguntungkan orang lain tidak terlepas dari peranan pola asuh di dalam
keluarga. Pola asuh yang bersifar otoritatif secara signifikan memfasilitasi adanya
6
kecenderungan anak untuk tumbuh menjadi seorang yang mau menolong, yaitu
melalui peran orang tua dalam menetapkan standar-standar ataupun contoh-contoh
tingkah laku menolong (Bern dalam Sarlito, 2009)
Pola asuh orang tua yang otoritatif juga turut mendukung terbentuknya
internal locus of control yang merupakan salah satu sifat dari kepribadian
altruistik (Baron, Byrne, & Branscombe dalam Sarlito 2009), yaitu orang yang
suka menolong memiliki locus of control internal lebih tinggi dibandingkan
dengan orang yang tidak suka menolong.
Selain faktor di atas peneliti juga ingin mengetahui apakah jenis kelamin
(demografi) juga berperan terhadap perilaku altruisme. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Zimmer-Gembeck, et.al, (2005) ditemukan bahwa kecenderungan
untuk menolong pada anak remaja lebih besar pada remaja perempuan
dibandingkan dengan remaja laki-laki (Sarlito, 2009), dari penelitian tersebut
peneliti akan memasukkan jenis kelamin sebagai faktor demografi untuk
pengetahui apakan jenis kelamin berpengaruh terhadap altruisme.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai
fenomena altruisme pada mahasiswa, karena sebagian orang ada yang
memberikan bantuan kepada orang lain, tetapi dilain pihak ada juga orang yang
sangat tidak peduli pada kesusahan orang lain. Penelitian ini dilakukan dengan
tujuan untuk mendapat pemahaman yang lebih jelas apakah ada pengaruh pola
asuh orang tua dan kematangan emosi terhadap altruisme.
7
Pernyataan ini perlu dibuktikan lebih lanjut dalam suatu penelitian ilmiah,
yang akan dituangkan dalam tulisan dengan judu: “Pengaruh Kematangan Emosi
dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Altruisme Pada Mahasiswa UIN Jakarta”.
1.2. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah
1.2.1. Batasan Masalah
Agar penelitian ini tidak menyimpang dari sasaran yang dikehendaki dan supaya
lebih fokus dan terarah, maka peneliti membatasi hanya pada variabel yang akan
diteliti yaitu: altruisme, kematangan emosi, pola asuh orang tua dan jenis kelamin.
Adapun pembatasan masalahnya, yaitu:
a.
Altruisme yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada hasrat untuk
menolong orang lain tanpa memikirkan kepentingan diri sendiri dan salah
satu tindakan dengan alasan kesejahteraan orang lain tanpa ada kesadaran
akan timbal balik (Myers, 2003).
b.
Kematangan emosi
yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada
mampu mengatur kondisi emosionalnya dalam menghadapi keadaan sekitar
maupun dirinya sendiri dan tidak lagi menampilkan pola emosional anakanak, yang ditandai dengan karakteristik yaitu: kemandirian, mampu
menerima kenyataan, mampu beradaptasi, mampu merespon dengan tepat,
kapasitas untuk seimbang, mampu berempati, dan mampu menguasai amarah
(Smitson dalam Katkovsky & Gorlow, 1976)
c.
Kemandirian dalam penelitian ini mengacu pada kemampuan memutuskan
apa yang dikehendaki dan bertanggung jawab terhadap keputusan tersebut.
8
d.
Kemampuan
menerima kenyataan dalam penelitian ini mengacu pada
kemampuan menghadapi kenyataan dan secara efektif menembangkan pola
tingkah laku dan pola hubungan dengan orang lain.
e.
Kemampuan beradaptasi dalam penelitian ini mengacu pada kemampuan
berhubungan dengan orang lain atau situasi tertentu secara produktif.
f.
Kemampuan menguasai amarah dalam penelitian ini mengacu pada
kemampuan dalam mengendalikan emosi.
g.
Pola asuh orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada sikap
orang tua terhadap anak dengan mengembangkan aturan-aturan dan kasih
sayang kepada anak. Dengan tiga tipe pengasuhan yang dikaitkan dengan
aspek-aspek yang berbeda dalam perilaku sosial anak: otoriter, otoritatif,
permisif (Baumrind dalam Santrock, 2002)
h.
Pola asuh otoriter yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada sikap
orang tua yang membatasi dan menghukum yang menuntut anak untuk
mengikuti perintah-perintah orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha.
i. Pola asuh otoritatif yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada sikap
orang tua yang mendorong anak-anak agar mandiri tetapi masih menerapkan
batasan pada tindakan mereka.
j. Pola asuh permisif yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada sikap
orang tua yang menghargai ekspresi diri dan pengaturan diri, hangat jarang
menghukum, tidak mengontrol dan tidak menghukum.
k. Jenis kelamin
9
1.2.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Apakah ada pengaruh kematangan emosi (kemandirian, mampu menerima
kenyataan, mampu beradaptasi, mampu merespon dengan tepat, dan mampu
menguasai amarah) dan pola asuh orang tua terhadap altruisme pada
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
2. Apakah ada pengaruh kemandirian terhadap altruisme pada mahasiswa UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta?
3. Apakah ada pengaruh kemampuan menerima kenyataan terhadap altruisme
pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
4. Apakah ada pengaruh kemampuan beradaptasi terhadap altruisme pada
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
5. Apakah ada pengaruh kemampuan menguasai amarah terhadap altruisme
pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
6. Apakah ada pengaruh pola asuh otoriter orang tua terhadap altruisme pada
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
7. Apakah ada pengaruh pola asuh otoritatiforang tua terhadap altruisme pada
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
8. Apakah ada pengaruh pola asuh permisif orang tua terhadap altruisme pada
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
9. Apakah ada pengaruh jenis kelamin terhadap altruisme pada mahasiswa UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
10
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji, mengetahui dan menjelaskan
pengaruh kematangan emosi dan karakteristiknya (kemandirian, mampu
menerima kenyataan, mampu beradaptasi, mampu merespon dengan tepat,
kapasitas untuk seimbang, mampu berempati, dan mampu mengendalikan emosi),
pola asuh orang tua dan aspek-aspeknya (pola asuh otoriter, pola asuh otoritatif,
dan pola asuh permisif) dan jenis kelamin terhadap altruime pada mahasiswa UIN
Jakarta.
1.3.2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana keilmuan psikologi,
khususnya psikologi sosial dan psikologi klinis mengenai pengaruh
kematangan emosi dan pola asuh orang tua terhadap perilaku altruisme.
Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi sebagai penelitian
selanjutnya.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, penulis berharap hasil penelitian ini dapat membantu
menerangkan apa yang menyebabkan mahasiswa/i UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta berprilaku altruisme.
11
1.4. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam bab ini yaitu:
BAB 1: Pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah, batasan dan
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB 2:
Kajian Pustaka: pada bagian kedua merupakan kajian pustaka dari
penulis yang berisi tentang teori-teori dari penelitian ini, diantaranya teori tentang
altruisme yang terdiri dari pengertian dan penjelasannya. Selain itu juga teori
tentang pola asuh orang tua dan kematangan emosi.
BAB 3: Metodelogi Penelitian: pada bagian ini penulis juga membagi kedalam
beberapa bagian, diantaranya pendekatan penelitian, metode pengumpulan data,
subjek penelitian yang terbagi menjadi karakteristik dan jumlah subjek penelitian,
banyaknya alat bantu pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, dan terakhir
adalah analisis data.
BAB 4: Hasil Penelitian: dalam bab ini penulis akan menjelaskan hasil penelitian
pada saat penulis di lapangan yaitu: gambaran umum subjek penelitian dan uji
hipotesis penelitian.
BAB 5: Penutup. Dalam bab ini diuraikan tentang kesimpulan dari hasil
penelitian, diskusi, dan saran yang terdiri dari saran teoriti dan juga saran praktis.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori dan hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku altruisme, pola asuh dan kematangan emosi. Bab ini terdiri dari 5
subbab. Subbab pertama adalah membahas tentang altruisme, subbab kedua
membahas tentang kematangan emosi, subbab ketiga membahas tentang pola asuh
orang tua, subbab keempat membahas tentang kerangka berpikir dan subbab
kelima mengenai hipotesis penelitian.
2.1. Altruisme
2.1.1. Pengertian Altruisme
Istilah altruisme kadang-kadang digunakan secara bergantian dengan tingkah laku
prososial. Altruisme adalah keadaan motivasional seseorang yang bertujuan
meningkatkan kesejahteraan orang lain (Batson, 1991). Sementara itu Sears
(1994) menyebutkan altruisme adalah tindakan suka rela untuk menolong orang
lain tanpa mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun atau disebut juga tindakan
tanpa pamrih.
Menurut Eisenberg and wang, (dalam Santrock, 2007), altruisme adalah
ketertarikan yang tidak egois dalam membantu orang lain. Myers (2003)
mendefinisikan altruisme sebagai hasrat untuk menolong orang lain tanpa
memikirkan kepentingan diri sendiri dan salah satu tindakan prososial dengan
alasan kesejahteraan orang lain tanpa ada kesadaran akan timbal balik (imbalan).
12
13
Namun altruisme yang sejati adalah kepedulian yang tidak mementingkan diri
sendiri melainkan untuk kebaikan orang lain (Baron & Byrne, 2005).
Altruisme adalah tindakan sukarela untuk membantu orang lain tanpa
pamrih, atau sekedar ingin beramal baik (Schroeder, Panner, Dovidio, & Piliavin
dalam Taylor, 2009).
Bersadarkan definisi di atas, peneliti menyimpulkan bahwa altruisme
adalah suatu tindakan kepedulian dan sukarela menolong orang lain tanpa
mengharapkan imbalan apapun dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
orang lain.
2.1.2. Teori Altruisme
Tiga teori menurut Myers (2003) yang dapat menjelaskan tentang motivasi
seseorang melakukan tingkah laku altruisme adalah sebagai berikut:
1. Social-exchange
Pada teori ini, tindakan menolong dapat di jelaskan dengan adanya pertukaran
sosial-timbal balik (imbalan-reward). Altruisme menjelaskan bahwa imbalanreward yang memotivasi adalah inner-reward (distress). Contohnya adalah
kepuasan untuk menolong atau keadaan yang menyulitkan (rasa bersalah)
untuk menolong.
2. Social Norm
Alasan menolong orang lain salah satunya karena didasari oleh "sesuatu"
yang mengatakan pada kita untuk "harus" menolong. "Sesuatu" tersebut
14
adalah norma sosial. Pada altruisme, norma sosial tersebut dapat dijelaskan
denganadanya social responsibility (tanggung jawab sosial). Adanya
tanggung jawab sosial, dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan
menolongkarena dibutuhkan dan tanpa mengharapkan imbalan di masa yang
akan datang.
3. Evolutionary Psychology
Pada teori ini, di jelaskan bahwa pokok dari kehidupan adalah
mempertahankan keturunan. Tingkah laku altruisme dapat muncul (dengan
mudah) apabila "orang lain" yang akan disejahterakan merupakan orang yang
sama (satu karakteristik) seperti satu gen, satu suku, satu agama, satu gender,
satu negara, perasaan senasib dan Iain-Iain.
Dari penjelasan diatas, Myers (2003) menyimpulkan altruisme akan dengan
mudah terjadi dengan adanya :
1. Social Responsibility, seseorang merasa memiliki tanggung jawab sosial
dengan yang terjadi di sekitamya.
2. Distress-inner reward, kepuasan pribadi-tanpa ada faktor eksternal.
3. Kin Selection, ada salah satu karakteristik dari korban yang hampir sama.
2.1.3. Karakteristik Altruisme
Karakteristik individu yang memiliki kecenderungan altruis menurut Bierhoff,
Klein, and Kramp (dalam Baron & Byrne, 2005) antara lain adalah sebagai
berikut:
15
1. Empati
Mereka yang menolong ditemukan mempunyai empati lebih tinggi dari pada
mereka yang tidak menolong. Seseorang yang paling altruis merasa diri
mereka bertanggung jawab, bersosialisasi, menenangkan, toleran, memiliki
self-control, dan termotivasi membuat kesan baik.
2. Mempercayai dunia yang adil
Karakteristik dari tingkah laku altruistik adalah percaya pada "a just world",
maksudnya adalah orang yang altruis percaya bahwa dunia adalah tempat
yang adil dan percaya tingkah laku yang baik diberi imbalan tingkah laku
yang buruk mendapat hukuman. Dengan kepercayaan tersebut, mengarah
pada kesimpulan bahwa menolong orang yang membutuhkan adalah hal yang
tepat untuk dilakukan dan adanya pengharapan bahwa orang yang menolong
akan mendapat keuntungan dari melakukan sesuatu yang baik.
3. Tanggung jawab sosial
Mereka mengekspresikan kepercayaan bahwa setiap orang bertanggung
jawab untuk melakukan yang terbaik untuk menolong orang yang
membutuhkan,
sehingga
ketika
ada
seseorang
yang
membutuhkan
pertolongan, orang tersebut harus menolongnya.
4. Locus Of Control internal
Hal ini merupakan kepercayaan individual bahwa dia dapat memilih untuk
bertingkah laku dengan cara yang memaksimalkan hasil akhir yang baik dan
meminimalkan hasil yang buruk.
5. Egosentrisme rendah
16
Seorang yang altruis memiliki keegoisan yang rendah. Dia mementingkan
kepentingan lain terlebih dahulu dibandingkan kepentingan dirinya, self
absorbed, dan kompetrtif.
Cohen (dalam Nashori, 2008) mengungkapkan ada tiga ciri altruisme, yaitu:
1. Empati
Empati adalah kemampuan untuk merasakan perasaan yang dialami orang
lain.
2. Keinginan memberi
Keinginan memberi maksudnya adalah maksud hati untuk memenuhi
kebutuhan orang lain.
3. Sukarela
Sukarela adalah apa yang diberikan itu semata-mata untuk orang lain, tidak
ada keinginan untuk memperoleh imbalan.
Dari kedua karakteristik altruisme di atas, peneliti memilih karaktristik
yang dikemukakan oleh Bierhoff, Klein, and Kramp (dalam Baron & Byrne,
2005), yaitu empati, mempercayai dunia yang adil, tanggung jawab sosial, locus
of control internal, dan egsentrisme yang rendah. Karena dibandingkan dengan
karakteristik menurut Cohen (dalam Nashori, 2008) karakteristik menurut
Bierhoff, Klein, and Kramp (dalam Baron & Byrne, 2005) lebih detail dalam
menjelaskan karakteristik altruisme.
17
2.1.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aitruisme
Menurut Sears (1994), altruisme dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik
1. Faktor Intrinsik
a. Perasaan dalam diri seseorang dapat mempengaruhi altruisme karena
sudah dapat merasakan manfaat dari menolong itu sendiri.
b. Faktor sifat, bahwasannya seseorang menolong orang lain tanpa
mengharapkan imbalan sama sekali, kemungkinan karena adanya sifat
yang sudah tertanam dalam kepribadian seseorang.
