PERAN PROTEIN Bcl-2 PADA RESISTENSI

advertisement
PERAN PROTEIN Bcl-2 PADA RESISTENSI KEMOTERAPI
GOLONGAN CISPLATIN PADA KANKER OVARIUM
dr. IDA BAGUS UPADANA PEMARON, Sp.OG
BAGIAN/ SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNUD/ RSUP SANGLAHDENPASAR
2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kanker ovarium di Amerika Serikat merupakan penyebab kematian utama akibat
kegananasan ginekologi. Menurut survei oleh The Surveillance Epidemiology and End Result
(SEER) Program of The national Cancer Institute didapatkan kejadian kanker ovarium di
Amerika serikat pada tahun 2009 mencapai 21.500 kasus dengan angka kematian mencapai
14.600 jiwa dan pada tahun 2011 terjadi peningkatan jumlah kasus kanker ovarium sebesar
21.990 kasus, dimana 15.460 wanita meninggal dunia sampai akhir tahun 2011 akibat kanker
ovarium.
1,2,3
Pada penelitian oleh Karyana angka kejadian kanker ovarium di RSUP Sanglah
dilaporkan sebanyak 49 kasus pada kurun waktu 2002-2004.4
Kanker ovarium sering disebut “ the silent killer”, karena gejala dan tanda awal yang
minimal sehingga penderita umumnya datang pada stadium lanjut. Beberapa faktor yang
menyebabkan terlambatnya diagnosis dan penanganan yang adekuat adalah belum ditemukannya
metode yang efektif untuk deteksi dini, sosio budaya, tingkat pendidikan masyarakat yang
rendah, letak anatomis ovarium yang tersembunyi pada kavum pelvis, mudah terjadi metastasis,
kecenderungan mudah timbul relaps, etiopatogenesis kanker ovarium yang masih belum jelas,
serta resistensi terhadap kemoterapi merupakan faktor penyebab terlambatnya diagnosis dan
penanganan yang adekuat.3,5,6 Adanya kesulitan dalam mendeteksi, mendiagnosis dan menangani
kanker ovarium ini menyebabkan rendahnya survival rate pada wanita yang menderita kanker
ovarium, sehingga diperlukan penanganan yang efektif dan sedini mungkin dalam memahami
2
perjalanan penyakit. Dalam hal ini dibutuhkan analisa dalam melihat profil ekspresi gen yang
terlibat pada jaringan kanker ovarium termasuk sel primer, sel epitel permukaan ovarium, sel
cystadenoma serta pemantauan hasil terapi. 7
Modalitas terapi utama pada kanker ovarium stadium lanjut adalah kemoterapi dengan
kombinasi golongan Platinum dan Taxane. Cisplatin merupakan regimen kemoterapi yang sangat
efektif untuk kanker ovarium golongan epitelial. Mekanisme kerja Cisplatin melalui perusakan
DNA yang akan menyebabkan terhentinya proses apoptosis dan siklus sel. Penelitian terbaru
menunjukkan terdapat peningkatan resistensi terhadap golongan platinum. Pada 80 % pasien
yang awalnya berespon baik terhadap kemoterapi golongan Cisplatin, setelah diikuti pada dua
tahun kemudian 75% nya mengalami resistensi terhadap Cisplatin. Hal itulah yang menyebabkan
, mekanisme resistensi terhadap Cisplatin perlu ditelaah lebih lanjut. 8 Banyak mekanisme yang
dapat menjelaskan resistensi terhadap kemoterapi seperti penurunan kadar obat intrasel,
peningkatan inaktivasi oleh molekul yang mengandung Thiol, peningkatan perbaikan DNA yang
rusak dan gangguan apoptosis. 9
Apoptosis memegang peranan penting dalam patogenenesis berbagai penyakit, dimana
gangguan regulasinya akan menimbulkan berbagai penyakit termasuk kanker di dalamnya.
Kelompok gen Bcl-2, dikenal sebagai kelompok gen yang mengatur produksi protein spesifik
yang meregulasi apoptosis. Protein ini dalam proliferasi neoplasma dapat bersifat sebagai
inhibitor apoptosis (Bcl-2,Bcl-xL,mcl-1) dan pendukung apoptosis (BAK, BAX). Pada beberapa
penelitian terbaru ditemukan mengenai keterlibatan Bcl-2 pada resistensi kemoterapi terhadap
golongan Cisplatin. Beberapa penelitian mengenai efektivitas inhibitor Bcl-2 dalam mengurangi
resistensi terhadap Cisplatin telah banyak dilakukan, tetapi belum ditemukan inhibitor yang
3
efektif dan efisien untuk mengurangi resistensi terhadap kemoterapi. Pada sel kanker ovarium
yang resisten terhadap golongan cisplatin menunjukkan peningkatan ekspresi Bcl-2.9,10
Overekspresi Bcl-2 dapat mencegah atau mengurangi kematian sel sehingga sel kanker menjadi
imortal. Overekspresi Bcl-2 dapat di induksi oleh berbagai macam stimulus seperti infeksi virus,
suhu ekstrim , kemoterapi dan lain-lain .11
4
BAB II
KEMOTERAPI GOLONGAN CISPLATIN PADA KANKER OVARIUM
2.1. Kemoterapi pada Kanker Ovarium
Kanker ovarium dapat dibagi menjadi stadium awal dan stadium lanjut . Kanker ovarium
Stadium awal dibagi lagi menjadi stadium I dan II. Kanker ovarium stadium lanjut dapat dibagi
lagi menjadi stadium III dan IV. Kanker ovarium stadium awal mempunyai survival rate 30-95
% dan kanker ovarium stadium lanjut sebesar 10-15%. Kanker ovarium stadium awal dapat
dikelompokkan lagi menjadi risiko rendah yaitu stadium IA dan IB dan grade I-II kecuali clear
cell carcinoma. Kanker ovarium stadium awal dengan risiko rendah biasanya tidak memerlukan
kemoterapi, cukup terapi pembedahan saja. Pada kanker ovarium stadium awal dengan risiko
tinggi, memerlukan kemoterapi lanjutan. Terapi utama kanker ovarium stadium lanjut adalah
kemoterapi dan radiasi. 5
Cisplatin merupakan terapi dasar pada kanker ovarium tipe epitelial maupun non epitelial.
Obat kemoterapi yang banyak digunakan adalah Cisplatin dan Carboplatin ,yang mempunyai
efek samping
seperti mielosupresi, nefrotoksik, neuropati yang lebih ringan dibandingkan
dengan Cisplatin. Pada tahun 1995, Paclitaxel mulai banyak digunakan sebagai terapi kombinasi
dengan Cisplatin maupun Carboplatin. Penelitian oleh the international collaborative ovarian
neoplasm trial 2(ICON 2) menunjukkan efektifitas Carboplatin sebagai agen tunggal sama
dengan kombinasi antara Cyclofosfamid, Doksorubisin dengan Cisplatin dimana median
5
survival33 bulan dan angka ketahanan hidup dua tahun sebesar 60% pada kanker ovarium
stadium lanjut. 5
Tabel 2.1: Pilihan regimen kemoterapi berdasarkan tipe histologis 3
2.2 Cisplatin
2.2.1 Struktur Kimia Cisplatin
Cisplatin (Cis-diammine dicloro platinum (II) atau Cis-DDP) adalah obat primer pada
kanker ovarium, serviks dan endometrium. Rumus molekulnya adalah PtCl2H6N2 dengan berat
molekul 300.1. Larut dalam air pada konsentrasi 1 mg/ml. Hanya cis- isomer yang aktif sebagai
regimen terapi. Cisplatin juga merupakan bahan neutral inorganic, berbentuk square planar
complex. 12,13
Gambar 2.1 : struktur cis ddp dan trans ddp 8
6
2.2.2 Mekanisme Kerja Cisplatin
Mekanisme kerja cisplatin sebagai agen kemoterapi adalah melalui interaksi dengan
DNA yang menyebabkan perubahan struktur pada DNA, umur hidup sel dan program apoptosis.
