TEKNIK UJI CEPAT UNTUK IDENTIFIKASI PENCEMARAN LOGAM BERAT TANAH DI LAHAN APEL BATU PROPOSAL DISERTASI Disusun oleh : Lenny Sri Nopriani 117040100111064 PROGRAM DOKTOR PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2011 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemupukan dilakukan untuk memberikan zat makanan yang optimal kepada tanaman, agar tanaman dapat memberikan hasil yang cukup. Dalam aplikasinya selain membawa dampak baik terhadap pertumbuhan tanaman serta hasil tanaman, pupuk juga membawa dampak negatif bagi lingkungan yang baik langsung maupun tidak akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman serta kesehatan manusia. Dampak negatif dari pupuk adalah dapat menjadi sumber pencemar baik di tanah, air, dan udara. Pupuk dikategorikan sebagai sumber pencemar karena adanya kandungan unsur serta senyawa tertentu yang masuk kedalam suatu sistem dimana unsur maupun senyawa tersebut tidak diperlukan dalam jumlah banyak atau dapat membahayakan komponen dalam lingkungan tersebut. Zat pencemar yang berasal dari pupuk biasanya berupa logam berat maupun senyawa yang merupakan residu dari pupuk. Residu apabila terakumulasi akan mencemari lingkungan dan akan mempengaruhi kehidupan makhluk hidup ditempat terakumulasinya residu pupuk tersebut. Akumulasi tersebut terjadi karena penggunaan pupuk yang berlebihan dan tidak berimbang. Kebijakan pertanian difokuskan pada produktivitas usahatani 2 dengan memberi sedikit perhatian pada daya dukung lingkungan dengan memanfaatkan teknologi pertanian (bibit, pupuk dan pestisida) serta finansial (modal sendiri, kredit, atau pinjaman), tanpa merusak daya dukung lingkungan. Penggunaan pestisida dan pupuk intensif sudah memberi dampak tersendiri pada efek komulatif yang menjadi penyebab kerusakan lingkungan dalam jangka waktu yang relatif agak lama (Palmer C. 2008). Dampak negatif pestisida terhadap lingkungan adalah adanya residu pestisida di dalam tanah yang dapat meracuni organisme non target, terbawa sampai ke sumber-sumber air dan meracuni lingkungan bahkan terbawa pada mata rantai makanan sehingga dapat meracuni konsumen, bahkan ke hewan dan manusia (Prabowo, 2008) Polutan yang sering menjadi masalah di tanah yaitu logam berat. Logam berat pada kondisi lingkungan yang alami tidak menjadi masalah. Namun akibat campur tangan manusia terhadap lingkungan seperti pemupukan dan pestisida, maka logam berat tersebut terakumulasi dan menjadi ancaman bagi kelestarian lingkungan terutama tanah. Banyak ion-ion terlarut yang berasal dari limbah agrokimia mengandung logam berat ditemui dalam bentuk padatannya seperti pada tanah dan pupuk. Unsur logam dalam larutannya akan membentuk ion positif atau kation, sedangkan unsur non logam akan membentuk ion negatif atau anion. Metode yang 3 digunakan untuk menentukan keberadaan kation dan anion tersebut dalam bidang kimia disebut analisis kualitatif. 1.2. Perumusan Masalah Teknik uji cepat adalah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan analisis kualitatif secara langsung di lapangan dengan cepat, tepat dan akurat. Ion-ion dapat diidentifikasi berdasarkan sifat fisika dan kimianya. Beberapa metode analisis kualitatif modern menggunakan sifat fisika seperti warna dan pembentukan endapan untuk mengidentifikasi ion pada tingkat konsentrasi tertentu. Namun demikian kita juga dapat menggunakan sifat fisika dan kimia untuk mengembangkan suatu metode analisis kualitatif menggunakan alat-alat yang sederhana yang dapat dilakukan untuk menjadi dasar metode uji cepat tanah. Dengan metode uji cepat diharapkan dapat memberikan informasi kandungan logam berat pada lahan apel Batu dan menjadi dasar dalam pengelolaan untuk meningkatkan kualitas produk buah dan menghindari dampak lingkungan dari limbah agro kimia tersebut. Terkait dengan pengaruh logam berat yang berasal dari produk agrokimia terhadap kesehatan tanah dan tanaman, maka ada beberap pertanyaan yang harus dijawab melalui penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana status logam berat dalam tanah apel Batu akibat pemupukan dan penggunaan pestisida secara intensif. 4 2. Metode uji cepat apa yang paling tepat untuk mengetahui status kandungan logam berat tanah apel kota Batu. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan umum : mengkaji pengaruh logam berat yang berasal dari produk agrokimia terhadap status logam berat di dalam tanah dan tanaman. Tujuan khusus : 1. Mengetahui kadar logam berat dalam pupuk dan pestisida yang digunakan petani apel di kota Batu 2. Mengetahui metode uji cepat status logam berat yang paling tepat di lahan apel kota Batu. 1.4. Manfaat Penelitian Temuan dari penelitian ini diharakan dapat menjadi : 1. Kaidah ilmiah yang melandasi penelitian aplikasi teknologi uji cepat tanah yang tercemar logam berat yang berasal dari produk agrokimia. 2. Kaidah ilmiah untuk memprediksi penurunan kesehatan tanah dan produk pertanian khususnya apel akibat terus menerus meningkatnya konsentrasi logam berat dalam tanah untuk jangka waktu yang panjang. 5 1.5. Hipotesis 1. Produk agrokimia merupakan salah satu sumber pencemaran logam berat dalam tanah. 2. Teknik uji cepat merupakan metode yang ampuh dalam mengetahui status logam berat dalam tanah. 1.6. Kerangka Penelitian Kerangka dasar penelitian ini disususun atas dasar konsep pemikiran yang berkaitan dengan latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penelitian. Kerangka dasar penelitian disajikan pada gambar 1. Pola dan perilaku logam berat dalam tanah ditentukan oleh besarnya konsentrasi logam berat di dalam produk agrokimia. Kandungan logam berat yang terdapat dalam tanah berasal dari produk agrokimia dapat diketahui secara langsung melalui teknik uji cepat. Terkait dengan konsep dasar penelitian dan tujuan penelitian yang akan dicapai maka disusun kerangka tahapan penelitian, sebagaimana dtunjukkan dalam gambar 2. 6 dulu Saat ini Tidak bermasala h Tanah terdegrada si Produksi tinggi Produksi rendah Perangka t lunak Kendala produksi dan kualitas Uji cepat perlakuan perbaikan 7 Kontaminasi logam berat berasal dari produk agrokimia Apel Batu Perlu ameliorasi Penelitian Pendahuluan Survey dan Observasi Untuk mengetahui : • • • • Jenis pupuk dan pestisida Dosis pupuk dan pestisida Cara Aplikasi Waktu pemberian Untuk mengetahui : Survey • • 8 Macam logam berat dalam pupuk dan pestisida Macam logam berat yang terkandung dalam tanah Penelitian Utama Ektraksi logam berat dalam tanah dan tanaman menggunakan senyawa tertentu Pewarnaan ekstrak logam berat menggunakan indikator Menganalisis kadar logam berat yang terukur Interpretasi data Membuat model matematik uji cepat Model Uji Cepat Logam Berat Output uji validitas menggunakan metode uji cepat terhadap sampel terukur perlakuan uji verifikasi menggunakan metode uji cepat terhadap sampel tanah apel 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Logam Berat Sedikitnya terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia di muka bumi ini yang telah teridentifikasi sebagai jenis logam berat. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain. Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7 (Miettinen, 1977). Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya. Afinitas yang tinggi terhadap unsur S menyebabkan logam ini menyerang ikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim bersangkutan menjadi tak aktif. Gugus karboksilat (-COOH) dan amina (-NH2) juga bereaksi dengan logam berat. Kadmium, timbal, dan tembaga terikat pada sel-sel membran 10 yang menghambat proses transpormasi melalui dinding sel. Logam berat juga mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis penguraiannya (Manahan, 1977). Berbeda dengan logam biasa, logam berat adalah istilah yang digunakan secara umum untuk kelompok logam berat dan metaloid yang densitasnya lebih besar dari 5 g/cm3 (Hutagalung et al., 1997). Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan tidak terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk komplek dengan senyawa organik dan anorganik, sedangkan logam berat yang tidak terlarut merupakan partikel-partikel yang berbentuk koloid dan senyawa kelompok metal yang teradsorbsi pada partikel partikel yang tersuspensi (Razak, 1980). Menurut Darmono (1995) sifat logam berat sangat unik, tidak dapat dihancurkan secara alami dan cenderung terakumulasi dalam rantai makanan melalui proses biomagnifikasi. Pencemaran logam berat ini menimbulkan berbagai permasalahan diantaranya: 1. berhubungan dengan estetika (perubahan bau, warna dan rasa air), 2. berbahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang, 3. berbahaya bagi kesehatan manusia, 4. menyebabkan kerusakan pada ekosistem. Sebagian dari logam berat bersifat essensial bagi organisme air untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, antara lain dalam 11 pembentukan haemosianin dalam sistem darah dan enzimatik pada biota (Darmono, 1995). Akan tetapi bila jumlah dari logam berat masuk ke dalam tubuh dengan jumlah berlebih, maka akan berubah fungsi menjadi racun bagi tubuh (Palar, 2004). Menurut subowo et al. (1999) adanya logam berat dalam tanah pertanian dapat menurunkan produktivitas pertanian dan kualitas hasil pertanian selain dapat membahayakan kesehatan manusia melalui konsumsi pangan yang dihasilkan dari tanah yang tercemar logam berat tersebut. 