2. Faktor Ekstrinsik
a. Bystender, adanya orang lain yang kebetulan berada bersama kita di
tempat kejadian. Jadi, semakin banyak orang lain, semakin kecil
kecenderungan orang untuk menolong. Sebaliknya orang yang sendirian
cenderung lebih bersedia untuk menolong.
b. Menolong jika orang lain menolon. Hal tersebut sesuai dengan prinsip
timbal balik dalam teori norma sosial, adanya seseorang yang sedang
menolong orang lain akan memicu yang lain untuk ikut menolong juga.
c. Desakan waktu, biasanya orang yang sedang sibuk lebih sulit
meluangkan waktunya untuk menolong orang lain di bandingkan orang
yang memiliki waktu luang.
d. Kemampuan yang dimiliki, jika seseorang merasa mampu maka ia akan
cenderung menolong, dan sebaliknya jika ia merasa tidak mampu, maka
ia tidak akan menolong.
18
Latane & Darley (Baron & Byrne,2005) menemukan lima langkah penting, yang
dapat menimbulkan altruis atau tindakan berdiam diri saja, langkah-langkat
tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Menyadari adanya keadaan darurat, atau tahap perhatian. Untuk sampai pada
tahap perhatian terkadang sering terganggu dengan adanya hal-hal lain seperti
kesibukan, ketergesahan, mendesaknya kepentingan lain dan sebagainya.
2.
Menginterpretasi
keadaan
sebagai
keadaan
darurat.
Bila
pemerhati
menginterpretasi suatu kejadian sebagai suatu yang membuat orang
membutuhkan pertolongan, maka kemungkinan besar akan diinterpretasikan
sebagai korban yang perlu pertolongan.
3.
Mengasumsikan bahwa adalah tanggung jawabnya untuk menolong. Ketika
individu memberi perhatian kepada beberapa kejadian eksternal dan
menginterpretasikannya sebagai suatu darurat, perilaku prososial akan
dilakukan hanya jika orang tersebut mengambil tanggung jawab untuk
menolong.
4.
Mengetahui apa yang harus dilakukan. Bahkan individu yang sudah
mengasusmsikan adanya tanggung jawab, tidak ada hal yang berarti yang
dapat dilakukan kecuali orang tersebut tahu bagaimana ia dapat menolong.
5.
Mengambil keputusan untuk menolong. Meskipun sudah sampai pada tahap
dimana individu merasa bertanggung jawab member pertolongan pada
korban, masih ada kemungkinan ia memutuskan untuk tidak memberi
pertolongan. Berbagai
kekhawatiran bisa timbul
yang menghambat
terlaksananya pemberian pertolongan. Pertolongan pada tahap akhir ini dapat
19
dihambat oleh rasa takut (seringkali rasa takut yang realistis) terhadap adanya
konsekuensi negatif yang potensial.
2.1.5. Aspek Jenis Kelamin
Peranan jenis kelamin terhadap kecenderungan seseorang untuk menolong sangat
bergantung pada situasi dan bentuk pertolongan yang dibutuhkan. Laki-laki
cenderung lebih mau terlibat dalam aktivitas menolong pada situasi darurat yang
membahayakan, misalnya menolong seseorang dalam kebakaran. Hal ini
tampaknya terkait dengan peran tradisional laki-laki, yaitu laki-laki dipandang
lebih kuat dan lebih mempunyai keterampilan untuk melindungi diri. Sementara
perempuan, lebih tampil menolong pada situasi yang bersifat memberi dukungan
emosi, merawat, dan mengasuh (Deaux, Dane, & Wrightsman dalam Sarlito 2009)
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Zimmer-Gembeck, dkk, (2005)
ditemukan bahwa kecenderungan untuk menolong pada anak remaja lebih besar
pada remaja perempuan dibandingkan dengan remaja laki-laki (Sarlito, 2009)
Sedangkan Golberg (1995) mengungkapkan berdasarkan pengamatan
terhadap lebih dari 6300 orang pejalan kakidi Boston dan Canbridge, Amerika
Serikat, ternyata 1,6% menyumbang kepada peminta-minta jalanan. Di antara para
penyumbang itu laki-laki lebih banyak dari pada perempuan (dalam Sarlito,
2002).
Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui hubungan jenis kelamin
terhadap perilaku altruisme.
20
2.1.6. Pengukuran Altruisme
Dari hasil membaca literatur tentang penelitian mengenai altruisme, peneliti
memperoleh instrumen untuk mengukur altruisme, yaitu:
1. Self-Report Altruism Scale (SRA) oleh Rutston, Chisjohn dan Fakken (1981).
SRA merupakan alat ukur yang paling popular dan selalu digunakan untuk
mengukur altruisme. SRA oleh Rutston, Chisjohn and Fakken (1981) didisain
berdasarkan teori Myers (2003) terdiri atas 20 item dan mengukur altruisme
dengan 5 aspek yaitu: peduli,penolong,perhatian kepada orang lain,penuh
perasaan, rela berkorban.
2. Self-Report Altruism Scale (SRA) oleh Rutston, Chisjohn dan Fakken (1981)
dan di adaptasi dan telah dimodifikasi oleh Krueger, Hicks and McGue
(2001) menjadi 45 item yang terdiri atas 4 konten klasifikasi yaitu terhadap
teman, kenalan, orang asing dan organisasi.
Altruisme dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Self-Report
Altruism Scale (SRA) yang dikembngkan oleh Rutston, Chisjohn and Fakken
(1981). Alat ukur ini diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia dan terdiri atas 20
item. Peneliti memilih alat ukur ini dengan alasan alat ukur tersebut merupakan
alat ukur altruisme yang paling sering digunakan.
2.2. Kematangan Emosi
2.2.1. Pengertian Kematangan Emosi
Smitson (dalam Katkovsky & Gorlow, 1976) mendefinisikan kematangan emosi
sebagai suatu proses dimana kepribadian secara berkesinambungan berupaya
21
mencapai kematangan emosi yang sehat serta lebih besar baik secara intrafisik
maupun interpersonal.
Kematangan emosi dapat dikatakan sebagai suatu kondisi perasaan atau
reaksi perasaan yang stabil terhadap suatu objek permasalahan sehingga untuk
mengambil suatu keputusan atau bertingkah laku didasari dengan suatu
pertimbangan dan tidak mudah berubah-ubah dari satu suasana hati ke dalam
suasana hati yang lain (Hurlock, 2000).
Meskipun demikian menurut Chaplin (2006) emotional maturity
(kematangan emosional) satu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan
dari perkembangan emosional dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi
menampilkan pola emosional yang pantas bagi anak-anak.
Dari berbagai definisi mengenai kematangan emosi, maka penulis
menyimpulkan bahwa kematangan emosi adalah dimana seseorang dikatakan
mampu mengatur kondisi emosionalnya dalam menghadapi keadaan sekitar
maupun dirinya sendiri dan tidak lagi menampilkan pola emosional anak-anak.
2.2.2. Aspek-aspek Kematangan Emosi
Aspek-aspek kematangan emosi menurut Overstreet (dalam Puspitasari &
Nuryoto, 2002) dibagi menjadi enam yaitu:
1. Sikap untuk belajar
Bersikap terbuka untuk menambah pengetahuan dari pengalaman hidupnya,
dalam artian individu yang matang mampu mengambil pelajaran dari
22
pengalaman hidupnya, sehingga memungkinkan individu untuk menjadi
matang dalam menyikapi, memahami dan menilai kehidupan ini.
2. Memiliki rasa tanggung jawab
Memilki rasa tanggung jawab untuk mengambil keputusan atau melakukan
suatu tindakan dan berani untuk menanggung resikonya. Individu yang
matang tidak menggantungkan hidup sepenuhnya kepada individu lain karena
individu yang matang tahu bahwa setiap orang bertanggung jawab atas
kehidupannya sendiri-sendiri. Hal ini berarti individu tetap meminta saran
atau meniru tingkahlaku yang baik dari lingkungannya.
3. Memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan efektif
Adanya kemampuan untuk mengatakan apa yang hendak dikemukakan dan
mampu mengatakannya dengan percaya diri, tepat dan peka akan situasi.
Bower and Bower (dalam Puspitasari & Nuryoto, 2002) menyebut hal ini
sebagai perilaku asertif, yaitu kemampuan untuk mengekspresikan perasaan,
memilih apa yang akan dilakukan, mengemukakan pendapat, meningkatkan
penghargaan pada diri, membantu diri sendiri untuk meningkatkan
kepercayaan diri, dapat menyatakan ketidaksetujuan, mengemukakan rencana
untuk mengubah perilaku kita sendiri dan mampu mengatakan pada orang
lain untuk mengubah perilaku buruk mereka.
4. Memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan sosial
Individu yang matang mampu melihat kebutuhan individu yang lain dan
memberikan potensi dirinya; dapat jadi berbentuk uang, waktu ataupun
tenaga untuk dibagi dengan individu lain yang membutuhkannya. Hal ini
23
dikarenakan individu yang matang mampu menunjukkan ekspresi cintanya
kepada individu lain. Individu ini juga mampu menerima cinta dari individu
lain sedangkan individu yang tidak matang ditandai dengan adanya keinginan
untuk menerima, tetapi tidak ingin memberi.
5. Beralih dari egosentrisme ke sosiosentrisme
Individu yang matang mampu melihat dirinya sebagai bagian dari kelompok
individu dan mampu bertindak terhadap individu lain seperti harapannya
terhadap individu lain untuk bertindak terhadap dirinya. Dengan demikian
individu mengembangkan hubungan afeksi, saling mendukung dan bekerja
sama, untuk itu diperlukan adanya empati sehingga dapat memahami
perasaan individu lain. Individu yang memiliki kematangan emosi akan
memiliki rasa aman secara emosi karena dapat menikmati kelebihan dirinya
denga n cara membagi dengan individu lain yang membutuhkan.
6. Falsafah hidup yang terintegrasi
Hal ini berhubungan dengan cara berpikir individu yang matang bersifat
menyeluruh yaitu memperhatikan arti fakta- fakta tertentu secara tersendiri
dan menggabungkannya untuk melihat arti keseluruhan yang muncul. Dengan
demikian, tindakan saling dan rencana masa depannya dibuat dengan
berbagai pertimbangan, didasarkan pada penilaian yang objektif dan terlepas
dari prasangka. Dengan hidup yang terintegrasi, individu akan mengerjakan
segala sesuatu karena dorongan suara hati dan kesadaran diri bukan karena
orang lain sehingga akan melakukan sesuatu itu dengan sungguh-sungguh.
24
2.2.3. Karakteristik kematangan Emosi
Smitson seperti dikutip Katskovsky, W and Garlow, L (1976) mengemukakan
tujuh karakteristik kematangan emosi.
a. Berkembang kearah kemandirian (toward independent)
Kemandirian merupakan kapasitas seseorang untuk mengatur kehidupannya
sendiri, individu lahir kedunia dalam keadaan tergantung pada orang lain
namun
dalam
perkembangannya
mereka
belajar
untuk
mandiri
danmengendalikan dorongan yang bersifat pleasure-oriented artinya mereka
mampu memutuskan apa yang dikehendaki dan bertanggung jawab terhadap
keputusan tersebut.
b. Mampu menerima kenyataan (ability to accept reality)
Seorang yang matang bisa menerima kenyataan hidup baik yang positif
maupun negatif tidak menyangkal atau lari darinya.la menggunakan apa yang
ada pada dirinya untuk menghadapi kenyataan tersebut dan secara efektif
mengembangkan pola tingkah laku dan pola hubungan dengan orang lain.
c. Mampu beradaptasi (adaptability)
Menurut Smitson (1976) aspek ini merupakan yang terpenting dalam
kematangan emosi orang yang matang emosinya mampu beradaptasi dan
menerima beragam karakteristik orang serta mampu menghadapi situasi
apapun maksudnya, ia dapat dengan fleksibel berhubungan dengan orang atau
situasi tertentu secara produktif. Namun bagi mereka yang tidak matang lebih
kaku (rigid), mudah menjatuhkan penilaian (judgmental), defensif dan
penolak (rejecting).Keadaan ini dapat disebabkan karena mereka terlalu sibuk
25
dengan diri sendiri atau adanya konflik internal maupun eksternal yang
berkepanjangan.
d. Mampu merespon dengan tepat (readiness to responed)
Individu yang matang emosinya memliki kepekaanuntuk berespon terhadap
kebutuhan emosi orang lain, baik yang diekspresikan maupun yang tidak di
ekspresikan. Hal ini melibatkan kesadaran bahwa setiap individu unik,
memiliki hak dan perasaan.
e. Kapasitas untuk seimbang (capacity to balance)
Seseorang yang kurang matang memandang segala sesuatu dengan
pertimbangan apa yang akan ia dapatkan dari situasi atau orang, sedangkan
pada individu yang matang emosinya mereka akan menyeimbangkan
pemenuhan kebutuhan sendiri dan orang lain. Mereka mempertimbangkan
pula hal-hal apa yang mampu mereka berikan orang yang tingkat kematangan
emosi cukup tinggi menyadari bahwa sebagai makhluk sosial ia memiliki
ketergantungan pada orang lain.
f. Mampu berempati (empatic understanding)
Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain
dan memahami apa yang mereka pikir atau rasakan. Dengan kemampuan ini,
individu tidak hanya mengetahui apa yang dirasakan orang lain tetapi juga
memakami hal-hal dibalik munculnya pperasaan tersebut. Empati dapat
dikembangkan jika individu tidak lagi perhatian pada diri sendiri.
26
g. Mampu menguasai amarah (controlling anger)
Menerima rasa marah serta kesadaran akan adanya perasaan-perasaan lain
yang mendasari kemarahan tersebut akan membantu mengetahui rasa marah
dan menyalurkannya dengan cara yang konstruktif individu yang matang
emosinya dapat mengetahui hal-hal apa saja yang dapat membuatnya marah
maka ia dapat mengendalikan perasaan marahnya.
Sedangkan Hurlock (1980) mengemukakan tiga karakteristik dari kematangan
emosi, antara lain:
1. Kontrol emosi
Individu tidak meledakkan emosinya dihadapan orang lain dan mampu
menunggu saat dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya
dengan cara-cara yang dapat diterima. Individu dapat melakukan kontrol diri
yang bisa diterima secara sosial. Individu yang emosinya matang mampu
mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat diterima secara sosial atau
membebaskan diri dari energi fisik dan mental yang tertahan dengan cara
yang dapat diterima secara sosial.
2. Pemahaman diri
Memiliki reaksi emosional yang lebih stabil, tidak berubah-ubah dari satu
suasana hati ke suasana hati yang lain. Individu mampu memahami emosi diri
sendiri, memahami hal yang sedang dirasakan, dan mengetahui penyebab dari
emosi yang dihadapi individu tersebut.
3. Penggunaan fungsi kritis mental
27
Individu mampu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi
secara emosional, kemudian memutuskan bagaimana cara bereaksi terhadap
situasi tersebut, dan individu juga tidak lagi bereaksi tanpa berfikir
sebelumnya seperti anak-anak atau individu yang tidak matang.
Dari kedua pendapat diatas tentang karakteristik kematangan emosi,
peneliti memilih menggunakan karakteristik Smitson (dalam Katkovsky &
Gorlow, 1976) dan karakteristik tersebut akan dijadikan sebagai alat ukur
kematangan emosi tetapi tidak semua karakteristik tersebut digunakan, peneliti
membuang karakteristik kapasistas untuk seimbang dan mampu berempati karena
memiliki pengertian yang sama dengan altruisme.
