proposal disertasi - Lenny Sri Nopriani

advertisement
TEKNIK UJI CEPAT UNTUK IDENTIFIKASI PENCEMARAN
LOGAM BERAT TANAH DI LAHAN APEL BATU
PROPOSAL DISERTASI
Disusun oleh :
Lenny Sri Nopriani
117040100111064
PROGRAM DOKTOR
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2011
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemupukan dilakukan untuk memberikan zat makanan yang
optimal kepada tanaman, agar tanaman dapat memberikan hasil yang
cukup. Dalam aplikasinya selain membawa dampak baik terhadap
pertumbuhan tanaman serta hasil tanaman, pupuk juga membawa
dampak negatif bagi lingkungan yang baik langsung maupun tidak akan
mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman serta kesehatan manusia.
Dampak negatif dari pupuk adalah dapat menjadi sumber pencemar baik
di tanah, air, dan udara.
Pupuk dikategorikan sebagai sumber pencemar karena
adanya kandungan unsur serta senyawa tertentu yang masuk kedalam
suatu sistem dimana unsur maupun senyawa tersebut tidak diperlukan
dalam jumlah banyak atau dapat membahayakan komponen dalam
lingkungan tersebut. Zat pencemar yang berasal dari pupuk biasanya
berupa logam berat maupun senyawa yang merupakan residu dari pupuk.
Residu apabila terakumulasi akan mencemari lingkungan dan akan
mempengaruhi kehidupan makhluk hidup ditempat terakumulasinya residu
pupuk tersebut. Akumulasi tersebut terjadi karena penggunaan pupuk
yang berlebihan dan tidak berimbang.
Kebijakan pertanian difokuskan pada produktivitas usahatani
2 dengan memberi sedikit perhatian pada daya dukung lingkungan dengan
memanfaatkan teknologi pertanian (bibit, pupuk dan pestisida) serta
finansial (modal sendiri, kredit, atau pinjaman), tanpa merusak daya
dukung lingkungan. Penggunaan pestisida dan pupuk intensif sudah
memberi dampak tersendiri pada efek komulatif yang menjadi penyebab
kerusakan lingkungan dalam jangka waktu yang relatif agak lama (Palmer
C. 2008).
Dampak negatif pestisida terhadap lingkungan adalah
adanya residu pestisida di dalam tanah yang dapat meracuni organisme
non target, terbawa sampai ke sumber-sumber air dan meracuni
lingkungan bahkan terbawa pada mata rantai makanan sehingga dapat
meracuni konsumen, bahkan ke hewan dan manusia (Prabowo, 2008)
Polutan yang sering menjadi masalah di tanah yaitu logam
berat. Logam berat pada kondisi lingkungan yang alami tidak menjadi
masalah. Namun akibat campur tangan manusia terhadap lingkungan
seperti
pemupukan
dan
pestisida,
maka
logam
berat
tersebut
terakumulasi dan menjadi ancaman bagi kelestarian lingkungan terutama
tanah.
Banyak ion-ion terlarut yang berasal dari limbah agrokimia
mengandung logam berat ditemui dalam bentuk padatannya seperti pada
tanah dan pupuk. Unsur logam dalam larutannya akan membentuk ion
positif atau kation, sedangkan unsur non logam akan membentuk ion
negatif
atau
anion.
Metode
yang
3 digunakan
untuk
menentukan
keberadaan kation dan anion tersebut dalam bidang kimia disebut analisis
kualitatif.
1.2. Perumusan Masalah
Teknik uji cepat adalah satu pendekatan yang dapat
digunakan untuk melakukan analisis kualitatif secara langsung di
lapangan dengan cepat, tepat dan akurat. Ion-ion dapat diidentifikasi
berdasarkan sifat fisika dan kimianya. Beberapa metode analisis kualitatif
modern menggunakan sifat fisika seperti warna dan pembentukan
endapan untuk mengidentifikasi ion pada tingkat konsentrasi tertentu.
Namun demikian kita juga dapat menggunakan sifat fisika dan kimia untuk
mengembangkan suatu metode analisis kualitatif menggunakan alat-alat
yang sederhana yang dapat dilakukan untuk menjadi dasar metode uji
cepat tanah.
Dengan metode uji cepat diharapkan dapat memberikan
informasi kandungan logam berat pada lahan apel Batu dan menjadi
dasar dalam pengelolaan untuk meningkatkan kualitas produk buah dan
menghindari dampak lingkungan dari limbah agro kimia tersebut.
Terkait dengan
pengaruh logam berat yang berasal dari
produk agrokimia terhadap kesehatan tanah dan tanaman, maka ada
beberap pertanyaan yang harus dijawab melalui penelitian ini, yaitu :
1.
Bagaimana status logam berat dalam tanah apel Batu akibat
pemupukan dan penggunaan pestisida secara intensif.
4 2.
Metode uji cepat apa yang paling tepat untuk mengetahui status
kandungan logam berat tanah apel kota Batu.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum : mengkaji pengaruh logam berat yang berasal dari
produk agrokimia terhadap status logam berat di dalam tanah dan
tanaman.
Tujuan khusus :
1. Mengetahui kadar logam berat dalam pupuk dan pestisida yang
digunakan petani apel di kota Batu
2. Mengetahui metode uji cepat status logam berat yang paling tepat
di lahan apel kota Batu.
1.4. Manfaat Penelitian
Temuan dari penelitian ini diharakan dapat menjadi :
1. Kaidah ilmiah yang melandasi penelitian aplikasi teknologi uji cepat
tanah yang tercemar logam berat yang berasal dari produk
agrokimia.
2. Kaidah ilmiah untuk memprediksi penurunan kesehatan tanah dan
produk
pertanian
khususnya
apel
akibat
terus
menerus
meningkatnya konsentrasi logam berat dalam tanah untuk jangka
waktu yang panjang.
5 1.5. Hipotesis
1.
Produk agrokimia merupakan salah satu sumber pencemaran logam
berat dalam tanah.
2.
Teknik uji cepat merupakan metode yang ampuh dalam mengetahui
status logam berat dalam tanah.
1.6. Kerangka Penelitian
Kerangka dasar penelitian ini disususun atas dasar konsep
pemikiran yang berkaitan dengan latar belakang, perumusan masalah,
dan tujuan penelitian. Kerangka dasar penelitian disajikan pada gambar
1.
Pola dan perilaku logam berat dalam tanah ditentukan oleh
besarnya konsentrasi logam berat di dalam produk agrokimia. Kandungan
logam berat yang terdapat dalam tanah berasal dari produk agrokimia
dapat diketahui secara langsung melalui teknik uji cepat.
Terkait dengan konsep dasar penelitian dan tujuan penelitian yang
akan dicapai maka disusun kerangka tahapan penelitian, sebagaimana
dtunjukkan dalam gambar 2.
6 dulu Saat ini Tidak bermasala
h Tanah terdegrada
si Produksi tinggi Produksi rendah Perangka
t lunak Kendala produksi dan kualitas Uji cepat perlakuan perbaikan 7 Kontaminasi logam berat berasal dari produk agrokimia Apel Batu Perlu ameliorasi Penelitian Pendahuluan
Survey dan Observasi Untuk mengetahui : •
•
•
•
Jenis pupuk dan pestisida Dosis pupuk dan pestisida Cara Aplikasi Waktu pemberian Untuk mengetahui : Survey •
•
8 Macam logam berat dalam pupuk dan pestisida Macam logam berat yang terkandung dalam tanah Penelitian Utama
Ektraksi logam berat dalam tanah dan
tanaman menggunakan senyawa tertentu Pewarnaan ekstrak logam berat
menggunakan indikator Menganalisis kadar logam berat yang
terukur Interpretasi data Membuat model matematik uji cepat Model Uji Cepat Logam Berat Output uji validitas menggunakan metode uji cepat
terhadap sampel terukur perlakuan
uji verifikasi menggunakan metode uji cepat
terhadap sampel tanah apel 9 II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Logam Berat
Sedikitnya terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia di muka
bumi ini yang telah teridentifikasi sebagai jenis logam berat. Berdasarkan
sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua jenis.
Jenis pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya
dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun
dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh
logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya.
Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di
mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya
atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain.
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis
lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik,
mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor
atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7 (Miettinen, 1977).
Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd),
dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya. Afinitas yang
tinggi terhadap unsur S menyebabkan logam ini menyerang ikatan
belerang dalam enzim, sehingga enzim bersangkutan menjadi tak aktif.
Gugus karboksilat (-COOH) dan amina (-NH2) juga bereaksi dengan
logam berat. Kadmium, timbal, dan tembaga terikat pada sel-sel membran
10 yang menghambat proses transpormasi melalui dinding sel. Logam berat
juga
mengendapkan
senyawa
fosfat
biologis
atau
mengkatalis
penguraiannya (Manahan, 1977).
Berbeda dengan logam biasa, logam berat adalah istilah
yang digunakan secara umum untuk kelompok logam berat dan metaloid
yang densitasnya lebih besar dari 5 g/cm3 (Hutagalung et al., 1997).
Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan
tidak terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk
komplek dengan senyawa organik dan anorganik, sedangkan logam berat
yang tidak terlarut merupakan partikel-partikel yang berbentuk koloid dan
senyawa kelompok metal yang teradsorbsi pada partikel partikel yang
tersuspensi (Razak, 1980).
Menurut Darmono (1995) sifat logam berat sangat unik, tidak
dapat dihancurkan secara alami dan cenderung terakumulasi dalam rantai
makanan melalui proses biomagnifikasi. Pencemaran logam berat ini
menimbulkan berbagai permasalahan diantaranya:
1.
berhubungan dengan estetika (perubahan bau, warna dan
rasa air),
2. berbahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang,
3. berbahaya bagi kesehatan manusia,
4. menyebabkan kerusakan pada ekosistem.
Sebagian dari logam berat bersifat essensial bagi organisme
air untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, antara lain dalam
11 pembentukan haemosianin dalam sistem darah dan enzimatik pada biota
(Darmono, 1995). Akan tetapi bila jumlah dari logam berat masuk ke
dalam tubuh dengan jumlah berlebih, maka akan berubah fungsi menjadi
racun bagi tubuh (Palar, 2004).
Menurut subowo et al. (1999) adanya logam berat dalam
tanah pertanian dapat menurunkan produktivitas pertanian dan kualitas
hasil pertanian selain dapat membahayakan kesehatan manusia melalui
konsumsi pangan yang dihasilkan dari tanah yang tercemar logam berat
tersebut.
2.2. Karakteristik Logam Berat Berbahaya
Menurut
Suhendrayatna
dalam
Charlena
(2004),
ada
beberapa logam berat yang berbahaya bila kadarnya dalam tubuh
melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Logam berat tersebut yaitu:
1. Arsenik (As)
Arsenik diakui sebagai komponen esensial bagi sebagian
hewan dan tumbuh-tumbuhan, namun demikian arsenik lebih populer
dikenal sabagai raja racun dibandingkan kapasitasnya sebagai komponen
esensial.
Pada permukaan bumi, arsenik berada pada urutan ke-20
sebagai elemen yang berbahaya, ke-14 di lautan, dan unsur ke-12
berbahaya bagi manusia. Senyawa ini labil dalam bentuk oksida dan
12 tingkat racunnya sama seperti yang dimiliki oleh beberapa elemen lainnya,
sangat tergantung pada bentuk struktur kimianya.
Arsen anorganik seperti arsen pentaoksida memiliki sifat
mudah larut dalam air, sedangkan arsen trioksida sukar larut di air, tetapi
lebih mudah larut dalam lemak. Penyerapan melalui saluran pencernaan
dipengaruhi oleh tingkat kelarutan dalam air, sehingga arsen pentaoksida
lebih mudah diserap dibanding arsen trioksida.