2.2. Karakteristik Logam Berat Berbahaya Menurut Suhendrayatna dalam Charlena (2004), ada beberapa logam berat yang berbahaya bila kadarnya dalam tubuh melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Logam berat tersebut yaitu: 1. Arsenik (As) Arsenik diakui sebagai komponen esensial bagi sebagian hewan dan tumbuh-tumbuhan, namun demikian arsenik lebih populer dikenal sabagai raja racun dibandingkan kapasitasnya sebagai komponen esensial. Pada permukaan bumi, arsenik berada pada urutan ke-20 sebagai elemen yang berbahaya, ke-14 di lautan, dan unsur ke-12 berbahaya bagi manusia. Senyawa ini labil dalam bentuk oksida dan 12 tingkat racunnya sama seperti yang dimiliki oleh beberapa elemen lainnya, sangat tergantung pada bentuk struktur kimianya. Arsen anorganik seperti arsen pentaoksida memiliki sifat mudah larut dalam air, sedangkan arsen trioksida sukar larut di air, tetapi lebih mudah larut dalam lemak. Penyerapan melalui saluran pencernaan dipengaruhi oleh tingkat kelarutan dalam air, sehingga arsen pentaoksida lebih mudah diserap dibanding arsen trioksida. 2. Kadmium (Cd) Kadmium (Cd) adalah logam kebiruan yang lunak, dan merupakan racun bagi tubuh manusia. Waktu paruhnya 30 tahun dan dapat terakumulasi pada ginjal, sehingga ginjal mengalami disfungsi. Jumlah normal kadmium di tanah berada di bawah 1 ppm, tetapi angka tertinggi (1700 ppm) dijumpai pada permukaan sampel tanah yang diambil di dekat pertambangan biji seng (Zn). Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh tanaman dibandingkan dengan ion logam berat lainnya seperti timbal. Logam berat ini bergabung bersama timbal dan merkuri sebagai the big three heavy metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia. Menurut badan dunia FAO/ WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah 400-500 g per orang atau 7 mg per kg berat badan. Kadmium yang terdapat dalam tubuh manusia sebagian 13 besar diperoleh melalui makanan dan tembakau, hanya sejumlah kecil berasal dari air minum dan polusi udara. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Laegreid (1999) dalam Charlene (2004), pemasukan Cd melalui makanan adalah 10-40 mg/ hari, sedikitnya 50% diserap oleh tubuh. 3. Tembaga (Cu) Tembaga (Cu) bersifat racun terhadap semua tumbuhan pada konsentrasi larutan di atas 0,1 ppm. Konsentrasi yang aman bagi air minum manusia tidak lebih dari 1 ppm. Bersifat racun bagi domba pada konsentrasi di atas 20 ppm. Konsentrasi normal komponen ini di tanah berkisar 20 ppm dengan tingkat mobilitas sangat lambat karena ikatan yang sangat kuat dengan material organik dan mineral tanah liat. Kehadiran tembaga pada limbah industri biasanya dalam bentuk ion bivalen Cu(II) sebagai hydrolytic product. Beberapa industri seperti pewarnaan, kertas, minyak, industri pelapisan melepaskan sejumlah konsentrasi tinggi (22-750 mg/kg tanah kering) dijumpai pada sedimen di laut Hongkong dan pada sejumlah pelabuhan-pelabuhan di Inggris. Cemaran logam tembaga pada bahan pangan pada awalnya terjadi karena penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan. Meskipun demikian, pengaruh proses pengolahan akan dapat mempengaruhi status keberadaan tembaga tersebut dalam bahan pangan 14 (Charlene, 2004). Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan (POM) RI telah menetapkan batas maksimum cemaran logam berat tembaga pada sayuran segar yaitu 50 ppm. Namun demikian, tembaga merupakan unsur ada dalam makanan manusia dan dibutuhkan oleh tubuh (Acceptance Daily Intake/ADI = 0,05 mg/kg berat badan). Pada kadar ini tidak terjadi akumulasi pada tubuh manusia normal. Akan tetapi asupan dalam jumlah yang besar pada tubuh manusia dapat menyebabkan gejala-gejala yang akut (Astawan, 1995). 4. Timbal (Pb) Timbal (Pb) sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun, batang, akar dan akar umbiumbian (bawang merah). Perpindahan timbal dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah. Konsentrasi timbal yang tinggi (100-1000 mg/ kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada prose’s fotosintesis dan pertumbuhan. Timbal hanya mempengaruhi tanaman bila konsentrasinya tinggi (Anonymous, 1998 dalam Charlene, 2004). Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar 15 tanaman. Timbal merupakan logam berat yang sangat beracun, dapat dideteksi secara praktis pada seluruh benda mati di lingkungan dan seluruh sistem biologis. Sumber utama timbal adalah makanan dan minuman. Komponen ini beracun terhadap seluruh aspek kehidupan. Timbal menunjukkan beracun pada sistem saraf, hemetologic, hemetotoxic dan mempengaruhi kerja ginjal. Rekomendasi dari WHO, logam berat Pb dapat ditoleransi dalam seminggu dengan takaran 50mg/kg berat badan untuk dewasa dan 25 mg/kg berat badan untuk bayi dan anak-anak. Mobilitas timbal di tanah dan tumbuhan cenderung lambat dengan kadar normalnya pada tumbuhan berkisar 0,5- 3 ppm. 5. Merkuri (Hg) Disebut juga air raksa, merkuri merupakan logam yang secara alami ada dan merupakan satu-satunya logam yang pada suhu kamar berwujud cair. Logam murninya berwarna keperakan, cairan tak berbau, dan mengkilap. Bila dipanaskan sampai suhu 357°C, Hg akan menguap. Selain untuk kegiatan penambangan emas, logam Hg juga digunakan dalam produksi gas klor dan soda kaustik, termometer, bahan tambal gigi, dan baterai. Keracunan merkuri pertama sekali dilaporkan terjadi di Minamata, Jepang pada tahun 1953. 16 Kontaminasi serius juga pernah diukur di sungai Surabaya, Indonesia tahun 1996. Akibat kuatnya interaksi antara merkuri dan komponen tanah lainnya, penggantian bentuk merkuri dari satu bentuk ke bentuk lainnya selain gas biasanya sangat lambat. Proses methylisasi merkuri biasanya terjadi di alam pada kondisi terbatas, membentuk satu dari sekian banyak elemen berbahaya, karena dalam bentuk ini merkuri sangat mudah terakumulasi pada rantai makanan. Karena berbahaya, penggunaan fungisida alkylmerkuri dalam pembenihan tidak diijinkan di banyak negara. Kasus yang kedua yang terjadi di negara kita sendiri yaitu tercemarnya perairan di Teluk Buyat, Manado sebagai akibat pembuangan limbah arsen (As) dan merkuri (Hg) yang dilakukan oleh PT. Newmont selama bertahun-tahun sehingga mengakibatkan tercemarnya ikan-ikan yang ada di perairan tersebut. Ikan-ikan tersebut dimakan oleh penduduk yang ada di sekitar daerah itu dan menyebabkan wabah neurologis yang tidak menular, yang sangat merugikan kesehatan serta menyengsarakan kesehatan masyarakat. Dalam kasus Buyat ini, logam berat merkuri (Hg) kemungkinan dapat berasal dari limbah prose’s pemisahan biji emas atau dari tanah bahan tambangnya sendiri yang sudah mengandung merkuri. Padahal banyak alternatif yang dapat digunakan untuk mengolah limbah yang mengandung logam berat, khususnya merkuri, diantaranya ialah dengan teknologi low temperature thermal desorption 17 (LTTD) atau dengan teknologi Phytoremediation (Anonymous, 2004). 2.3. Logam Berat di Alam Logam adalah unsur alam yang dapat diperoleh dari laut, erosi batuan tambang, vulkanisme dan sebagainya (Clark, 1986). Umumnya logam-logam di alam ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan unsur lain, sangat jarang yang ditemukan dalam elemen tunggal. Unsur ini dalam kondisi suhu kamar tidak selalu berbentuk padat melainkan ada yang berbentuk cair, misalnya merkuri (Hg). Dalam badan perairan, logam pada umumnya berada dalam bentuk ion-ion, baik sebagai pasangan ion ataupun dalam bentuk ion-ion tunggal. Sedangkan pada lapisan atmosfir, logam ditemukan dalam bentuk partikulat, dimana unsure-unsur logam tersebut ikut berterbangan dengan debu-debu yang ada di atmosfir (Palar, 2004). Tanah secara alami telah mengandung logam berat meskipun hanya sedikit. Berdasarkan analisis Notohadiprawiro dkk (1991) jenis tanah Vertisol Sragen, Ferrassol Karanganyar (Solo), dan Regosol kuningan Yogyakarta mengandung logam berat 20.9-49.8 (Zn), 18.7- 35.4 (Cu), 5.6- 15.1 (Pb), dan 6.4-28.8 ppm (Ni). Kadarnya pun tergantung dari bahan induk pembentuk tanah itu sendiri. Tanah pun memiliki kemampuan dalam menyerap logam berat yang berbeda untuk tiap jenis tanah berdasarkan bahan induk penyusun tanah tersebut. Menurut standar 18 umum kadar Pb dan Cd yang boleh ada pada tanah adalah masingmasing 150 ppm dan 2 ppm namun untuk jenis tanah yang berasal dari batuan beku (Charlena, 2004). Kandungan logam berat didalam tanah secara alamiah sangat rendah, kecuali tanah tersebut sudah tercemar (Tabel 1). Kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan logam pada tanaman yang tumbuh diatasnya, kecuali terjadi interaksi diantara logam itu sehingga terjadi hambatan penyerapan logam tersebut oleh tanaman. Akumulasi logam dalam tanaman tidak hanya tergantung pada kandungan logam dalam tanah, tetapi juga tergantung pada unsur kimia tanah, jenis logam, pH tanah, dan spesies tanaman (Darmono 1995 dalam Charlena, 2004). Tabel 1. Kandungan logam berat dalam tanah secara alamiah (µg/g) Logam Kandungan (Rata-Rata) Kisaran non Populasi As 100 5 – 3000 Co 8 1 – 40 Cu 20 2 – 300 Pb 10 2 – 200 Zn 50 10 – 300 Cd 0,06 0,05 – 0,7 Hg 0,03 0,01 – 0,3 19 Sumber: Peterson (1979) & Darmono (1995) dalam Charlena (2004) Berdasarkan tinjauan secara comprehensive, Brummer (Verloo, 1993), keseluruhan logam berat yang ada dalam tanah dapat dipilahkan menjadi berbagai fraksi atau bentuk: (1) Larut air, berada dalam larutan tanah. (2) Tertukarkan, terikat pada tapak-tapak jerapan (adsorption sites) pada koloid tanah dan dapat dibebaskan oleh reaksi pertukaran ion. (3) Terikat secara organik, berasosiasi dengan senyawa humus yang tidak terlarutkan. (4) Terjerat (occluded) di dalam oksida besi dan mangan. (5) Senyawa-senyawa tertentu, seperti karbonat, fosfat, dan sulfida. (6) Terikat secara struktural di dalam mineral silikat atau mineral primer. Bagian terbesar segala logam berat yang ada dalam tanah, yaitu 95 – 99% jumlah total, berada dalam fraksi 2, 3, 4, 5, dan 6. Meskipun fraksi 1 jumlahnya hanya sedikit, namun dilihat dari segi ekologi, fraksi ini paling penting karena penyerapan tanaman dan pengangkutan dalam lingkungan bergantung padanya. Acapkali ion logam berat