2.2.4. Faktor-faktor Kematangan Emosi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan emosi menurut Hurlock (1980)
antara lain:
a. Usia. Semakin bertambah usia individu, diharapkan emosinya akan lebih
matang dan individu akan lebih dapat menguasai dan mengendalikan
emosinya. Individu semakin baik dalam kemampuan memandang suatu
masalah, menyalurkan dan mengontrol emosinya secara lebih stabil dan
matang secara emosi.
b. Perubahan fisik dan kelenjar. Perubahan fisik dan kelenjar pada diri individu
akan menyebabkan terjadinya perubahan pada kematangan emosi.
c. Pola asuh orang tua. Dari pengalamannya berinteraksi didalam keluarga akan
menentukan
pula
pola
perilaku
anak
terhadap
orang
lain
dalam
28
lingkungannya. Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam keluarga adalah
pola asuh orang tua. Cara orang tua memperlakukan anak-anaknya akan
memberikan akibat yang permanen dalam kehidupan anak.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kematangan emosi ada tiga, yaitu: usia, perubahan fisik dan
kelenjar dan pola asuh orang tua.
2.2.5. Hubungan Kematangan Emosi dengan Altruisme
Emosi sangat mempengaruhi kehidupan manusia ketika dia mengambil
keputusan. Tidak jarang suatu keputusan diambil melalui emosinya. Tidak ada
sama sekali keputusan yang diambil manusia murni dari pemikiran rasionya. Jika
seseorang memperhatikan keputusan-keputusan dalam kehidupan manusia,
ternyata keputusannya lebih banyak ditentukan oleh emosi dari pada akal sehat.
Emosi yang terkendali menyebabkan seseorang mampu berpikir secara
baik, melihat persoalan secara objektif
(Walgito, 2004) Kematangan emosi
sebagai keadaan seseorang yang tidak cepat terganggu rangsang yang bersifat
emosional, baik dari dalam maupun dari luar dirinya, selain itu dengan matangnya
emosi maka individu dapat bertindak tepat dan wajar sesuai dengan situasi dan
kondisi dengan tetap mengedepankan tugas dan tanggung jawabnya, sehingga
dengan kematangan emosi yang dimilikinya, individu mampu memberikan atau
berperilaku prososial sesuai dengan yang diharapkan.
Penelitian Gusti dan Margaretha (2010) menunjukkan bahwa ada
hubungan yang positif yang sangat signifikan antara empati, kematangan emosi,
29
jenis kelamin terhadap perilaku prososial. Empati terhadap perilaku prososial rxy
= 0,884 dan p = 0,000. Kematangan emosi terhadap perilaku prososial rxy = 0,794
dan p = 0,000. Jadi dapat dikatakan semakin matang emosi seseorang semakin
tinggi pula perilaku menolong.
2.2.6. Pengukuran Kematangan Emosi
Dari hasil membaca literatur mengenai kematanga emosi, peneliti memperoleh
beberapa instrumen untuk mengukur kematangan emosi, diantaranya yaitu:
1. Emotional Maturity Scale (EMS) yang dikembangkan oleh Singh and Bhargav
(1984).
Skala
tersebut
memiliki
lima
komponen
yaitu,
ketidakstabilan,
regresiemosional, ketidakmampuan sosial, disintegrasi kepribadian dan kurangnya
kemerdekaan. Skala ini terdiri atas 10 item dalam setiap komponen kecuali untuk
komponen kurangnya kemerdekaan yang memiliki 8 item dengan menggunakan
lima poin format Likert dari “sangat sering” sampai “tidak pernah”
2. Skala Kematangan Emosi. Skala ini disusun oleh Fema Rachmawati (2013),
skala kematangan emosi ini terdiri atas 50 item. Skala ini disusunberdasarkan
ciri-ciri kematangan emosi menurut Walgito (2004), yaitu dapat menerima
keadaan diri sendiridan orang lain secara obyektif, tidak bersifat impulsive,
mampu mengontrol emosi,sabar dan penuh pengertian, dan mempunyai
tanggung jawab.
3. Skala Kematangan Emosi. Skala yang disusun oleh Dewi Pratiwi (2013) ini
terdiri atas 37 item dengan koefisien validitas bergerak dari 0,305 sampai
0,664. Reliabilitas skala kematangan emosi sebesar 0,919. Skala ini dsusun
berdasarkan ciri-ciri kematangan emosi menurut Walgito (2004), yaitu dapat
30
menerima keadaan diri sendiridan orang lain secara obyektif, tidak bersifat
impulsive, mampu mengontrol emosi,sabar dan penuh pengertian, dan
mempunyai tanggung jawab.
Dari ketiga skala kematangan emosi yang telah peneliti sampaikan di atas,
peneliti tidak menggunakan semua skala kematangan emosi di atas tersebut,
Peneliti tidak menggunakan skala kematangan emosi yang pertama yaitu
Emotional Maturity Scale yang dikembangkan oleh Singh and Bhargav (1984), karena
peneliti tidak dapat menemukan pernyataan dari Emotional Maturity Scale oleh
Singh dan Bhargav (1984). Peneliti tidak menggunakan skala yang kedua dan ketiga
karena skala kematangan emosi tersebut disusun berdasarkan ciri-ciri kematangan
emosi menurut Walgito (2004), yaitu dapat menerima keadaan diri sendiri dan
orang lain secara obyektif, tidak bersifat impulsive, mampu mengontrol emosi,
sabar dan penuh pengertian, dan mempunyai tanggung jawab, Sedangkan
kematangan emosi yang peneliti gunakan dalam penelitian ini diukur
menggunakan skala kematangan emosi yang diadaptasi dari karakteristik
kematangan emosi menurut Smitson (dalam Katkovsky & Gorlow, 1976) yaitu
kemandirian, mampu menerima kenyataan, mampu beradaptasi, mampu merespon
dengan tepat, dan mampu menguasai amarah. Karena alasan diatas maka peneliti
menyusun sendiri skala kematangan emosi berdasarkan karakteristik Smitson
(dalam Katkovsky & Gorlow, 1976) dengan menggunakan empat point skala
Likert dari “sangat setuju” sampai “ sangat tidak setuju” yang terdiri dari item
favorable dan item unfavorable.
31
2.3. Pola Asuh
2.3.1. Pengertian Pola Asuh
Pola asuh menurut Bee (2010) adalah kombinasi dari perilaku orangtua saat
mengasuh anak yang terdiri dari tingkat kontrol yang diberikan, keterbukaan
dalam
berkomunikasi, tuntutan terhadap kedewasaan dan kehangatan dalam
pengasuhan.
Menurut Darling (1999) mendefenisikan pola asuh adalah kegiatan yang
kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja
dengan sendirinya dan bersama-sama untuk mempengaruhi anak.
Sedangkan Baumrind (dalam Santrock, 2007) menjelaskan bahwa pola
asuh orang tua adalah sikap orang tua terhadap anak dengan mengembangkan
aturan-aturan dan mencurahkan kasih sayang kepada anak.
Meskipun setiap orang tua berbeda dalam mengontrol dan bersosialisasi
dengan anak-anak mereka dan sejauh mana mereka melakukannya tetapi
diasumsikan bahwa peran utama dari semua orang tua adalah untuk
mempengaruhi, mengajar, dan mengendali- kan anak-anak mereka.
Dari uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pola asuh
orang tua adalah sikap orang tua terhadap anak dengan mengembangkan aturanaturan dan kasih sayang kepada anak.
32
2.3.2. Jenis-Jenis Pola Asuh
Baumrind (dalam Santrock, 2007) menjelaskan tiga jenis pengasuhan yang
dikaitkan dengan aspek-aspek yang berbeda dalam perilaku sosial anak
diantaranya pola asuh otoriter, otoritatif, dan permisif. Adapun masing-masing
jenis pola asuh tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1. Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter ialah suatu gaya membatasi dan menghukum yang
menuntut anak untuk mengikuti perinta-perintah orang tua dan menghormati
pekerjaan dan usaha. Orang tua yang otoriter menetapkan batas-batas yang
tegas dan tidak memberi peluang yang besar kepada anak-anak untuk
berbicara (bermusyawarah). Anak-anak yang orang tuanya otoriter seringkali
cemas akan perbandingan sosial, gagal memprakarsai kegiatan, dan memiliki
ketrampilan komunikasi yang rendah. Dan di dalam suatu studi baru-baru ini,
disiplin awal yangterlalu kasar diasosiasikan dengan agresi anak (Weiss &
Other, 1992). Dimensi dalam pola asuh otoriter adalah dimensi kontrol yang
mencakup : pembatasan-pembatasan, tuntutan, keketatan, campur tangan, dan
penggunaan kekuasaan sewenang-wenang.
2. Pola asuh otoritatif
Pola asuh otoritatif ialah pola asuh yang mendorong anak-anak agar mandiri
tetapi masih menerapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan
mereka. Musyawarah verbal yang ekstensif dimungkinkan, dan orang tua
memperhatikan kehangatan serta kasih sayang kepada anak. Pengasuhan yang
33
otoritatif diasosiasikan dengan kompetensi sosial anak-anak. Anak-anak yang
memiliki orang tua yang otoritatif berkompeten secara sosial, percaya diri,
dan bertanggung jawab secara sosial. Dimensi dalam pola asuh otoritatif
adalah dimensi kehangatan yang mencakup: memperhatikan kesejahteraan
anak, cepat tanggap, bersedia meluangkan waktu dalam suatu kegiatan,
menunjukkan cinta kasih dan peka terhadap keadaan emosi anak.
3. Pola asuh permisif
Orang tua yang permisif adalah orang tua yang menghargai ekspresi diri dan
pengaturan diri. Mereka hanya membuat sedikit permintaan dan membiarkan
anak memonitor kegiatannya sendiri.Mereka sangat jarang menghukum, tidak
mengontrol dan tidak menuntut (Papalia, 2009). Menurut Maccoby and
Martin (dalam Santrock, 2007), pola asuh permisif dibagi
menjadi
dua
bentuk yaitu permissive-indifferent dan permissive-indulgent.
a. Pola asuh permissive-indifferent
Pola asuh permissive-indifferent ialah suatu gaya pengasuhan di mana
orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak, tipe pengasuhan ini
diasosiasikan dengan inkonpetensi sosial anak, khususnya kurangnya
kendali diri. Anak-anakyang orang tuanya bergaya permissive-indifferent
mengembangkan suatu perasaan bahwa aspek-aspek lain kehidupan orang
tua lebih penting daripada anak mereka.Anak-anak yang orang tuanya
bergaya
permissive-indifferent
inkompeten
secara
social,
mereka
memperlihatkan kendali diri yang buruk dan tidak membangun
kemandirian yang baik.
34
b. Pola asuh permissive-indulgent
Pola asuh permissive-indulgent, ialah suatu gaya pengasuhan di mana
orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka tetapi
menetapkan sedikit batas atau kendali terhadap mereka. Pengasuhan yang
permissive-indulgent diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak,
khususnya kurangnya kendali diri. Orang tua seperti itu membiarkan anakanak mereka melakukan apa saja yang mereka inginkan, dan akibatnya
ialah anak-anak tidak pernah belajar mengendalikan perilaku mereka
sendiri dan selalu mengharapkan kemauan mereka dituruti. Anak-anak
yang orang tuanya permissive-indulgent jarang belajar menaruh hormat
pada orang lain dan mengaiami kesulitan mengendalikan perilaku mereka.
Menurut Hurlock (1978) ada beberapa sikap orang tua yang khas dalam
mengasuh anaknya, antara lain:
1.
Melindungi secara berlebihan
Perlindungan orang tua secara berlebihan mencakup pengasuhan dan
pengendalian anak yang berlebihan.
2.
Permisivitas
Terlihat pada orang tua yang membiarkan anak berbuat sesuka hati dengan
sedikit pengendalian.
3.
Memanjakan
Permisivitas yang berlebihan memanjakan yang membuat anak egois,
menuntut dan sering tiranik.
35
4.
Penolakan
Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak atau
dengan menuntut terlalu banyak dari anak dan sikap bermusuhan yang
terbuka.
5.
Penerimaan
Penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang pada
anak, orang tua yang menerima, memperhatikan perkembangan kemampuan
anak dan memperhitungkan minat anak.
6.
Dominasi
Anak yang di dominasi salah satu atau kedua orang tua bersifat jujur, sopan
dan berhati-hati tetapi cenderung malu, patuh dan mudah dipengaruhi orang
lain, mengalah dan sangat sensitif.
7.
Tunduk pada anak
Orang tua yang tunduk pada anaknya membiarkan anak memdominasi
merekadan rumah mereka
8.
Favoritisme
Meskipun mereka berkata bahwa mereka mencintai semua anak mereka
samarata, kebanyakan orang tua mempunya favorit. Hal ini membuat mereka
lebih menuruti dan mencintai anak favoritnya dari pada anak lain dalam
keluarga.
9.
Ambisi orang tua
Hampir semua orang tua mempunyai ambisi untuk anak mereka, dan sering
kali sangat tinggi sehingga tidak realistis.Ambisi ini sering di pengarui oleh
36
ambisi orang tua yang tidak tercapai dan hasrat orang tua supaya anak mereka
naik di tangga status sosial.
Dari kedua jenis pola asuh di atas, peneliti memilih menggunakan jenis
pola asuh menurut Baumrind (dalam Santrock, 2007), yaitu pola asuh otoriter,
pola asuh otoritatif dan pola asuh permisif. Karena jenis pola asuh menurut
Baumrind (dalam Santrock, 2007) lebih mudah dipahami dan ketiga jenis pola
asuh tersebut telah mencakup semua jenis pola asuh yang biasa diterapkan oleh
orang tua.
2.3.3. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Altruisme
Banyak fakta dari hasil penelitian yang dilakukan beberapa para peneliti telah
menemukan hubungan antara pola asuh orang tua dengan altruisme. Dikatakan
oleh Staub (1978) bahwa hubungan afeksi antara anak dengan orang tua
merupakan dasar bagi perkembangan kecenderungan perilaku prososial.
Penelitian yang juga dilakukan oleh Grusec (1994), menunjukkan bahwa
ada bukti kuat jika model memperlihatkan perilaku menolong, berbagi atau
menunjukkan perharhatian kepada orang lain, maka anak akan melakukan hal
yang
sama,
karena
ada
proses
identifikasi
mandiri
(dominasi
sosial,
nonkonformitas dan bertujuan) termasuk didalamnya penggunaan perilaku
menolong yang dilakukan oleh orang tuanya.
Dari penelitian yang ada esensi hubungan antara orang tua dengan anak
sangat ditentukan oleh sikap orang tua dalam mengasuh anak, bagaimana
perasaan dan apa yang dilakukan orang tua. Hal ini bercermin pada pola asuh
37
orang tua, yakni suatu kecenderungan cara-cara yang dipilih dan dilakukan orang
tua dalam mengasuh anak. Dayaksini (1988) mengemukakan bahwa pola asuh
adalah perilaku orang tua dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberi
perlindungan, dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari. Pola asuh orang
tua memiliki memiliki pengaruh yang amat besar dalam membentuk kepribadian
anak sehingga anak berkembang menjadi pribadi yang percaya diri, berinisiatif,
bertanggung jawab dan berprilaku prososial.
2.3.4. Pengukuran Pola Asuh
Dari hasil membaca literatur tentang penelitian mengenai pola asuh, peneliti
memperoleh beberapa instrumen untuk mengukur pola asuh, diantaranya yaitu:
1. Skala Pola Asuh Anak. Skala ini disusun oleh Yuniarti (1988) untuk
mengungkap jenis pola asuh yang diterima individu dari orang tua. Skala ini
terdiri atas 74 item dengan lima alternatif jawaban pilihan ganda a-e.