2. Kadmium (Cd)
Kadmium (Cd) adalah logam kebiruan yang lunak, dan
merupakan racun bagi tubuh manusia. Waktu paruhnya 30 tahun dan
dapat terakumulasi pada ginjal, sehingga ginjal mengalami disfungsi.
Jumlah normal kadmium di tanah berada di bawah 1 ppm, tetapi angka
tertinggi (1700 ppm) dijumpai pada permukaan sampel tanah yang diambil
di dekat pertambangan biji seng (Zn).
Kadmium
lebih
mudah
diakumulasi
oleh
tanaman
dibandingkan dengan ion logam berat lainnya seperti timbal. Logam berat
ini bergabung bersama timbal dan merkuri sebagai the big three heavy
metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia.
Menurut badan dunia FAO/ WHO, konsumsi per minggu yang
ditoleransikan bagi manusia adalah 400-500 g per orang atau 7 mg per kg
berat badan.
Kadmium yang terdapat dalam tubuh manusia sebagian
13 besar diperoleh melalui makanan dan tembakau, hanya sejumlah kecil
berasal dari air minum dan polusi udara. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Laegreid (1999) dalam Charlene (2004), pemasukan Cd
melalui makanan adalah 10-40 mg/ hari, sedikitnya 50% diserap oleh
tubuh.
3. Tembaga (Cu)
Tembaga (Cu) bersifat racun terhadap semua tumbuhan
pada konsentrasi larutan di atas 0,1 ppm. Konsentrasi yang aman bagi air
minum manusia tidak lebih dari 1 ppm. Bersifat racun bagi domba pada
konsentrasi di atas 20 ppm. Konsentrasi normal komponen ini di tanah
berkisar 20 ppm dengan tingkat mobilitas sangat lambat karena ikatan
yang sangat kuat dengan material organik dan mineral tanah liat.
Kehadiran tembaga pada limbah industri biasanya dalam
bentuk ion bivalen Cu(II) sebagai hydrolytic product. Beberapa industri
seperti pewarnaan, kertas, minyak, industri pelapisan melepaskan
sejumlah konsentrasi tinggi (22-750 mg/kg tanah kering) dijumpai pada
sedimen di laut Hongkong dan pada sejumlah pelabuhan-pelabuhan di
Inggris.
Cemaran logam tembaga pada bahan pangan pada awalnya
terjadi karena penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan.
Meskipun
demikian,
pengaruh
proses
pengolahan
akan
dapat
mempengaruhi status keberadaan tembaga tersebut dalam bahan pangan
14 (Charlene, 2004). Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan (POM) RI telah
menetapkan batas maksimum cemaran logam berat tembaga pada
sayuran segar yaitu 50 ppm.
Namun demikian, tembaga merupakan unsur
ada dalam
makanan manusia dan dibutuhkan oleh tubuh (Acceptance Daily
Intake/ADI = 0,05 mg/kg berat badan). Pada kadar ini tidak terjadi
akumulasi pada tubuh manusia normal. Akan tetapi asupan dalam jumlah
yang besar pada tubuh manusia dapat menyebabkan gejala-gejala yang
akut (Astawan, 1995).
4. Timbal (Pb)
Timbal (Pb) sebagian besar diakumulasi oleh organ
tanaman, yaitu daun, batang, akar dan akar umbiumbian (bawang merah).
Perpindahan timbal dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH
tanah. Konsentrasi timbal yang tinggi (100-1000 mg/ kg) akan
mengakibatkan
pengaruh
toksik
pada
prose’s
fotosintesis
dan
pertumbuhan. Timbal hanya mempengaruhi tanaman bila konsentrasinya
tinggi (Anonymous, 1998 dalam Charlene, 2004).
Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi
kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini
logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang
bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu
menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar
15 tanaman.
Timbal merupakan logam berat yang sangat beracun, dapat
dideteksi secara praktis pada seluruh benda mati di lingkungan dan
seluruh sistem biologis. Sumber utama timbal adalah makanan dan
minuman. Komponen ini beracun terhadap seluruh aspek kehidupan.
Timbal
menunjukkan
beracun
pada
sistem
saraf,
hemetologic,
hemetotoxic dan mempengaruhi kerja ginjal.
Rekomendasi dari WHO, logam berat Pb dapat ditoleransi
dalam seminggu dengan takaran 50mg/kg berat badan untuk dewasa dan
25 mg/kg berat badan untuk bayi dan anak-anak. Mobilitas timbal di tanah
dan tumbuhan cenderung lambat dengan kadar normalnya pada
tumbuhan berkisar 0,5- 3 ppm.
5. Merkuri (Hg)
Disebut juga air raksa, merkuri merupakan logam yang
secara alami ada dan merupakan satu-satunya logam yang pada suhu
kamar berwujud cair. Logam murninya berwarna keperakan, cairan tak
berbau, dan mengkilap. Bila dipanaskan sampai suhu 357°C, Hg akan
menguap.
Selain untuk kegiatan penambangan emas, logam Hg juga
digunakan dalam produksi gas klor dan soda kaustik, termometer, bahan
tambal gigi, dan baterai. Keracunan merkuri pertama sekali dilaporkan
terjadi di Minamata, Jepang pada tahun 1953.
16 Kontaminasi serius juga pernah diukur di sungai Surabaya,
Indonesia tahun 1996. Akibat kuatnya interaksi antara merkuri dan
komponen tanah lainnya, penggantian bentuk merkuri dari satu bentuk ke
bentuk lainnya selain gas biasanya sangat lambat.
Proses methylisasi merkuri biasanya terjadi di alam pada
kondisi terbatas, membentuk satu dari sekian banyak elemen berbahaya,
karena dalam bentuk ini merkuri sangat mudah terakumulasi pada rantai
makanan. Karena berbahaya, penggunaan fungisida alkylmerkuri dalam
pembenihan tidak diijinkan di banyak negara.
Kasus yang kedua yang terjadi di negara kita sendiri yaitu
tercemarnya
perairan
di
Teluk
Buyat,
Manado
sebagai
akibat
pembuangan limbah arsen (As) dan merkuri (Hg) yang dilakukan oleh PT.
Newmont selama bertahun-tahun sehingga mengakibatkan tercemarnya
ikan-ikan yang ada di perairan tersebut. Ikan-ikan tersebut dimakan oleh
penduduk yang ada di sekitar daerah itu dan menyebabkan wabah
neurologis yang tidak menular, yang sangat merugikan kesehatan serta
menyengsarakan kesehatan masyarakat. Dalam kasus Buyat ini, logam
berat merkuri (Hg) kemungkinan dapat berasal dari limbah prose’s
pemisahan biji emas atau dari tanah bahan tambangnya sendiri yang
sudah mengandung merkuri.
Padahal banyak alternatif yang dapat digunakan untuk
mengolah limbah yang mengandung logam berat, khususnya merkuri,
diantaranya ialah dengan teknologi low temperature thermal desorption
17 (LTTD) atau dengan teknologi Phytoremediation (Anonymous, 2004).
2.3. Logam Berat di Alam
Logam adalah unsur alam yang dapat diperoleh dari laut,
erosi batuan tambang, vulkanisme dan sebagainya (Clark, 1986).
Umumnya logam-logam di alam ditemukan dalam bentuk persenyawaan
dengan unsur lain, sangat jarang yang ditemukan dalam elemen tunggal.
Unsur ini dalam kondisi suhu kamar tidak selalu berbentuk padat
melainkan ada yang berbentuk cair, misalnya merkuri (Hg). Dalam badan
perairan, logam pada umumnya berada dalam bentuk ion-ion, baik
sebagai pasangan ion ataupun dalam bentuk ion-ion tunggal. Sedangkan
pada lapisan atmosfir, logam ditemukan dalam bentuk partikulat, dimana
unsure-unsur logam tersebut ikut berterbangan dengan debu-debu yang
ada di atmosfir (Palar, 2004).
Tanah secara alami telah mengandung logam berat
meskipun hanya sedikit. Berdasarkan analisis Notohadiprawiro dkk (1991)
jenis tanah Vertisol Sragen, Ferrassol Karanganyar (Solo), dan Regosol
kuningan Yogyakarta mengandung logam berat 20.9-49.8 (Zn), 18.7- 35.4
(Cu), 5.6- 15.1 (Pb), dan 6.4-28.8 ppm (Ni). Kadarnya pun tergantung dari
bahan induk pembentuk tanah itu sendiri. Tanah pun memiliki kemampuan
dalam menyerap logam berat yang berbeda untuk tiap jenis tanah
berdasarkan bahan induk penyusun tanah tersebut. Menurut standar
18 umum kadar Pb dan Cd yang boleh ada pada tanah adalah masingmasing 150 ppm dan 2 ppm namun untuk jenis tanah yang berasal dari
batuan beku (Charlena, 2004).
Kandungan logam berat didalam tanah secara alamiah
sangat rendah, kecuali tanah tersebut sudah tercemar (Tabel 1).
Kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan
logam pada tanaman yang tumbuh diatasnya, kecuali terjadi interaksi
diantara logam itu sehingga terjadi hambatan penyerapan logam tersebut
oleh tanaman. Akumulasi logam dalam tanaman tidak hanya tergantung
pada kandungan logam dalam tanah, tetapi juga tergantung pada unsur
kimia tanah, jenis logam, pH tanah, dan spesies tanaman (Darmono 1995
dalam Charlena, 2004).
Tabel 1. Kandungan logam berat dalam tanah secara alamiah (µg/g)
Logam
Kandungan (Rata-Rata)
Kisaran non Populasi
As
100
5 – 3000
Co
8
1 – 40
Cu
20
2 – 300
Pb
10
2 – 200
Zn
50
10 – 300
Cd
0,06
0,05 – 0,7
Hg
0,03
0,01 – 0,3
19 Sumber: Peterson (1979) & Darmono (1995) dalam Charlena (2004)
Berdasarkan tinjauan secara comprehensive, Brummer (Verloo,
1993), keseluruhan logam berat yang ada dalam tanah dapat dipilahkan
menjadi berbagai fraksi atau bentuk:
(1)
Larut air, berada dalam larutan tanah.
(2)
Tertukarkan, terikat pada tapak-tapak jerapan (adsorption sites)
pada koloid tanah dan dapat dibebaskan oleh reaksi pertukaran ion.
(3)
Terikat secara organik, berasosiasi dengan senyawa humus yang
tidak terlarutkan.
(4)
Terjerat (occluded) di dalam oksida besi dan mangan.
(5)
Senyawa-senyawa tertentu, seperti karbonat, fosfat, dan sulfida.
(6)
Terikat secara struktural di dalam mineral silikat atau mineral primer.
Bagian terbesar segala logam berat yang ada dalam tanah,
yaitu 95 – 99% jumlah total, berada dalam fraksi 2, 3, 4, 5, dan 6.
Meskipun fraksi 1 jumlahnya hanya sedikit, namun dilihat dari segi ekologi,
fraksi ini paling penting karena penyerapan tanaman dan pengangkutan
dalam lingkungan bergantung padanya.
Acapkali ion logam berat terkoordinasikan pada senyawa
organik, terutama asam-asam humat dan fulvat, membentuk kelat. Dalam
keadaan ini mobilitas logam berat meningkat. Logam berat menjadi lebih
mudah
terpindahkan
ke
bagian
tubuh
tanah
yang
lebih
dalam
(terkoluviasi) atau lebih mudah tercuci (leached). Kelasi menurunkan
20 toksisitas larutan logam berat. Akan tetapi kelasi juga memacu pelapukan
mineral dan batuan, berarti melancarkan pelepasan unsur logam berat ke
dalam larutan tanah.
pH larutan berpengaruh langsung atas kelarutan unsur logam
berat. Kenaikan pH menyebabkan logam berat mengendap. Yang lebih
penting ialah pengaruh tidak langsung lewat pengaruhnya atas KTK.