terkoordinasikan pada senyawa organik, terutama asam-asam humat dan fulvat, membentuk kelat. Dalam keadaan ini mobilitas logam berat meningkat. Logam berat menjadi lebih mudah terpindahkan ke bagian tubuh tanah yang lebih dalam (terkoluviasi) atau lebih mudah tercuci (leached). Kelasi menurunkan 20 toksisitas larutan logam berat. Akan tetapi kelasi juga memacu pelapukan mineral dan batuan, berarti melancarkan pelepasan unsur logam berat ke dalam larutan tanah. pH larutan berpengaruh langsung atas kelarutan unsur logam berat. Kenaikan pH menyebabkan logam berat mengendap. Yang lebih penting ialah pengaruh tidak langsung lewat pengaruhnya atas KTK. Sebagian KTK berasal dari muatan tetap dan sebagian lagi berasal dari muatan tidak tetap (variable charge). Muatan tidak tetap bergantung pada pH yang meningkat sejalan dengan peningkatan pH. Maka peningkatan pH membawa peningkatan KTK. Logam berat terjerap lebih banyak atau lebih kuat sehingga mobilitasnya menurun. tanah penjerap, anion yang terjerap dapat membantu penjerapan kation logam berat karena meningkatan kerapatan muatan negatif pada permukaan komponen penjerap. Dapat pula sebaliknya, anion yang terjerap menghalangi penjerapan kation logam berat karena menutupi tapak jerapan. Potensial redoks tanah yang bersama dengan reaksi tanah menentukan spesies kimiawi logam berat. Misalnya, spesies utama Cd dalam keadaan oksik dan masam ialah Cd2+, CdSO4 dan CdCl+, dalam keadaan oksik dan base disamping yang telah disebutkan juga terdapat CdHCO3+, dan dalam keadan anoksik kompleks sulfat diganti dengan kompleks sulfida. Ketersediaan hayati logam berat, berarti keterserapannya oleh tumbuhan, dikendalikan oleh berbagai faktor tanah dan biologi 21 (macam, fase pertumbuhan, dan fase perkembangan tumbuhan) secara rumit, bahkan ada faktor yang pengaruhnya saling bertentangan. Menurut Verloo (1993) ada kejadian yang penyerapan suatu logam berat oleh tumbuhan dari tanah yang tercemar berat lebih sedikit daripada penyerapannya dari tanah yang tercemar ringan. Hal ini berkenaan dengan penaikan pH yang lebih tinggi oleh bahan pencemar yang lebih banyak dan sejalan dengan ini KPK juga meningkat lebih tinggi, sehingga penjerapan oleh tanah menjadi lebih kuat. 2.4. Tanah Sebagai Bagian Siklus Logam Berat Tanah merupakan bagian dari siklus logam berat. Masukan logam berat ke dalam tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan mengakibatkan pencemaran tanah. Menurut Arnold (1990) & Subowo et al (1995) dalam Charlena (2004), logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar dari 5 g/cm3, antara lain Cd, Hg, Pb, Zn, dan Ni. Logam berat Cd, Hg, dan Pb dinamakan sebagai logam non esensial dan pada tingkat tertentu menjadi logam beracun bagi makhluk hidup (Charlena, 2004). Logam berat memasuki lingkungan tanah melalui penggunaan bahan kimia yang berlangsung mengenai tanah, penimbunan debu, hujan atau pengendapan, pengikisan tanah dan limbah buangan. Interaksi logam berat dan lingkungan tanah dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : 22 a. proses sorbsi atau desorbsi b. difusi pencucian, dan c. degradasi. Pemasok logam berat dalam tanah pertanian antara lain bahan agrokimia (pupuk dan pestisida), asap kendaraan bemotor, bahan bakar minyak, pupuk organik, buangan limbah rumah tangga, industri, dan pertambangan. Selain itu sumber logam berat dalam tanah berasal dari bahan induk pembentuk tanah itu sendiri, seperti Cd banyak terdapat pada batuan sedimen schales (0,22 ppm berat), Cr pada batuan beku ultrafanik (2, 980 ppm berat), Hg pada bauan sedimen pasir (0,29 ppm berat), Pb pada batuan granit (24 ppm berat) (Alloway 1990). Pestisida juga memberikan masukan logam berat ke dalam tanah. Serapan pestisida oleh tanaman tergantung pada dosis pemberian pestisida, jenis tanah, dan kemampuan tanaman menyerap pestisida. Besarnya penyerapan logam berat dalam tanah dipengaruhi oleh sifat bahan kimia, kepekatan bahan kimia dalam tanah, kandungan air tanah, dan sifat-sifat tanah misalnya bahan organik dan liat (Cliath & Miller, 1995 dalam Charlena, 2004). Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut yang ada di dalam larutan oleh permukaan benda atau zat penyerap. Adsorpsi adalah masuknya bahan yang menggumpal dalam suatu zat padat. Sebagian besar adsorben merupakan bahan yang sangat berpori dan adsopsi terutama terjadi pada dinding berpori atau 23 pada suatu tempat tertentu di dalam partikel. Proses pemisahan dapat terjadi karena adanya perbedaan berat molekul, bentuk atau kepolaran yang menyebabkan molekul-molekul tertentu melekat pada permukaan yang lebih kuat daripada molekul-molekul yang lain atau karena ukuran porinya terlalu kecil untuk dapat memuat molekul yang lebih besar. Adsopsi dipengaruhi oleh permukaan suatu zat dan juga luas area. Adsorben memiliki luas permukaan yang besar untuk bereaksi, apabila suatu zat dalam cairan kecil, maka semakin besar potensi untuk dapat terikat atau menempel. Mekanisme sorpsi dapat berupa pertukaran ion (untuk yang terionisasi) dan ikatan hidrofobik (untuk zat organik yang tidak larut). 2.5. Pencemaran Logam Berat pada Tanah Logam berat termasuk zat pencemar karena sifatnya yang stabil dan sulit untuk diuraikan. Logam berat dalam tanah yang membahayakan pada kehidupan organisme dan lingkungan adalah dalam bentuk terlarut. Di dalam tanah logam tersebut mampu membentuk kompleks dengan bahan organik dalam tanah sehingga menjadi logam yang tidak larut. Logam yang diikat menjadi kompleks organik ini sukar untuk dicuci serta relatif tidak tersedia bagi tanaman. Dengan demikian senyawa organik tanah mampu mengurangi bahaya potensial yang disebabkan oleh logam berat beracun (Institut Pertanian Bogor, 2006). 24 Unsur logam berat tanah terkandung dalam bebatuan beku, metamorfik, sedimen dll. Kadar logam berat dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah dan fraksi – fraksi tanah yang bersifat dapat mengikat ion logam berat. Senyawa – senyawa tertentu seperti bahan ligand dapat mempengaruhi aktivitas ion logam berat, yaitu membentuk kompleks logam-ligand yang stabil, gugus – gugus karboksil dan fenoksil berperan mengikat semua unsur logam mikro (Napitupulu, 2008). Kadar logam berat dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah dan fraksi – fraksi tanah yang bersifat dapat mengikat ion logam. Dengan peningkatan pH kadar logam berat dalam fase larutan menurun akibat meningkatnya reaksi hidrolisis, kerapatan kompleks adsorpsi dan muatan yang dimiliki koloid tanah. Disimpulkan bahwa pH bersama-sama dengan bahan mineral liat dan kandungan oksida-oksida hidrat dapat mengatur adsorpsi spesifik logam berat yang meningkat secara linear dengan pH sampai tingkat maksimum (Napitupulu, 2008). Pemasok logam berat dalam tanah pertanian antara lain bahan agrokimia (pupuk dan pestisida), asap kendaraan bemotor, bahan bakar minyak, pupuk organik, buangan limbah rumah tangga, industri, dan pertambangan. Selain itu sumber logam berat dalam tanah berasal dari bahan induk pembentuk tanah itu sendiri, seperti Cd banyak terdapat pada batuan sedimen schales (0,22 ppm berat) (Alloway 1990 dalam Charlena 2004). 25 2.6. Kandungan Logam Berat dalam Pupuk Pupuk adalah suatu bahan penyubur tanaman yang diberikan melalui tanah maupun langsung ketanaman dengan cara disemprotkan kedaun (Mulyati, 2006). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa pupuk diperlukan untuk dapat meyuburkan tanaman sehingga dapat memberi hasil yang optimal bagi manusia. pupuk dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara salah satunya berdasarkan proses pembuatan dan senyawa yang terkandung dalam pupuk itu sendiri. Berdasarkan proses pembuatannya pupuk dapat di bedakan menjadi dua. Yaitu; 1. Pupuk alam, yaitu pupuk yang terbuat dari bahan alam dan proses terbentuknya berlangsung secara alami. Contoh; pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk kompos, pupuk batuan silikat pupuk batuan fosfat pupuk zeolit dan sebagainya. 2. Pupuk buatan, yaitu pupuk yang diproduksi oleh pabrik. Umumnya mengandung hara yang telah ditetapkan macam dan komposisinya. Contohnya; urea, SP-36 dll. Sedangkan pupuk berdasarkan senyawa yang terkandung dapat terbagi menjadi; 1. Pupuk organik, yaitu pupuk yang mengandung senyawa organik dan berasal ari makhluk hidup yang telah mati. 2. Pupuk an-organik, yaitu pupuk yang mengandung senyawa anorganik dan bahan dasarnya berasala dari mineral. 26 Setiap jenis pupuk memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sebagai contoh unsure hara dalam pupuk an-organik lebih cepat tersedia dibandingkan dengan unsure hara dalam pupuk organik. Namun pupuk organik cendrung lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan pupuk an-organik. Hal tersebut yang ikut memberi perbedaan antara pupuk organik dengan pupuk anorganik selain perbedaan mendasar seperti jenis senyawa yang terkandung dalam masing-masing pupuk. Dalam aplikasinya selain menbawa dampak baik terhadap pertumbuhan tanaman serta hasil tanaman, pupuk juga membawa dampak negatif bagi lingkungan yang baik langsung maupun tidak akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman serta keseatan masnusia. Dampak negatif dari pupuk adalah dapat menjadi sumber pencemar baik di tanah, air, dan udara. Dalam UU No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pencemran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah di tetapkan. Pupuk dikategorikan sebagai sumber pencemar karena adanya kandungan unsure serta senyawa tertentu yang masuk kedalam suatu sistem dimana unsure maupun senyawa tersebut tidak diperlukan dalam jumlah banyak atau dapat membahayakan komponen dalam 27 lingkungan tersebut. zat pencemar yang berasal dari pupuk biasanya berupa logam berat maupun senyawa yang merupakan residu dari pupuk. Residu apabila terakumulasi akan mencemari lingkungan dan akan mempengaruhi kehidupan makhluk hidup ditempat terakumulasinya residu pupuk tersebut. akumulasi tersebut terjadi karena penggunaan pupuk yang berlebihan dan tidak berimbang. Dalam dunia pertanian pencemaran yang menjadi pokok perhatian adalah pencemaran yang terjadi di tanah. hal ini karena tanah merupakan media tumbuh tanaman dan yang dominan menerima dampak langsung dari pencemaran yang disebabkan oleh pupuk. Pupuk biasanya mengandung logam berat sebagai bahan tambahan. Pupuk yang sering bahkan selalu mengandung logam berat adalah pupuk buatan anorganik. Namun pupuk organik belum tentu bebas dari kandungan logam bera. Hal tersebut dipengaruhi oleh sumber bahan organik yang digunakan sebagai bahan baku pupuk organik. Tabel berikut akan menjelaskan tentang kadar logam berat yang terkandung dalam berbagai jenis pupuk baik itu pupuk organik maupun pupuk anorganik (ppm). 