2. Parenting Style Questionnaire (PSQ) Berdasarkan Robinson, C., Mandleco, B.,
Olsen, SF, and Hart, CH (1995). PSQ didesain berdasarkan pengukuran tiga
pola pengasuhan yaitu pola asuh otoriter, otoritatif dan permisif. PSQ terdiri
atas 30 item, 13 item untuk item pola asuh otoritatif, 13 item untuk pola asuh
otoriter dan 4 item untuk pola asuh permisif.
3. Parental Authority Questionnaire (PAQ) yang dikembangkan oleh Buri
(dalam Riberio, 2009). PAQ didesain berdasarkan pengukuran tiga pola
pengasuhan Baumrind
(dalam Riberio, 2009) yaitu pola asuh otoriter,
otoritatif dan permisif. PAQ terdiri atas 30 item, 10 untuk tiap item yang
berbeda dalam empat poin format Likert mulai dari “Sangat Setuju” sampai
38
“Sangat Tidak Setuju”.
Pola asuh dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Parental
Authority Questionnaire (PAQ) yang diadaptasi kedalam bahasa Indonesia dan
telah peneliti modifikasi dengan hanya menggunakan satu komponen (orang tua)
dimana dalam pengukuran asli dan sebelumnya terdapat dua komponen (pola asuh
ibu dan pola asuh ayah). Parental Authority Questionnaire (PAQ) ini digunakan
karena merupakan alat ukur pola asuh yang popular, dapat dimodifikasi dan
memungkinkan perhitungan skor total dengan mengkombinasikan seluruh item
dan didesain berdasarkan teori pola asuh yang peneliti gunakan. Peneliti tidak
menggunakan Skala Pola Asuh Anak karena sample yang digunakan dalam
penelitian ini adalah remaja bukan anak-anak. Peneliti tidak menggunakan
Parenting Style Questionnaire (PSQ) Berdasarkan Robinson, Mandleco, Olsen, and
Hart (1995) karena meskipun sama-sama didesain berdasarkan tiga pola
pengasuhan seperti PAQ, PSQ memiliki item yang kurang seimbang antar
dimensinya.
2.4. Kerangka Berfikir
Perilaku altruisme diharapkan ada pada setiap diri remaja yang merupakan
generasi penerus bangsa. Pada usia remaja ini diharapkan seseorang mampu
mengembangkan pribadinya sesuai dengan nilai etika dan moral dalam bentuk
perilaku altruisme. Baron dan Byrne (2005) menyatakan bahwa perilaku altruisme
adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus
menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang menolong dan bahkan
mungkin melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong.
39
Dalam hal ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi altruisme
diantaranya kematangan emosi dan pola asuh orang tua. Faktor pertama yang
mempengaruhi altruisme dalam Sears (1994) adalah faktor perasaan dalam diri
seseorang (emosi). Penelitian yang berkaitan dengan altruisme antara lain
penelitian dari Hoffman membuktikan bahwa empati meningkatkan perilaku
menolong orang lain (Sears, 1994).
Kematangan emosi adalah suatu proses dimana kepribadian secara terus
menerus berusaha mencapai keadaan emosi yang sehat baik secara intrafisik
maupun secara interpersonal. Kematangan emosi memiliki beberapa karakteristik.
karakteristik kematangan emosi menurut Smitson (dalam Katkovsky & Gorlow,
1976) terbagi menjadi tujuh karakteristik yaitu: kemandirian, mampu menerima
kenyataan, mampu beradaptasi, mampu merespon dengan tepat, kapasitas untuk
seimbang, mampu berempati, dan mampu menguasai amarah.
Faktor kedua yang mempengaruhi altruisme yaitu pola asuh orang tua.
Pola asuh orang tua memiliki pengaruh yang amat besar dalam membentuk
kepribadian anak yang tangguh sehingga anak berkembang menjadi pribadi yang
percaya diri, berinisiatif, berambisi, beremosi stabil, bertanggung jawab, mampu
menjalin hubungan interpersonal yang positif, dan berprilaku altruistik.
Sedangkan pola asuh yang menerapkan disiplin dan sistem hukuman yang
berlebihan, yang tidak berusaha berkomunikasi, memberikan penjelasan,
pengertian, dan menerapkan peraturan-peraturan yang konsisten, dan yang secara
keterlaluan memarahi anak-anak cenderung menghalangi perkembangan perilaku
prososial anak (Hastings, Waxler, Robinson, Usher & Bridge, 2000).
40
Selain faktor di atas peneliti juga ingin mengetahui apakah jenis kelamin
(demografi) juga berperan terhadap perilaku altruisme. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Gembeck, et. all, (2005) ditemukan bahwa kecenderungan untuk
menolong pada anak remaja lebih besar pada remaja perempuan dibandingkan
dengan remaja laki-laki (Sarlito, 2009), dari penelitian tersebut peneliti akan
memasukkan jenis kelamin sebagai faktor demografi untuk pengetahui apakan
jenis kelamin berpengaruh terhadap altruisme.
Dalam penelitian ini penulis menjelaskan tentang pengaruh kematangan
emosi dan pola asuh orang tua terhadap altruisme pada mahasiswa. Peneliti
mencoba mengembangkan teori Myers (2003) untuk Altruisme, teori Smitson
(dalam Katkovsky & Gorlow, 1976)
kematangan emosi dan teori Baumrind
(dalam Santrock, 2007) untuk pola asuh orang tua.
Penulis menyajikan kerangka teoritis untuk mempermudah memahami
permasalahan yang sedang diteliti. Perkiraan kerangka teoritis ini disajikan dalam
bentuk skema atau gambar yang menunjukkan hubungan masing-masing variabel
sebagai berikut:
41
Bagan 2.1. Gambar kerangka berpikir
Kematangan Emosi
Kemandirian
Mampu
menerima
kenyataan
Mampu
beradaptasi
Mampu
menguasai
amarah
Pola asuh orang tua
Pola Asuh Otoriter
Pola Asuh
Otoritatif
Pola Asuh Permisif
Demografi
Jenis Kelamin
Altruisme
42
2.6. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori yang telah dibahas sebelumnya, maka diajukan hipotesis yang
akan diuji secara empiris. Hipotesis tersebut sebagai berikut:
Major : Kematangan emosi (kemandirian, mampu menerima kenyataan, mampu
beradaptasi, dan mampu menguasai amarah) dan pola asuh orang tua berpengaruh
secara signifikan terhadap altruisme pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Minor:
Ha1
: Ada pengaruh yang signifikan kemandirian terhadap altruisme
pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ha2
:Ada pengaruh yang signifikan kemampuan menerima kenyataan
terhadap altruisme pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ha3
: Ada pengaruh yang signifikan kemampuan beradaptasi terhadap
altruisme pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ha4
: Ada pengaruh yang signifikan kemampuan menguasai amarah
terhadap altruisme pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ha5
: Ada pengaruh yang signifikan pola asuh otoriter orang tua
terhadap altruisme pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ha6
: Ada pengaruh yang signifikan pola asuh otoritatif orang tua
43
terhadap altruisme pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ha7
: Ada pengaruh yang signifikan pola asuh permisif orang tua
terhadap altruisme pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ha8
: Ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap altruisme
pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dipaparkan tentang populasi dan sampel, variabel penelitian,
definisi operasional variabel, instrumen pengumpulan data, teknik uji instrumen,
dan prosedur pengumpulan data.
3.1.
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa S1 yang tercatat aktif kuliah pada tahun
ajaran 2013/2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjumlah 19.123
mahasiswa (Sistem Informasi UIN Jakarta, 2013). Jumlah sampel penelitian yang
digunakan sebanyak 250 responden. Penetapan jumlah tersebut disesuaikan
dengan kemampuan peneliti berdasarkan pertimbangan waktu, tenaga dan dana
penelitian.
Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan adalah teknik non-probabilty
sampling yang berarti peluang setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi
subyek penelitian tidak diketahui. Sedangkan metode sampling yang di gunakan
adalah accidental sampling, yaitu teknik sampling berdasarkan faktor spontanitas.
Artinya siapa saja yang bertemu dengan peneliti maka orang tersebut akan
dijadikan sampel.
44
45
3.2. Variabel Penelitian
Adapun variabel penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Altruisme
2.
Kematang emosi yang meliputi:
a. Kemandirian
b. Kemampuan menerima kenyataan
c. Kemampuan beradaptasi
d. Kemampuan menguasai amarah
3. Pola asuh orang tua yang meliputi:
a. Pola asuh otoriter
b. Pola asuh otoritatif
c. Pola asuh permisif
4. Jenis kelamin (laki-laki dan perempuan)
Dependent variable dalam penelitian ini adalah altruisme, sedangkan
Independent variable dalam penelitian ini adalah kematangan emosi, pola asuh
orang tua dan jenis kelamin.
3.3.
Definisi Operasional
Definisi operasional penelitian ini akan diuraikan sebagai berikut:
a. Altruisme adalah suatu tindakan kepedulian dan sukarela menolong orang
lain tanpa mengharapkan imbalan apapun dengan tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan orang lain. Aspek-aspek altruisme menurut Rushton, Chrisjonh dan
46
Fakken (1981) terdiri dari peduli (caring), Penolong (helpful), Perhatian kepada
orang lain (considerate of others), Penuh perasaan (feelings), Rela berkorban
(willing to make a sacrifice.
b. Kematangan emosi adalah kemampuan mengatur kondisi emosi dalam
menghadapi keadaan sekitar maupun dirinya sendiri dan tidak lagi
menampilkan pola emosional anak-anak. Karakteristik kematangan emosional
menurut Smitson (dalam Katkovsky dan Golman, 1976)
c. Kemandirian adalah mampu memutuskan apa yang dikehendaki dan
bertanggung jawab terhadap keputusan tersebut.
d. Mampu menerima kenyataan adalah mampu menghadapi kenyataan dan
secara efektif mengembangkan pola tingkah laku dan pola hubungan dengan
orang lain.
e. Mampu beradaptasi adalah mampu berhubungan dengan orang lain atau
situasi tertentu secara produktif.
f. Mampu menguasai amarah adalah mampu mengendalikan emosinya.
g. Pola asuh orang tua adalah sikap orang tua terhadap anak dengan
mengembangkan aturan-aturan dan mencurahkan kasih saying kepada anak.
Berdasarkan tiga pola pengasuhan Baumrind (dalam Santrock, 2007).
h. Pola asuh otoriter adalah sikap orang tua yang membatasi, menghukum dan
menuntut anak untuk mengikuti perintah orang tua.
i. Pola asuh otoritatif adalah sikap orang tua yang mendorong anak-anak agar
mandiri tetapi masih menerapkan batasan pada tindakan mereka.
j. Pola asuh permisif adalah sikap orang tua yang menghargai ekspresi diri dan
pengaturan diri, hangat jarang menghukum dan tidak mengontrol.
47
k. Jenis kelamin yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.
3.4.
Pengumpulan Data
3.4.1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah
dengan menggunakan skala. Adapun skala yang digunakan adalah skala model
Likert dengan empat alternatif jawaban, yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S),
Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Selain itu pernyataannya dibuat
dengan kategori positif atau kesetujuan (favorable) dan item yang disebut negatif
atau ketidaksetujuan (unfavorable)
Adapun perolehan skor dari item-item berdasarkan dari jawaban yang
dipilih sesuai dengan jenis pernyataan yakni favorable atau unfavorable. Jika
digambarkan dalam bentuk tabel, maka hasilnya sebagai berikut:
Tabel 3.1 Bobot Nilai
Kategori Respon
SS
S
TS
STS
Favorable
4
3
2
1
Unfavorable
1
2
3
4
3.4.2. Instrumen Pengumpulan Data.
Pada penelitian ini instrumen penelitian ini terdiri atas tiga skala, yaitu (1) skala
altruisme (2) skala pola asuh orang tua, dan (3) skala kematangan emosi yang
48
menggunakan model skala Likert. Masing-masing skala akan diuraikan sebagai
berikut.
3.4.2.1 Skala Altruisme
Dalam penelitian ini, pernyataan mengenai altruisme dibuat berdasarkan SelfReport Altruism Scale (SRA) yang dikembangkan oleh Rutston, Chrisjonh dan
Fakken (1981) yang telah dibakukan. Adapun blue print skala altruisme terdapat
dalam tabel berikut ini.
Tabel 3.2 Blue Print Skala Altruisme
No
Aspek
Indikator
Item
Jumlah
1
Peduli
Prihatin terhadap masalah
orang lain
2,4,12,13
4
2
Penolong
Memberikan sesuatu yang
dibutuhkan orang lain
1,8,9,20
4
3
Perhatian
kepada
orang lain
Tidak acuh terhadap orang
lain
6,7,10,15
4
4
Penuh
perasaan
Empati dan mampu
memahami orang lain
5,16,17,18
4
5
Rela
berkorban
Keinginan untuk memberikan
kesejahteraan terhadap orang
lain
3,11,14,19
4
Jumlah
20
Skala altruisme yang diuji terdiri atas 20 item. Selanjutnya untuk
menginterpretasi skor responden, peneliti menentukan 4 kategori jawaban, yaitu:
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).
49
3.4.2.2 Skala Kematangan Emosi
Dalam penelitian ini, pernyataan mengenai kematangan emosi dibuat berdasarkan
karakteristik menurut Smitson (dalam Katkovsky dan Golman, 1976) yaitu
kemandirian, kemampuan menerima kenyataan, kemampuan beradaptasi, dan
kemampuan menguasai amarah. Adapun blue print skala kematangan emosi
terdapat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 3.3 Blue Print Skala Kematangan Emosi
No
Aspek
Indikator
1
Kemandirian
Item
Jumlah
Favorable
16,20
Unfavorable
1,5
4
Berani mengambil
keputusan sendiri
10,14
11
3
2,13
7,21
4
9,15,17
3,12,18
6
6, 4
8,19
4
11
10
Tidak bergantung
kepada orang lain
2
Kemampuan
menerima
kenyataan
Mampu menerima
kekurangan dan
kelebihan dirinya
dan orang lain
3
Kemampuan
beradaptasi
Dapat menyesuaikan
diri dengan
lingkungan
4
Kemampuan
menguasai
amarah
Mampu
mengendalikan
emosi
Jumlah
21
Skala kematangan emosi yang diuji terdiri atas 21 item, terdiri atas 11 item
favorable dan 10 item unfavorable. Selanjutnya untuk menginterpretasi skor
50
responden, peneliti menentukan 4 kategori jawaban, yaitu: Sangat Setuju (SS),
Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).
3.4.2.3. Skala Pola Asuh Orang Tua
Dalam penelitian ini,
pernyataan mengenai pola asuh orang tua dibuat
berdasarkan Parental Authority Questionnaire (PAQ) yang dikembangkan oleh
Buri (dalam Riberio, 2009). Skala ini didesain berdasarkan pengukuran tiga pola
pengasuhan Baumrind (dalam Riberio, 2009) yaitu pola asuh otoriter, otoritatif
dan permisif yang telah dibakukan dan peneliti adaptasi kedalam bahasa Indonesia
dengan hanya menggunakan satu komponen orang tua sedangkan skala asli
terbagi menjadi dua komponen ayah dan ibu. Adapun blue print skala pola asuh
orang tua terdapat dalam tabel dibawah ini.