Sebagian KTK berasal dari muatan tetap dan sebagian lagi berasal dari
muatan tidak tetap (variable charge). Muatan tidak tetap bergantung pada
pH yang meningkat sejalan dengan peningkatan pH. Maka peningkatan
pH membawa peningkatan KTK. Logam berat terjerap lebih banyak atau
lebih kuat sehingga mobilitasnya menurun. tanah penjerap, anion yang
terjerap dapat membantu penjerapan kation logam berat karena
meningkatan kerapatan muatan negatif pada permukaan komponen
penjerap. Dapat pula sebaliknya, anion yang terjerap menghalangi
penjerapan kation logam berat karena menutupi tapak jerapan.
Potensial redoks tanah yang bersama dengan reaksi tanah
menentukan spesies kimiawi logam berat. Misalnya, spesies utama Cd
dalam keadaan oksik dan masam ialah Cd2+, CdSO4 dan CdCl+, dalam
keadaan oksik dan base disamping yang telah disebutkan juga terdapat
CdHCO3+, dan dalam keadan anoksik kompleks sulfat diganti dengan
kompleks sulfida.
Ketersediaan hayati logam berat, berarti keterserapannya
oleh tumbuhan, dikendalikan oleh berbagai faktor tanah dan biologi
21 (macam, fase pertumbuhan, dan fase perkembangan tumbuhan) secara
rumit, bahkan ada faktor yang pengaruhnya saling bertentangan. Menurut
Verloo (1993) ada kejadian yang penyerapan suatu logam berat oleh
tumbuhan dari tanah yang tercemar berat lebih sedikit daripada
penyerapannya dari tanah yang tercemar ringan. Hal ini berkenaan
dengan penaikan pH yang lebih tinggi oleh bahan pencemar yang lebih
banyak dan sejalan dengan ini KPK juga meningkat lebih tinggi, sehingga
penjerapan oleh tanah menjadi lebih kuat.
2.4. Tanah Sebagai Bagian Siklus Logam Berat
Tanah merupakan bagian dari siklus logam berat. Masukan
logam berat ke dalam tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam
mencerna limbah akan mengakibatkan pencemaran tanah. Menurut
Arnold (1990) & Subowo et al (1995) dalam Charlena (2004), logam berat
adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar dari 5
g/cm3, antara lain Cd, Hg, Pb, Zn, dan Ni. Logam berat Cd, Hg, dan Pb
dinamakan sebagai logam non esensial dan pada tingkat tertentu menjadi
logam beracun bagi makhluk hidup (Charlena, 2004).
Logam berat memasuki lingkungan tanah melalui penggunaan
bahan kimia yang berlangsung mengenai tanah, penimbunan debu, hujan
atau pengendapan, pengikisan tanah dan limbah buangan. Interaksi
logam berat dan lingkungan tanah dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
22 a. proses sorbsi atau desorbsi
b. difusi pencucian, dan
c. degradasi.
Pemasok logam berat dalam tanah pertanian antara lain
bahan agrokimia (pupuk dan pestisida), asap kendaraan bemotor, bahan
bakar minyak, pupuk organik, buangan limbah rumah tangga, industri, dan
pertambangan. Selain itu sumber logam berat dalam tanah berasal dari
bahan induk pembentuk tanah itu sendiri, seperti Cd banyak terdapat
pada batuan sedimen schales (0,22 ppm berat), Cr pada batuan beku
ultrafanik (2, 980 ppm berat), Hg pada bauan sedimen pasir (0,29 ppm
berat), Pb pada batuan granit (24 ppm berat) (Alloway 1990). Pestisida
juga memberikan masukan logam berat ke dalam tanah. Serapan
pestisida oleh tanaman tergantung pada dosis pemberian pestisida, jenis
tanah, dan kemampuan tanaman menyerap pestisida.
Besarnya penyerapan logam berat dalam tanah dipengaruhi
oleh sifat bahan kimia, kepekatan bahan kimia dalam tanah, kandungan
air tanah, dan sifat-sifat tanah misalnya bahan organik dan liat (Cliath &
Miller, 1995 dalam Charlena, 2004).
Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan
substansi terlarut yang ada di dalam larutan oleh permukaan benda atau
zat penyerap.
Adsorpsi adalah masuknya bahan yang menggumpal
dalam suatu zat padat. Sebagian besar adsorben merupakan bahan yang
sangat berpori dan adsopsi terutama terjadi pada dinding berpori atau
23 pada suatu tempat tertentu di dalam partikel. Proses pemisahan dapat
terjadi karena adanya perbedaan berat molekul, bentuk atau kepolaran
yang menyebabkan molekul-molekul tertentu melekat pada permukaan
yang lebih kuat daripada molekul-molekul yang lain atau karena ukuran
porinya terlalu kecil untuk dapat memuat molekul yang lebih besar.
Adsopsi dipengaruhi oleh permukaan suatu zat dan juga luas area.
Adsorben memiliki luas permukaan yang besar untuk bereaksi, apabila
suatu zat dalam cairan kecil, maka semakin besar potensi untuk dapat
terikat atau menempel. Mekanisme sorpsi dapat berupa pertukaran ion
(untuk yang terionisasi) dan ikatan hidrofobik (untuk zat organik yang tidak
larut).
2.5. Pencemaran Logam Berat pada Tanah
Logam berat termasuk zat pencemar karena sifatnya yang
stabil dan sulit untuk diuraikan. Logam berat dalam tanah yang
membahayakan pada kehidupan organisme dan lingkungan adalah dalam
bentuk terlarut. Di dalam tanah logam tersebut mampu membentuk
kompleks dengan bahan organik dalam tanah sehingga menjadi logam
yang tidak larut. Logam yang diikat menjadi kompleks organik ini sukar
untuk dicuci serta relatif tidak tersedia bagi tanaman. Dengan demikian
senyawa organik tanah mampu mengurangi bahaya potensial yang
disebabkan oleh logam berat beracun (Institut Pertanian Bogor, 2006).
24 Unsur logam berat tanah terkandung dalam bebatuan beku,
metamorfik, sedimen dll. Kadar logam berat dalam tanah dipengaruhi oleh
reaksi tanah dan fraksi – fraksi tanah yang bersifat dapat mengikat ion
logam berat. Senyawa – senyawa tertentu seperti bahan ligand dapat
mempengaruhi aktivitas ion logam berat, yaitu membentuk kompleks
logam-ligand yang stabil, gugus – gugus karboksil dan fenoksil berperan
mengikat semua unsur logam mikro (Napitupulu, 2008).
Kadar logam berat dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi
tanah dan fraksi – fraksi tanah yang bersifat dapat mengikat ion logam.
Dengan peningkatan pH kadar logam berat dalam fase larutan menurun
akibat meningkatnya reaksi hidrolisis, kerapatan kompleks adsorpsi dan
muatan yang dimiliki koloid tanah. Disimpulkan bahwa pH bersama-sama
dengan bahan mineral liat dan kandungan oksida-oksida hidrat dapat
mengatur adsorpsi spesifik logam berat yang meningkat secara linear
dengan pH sampai tingkat maksimum (Napitupulu, 2008).
Pemasok logam berat dalam tanah pertanian antara lain
bahan agrokimia (pupuk dan pestisida), asap kendaraan bemotor, bahan
bakar minyak, pupuk organik, buangan limbah rumah tangga, industri, dan
pertambangan. Selain itu sumber logam berat dalam tanah berasal dari
bahan induk pembentuk tanah itu sendiri, seperti Cd banyak terdapat
pada batuan sedimen schales (0,22 ppm berat) (Alloway 1990 dalam
Charlena 2004).
25 2.6. Kandungan Logam Berat dalam Pupuk
Pupuk adalah suatu bahan penyubur tanaman yang diberikan
melalui tanah maupun langsung ketanaman dengan cara disemprotkan
kedaun (Mulyati, 2006). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa
pupuk diperlukan untuk dapat meyuburkan tanaman sehingga dapat
memberi hasil yang optimal bagi manusia. pupuk dapat diklasifikasikan
dengan berbagai cara salah satunya berdasarkan proses pembuatan dan
senyawa yang terkandung dalam pupuk itu sendiri. Berdasarkan proses
pembuatannya pupuk dapat di bedakan menjadi dua. Yaitu;
1.
Pupuk alam, yaitu pupuk yang terbuat dari bahan alam dan proses
terbentuknya berlangsung secara alami. Contoh; pupuk kandang,
pupuk hijau, pupuk kompos, pupuk batuan silikat pupuk batuan
fosfat pupuk zeolit dan sebagainya.
2.
Pupuk buatan, yaitu pupuk yang diproduksi oleh pabrik. Umumnya
mengandung hara yang telah ditetapkan macam dan komposisinya.
Contohnya; urea, SP-36 dll.
Sedangkan pupuk berdasarkan senyawa yang terkandung
dapat terbagi menjadi;
1.
Pupuk organik, yaitu pupuk yang mengandung senyawa organik
dan berasal ari makhluk hidup yang telah mati.
2.
Pupuk an-organik, yaitu pupuk yang mengandung senyawa anorganik dan bahan dasarnya berasala dari mineral.
26 Setiap jenis pupuk memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Sebagai contoh unsure hara dalam pupuk an-organik
lebih cepat tersedia dibandingkan dengan unsure hara dalam pupuk
organik. Namun pupuk organik cendrung lebih ramah lingkungan
dibandingkan dengan pupuk an-organik. Hal tersebut yang ikut memberi
perbedaan antara pupuk organik dengan pupuk anorganik selain
perbedaan mendasar seperti jenis senyawa yang terkandung dalam
masing-masing pupuk.
Dalam aplikasinya selain menbawa dampak baik terhadap
pertumbuhan tanaman serta hasil tanaman, pupuk juga membawa
dampak negatif bagi lingkungan yang baik langsung maupun tidak akan
mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman serta keseatan masnusia.
Dampak negatif dari pupuk adalah dapat menjadi sumber pencemar baik
di tanah, air, dan udara.
Dalam UU No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, pencemran lingkungan hidup adalah
masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah di tetapkan.
Pupuk dikategorikan sebagai sumber pencemar karena
adanya kandungan unsure serta senyawa tertentu yang masuk kedalam
suatu sistem dimana unsure maupun senyawa tersebut tidak diperlukan
dalam jumlah banyak atau dapat membahayakan komponen dalam
27 lingkungan tersebut. zat pencemar yang berasal dari pupuk biasanya
berupa logam berat maupun senyawa yang merupakan residu dari pupuk.
Residu apabila terakumulasi akan mencemari lingkungan dan akan
mempengaruhi kehidupan makhluk hidup ditempat terakumulasinya residu
pupuk tersebut. akumulasi tersebut terjadi karena penggunaan pupuk
yang berlebihan dan tidak berimbang.
Dalam dunia pertanian pencemaran yang menjadi pokok
perhatian adalah pencemaran yang terjadi di tanah. hal ini karena tanah
merupakan media tumbuh tanaman dan yang dominan menerima dampak
langsung dari pencemaran yang disebabkan oleh pupuk.
Pupuk biasanya mengandung logam berat sebagai bahan
tambahan. Pupuk yang sering bahkan selalu mengandung logam berat
adalah pupuk buatan anorganik. Namun pupuk organik belum tentu bebas
dari kandungan logam bera. Hal tersebut dipengaruhi oleh sumber bahan
organik yang digunakan sebagai bahan baku pupuk organik.