28 Tabel 1. Kandungan logam berat dalam berbagai jenis pupuk Unsur Pupuk Pupuk Pupuk Kapur Kompos Fosfat Nitrat Kandang B 5-115 - 0,3-0,6 10 - Cd 0,1-170 0,05-8,5 0,1-0,8 0,04-0,1 0,01-100 Co 1-12 5,4-12 0,3-24 0,4-3 - Cr 66-245 3,2-19 1,1-55 10-15 1,8-410 Cu 1-300 - 2-172 2-125 13-3580 Hg 0,01-1,2 0,3-2,9 0,01-0,36 0,05 0,09-21 Mn 40-2000 - 30-969 40-1200 - Mo 0,1-60 1-7 0,05-3 0,1-15 - Ni 7-38 7-34 2,1-30 10-20 0,9-279 Pb 7-225 2-27 1,1-27 20-1250 1,3-2240 Sb <100 - - - - Se 0,5 - 2,4 0,08-0,01 - U 30-300 - - - - V 2-1600 - - 20 - Zn 59-1450 1-42 15-566 10-450 82-5894 (Alloway,1995). 29 Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa kandung beberapa logam berat dalam beberapa jenis pupuk tergolong cukup tinggi bahkan sudah berada diatas ambang toleransi yang dapat ditampung oleh alam. Sebagai contoh pupuk fosfat mengandung Pb antara 7 – 225 ppm. Hal ini sudah berada di atas ambang tolensi logam Pb yang sekitar 150 ppm. Sedang kan Cd yang terkandung dalam pupuk fosfat berkisar antara 5115 ppm. Angka ini tergolong tinggi karena kadar Cd yang masih bisa ditolerir hanya 2 ppm. Pupuk yang diberikan ke tanah secara intensif akan sangat berbahaya bagi tanah serta tanaman yang ada diatasnya. Hal ini karena beberapa jenis pupuk mengandung logam berat dalam kadar yang sangat tinggi. Kadar yang tinggi ini akan sangat berbahaya jika terjadi akumulasi secara terus menerus dan membuat pertumbuhan dan kualitas serta kuantitas hasil tanaman menurun. Selain itu logam berat yang terakumulasi terlalu banyak akan mengganggu aktivitas mikrobia atau bahkan meracuninya. Oleh karena itu diperlukan kebijaksaan serta perngetahuan yang cukup untuk melakukan pemupukan sehingga tidak mencemarai lingkungan. Hal ini karena kelestarian lingkungan akan menunjang pertumbuhan dan hasil tanaman serta kualitas hasil tanaman yang akan mempengaruhi kesehatan manusia. Logam berat berkenaan dengan pertanian memunculkan empat persoalan yang saling berkaitan berupa akibat atas: 30 (1) Edafon, yaitu kehidupan di dalam tanah yang merupakan salah satu faktor pokok penentu produktivitas tanah; (2) Hasil panen pertanaman, baik jumlah maupun mutunya; (3) Kesehatan ternak; dan (4) Kesehatan manusia. Keempat persoalan tersebut dapat dikembalikan kepada satu persoalan dasar, yaitu perilaku logam berat di dalam tanah. Perilaku ini menentukan seberapa kuat dayanya mempengaruhi edafon, dan seberapa banyak jumlahnya yang dapat diserap tanaman. 2.7. Pemupukan Intensif Lahan Apel sebagai Dampak Perubahan Iklim Dalam kehidupan sehari-hari, iklim akan mempengaruhi jenis tanaman yang sesuai untuk dibudidayakan pada suatu kawasan, dan teknik budidaya yang dilakukan petani. Dengan demikian iklim sangat penting artinya dalam sektor pertanian. Dengan kegiatan pertanian yang disebut klimatologi pertanian. Iklim akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia dan organisme lain yang hidup di muka bumi. Jenis dan sifat Iklim juga akan mempengaruhi jenis tanaman yang sesuai untuk dibudidayakan pada suatu kawasan serta produksinya, penjadwalan budidaya pertanian, dan teknik budidaya yang dilakukan petani. Pengetahuan tentang iklim sangat penting artinya dalam sektor pertanian. 31 mengapa iklim di berbagai tempat di bumi berbeda, dan bagaimana kaitan antara iklim dan dengan aktivitas manusia. Iklim merupakan salah satu faktor pembatas dalam proses pertumbuhan dan produksi tanaman. Jenis2 dan sifat2 iklim bisa menentukkan jenis2 tanaman yg tumbuh pada suatu daerah serta produksinya. Oleh karena itu kajian klimatologi dalam bidang pertanian sangat diperlukan. Seiring dengan dengan semakin berkembangnya isu pemanasan global dan akibatnya pada perubahan iklim, membuat sektor pertanian begitu terpukul. Tidak teraturnya perilaku iklim dan perubahan awal musim dan akhir musim seperti musim kemarau dan musim hujan membuat para petani begitu susah untuk merencanakan masa tanam dan masa panen. Untuk daerah tropis Indonesia, hujan merupakan faktor pembatas penting dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pertanian. Selain hujan, unsur iklim lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah suhu, angin, kelembaban dan sinar matahari. Setiap tanaman pasti memerlukan air dalam siklus hidupnya, sedangkan hujan merupakan sumber air utama bagi tanaman. Berubahnya pasokan air bagi tanaman yg disebabkan oleh berubahnya kondisi hujan tentu saja akan mempengaruhi siklus pertumbuhan tanaman, Inu merupakan contoh global pengaruh ikliim terhadap tanaman. Di indonesia sendiri akibat dari perubahan iklim, yaitu timbulnya 32 fenomena El Nino dan La Nina. Fenomena perubahan iklim ini menyebabkan menurunnya produksi apel. Selain hujan, ternyata suhu juga bisa menentukkan jenis-jenis tanaman yg hidup di daerah-daerah tertentu. Misalnya perbedaan tanaman yang tumbuh di daerah tropis, gurun dan kutub. Indonesia merupakan daerah tropis, perbedaan suhu antara musim hujan dan musim kemarau tidaklah seekstrim perbedaan suhu musim panas dan musim kemarau di daerah-daerah sub tropis dan kutub. Oleh karena itu untuk daerah tropis, klasifikasi suhu lebih di arahkan pada perbedaan suhu menurut ketinggian tempat. Perbedaan suhu akibat dari ketinggian tempat (elevasi) berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanaman apel dapat tumbuh dengan baik pada curah hujan yang ideal adalah 1.000-2.600 mm/tahun dengan hari hujan 110-150 hari/tahun. Dalam setahun banyaknya bulan basah adalah 6-7 bulan dan bulan kering 3-4 bulan. Curah hujan yang tinggi saat berbunga akan menyebabkan bunga gugur sehingga tidak dapat menjadi buah. 2) Tanaman apel membutuhkan cahaya matahari yang cukup antara 50-60% setiap harinya, terutama pada saat pembungaan. Suhu yang sesuai berkisar antara 16-27 derajat C. Kelembaban udara yang dikehendaki tanaman apel sekitar 75-85%. Kota Batu pada awal dibudidayakannya tanaman apel memiliki kondisi iklim yang sesuai dengan syarat tumbuhnya. Namun akibat perubahan iklim gobal, kondisi klimatologi daerah Batu menjadi 33 berubah. Hal ini menyebabkan menurunyya produkstifitas tanaman apel. Untuk meningkatkan produksi, petani melakukan pemupukan intensif dengan dosis tinggi. Ada bermacam kombinasi pupuk kimia yang sering digunakan petani, tetapi menurut catatan resmi dari Dinas Pertanian di Batu, pupuk yang paling biasa disebut Antracol. Pupuk kimia ini digunakan di semua kecamatan di Batu, yaitu Bumiaji, Junrejo dan Batu, diantara banyak lagi merk pupuk misalnya Curacron, Dursban, dan Proplin (Cook,2006). Hal ini membuktikan adanya pengunaan pupuk kimia yang tersebar luas di industri apel di Batu. Persoalan kimia di tanah merupakan persoalan yang mempengaruhi ekosistem lingkungan secara umum, terutama dalam penyediaan air sehubungan dengan kota Batu yang merupakan daerah hulu tempat penangkapan air, yang menyebabkan banyak masalah lain yang berhubungan dengan lingkungan. 2.8. Logam Berat dari Penggunaan Pestisida Disamping hal-hal iklim, budidaya apel juga menderita dari masalah dari Hama dan Penyakit. Menurut Soelarso, Hama yang paling berbahaya adalah Kutu Hijau, Tungau, Cabuk merah, Thrips, dan Ulat Daun. Penyakit yang paling sulit adalah Penyakit Embun Tepung, Penyakit Bercak Daun, Jamur Upas, dan Penyakit Kanker. 22 Juga, petani apel harus mampu mencari tandatanda fisik yang menunjukkan kesehatan 34 pohon apel, antara lain masak (ripening) buah-buah. Pestisida secara luas diartikan sebagai suatu zat yang bersifat racun, menghambat pertumbuhan atau perkembangan, tingkah laku, bertelur, perkembang biakan, mempengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi OPT. Tidak kita pungkiri bahwa dengan pestisida sintetis telah berhasil menghantarkan sektor pertanian menuju terjadinya “revolusi hijau”, yang ditandai dengan peningkatan hasil panen dan pendapatan petani secara signifikan, sehingga Indonesia bisa mencapai swasembada pangan pada tahun 1986. Dalam revolusi hijau target yang akan dicapai adalah berproduksi cepat dan tinggi, sehingga diperlukan teknologi masukan tinggi diataranya penggunaaan varietas unggul, pemupukan berat dengan pupuk kimia, pemberantasan hama dan penyakit dengan obat-obatan kimia. Pada tahun ini konsepsi untuk menanggulangi OPT ialah pendekatan UNILATERAL, yaitu menggunakan satu cara saja, PESTISIDA. Ketika itu pestisida sangat dipercaya sebagai “ASURANSI” keberhasilan produksi; tanpa pestisida produksi sulit atau tidak akan berhasil. Karena itu pestisida disubsidi sampai sekitar 80 % dari harganya, hingga petani dapat membelinya dengan harga “murah”. Sistem penyalurannyapun diatur sangat rapih dari pusat sampai ke daerahdaerah. Pestisida diaplikasikan menurut jadwal yang telah ditentukan, 35 tidak memperhitungkan ada hama atau tidak. Pemikiran ketika itu ialah “melindungi” tanaman dari kemungkinan serangan hama. Promosi pestisida yang dilakukan oleh para pengusaha pestisida sangat gencar melalui demontrasi dan kampanye. Para petani diberi penyuluhan yang intensif, bahwa hama-hama harus diberantas dengan insektisida. Dalam perlombaan hasil intensifikasi, frekuensi penyemprotan dijadikan kriteria, makin banyak nyemprot, makin tinggi nilainya. 