Tabel 3.4 Blue Print Skala Pola Asuh Orang Tua
No
1
2
3
Dimensi
Otoriter
Otoritatif
Permisif
Indikator
Item
Jumlah
a. Orang tua bersifat membatasi,
menghukum, dan hanya sedikit
melakukan komunikasi verbal
b. Mendesak anak untuk mengikuti
petunjuk dan usaha orang tua
7,12,18,25
4
2,3,9,26,29,1
6
6
8,22,27,15
4
11,20,23,30,4
,5
6
6,14,19,24,1,
10
13,17,21,28
6
23
30
a. Mendorong anak untuk bebas
tetapi tetap memberikan batasan
dan mengendalikan tindakan anak
b. Penetapat aturan dalam keluarga
berdasarkan kesepakatan bersama
a. Orang tua bersikap membebaskan
b. Tidak memberikan pengawasan
dan pengarahan pada tingkah laku
anak
Jumlah
4
51
Skala pola asuh orang tua yang akan diuji terdiri atas 30 item. Selanjutnya
untuk menginterpretasi skor responden, peneliti menentukan 4 kategori jawaban,
yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju
(STS).
3.5. Uji Validitas Instrumen
Dalam penelitian ini validitas konstruk dari setiap instrument diuji dengan analisis
faktor konfirmatori atau Confirmatory Factor Analysis (CFA). Adapun yang
dimaksud dengan CFA adalah model teori-penguji yang bertentangan dengan
metode teori yang menghasilkan faktor seperti eksploratori. Dalam CFA,
penelitian dimulai dengan membuat hipotesis sebelum analisis. Model atau
hipotesis dengan spesifik menentukan variabel mana yang akan berkorelasi
dengan faktor dan faktor mana yang berkorelasi. Hipotesis ini berdasarkan teori
yang kuat atau landasan empiris. Menurut Umar (dalam Afifah, 2011) tujuan CFA
adalah:
1. Untuk menguji hipotesis tentang satu atau lebih faktor serta saling keterkaitan
antara faktor tersebut sesuai model teori yang ditetapkan.
2. Untuk menguji validitas dari setiap indikator yang digunakan untuk
mengukur faktor atau konstruk tersebut.
CFA sering digunakan dalam proses pengembangan skala untuk
memeriksa struktur laten dari suatu alat tes (Brown, 2006). Dalam konteks ini,
CFA digunakan untuk verifikasi jumlah dimensi yang mendasari instrument
(faktor) dengan pola hubungan item dengan faktor (faktor loading). Hasil CFA
52
dapat memberikan bukti kuat validitas convergent dan diskriminan dari sebuah
konstruk teoritis. Validitas konvergen diindikasi oleh bukti bahwa alat tes dengan
konstruk yang sama dan secara teori juga mengukur hal yang sama, maka korelasi
antar tes tersebut tinggi. Sedangkan validitas diskriminan diindikasikan oleh hasil
yang menunjukkan bahwa indikator secara teoritis berbeda konstruk tidak saling
berkorelasi tinggi.
Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan CFA (Joreskog & Sorbom, 1988). Caranya terdiri dari tiga
langkah, yaitu:
1.
Menguji apakah hanya satu faktor saja yang menyebabkan item-item saling
berkorelasi (hipotesis unidimensionalitas item).
Hipotesis ini diuji dengan chi-square. Untuk memutuskan apakah memang
tidak ada perbedaan antara matriks korelasi yang diperoleh dari data dengan
matriks korelasi yang dihitung menurut teori/model. Jika hasil chi-square
tidak signifikan (p>0.05), maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa
“tidak ada perbedaan antara matriks korelasi yang diperoleh dari data dan
model” tidak ditolak yang artinya item yang diuji mengukur satu faktor saja
(unidimensional). Sedangkan, jika nilai chi-square signifikan (p<0.05) maka
hipotesis nihil tersebut ditolak yang artinya item-item yang diuji ternyata
mengukur lebih dari satu faktor (multidimensional). Dalam keadaan demikian
maka peneliti
melakukan modifikasi
terhadap model dengan cara
memperbolehkan item-item saling berkorelasi tetapi dengan tetap menjaga
bahwa item hanya mengukur satu faktor (unidimensional). Jika sudah
53
diperoleh model yang fit (tetapi tetap unidimensional) maka dilakukan
langkah selanjutnya.
2.
Menganalisis item mana yang menjadi sumber tidak fit.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui item mana
yang menjadi sumber tidak fit, yaitu:
a. Melakukan uji signifikansi terhadap koefisien muatan faktor dari masingmasing item dengan menggunakan t-test. Jika nilai t yang diperoleh pada
sebuah item tidak signifikan (t<1.96) maka item tersebut akan didrop
karena dianggap tidak signifikan sumbangannya terhadap pengukuran
yang sedang dilakukan.
b. Melihat arah dari koefisien muatan faktor (factor loading). Jika suatu
item memiliki muatan faktor negatif, maka item tersebut didrop karena
tidak sesuai dengan pengukuran (berarti semakin tinggi nilai pada item
tersebut semakin rendah nilai pada faktor yang diukur).
c. Sebagai kriteria tambahan (optional) dapat dilihat juga banyaknya
korelasi partial antar kesalahan pengukuran, yaitu kesalahan pengukuran
pada suatu item yang berkorelasi dengan kesalahan pengukuran pada
item lain. Jika pada suatu item terdapat terlalu banyak korelasi seperti ini
(lebih dari tiga), maka item tersebut juga akan didrop. Alasannya adalah
karena item yang demikian selain mengukur apa yang ingin diukur juga
mengukur hal lain (multidimensional item).
54
3.
Menghitung faktor skor.
Jika langkah-langkah di atas telah dilakukan, maka diperoleh item-item yang
valid untuk mengukur apa yang ingin diukur. Item-item inilah yang kemudian
diolah untuk mendapatkan faktor skor pada tiap skala. Dengan demikian
perbedaan kemampuan masing-masing item dalam mengukur apa yang
hendak diukur ikut menentukan dalam menghitung faktor skor (true score).
True score inilah yang akan dianalisis dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini, penulis tidak menggunakan row score/skor mentah
(hasil menjumlahkan skor item). Oleh karena itu sebenarnya tidak diperlukan
informasi tentang reliabilitas masing-masing alat ukur (misalnya, cronbach alpha)
karena true score itu reliabilitasnya sama dengan satu (100%).
Untuk kemudahan di dalam penafsiran hasil analisis maka penulis
mentransformasikan faktor skor yang diukur dalam skala baku (Z score) menjadi
T score yang memiliki mean=50 dan standar deviasi (SD)=10 sehingga tidak ada
responden yang mendapat skor negatif. Adapun rumus T score adalah:
T skor = (10 x faktor skor) + 50
3.5.1
Uji Validitas Konstruk Altruisme
Peneliti menguji apakah 20 item yang ada bersifat unidimensional, artinya itemitem tersebut benar-benar hanya mengukur altruisme. Dari hasil awal analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi
56
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran altruisme disajikan pada tabel 3.5 di bawah ini :
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item altruisme
No
Koefisien
Standard Error
Nilai t
Signifikan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
0,27
0,05
0,14
1,39
0,41
0,40
0,33
0,11
0,16
0,03
0,20
0,28
0,38
0,47
0,57
0,04
-0,08
0,19
0,11
0,09
0,04
0,03
0,03
0,06
0,08
0,05
0,05
0,04
0,07
0,03
0,04
0,05
0,05
0,05
0,08
0,03
0,03
0,03
0,03
0,03
6,12
1,64
3,97
22,67
5,28
7,67
6,92
3,08
2,19
1,02
5,14
6,17
7,62
8,76
7,39
1,40
-2,26
3,19
3,19
3,07
V
X
V
V
V
V
V
V
V
X
V
V
V
V
V
X
X
V
V
V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 16 item yang signifikan ( t >
1,96) dan 4 item yang tidak signifikan (t < 1,96) yaitu item nomor 2,10,16 dan 17.
Selanjutnya melihat muatan faktor dari item apakah ada yang bermuatan negatif.
57
Dari nilai koefisien item diperoleh item yang bermuatan faktor negatif yaitu item
nomor 17. Dengan demikian item nomor 17 akan didrop. Artinya bobot nilai pada
item tersebut tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Dalam model
pengukuran ini terdapat beberapa kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi
satu sama lain, artinya dapat disimpulkan bahwa item - item tersebut bersifat
multidimensional atau tidak hanya mengukur satu faktor saja. terdapat dua item
yang memiliki lebih dari dua kesalahan pengukuran yang berkorelasi dengan
kesalahan pengukuran item lainnya, yaitu item nomor 9 dan 20. Dengan demikian
item nomor 2,10,16,17, 9, dan 20 akan didrop dan tidak digunakan dalam analisa.
3.5.2
Uji Validitas Konstruk Kematangan Emosi
3.5.2.1 Kemandirian
Peneliti menguji apakah 7 item yang benar-benar bersifat unidimensional, artinya
benar-benar hanya mengukur kemandirian. Dari hasil analisis CFA dengan model
satu faktor, ternyata fit dengan Chi Square =13,63 , df = 14 , P-value = 0,47738 ,
RMSEA = 0,000 . Artinya, model dengan satu faktor (unidimensional) dapat
diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu kemandirian.
Model fit tersebut ditunjukkan pada gambar 3.2.
59
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh item nomor 1,5,dan 20 tidak
signifikan (t >1,96) Dengan demikian item-item tersebut akan di-drop.
Selanjutnya melihat muatan faktor dari item apakah ada yang bermuatan negatif.
Dari nilai koefisien item diperoleh item yang bermuatan faktor negatif yaitu item
nomor 5, dengan demikian item nomor 5 akan didrop. Artinya bobot nilai pada
item tersebut tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor.
3.5.2.2 Kemampuan Menerima Kenyataan
Peneliti menguji apakah 4 item yang benar-benar bersifat unidimensional, artinya
benar-benar hanya mengukur kemampuan menerima kenyataan. Dari hasil analisis
CFA dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi Square = 62,96 , df =
2 , P-value = 0, RMSEA = 0,350 . Namun, setelah dilakukan modifikasi sebanyak
2 kali terhadap model dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran
diantara item-item yang dianalisis, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi
Square = 0 , df = 0 , P-value = 1 , RMSEA = 0 . Artinya, model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor
saja yaitu mampu menerima kenyataan. Model fit tersebut ditunjukkan pada
gambar 3.3.
62
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran kemampuan beradaptasi disajikan pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.8 Muatan Item Kemampuan Beradaptasi
No
Koefisien
Standard
Nilai t
Signifikan
Error
3
1,26
0,13
9,73
V
9
-0,29
0,07
-4,17
X
12
0,15
0,05
2,80
V
15
0,23
0,06
4,01
V
17
0,66
0,09
7,61
V
24
-0,19
0,06
-3,17
X
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 4 item yang signifikan ( t > 1,96)
dan 2 item yang tidak signifikan (t < 1,96) yaitu item nomor 9 dan
24.
Selanjutnya melihat muatan faktor dari item apakah ada yang bermuatan negatif.
Dari nilai koefisien item diperoleh item yang bermuatan faktor negatif yaitu item
nomor 9 dan 24. Dengan demikian item nomor 9 dan 24 akan didrop. Artinya
bobot nilai pada item tersebut tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor
skor.
3.5.2.3 Kemampuan Menguasai Amarah
Peneliti menguji apakah 4 item yang benar-benar bersifat unidimensional, artinya
benar-benar hanya mengukur kemampuan menguasai amarah. Dari hasil analisis
64
Tabel 3.9 Muatan Item Kemampuan Menguasai Amarah
No
Koefisien
Standard
Nilai t
Signifikan
Error
6
0,66
0,06
10,58
V
8
0,65
0,06
10,47
V
19
0,67
0,06
10,80
V
25
0,83
0,06
13,89
V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan (t >1,96) dan
semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor
dari item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favorable. Dengan
demikian item-item tersebut tidak akan di-drop.
3.5.3
Uji Validitas Konstruk Pola Asuh Orang Tua
3.5.3.1 Otoriter
Peneliti menguji apakah 10 item yang benar-benar bersifat unidimensional,
artinya benar-benar hanya mengukur otoriter. Dari hasil analisis CFA dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi Square = 58,84 , df = 35 , P-value
= 0,00705 , RMSEA = 0,052. Namun, setelah dilakukan modifikasi sebanyak 1
kali terhadap model dengan membebaskan korelasi kesalahan pengukuran
diantara item-item yang dianalisis, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi
Square = 46,14, df = 34 , P-value = 0,08000 , RMSEA = 0,038 . Artinya, model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya
mengukur satu faktor saja yaitu otoriter. Model fit tersebut ditunjukkan pada
gambar 3.6.
67
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran otoritatif disajikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.11 Muatan Item Otoritatif
No
Koefisien
Standard
Nilai t
Signifikan
Error
4
-0,11
0,10
-1,13
X
5
-0,16
0,10
-1,65
X
8
0,29
0,10
2,77
V
11
0,54
0,13
3,98
V
15
-0,04
0,10
-0,13
X
20
0,22
0,10
2,17
V
22
0,22
0,10
2,19
V
23
0,17
0,10
1,74
X
27
0,06
0,04
1,68
X
30
0,26
0,10
2,59
V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 5 item yang signifikan ( t > 1,96)
dan 5 item yang tidak signifikan (t < 1,96) yaitu item nomor 4,5,15,23 dan 27.
Selanjutnya melihat muatan faktor dari item apakah ada yang bermuatan negatif.
Dari nilai koefisien item diperoleh item yang bermuatan faktor negatif yaitu item
nomor 4,5 dan 15, dengan demikian item tersebut akan didrop. Artinya bobot nilai
pada item tersebut tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Dengan
demikian item yang akan didrop dengan tidak ikut dianalisis adalah item nomor
4,5,15,23 dan 27
69
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran permisif disajikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.12 Muatan Item Permisif
No
Koefisien
Standard
Nilai t
Signifikan
Error
1
0,33
0,08
3,94
V
6
0,21
0,08
2,58
V
10
-0,12
0,08
-1,47
X
13
-0,45
0,09
-4,98
X
14
-0,07
0,08
-0,88
X
17
0,16
0,08
2,02
V
19
-0,14
0,11
-1,22
X
21
-0,15
0,08
-1,85
X
24
0,70
0,12
5,83
V
28
0,06
0,08
0,78
X
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 4 item yang signifikan ( t > 1,96)
dan 6 item yang tidak signifikan (t < 1,96) yaitu item nomor 10,13,14,19,21 dan
28. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item apakah ada yang bermuatan
negatif. Dari nilai koefisien item diperoleh item yang bermuatan faktor negatif
yaitu item nomor 10,13,14,19 dan 21 dengan demikian item tersebut akan didrop.
Artinya bobot nilai pada item tersebut tidak ikut dianalisis dalam penghitungan
faktor skor. Dengan demikian item yang akan didrop dengan tidak ikut dianalisis
adalah item nomor 10,13,14,19,21 dan 28.
70
3.6. Teknik Analisis Data
Metode pengolahan data adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisa
data hasil penelitian dalam rangka menguji hipotesis. Untuk menjawab pernyataan
penelitian, peneliti menggunakan teknik analisis regresi berganda. Teknik analisis
berganda ini digunakan untuk menentukan ketepatan prediksi dan ditujukan untuk
mengetahui besarnya pengaruh dari variabel bebas (IV), yaitu kematangan emosi
dan pola asuh terhadap variabel terikat (DV) altruism
Regresi berganda merupakan metode statistika yang digunakan untuk
membentuk model hubungan antara variabel terikat (dependen; respon; Y) dengan
lebih dari satu variabel bebas (independen; predictor; X).