Molekul Cisplatin murni akan mengalami proses aktivasi melalui
tahap yang melibatkan
penggantian molekul cis-chloro ligand dengan molekul air. Kompleks Cisplatin dengan air
(monoaquated) merupakan kompleks yang sangat reaktif tetapi pembentukannya dihambat oleh
ikatan dengan molekul nukleofil endogen seperti Glutathion (GSH), Metionin, Metallothionein.
Saat memasuki sitoplasma, Cisplatin menjadi labil sehingga mudah mengalami perubahan
menjadi tidak aktif jika berikatan dengan molekul intrasel dan sitoplasma. 12
Sebagian besar Kemoterapi bekerja pada siklus sel tertentu, oleh karena itu perlu
dipahami kinetika sel dalam siklus pembelahan. Setiap sel yang membelah diri akan mengikuti
pola replikasi sel yang disebut waktu generasi yang terdiri atas lima fase yaitu fase G 1, fase S,
fase G 2, fase M, fase G 0. Fase G1 adalah fase dimana diproduksi enzim untuk sintesis DNA
dan RNA. Pada fase S mulai terjadi sintesis DNA. Pada fase M terjadi mitosis, sel membelah
dari satu menjadi dua. Sel-sel yang tidak aktif akan masuk ke fase
G 0, dimana proses
makromolekuler tidak aktif sehingga sel yang masuk fase ini menjadi tidak terhadap kemoterapi.
Pada proses karsinogenesis akan lebih banyak sel berada dalam fase aktif jika dibandingkan sel
normal. Pada jaringan normal sebagian besar populasi sel akan berada pada Fase G 0 . 14
Cisplatin menginduksi pengerusakan DNA melalui beberapa jalur. Jalur pertama melalui
aktivasi checkpoint pada siklus sel yang akan menginduksi berhentinya fase S untuk sementara
waktu yang diikuti oleh inhibisi Cdc2-cylin A atau B kinase yang akan menyebabkan berhentinya
7
fase G2/M. Jalur kedua adalah melalui inhibisi DNA pada fase G1, cyclin dependent kinase
akan menyebabkan aktivasi checkpoint yang difasilitasi oleh Cdk4 inhibitor p16. Hal ini
menyebabkan terjadi akumulasi sel di fase G2 dan M. 12
Gambar 2.2:Siklus sel 1
Efek kemoterapi Cisplatin merupakan proses yang kompleks, dimulai dari masuknya obat
ke sel sampai menyebabkan apoptosis. Hal ini dipengaruhi komponen intrasel, yang
menghambat apoptosis yang otomatis akan menyebabkan sel kanker resisten terhadap Cisplatin.9
Cisplatin menyebabkan peningkatan sensitivitas sel yang terkumpul pada fase G2/M . Hal
ini sesuai dengan konsep, bahwa Cisplatin menyebabkan kerusakan DNA yang selanjutnya
menyebabkan terhentinya siklus sel sehingga merangsang nucleotide excision repair (NER)
untuk memperbaiki kerusakan sel. Bila terjadi kerusakan yang luas maka tubuh secara otomatis
akan mengaktifkan proses apoptosis. 14, 15,16
8
2.2.3 Dosis dan Cara Pemberian Cisplatin
Cisplatin dapat dapat diberikan secara intravena atau intraperitoneal . Cisplatin hanya
boleh dicampur dengan cairan yang mengandung NaCl 0,9% sebab stabilitas obat berhubungan
langsung dengan konsentrasi dari garam. Bila obat ini dicampurkan ke dalam cairan Dekstrosa,
obat ini relatif tidak stabil dan akan terjadi dekomposisi dalam waktu dua jam. 13
Pada saat pemberian cisplatin, harus dilakukan monitoring terhadap produksi urin. Dosis
yang direkomendasikan adalah 50-100 mg/m2 sebagai agen tunggal atau dalam kombinasi yang
diindikasikan untuk kanker ovarium, serviks, endometrium. 13
2.2.4 Efek samping dan Toksisitas Cisplatin
Efek utama dari cisplatin adalah nefrotoksik yang berhubungan dengan dosisnya, sehingga
perlu dilakukan evaluasi terhadap fungsi ginjalnya. Efek ini biasanya muncul hari ke sepuluh
sampai duapuluh, tetapi kerusakan ini bersifat reversible. Efek samping lain adalah ototoksisitas
yang ditandai dengan ketidakmampuan mendengar suara dengan frekuensi tinggi. Efek pada
gastrointestinal seperti mual dan muntah sering muncul biasanya pada jam pertama setelah
pemberian dan menetap 24-48 jam, bahkan beberapa bisa menetap tiga sampai lima hari.
Sehingga diperlukan antiemetik yang kuat seperti kombinasi 5 HT inhibitor (odansentron)
dengan deksametason (10-40 miligram ,intravena). 13
Efek samping lain yang sering timbul adalah mielosupresi, terjadi pada 25-30% pasien
dengan dosis yang direkomendasikan dan akan lebih tinggi pada dosis yang lebih besar. Anemia
hemolitik (Coomb tes positif) juga dapat ditemukan setelah terapi Cisplatin. Anemia yang
disebabkan, efek cisplatin ini berespon baik terhadap eritropoetin .13
9
Reaksi anafilaktik berupa takikardia, wheezing, hipotensi, facial edema dapat terjadi
beberapa menit setelah pemberian. Efek ini dapat diatasi dengan pemberian kortikosteroid,
epinefrin atau antihistamin. 13
10
BAB III
MEKANISME RESISTENSI CISPLATIN PADA KANKER OVARIUM
3.1. Mekanisme Resistensi Cisplatin
Tujuan utama kemoterapi adalah menyebabkan sel kanker mengalami proses apoptosis.
Cisplatin merupakan obat kemoterapi yang sangat poten dalam merangsang proses apoptosis,
tetapi masih mempunyai beberapa kelemahan salah satu diantaranya adalah resistensi. Resistensi
menyebabkan sel kanker gagal mengalami proses apoptosis. Paparan kronis sel kanker terhadap
cisplatin atau faktor intrisik sel kanker itu sendiri menyebabkan resistensi.
9
Menurut
kepustakaan , suatu sel kanker dikatakan resisten terhadap obat kemoterapi bila tidak berespon
terhadap kemoterapi atau berespon tetapi kemudian progresif dalam waktu kurang dari enam
bulan.