Tabel berikut akan menjelaskan tentang kadar logam berat
yang terkandung dalam berbagai jenis pupuk baik itu pupuk organik
maupun pupuk anorganik (ppm).
28 Tabel 1. Kandungan logam berat dalam berbagai jenis pupuk
Unsur
Pupuk
Pupuk
Pupuk
Kapur
Kompos
Fosfat
Nitrat
Kandang
B
5-115
-
0,3-0,6
10
-
Cd
0,1-170
0,05-8,5
0,1-0,8
0,04-0,1
0,01-100
Co
1-12
5,4-12
0,3-24
0,4-3
-
Cr
66-245
3,2-19
1,1-55
10-15
1,8-410
Cu
1-300
-
2-172
2-125
13-3580
Hg
0,01-1,2
0,3-2,9
0,01-0,36
0,05
0,09-21
Mn
40-2000
-
30-969
40-1200
-
Mo
0,1-60
1-7
0,05-3
0,1-15
-
Ni
7-38
7-34
2,1-30
10-20
0,9-279
Pb
7-225
2-27
1,1-27
20-1250
1,3-2240
Sb
<100
-
-
-
-
Se
0,5
-
2,4
0,08-0,01
-
U
30-300
-
-
-
-
V
2-1600
-
-
20
-
Zn
59-1450
1-42
15-566
10-450
82-5894
(Alloway,1995).
29 Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa kandung beberapa
logam berat dalam beberapa jenis pupuk tergolong cukup tinggi bahkan
sudah berada diatas ambang toleransi yang dapat ditampung oleh alam.
Sebagai contoh pupuk fosfat mengandung Pb antara 7 – 225 ppm. Hal ini
sudah berada di atas ambang tolensi logam Pb yang sekitar 150 ppm.
Sedang kan Cd yang terkandung dalam pupuk fosfat berkisar antara 5115 ppm. Angka ini tergolong tinggi karena kadar Cd yang masih bisa
ditolerir hanya 2 ppm.
Pupuk yang diberikan ke tanah secara intensif akan sangat
berbahaya bagi tanah serta tanaman yang ada diatasnya. Hal ini karena
beberapa jenis pupuk mengandung logam berat dalam kadar yang sangat
tinggi. Kadar yang tinggi ini akan sangat berbahaya jika terjadi akumulasi
secara terus menerus dan membuat pertumbuhan dan kualitas serta
kuantitas hasil tanaman menurun. Selain itu logam berat yang
terakumulasi terlalu banyak akan mengganggu aktivitas mikrobia atau
bahkan meracuninya.
Oleh karena itu diperlukan kebijaksaan serta perngetahuan
yang cukup untuk melakukan pemupukan sehingga tidak mencemarai
lingkungan. Hal ini karena kelestarian lingkungan akan menunjang
pertumbuhan dan hasil tanaman serta kualitas hasil tanaman yang akan
mempengaruhi kesehatan manusia.
Logam berat berkenaan dengan pertanian memunculkan
empat persoalan yang saling berkaitan berupa akibat atas:
30 (1)
Edafon, yaitu kehidupan di dalam tanah yang merupakan salah
satu faktor pokok penentu produktivitas tanah;
(2)
Hasil panen pertanaman, baik jumlah maupun mutunya;
(3)
Kesehatan ternak; dan
(4)
Kesehatan manusia.
Keempat persoalan tersebut dapat dikembalikan kepada
satu persoalan dasar, yaitu perilaku logam berat di dalam tanah. Perilaku
ini menentukan seberapa kuat dayanya mempengaruhi edafon, dan
seberapa banyak jumlahnya yang dapat diserap tanaman.
2.7.
Pemupukan Intensif Lahan Apel sebagai Dampak Perubahan
Iklim
Dalam kehidupan sehari-hari, iklim akan mempengaruhi jenis
tanaman yang sesuai untuk dibudidayakan pada suatu kawasan, dan
teknik budidaya yang dilakukan petani. Dengan demikian iklim sangat
penting artinya dalam sektor pertanian. Dengan kegiatan pertanian yang
disebut klimatologi pertanian.
Iklim
akan
mempengaruhi
berbagai
aspek
kehidupan
manusia dan organisme lain yang hidup di muka bumi. Jenis dan sifat
Iklim juga akan mempengaruhi jenis tanaman yang sesuai untuk
dibudidayakan pada suatu kawasan serta produksinya, penjadwalan
budidaya pertanian, dan teknik budidaya yang dilakukan petani.
Pengetahuan tentang iklim sangat penting artinya dalam sektor pertanian.
31 mengapa iklim di berbagai tempat di bumi berbeda, dan bagaimana kaitan
antara iklim dan dengan aktivitas manusia.
Iklim merupakan salah satu faktor pembatas dalam proses
pertumbuhan dan produksi tanaman. Jenis2 dan sifat2 iklim bisa
menentukkan jenis2 tanaman yg tumbuh pada suatu daerah serta
produksinya. Oleh karena itu kajian klimatologi dalam bidang pertanian
sangat diperlukan.
Seiring
dengan
dengan
semakin
berkembangnya
isu
pemanasan global dan akibatnya pada perubahan iklim, membuat sektor
pertanian begitu terpukul. Tidak teraturnya perilaku iklim dan perubahan
awal musim dan akhir musim seperti musim kemarau dan musim hujan
membuat para petani begitu susah untuk merencanakan masa tanam dan
masa panen.
Untuk daerah tropis Indonesia, hujan merupakan faktor
pembatas penting dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pertanian.
Selain hujan, unsur iklim lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman
adalah suhu, angin, kelembaban dan sinar matahari. Setiap tanaman pasti
memerlukan air dalam siklus hidupnya, sedangkan hujan merupakan
sumber air utama bagi tanaman. Berubahnya pasokan air bagi tanaman
yg disebabkan oleh berubahnya kondisi hujan tentu saja akan
mempengaruhi siklus pertumbuhan tanaman, Inu merupakan contoh
global pengaruh ikliim terhadap tanaman.
Di indonesia sendiri akibat dari perubahan iklim, yaitu timbulnya
32 fenomena El Nino dan La Nina. Fenomena perubahan iklim ini
menyebabkan menurunnya produksi apel. Selain hujan, ternyata suhu
juga bisa menentukkan jenis-jenis tanaman yg hidup di daerah-daerah
tertentu. Misalnya perbedaan tanaman yang tumbuh di daerah tropis,
gurun dan kutub. Indonesia merupakan daerah tropis, perbedaan suhu
antara musim hujan dan musim kemarau tidaklah seekstrim perbedaan
suhu musim panas dan musim kemarau di daerah-daerah sub tropis dan
kutub. Oleh karena itu untuk daerah tropis, klasifikasi suhu lebih di
arahkan pada perbedaan suhu menurut ketinggian tempat. Perbedaan
suhu
akibat
dari
ketinggian
tempat
(elevasi)
berpengaruh
pada
pertumbuhan dan produksi tanaman.
Tanaman apel dapat tumbuh dengan baik pada curah hujan
yang ideal adalah 1.000-2.600 mm/tahun dengan hari hujan 110-150
hari/tahun. Dalam setahun banyaknya bulan basah adalah 6-7 bulan dan
bulan kering 3-4 bulan. Curah hujan yang tinggi saat berbunga akan
menyebabkan bunga gugur sehingga tidak dapat menjadi buah. 2)
Tanaman apel membutuhkan cahaya matahari yang cukup antara 50-60%
setiap harinya, terutama pada saat pembungaan. Suhu yang sesuai
berkisar antara 16-27 derajat C. Kelembaban udara yang dikehendaki
tanaman apel sekitar 75-85%.
Kota Batu pada awal dibudidayakannya tanaman apel
memiliki kondisi iklim yang sesuai dengan syarat tumbuhnya.
Namun
akibat perubahan iklim gobal, kondisi klimatologi daerah Batu menjadi
33 berubah. Hal ini menyebabkan menurunyya produkstifitas tanaman apel.
Untuk meningkatkan produksi, petani melakukan pemupukan intensif
dengan dosis tinggi.
Ada bermacam kombinasi pupuk
kimia yang sering
digunakan petani, tetapi menurut catatan resmi dari Dinas Pertanian di
Batu, pupuk yang paling biasa disebut Antracol. Pupuk kimia ini digunakan
di semua kecamatan di Batu, yaitu Bumiaji, Junrejo dan Batu, diantara
banyak lagi merk pupuk misalnya Curacron, Dursban, dan Proplin
(Cook,2006).
Hal ini membuktikan adanya pengunaan pupuk kimia yang
tersebar luas di industri apel di Batu. Persoalan kimia di tanah merupakan
persoalan yang mempengaruhi ekosistem lingkungan
secara umum,
terutama dalam penyediaan air sehubungan dengan kota Batu yang
merupakan daerah hulu tempat penangkapan air, yang menyebabkan
banyak masalah lain yang berhubungan dengan lingkungan.
2.8. Logam Berat dari Penggunaan Pestisida
Disamping hal-hal iklim, budidaya apel juga menderita dari
masalah dari Hama dan Penyakit. Menurut Soelarso, Hama yang paling
berbahaya adalah Kutu Hijau, Tungau, Cabuk merah, Thrips, dan Ulat
Daun. Penyakit yang paling sulit adalah Penyakit Embun Tepung,
Penyakit Bercak Daun, Jamur Upas, dan Penyakit Kanker. 22 Juga, petani
apel harus mampu mencari tandatanda fisik yang menunjukkan kesehatan
34 pohon apel, antara lain masak (ripening) buah-buah.
Pestisida secara luas diartikan sebagai suatu zat yang
bersifat racun, menghambat pertumbuhan atau perkembangan, tingkah
laku, bertelur, perkembang biakan, mempengaruhi hormon, penghambat
makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak dan aktivitas lainnya
yang mempengaruhi OPT.
Tidak kita pungkiri bahwa dengan pestisida sintetis telah
berhasil menghantarkan sektor pertanian menuju terjadinya “revolusi
hijau”, yang ditandai dengan peningkatan hasil panen dan pendapatan
petani secara signifikan, sehingga Indonesia bisa mencapai swasembada
pangan pada tahun 1986. Dalam revolusi hijau target yang akan dicapai
adalah berproduksi cepat dan tinggi, sehingga diperlukan teknologi
masukan tinggi diataranya penggunaaan varietas unggul, pemupukan
berat dengan pupuk kimia, pemberantasan hama dan penyakit dengan
obat-obatan kimia.
Pada tahun ini konsepsi untuk menanggulangi OPT ialah
pendekatan
UNILATERAL,
yaitu
menggunakan
satu
cara
saja,
PESTISIDA. Ketika itu pestisida sangat dipercaya sebagai “ASURANSI”
keberhasilan produksi; tanpa pestisida produksi sulit atau tidak akan
berhasil. Karena itu pestisida disubsidi sampai sekitar 80 % dari harganya,
hingga petani dapat membelinya dengan harga “murah”. Sistem
penyalurannyapun diatur sangat rapih dari pusat sampai ke daerahdaerah. Pestisida diaplikasikan menurut jadwal yang telah ditentukan,
35 tidak memperhitungkan ada hama atau tidak. Pemikiran ketika itu ialah
“melindungi” tanaman dari kemungkinan serangan hama.
Promosi pestisida yang dilakukan oleh para pengusaha
pestisida sangat gencar melalui demontrasi dan kampanye. Para petani
diberi penyuluhan yang intensif, bahwa hama-hama harus diberantas
dengan insektisida. Dalam perlombaan hasil intensifikasi, frekuensi
penyemprotan dijadikan kriteria, makin banyak nyemprot, makin tinggi
nilainya.
