~ihunJabar o Selasae 4 S 20 o Mar 6 21 Rabu 7 22 0 Apr 0 Mel 0 Kamis 8 23 0 Jumat o Sabtu o Minggu 9 10 11 12 24 2S 26 27 eJun 0 Jul 0 Ags OSep a 28 OOkt 14 1S 29 ONov 30 31 ODes Sel~olahBertaraf Internasional SBI Buat Siapa? referat DIAH FATMA SJO~DA Dosen' Akom UNPAD MEMASUKI tahun ajaran baru, ibarat musim durian atau musim buah-buahan lainnya, para orang tua yang memiliki anaknya baru lulus sekolah dasar atau sekolah menengah pertama, semua sibuk mengurusi anaknya masing-masing agar dapat diterima di sekolah lanjutan tingkat berikutnya yang dianggap berkualitas. Di kalangan orang tua siswa, sekolah bertaraf internasional menjadi salah satu target yang diburu agar anaknya dapat mengikuti pendidikan di sekolah tersebut. Dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemerintah telah menetapkan kebijakan strategis di bidang pendidikan melalui UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasa150 ayat (3)UU tersebut menyebutkan bahwa: "Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnyasatu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkanmenjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional." Selanjutnya pemerintah pusat menyusun kebijakan tentang perintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SB1). Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional oleh pemerintah adalah ditujukan untuk perbaikan kualitas pendidikan nasional, khususnya supaya eksistensi pendidikan nasional Indonesia diakui di mata dunia . dan memiliki daya saing dengan negara-negara maju lainnya. Kebijakan Sekolah Berstandar Internasional (SBI)dalam konteks good governance di bidang pendidikan masih dihadapkan sejumlah masalah. Salah-satu masalah yang paling krusial adanya kecenderungan komersialisasi sekolah berstatus SBI yang diindikasikan tingginya biaya sekolah dan pungutan yang mahal dari sekolah kepada orang tua siswa. Kondisi tersebut bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional. Munculnya SBIdi Indonesia membawa beberapa permasalahan baru, antara lain munculnya potensi sistem pendidikan yang cenderung bersifat diskrirninatif dan eksklusif. Penyelenggaraan SB1diduga akan berekses melahirkan konsep pendidikan yang diskrirninatif, dalam arti pendidikan hanya diperuntukkan bagi mereka yang berasal dari kelompok masyarakat golongan ekonomi mampu, sedangkan pemerintah memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan sistem pendidikan yang berkualitas tanpa memandang status atau kelas ekonomi masyarakat. Sikap pemerintah yang mengizinkan setiap sekolah berstatus SB1 untuk menarik uang dari orang tua rnurid, meskipun pada sekolah negeri yang dimiliki pemerintah, menunjukkan sikap pemerintah yang melepaskan sebagian tanggung jawabnya dan dianggap tidak sejalan dengan amanat UUD 1945 yang berkaitan dengan pendidikan. Terkait adanya hak bagi SB1untuk memungut biaya pendidikan kepada orang tua siswa, selama ini beberapa penyelenggara sekolah memanfaatkan dengan baik izin dari Kementerian Pendidikan untuk melakukan pungutan dana sumbangan pembangunan, uang seragam, sampai iuran rutin bulanan yang besarannya dapat mencapai jutaan rupiah. Sehingga muncul pertanyaan, untuk siapakah sebenarnya SB1tersebut? Apakah hanya untuk warga negara yang berpenghasilan tinggi (kaya) atau untuk warga negara, peserta didik, siswa yang memiliki kecerdasan yang memenuhi standar SB1namun secara ekonomi berasal dari keluarga tak mampu, misalnya, masihkah mereka dapat ikut pendidikan di SBI? Sebenarnya kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional juga bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah ten- penyelenggaraan SBI belum dapat memenuhi kualifikasi yang ditentukan. Adanya hak bagi SBIuntuk memungut biaya pendidikan kepada orang tua siswa sebagaimana tercantum dalam Permendiknas Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Pasal13 ayat (3) juga menunjukkan bagaimana kebijakan pemerintah ini berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat terlebih dalam kondisi besarnya biaya yang dibebankan kepada masyarakat yang menyekolahkan anaknya di SBI. Kebijakan SB1,sangat ditentukan oleh pertama, kesiapan sumberdaya manusia aparatur pemerintah daerah yang akan merumuskan kebijakan operasional RSBIpada level kabupaten/kota. Kedua, kesiapan sumberdaya manusia kepala sekolah dan guru di masingmasing sekolah yang dijadikan pilot proyek SB!. Ketiga, kesiapan masyarakat yakni para orang tua siswa yang menyekolahkan anaknya di SBI. Cll2 Oleh karena itu, kebijakan SB1 tampaknya harus dievaluasi ulang agar kesan diskrirninatif dan hanya berpihak tang kepada warga kaya dapat diminimalkan. otonomi sekolah dan Sejatinya pendidikan itu adalah Manajemen Berbasis Sekolah kebutuhan dasar yang harus dapat dinikrnati oleh seluruh (MBS).MBS digunakan sebagai legitimasi untuk menentukan warga negara. Bahwa pendidikan memerlukan sejumlah biaya, kebijakan sistem pembelajaran di sekolah dimana sekolah memiliki tentu itu menjadi kewajiban kemerdekaan untuk menentukan pengelola negara dalam hal ini pemerintah yang telah diberi kebijakan yang diambil, termaamanah melalui pemilihan umum silk kemerdekaan guru dan siswa untuk menentukan sistem yang demokratis untuk memikirpembelajarannya. Sedangkan kan dan merumuskannya berupa dalam SBI,sekolah terikat dengan . kebijakan yang berpihak kepada sistem pembelajaran dari negara kebutuhan seluruh warga negara. lain. Kegagalan pemerintah meruPersoalan lain yang tidak kalah muskan kebijakan yang adil di penting adalah kompetensi guru dalam bidang pendidikan akan SB1,kualifikasi guru SBIdihadapat mengantarkan gagaInya ruskan lebih baik daripada guru negara memenuhi kebutuhan di sekolah biasa. Sampai saat ini, dasar warganya. *** =