4
Mekanisme yang menghambat pengerusakan DNA akan menyebabkan resistensi dan hal
ini bisa melalui jalur yaitu penurunan kadar obat intrasel, peningkatan inaktivasi oleh molekul
yang mengandung Thiol, peningkatan perbaikan DNA yang rusak dan gangguan apoptosis.
9
3.1.1.Penurunan kadar obat intraselular
Menurut beberapa penelitian, hal ini merupakan mekanisme utama yang menyebabkan
resistensi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penurunan kadar cisplatin 20-70% akan
menyebabkan resistensi terhadap kemoterapi. 9
11
Penyebab penurunan kadar obat intraselular adalah inhibisi penyerapan obat, peningkatan
eksresi obat , gangguan difusi pasif obat. Transpor aktif melibatkan Na+K+-ATPase atau ion
channel berperan pada penyerapan Cisplatin. 9
Penelitian mengenai mekanisme peningkatan eksresi obat telah berkembang pesat dan
melibatkan exporter protein. Multidrug resistance protein (MRP 1-7) merupakan protein di
membran sel dan diduga menyebabkan eksresi obat ke luar sel. Pada resistensi Cisplatin yang
berperan penting adalah MRP-2 , dimana kadarnya meningkat pada resistensi terhadap Cisplatin.
Pada peningkatan MRP-2 sampai sepuluh kali lipat akan menyebabkan resistensi. Selain itu juga
terdapat ATP7A dan ATP7B yang juga merupakan dua gen Copper –transporting P ATP-ase ,
dimana peningkatan ekspresinya menyebabkan resistensi. Penelitian terbaru menyatakan ATP7B
dapat digunakan sebagai marker untuk kemoresistensi terhadap Cisplatin. Pada Penelitian
terhadap multi drug resistance menunjukkan keterlibatan P glikoprotein pump atau major vault
/lung resistance protein (MVP/ LRP) sebagai transporter yang menyebabkan eksresi obat ke
luar sel. Overekspresi MVP/LRP menunjukkan respon yang buruk terhadap cisplatin. 9
3.1.2. Peningkatan Inaktivasi oleh Molekul yang Mengandung Thiol
Cisplatin dan dapat menjadi tidak aktif , bila berikatan dengan molekul sitoplasma
lainnya seperti nucleophilic GSH dan cystein rich methallothionein. Konsentrasi molekul yang
mengandung Thiol ini meningkat pada paparan yang kronis oleh Cisplatin dan menginduksi
resistensi dengan menurunkan kadar obat kemoterapi yang akan berikatan dengan DNA.
Overproduksi Thiol oleh Gamma-GT merupakan salah satu mekanisme resistensi melalui GSH.
9,19
12
Pada beberapa panel model kanker ovarium dengan peningkatan kadar GSH
menunjukkan hubungan langsung dengan resistensi terhadap Cisplatin. Peningkatan juga terjadi
pada peningkatan kadar GSH dan Gamma-GCS yang dimediasi oleh transcription factor c-Jun.
Resistensi karena peningkatan GSH bersifat reversibel dan paralel, hal ini terbukti saat Cisplatin
dipindahkan dari kultur sel. 9,17,18
Cisplatin juga berinteraksi dengan GSH di jalur enzimatik. Reaksi konjugasi ini dapat
dikatalisis oleh GSH-S-transferase π (GSTπ), yang merupakan kelompok enzim yang terlibat
dalam reaksi detoksifikasi xenobiotik. Peningkatan ekspresi GSTπ dan kadar GSH pada sel
kanker yang resisten terhadap Cisplatin menyebabkan proses inaktivasi secara enzimatik
sehingga sel menjadi resisten terhadap Cisplatin. Overekspresi Gamma- GT juga menyebabkan
inaktivasi Cisplatin. Gamma-GT berperan dalam mengatur keseimbangan GSH dan
menghasilkan Cysteinylglycine saat katabolisme GSH. Cysteinylglycine sepuluh kali lipat lebih
reaktif terhadap Cisplatin dibandingkan dengan GSH, overproduksi Thiol oleh Gamma-GT
merupakan salah satu mekanisme resistensi melalui GSH. 9,19,20
Peningkatan reaksi konjugasi antara GSH dan Cisplatin merupakan faktor yang signifikan
dalam menyebabkan resistensi, dimana terjadi peningkatan GSH akan meningkatan perbaikan
DNA dan menyebabkan efek inhibisi pada apoptosis melalui obat yang menginduksi stres
oksidatif. Hal ini dibuktikkan berdasarkan sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa sel yang
memproduksi Bcl-2 dalam jumlah banyak berhubungan dengan kadar GSH intrasel yang tinggi
yang berhubungan dengan fungsi antiapoptosis dari Bcl-2.9,21,22
13
Metallothionein merupakan molekul Thiol yang mengandung Sistein, yang dapat
berinteraksi dengan molekul Cisplatin. Pada beberapa penelitian, peningkatan Metallothionein
sampai lima kali lipat dari level basal menunjukkan resistensi terhadap Cisplatin .9
Gambar 3.1 : Inaktivasi cisplatin oleh GSH
3.1.3. Peningkatan Perbaikan Kerusakan DNA
Peningkatan perbaikan kerusakan DNA, akan merangsang proses apoptosis. Hal ini
didukung oleh percobaan dimana peningkatan kecepatan perbaikan DNA akan menginhibisi
efek sitotoksik. Nucleiotide excision repair (NER) merupakan jalur utama untuk Cisplatin dalam
membuang DNA yang rusak. Bila terdapat defek seluler pada jalur ini, akan menyebabkan
14
hipersensitivitas terhadap Cisplatin dan sensitivitas NER kembali ke jalur normal. NER terdiri
dari tujuh belas protein berbeda dan hanya beberapa protein yang berperan dalam meningkatkan
perbaikan pada sel kanker yang resisten. Proses trancription – coupled nucleotide excision
repair (TC-NER) dari Cisplatin yang merangsang pembuangan DNA yang rusak . NER terdiri
dari beberapa tahap yaitu pengenalan bagian DNA yang rusak, insisi fragmen nukleotida yang
mengalami kerusakan pada DNA, resintesis dengan menggunakan bagian yang sehat sebagai
template, ligasi DNA yang ada, sintesis fragmen DNA yang baru. Pada proses tersebut ERCC
1(excision repair cross-complementing group 1) akan membentuk kompleks dengan XPF
(xeroderma pigmentosum, complemen group F) terlihat dalam Signal awal untuk mengaktivasi
TC-NER yang akan insisi fragmen DNA bagian ujung 5’ pada ikatan DNA dengan cisplatin. 9
Ekspresi ERCC1 berkaitan dengan resistensi cisplatin pada kanker ovarium dan kadarnya
cukup tinggi pada sampel kanker yang resisten terhadap cisplatin (diambil sebelum dan setelah
kemoterapi). Targeting ERCC1 oleh RNA antisense akan mengurangi kemampuan DNA dalam
memperbaiki DNA pada sel kanker yang resisten terhadap cisplatin. Penelitian yang lain yaitu
tikus yang ditransplantasi dengan ERCC1 antisense RNA, menunjukkan angka ketahanan hidup
yang lebih tinggi dibandingkan tikus yang ditransplantasi setelah terapi cisplatin .23
3.1.4. Mekanisme Resistensi melalui Jalur Apoptosis
Keseimbangan antara apoptosis dan imortalitas sel, dapat menunjukkan sensitivitas sel
kanker terhadap kemoterapi. Apoptosis merupakan program kematian sel utama, yang berkaitan
dengan kemoterapi. Sel yang mengalami resistensi terhadap agen kemoterapi biasanya,
mengalami inaktivasi faktor apoptosis dan peningkatan sinyal imortalitas sehingga bersifat
15
antagonis terhadap sinyal apoptosis. Mekanisme yang menjelaskan hilangnya kemampuan
Cisplatin dalam menginduksi proses apoptosis adalah gangguan regulasi protein Bcl-2 . 9
3.1.4.1 Pembagian Bcl-2
Kelompok Bcl-2 (B-c el l lymphoma-2) merupakan salah satu kumpulan gen
penghasil protein yang berperan dalam proses apoptosis. Gen tersebut diberi nama Bcl-2
karena pertama keterlibatannya dalam keganasan sel-B, dimana terjadi translokasi kromosom
yang kemudian mengaktifkan sebagian besar gen pada limfoma non-Hodgkin's sel-B. Pada
translokasi itu, gen Bcl-2 berpindah dari letak kromosom normalnya di lokus 18q21 ke lokus
14q32
yang
mana
merupakan
jajaran
dengan
elemen
penguat
pada
rantai
immunoglobulin dengan berat molekul tinggi(IgH), hal tersebut menyebabkan pengaturan
translokasi gen bcl-2 dan produksi berlebihan dari mRNA Bcl-2 serta protein - protein yang
dikodenya.