2.9. Konsekuensi Lingkungan dari Penggunaan Pestisida
Ternyata, puncak kejayaan pestisida sekitar tahun 19841985 telah membawa dampak yang sangat dahsyat terhadap ekosistem
yang ada. Meskipun penggunaan pestisida makin ditingkatkan , masalah
hama-hama
terutama
wereng
tidak
dapat
diatasi,
malah
makin
mengganas. Kita tidak sadar, bahwa mengganasnya hama wereng
tersebut akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Pestisida juga
menimbulkam masalah lingkungan seperti matinya makhluk bukan
sasaran (ikan, ular, katak, belut, bebek, ayam, cacing tanah dan serangga
penyerbuk) dan musuh alami (predator, parasitoid), residu pestisida dalam
bahan makanan, pencemaran air, tanah, udara dan keracunan pada
manusia serta ongkos produksi yang sangat mahal dan sia-sia.
Gejala keracunan pada manusia yang timbul secara umum
badan lemah atau lemas. Pada kulit, menyebabkan iritasi seperti terbakar,
36 keringat berlebihan, noda. Pada mata, gatal, merah berair, kabur atau
tidak jelas, bola mata mengecil atau membesar. Pengaruh pestisida pada
sistem pencernaan seperti rasa terbakar pada mulut dan tenggorokan, liur
berlebihan, mual, muntah, sakit perut dan diare. Sedang pada sistem
syaraf, seperti sakit kepala, pusing, bingung, gelisah, otot berdenyut,
berjalan terhuyung-huyung, bicara tak jelas, kejang-kejang tak sadar.
Pada sistem pernafasan, batuk, sakit dada dan sesak nafas, kesulitan
bernafas dan nafas bersuara.
Kebijakan
pertanian
difokuskan
pada
produktivitas
usahatani dengan memberi sedikit perhatian pada daya dukung
lingkungan dengan memanfaatkan teknologi pertanian (bibit, pupuk dan
pestisida) serta finansial (modal sendiri, kredit, atau pinjaman), tanpa
merusak daya dukung lingkungan. Penggunaan pestisida dan pupuk
intensif sudah memberi dampak tersendiri pada efek komulatif yang
menjadi penyebab kerusakan lingkungan dalam jangka waktu yang relatif
agak lama, sedangkan kerusakan drastis umumnya disebabkan oleh
banjir atau kekeringan yang sulit untuk diatasi (Palmer C. 2008)
Sejauh ini, kerugian sektor pertanian di Indonesia akibat
serangan hama dan penyakit mencapai milyaran rupiah dan menurunkan
produktivitas pertanian sampai 20%. Menghadapi seriusnya kendala
tersebut, sebagian besar petani menggunakan pestisida kimiawi. Upaya
tersebut memberikan hasil yang cepat dan efektif. Tingkat kepercayaan
petani terhadap kemampuan pestisida kimiawi sangat tinggi, dilain pihak,
37 pestisida kimiawi yang berlebihan justru memberi dampak terhadap
lingkungan dan manusia. Keseimbangan lingkungan akan terganggu dan
akan mengakibatkan timbulnya resistensi hama, kematian predator,
parasit, burung dan satwa lainnya. Salah satu penyebab terjadinya
Dampak negatif pestisida terhadap lingkungan adalah
adanya residu pestisida di dalam tanah yang dapat meracuni organisme
non target, terbawa sampai ke sumber-sumber air dan meracuni
lingkungan bahkan terbawa pada mata rantai makanan sehingga dapat
meracuni konsumen, bahkan ke hewan dan manusia (Prabowo, 2008)
Mirip dengan pupuk, penggunaan pestisida juga mengalami
peningkatan yang signifikan selama Revolusi Hijau digulirkan, yaitu dari
5.234 ton pada tahun 1978 menjadi lebih dari 18.000 ton pada tahun
1986. Kecenderungan serupa juga terjadi pada tanaman sayuran,
perkebunan, dan tanaman lain dengan alokasi penggunaan sekitar 10%
dan 24,40% (Harsanti et al. 1999; Jatmiko et al. 1999; Nurjaya 2003).
Pada tahun 2002 terdapat 813 formulasi dan 341 bahan aktif pestisida
yang telah dan pernah beredar, 40% di antaranya adalah insektisida, 29%
herbisida, dan 19% fungisida (Direktorat Pupuk dan Pestisida 2002).
Dampak negatif penggunaan pesti-sida antara lain adalah:
1.
meningkatnya resistensi dan resurjensi organisme peng- ganggu
tumbuhan (OPT)
2.
tergang- gunya keseimbangan biodiversitas, termasuk musuh alami
(predator) dan organisme penting lainnya
38 3.
terganggunya kesehatan manusia dan hewan
4.
tercemarnya produk tanaman, air, tanah, dan udara.
Di beberapa daerah di Jawa, residu pestisida pada beberapa
produk pangan termasuk kedelai telah mendekati batas maksimum residu
(BMR), terutama senyawa organofosfat, kar- bamat, dan organokhlorin.
Kecende- rungan yang sama juga terjadi di tanah, air irigasi, dan ikan.
Residu pestisida berdampak negatif pula terhadap metabolisme steroid,
fungsi tiroid dan spermatogenesis, serta sistem reproduksi atau dikenal
dengan istilah endocrine pesticides disrupted (EDs).
Meskipun
pengendalian
hama
terpadu
dengan
menggunakan pestisida telah memberikan hasil yang nyata dalam
menekan serangan hama dan penyakit tanaman, dampak yang
ditimbulkan sangat berbahaya. Oleh karena itu, penggunaan pestisida
perlu dikurangi atau dirasionalisasi, baik melalui pene- rapan PHT secara
tegas maupun pengembangan sistem pertanian organik yang lebih
mengutamakan
penggunaan
musuh
alami
dan
pestisida
hayati.
Keuntungan dari rasionalisasi pemakaian pestisida antara lain adalah:
1.
mengurangi kerusakan sumber daya lahan, air, lingkungan, dan
produk pertanian
2.
mengurangi risiko kesehatan bagi manusia, dan
3.
meningkatkan keuntungan usaha tani (efisiensi produksi).
2.10. Pengaruh Logam Berat Tanah Terhadap Kualitas Buah Apel
39 Saat ini produk pangan mentah maupun matang banyak
terpapar
logam
berat
dalam
jumlah
dan
tingkat
yang
cukup
mengkhawatirkan, terutama di kota-kota besar dimana tingkat polusi oleh
asap pabrik, asap buangan kendaraan bermotor dan residu agrokimia
telah mencapai tingkat yang sangat tinggi serta konsumsi makanan yang
dikemas dengan kemasan modern seperti kaleng telah umum dijumpai.
Sayur-sayuran berdaun yang ditanam di pinggir jalan raya
memiliki resiko terpapar logam berat yang cukup tinggi. Data terakhir pada
caisim kandungan timbal (Pb) bisa mencapai 28,78 ppm. Jumlah ini jauh
lebih tinggi dibanding dengan sayuran yang ditanam jauh dari jalan raya
(±0-2 ppm), sedangkan batas aman residu Pb yang diperbolehkan oleh
Ditjen POM pada makanan hanya 2 ppm. Pencemaran tersebut
menyebabkan sebagian sayuran dapat mengandung logam berat yang
membahayakan kesehatan, padahal sayuran merupakan menu sehari-hari
di dalam diet orang Indonesia. Akumulasi logam berat di dalam tubuh
manusia dalam jangka waktu yang lama dapat mengganggu sistem
peredaran darah, urat syaraf dan kerja ginjal. Pada tingkat rumah tangga,
penurunan jumlah residu logam berat yang terlanjur terdapat dalam
sayuran dapat dilakukan dengan mencuci sayuran menggunakan sanitizer
komersial atau memblansirnya dengan air mendidih selama 3-5 menit
sebelum dikonsumsi atau diolah lebih lanjut. Para ibu rumah tangga juga
sebaiknya tidak menggunakan peralatan masak yang dipatri dengan
timbal dan membiasakan keluarga mengkonsumsi makanan yang
40 mengandung serat tinggi.
Penanganan pra panen dan pascapanen dapat dilakukan
dengan pemakaian pupuk dan insektisida yang benar, melakukan cara
pengangkutan yang baik selama distribusi sayuran, misalnya dengan
menutup sayuran menggunakan terpal atau penutup yang aman agar
sayuran dan buah-buahan terhindar dari kontaminasi logam berat dari
debu kendaraan bermotor atau asap pabrik selama perjalanan menuju
pasar atau konsumen.
Pangan yang dikonsumsi sehari-hari merupakan hasil
pertanian. Pangan seharusnya memenuhi kriteria ASUH (Aman, Sehat,
Utuh dan Halal). Salah satu parameter tersebut, yaitu Aman, termasuk
dalam masalah mutu. Mutu dan keamanan pangan berpengaruh langsung
terhadap kesehatan masyarakat dan perkembangan sosial. Makanan
yang bermutu baik dan aman diperlukan untuk meningkatkan kesehatan,
kesejahteraan individu dan kemakmuran masyarakat. Sayuran merupakan
sumber pangan yang mengandung banyak vitamin dan mineral yang
secara langsung berperan meningkatkan kesehatan. Oleh karena itu,
higienitas dan keamanan sayuran yang dikonsumsi menjadi sangat
penting agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Namun banyak
jenis sayuran yang beredar di masyarakat tidak terjamin keamanannya
karena diduga telah terkontaminasi logam-logam berat seperti timbal (Pb),
kadmium (Cd), atau merkuri (Hg). Menurut Astawan (2005), logam-logam
berat tersebut bila masuk ke dalam tubuh lewat makanan akan
41 terakumulasi secara terus-menerus dan dalam jangka waktu lama dapat
mengakibatkan gangguan sistem syaraf, kelumpuhan, dan kematian dini
serta penurunan tingkat kecerdasan anak-anak.
Sumber kontaminasi logam berat ada dua, yaitu lewat
pencemaran udara dan dari bahan makanan. Pencemaran lewat udara
terutama berasal dari asap buangan kendaraan bermotor. Data yang
dikeluarkan Badan Pengawasan Dampak Lingkungan (Bapedal) DKI
tahun 1998, kadar timbal di udara Jakarta ratarata telah mencapai 0,5 mg
per meter kubik udara. Untuk kawasan tertentu, seperti terminal bus dan
daerah padat lalu lintas, kadar timbal bisa mencapai 2-8 mg per meter
kubik udara (Anonymous, 2005.).
Selain timbal (Pb), sayuran juga rentan terhadap kontaminasi
logam berat tembaga (Cu). Cemaran tembaga (Cu) terdapat pada sayuran
dan buah-buahan yang disemprot dengan pestisida secara berlebihan.
Penyemprotan pestisida banyak dilakukan untuk membasmi siput dan
cacing pada tanaman sayur dan buah. Selain itu, garam Cu juga
digunakan sebagai bahan dari larutan “bordeaux” yang mengandung 13% CuSO4 untuk membasmi jamur pada sayur dan tanaman buah.
Senyawa CuSO4 juga sering digunakan untuk membasmi siput sebagai
inang dari parasit, cacing dan untuk mengobati penyakit pada kuku domba
(Darmono, 1995). Selain pada sayuran, logam berat dapat terakumulasi
dalam jumlah yang cukup besar pada tanaman seperti padi, rumput, dan
beberapa jenis leguminosa untuk pakan ternak.