2.9. Konsekuensi Lingkungan dari Penggunaan Pestisida Ternyata, puncak kejayaan pestisida sekitar tahun 19841985 telah membawa dampak yang sangat dahsyat terhadap ekosistem yang ada. Meskipun penggunaan pestisida makin ditingkatkan , masalah hama-hama terutama wereng tidak dapat diatasi, malah makin mengganas. Kita tidak sadar, bahwa mengganasnya hama wereng tersebut akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Pestisida juga menimbulkam masalah lingkungan seperti matinya makhluk bukan sasaran (ikan, ular, katak, belut, bebek, ayam, cacing tanah dan serangga penyerbuk) dan musuh alami (predator, parasitoid), residu pestisida dalam bahan makanan, pencemaran air, tanah, udara dan keracunan pada manusia serta ongkos produksi yang sangat mahal dan sia-sia. Gejala keracunan pada manusia yang timbul secara umum badan lemah atau lemas. Pada kulit, menyebabkan iritasi seperti terbakar, 36 keringat berlebihan, noda. Pada mata, gatal, merah berair, kabur atau tidak jelas, bola mata mengecil atau membesar. Pengaruh pestisida pada sistem pencernaan seperti rasa terbakar pada mulut dan tenggorokan, liur berlebihan, mual, muntah, sakit perut dan diare. Sedang pada sistem syaraf, seperti sakit kepala, pusing, bingung, gelisah, otot berdenyut, berjalan terhuyung-huyung, bicara tak jelas, kejang-kejang tak sadar. Pada sistem pernafasan, batuk, sakit dada dan sesak nafas, kesulitan bernafas dan nafas bersuara. Kebijakan pertanian difokuskan pada produktivitas usahatani dengan memberi sedikit perhatian pada daya dukung lingkungan dengan memanfaatkan teknologi pertanian (bibit, pupuk dan pestisida) serta finansial (modal sendiri, kredit, atau pinjaman), tanpa merusak daya dukung lingkungan. Penggunaan pestisida dan pupuk intensif sudah memberi dampak tersendiri pada efek komulatif yang menjadi penyebab kerusakan lingkungan dalam jangka waktu yang relatif agak lama, sedangkan kerusakan drastis umumnya disebabkan oleh banjir atau kekeringan yang sulit untuk diatasi (Palmer C. 2008) Sejauh ini, kerugian sektor pertanian di Indonesia akibat serangan hama dan penyakit mencapai milyaran rupiah dan menurunkan produktivitas pertanian sampai 20%. Menghadapi seriusnya kendala tersebut, sebagian besar petani menggunakan pestisida kimiawi. Upaya tersebut memberikan hasil yang cepat dan efektif. Tingkat kepercayaan petani terhadap kemampuan pestisida kimiawi sangat tinggi, dilain pihak, 37 pestisida kimiawi yang berlebihan justru memberi dampak terhadap lingkungan dan manusia. Keseimbangan lingkungan akan terganggu dan akan mengakibatkan timbulnya resistensi hama, kematian predator, parasit, burung dan satwa lainnya. Salah satu penyebab terjadinya Dampak negatif pestisida terhadap lingkungan adalah adanya residu pestisida di dalam tanah yang dapat meracuni organisme non target, terbawa sampai ke sumber-sumber air dan meracuni lingkungan bahkan terbawa pada mata rantai makanan sehingga dapat meracuni konsumen, bahkan ke hewan dan manusia (Prabowo, 2008) Mirip dengan pupuk, penggunaan pestisida juga mengalami peningkatan yang signifikan selama Revolusi Hijau digulirkan, yaitu dari 5.234 ton pada tahun 1978 menjadi lebih dari 18.000 ton pada tahun 1986. Kecenderungan serupa juga terjadi pada tanaman sayuran, perkebunan, dan tanaman lain dengan alokasi penggunaan sekitar 10% dan 24,40% (Harsanti et al. 1999; Jatmiko et al. 1999; Nurjaya 2003). Pada tahun 2002 terdapat 813 formulasi dan 341 bahan aktif pestisida yang telah dan pernah beredar, 40% di antaranya adalah insektisida, 29% herbisida, dan 19% fungisida (Direktorat Pupuk dan Pestisida 2002). Dampak negatif penggunaan pesti-sida antara lain adalah: 1. meningkatnya resistensi dan resurjensi organisme peng- ganggu tumbuhan (OPT) 2. tergang- gunya keseimbangan biodiversitas, termasuk musuh alami (predator) dan organisme penting lainnya 38 3. terganggunya kesehatan manusia dan hewan 4. tercemarnya produk tanaman, air, tanah, dan udara. Di beberapa daerah di Jawa, residu pestisida pada beberapa produk pangan termasuk kedelai telah mendekati batas maksimum residu (BMR), terutama senyawa organofosfat, kar- bamat, dan organokhlorin. Kecende- rungan yang sama juga terjadi di tanah, air irigasi, dan ikan. Residu pestisida berdampak negatif pula terhadap metabolisme steroid, fungsi tiroid dan spermatogenesis, serta sistem reproduksi atau dikenal dengan istilah endocrine pesticides disrupted (EDs). Meskipun pengendalian hama terpadu dengan menggunakan pestisida telah memberikan hasil yang nyata dalam menekan serangan hama dan penyakit tanaman, dampak yang ditimbulkan sangat berbahaya. Oleh karena itu, penggunaan pestisida perlu dikurangi atau dirasionalisasi, baik melalui pene- rapan PHT secara tegas maupun pengembangan sistem pertanian organik yang lebih mengutamakan penggunaan musuh alami dan pestisida hayati. Keuntungan dari rasionalisasi pemakaian pestisida antara lain adalah: 1. mengurangi kerusakan sumber daya lahan, air, lingkungan, dan produk pertanian 2. mengurangi risiko kesehatan bagi manusia, dan 3. meningkatkan keuntungan usaha tani (efisiensi produksi). 2.10. Pengaruh Logam Berat Tanah Terhadap Kualitas Buah Apel 39 Saat ini produk pangan mentah maupun matang banyak terpapar logam berat dalam jumlah dan tingkat yang cukup mengkhawatirkan, terutama di kota-kota besar dimana tingkat polusi oleh asap pabrik, asap buangan kendaraan bermotor dan residu agrokimia telah mencapai tingkat yang sangat tinggi serta konsumsi makanan yang dikemas dengan kemasan modern seperti kaleng telah umum dijumpai. Sayur-sayuran berdaun yang ditanam di pinggir jalan raya memiliki resiko terpapar logam berat yang cukup tinggi. Data terakhir pada caisim kandungan timbal (Pb) bisa mencapai 28,78 ppm. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding dengan sayuran yang ditanam jauh dari jalan raya (±0-2 ppm), sedangkan batas aman residu Pb yang diperbolehkan oleh Ditjen POM pada makanan hanya 2 ppm. Pencemaran tersebut menyebabkan sebagian sayuran dapat mengandung logam berat yang membahayakan kesehatan, padahal sayuran merupakan menu sehari-hari di dalam diet orang Indonesia. Akumulasi logam berat di dalam tubuh manusia dalam jangka waktu yang lama dapat mengganggu sistem peredaran darah, urat syaraf dan kerja ginjal. Pada tingkat rumah tangga, penurunan jumlah residu logam berat yang terlanjur terdapat dalam sayuran dapat dilakukan dengan mencuci sayuran menggunakan sanitizer komersial atau memblansirnya dengan air mendidih selama 3-5 menit sebelum dikonsumsi atau diolah lebih lanjut. Para ibu rumah tangga juga sebaiknya tidak menggunakan peralatan masak yang dipatri dengan timbal dan membiasakan keluarga mengkonsumsi makanan yang 40 mengandung serat tinggi. Penanganan pra panen dan pascapanen dapat dilakukan dengan pemakaian pupuk dan insektisida yang benar, melakukan cara pengangkutan yang baik selama distribusi sayuran, misalnya dengan menutup sayuran menggunakan terpal atau penutup yang aman agar sayuran dan buah-buahan terhindar dari kontaminasi logam berat dari debu kendaraan bermotor atau asap pabrik selama perjalanan menuju pasar atau konsumen. Pangan yang dikonsumsi sehari-hari merupakan hasil pertanian. Pangan seharusnya memenuhi kriteria ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal). Salah satu parameter tersebut, yaitu Aman, termasuk dalam masalah mutu. Mutu dan keamanan pangan berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat dan perkembangan sosial. Makanan yang bermutu baik dan aman diperlukan untuk meningkatkan kesehatan, kesejahteraan individu dan kemakmuran masyarakat. Sayuran merupakan sumber pangan yang mengandung banyak vitamin dan mineral yang secara langsung berperan meningkatkan kesehatan. Oleh karena itu, higienitas dan keamanan sayuran yang dikonsumsi menjadi sangat penting agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Namun banyak jenis sayuran yang beredar di masyarakat tidak terjamin keamanannya karena diduga telah terkontaminasi logam-logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), atau merkuri (Hg). Menurut Astawan (2005), logam-logam berat tersebut bila masuk ke dalam tubuh lewat makanan akan 41 terakumulasi secara terus-menerus dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan gangguan sistem syaraf, kelumpuhan, dan kematian dini serta penurunan tingkat kecerdasan anak-anak. Sumber kontaminasi logam berat ada dua, yaitu lewat pencemaran udara dan dari bahan makanan. Pencemaran lewat udara terutama berasal dari asap buangan kendaraan bermotor. Data yang dikeluarkan Badan Pengawasan Dampak Lingkungan (Bapedal) DKI tahun 1998, kadar timbal di udara Jakarta ratarata telah mencapai 0,5 mg per meter kubik udara. Untuk kawasan tertentu, seperti terminal bus dan daerah padat lalu lintas, kadar timbal bisa mencapai 2-8 mg per meter kubik udara (Anonymous, 2005.). Selain timbal (Pb), sayuran juga rentan terhadap kontaminasi logam berat tembaga (Cu). Cemaran tembaga (Cu) terdapat pada sayuran dan buah-buahan yang disemprot dengan pestisida secara berlebihan. Penyemprotan pestisida banyak dilakukan untuk membasmi siput dan cacing pada tanaman sayur dan buah. Selain itu, garam Cu juga digunakan sebagai bahan dari larutan “bordeaux” yang mengandung 13% CuSO4 untuk membasmi jamur pada sayur dan tanaman buah. Senyawa CuSO4 juga sering digunakan untuk membasmi siput sebagai inang dari parasit, cacing dan untuk mengobati penyakit pada kuku domba (Darmono, 1995). Selain pada sayuran, logam berat dapat terakumulasi dalam jumlah yang cukup besar pada tanaman seperti padi, rumput, dan beberapa jenis leguminosa untuk pakan ternak. 