24
Tabel 3.1 pembagian fungsi kelompok gen BCL 2
Kelompok gen Bcl-2 mengkode protein yang pro-apoptosis dan anti apoptosis.
16
Kelompok gen Bcl-2 mengkode protein yang pro-apoptosis adalah BAX, BAD, BAK, BCLXS,BID, BIK, HRK dan lain-lain. Kelompok gen BCL-2 mengkode protein yang anti-apoptosis
adalah BCL-2, BCL-XL, BCL-W, BFL-1, BRAG-1, MCL-1, Al dan lain-lain. 32
Bcl-2 dilaporkan pertama kali, dapat memperpanjang umur sel oleh Vaux
(1988).
Hockenbery dkk (1990) memperkirakan bahwa Bcl-2 memiliki kemampuan untuk memblok
program kematian sel (PCD). Pada banyak kasus yang teliti, Bcl-2 mempunyai peran dalam
memblok fase awal apoptosis 10
3.1.4.2 Struktur Gen dan Protein BCL-2
Gen Bcl-2 mempunyai panjang lebih dari 230 kb dari DNA dan terdiri dari tiga ekson.
Ekson 2 dan sebagian kecil dari ekson 3 dalam mengkode protein. Bcl-2 mengkode 2 macam
mRNA, bergantung dari sambungan dengan intronnya, yaitu Bcl-2a dan Bcl-2b. Menurut
penelitian, hanya Bcl-2a yang memiliki peran biologis. Protein tersebut memiliki berat
molekul 26 kDa.
25,26
Protein Bcl-2 mempunyai bentuk homodimer dan heterodimer, bergantung dari
domainnya. Protein tersebut bekerja melalui Rheostatic manner ,yaitu bergantung
pada jumlah protein yang dominan. Bila protein pro-apoptosis yang mendominasi
sehingga akan tercipta kondisi yang pro-apoptosis. Bila jumlah protein antiapoptosis.lebih
dominan maka akan tercipta kondisi yang antiapoptosis. Kompetisi antara protein yang ada
juga menentukan kondisi yang pro atau anti apoptosis yang timbul. Sebagai contoh,
BCL-XL menghambat apoptosis dengan mengikat BAX. Pengikatan Bcl-2 , BCL-XL, BAD
akan menimbulkan pelepasan Bax yang akan menimbulkan pembentukan homodimer BAX dan
kondisi yang pro-apoptosis. Protein tersebut bekerja pada tahap check-point pada siklus sel
17
dimana pada tahap tersebut dilakukan seleksi sel , apakah sel tersebut masih bisa dipertahankan
atau. dimatikan. Dengan penggunaan isolasi gen homolog, interaksi protein screen,
substraction kloning dan analisis gen virus, telah ditemukan berbagai kelompok protein yang
dihasilkan gen Bcl-2 pada mamalia. Protein Bcl-2 dibagi menjadi tiga subgroup berdasarkan
struktur dan fungsinya, yaitu the antiapoptotic channel forming protein mempunyai empat
domain Bcl-2 homolog (BH 1 sampai 4) dengan transmembran anchor sequence, the
proapoptotic channel-forming protein mempunyai tiga BH domain (BH 1 sampai 3) dan
transmembran anchor sequence tanpa BH4 serta the proapoptotic ligands yang hanya
mempunyai satu BH domain yaitu BH3. 27,28
The antiapoptotic channel-forming protein dan the proapoptotic channel-forming protein
berjangkar di membran mitokondria dan the proapoptotic ligands bertindak sebagai ligand yang
berdimerisasi dengan "jangkar" pada membran reseptor channel-forming Bcl-2 . BH3 domain
pada sub grup, ke 3 berfungsi untuk aktivitas pengikatan dari ligand tersebut. 29,30
The antiapoptotic channel forming protein di mitokondria membentuk celah dan
berfungsi sebagai ion channels. Diduga melalui jalan inilah protein ini bekerja mengatur
apotosis. Induksi apoptosis seringkali disertai perubahan potensial transmembran pada
mitokondria dan pelepasan substansi yang mengaktivasi caspase, seperti sitokrom C
dan faktor lain yang menginduksi apoptosis dari mitokondria. 24 Protein ini berinteraksi
dengan ced-4/Apaf-1 untuk mencegah aktivasi dari caspase - caspase yang terkait, yang
kemudian akan mensupresi alur Caspase dan apoptosis. Contoh protein anti apoptosis yang
berjangkar pada mitokondria adalah Ced-9, Bcl-2. Beberapa protein Bcl-2 lain, seperti
BCL-XL, Bcl-w, mcl-I dan Bfl-1, memiliki aktifitas antiapoptosis dan mekanisme
18
pengaturan fungsional yang mirip tetapi memiliki pola distribusi jaringan yang overlaping
dan khas. BCL-XL dan Bcl-2 dapat diidentifikasi dengan homologous screen . 31,32
Gambar 3.2 Tiga Subgroup Bcl-2 Protein dan Bcl-2 Homolog Domain 33
The proapoptotic channel-forming protein pada subgrup kedua. (BAX, BAK, BOK)
bersifat antagonis terhadap protein Bcl-2 yang antiapoptosis dan berperan aktif dalam
mencetuskan apoptosis pada sel yang terinfeksi.