42 Kandungan merkuri (Hg) pada beras yang dipanen dari
sawah dengan irigasi air limbah penambangan emas tradisional di
Nunggul dan Kalongliud di sekitar Pongkor, Bogor, Jawa Barat, masingmasing mencapai 0,45 dan 0,25 ppm (Sutono, 2002) dalam Anonymous
(2005).
Mengingat
bahayanya
akumulasi
logam
berat
dalam
lingkungan dan efek buruknya pada kesehatan, konsumen perlu
pengetahuan tentang logam berat, sumber dan distribusi logam berat di
lingkungan, mekanisme kontaminasi logam berat pada tubuh manusia,
serta cara pencegahan akumulasinya.
Terpaparnya lingkungan dari logam berat diketahui sebagai
faktor penyebab timbulnya kanker. Turkdogan et al., (2003) telah
menginvestigasi tujuh tingkat logam berat yang berbeda-beda (Co, Cd,
Pb, Zn, Mn, Ni dan Cu) pada sampel tanah, buah-buahan dan sayuran di
wilayah Van sebelah selatan Turki kanker gastrointestinal atas merupakan
hal yang endemik. Kandungan logam berat pada sample ditentukan
dengan flame atomic absorption spectrometer.
Di dalam tanah, empat jenis logam berat (Cd, Pb, Cu dan
Co) ada pada konsentrasi dua sampai 50 kali lebih tinggi dibanding Zn.
Sampel buah-buahan dan sayuran yang ditemukan mengandung 3,5
sampai 340 kali lebih tinggi kandungan Co, Cd, Pb, Mn, Ni dan Cu-nya
disbanding Zn. Pada sampel tanah vulkanik, buah dan sayuran
mengandung logam berat karsinogenik yang potensial dimana tingkat
43 yang cukup tinggi tersebut berhubungan dengan tingginya prevalensi
kanker gastrointestinal atas di region Van tersebut.
Di China, Huludao Zinc Plant di Huludao City merupakan
tempat peleburan logam berat seng (Zn) terbesar di Asia. Logam berat
telah mengkontaminasi lingkungan sekelilingnya dengan serius. Telah
diinvestigasi 20 jenis sayuran dan sampel tanah yang berhubungan dari
delapan plot dekat Huludao Zinc Plant untuk menginvestigasi risiko
kesehatan dari Hg, Pb, Cd, Zn, dan Cu terhadap penduduk di sekitar
Huludao Zinc Plant di China via konsumsi sayuran. Nilai faktor transfer
(TF) Hg, Pb, Cd, Zn dan Cu dari tanah ke sayuran dan nilai bahaya target
(THQs) risiko kesehatan yang memungkinkan terhadap penduduk lokal
melalui transfer rantai makanan dihitung (Zheng et al., 2007). Nilai TF
logam berat dari tanah ke sayuran menurun menurut susunan
Cd>Zn>Cu>Pb>Hg. Nilai TF logam berat pada daun lebih tinggi dari pada
jaringan lain. Asupan harian Hg, Pb, Cd, Zn dan Cu melalui konsumsi
makanan adalah 1,322; 574,3; 301,4; 5263 dan 292,5 µg untuk dewasa
dan 1,029; 446,8; 234,5; 4095 dan 227,6 mg untuk anak-anak yang
tinggal di sekitar Huludao Zinc Plant. Hal ini sangat berpotensi
menimbulkan risiko kesehatan, terutama untuk anak-anak, apabila nilai
THQ Cd atau Pb lebih dari 1. Jumlah total logam THQs (TTHQs) yang
berkaitan dengan konsumsi sayuran untuk dewasa dan anak-anak adalah
5,79-9,90; 7,6-13,0. Dari perbandingan TTHQs pada plot-plot sampel dari
jarak yang berbeda dari Huludao Zinc Plant, terindikasi bahwa resiko
44 kesehatan mereka yang tinggal dekat dengan Huludao Zinc Plant (< 500
m) adalah paling tinggi, dan pada jarak > 1000 m resiko kesehatannya
cukup tinggi dibanding pada mereka yang tinggal dalam jarak 500-1000
m. Namun, penduduk yang tinggal dalam areal lokasi 500-1000 m dari
Huludao Zinc Plant juga mempunyai resiko kesehatan yang cukup tinggi
apabila memiliki nilai TTHQ lebih dari 1.
Akumulasi logam berat yang berlebihan pada tanah
pertanian dapat berakibat tidak hanya terhadap kontaminasi lingkungan
tetapi yang lebih buruk adalah menyebabkan meningkatnya kadar logam
berat pada hasil-hasil pertanian yang dipanen sehingga hal tersebut pada
akhirnya berakibat terhadap penurunan mutu dan keamanan pangan
nabati yang dihasilkan. Untuk melindungi konsumen, beberapa negara
telah menetapkan batas aman cemaran logam berat pada makanan.
Di Indonesia, Ditjen POM telah mengeluarkan
Keputusan No. 03725/B/SK/VII/89 tentang Batas Maksimum Cemaran
Logam dalam Makanan untuk Sayuran Segar, batas aman untuk Pb 2
mg/kg dan Cu 50mg/kg.
2.11. Mekanisme Kontaminasi Logam Berat
Beberapa faktor yang menyebabkan kontaminasi logam
berat pada lingkungan bervariasi antara lain: kondisi geologi tanah dimana
tanaman dibudidayakan, kondisi air yang digunakan untuk penyiraman,
adanya kontaminan logam berat tertentu yang berasal dari industri apabila
45 lokasi pertanaman dekat dengan lokasi industri, bahkan bencana yang
tidak terduga.
Seperti kasus yang saat ini sudah dan masih terjadi yaitu
meluapnya lumpur panas di kawasan industri di daerah Porong, Sidoarjo
Jawa Timur. Meluapnya lumpur panas dari lapangan gas yang dikelola
Lapindo Brantas Inc tersebut mengandung logam berat yang berlebihan
sehingga jika masuk ke tambak akan mematikan mikroorganisme.
Menurut Anonymous (2006), dilaporkan bahwa bahan lumpur panas
tersebut terdeteksi mengandung gas belerang (H2S), metana (CH4),
Chlorida (Cl) dan Sulfat (SO4) yang tinggi. Selain itu uji laboratoris juga
menunjukkan adanya unsur pencemaran akibat adanya beberapa bahan
lainnya yang cukup tinggi seperti Mangan (Mg) dan Seng (Zn).
Tanah pertanian yang ada di sekitar daerah tersebut tertutupi
oleh lumpur panas yang disinyalir mengandung logam berat dalam
konsentrasi yang tinggi, sehingga di masa mendatang apabila lumpur
panas sudah mereda, yang tertinggal adalah tanah yang sudah
terkontaminasi logam berat dan tanaman pangan yang mungkin tumbuh di
atasnya adalah bahan pangan yang telah tercemar logam berat.
Faktor yang menyebabkan tingginya kontaminasi logam
berat di lingkungan adalah perilaku manusia yang menciptakan teknologi
tanpa menimbang terlebih dahulu efek yang akan ditimbulkan bagi
lingkungan di kemudian hari. Sebagai contoh, di Indonesia, tingginya
kandungan timbal (Pb) pada lingkungan disebabkan oleh pemakaian
46 bensin bertimbal yang sangat tinggi pada hampir semua jenis kendaraan
bermotor. Untuk mempermudah bensin premium terbakar, titik bakarnya
harus
diturunkan
melalui
peningkatan
bilangan
oktan
dengan
penambahan timbal dalam bentuk tetrail lead (TEL). Namun dalam proses
pembakaran, timbal dilepas kembali bersama-sama sisa pembakaran
lainnya ke udara dan dihirup oleh manusia saat bernafas. Moshman
(1997) dalam Charlena (2004) mengungkapkan bahwa akumulasi logam
berat Pb pada tubuh manusia yang terus-menerus dapat mengakibatkan
anemia, kemandulan, penyakit ginjal, kerusakan syaraf dan kematian.
Sedangkan keracunan Cd dapat menyebabkan tekanan darah tinggi,
kerusakan jaringan-jaringan testicular, kerusakan ginjal dan kerusakan
butir-butir sel darah merah.
a. Mekanisme pada Bahan Pangan (Sayuran)
Logam berat yang ada di lingkungan, tanah, air dan udara
dengan suatu mekanisme tertentu masuk ke dalam tubuh makhluk hidup.
Tanaman yang menjadi mediator penyebaran logam berat pada makhluk
hidup, menyerap logam berat melalui akar dan daun (stomata). Logam
berat terserap ke dalam jaringan tanaman melalui akar, yang selanjutnya
akan masuk ke dalam siklus rantai makanan (Alloway, 1990 dalam
Darmono, 2005).
Di Indonesia, kadar logam berat yang cukup tinggi pada
sayuran sudah semestinya mendapat perhatian serius dari semua pihak,
47 terutama pada sayur-sayuran yang ditanam di pinggir jalan raya. Data
terakhir pada sayuran caisim, kandungan logam berat Pb-nya bisa
mencapai 28,78 ppm. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding kandungan
logam berat pada sayuran yang ditanam jauh dari jalan raya (±0-2 ppm),
padahal batas aman yang diperbolehkan oleh Ditjen POM hanya 2 ppm.
Bahkan dalam Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI-2, 2004)
dalam Anonymous (2004) menyatakan bahwa residu logam berat yang
masih memenuhi standar BMR (Batas Maksimum Residu) adalah 1,0
ppm. Dengan dikonsumsinya sayuran sebagai salah satu sumber pangan
pada manusia dan hewan menyebabkan berpindahnya logam berat yang
dikandung oleh sayur-sayuran tersebut seperti timbal (Pb) dan kadmium
(Cd) ke dalam tubuh makhluk hidup lainnya. Logam berat yang masuk ke
dalam tubuh manusia akan melakukan interaksi antara lain dengan enzim,
protein, DNA, serta metabolit lainnya. Adanya logam berat pada jumlah
yang berlebihan dalam tubuh akan berpengaruh buruk terhadap tubuh
(Charlena, 2004).
b. Mekanisme pada Tubuh Manusia
Sejumlah sumber makanan, baik yang berasal dari laut
seperti ikan, kerang, dan rumput laut serta dari tanaman dan produk
turunannya dapat terkontaminasi logam berat. Logam berat dapat
memasuki tubuh dan mengakibatkan kerusakan pada berbagai jaringan
tubuh melalui beberapa cara. Mekanisme pertama adalah berikatan
48 dengan gugus sulfhidril, sehingga fungsi enzim pada jaringan tubuh akan
terganggu kerjanya. Mekanisme yang kedua adalah berikatan dengan
enzim pada siklus Krebs, sehingga prose’s oksidasi fosforilasi tidak terjadi.
Mekanisme yang ketiga adalah dengan efek langsung pada jaringan yang
terkena yang menyebabkan kematian (nekrosis) pada lambung dan
saluran pencernaan, kerusakan pembuluh darah, perubahan degenerasi
pada hati dan ginjal. Tubuh dapat menyerap logam berat melalui
permukaan kulit dan mukosa, saluran pencernaan dan saluran nafas.
Akumulasi pada jaringan tubuh dapat menimbulkan keracunan bagi
manusia, hewan, dan tumbuhan apabila melebihi batas toleransi
(Charlena, 2004).
c.