42 Kandungan merkuri (Hg) pada beras yang dipanen dari sawah dengan irigasi air limbah penambangan emas tradisional di Nunggul dan Kalongliud di sekitar Pongkor, Bogor, Jawa Barat, masingmasing mencapai 0,45 dan 0,25 ppm (Sutono, 2002) dalam Anonymous (2005). Mengingat bahayanya akumulasi logam berat dalam lingkungan dan efek buruknya pada kesehatan, konsumen perlu pengetahuan tentang logam berat, sumber dan distribusi logam berat di lingkungan, mekanisme kontaminasi logam berat pada tubuh manusia, serta cara pencegahan akumulasinya. Terpaparnya lingkungan dari logam berat diketahui sebagai faktor penyebab timbulnya kanker. Turkdogan et al., (2003) telah menginvestigasi tujuh tingkat logam berat yang berbeda-beda (Co, Cd, Pb, Zn, Mn, Ni dan Cu) pada sampel tanah, buah-buahan dan sayuran di wilayah Van sebelah selatan Turki kanker gastrointestinal atas merupakan hal yang endemik. Kandungan logam berat pada sample ditentukan dengan flame atomic absorption spectrometer. Di dalam tanah, empat jenis logam berat (Cd, Pb, Cu dan Co) ada pada konsentrasi dua sampai 50 kali lebih tinggi dibanding Zn. Sampel buah-buahan dan sayuran yang ditemukan mengandung 3,5 sampai 340 kali lebih tinggi kandungan Co, Cd, Pb, Mn, Ni dan Cu-nya disbanding Zn. Pada sampel tanah vulkanik, buah dan sayuran mengandung logam berat karsinogenik yang potensial dimana tingkat 43 yang cukup tinggi tersebut berhubungan dengan tingginya prevalensi kanker gastrointestinal atas di region Van tersebut. Di China, Huludao Zinc Plant di Huludao City merupakan tempat peleburan logam berat seng (Zn) terbesar di Asia. Logam berat telah mengkontaminasi lingkungan sekelilingnya dengan serius. Telah diinvestigasi 20 jenis sayuran dan sampel tanah yang berhubungan dari delapan plot dekat Huludao Zinc Plant untuk menginvestigasi risiko kesehatan dari Hg, Pb, Cd, Zn, dan Cu terhadap penduduk di sekitar Huludao Zinc Plant di China via konsumsi sayuran. Nilai faktor transfer (TF) Hg, Pb, Cd, Zn dan Cu dari tanah ke sayuran dan nilai bahaya target (THQs) risiko kesehatan yang memungkinkan terhadap penduduk lokal melalui transfer rantai makanan dihitung (Zheng et al., 2007). Nilai TF logam berat dari tanah ke sayuran menurun menurut susunan Cd>Zn>Cu>Pb>Hg. Nilai TF logam berat pada daun lebih tinggi dari pada jaringan lain. Asupan harian Hg, Pb, Cd, Zn dan Cu melalui konsumsi makanan adalah 1,322; 574,3; 301,4; 5263 dan 292,5 µg untuk dewasa dan 1,029; 446,8; 234,5; 4095 dan 227,6 mg untuk anak-anak yang tinggal di sekitar Huludao Zinc Plant. Hal ini sangat berpotensi menimbulkan risiko kesehatan, terutama untuk anak-anak, apabila nilai THQ Cd atau Pb lebih dari 1. Jumlah total logam THQs (TTHQs) yang berkaitan dengan konsumsi sayuran untuk dewasa dan anak-anak adalah 5,79-9,90; 7,6-13,0. Dari perbandingan TTHQs pada plot-plot sampel dari jarak yang berbeda dari Huludao Zinc Plant, terindikasi bahwa resiko 44 kesehatan mereka yang tinggal dekat dengan Huludao Zinc Plant (< 500 m) adalah paling tinggi, dan pada jarak > 1000 m resiko kesehatannya cukup tinggi dibanding pada mereka yang tinggal dalam jarak 500-1000 m. Namun, penduduk yang tinggal dalam areal lokasi 500-1000 m dari Huludao Zinc Plant juga mempunyai resiko kesehatan yang cukup tinggi apabila memiliki nilai TTHQ lebih dari 1. Akumulasi logam berat yang berlebihan pada tanah pertanian dapat berakibat tidak hanya terhadap kontaminasi lingkungan tetapi yang lebih buruk adalah menyebabkan meningkatnya kadar logam berat pada hasil-hasil pertanian yang dipanen sehingga hal tersebut pada akhirnya berakibat terhadap penurunan mutu dan keamanan pangan nabati yang dihasilkan. Untuk melindungi konsumen, beberapa negara telah menetapkan batas aman cemaran logam berat pada makanan. Di Indonesia, Ditjen POM telah mengeluarkan Keputusan No. 03725/B/SK/VII/89 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam dalam Makanan untuk Sayuran Segar, batas aman untuk Pb 2 mg/kg dan Cu 50mg/kg. 2.11. Mekanisme Kontaminasi Logam Berat Beberapa faktor yang menyebabkan kontaminasi logam berat pada lingkungan bervariasi antara lain: kondisi geologi tanah dimana tanaman dibudidayakan, kondisi air yang digunakan untuk penyiraman, adanya kontaminan logam berat tertentu yang berasal dari industri apabila 45 lokasi pertanaman dekat dengan lokasi industri, bahkan bencana yang tidak terduga. Seperti kasus yang saat ini sudah dan masih terjadi yaitu meluapnya lumpur panas di kawasan industri di daerah Porong, Sidoarjo Jawa Timur. Meluapnya lumpur panas dari lapangan gas yang dikelola Lapindo Brantas Inc tersebut mengandung logam berat yang berlebihan sehingga jika masuk ke tambak akan mematikan mikroorganisme. Menurut Anonymous (2006), dilaporkan bahwa bahan lumpur panas tersebut terdeteksi mengandung gas belerang (H2S), metana (CH4), Chlorida (Cl) dan Sulfat (SO4) yang tinggi. Selain itu uji laboratoris juga menunjukkan adanya unsur pencemaran akibat adanya beberapa bahan lainnya yang cukup tinggi seperti Mangan (Mg) dan Seng (Zn). Tanah pertanian yang ada di sekitar daerah tersebut tertutupi oleh lumpur panas yang disinyalir mengandung logam berat dalam konsentrasi yang tinggi, sehingga di masa mendatang apabila lumpur panas sudah mereda, yang tertinggal adalah tanah yang sudah terkontaminasi logam berat dan tanaman pangan yang mungkin tumbuh di atasnya adalah bahan pangan yang telah tercemar logam berat. Faktor yang menyebabkan tingginya kontaminasi logam berat di lingkungan adalah perilaku manusia yang menciptakan teknologi tanpa menimbang terlebih dahulu efek yang akan ditimbulkan bagi lingkungan di kemudian hari. Sebagai contoh, di Indonesia, tingginya kandungan timbal (Pb) pada lingkungan disebabkan oleh pemakaian 46 bensin bertimbal yang sangat tinggi pada hampir semua jenis kendaraan bermotor. Untuk mempermudah bensin premium terbakar, titik bakarnya harus diturunkan melalui peningkatan bilangan oktan dengan penambahan timbal dalam bentuk tetrail lead (TEL). Namun dalam proses pembakaran, timbal dilepas kembali bersama-sama sisa pembakaran lainnya ke udara dan dihirup oleh manusia saat bernafas. Moshman (1997) dalam Charlena (2004) mengungkapkan bahwa akumulasi logam berat Pb pada tubuh manusia yang terus-menerus dapat mengakibatkan anemia, kemandulan, penyakit ginjal, kerusakan syaraf dan kematian. Sedangkan keracunan Cd dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, kerusakan jaringan-jaringan testicular, kerusakan ginjal dan kerusakan butir-butir sel darah merah. a. Mekanisme pada Bahan Pangan (Sayuran) Logam berat yang ada di lingkungan, tanah, air dan udara dengan suatu mekanisme tertentu masuk ke dalam tubuh makhluk hidup. Tanaman yang menjadi mediator penyebaran logam berat pada makhluk hidup, menyerap logam berat melalui akar dan daun (stomata). Logam berat terserap ke dalam jaringan tanaman melalui akar, yang selanjutnya akan masuk ke dalam siklus rantai makanan (Alloway, 1990 dalam Darmono, 2005). Di Indonesia, kadar logam berat yang cukup tinggi pada sayuran sudah semestinya mendapat perhatian serius dari semua pihak, 47 terutama pada sayur-sayuran yang ditanam di pinggir jalan raya. Data terakhir pada sayuran caisim, kandungan logam berat Pb-nya bisa mencapai 28,78 ppm. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding kandungan logam berat pada sayuran yang ditanam jauh dari jalan raya (±0-2 ppm), padahal batas aman yang diperbolehkan oleh Ditjen POM hanya 2 ppm. Bahkan dalam Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI-2, 2004) dalam Anonymous (2004) menyatakan bahwa residu logam berat yang masih memenuhi standar BMR (Batas Maksimum Residu) adalah 1,0 ppm. Dengan dikonsumsinya sayuran sebagai salah satu sumber pangan pada manusia dan hewan menyebabkan berpindahnya logam berat yang dikandung oleh sayur-sayuran tersebut seperti timbal (Pb) dan kadmium (Cd) ke dalam tubuh makhluk hidup lainnya. Logam berat yang masuk ke dalam tubuh manusia akan melakukan interaksi antara lain dengan enzim, protein, DNA, serta metabolit lainnya. Adanya logam berat pada jumlah yang berlebihan dalam tubuh akan berpengaruh buruk terhadap tubuh (Charlena, 2004). b. Mekanisme pada Tubuh Manusia Sejumlah sumber makanan, baik yang berasal dari laut seperti ikan, kerang, dan rumput laut serta dari tanaman dan produk turunannya dapat terkontaminasi logam berat. Logam berat dapat memasuki tubuh dan mengakibatkan kerusakan pada berbagai jaringan tubuh melalui beberapa cara. Mekanisme pertama adalah berikatan 48 dengan gugus sulfhidril, sehingga fungsi enzim pada jaringan tubuh akan terganggu kerjanya. Mekanisme yang kedua adalah berikatan dengan enzim pada siklus Krebs, sehingga prose’s oksidasi fosforilasi tidak terjadi. Mekanisme yang ketiga adalah dengan efek langsung pada jaringan yang terkena yang menyebabkan kematian (nekrosis) pada lambung dan saluran pencernaan, kerusakan pembuluh darah, perubahan degenerasi pada hati dan ginjal. Tubuh dapat menyerap logam berat melalui permukaan kulit dan mukosa, saluran pencernaan dan saluran nafas. Akumulasi pada jaringan tubuh dapat menimbulkan keracunan bagi manusia, hewan, dan tumbuhan apabila melebihi batas toleransi (Charlena, 2004). c. Mekanisme Penyerapan Logam oleh Tumbuhan Akumulasi logam berat dalam tanah pertanian akibat pemupukan dapat meyebabkan toksisitas pada tanaman. Secara alami tanaman sudah mempunyai mekanisme untuk melakukan detoksifikasi terhadap logam, antara lain : pemisahan logam