33,34,35,36,37,38
Pada subgroup ini protein bcl-
2 memiliki BH1,2, dan 3 dan regio membran-anchoring tetapi tidak memiliki NH2-terminal
BH4 domain yang penting untuk inhibisi apoptosis yang akan berdimerisasi dengan protein Bcl-2
antiapoptosis, dan kemudian dapat membebaskan ced-4/Apaf-1 dari supresi yang menekan
protein Bcl-2 serta meningkatkan aktivasi caspase
33,39,40
Protein Proapoptosis mitochondria-
anchored dapat meningkatkan apoptosis dengan merubah homeostasis membran mitokondria
dan meningkatkan pelepasan Cytochrom c. 33,41,42,43
The apoptotic ligands , homolog dengan protein nematoda EGL- 1.Strukturnya telah
19
berhasil diidentifikasi, terdiri dari proapoptotic ligands dan hanya memiliki satu domain
yaitu BH3. Protein ini memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan pembentuk channel
protein Bcl-2 yang selektif untuk mempromosikan kematian sel dan dapat bertidak sebagai
adaptor protein – protein yang terkait dengan alur sinyal pada setiap langkah dari program
apoptosis. Seperti pada nematoda EGL-1, beberapa proapoptotic ligand (BAD, BOD/Bim,
dan BID) hanya memiliki BH3 domain .33,35 Sebagai tambahan beberapa protein pada subgroup
ini (Bik/Nbk, Blk, Harakiri/DP5, NIP3L/Nix, dan NIPS) memiliki regio tambahan COONterminal transmembran untuk membran-anchoring. 33,44, 45,46
BH3 domain pada protein Bcl-2 proapoptosis berfungsi sebagai ligand untuk mengikat
reseptor domain (yaitu BH3, BH2, dan BH I domain) pada protein antiapoptosis. 33,46 BH 4 domain,
berperan dalam interaksi dengan Apaf-1, untuk mencegah aktivasi caspase. Regio COON-terminal
transmembran yang berperan dalam anchoring terhadap mitokondria, retikulum endoplasma atau
membran nukleus mitokondria. 33,42,43
Gambar 3.3 Prototipe Bcl-2 27
α-helix 5 dan 6 meliputi regio BH1 dan BH2 penting dalam pembentukan channel pada
regulasi pelepasan Cytochrom c oleh mitokondria.
37,38,39
Walaupun tidak mempunyai molekul
20
yang khusus yang diidentifikasi untuk berinteraksi dengan channel domain protein Bcl-2 ini,
penelitian terkini menunjukkan bahwa pembentuk channel keluarga Bcl-2 dapat berinteraksi
dengan multiple protein mitokondria untuk meregulasi pelepasan sitokrom c melalui transisi
permeabilitas dari pori - pori mitokondria . 33
Infeksi virus dapat mencetuskan apoptosis pada sel induk. Apoptosis bertujuan mencegah
perkembangbiakan virus, dan beberapa virus telah mengembangkan beberapa mekanisme untuk
mencegah kematian sel induk. Beberapa gen virus seperti Adenovirus EIB 19K, EpsteinBarr virus BHRF-1,demam flu babi Afrika. virus LMW5-HL, ORF 16 dan Ksbcl-2, mengkode
protein yang secara struktural dan fungsional homolog terhadap protein Bcl-2 yang
antiapoptosis. Supresi apoptosis oleh beberapa protein virus tersebut akan memperpanjang
umur dari sel induk dan meningkatkan efisiensi dari replikasi virus. 33
3.1.4.3. Peran Bcl-2 pada Proses Apoptosis
Apoptosis merupakan program kematian sel yang dirancang oleh sel itu sendiri.
Sel - sel yang rusak tersebut mengaktifkan enzim yang mencerna DNA pada inti dan
protein sitoplasma sel itu sendiri. Sel yang akan mengalami
apoptosis terpecah menjadi
beberapa bagian, disebut badan apoptosis, terdiri dari sebagian sitoplasma dan inti.
Membran plasma dan badan sel apoptosis tetap utuh, tetapi strukturnya telah berubah
sedemikian sehingga akan dikenali oleh sel fagosit. Sel yang mati dan bagian-bagiannya
akan di fagositosis secara cepat, sebelum komponen dari sel keluar sehingga kematian sel
melalui mekanisme apoptosis tidak menimbul kan reaksi inflamasi.47
Apoptosis dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap inisiasi, di mana terjadi pengaktifan
caspase melalui proses katalisis dan proses eksekusi. Pada proses eksekusi , Caspase bekerja
21
aktif menyebabkan kematian sel. Inisiasi apoptosis dapat berasal dari dua jalur yaitu Jalur
intrinsik, atau mitokondria dan ekstrinsik. Kedua jalur ini, akhirnya bertujuan untuk
mengaktifkan caspase. Jalur ini diinduksi oleh stimulus yang berbeda dan melibatkan protein
yang berbeda, walaupun terdapat beberapa pertemuan jalur diantaranya. Pada fase inisiasi divagi
menjadi dua jalur yaitu jalur ekstrinsik (reseptor kematian) dan jalur intrinsik. Protein Bcl-2 akan
lebih banyak berperan pada jalur intrinsik 47
Fase inisiasi jalur ekstrinsik dimulai dengan adanya penempelan reseptor kematian pada
permukaan sel . Reseptor kematian adalah anggota dari kelompok reseptor tumor necrosis
factor (TNF) yang mempunyai domain kematian, karena mempunyai peran penting dalam
mengantarkan sinyal apoptosis. Contoh reseptor kematian adalah reseptor TNF tipe 1
(TNFR1) dan protein yang terkait yang dinamakan Fas (CD95). Mekanisme apoptosis diinduksi
oleh reseptor kematian. Ikatan dengan Fas dinamakan Fas ligand (FasL). FasL di
ekspresikan pada sel T, untuk mengenali self antigen (berfungsi untuk mengeliminasi selfreactive limfosit) dan beberapa limfosit T sitotoksik (berfungsi membunuh sel yang terinfeksi
virus atau tumor). Ketika FasL mengikat Fas, tiga atau lebih molekul dari Fas dibawa bersama sama dengan domain kematian , membentuk FADD (Fasassociated death domain). FADD yang
melekat pada reseptor kematian berubah bentuk menjadi caspase-8 inaktif (pada manusia,
caspase-10), juga melalui domain kematian. Beberapa molekul pro-caspase-8
bersatu
membentuk caspase-8 aktif. Kemudian enzim merangsang jalur pengaktifan caspase
dengan memecah sehingga mengaktifkan procaspase yang lain, dan enzim yang
aktif memediasi fase eksekusi apoptosis. Jalur ini dapat dihambat oleh protein yang
dinamakan FLIP, yang mengikat pro-caspase-8 tetapi tidak dapat membelah dan mengaktifkan
22
caspase karena mengandung domain protease dalam jumlah sedikit yang kemudian akan
mengaktifkan caspase-3 yang merangsang terjadinya proses apoptosis. 33,47
Gambar 3.4 Mekanisme Apoptosis 22
Fase inisiasi jalur intrinsik diawali oleh berbagai perangsangan sinyal
ekstraseluler yaitu radiasi, obat kemoterapi, stres seluler dan faktor pertumbuhan,
peningkatan permeabilitas mitokondria, dan pelepasan dari molekul pro-apoptosis (death
inducers) ke dalam sitoplasma tanpa pengaruh dari reseptor kemati an.