Mekanisme Penyerapan Logam oleh Tumbuhan
Akumulasi logam berat dalam tanah pertanian akibat
pemupukan dapat meyebabkan toksisitas pada tanaman. Secara alami
tanaman sudah mempunyai mekanisme untuk melakukan detoksifikasi
terhadap logam, antara lain : pemisahan logam dengan produksi senyawa
organik, pemisahan ke dalam komponen sel tertentu, dan eksudasi ligan
organik. Salah satu senyawa organik yang disintesis tanaman untuk
mengkelat logam adalah fitokelatin yang terdapat dalam dua bentuk, yaitu
high-molecular weight (HMW) BM > 20.000 Da dan low molecular weight
49 (LMW) BM 7.000-20.000 Da. Logam berat yang dapat menginduksi
sintesis fitokelatin, antara lain Kadmium, Tembaga dan Seng.
Fitotoksisitas (keracunan pada tanaman) adalah fenomena
yang terkait dengan suatu bahan yang merugikan dan terakumulasi di
dalam jaringan tanaman sampai pada tingkat berpengaruh terhadap
pertumbuhan optimal dan perkembangan tanaman (Beckett dan davis,
1977 ; Davis et al., 1977). Secara alami tanaman sudah mempunyai
mekanisme untuk mengatasi keracunan logam, antara lain melalui
akumulasi logam dalam organel sel, meningkatkan eksudasi bahan
pengkelat logam, pengikatan logam pada dinding sel, pemotongan jalur
transport logam dari akar ke tunas, mengubah struktur dan permeabilitas
membran, mengubah proses metabolisme seluler, memproduksi senyawa
pemisah logam intraseluler, mengaktifkan pompa ion logam ke dalam
vakuola, dan lain-lain (Woolhouse, 1983; Blamey et al., 1986; Baker,
1987); Verkleij dan Schat, 1990; dan Ross, 1994). Lebih lanjut Ross
(1994) menambahkan bahwa tanaman melakukan mekanisme toleransi
penting yang bersifat induktif terhadap logam berat dengan mensintesis
polipeptida pengikat logam, yaitu fitokelatin.
Fitokelatin
berhubungan
dengan
glutation,
mempunyai
struktur primer (γ-Glu-Cys)n – Gly atau (γ-Glu-Cys)n-β-Ala, dimana n = 211 (Nicholson et al., 1980; Speiser et al., 1992; Artlip dan Funkhouser,
1995; Wang dan Evangelou, 1995), tergantung dari sumber tanaman
(Rauser, 1990). Polipeptida ini belum diketahui sintesisnya dalam
50 ribosom, tetapi fitokelatin terbentuk bersama-sama dengan sintesis enzim
glutathione
sintetase.
Fitokelatin
disintesis
secara
enzimatis
oleh
fitokelatin sintase (γ-glutamylcystein dipeptidyl transpeptidase) dari
glutation. Enzim ini merupakan protein 25 kDa (Grill et al., 1989).
Penelitian Nicholson et al. (1980) pada tanaman wilczek (Vigna radiate L.)
yang diinduksi logam Tembaga diperoleh dua jenis fitokelatin (hasil
pemisahan melalui kromatografi kolom), yaitu fitokelatin BM rendah
(7.000-20.000 Da) dan berat molekul tinggi (BM>20.000). Mekanisme
detoksifikasi logam oleh fitokelatin menurut beberapa peneliti (Rauser,
1990; Abrahamson et al., 1992; Speiser et al., 1992; Ow, 1993; Moffat,
1995, Wang dan Evangelou, 1995) terjadi dengan jalan fitokelatin
mengikat logam yang selanjutnya akan ditransport ke dalam vakuola
tanaman untuk disimpan.
Penyerapan dan akumulai logam berat oleh tumbuhan dapat
dibagi menjadi tiga proses yang sinambung, yaitu penyerapan logam oleh
akar, translokasi logam dari akar ke bagian tumbuhan lain, dan lokalisasi
logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat
metabolisme tumbuhan tersebut (Priyanto & Joko, 2000).
a.
Penyerapan oleh akar
Telah diketahui, bahwa agar tumbuhan dapat menyerap logam
maka logam harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar (rizosfer)
dengan
beberapa
cara
bergantung
pada
spesies
tumbuhannya:
Perubahan pH. Pada Thlaspi cearulescens, mobilisasi seng dipacu
51 dengan terjadinya penurunan pH pada daerah perakaran sebesar 0,2-0,4
unit (McGrath, 1997 dalam Priyanto & Joko, 2000). Ekskresi zat khelat.
Mekanisme penyerapan besi lewat pembentukan suatu zat khelat yang
disebut fitosiderofor telah diketahui secara mendalam pada jenis rumputrumputan (Marschner & Romheld, 1994 dalam Priyanto & Joko, 2000).
Molekul fitosiderofor yang terbentuk ini akan mengikat (mengkhelat) besi
dan membawanya ke dalam sel akar melalui peristiwa transport aktif.
Selain aktif terhadap besi, fitosiderofor dapat mengikat logam lain seperti
seng, tembaga dan mangan. Sekarang diketahui, bahwa berbagai molekul
lain berfungsi serupa, misalnya histidin yang meningkatkan penyerapan
nikel pada Alyssum sp. (Kramer et al., 1996 dalam Priyanto & Joko, 2000)
dan suatu senyawa peptida khusus, fitokhelatin, yang mengikat selenium
pada Brassica juncea (Speiser et al., 1992) dan logam lain seperti timbal,
kadmium dan tembaga (Gwozdz et al., 1997 dalam Priyanto & Joko,
2000).
Pembentukan reduktase spesifik logam. Di dalam meningkatkan
penyerapan besi, tumbuhan membentuk suatu molekul reduktase di
membran akarnya (Marschner & Romheld, 1994 dalam Priyanto & Joko,
2000). Reduktase ini berfungsi mereduksi logam yang selanjutnya
diangkut melalui kanal khusus di dalam membran akar.
52 b.
Translokasi di dalam tubuh tumbuhan
Setelah logam dibawa masuk ke dalam sel akar, selanjutnya
logam harus diangkut melalui jaringan pengangkut, yaitu xilem dan floem,
ke bagian tumbuhan lain. Untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan,
logam diikat oleh molekul khelat. Berbagai molekul khelat yang berfungsi
mengikat logam dihasilkan oleh tumbuhan, misalnya histidin yang terikat
pada Ni (Kramer et al., 1996 dalam Priyanto & Joko, 2000) dan
fitokhelatin-glutation yang terikat pada Cd (Zhu et al., 1999 dalam Priyanto
& Joko, 2000).
c.
Lokalisasi logam pada jaringan
Untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tumbuhan
mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam
di dalam organ tertentu seperti akar (untuk Cd pada Silene dioica [Grant et
al., 1998]), trikhoma (untuk Cd [Salt et al., 1995 dalam Priyanto & Joko,
2000]), dan lateks (untuk Ni pada Serbetia acuminata [Collins, 1999 dalam
Priyanto & Joko, 2000]).
Tumbuhan
pada
saat
menyerap
logam
berat,
akan
membentuk suatu enzim reduktase di membran akarnya. Reduktase ini
berfungsi mereduksi logam yang selanjutnya diangkut melalui mekanisme
khusus di dalam membran akar. Pada saat terjadi translokasi di dalam
tubuh tanaman, logam yang masuk ke dalam sel akar, selanjutnya
diangkut ke bagian tumbuhan yang lain melalui jaringan pengangkut yaitu
53 xylem dan floem. Untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan logam
diikat oleh molekul kelat. Pada konsentrasi rendah logam berat tidak
mempengaruhi pertumbuhan tanaman tetapi pada konsentrasi tinggi akan
menyebabkan kerusakan baik pada tanah, air maupun tanaman. Batas
kritis konsentrasi logam berat pada tanah, air, dan tanaman dapat di lihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Batas kritis logam berat dalam tanah, air, dan tanaman (ppm)
Logam Berat
Tanah
Air
Tanaman
Pb
100
0.03
50
Cd
0.50
0.05-0.10
5-30
Co
10
0.4-0.6
15-30
Cr
2.5
0.5-1.0
5-30
Ni
50
0.2-0.5
5-30
Cu
60-125
2-3
20-100
Mn
1500
-
-
Zn
70
5-10
100-400
Sumber : Ministry of State for Population and Enviromental of Indonesia,
and Dalhousie, University Canada (1992)
Logam berat dalam tanah pada prinsipnya berada dalam
bentuk bebas maupun tidak bebas. Dalam keaadan bebas, logam berat
dapat bersifat racun dan terserap oleh tanaman sedangkan dalam bentuk
tidak bebas dapat berikatan dengan hara, bahan organik, ataupun
54 anorganik
lainnya.
Pada
kondisi
tersebut,
logam
berat
selain
mempengaruhi ketersediaan hara tanaman juga dapat mengkontaminasi
hasil tanaman. Jika logam berat memasuki lingkungan tanah, maka akan
terjadi keseimbangan dalam tanah, kemudian akan terserap oleh tanaman
melalui akar, dan selanjutnya akan terdistribusi kebagian tanaman lainnya.
Dinamika logam berat dalam tanah dan tanaman di tunjukkan pada
Gambar 1.
Sumber: Alloway (1995)
Gambar 1 Dinamika logam berat di dalam sistem tanah dan tanaman
55 Penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan
dibagi menjadi tiga proses, yaitu : Pertama, penyerapan oleh akar. Agar
tanaman dapat menyerap logam, maka logam harus dibawa ke dalam
larutan di sekitar akar (rizosfer) dengan beberapa cara bergantung pada
spesies tanaman. Senyawa-senyawa yang larut dalam air biasanya
diambil oleh akar bersama air, sedangkan senyawa-senyawa hidrofobik
diserap oleh permukaan akar. Kedua, translokasi logam dari akar ke
bagian tanaman lain. Setelah logam menembus endodermis akar, logam
atau senyawa asing lain mengikuti aliran transpirasi ke bagian atas
tanaman melalui jaringan pengangkut (xylem dan floem) ke bagian
tanaman lainnya. Ketiga, lokalisasi logam pada sel dan jaringan. Hal ini
bertujuan untuk menjaga agar logam tidak menghambat metabolisme
tanaman. Sebagai upaya untuk mencegah peracunan logam terhadap sel,
tanaman
mempunyai
mekanisme
detoksifikasi,
misalnya
dengan
menimbun logam di dalam organ tertentu seperti akar (Priyanto dan
Prayitno 2004).
Timbal (Pb) dengan nomor atom 82 merupakan suatu logam
berat yang lunak berwarna kelabu kebiruan dengan massa jenis 11,34
g/ml, titik leleh 327 ºC 8 dan titik didih 1.749 ºC. Pada suhu 550–600 ºC
timbal menguap dan bereaksi dengan oksigen dalam udara membentuk
timbal oksida. Walaupun bersifat lentur, timbal sangat rapuh, dan
mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan air
asam. Bentuk oksidasi yang paling umum adalah Pb (II) dan senyawa
56 organometalik yang terpenting adalah timbal tetra etil, timbal tetra metil
dan timbal stearat, merupakan logam yang tahan terhadap korosi atau
karat, sehingga sering digunakan sebagai bahan coating (Palar 2004).
Pb sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu
daun, kulit batang, akar, dan akar umbi-umbian. Perpindahan Pb dari
tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah. Konsentrasi yang
tinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada
proses fotosintesis dan pertumbuhan. Pb hanya mempengaruhi tanaman
bila konsentrasinya tinggi. Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat
kondisi kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada
keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa
ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu
menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar
tanaman.
Mekanisme masuknya partikel Pb ke dalam jaringan daun,
yaitu melalui stomata daun yang berukuran besar dan ukuran partikel Pb
lebih kecil, sehingga Pb dengan mudah masuk kedalam jaringan daun
melalui proses penjerapan pasif (Dahlan 1989). Partikel Pb yang
menempel pada permukaan daun berasal dari tiga proses yaitu, pertama
sedimentasi akibat gaya gravitasi, kedua, tumbukan akibat turbulensi
angin, dan ketiga adalah pengendapan yang berhubungan dengan hujan.