Persamaan garis regresi penelitian, yaitu:
Y` = a + b1X1 + b2X2 + …… + bpXp
Keterangan:
Y`
= Dependent Variable (DV)
a
= Konstanta
X1, X2,….,Xp = Independent Variable(IV)
p
= Jumlah independent variable (IV)
b1, b2,….,bp
= Koefisien regresi untuk masing-masing IV
Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model
yang paling sesuai (memiliki error terkecil) dibutuhkan beberapa
pengujian dan analisis, yaitu:
71
1.
R2 (koefisien determinasi berganda)
Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R, yaitu koefisien
korelasi berganda antara komitmen organisasi dengan independent
variable. Besarnya komitmen organisasi yang disebabkan faktorfaktor yang telah disebutkan tadi ditunjukkan oleh koefisien
determinasi berganda R2. R2 menunjukkan variasi atau perubahan
variabel terikat (Y) disebabkan variabel bebas (X) atau digunakan
untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel bebas (X) terhadap
variabel terikat (Y) atau merupakan perkiraan proporsi varians dari
komitmen organisasi yang dijelaskan oleh independent variable.
Untuk mendapatkan nilai R2, digunakan rumus:
Keterangan:
R2
= Proporsi varians
SSreg
= Sum of Square Regression (jumlah kuadrat regresi)
SSy
= Sum of Square Y (jumlah kuadrat Y)
2. Uji F
Untuk membuktikan apakah regresi Y pada X signifikan atau tidak, maka
digunakan uji F. dari hasil uji F yang dilakukan, maka dapat dilihat
apakah independent variable yang diujikan memiliki pengaruh terhadap
72
dependent variable. Untuk membuktikan hal tersebut menggunakan
rumus:
⁄
(
) (
)
Keterangan:
R2
= Proporsi varians
K
= Jumlah independent variable
N
= Jumlah sampel
3. Uji T
Uji T digunakan untuk melihat apakah pengaruh yang diberikan variabel
bebas (X) signifikan terhadap variabel terikat (Y) secara sendiri-sendiri
atau parsial. Uji ini digunakan untuk menguji apakah sebuah variabel
bebas (X) benar-benar memberikan kontribusi terhadap variable terikat
(Y). Hasil uji T ini akan diperoleh dari hasil regresi yang akan dilakukan
oleh peneliti nantinya. Uji T yang akan dilakukan menggunakan rumuas
sebagai berikut:
Keterangan:
b
= Koefisien regresi
Sb
= Standart error Estimate
73
3.7. Prosedur Penelitian
Penelitian ini berjalan dengan melalui tiga tahapan prosedur penelitian, yaitu
tahap persiapan, pengambilan data, serta pengolahan data.
1. Tahap persiapan penelitian
Dimulai dengan perumusan masalah, menentukan variabel yang akan diteliti,
melakukan kajian teori untuk mendapat gambaran, dan penjelasan yang tepat
mengenai variabel penelitian. Kemudian menentukan, menyusun, dan
menyiapkan alat ukur yang akan digunakan.
2. Tahap pengmbilan data
Peneliti melakukan pengambilan data penelitian dengan memberikan
instrumen yang telah dipersiapkan kepada subyek penelitian. Pengumpulan
data dilakukan pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Pengolahan data
Setelah data terkumpul, peneliti melakukan pengolahan data dari hasil
instrumen penelitian yang telah diisi oleh responden. Melakukan analisis data
dengan bantuan software LISREL 8.80 untuk menguji hipotesis dan regresi
antar variabel penelitian.
74
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bab empat ini peneliti akan membahas mengenai hasil penelitian yang telah
dilakukan.
Pembahasan
tersebut
meliputi,
gambaran
umum
subyek
penelitian, hasil analisis deskriptif, dan hasil uji hipotesis.
4.1. Gambaran Umum Subyek Penelitian
Subbab ini membahas mengenai gambaran umum subyek penelitian. Adapun
subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang tercatat aktif di tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 250 orang.
Berdasarkan jenis kelamin responden dalam penelitian ini dapat digambarkan
sebagai terlihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan jenis kelamin
JENIS KELAMIN
JUMLAH
PERSENTASE
Perempuan
136
54,4%
Laki-laki
114
45,6%
JUMLAH
250
100%
Berdasarkan data pada tabel 4.1 diatas, diketahui bahwa responden
penelitian ini terdiri atas perempuan dan laki-laki. Perempuan sebanyak 136 orang
(54,4%), dan laki-laki sebanyak 65 orang (29,54%).
4.2. Kategorisasi Deskripsi Variabel
Berikut ini akan diuraikan penggolongan kategorik dan penyebaran skor
altruisme, skor kematangan emosi, dan pola asuh orang tua menjadi dua
kategorisasi yaitu tinggi dan rendah. Untuk mengkategorisasikanya, terlebih
74
75
dahulu peneliti menghitung mean, standar deviasi (SD) , nilai maksimum dan
minimum dari masing-masing variabel. Nilai tersebut dapat dilihat dari tabel 4.2.
Tabel 4.2 Statistik Deskriprif Variabel Penelitian
N
Min
Altruis
250
34,80
Kemandirian
250
32,63
Kemampuan
250
20,98
menerima kenyataan
Kemampuan
250
29,32
Beradaptasi
Kemampuan
250
25,09
menguasai amarah
Valid (listwise)
250
Max
63,78
68,63
58,35
Mean
46,80
49,99
50,00
SD
8,30
9,51
9,74
66,94
50,00
9,49
60,11
50,00
8,60
Berdasarkan tabel di atas, data yang didapat dengan sampel berjumlah 250
responden untuk skor terendah skala altruisme adalah 34,80, skor tertinggi adalah
63,78 dengan rata-rata sebesar 46,80 dan standar deviasi sebesar 8,30. Skor
kemandirian terendah adalah 32,63, skor tertinggi adalah 68,63, dengan rata-rata
sebesar 49,99, dan standar deviasi sebesar 9,51. Skor kemampuan menerima
kenyataan terendah adalah 20,98, skor tertinggi adalah 58,35, dengan rata-rata
skor adalah 50.00, dan standar defiasinya adalah 9,74. Skor kemampuan
beradaptasi terendah adalah 29,32, skor tertinggi adalah 66.94, dengan skor ratarata adalah 50.00 dan standar deviasinya sebesar 9,49. Skor kemampuan
menguasai amarah terendah adalah 25,09, skor tertinggi 60,11, dengan rata-rata
adalah 50,00 dan standar deviasinya sebesar 8,60.
Dengan menggunakan standar deviasi dan mean dari norma skor, maka
dapat ditetapkan norma seperti tertera pada tabel 4.3.
76
Tabel 4.3 Norma Skor Kategori
Kategori
Norma
Tinggi
X ≥ Mean
Rendah
X < Mean
Setelah kategorisasi tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai
persentase kategorisasi untuk altruisme, kematangan emosi dan pola asuh orang
tua.
4.2.1 Kategorisasi Skor Altruisme
Adapun untuk kategorisasi skor altruisme pada 250 responden, dapat dilihat pada
tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Altruisme
Kategorisasi
Nilai
Jumlah Responden
Tinggi
47,34 - 63,78
102
Rendah
34,8 - 44,6
148
Total
250
Persentasi
40.8%
59.2%
100%
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden yang memiliki skor
altruisme yang tinggi sebanyak 102 (40,8%) dan 148 responden (59,2%) memiliki
skor altruisme yang rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku altruisme
yang dimiliki sebagian besar mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
memiliki skor altruisme yang rendah.
4.2.2 Ketegorisasi Skor Kematangan Emosi
4.2.2.1 Kategorisasi Skor Kemandirian
Adapun untuk kategorisasi skor kemandirian pada 250 responden dapat dilihat
pada tabel 4.5.
77
Tabel 4.5 Kategorisasi Skor Kemandirian
Kategorisasi
Nilai
Jumlah Responden
Tinggi
53,33 - 68,63
114
Rendah
32,63 - 47,73
136
Total
250
Persentasi
45,6%
54,4%
100%
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden yang memiliki
skor kemamdirian yang tinggi sebanyak 114 orang (45,6%) dan 136 responden
(54,4%) memiliki skor kemandirian yang rendah. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki skor
kemamdirian yang rendah.
4.2.2.2 Kategorisasi Skor Kemampuan Menerima Kenyataan
Adapun untuk kategorisasi skor kemampuan menerima kenyataan pada 250
responden dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Kategorisasi Skor Kemampuan Menerima Kenyataan
Kategorisasi
Nilai
Jumlah Responden
Tinggi
56,05 - 58,35
132
Rendah
20,98 - 46,08
118
Total
250
Persentasi
52,8%
47,2%
100%
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden yang memiliki
skor kemampuan menerima kenyataan yang tinggi sebanyak 132 orang (52,8%)
dan 118 responden (47,2%) memiliki skor kemampuan menerima kenyataan yang
rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta memiliki skor kemampuan menerima kenyataan yang tinggi.
78
4.2.2.3 Kategorisasi Skor Kemampuan Beradaptasi
Adapun untuk kategorisasi skor kemampuan beradaptasi pada 250 responden
dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7 Kategorisasi Skor Kemampuan Beradaptasi
Kategorisasi
Nilai
Jumlah Responden
Tinggi
52,98 - 66,94
167
Rendah
29,32 - 49,52
83
Total
250
Persentasi
66,8%
33,2%
100%
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden yang memiliki
skor kemampuan menerima kenyataan yang tinggi sebanyak 167 orang (66,8%)
dan 83 responden (33,2%) memiliki skor kemampuan beradaptasi yang rendah.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta memiliki skor kemampuan beradaptasi yang tinggi.
4.2.2.4 Kategorisasi Skor Kemampuan Menguasai Amarah
Adapun untuk kategorisasi skor kemampuan menguasai amarah pada 250
responden dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Kategorisasi Skor Kemampuan Menguasai Amarah
Kategorisasi
Nilai
Jumlah Responden
Tinggi
50,06 - 60,11
157
Rendah
25,09 - 47,48
93
Total
250
Persentasi
62,8%
37,2%
100%
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden yang memiliki
skor kemampuan menerima kenyataan yang tinggi sebanyak 157 orang (62,8%)
dan 93 responden (37,2%) memiliki skor kemampuan menguasai amarah yang
79
rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta memiliki skor kemampuan menguasai amarah yang tinggi.
4.2.3 Ketegorisasi Skor Pola Asuh Orang Tua
Adapun untuk kategorisasi skor pola asuh orang tua pada 250 responden dapat
dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9 Kategorisasi Skor Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh
Jumlah
Otoriter
Otoritatif
Permisif
Total
76
74
100
250
Persentase
30,4%
29,6%
40%
100%
Dari tabel di atas, dapat dilihat dari 250 responden, 76 responden (30,4%)
pola asuh orang tua cenderumg bersifat otoriter, 74 responden (29,6%) pola asuh
orang tua cenderung bersifat otoritatif, dan 100 responden (40%) pola asuh orang
tua bersifat permisif. Dengan demikian responden terbanyak pada penelitian ini
yaitu pola asuh permisif.
4.3 Uji Hipotesis Penelitian
4.3.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian
Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi
berganda dengan menggunakan software SPSS 18. Uji regresi dilakukan untuk
melihat tiga hal yaitu, apakah IV berpengaruh signifikan terhadap DV, melihat
besaran R-square untuk mengetahui berapa persen (%) varians pada DV yang
80
dijelaskan oleh IV, yang terakhir untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien
regresi dari masing-masing IV. Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah
untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh dari IV secara bersama-sama
terhadap DV. Hasil analisis determinasi dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut.
Tabel 4.10 R-Square
Model
R
.269a
1
R Square
.072
Adjusted
R Square
.045
Std. Error of
the Estimate
8.11927
a. Predictors: (Constant), JK, MANDIRI, PA2, AMARAH, KENYATAAN,
MENYESUAIKAN, PA1
Dari tabel 4.10 di atas dapat kita lihat bahwa perolehan R-square sebesar 0.072
atau 7,2%. Artinya proporsi varians dari altruisme yang dijelaskan oleh semua
variabel independen adalah sebesar 7,2% sedangkan 92,8% sisanya dipengaruhi
oleh variabel di luar penelitian ini.
Langkah selanjutnya menganalisis dampak dari keseluruhan variabel
independen terhadap altruisme. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.11
berikut.
Table 4.11 ANOVAb
Model
1
Regression
Residual
Total
Sum of
Squares
1241.324
15953.265
17194.588
Df
7
242
249
Mean
Square
177.332
65.923
F
Sig.
2.690
.011a
a. Predictors: (Constant), JK, MANDIRI, PA2, AMARAH, KENYATAAN,
MENYESUAIKAN, PA1
b. Dependent Variable: ALTRUIS
81
Hasil penghitungan pada tabel 4.10 diatas menunjukkan bahwa nilai p =
0,011 (p < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil yang menyatakan
tidak ada pengaruh yang signifikan seluruh variabel independen terhadap
altruisme ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari jenis kelamin,
kemandirian, pola asuh 2, kemampuan menguasai amarah, kemampuan menerima
kenyataan, kemampuan beradaptasi dan pola asuh 1 terhadap altruisme pada
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi tiap variabel independen
pada tabel 4.12.
Tabel 4.12 Koefisien Regresi
Model
Unstandardized
Coefficients
B
1
(Constant)
MANDIRI
KENYATAAN
BERADAPTASI
AMARAH
PA1
PA2
JK
a. Dependent Variable: ALTRUIS
Std.
Error
Standardized
Coefficients
T
Sig.
Beta
27.452
-.010
.094
.117
.208
6.703
.056
.055
.058
.063
-.012
.111
.134
.215
4.095
-.186
1.720
2.030
3.303
.000
.852
.087
.043
.001
-2.546
-1.084
-.083
1.251
1.248
1.038
-.139
-.060
-.005
-2.036
-.869
-.080
.043
.386
.936
Berdasarkan koefisien regresi pada Tabel 4.11 koefisien IV, dapat
disampaikan bahwa persamaan regresi adalah sebagai berikut:
Self control
= 27,452 - 0,010 kemandirian + 0,094 kemampuan menerima
kenyataan + 0,117
kemampuan beradaptasi* + 0,208
82
kemampuan menguasai amarah* -2,546 pola asuh 1* - 1,084
pola asuh 2 – 0,083 jenis kelamin
Keterangan: Tanda (*) menunjukan variabel signifikan
Selanjutnya untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang
dihasilkan , cukup melihat pada nilai signifikan pada kolom ke-6 pada tabel 4.12
di atas. Jika signifikansinya kurang dari 0,05 (p<0,05), maka koefisien regresi
yang dihasilkan signifikan juga pengaruhnya terhadap altruisme, begitu pula
sebaliknya. Dari hasil tabel di atas, terdapat tiga IV yang signifikan terhadap
altruisme yaitu kemampuan beradaptasi, kemampuan menguasai amarah dan pola
asuh 1. Sedangkan konstanta sebesar 27,452 pada tabel, diartikan jika seluruh IV
dalam penelitian diasumsikan nilainya 0, maka altruisme nilainya 27,452. Adapun
penjelasan mengenai nilai koefisien regresi yang diperoleh dari masing-masing
IV adalah sebagai berikut:
1. Kemandirian, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,010 dengan
signifikansi sebesar 0,852 (p>0,05), yang berarti bahwa kemandirian pada
kematangan emosi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap altruisme.
2. Kemampuan menerima kenyataan, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar
0,094 dengan signifikansi sebesar 0,087 (p>0,05), yang berarti bahwa
kemampuan menerima kenyataan pada kematangan emosi tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap altruisme.