26,28,29
BH3
only protein (Bim, Bid, Bad, Noxa, Puma) akan berikatan dengan protein anti
apoptosis (Bcl-2, Bcl-XL) untuk menginhibisi efek antiapoptosis dan dibawa ke
sitoplasma sehingga akan terjadi pening katan permeabilitas membran selanjutnya
protein yang pro-apoptosis menjadi dominan serta mengalami oligomerisasi. Saat
terjadi peningkatan permeabilitas membran , maka sitokrom c dan SMAC /diablo
akan dilepaskan ke sitoplasma. Sitokrom C akan berikatan , dengan Apaf1(apoptosis activating factor -1)
yang akan mengaktifkan caspase-9 .Bcl-2 dan
23
Bcl-xl dapat secara langsung menghambat aktivasi Apaf-1. Protein mitokondria
seperti apopotosis inducing factor (AIF) masuk ke sitoplasma dan berikatan
dengan inhibitor apoptosis yang akan menghambat aktivasi casp ase. Inti dari jalur
intrinsik adalah keseimbangan antara molekul pro dan anti apoptosis yang akan
mengatur permeabilitas mitokondria .
47
Pada Fase eksekusi, jalur ekstrinsik dan intrinsik akan bertemu serta mengaktifkan jalur
caspase, yang akan memediasi fase akhir apoptosis. Jalur intrinsik akan mengaktifkan inisiator
caspase-9, dan jalur reseptor kematian mengaktifasi inisiator caspase-8 dan -10. Inisiator
caspase akan membelah menjadi bentuk aktifnya, enzim di atur dengan pola yang cepat dan
berurutan untuk mengaktifkan eksekusioner caspase. Eksekusioner caspase seperti caspase -3
dan -6 bekerja pada banyak komponen selular. Caspase ini, bila aktif akan menghilangkan
inhibisi dari sitoplasma DNAse dan membuat DNAse aktif, enzim ini menginduksi pemecahan
DNA menjadi pecahan – pecahan seukuran nukelosom. 47
3.1.4.4.Mekanisme Resistensi melalui Jalur Bcl-2
Ekspresi dan aktivitas protein Bcl-2 mempunyai peran penting dalam mengontrol proses
apoptosis sebagai respon terhadap terapi pada kanker ovarium. Kerusakan DNA yang disebabkan
oleh Cisplatin akan merangsang aktivasi p53. Pengaktifan p53 selanjutnya akan merangsang
pengaktifan protein pro-apoptosis seperti bax mRNA dan menginhibisi antiapoptosis yaitu Bcl-2
mRNA yang berperan dalam apoptosis. Fungsi p53 yang menurun mencegah cisplatin dalam
menginduksi apoptosis pada kanker ovarium. Bax, Bad dapat membentuk heterodimer dengan
Bcl-xl dan Bcl-2 untuk mengantagonis aktivitas antiapoptosis. 33
Pada sel yang resisten , Cisplatin tidak berhasil menyebabkan kerusakan DNA sehingga
tidak terjadi pengaktifan p53 yang merupakan langkah awal dari proses apoptosis. Sel kanker
24
yang tumbuh dianggap sebagai sel sehat oleh tubuh , sehingga tubuh berkompensasi untuk
melindungi sel kanker dari proses apoptosis dengan meningkatan produksi protein yang proapoptosis (Bcl-2) . Dampaknya adalah tidak terjadi apoptosis dan sel menjadi imortal. Fungsi
p53 yang menurun mencegah Cisplatin dalam menginduksi apoptosis pada kanker ovarium. Bax,
Bad dapat membentuk heterodimer dengan Bcl-xl dan Bcl-2 untuk mengantagonis aktivitas
antiapoptosis. 27
Hal ini dibuktikan pada beberapa penelitian terkini. Pada penelitian oleh siddik dkk
dilakukan pengukuran kadar protein dengan metode western blot dan didapatkan peningkatan
kadar protein Bcl-2 secara signifikan pada sel kanker yang resisten terhadap cisplatin. Kemudian
dua galur kanker ovarium diberikan gossypol yang berfungsi sebagai inhibitor Bcl-2 dan
didapatkan hanya satu galur yang pertumbuhan selnya berhasil diinhibisi oleh gossypol sebanyak
55 %. 9
Bila Bcl-2 mengalami overekspresi, protein Bcl-2 akan menekan apoptosis yang di
induksi oleh bermacam - macam agen baik invitro, maupun in vivo .Kemampuan produksi
protein Bcl-2 yang berlebihan untuk mencegah kematian sel tanpa mempengaruhi proliferasi
menyebabkan gen Bcl-2 digolongkan sebagai kategori baru dari onkogen. 11
Sel mengalami resistensi terhadap agen kemoterapi bila terdapat inaktivasi faktor
apoptosis dan peningkatan sinyal imortalitas sehingga bersifat antagonis terhadap sinyal
apoptosis. Salah satu mekanismenya adalah melalui gangguan regulasi protein Bcl-2 yang akan
menginhibisi aktivasi caspase-3 dan selanjutnya akan menghambat proses apoptosis .11
Gossypol merupakan salah satu komponen yang mempunyai aksi inhibisi terhadap Bcl-2
dan Bcl-xl. Gossypol merupakan pigmen phenolic yang ditemukan pada akar, batang, biji dari
25
tanaman kapas. Gossypol pertama kali dikenal sebagai obat penyubur di cina. Efek anti apoptosis
telah diteliti pada berbagai kanker dan sedang memasuki fase kedua dari clinical trial. Analog
Gossypol adalah Apogossypol, mempunyai toksisitas sistemik yang lebih rendah. Apogossypol
sedang memasuki fase pre-klinis pada penelitian. 48
Gambar 3.5: Mekanisme resistensi cisplatin melalui jalur p53 dan Bcl-2
9
26
ABT-737 merupakan anti apoptosis yang bekerja dengan menginhibisi kelompok protein
Bcl-2 yang bersifat anti apoptosis (Bcl-2, Bcl-XL dan Bcl-W) sehingga jumlah protein yang
proapoptosis menjadi dominan dan terjadi oligomerisasi dari Bax dan Bak lalu terjadilah
apoptosis dari sel kanker. ABT-737 bekerja melalui, sinyal resonansi magnetik dan mempunyai
struktur yang khusus sehingga dapat berikatan dengan protein Bcl-2. Menurut penelitian in vitro,
ABT-737 terbukti dapat meningkatkan respon terhadap kemoterapi dan radiasi, baik sebagi
single agent maupun dengan kombinasi kemoterapi. Placzek dan kawan-kawan meneliti tentang
efek Apogossypol (derivatnya 8J dan 8 Q) dan ABT-737 pada galur sel kanker ovarium dan
didapatkan bahwa ABT-737 lebih spesifik dalam meningkatkan apoptosis dibanding
Apogossypol. 48
27
BAB IV
RINGKASAN
Cisplatin merupakan regimen antikanker yang sangat efektif untuk kanker ovarium
golongan epitelial. Mekanisme kerjanya melalui perusakan DNA yang menyebabkan timbulnya
proses apoptosis dan siklus sel. Meskipun cisplatin merupakan obat kemoterapi yang sangat
poten dalam merangsang proses apoptosis, tetapi masih mempunyai kelemahan yaitu resistensi.