Celah stomata mempunyai panjang sekitar 10 µm dan lebar
antara 2–7 µm, oleh karena ukuran Pb yang demikian kecil, maka partikel
57 Pb tidak larut dalam air dan senyawa Pb terperangkap dalam rongga antar
sel sekitar stomata.
Zink (Zn) adalah logam yang memiliki karakteristik yang
cukup reaktif, berwarna putih kebiruan, memiliki nomor atom 30, titik lebur
o
419,73 C. Zn merupakan unsur mikro esensial bagi mahkluk hidup.
Adsorpsi Zn dalam tanah dapat terjadi karena adanya bahan organik dan
mineral liat. Mineral Zn yang ada dalam tanah antara lain seng sulfida
(ZnS), spalerit (ZnFe)S, dan smithzonte (ZnCO3). Pelarutan mineralmineral yang mengandung Zn terjadi secara alami sehingga unsur yang
2+
terkandung didalamnya terbebas dalam bentuk ion. Zn
yang terbebas
mengalami proses lanjut, terikat dengan matrik tanah atau bereaksi
2+
dengan unsur-unsur lain. Adsorpsi Zn
yang kuat dalam tanah dapat
terjadi dengan adanya bahan organik dan liat hal ini berhubungan dengan
kapasitas kation dan keasaman tanah. (Lahuddin 2007).
5
1
Kromium (Cr) mempunyai konfigurasi elektron [Ar] 3d 4s ,
o
o
sangat keras, Memiliki titik didih 2671 C dan memiliki titik lebur 2403 C.
Bilangan oksidasi yang terpenting adalah +2, +3 dan +6. jika dalam
keadaan murni melarut dengan lambat sekali dalam asam encer
membentuk garam kromium (II).
Cr
dalam
larutan
tanah
diserap
oleh
akar
melalui
pengangkutan yang digunakan untuk penyerapan logam penting untuk
metabolisme tanaman. Pengaruh Cr pada tanaman adalah gejala klorosis
58 pada daun dan penurunan pertumbuhan akar, polusi kromium disebabkan
oleh bahan bakar dan erosi badan dari automobile dan exstensive road
marking oleh cat kromat timbal kuning dan beberapa aktifitas industri
(Kord et al 2010). Dalam jumlah kecil kromium (Cr) dibutuhkan oleh
manusia yaitu sebagai obat penguat stamina untuk beraktivitas sehari-hari
dalam jumlah tertentu. Tetapi akan berbahaya kalau berlebihan terpapar
oleh tubuh manusia akibatnya dapat berupa penyakit kronis, berlangsung
selama bertahun-tahun jika mengenai salah satu organ tubuh.
Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat
menggolongkan kromium sebagai suatu zat yang bersifat karsinogenik.
Pekerja perusahaan yang menggunakan proses pelapisan kromium
berisiko tinggi terimbas pencemaran kromium. Akumulasi uap yang
terhirup saat proses pelapisan kromium bisa menyebabkan sesak napas
dan berujung pada kanker paru-paru. Bukan itu saja, kulit yang terpapar
kromium terus menerus akan menimbulkan ulserasi (borok), ulserasi pada
selaput lendir hidung, vascular effect (kerusakan pembuluh darah pada
aorta), anemia dan membuat tubuh lesu, menurunkan imunitas tubuh,
gangguan reproduksi dan gangguan ginjal.
59 2.12. Uji Cepat Tanah Sebagai Alat Identifikasi Pencemaran Logam
Berat dalam Tanah
Teknik uji cepat sangat penting untuk pemantauan lingkungan.
untuk mencegah dan mengatasi masalah akibat pencemaran logam berat
dalam tanah terutama yang berasal dari limbah agrokimia. Uji cepat tanah
merupakan metode yang langsung dilakukan di lapangan untuk
mengetahui kadar suatu unsur di dalam tanah. Ini adalah tes ilmiah yang
cepat, mudah dilakukan dan dapat menjadi sistem peringatan dini untuk
bahaya lingkungan dan keamanan pangan yang dapat mempengaruhi
kesehatan manusia dan ekosistem. Uji cepat tanah memungkinkan kita
untuk menentukan adanya logam beracun ionik atau seberapa kadar
logam berat dalam tanah sehingga dapat mengatasi
pencemaran ion
logam berat beracun tersebut.
Logam berat yang berlebihan meningkatkan kerusakan
oksidatif dan menggantikan mineral penting dalam tanah. Kedua efek ini
dapat memiliki konsekuensi serius dalam tanah. Pengujian logam berat
dengan metode uji cepat memungkinkan deteksi ion bebas logam berat
elektrik aktif dalam larutan berair dengan cara prosedur sederhana dan
hanya dilakukan dalam beberapa menit.
Metode uji cepat yang diterapkan harus merupakan suatu
metode yang mudah, akurat, proses murah berbasis lapangan untuk
menentukan adanya logam berat beracun dalam tanah dan / atau
60 lingkungan. Prosedur eksplorasi didasarkan pada reagen dithizone, yang
telah dikenal ilmu pengetahuan kimia untuk lebih dari 60 tahun.
Penggunaan
metode
uji
cepat
logam
berat
tanah
dimaksudkan sebagai bantuan dalam memahami kapasitas detoksifikasi
logam berat tanah dan dapat berfungsi sebagai indikator awal
pencemaran logam berat. Metode uji cepat Logam Berat mengidentifikasi
logam berikut: merkuri, timbal, tembaga seng, kadmium dan nikel.
Ekstraksi timbal dari tanah adalah yang paling memakan waktu
melelahkan. Secara umum, metode pencernaan basah adalah metode
yang paling umum digunakan untuk analisis tanah (Hoenig dan Thomas,
2002). Namun, pemilihan asam atau kombinasi asam adalah sangat
penting untuk mendapatkan ekstraksi logam maksimum (Hoenig dan De
Kersabiec, 1996). De Kersabiec, 1996).
61 II.
METODE PENELITIAN UMUM
3.1. Tempat, Waktu, dan Bahan
Serangkaian kegiatan penelitian dilaksanakan di lahan apel kota
Batu dan di Laboratorium kima Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya Malang.
Sampel tanah diambil pada kedalaman 0-20 cm secara acak pada
lahan – lahan apel di Batu.
3.2. Rangkaian Percobaan Penelitian
Rangkaian percobaan penelitian dilakukan untuk memperoleh
metode uji cepat yang peling tepat. Untuk itu akan dilakukan serangkaian
percobaan meliputi 2 tahap percobaan : (1). Penelitian pendahuluan yang
dilakukan melalui metode survey dan observasi untuk mengkaji kadar
logam berat pupuk dan pestisida yang digunakan petani di lahan apel kota
Batu. (2) Peneliian utama untuk mendapatkan metode uji cepat yang
paling tepat untuk mengetahui kadar logam berat pada lahan apel di Batu
dengan melalui 6 tahapan metode :
1. Ektraksi logam berat dalam tanah dan tanaman menggunakan
senyawa tertentu.
2. Pewarnaan ekstrak logam berat menggunakan indikator.
3. Menganalisis kadar logam berat yang terukur.
4. Interpretasi data.
62 5. Membuat model matematik uji cepat.
6. Penerapan model.
63 DAFTAR PUSTAKA
Charlena. 2004. Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd)
padaSayur-Sayuran.http://www.rudyct.com/PPS702
ipb/09145/charlena.pdf .Diakses tanggal 29 November 2011.
Darmono.
2006.
Lingkungan
Hidup
dan
Pencemaran:
Hubungannya DenganToksikologi Senyawa Logam . UI Press.
JakartaInstitut
Pertanian
Bogor.
2006. .http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40756/3/Bab%
202%202006ssa.pdf Diakses tanggal 1 Desember 2011.
Cook, D.M. 2006 Kematian Industri Apel di Batu Fakultas Ilmu Soaial dan
Politik Universitas Muhamadiyah Malang
www.acicis.murdoch.edu.au/hi/field_topics/davidcook.pdf
Miettinen, J.K. 1977. ”Inorganic Trace Elements As Water Pollution to
Health And Aquqtic Biota” dalam F. Coulation and mark (eds).
Water Quality Proceed of an Int. Forum, New York Academic
Press. Available at http://www.google.co.id download 3 Nopember
2011.
Maulida, septia,dkk.2009. Terjadinya Pencemaran Logam Berat Di teluk
Minamata Akibat Pembuangan Merkuri (Hg). http//septia
maulida.wordpress.com/2009/03/20/Terjadinya Pencemaran
Logam Berat Diteluk Minamata Akibat Pembuangan Merkuri
(Hg).[diakses tanggal 11 april 2011]
64 Masdony.2009. Logam Berat Sebagai Penyumbang Pencemaran Air Laut.
http://masdony.wordpress.com/2009/04/19/logam-berat-sebagaipenyumbang-pencemaran-air-laut/, [diakses tanggal 11
Nopember 2011)
Puspita, desy. 2010. Penyebab Limbah Serta Cara Penanggulangannya.
http://desy puspita .wordpress.com/2010/03/22.Penyebab Limbah
Serta cara Penanggulangannya. [diakses 11 Nopember 2011]
Mulyati, et al.2006.pupuk dan Pemupukan.Mataram
Press.Mataram
www.salingsapa.com/index.php?p=blogs/viewstory/245605
University
Napitupulu, Monang. 2008. Analisis Logam Berat Seng, Kadmium dan
Tembaga p a d a
Berbagai
Tingkat
Kemiringan
Tanah
H u t a n T a n a m a n I n d u s t r i PT.Toba Pulp Lestari dengan Metode
Spektrometri
Serapan
Atom
(SSA).http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/5865/1/08E00
483.pdf Diakses tanggal 29 November 2011.
Notodarmojo, Suprihanto. 2004. Pencemaran Tanah dan Air
Tanah . PenerbitITB, Bandung.Priyanto, Budhi & Joko Prayitno.
2000.
Fitoremediasi
Pencemaran,
sebagai
Sebuah
Khususnya
Teknologi Pemulihan
Logam
Berat .http://ltl.bppt.tripod.com/sublab/lflora1.htmDiakses tanggal 1
Desember 2011
Palmer C. 2008. “Greening” Agriculture in the developping world. Rural 21.
The International Journal for Rural Development. www.peipfikomdasulsel.org/.../40-MARGARETHA-SL-Penentuan-... Diakses
11 Desember 2011
65 Soelarso, Ir. R. Bambang. (1997) Budi Daya Apel, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta
Prabowo.
2008.
Atasi
Hama
Belalang
http://www.metamorfosa.magz.blogspot.c
secara
Organik.
Anonymous, 2005. Awas, Bahaya Logam Berat! Kompas cyber media
edisi Rabu, 09 Februari 2005. http://www.kompas.com. Diakses
tanggal 11 Desember 2011.
Turkdogan, M.K., F. Kilicel, K. Kara, I. Tuncer and I. Uygan. 2003. Heavy
metals in soil, vegetables and fruits in the endemic upper
gastrointestinal cancer region of Turkey. J. of Environmental
Toxicology and Pharmacology. Vol 13 (3): 175- 179.
http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/assets/media/publikasi/.../20
07_3.pd..
Zheng, N., Q. Wang and D. Zheng. 2007. Health risk of Hg, Pb, Cd, Zn
and Cu to the inhabitants around Huludao Zinc Plant in China via
consumption of vegetables. J.of Science of The Total Environment.
Vol 383 (1-3):81-89. September 2007.
http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/assets/media/publikasi/.../20
07_3. d..
66 
Download