3. Kemampuan beradaptasi, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,117
dengan signifikansi sebesar 0,043 (p<0,05), yang berarti bahwa kemampuan
83
beradaptasi pada kematangan emosi secara positif memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap altruisme. Artinya jika semakin tinggi kemampuan
beradaptasi pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta maka semakin
tinggi pula tingkat altruisme.
4. Kemampuan menguasai amarah, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar
0,208 dengan signifikansi sebesar 0,001 (p<0.05), yang berarti bahwa
kemampuan menguasai amarah pada kematangan emosi secara positif
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap altruisme. Artinya jika semakin
tinggi kemampuan menguasai amarah pada mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta maka semakin tinggi pula tingkat altruisme.
5. Pola asuh (Otoriter-Permisif), diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 2,546 dengan signifikansi sebesar 0,043 (p<0.05), yang berarti bahwa pola
asuh otoriter-permisif secara negatif memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap altruisme. Jadi semakin rendah skor pola asuh otoriter-permisif
maka semakin tinggi altruisme.
6. Pola asuh (Otoritatif-Permisif), diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 1,084 dengan signifikansi sebesar 0,386 (p>0,05), yang berarti bahwa variabel
pola asuh otoritatif-permisif tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
altruisme.
84
7.
Jenis kelamin, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,083 dengan
signifikansi sebesar 0,936 (p>0,05), yang berarti bahwa jenis kelamin tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap altruisme.
Selanjutnya, dari tabel 4.12 di atas dapat juga diketahui urutan IV yang
berpengaruh secara signifikan terhadap DV dari yang terbesar sampai yang
terkecil. Untuk melihat urutan dari yang terbesar sampai yang terkecil dari
pengaruh tiap IV terhadap DV dapat diketahui melalui dua cara, yaitu melalui
nilai signifikansi (p) dan melalui standardized coefficient beta (Umar dalam
Anggis,2014). Maka dari tabel Koefisien Regresi di atas dapat diketahui urutan IV
yang memiliki pengaruh dari yang terbesar terhadap DV, yaitu:
1. Kemampuan menguasai amarah dengan beta = 0,215
2. PA (otoriter-permisif) dengan beta = 0.139
3. Kemampuan beradaptasi dengan beta = 0.134
4.3.2 Pengujian Varians Masing-masing Independen Variabel
Peneliti ingin mengetahui sumbangan atau kontribusi dari masing-masing
independent variable terhadapa dependent variabl. Besarnya sumbangan masingmasing IV yaitu kemamdirian, kemampuan menerima kenyataan, kemampuan
beradaptasi, kemampuan menguasai amarah, pola asuh otoriter, pola asuh
otoritatif, pola asuh permisif dan jenis kelamin terhadap DV yaitu altruisme dapat
dilihat pada tabel 4.13.
85
Tabel 4.13 Proporsi Varians Masing-masing Independent Variabel
Model
R
R
R
Sumbangan
F
Sig.
Square Square
Change Change
Cahnge
.040a
.002
.002
0,2%
.395
.530
1
b
.092
.008
.006
0,6%
1.698
.194
2
.112c
.012
.004
0,4%
1.008
.316
3
d
.237
.056
.044
4,4%
11.381
.001
4
e
.263
.069
.013
1,3%
3.398
.066
5
.269f
.072
.003
0,3%
.763
.383
6
g
.269
.072
.000
0%
.006
.936
7
Sig
X
X
X
V
X
X
X
a. Predictors: (Constant), MANDIRI
b. Predictors: (Constant), MANDIRI, KENYATAAN
c. Predictors: (Constant), MANDIRI, KENYATAAN, BERADAPTASI
d. Predictors: (Constant), MANDIRI, KENYATAAN, BERADAPTASI, AMARAH
e. Predictors: (Constant), MANDIRI, KENYATAAN, BERADAPTASI, AMARAH, PA1
f. Predictors: (Constant), MANDIRI, KENYATAAN, BERADAPTASI, AMARAH, PA1, PA2
g. Predictors: (Constant), MANDIRI, KENYATAAN, BERADAPTASI, AMARAH, PA1, PA2, JK
Besarnya kontribusi masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel 4.13
yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Kemamdirian memberikan sumbangan sebesar 0,2% dalam varians altruisme.
Sumbangan tersebut tidak signifikan (sig>0,05) dengan F change=0,395.
2. Kemampuan menerima kenyataan memberikan sumbangan sebesar 0,6%
dalam varians altruisme. Sumbangan tersebut tidak signifikan (sig>0,05)
dengan F change=1.698
3. Kemampuan beradaptasi memberikan sumbangan sebesar 0,4% dalam
varians altruisme. Sumbangan tersebut tidak signifikan (sig>0,05) dengan F
change=1.008.
4. Kemampuan menguasai amarah memberikan sumbangan sebesar 4,4% dalam
varians altruisme. Sumbangan tersebut signifikan (sig<0,05) dengan F
86
change=11.381. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kemampuan
menguasai amarah, diikuti dengan semakin tinggi altruisme.
5. Pola asuh 1 memberikan sumbangan sebesar 1,3% dalam varians altruisme.
Sumbangan tersebut tidak signifikan (sig>0,05) dengan F change=3,398.
6. Pola asuh 2 memberikan sumbangan sebesar 0,3% dalam varians altruisme.
Sumbangan tersebut tidak signifikan (sig>0,05) dengan F change=0,763.
7. Jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar 0% dalam varians altruisme.
Sumbangan tersebut tidak signifikan (sig>0,05) dengan F change=0,006.
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat satu IV yaitu
kemampuan menguasai amarah yang sumbanganya signifikan terhadap DV.
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini dikemukakan mengenai kesimpulan hasil penelitian, diskusi tentang
hasil penelitian serta saran teoritis dan saran praktis.
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan uji hipotesis utama yang dilakukan dengan menggunakan uji multiple
regression, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
antara kematangan emosi dan pola asuh orang tua terhadap altruisme pada
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hari hasil uji hipotesis minor yang
menguji masing-masing koefisien regresi terhadap depenndent variable diperoleh
tiga koefisien regresi yang signifikan, yaitu kemampuan beradaptasi, kemampuan
menguasai amarah dan pola asuh otoriter-permisif.
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa independent variable yang
memiliki pengaruh positif maupun pengaruh negatif yang signifikan terhadap
altruisme pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun variabel yang
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap dependent variable diantaranya
adalah kemampuan beradaptasi dan kemampuan menguasai amarah. Sedangkan
untuk variabel yang berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap dependent
variable adalah pola asuh otoriter-permisif.
Kontribusi variabel kematangan emosi (kemamdirian, kemampuan
menerima kenyataan, kemampuan beradaptasi dan kemapuan menguasai amarah),
87
88
pola asuh orang tua (otoriter, otoritatif dan permisif) dan jenis kelamin dalam
penelitian ini memberikan sumbangsih sebanyak 7,2% terhadap bervariasinya
variabel altruisme pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5.2 Diskusi
Variabel
independen
pertama
adalah
kematangan
emosi.
Secara
keseluruhan kematangan emosi berpengaruh signifikan terhadap perilaku
menolong (altruisme), hasil ini sesuai dengan penelitian Gusti dan Margaretha
(2010), bahwa kematangan emosi berpengaruh positif terhadap perilaku altruisme.
Selanjutnya terdapat dua aspek kematangan emosi yang terbukti
berpengaruh secara signifikan terhadap altruism, yaitu:
a. aspek kemampuan beradaptasi, memiliki pengaruh yang positif signifikan
terhadap altruisme, hal ini berarti semakin tinggi kemampuan seseorang
beradaptasi maka semakin tinggi tingkat altruis seseorang, hal ini selaras
dengan penelitian Gusti dan Margaretha (2010). Menurut Smitson (dalam
Katskovsky & Garlow, 1976), seseorang yang mampu beradaptasi dengan
baik, ia dapat dengan fleksibel berhubungn dengan orang lain atau situasi
tertentu secara produktif, sehingga lebih mudah untuk memberi pertolongan
kepada orang lain.
b. Aspek kemampuan menguasai amarah, memiliki pengaruh yang positif
signifikan terhadap altruisme, hal ini berarti semakin tinggi kemampuan
seseorang menguasai amarah maka semakin tinggi tingkat altruis seseorang,
89
hal ini selaras dengan penelitian Gusti dan Margaretha (2010). Seseorang
yang mampu menguasai amarah tahu bagaimana mengontrol emosi yang
tidak dapat diterima secara sosial dan mampu bertahan dengan cara yang
diteriama sosial (Hurlock, 1980). Jadi dapat dikatakan seseorang yang
mampu mengontrol emosinya tahu kapan ia harus menolong orang lain.
Selanjutnya mengenai aspek kematangan emosi yang terbukti tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap altruisme.
a.
Aspek kemandirian, hasil penelitian menunjukkan bahwa kemandirian tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap altruisme. Seseorang yang mandiri
adalah seseorang yang mampu mengatur kehidupannya sendiri, mampu
memutuskan apa yang dikehendakinya dan bertanggung jawab terhadap
keputusan tersebut (Smitson, dalam Katskovsky & Gorlow, 1976). Overstreet
(dalam Puspitasari & Nuryoto, 2002) mengungkapkan seseorang yang
matang tidak menggantungkan hidup sepenuhnya kepada orang lain karena
seseorang yang matang tahu bahwa setiap orang bertanggung jawab atas
kehidupannya
sendiri-sendiri.
Peneliti
menduga
kemandirian
tidak
berpengaruh terhadap altruisme karena adanya perasaan bahwa setiap orang
bertanggung jawab terhadap kehidupannya sendiri-sendiri.
b.
Aspek kemampuan menerima kenyataan, hasil penelitian menunjukkan
bahwa kemampuan menerima kenyataan tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap altruisme. Ini tidak sesuai dengan pendapat Smitson ( Katskovsky &
Gorlow, 1976) yang mengatakan seseorang yang mampu menerima
90
kenyataan adalah seseorang yang menggunakan apa yang ada pada dirinya
untuk menghadapi kenyataan dan secara efektif mengembangkan pola
tingkah laku dan pola hubungan dengan orang lain. Sehingga, seharusnya
seseorang yang mampu menerima kenyataan adalah seseorang yang
memahami kondisi orang lain yang membutuhkan pertolongan. Peneliti
menduga kemampuan menerima kenyataan tidak berpengaruh terhadap
altruisme karena tidak semua mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah mapu
menerima kenyataan hidup dan lebih memilih untuk menyangkal atau lari
dari masalah karena takut akan resiko yang dihadapi.
Variabel independen yang kedua adalah pola asuh orang tua.
a. Pola asuh 1 (otoriter-permisif) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
perilaku altruism dengan arah yang negatif. Artinya bahwa ada perbedaan
rata-rata altruisme kelompok pola asuh otoriter dengan kelompok pola asuh
permisif diman nilai rata-rata kelompok pola asuh permisif lebih besar
dibandingkan nilai rata-rata kelompok pola asuh otoriter.
b. Pola asuh 2 (otoritatif-permisif) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
altruisme.
Variabel demografi jenis kelamin tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap perilaku altruisme. Hal ini selaras dengan pendapat Deaux, Dane, and
Wrightsman (dalam Sarlito 2009). Peranan jenis kelamin terhadap kecenderungan
seseorang untuk menolong sangat bergantung pada situasi dan bentuk pertolongan
yang dibutuhkan. Laki-laki cenderung lebih mau terlibat dalam aktivitas
91
menolong pada situasi darurat yang membahayakan, misalnya menolong
seseorang dalam kebakaran. Hal ini tampaknya terkait dengan peran tradisional
laki-laki, yaitu laki-laki dipandang lebih kuat dan lebih mempunyai keterampilan
untuk melindungi diri. Sementara perempuan, lebih tampil menolong pada situasi
yang bersifat memberi dukungan emosi, merawat, dan mengasuh
Perbedaan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian sebelumnya dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena konteks
budaya yang berbeda antara budaya wilayah asal digunakannya skala dengan
budaya Indonesia. Skala baku yang dipergunakan dalam penelitian ini awalnya
digunakan pada negara dengan pola masyarakat yang lebih terbuka. Dibandingkan
dengan penggunaan pada masyarakat Indonesia yang lebih banyak menolong
karena adanya faktor personal dan situasional. Robert Trivers (dalam Sears, 1994)
mengungkapkan bahwa seseorang lebih mudah menolong orang yang disukainya,
atau memiliki kesamaan dengan dirinya, faktor situasional juga diduga menjadi
pengaruh seseorang dalam menolong orang lain, seperti saat adanya bencana
nasional, atau dalam kondisi yang mengharuskan seseorang menolong orang lain.
Perbedaan-perbedaan inilah mempengaruhi sudut pandang responden terhadap
item-item yang ada pada skala.
5.3 Saran
Peneliti menyadari banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penelitian ini
sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk melengkapi kekurangan dan
keterbatasan tersebut. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti
92
membagi saran menjadi dua, yaitu saran teoritis dan saran praktis. Saran tersebut
dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi peneliti lain yang hendak meneliti
variabel terikat yang sama.
5.3.1. Saran Teoritis
1. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, pada penelitian selanjutnya
disarankan meneliti lebih lanjut mengenai altruisme dengan menambah
variabel yang memiliki hubungan dengan altruisme, seperti faktor
kepribadian, religiusitas.
2. Disarankan juga agar tidak menggunakan item terlalu banyak, hal ini untuk
mengurangi kelelahan dan kejenuhan responden saat mengisi kuestioner
penelitian.
3. Diharapkan mengadakan penelitian dengan sampel yang lebih banyak lagi,
sehingga dapat diperoleh jawaban yang lebih bervariasi tentang perilaku
altruisme.
2.1.5
Saran Praktis
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan yang positif bagi
perkembangan ilmu psikologi remaja.
2. Setiap orang tua memiliki cara dan pola asuh yang berbeda, namun sebaiknya
mampu memilih pola asuh yang tepat dan yang terpenting adalah orang tua
dapat
mendidik
dan
mengasuh
anak-anak
sehingga
mereka
dapat
menumbuhkan rasa percaya diri, kemandirian, serta mengembangkannya.
Sehingga anak mampu menghadapi situasi dan kondisi yang serba tak terduga
dikemudian hari.
93
3. Bagi remaja disarankan untuk belajar membiasakan diri untuk bersikap saling
tolong menolong dalam hal kebaikan, karena sangat berguna demi terciptanya
hubungan sosial yang baik.
94
DAFTAR PUSTAKA
Afifah. (2011). Studi validitas konstruk general aptitude test battery (gatb) dengan
metode CFA. Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Antara. (2010). Siswa SMA galang bantuan untuk wasior. Diunduh tanggal 2
februari
dari
http://www.merdeka.com/pernik/siswa-sma-galangbantuan-untuk-wasior.html
Azwar, S. (2010). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: PUSTAKA
PELAJAR.
Baron, Robert A., Donn Byrne. (2005). Psikologi sosial. Jakarta: Erlangga
Batson, C. Daniel. (1991). Empathy-induced altruistic motivation. Department of
Psychology University of Kansas.
Bee, H.L. (2010). The developing child. Boston: Pearson Education.
Brown, T. A. (2006). Confirmatory factor analysis for applied research, New
York, NY ;London, New York, NY ; London : Guilford Press.