Resistensi menyebabkan sel kanker gagal mengalami proses apoptosis. Paparan kronis sel kanker
terhadap cisplatin atau faktor intrisik sel kanker itu sendiri menyebabkan timbulnya
resistensi.Penelitian terbaru menunjukkan terdapat peningkatan resistensi terhadap golongan
platinum. Pada 80 % pasien yang awalnya berespon baik terhadap kemoterapi golongan
cisplatin, setelah diikuti pada dua tahun kemudian 75% nya mengalami resistensi terhadap
cisplatin
Sel mengalami resistensi terhadap agen kemoterapi bila terdapat inaktivasi faktor apoptosis
dan peningkatan sinyal imortitalitas sehingga bersifat antagonis terhadap sinyal apoptosis. Salah
satu mekanismenya adalah melalui gangguan regulasi protein Bcl-2 yang akan menginhibisi
aktivasi caspase-3 dan selanjutnya akan menghambat proses apoptosis
Kelompok Bcl-2 (B-c el l lymphoma-2) merupakan salah satu kumpulan gen
penghasil protein yang berperan dalam proses apoptosis. Ekspresi dan aktivitas dan Bcl-2
mempunyai peran penting dalam mengontrol proses apoptosis sebagai respon terhadap terapi
28
pada kanker ovarium. Bila Bcl-2 mengalami overekspresi, protein Bcl-2 akan menekan apoptosis
yang di induksi oleh bermacam - macam agen baik invitro, maupun in vivo
Pada sel yang resisten , Cisplatin tidak berhasil menyebabkan kerusakan DNA sehingga
tidak terjadi pengaktifan p53 yang merupakan langkah awal dari proses apoptosis. Sel kanker
yang tumbuh dianggap sebagai sel sehat oleh tubuh , sehingga tubuh berkompensasi untuk
melindungi sel kanker dari proses apoptosis dengan meningkatan produksi protein yang proapoptosis (Bcl-2) Dampaknya adalah tidak terjadi apoptosis dan sel menjadi imortal.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Alan H D, lauren N. 2002. Premalignant and Malignant disorder of the ovaries and
oviduct. Current obstetric & gynecology diagnosis and treatment eight edition chapter 49.
2. Jemal A., Siegel R., Ward E., dkk, 2009, Cancer statistics. Cancer J Clinical; 59: 225249.
3. Adrijono, 2009, Kanker Ovarium: Sinopsis kanker ginekologi, Jakarta: Penerbit FKUI;
157-234.
4. Karyana, K. 2005. “Profil Kanker Ovarium di Rumah Sakit Sanglah Denpasar periode
Januari 2002 sampai Desember 2004” (tesis). Denpasar Universitas Udayana.
5. Bristow, R.E. , Armstrong, D., dkk, 2010, Early diagnosis and treatment of cancer:
ovarian cancer, first edition, Elsevier.
6. Rasjidi I , 2010, Kanker Ovarium: Epidemiologi Kanker Pada Wanita, Jakarta: Sagung
Seto; 289-347.
7. Colleen D. Hough, Cheryl A. Sherman-Baust, Ellen S. Pizer, F. J. Montz, Dwight D. Im,
Neil B. Rosenshein, Kathleen R. Cho, Gregory J. Riggins, and Patrice J. Morin. 2000,
“Large-Scale Serial Analysis of Gene Expression Reveals Genes Differentially Expressed
in Ovarian Cancer”, Cancer Research 60, 6281–6287.
8. Wang, K., X. M. Yin, D. T. Chao, C. L. Milliman, And S. J. Korsmeyer. 1996. Bid, a
novel BH3 domain-only death agonist. Genes Dev 10, pp. 2859–2869.
9. Siddik, Z.H,
2003 , Cisplatin: mode of cytotoxic action and molecular basis of
resistance. Oncogene, 22:817-823.
10. Kassim, S.K., Ali, S.H., Sallam, M.M, dkk, 1999, Increased Bcl-2 expression is
associated with primary resistance to Chemotheraphy in human epitelial ovarian cancer,
clinical Biochemistry , 32; 333-338.
11. Reed, J. C., J. M. Jurgensmeimer, and S. Matsumaya. 1998. Bcl-2 family proteins and
mitochondria. Biochim. Biophysis. Acta 1366, pp. 127-137.
12. Vita De, Hellman, Rossenberg ,
2011, Platinum Analogs: cancer principles and
practice of Oncology, Lippincot Williams Wilkins; 35: 386-391.
30
13. Barakat, R. R., Perelman, R., Markman, M., Randall, M., 2009, Principles and practice of
gynecology oncology, Lippincot Williams Wilkins; 25: 386-391.
14. Callus BA, Vaux DL. 2007. Caspase inhibitors: viral, cellular and chemical. Cell Death
Differ 14, pp. 73.
15. Dabhlokar, M,Vionnet, J.,Bostcik-Bruton,F.,Yu, J.J., dan Reed, E., 1994, ERCC1 and
ERCC2 expression in malignant tissues from ovarian cancer patient. J National cancer
institute, 94:703-708.
16. Dabhlokar, M, J.,Bostcik-Bruton,F.,Weber, C., Bohr, V.A., Egwuage, C., dan Reed, E.,
1992, ERCC1 in ovarian cancer tissue correlate with response to platinum-based
chemotheraphy. J National cancer institute, 84:1512-1517.
17. Seivakumaran, M., Pisacrcik, D.A., Bao R., Yeung, A.T. dan Hamilton, T.C. , 2003,
Enhanced cisplatin cytotoxixity by disturbing the nucleotide excision repair pathway in
ovarian cancer cell lines. Cancer Res, 63:1311-1316.
18. Levine, D.A., Bogomolniy,F., Yee, C.J., Lash, A., Barakat, R.R., Borgen, P.I., dan Boyd,
J., 2005, Frequent mutation of the PIK3CA gene in ovarian and breast cancer. Clinical
Cancer Res, 11: 2875-2878.
19. Mistry, P., Kelland, L.R., Abel, G., Sidhar, S., dan Harrap, K. R., The relationships
between glutathione, gluthathione-S-transferase and cytotoxixity of platinum drugs and
melphalan in eight human ovarian carcinoma cell lines. British journal cancer, 64:21522-,1991.
20. Godwin, A.K., Meister A., O’Dwyer,P.J., Huang, C.S., Hamilton, T.C., dan Anderson, M
E., 1992, High resistance to cisplatin in human ovarian cancer cell lines is associated
with marked increase of gluthatione synthesis. Proc Natl Acad Sci USA, 89:3070-3074.
21. Robbins, Cotran. 2010. Molecular Basis of Cancer. Pathologic Basis of Disease 8th
edition, Saunders, an imprint of Elsevier Inc, Philadelphia.
22. Sheau Y. S and Aaron J.W.H. 2000. Tissue specific bcl-2 protein partners in apoptosis:
An ovarian paradigm. Physiological review vol 80, No 2, pp. 593-610.
23. Danial NN, Korsmeyer SJ. 2004. Cell death: critical control points. Cell 116, pp. 205
24. Kelekar, A., and C. B. Thompson. 1998. Bcl-2-family proteins: the role of the BH3
domain in apoptosis. Trends Cell Biol 8pp. 324–330.