dengan produksi senyawa organik, pemisahan ke dalam komponen sel tertentu, dan eksudasi ligan organik. Salah satu senyawa organik yang disintesis tanaman untuk mengkelat logam adalah fitokelatin yang terdapat dalam dua bentuk, yaitu high-molecular weight (HMW) BM > 20.000 Da dan low molecular weight 49 (LMW) BM 7.000-20.000 Da. Logam berat yang dapat menginduksi sintesis fitokelatin, antara lain Kadmium, Tembaga dan Seng. Fitotoksisitas (keracunan pada tanaman) adalah fenomena yang terkait dengan suatu bahan yang merugikan dan terakumulasi di dalam jaringan tanaman sampai pada tingkat berpengaruh terhadap pertumbuhan optimal dan perkembangan tanaman (Beckett dan davis, 1977 ; Davis et al., 1977). Secara alami tanaman sudah mempunyai mekanisme untuk mengatasi keracunan logam, antara lain melalui akumulasi logam dalam organel sel, meningkatkan eksudasi bahan pengkelat logam, pengikatan logam pada dinding sel, pemotongan jalur transport logam dari akar ke tunas, mengubah struktur dan permeabilitas membran, mengubah proses metabolisme seluler, memproduksi senyawa pemisah logam intraseluler, mengaktifkan pompa ion logam ke dalam vakuola, dan lain-lain (Woolhouse, 1983; Blamey et al., 1986; Baker, 1987); Verkleij dan Schat, 1990; dan Ross, 1994). Lebih lanjut Ross (1994) menambahkan bahwa tanaman melakukan mekanisme toleransi penting yang bersifat induktif terhadap logam berat dengan mensintesis polipeptida pengikat logam, yaitu fitokelatin. Fitokelatin berhubungan dengan glutation, mempunyai struktur primer (γ-Glu-Cys)n – Gly atau (γ-Glu-Cys)n-β-Ala, dimana n = 211 (Nicholson et al., 1980; Speiser et al., 1992; Artlip dan Funkhouser, 1995; Wang dan Evangelou, 1995), tergantung dari sumber tanaman (Rauser, 1990). Polipeptida ini belum diketahui sintesisnya dalam 50 ribosom, tetapi fitokelatin terbentuk bersama-sama dengan sintesis enzim glutathione sintetase. Fitokelatin disintesis secara enzimatis oleh fitokelatin sintase (γ-glutamylcystein dipeptidyl transpeptidase) dari glutation. Enzim ini merupakan protein 25 kDa (Grill et al., 1989). Penelitian Nicholson et al. (1980) pada tanaman wilczek (Vigna radiate L.) yang diinduksi logam Tembaga diperoleh dua jenis fitokelatin (hasil pemisahan melalui kromatografi kolom), yaitu fitokelatin BM rendah (7.000-20.000 Da) dan berat molekul tinggi (BM>20.000). Mekanisme detoksifikasi logam oleh fitokelatin menurut beberapa peneliti (Rauser, 1990; Abrahamson et al., 1992; Speiser et al., 1992; Ow, 1993; Moffat, 1995, Wang dan Evangelou, 1995) terjadi dengan jalan fitokelatin mengikat logam yang selanjutnya akan ditransport ke dalam vakuola tanaman untuk disimpan. Penyerapan dan akumulai logam berat oleh tumbuhan dapat dibagi menjadi tiga proses yang sinambung, yaitu penyerapan logam oleh akar, translokasi logam dari akar ke bagian tumbuhan lain, dan lokalisasi logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat metabolisme tumbuhan tersebut (Priyanto & Joko, 2000). a. Penyerapan oleh akar Telah diketahui, bahwa agar tumbuhan dapat menyerap logam maka logam harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar (rizosfer) dengan beberapa cara bergantung pada spesies tumbuhannya: Perubahan pH. Pada Thlaspi cearulescens, mobilisasi seng dipacu 51 dengan terjadinya penurunan pH pada daerah perakaran sebesar 0,2-0,4 unit (McGrath, 1997 dalam Priyanto & Joko, 2000). Ekskresi zat khelat. Mekanisme penyerapan besi lewat pembentukan suatu zat khelat yang disebut fitosiderofor telah diketahui secara mendalam pada jenis rumputrumputan (Marschner & Romheld, 1994 dalam Priyanto & Joko, 2000). Molekul fitosiderofor yang terbentuk ini akan mengikat (mengkhelat) besi dan membawanya ke dalam sel akar melalui peristiwa transport aktif. Selain aktif terhadap besi, fitosiderofor dapat mengikat logam lain seperti seng, tembaga dan mangan. Sekarang diketahui, bahwa berbagai molekul lain berfungsi serupa, misalnya histidin yang meningkatkan penyerapan nikel pada Alyssum sp. (Kramer et al., 1996 dalam Priyanto & Joko, 2000) dan suatu senyawa peptida khusus, fitokhelatin, yang mengikat selenium pada Brassica juncea (Speiser et al., 1992) dan logam lain seperti timbal, kadmium dan tembaga (Gwozdz et al., 1997 dalam Priyanto & Joko, 2000). Pembentukan reduktase spesifik logam. Di dalam meningkatkan penyerapan besi, tumbuhan membentuk suatu molekul reduktase di membran akarnya (Marschner & Romheld, 1994 dalam Priyanto & Joko, 2000). Reduktase ini berfungsi mereduksi logam yang selanjutnya diangkut melalui kanal khusus di dalam membran akar. 52 b. Translokasi di dalam tubuh tumbuhan Setelah logam dibawa masuk ke dalam sel akar, selanjutnya logam harus diangkut melalui jaringan pengangkut, yaitu xilem dan floem, ke bagian tumbuhan lain. Untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan, logam diikat oleh molekul khelat. Berbagai molekul khelat yang berfungsi mengikat logam dihasilkan oleh tumbuhan, misalnya histidin yang terikat pada Ni (Kramer et al., 1996 dalam Priyanto & Joko, 2000) dan fitokhelatin-glutation yang terikat pada Cd (Zhu et al., 1999 dalam Priyanto & Joko, 2000). c. Lokalisasi logam pada jaringan Untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tumbuhan mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam di dalam organ tertentu seperti akar (untuk Cd pada Silene dioica [Grant et al., 1998]), trikhoma (untuk Cd [Salt et al., 1995 dalam Priyanto & Joko, 2000]), dan lateks (untuk Ni pada Serbetia acuminata [Collins, 1999 dalam Priyanto & Joko, 2000]). Tumbuhan pada saat menyerap logam berat, akan membentuk suatu enzim reduktase di membran akarnya. Reduktase ini berfungsi mereduksi logam yang selanjutnya diangkut melalui mekanisme khusus di dalam membran akar. Pada saat terjadi translokasi di dalam tubuh tanaman, logam yang masuk ke dalam sel akar, selanjutnya diangkut ke bagian tumbuhan yang lain melalui jaringan pengangkut yaitu 53 xylem dan floem. Untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan logam diikat oleh molekul kelat. Pada konsentrasi rendah logam berat tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman tetapi pada konsentrasi tinggi akan menyebabkan kerusakan baik pada tanah, air maupun tanaman. Batas kritis konsentrasi logam berat pada tanah, air, dan tanaman dapat di lihat pada Tabel 2. Tabel 2. Batas kritis logam berat dalam tanah, air, dan tanaman (ppm) Logam Berat Tanah Air Tanaman Pb 100 0.03 50 Cd 0.50 0.05-0.10 5-30 Co 10 0.4-0.6 15-30 Cr 2.5 0.5-1.0 5-30 Ni 50 0.2-0.5 5-30 Cu 60-125 2-3 20-100 Mn 1500 - - Zn 70 5-10 100-400 Sumber : Ministry of State for Population and Enviromental of Indonesia, and Dalhousie, University Canada (1992) Logam berat dalam tanah pada prinsipnya berada dalam bentuk bebas maupun tidak bebas. Dalam keaadan bebas, logam berat dapat bersifat racun dan terserap oleh tanaman sedangkan dalam bentuk tidak bebas dapat berikatan dengan hara, bahan organik, ataupun 54 anorganik lainnya. Pada kondisi tersebut, logam berat selain mempengaruhi ketersediaan hara tanaman juga dapat mengkontaminasi hasil tanaman. Jika logam berat memasuki lingkungan tanah, maka akan terjadi keseimbangan dalam tanah, kemudian akan terserap oleh tanaman melalui akar, dan selanjutnya akan terdistribusi kebagian tanaman lainnya. Dinamika logam berat dalam tanah dan tanaman di tunjukkan pada Gambar 1. Sumber: Alloway (1995) Gambar 1 Dinamika logam berat di dalam sistem tanah dan tanaman 55 Penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan dibagi menjadi tiga proses, yaitu : Pertama, penyerapan oleh akar. Agar tanaman dapat menyerap logam, maka logam harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar (rizosfer) dengan beberapa cara bergantung pada spesies tanaman. Senyawa-senyawa yang larut dalam air biasanya diambil oleh akar bersama air, sedangkan senyawa-senyawa hidrofobik diserap oleh permukaan akar. Kedua, translokasi logam dari akar ke bagian tanaman lain. Setelah logam menembus endodermis akar, logam atau senyawa asing lain mengikuti aliran transpirasi ke bagian atas tanaman melalui jaringan pengangkut (xylem dan floem) ke bagian tanaman lainnya. Ketiga, lokalisasi logam pada sel dan jaringan. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar logam tidak menghambat metabolisme tanaman. Sebagai upaya untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tanaman mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam di dalam organ tertentu seperti akar (Priyanto dan Prayitno 2004). Timbal (Pb) dengan nomor atom 82 merupakan suatu logam berat yang lunak berwarna kelabu kebiruan dengan massa jenis 11,34 g/ml, titik leleh 327 ºC 8 dan titik didih 1.749 ºC. Pada suhu 550–600 ºC timbal menguap dan bereaksi dengan oksigen dalam udara membentuk timbal oksida. Walaupun bersifat lentur, timbal sangat rapuh, dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan air asam. Bentuk oksidasi yang paling umum adalah Pb (II) dan senyawa 56 organometalik yang terpenting adalah timbal tetra etil, timbal tetra metil dan timbal stearat, merupakan logam yang tahan terhadap korosi atau karat, sehingga sering digunakan sebagai bahan coating (Palar 2004). Pb sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun, kulit batang, akar, dan akar umbi-umbian. Perpindahan Pb dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah. Konsentrasi yang tinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan. Pb hanya mempengaruhi tanaman bila konsentrasinya tinggi. Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman. Mekanisme masuknya partikel Pb ke dalam jaringan daun, yaitu melalui stomata daun yang berukuran besar dan ukuran partikel Pb lebih kecil, sehingga Pb dengan mudah masuk kedalam jaringan daun melalui proses penjerapan pasif (Dahlan 1989). Partikel Pb yang menempel pada permukaan daun berasal dari tiga proses yaitu, pertama sedimentasi akibat gaya gravitasi, kedua, tumbukan akibat turbulensi angin, dan ketiga adalah pengendapan yang berhubungan dengan hujan. Celah stomata mempunyai panjang sekitar 10 µm dan lebar antara 2–7 µm, oleh karena ukuran Pb yang demikian kecil, maka partikel 57 Pb tidak larut dalam air dan senyawa Pb terperangkap dalam rongga antar sel sekitar stomata. Zink (Zn) adalah logam yang memiliki karakteristik yang cukup reaktif, berwarna putih kebiruan, memiliki nomor atom 30, titik lebur o 419,73 C. Zn merupakan unsur mikro esensial bagi mahkluk hidup. Adsorpsi Zn dalam tanah dapat terjadi karena adanya bahan organik dan mineral liat. Mineral Zn yang ada dalam tanah antara lain seng sulfida (ZnS), spalerit (ZnFe)S, dan smithzonte (ZnCO3). Pelarutan mineralmineral yang mengandung Zn terjadi secara alami sehingga unsur yang 2+ terkandung didalamnya terbebas dalam bentuk ion. Zn yang terbebas mengalami proses lanjut, terikat dengan matrik tanah atau bereaksi 2+ dengan unsur-unsur lain. Adsorpsi Zn yang kuat dalam tanah dapat terjadi dengan adanya bahan organik dan liat hal ini berhubungan dengan kapasitas kation dan keasaman tanah. (Lahuddin 2007). 5 1 Kromium (Cr) mempunyai konfigurasi elektron [Ar] 3d 4s , o o sangat keras, Memiliki titik didih 2671 C dan memiliki titik lebur 2403 C. Bilangan oksidasi yang terpenting adalah +2, +3 dan +6. jika dalam keadaan murni melarut dengan lambat sekali dalam asam encer membentuk garam kromium (II). Cr dalam larutan tanah diserap oleh akar melalui pengangkutan yang digunakan untuk penyerapan logam penting untuk metabolisme tanaman. Pengaruh Cr pada tanaman adalah gejala klorosis 58 pada daun dan penurunan pertumbuhan akar, polusi kromium disebabkan oleh bahan bakar dan erosi badan dari automobile dan exstensive road marking oleh cat kromat timbal kuning dan beberapa aktifitas industri (Kord et al 2010). Dalam jumlah kecil kromium (Cr) dibutuhkan oleh manusia yaitu sebagai obat penguat stamina untuk beraktivitas sehari-hari dalam jumlah tertentu. Tetapi akan berbahaya kalau berlebihan terpapar oleh tubuh manusia akibatnya dapat berupa penyakit kronis, berlangsung selama bertahun-tahun jika mengenai salah satu organ tubuh. Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat menggolongkan kromium sebagai suatu zat yang bersifat karsinogenik. Pekerja perusahaan yang menggunakan proses pelapisan kromium berisiko tinggi terimbas pencemaran kromium. Akumulasi uap yang terhirup saat proses pelapisan kromium bisa menyebabkan sesak napas dan berujung pada kanker paru-paru. Bukan itu saja, kulit yang terpapar kromium terus menerus akan menimbulkan ulserasi (borok), ulserasi pada selaput lendir hidung, vascular effect (kerusakan pembuluh darah pada aorta), anemia dan membuat tubuh lesu, menurunkan imunitas tubuh, gangguan reproduksi dan gangguan ginjal. 59 2.12. Uji Cepat Tanah Sebagai Alat Identifikasi Pencemaran Logam Berat dalam Tanah Teknik uji cepat sangat penting untuk pemantauan lingkungan. untuk mencegah dan mengatasi masalah akibat pencemaran logam berat dalam tanah terutama yang berasal dari limbah agrokimia. Uji cepat tanah merupakan metode yang langsung dilakukan di lapangan untuk mengetahui kadar suatu unsur di dalam tanah. Ini adalah tes ilmiah yang cepat, mudah dilakukan dan dapat menjadi sistem peringatan dini untuk bahaya lingkungan dan keamanan pangan yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia dan ekosistem. Uji cepat tanah memungkinkan kita untuk menentukan adanya logam beracun ionik atau seberapa kadar logam berat dalam tanah sehingga dapat mengatasi pencemaran ion logam berat beracun tersebut. Logam berat yang berlebihan meningkatkan kerusakan oksidatif dan menggantikan mineral penting dalam tanah. Kedua efek ini dapat memiliki konsekuensi serius dalam tanah. Pengujian logam berat dengan metode uji cepat memungkinkan deteksi ion bebas logam berat elektrik aktif dalam larutan berair dengan cara prosedur sederhana dan hanya dilakukan dalam beberapa menit. Metode uji cepat yang diterapkan harus merupakan suatu metode yang mudah, akurat, proses murah berbasis lapangan untuk menentukan adanya logam berat beracun dalam tanah dan / atau 60 lingkungan. Prosedur eksplorasi didasarkan pada reagen dithizone, yang telah dikenal ilmu pengetahuan kimia untuk lebih dari 60 tahun. Penggunaan metode uji cepat logam berat tanah dimaksudkan sebagai bantuan dalam memahami kapasitas detoksifikasi logam berat tanah dan dapat berfungsi sebagai indikator awal pencemaran logam berat. Metode uji cepat Logam Berat mengidentifikasi logam berikut: merkuri, timbal, tembaga seng, kadmium dan nikel. Ekstraksi timbal dari tanah adalah yang paling memakan waktu melelahkan. Secara umum, metode pencernaan basah adalah metode yang paling umum digunakan untuk analisis tanah (Hoenig dan Thomas, 2002). Namun, pemilihan asam atau kombinasi asam adalah sangat penting untuk mendapatkan ekstraksi logam maksimum (Hoenig dan De Kersabiec, 1996). De Kersabiec, 1996). 61 II. METODE PENELITIAN UMUM 3.1. Tempat, Waktu, dan Bahan Serangkaian kegiatan penelitian dilaksanakan di lahan apel kota Batu dan di Laboratorium kima Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Sampel tanah diambil pada kedalaman 0-20 cm secara acak pada lahan – lahan apel di Batu. 3.2. Rangkaian Percobaan Penelitian Rangkaian percobaan penelitian dilakukan untuk memperoleh metode uji cepat yang peling tepat. Untuk itu akan dilakukan serangkaian percobaan meliputi 2 tahap percobaan : (1). Penelitian pendahuluan yang dilakukan melalui metode survey dan observasi untuk mengkaji kadar logam berat pupuk dan pestisida yang digunakan petani di lahan apel kota Batu. (2) Peneliian utama untuk mendapatkan metode uji cepat yang paling tepat untuk mengetahui kadar logam berat pada lahan apel di Batu dengan melalui 6 tahapan metode : 1. Ektraksi logam berat dalam tanah dan tanaman menggunakan senyawa tertentu. 2. Pewarnaan ekstrak logam berat menggunakan indikator. 3. Menganalisis kadar logam berat yang terukur. 4. Interpretasi data. 62 5. Membuat model matematik uji cepat. 6. Penerapan model. 63 DAFTAR PUSTAKA Charlena. 2004. Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) padaSayur-Sayuran.http://www.rudyct.com/PPS702 ipb/09145/charlena.pdf .Diakses tanggal 29 November 2011. Darmono. 2006. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya DenganToksikologi Senyawa Logam . UI Press. JakartaInstitut Pertanian Bogor. 2006. .http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40756/3/Bab% 202%202006ssa.pdf Diakses tanggal 1 Desember 2011. Cook, D.M. 2006 Kematian Industri Apel di Batu Fakultas Ilmu Soaial dan Politik Universitas Muhamadiyah Malang www.acicis.murdoch.edu.au/hi/field_topics/davidcook.pdf Miettinen, J.K. 1977. ”Inorganic Trace Elements As Water Pollution to Health And Aquqtic Biota” dalam F. Coulation and mark (eds). Water Quality Proceed of an Int. Forum, New York Academic Press. Available at http://www.google.co.id download 3 Nopember 2011. Maulida, septia,dkk.2009. Terjadinya Pencemaran Logam Berat Di teluk Minamata Akibat Pembuangan Merkuri (Hg). http//septia maulida.wordpress.com/2009/03/20/Terjadinya Pencemaran Logam Berat Diteluk Minamata Akibat Pembuangan Merkuri (Hg).[diakses tanggal 11 april 2011] 64 Masdony.2009. Logam Berat Sebagai Penyumbang Pencemaran Air Laut. http://masdony.wordpress.com/2009/04/19/logam-berat-sebagaipenyumbang-pencemaran-air-laut/, [diakses tanggal 11 Nopember 2011) Puspita, desy. 2010. Penyebab Limbah Serta Cara Penanggulangannya. http://desy puspita .wordpress.com/2010/03/22.Penyebab Limbah Serta cara Penanggulangannya. [diakses 11 Nopember 2011] Mulyati, et al.2006.pupuk dan Pemupukan.Mataram Press.Mataram www.salingsapa.com/index.php?p=blogs/viewstory/245605 University Napitupulu, Monang. 2008. Analisis Logam Berat Seng, Kadmium dan Tembaga p a d a Berbagai Tingkat Kemiringan Tanah H u t a n T a n a m a n I n d u s t r i PT.Toba Pulp Lestari dengan Metode Spektrometri Serapan Atom (SSA).http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/5865/1/08E00 483.pdf Diakses tanggal 29 November 2011. Notodarmojo, Suprihanto. 2004. Pencemaran Tanah dan Air Tanah . PenerbitITB, Bandung.Priyanto, Budhi & Joko Prayitno. 2000. Fitoremediasi Pencemaran, sebagai Sebuah Khususnya Teknologi Pemulihan Logam Berat .http://ltl.bppt.tripod.com/sublab/lflora1.htmDiakses tanggal 1 Desember 2011 Palmer C. 2008. “Greening” Agriculture in the developping world. Rural 21. The International Journal for Rural Development. www.peipfikomdasulsel.org/.../40-MARGARETHA-SL-Penentuan-... Diakses 11 Desember 2011 65 Soelarso, Ir. R. Bambang. (1997) Budi Daya Apel, Penerbit Kanisius, Yogyakarta Prabowo. 2008. Atasi Hama Belalang http://www.metamorfosa.magz.blogspot.c secara Organik. Anonymous, 2005. Awas, Bahaya Logam Berat! Kompas cyber media edisi Rabu, 09 Februari 2005. http://www.kompas.com. Diakses tanggal 11 Desember 2011. Turkdogan, M.K., F. Kilicel, K. Kara, I. Tuncer and I. Uygan. 2003. Heavy metals in soil, vegetables and fruits in the endemic upper gastrointestinal cancer region of Turkey. J. of Environmental Toxicology and Pharmacology. Vol 13 (3): 175- 179. http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/assets/media/publikasi/.../20 07_3.pd.. Zheng, N., Q. Wang and D. Zheng. 2007. Health risk of Hg, Pb, Cd, Zn and Cu to the inhabitants around Huludao Zinc Plant in China via consumption of vegetables. J.of Science of The Total Environment. Vol 383 (1-3):81-89. September 2007. http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/assets/media/publikasi/.../20 07_3. d.. 66