Caprara, G, V., Alessandri, G,. & Eisenberg, N. (2011). Prosociality: The
contribution of traits, value, and self-afficacy belief. Journal of
Personality and Social Psychology. 1-15. Doi: 10.1037/a0025626
Carlo, G., Meginley, M., Hayes, R., Batenhorst, C., & Wilkinson, J. (2007).
Parenting styles or practice? Parenting, sympaty, and prosocial behavior
among adolescents. The Journal of Genetic Psychology, 168(2), 147-176.
Chaplin J.P. (2006). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT Raja Grapindo
Persada.
Darling, N. (1999). Parenting style and its correlates. University of Illinois; Eric
Digest EDO-PS-99-3.
Dayakisni, T. ( 1988). Perbedaan intensi prososial siswa-siswi ditinjau dari
pola asuh orang tua, Jurnal Psikologi. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada.
Grusec, J. E., & Goodnow, J. J. (1994). Impact of parental discipline methods on
the child’sinternalization of values: A reconceptualization of current
points of view. Journal of Developmental Psychology.
95
Gusti dan Margaretha. (2010). Perilaku sosial ditinjau dari empati dan
kematangan emosi. Volume (I). Universitas Muria Kudus.
Hastings, Zahn-Waxler, Robinson, Usher & Bridge, (2000). The development of
concern for others in children with behavior problems. Development
Psychology. 36 (5): 531-546
Hurlock, E. B. (1978). Child Development. Perkembangan anak. Meitasari
Tjandrasa (terj). Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E. B . (1980). Psikologi perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E. B. (1990). Adolescent development. McGraw-Hill Kogakusha LTD.
Tokyo.
Hurlock E. B. (2000). Adolescent development. McGraw-Hill Kogakusha LTD.
Tokyo
Joreskog, K.G. & Sorbom. (1988). D. LISREL 8: A guide to the program and
application SPSS inc. 2nd. Edition.
Katkovsky, Walter & Gorlow, Leon. (1976). The psychology of adjusment;
current concepts and application. McGraw-Hill Book Company, New
York.
Krueger, Hicks & McGue. (2001). Altruism and antisocial behavior: independent
tendencies, unique personality correlates, Distinct Etiologies.
Psychological Science 12:397-402.
Kuwado, F. J. (2012). Jasad korban tabrakan pick up vs motor dibiarkan 3 jam.
Diunduh
tanggal
13
september
2014
dari
http://megapolitan.kompas.com/read/2012/08/02/21331021/artikel-detailkomentar-mobile.html.
Myers, D. G. (2003). Social psychology 8th edition. New York: Mc Graw Hill
Nashori, H. F. (2008). Psikologi sosial islam, Jakarta: PT Refika Aditama.
Pertiwi, Dewi dkk. (2013). Kematangan emosi dan psikosomatis pada mahasiswa
tingkat akhir. Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta.
Pradini, A. (2014). Pengaruh kepribadian dan resiliensi terhadap kepuasan hidup
perempuan korban KDRT. Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
96
Puspitasari, E. Sartini N. (2002). Penerimaan diri pada lanjut usia ditinjau dari
kematangan emosi. Yogyakarta: Universias Gajah Mada.
Rachmawati, F. (2013). Hubungan kematangan emosi dengan konformitas pada
remaja. Skripsi. Jakarta: Universitas Ahmad Dahlan.
Radio Australia. (2013). Saksi pemerkosaan India: 'Tidak ada yang menolong
kami sampai satu jam. Diunduh tanggal 12 september 2014 dari
http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2013-01-05/saksipemerkosaan-india-tidak-ada-yang-menolong-kami-sampai-satujam/1070046
Riberio, (2009). Parental authority questionnaire. Journal of Personality
Assessmant, 1991, 57 (1), 110-119.
Robinson, C., Mandleco, B., Olsen, SF, &Hart, CH. (1995). Authoritative,
authoritarian, and permisive parenting practice: Development of A New
Measure. Psychological Report, 77, 819-830.
Rushton, J. P., Chrisjohn, R. D., & Fekken, G. C. (1981). The altruistic
personality and the self-report altruism scale. Personality and Individual
Differences, 2(4), 293-302.doi:10.1016/0191-8869(81)90084-2.
Santrock, J. W. (2007). Life-span development. Perkembangan anak. Milla
Rachmawati & Anna Kuswati (terj). Jakarta: Erlangga.
Sarlito, W. S. (2002). Psikologi sosial: Individu dan teori-teori psikologi sosial.
Jakarta: Balai Pustaka.
Sarlito, W. S., & Eko, A. M. (2009). Psikologi sosial. Jakarta: Salemba
Humanika.
Sears, D. O., Freedman, J, L., & Peplau, L. A. (1994). Psikologi sosial. Michael
Adryanto (terj). Jakarta: Erlangga.
Suara Merdeka. (2013). Trio MIA dapat penghargaan. Diunduh tanggal 13
september
2014
dari
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/05/24/2257
25/Trio-MIA-Dapat-Penghargaan.
Staub, E. (1978). The psychology of good and evil: Why children. adults and
group help and harm others. Cambridge: University Press.
Taylor, S. E., Peplue, L. A., & Sears, D. O. (2009). Psikologi sosial, edisi kedua
97
belas. Tri wibowo B.S (terj). Jakarta: Erlangga.
Walgito, B. (2004). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: Andi.
Zonacoppaser. (2011). Seorang anak tertabrak, 18 orang lewat tak ada yang
menolong. Diunduh pada tanggal 13 september 2014 dari
http://forum.viva.co.id/aneh-dan-lucu/214731-seorang-anak-tertabrak18-orang-lewat-tak-ada-yang-menolong-nya.html.
LAMPIRAN
PERYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN
Assalamu’alaikumWr. Wb
Saya, Safira Ainun Zahra mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang sedang mengadakan penelitian mengenai “Pengaruh Kemtangan Emosi Dan Pola
Asuh Orang Tua Terhadap Altruisme”. Penelitian ini sebagai tugas akhir untuk memperoleh
gelar Sarjana Psikologi.
Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaan anda untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini. Silahkan anda mengisi kuesioner ini dengan mengikuti petunjuk yang
diberikan. TIDAK ADA JAWABAN YANG SALAH dalam kuesioner ini. Pilihlah jawaban
sesuai dengan keadaan anda saat ini. Data diri dan semua jawaban anda akan sangat
bermanfaat bagi penelitian dan dijamin KERAHASIAANNYA. Atas perhatian dan
partisipasinya, saya ucapkan terima kasih.
HormatPeneliti,
SafiraAinun Zahra
PERNYATAAN PERSETUJUAN PARTISIPASI
Dengan ini saya secara sukarela menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian
ini. (WAJIB DIISI)
Inisial
:
Jenis Kelamin
: P / L (Lingkari)
SKALA A
PETUNJUK
Di bawah ini terdapat pernyataan-pernyataan, baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan.
Saudar/i diminta untuk mengemukakan apakah peryataan-pernyataan tersebut sesuai dengan
diri saudara/i, dengan cara memberikan tanda checklist (√) dalam pilihan jawaban yang telah
tersedia. Tidak ada jawaban yang benar atau salah, semua jawaban saudara/i adalah benar.
SS
: Sangat sesuai
S
: Sesuai
TS
: Tidak sesuai
STS
: Sangat tidak sesuai
Contoh
No. Pernyataan
Saya sukamenolongteman yang sedang kesusahan
1
No
Pernyataan
1
Saya bersedia menolong seseorang mendorong mobilnya
yang mogok
2
Saya memberikan petunjuk kepada seseorang yang tidak
saya kenal
3
Saya membuat perubahan untuk orang yang tidak saya kenal
4
Saya memberikan uang untuk amal
5
Saya akan memberikan uang untuk seseorang yang
membutuhkannya (atau yang meminta kepada saya)
6
Saya menyumbangkan barang atau pakaian untuk sebuah
amal
7
Saya melakukan kerja suka rela untuk sebuah amal
8
Saya memdonorkan darah saya
9
Saya menolong membawakan sesuatu milik orang yang
tidak saya kenal (buku, parcel, dll)
10
Saya menunda elevator dan memencet tombol untuk
membuka pintu untuk orang yang tidak saya kenal
11
Saya mengijinkan seseorang kedepan saya dalam sebuah
antrian (loket, supermarket)
12
Saya memberikan tumpangan di mobil saya kepada
seseorang yang tidak saya kenal
13
Saya memjelaskan kesalahan pramuniaga (di sebuah bank,
supermarket) yang melakukan pengurangan pembayaran
untuk saya pada barang/item yang saya ambil
SS
SS
S
√
TS
S
TS
STS
STS
No
Pernyataan
14
Saya membiarkan tetangga yang tidak terlalu saya kenal
meminjam benda berharga saya (piring, peralatan, dll)
15
Saya membeli kartu natal/lebaran “amal” karna saya tahu itu
memiliki tujuan yang baik
16
Saya menolong teman sekelas yang tidak terlalu saya kenal
baik mengerjakan tugasnya ketika pengetahuan saya lebih
baik dari pada yang lain
17
Sebelum diminta, saya dengan sukarela ikut menjaga
binatang peliharaan atau anak seorang tetangga tanpa upah
18
Saya menawarkan diri untuk membantu seseorang yang
cacat atau orang tua yang tidak saya kenal menyebrang jalan
19
Saya menawarkan tempat duduk saya di bus atau kereta
kepada orang yang tidak saya kenal yang sedang berdiri
20
Saya menolong orang yang cacat memindahkan perabotan
rumahnya
SS
S
TS
STS
SS
S
TS
STS
SKALA B
No
1
Pernyataan
2
Saya meminta bantuan teman dalam memecahkan masalah
yang saya hadapi
Saya dapat menyelesaikan tugas saya sendiri
3
Saya meminta teman saya untuk mengerjakan tugas saya
4
Saya selalu membuat catatan kegiatan harian saya sendiri
5
8
Saya mengandalkan pendapat sendiri dalam mengambil
keputusan meskipun itu masalah besar
Saya memerlukan bantuan orang lain untuk mengambil
keputusan
Saat saya dihadapka dengan dua pilihan, maka saya dapat
memastikan pilihan saya sendiri
Saya menyukai diri saya apa adanya
9
Terkadang saya merasa bodoh diantara teman-teman saya
10
Saya bangga dengan kemampuan yang saya miliki
11
14
Kadang saya merasa iri dengan teman yang lebih beruntung
dari saya
Saya tidak malu untuk memulai pembicaraan dengan
seseorang yang baru saya kenal
Saya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
menyesuaikan diri di lingkungan baru
Saya aktif dalam kegiatan di lingkungan saya
15
Berada di tengah banyak orang membuat saya gugup
6
7
12
13
No
Pernyataan
16
Saya berani mengemukakan pendapat saya didepan umun
17
Saya tidak berani mengemukakan pendapat saya sendiri
bahkan cenderung hanya mengikuti pendapat orang lain
18
Saya peka apabila ada perubahan suasana hati teman saya
19
Saya acuh pada masalah teman saya
20
Saya mengetahui apa yang dirasakan sahabat saya meskipun
dia tidak cerita
Ketika marah saya lebih suka diam
21
22
23
24
SS
S
TS
STS
SS
S
TS
STS
saya mudah marah ketika teman saya menyinggung perasaan
saya
saya berusaha tidak marah ketika teman saya menyinggung
saya
Saya memaki dan mengumpat jika sedang marah
SKALA C
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Pernyataan
Orang tua saya merasa, bahwa anak-anak memiliki cara
mereka sendiri didalam keluarga
Menurut orang tua, saya harus setuju dengan pendapat
mereka, karena hal tersebut demi kebaikan saya sendiri
Setiap kali orang tua menyuruh saya melakukan sesuatu, ia
mengharapkan saya melakukannya segera mungkin tanpa
bertanya
Meskipun kebijakan keluarga telah ditetapkan, orang tua
membahas alasan kebikajan tersebut dengan anak-anak.
Orang tua saya memberikan penjelasan setiap kali saya
merasa aturan dan batasan dalam keluarga tidak masuk akal
Orang tua membebaskan saya untuk berfikir dan berbuat
sesuai dengan apa yang ingin saya lakukan, bahkan jika hal
tersebut tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan
Orang tua tidak mengijinkan saya untuk bertanya pada setiap
keputusan yang mereka buat
Orang tua saya mengarahkan kegiatan dan keputusan anakanak dalam keluarga melalui pemahaman dan kedisiplinan
Orang tua saya merasa bahwa paksaan harus lebih digunakan
agar anak-anak bersikap sesuai dengan apa yang orang tua
inginkan
Orang tua saya tidak merasa saya perlu mematuhi peraturan
dan mengatur perilaku saya
Saya mengetahui apa yang orang tua saya harapkan dari
saya, tapi ketika saya merasa bahwa harapan tersebut tidak
masuk akal, saya bebas untuk mendiskusikan harapanharapan itu dengan orang tua
Orang tua saya menganggap bahwa orang tua yang bijaksana
harus mengajari anak-anak mereka sejak kecil tentang
siapakah pemimpin dalam keluarga
No
Pernyataan
13
Orang tua saya jarang memberi saya harapan dan bimbingn
untuk perilaku saya
Orang tua saya mengikuti apa yang anak-anak inginkan
ketika membuat keputusan keluarga
Orang tua saya secara konsisten memberikan arahan dan
bimbingan dengan rasional dan objektif
Orang tua saya akan marah jika saya mencoba untuk tidak
setuju dengannya
Orang tua saya merasa bahwa tidak seharusnya orang tua
membatasi kegatan, keputusan, dan keinginan anak-anak
mereka
Orang tua memberi tahu perilaku apa yang mereka harapkan
dari saya, dan jika saya tidak memenuhi harapan mereka,
mereka akan menghukum saya
Orang tua saya memperbolehkan saya untuk memutuskan
suatu hal sendiri tanpa banyak arahan dari mereka
Orang tua mempertimbangkan pendapat dari anak-anaknya
ketika membuat keputusan keluarga, tapi meraka tidak akan
memutuskan
sesuatu
hanya
karena
anak-anak
menginginkannya
Orang tua jarang memberikan contoh kepada saya tentang
cara berprilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari
Orang tua memiliki aturan tentang perilaku anak-anaknya
dirumah, tetapi mereka bersedia menyesuaikan aturan
tersebut dengan kebutuhan masing-masing anak dalam
keluarga
Orang tua memberi arahan untuk perilaku dan kegiatan saya
dan mereka mengharapkan saya mengikuti arahannya, tetapi
mereka selalu bersedia mendengarkan keinginan saya dan
mendiskusikan arahan itu dengan saya
Orang tua mengizinkan saya untuk memutuskan sendiri apa
yang akan saya lakukan
Orang tua saya bersikap memaksa dan ketat dalam membuat
kesepakatan dengan anak-anaknya ketika tidak melakukan
apa yang seharusnya dilakukan
Orang tua saya sering mengatakan kepada saya apa yang
mereka inginkan dari saya mereka mengharapkan agar saya
dapat mewujudkan keinginan tersebut
Orang tua saya memberikan arahan yang jelas untuk perilaku
dan kegiatan saya, tetapi mereka juga memahami ketika saya
tidak setuju dengannya
Orang tua saya tidak mengarahkan perilaku, kegiatan, dan
keinginan anak-anaknya
Orang tua bersikeras bahwa saya harus sesuai dengan
harapan-harapannya
Jika orang tua saya membuat suatu keputusan di dalam
keluarga yang menyakiti saya, mereka bersedia
membicarakan keputusan itu dengan saya dan mengakui jika
mereka melakukan kesalahan
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Terima Kasih
SS
S
TS
STS
Download