31
25. Minn, A. J., C. S. Kettlun, H. Liang, A. Kelekar, M. G. Vander Heiden, B. S. Chang, S.
W. Fesik, M. Fill, and C. B. Thompson. 1987. Bcl-xL regulates apoptosis by Nowell, P.
C., and C. M. Croce. Cytogenetics of neoplasia. In Developmentand Recognition of
theTransformedCell. M. I. Greene and T. Hamaoka, editors. Plenum Publishing
Corporation. New York.
26. Boise, L. H., M. Gonzalez-Garcia, C. E. Postema, L. Ding, T. Lindsten, L. A. Turka, X.
Mao, G. Nunez, And C. B. Thompson. 1993. Bcl-x, a bcl-2-related gene that functions as
a dominant regulator of apoptotic cell death. Cell. chapter 74, pp. 597–608,.
27. Gibson, L., S. P. Holmgreen, D. C. Huang, O. Bernard, N. G. Copeland, N. A. Jenkins,
G. R. Sutherland, E. Baker, J. M. Adams, and S. Cory. 1996. Bcl-w, a novel member of
the bcl-2 family, promotes cell survival. Oncogene 13, pp. 665–675.
28. Chittenden, T., C. Flemington, A. B. Houghton, R. G. Ebb, G. J. Gallo, B. Elangovan, G.
Chinnadurai, and R. J. Lutz. 1995. A conserved domain in Bak, distinct from BH1 and
BH2, mediates cell death and protein binding functions. EMBO J. 14, pp. 5589–5596,
29. Farrow, S. N., J. H. White, I. Martinou, T. Raven, K. T. Pun, C. J. Grinham, J. C.
Martinou M and R. Brown. 1995. Cloning of a bcl-2 homologue by interaction with
adenovirus E1B 19K.Nature 374, pp. 731–733.
30. Hsu, S. Y., P. Lin, and A. J. Hsueh. 1998. Bod (Bcl-2-related ovarian death gene) is an
ovarian BH3 domain-containing proapoptotic Bcl-2 protein capable of dimerization with
diverse antiapoptotic Bcl-2 members. Mol. Endocrinol 12, pp.1432–1440.
31. Kiefer, M. C., M. J. Brauer, V. C. Powers, J. J. Wu, S. R. Umansky, L. D. Tomei, and P.
J.Barr. 1995. Modulation of apoptosis by the widely distributed Bcl-2 homologue Bak.
Nature ,374, pp. 736–739.
32. Oltvai, Z. N., C. L. Milliman, and S. J. Korsmeyer. 1993. Bcl-2 heterodimerizes in vivo
with a conserved homolog, Bax, that accelerates programmed cell death. Cell 74, pp.
609–619.
33. Yang, E., J. Zha, J. Jockel, L. H. Boise, C. B. Thompson, And S. J. Korsmeyer. 1995.
Bad, a heterodimeric partner for Bcl-XL and Bcl-2, displaces Bax and promotes cell
death. Cell 80, pp. 285–291.
32
34. Huang, D. C., J. M. Adams, and S. Cory. 1998. The conserved Nterminal BH4
domain of Bcl-2 homologues is essential for inhibition of apoptosis and interaction
with CED-4. EMBO J 17, pp. 1029–1039,
35. Pan, G., K. O’rourke, and V. M. Dixit. 1998. Caspase-9, Bcl-XL, and Apaf-1 form a
Ternary complex. J. Biol. Chem. 273, pp. 5841–5845.
36. Srinivasula, S. M., M. Ahmad, T. Fernandes-Alnemri, and E. S. Alnemri. 1998.
Autoactivation of procaspase-9 by Apaf-1-mediated oligomerization. Mol. Cell.
Biol. 1, pp. 949–957.
37. Gross, A., J. Jockel, M. C. Wei, and S. J. Korsmeyer. 1998. Enforced dimerization of
BAX results in its translocation, mitochondrial dysfunction and apoptosis. EMBO J.
17, pp. 3878– 3885.
38. Jurgensmeier, J. M., Z. Xie, Q. Deveraux, L. Ellerby, D. Bredesen, And J. C. Reed.
1998.Bax directly induces release of cytochrome c from isolated mitochondria. Proc.
Natl. Acad. Sci. USA 95, pp. 4997–5002.
39. Han, J., P. Sabbatini, and E. White. 1996. Induction of apoptosis by human Nbk/Bik,
a BH3 containing protein that interacts with E1B 19K. Mol. Cell. Biol. 16, pp. 5857–
5864.
40. Hegde, R., S. M. Srinivasula, M. Ahmad, T. Fernandesalnemri, and E. S. Alnemri.
1998. Blk, a BH3-containing mouse protein that interacts with Bcl-2 and Bcl-xL, is a
potent death agonist. J. Biol. Chem. 273, pp. 7783–7786.
41. Matsushima, M., T. Fujiwara, E. Takahashi, T. Minaguchi, Y. Eguchi, Y.
Tsujimoto, K.Suzumori, and Y. Nakamura. 1998. Isolation, mapping, and functional
analysis of a novel human cDNA (BNIP3L) encoding a protein homologous to
human NIP3. Genes Chromosomes Cancer 2, pp. 230–235.
42. Sattler, M., H. Liang, D. Nettesheim, R. P. Meadows, J. E. Harlan, M. Eberstadt, H.
S. Yoon, S. B. Shuker, B. S. Chang, A. J. Minn, C. B. Thompson, and S. W. Fesik.
1997. Structure of Bcl-xL-Bak peptide complex: recognition between regulators of
apoptosis. Science 275, pp. 983–986.
33
43. Matsuyama, S., S. L. Schendel, Z. Xie, and J. C. Reed. 1998. Cytoprotection by Bcl-2
requires the pore-forming alpha5 and alpha6 helices. J. Biol. Chem 273, pp. 30995–
31001.
44. Vivienne O., 2006, Understanding Chemotherapy Improves Ovarian Cancer Survival,
CA Cancer J Clin; 56: 131-132 .
45. Agustria. 2008. Kanker Ovarium, dalam: Aziz, M.F., Andriono, Saifuddin, A.B, editors.
Buku Acuan Nasional Onkologi dan Ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
46. Berek, J.S., Hacker, N. F., dkk 2010, Epithelial Ovarian Cancer, Fallopian Tube
Peritoneal
Cancer
:
Berek
and
hacker’s
gynecology
Oncology,
and
Lippincot
Williams Wilkins; 11. Clinical Cancer Research.
47. Zhang, L., Yang, N., Katsaros, D., Huang, W., Park, J.W., Fracchioli, S., Vezzani, C.,
Rigault de la Longrais, I.A., Yao, W., Rubin, S.C. dan Coukos, G., 2003, The
Oncogene phosphatidylinositol 3’kinase catalytic subunit alpha promotes angiogenesis
via vascular endothelial growth factor in ovarian carcinoma. Cancer Res, 63:42254235.
48. Kang, M.H, Reynolds P., 2009, Bcl-2 inhibitors : Targeting Mitochondrial Apoptotic
Pathways in Cancer Therapy. 15: 1126-1131.
Download