LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI INFEKSI DAN TUMOR Praktikum ke-4 TATALAKSANA TERAPI KANKER PARU Dosen Jaga Asisten Hari, tanggal Praktikum : Nanang Munif Yasin, M.Pharm, Apt : Rosana : Jumat, 17 Desember 2010 Golongan IV Kelompok 3 1. Check Sulma FA/07908 (…………) 2. Syahri Apriyanto FA/07940 (…………) 3. Murojil Hasan FA/07941 (…………) 4. Fauziah Bt Thaib FA/08232 (…………) LABORATORIUM FARMAKOTERAPI DAN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2010 I. PENDAHULUAN A. TUJUAN PRAKTIKUM Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tatalaksana terapi kanker paru (Small Cell Lung Carcinoma) B. DASAR TEORI Kanker paru adalah penyakit dengan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol pada jaringan paru-paru. Pertumbuhan ini dapat menyebabkan metastasis, yang merupakan invasi dari jaringan yang berdekatan dan infiltrasi di luar paru-paru. Sebagian besar kanker paru-paru utama merupakan karsinoma paru-paru, berasal dari sel epitel. Kanker paru-paru merupakan penyebab paling umum dari kematian yang terkait dengan kanker pada pria dan wanita, yang bertanggung jawab pada 1,3 juta kematian di seluruh dunia setiap tahunnya. Gejala yang paling umum adalah sesak napas, batuk (termasuk batuk darah), dan penurunan berat badan. Jenis utama kanker paru-paru adalah Small Cell Lung Carcinoma (SCLC) dan NonSmall Cell Lung Carcinoma (NSCLC). SCLC proporsinya kira-kira 20% dari kanker paru keseluruhan. Umumnya disebabkan karena merokok. Faktor resiko SCLC meliputi rokok, cerutu, paparan asap rokok, dan paparan asbes atau radon. SCLC berbeda dengan NSCLC karena karakteristik klinis dan biologis keduanya. SCLC sangat agresif, pertumbuhannya cepat, menyebar ke daerah lain lebih awal, sensitif terhadap kemoterapi dan radiasi, dan sering berhubungan dengan sindrom paraneoplastic yang berbeda. Pembedahan biasanya tidak memainkan peranan dalam pengelolaannya, kecuali dalam situasi langka. Patofisiologi SCLC muncul di lokasi peribronchial dan menyusup ke submucosa bronkial. Metastasis luas terjadi pada awal perjalanan penyakit, dengan penyebaran yang umum ke kelenjar getah bening, hati, tulang, kelenjar adrenal, dan otak. Selain itu, produksi berbagai hormon peptida mengarah ke sindrom paraneoplastic. Sindrom paraneoplastic yang paling umum adalah sindrom gangguan sekresi hormon antidiuretik dan sindrom produksi ektopik adrenocorticothropic hormone (ACTH). Selain itu, fenomena autoimun dapat mengakibatkan berbagai sindrom neurologis. Tanda klinik dan gejala Beberapa tanda klinik dan gejala dari SCLC adalah : Batuk yang tidak mau pergi. Sesak napas. Nyeri dada yang tidak hilang. Tersengal-sengal. Batuk darah. Serak. Pembengkakan pada wajah dan leher. Hilangnya nafsu makan. Berat badan tanpa diketahui alasannya. Kelelahan yang tidak biasa. Diagnosis Tes dan prosedur yang digunakan untuk mendeteksi, mendiagnosa, dan mengetahui stadium SCLC adalah : Chest x-ray Merupakan metode primer deteksi kanker paru. Pemeriksaan fisik dan sejarah Digunakan untuk memeriksa tanda-tanda umum kesehatan, termasuk memeriksa tanda-tanda penyakit seperti benjolan atau hal lain yang tampak tidak biasa. Riwayat kebiasaan sehat pasien, penyakit-penyakit sebelumnya, dan treatment yang juga akan diambil. CT scan (computerized tomography scan) dari otak, dada, dan perut. Dapat digunakan untuk mengevaluasi abnormalitas parenkim paru. PET scan (positron emission tomography scan) Merupakan suatu prosedur untuk menemukan sel tumor ganas di dalam tubuh. Lebih akurat daripada CT scan dalam membedakan lesi malignant dan benign, mendeteksi metastasis ke kelenjar limfe, dan mengidentifikasi penyebaran metastatik. Sitologi sputum Menggunakan mikroskop untuk memeriksa sel-sel kanker dalam dahak (lendir batuk dari paruparu). Bronchoscopy Suatu prosedur untuk melihat bagian dalam trakhea dan pembesaran saluran pernafasan pada paru-paru yang merupakan daerah abnormal. Fine-needle aspiration (FNA) dari paru-paru Merupakan penghapusan jaringan atau cairan dari paru-paru menggunakan jarum tipis. CT scan, USG, atau prosedur imaging lainnya digunakan untuk mencari jaringan abnormal atau cairan di paru-paru. Chest x-ray dilakukan setelah prosedur untuk memastikan tidak ada udara yang bocor dari paru-paru ke dalam dada. Thoracoscopy Sebuah bedah prosedur untuk melihat organ-organ di dalam dada untuk memeriksa daerah abnormal. Thoracentesis Merupakan penghapusan cairan dari ruang antara selaput dada dan paru-paru menggunakan jarum. Stadium Tatalaksana terapi Pembedahan Pembedahan hanya diindikasikan untuk pasien dengan lesi yang kecil dan terisolasi, yang jarang terjadi. Hal ini disebabkan karena SCLC cenderung untuk menyebar lebih awal. Radiasi SCLC dipertimbangkan sangat radiosensitif. Radioterapi digunakan kombinasi dengan kemoterapi untuk terapi limited-stage disease atau digunakan tanpa kombinasi untuk manajemen symptomatic metastases. Kemoterapi Kemoterapi yang paling sering digunakan adalah cisplatin dan etoposide. Selain itu juga digunakan kombinasi dengan carboplatin, gemcitabine, paclitaxel, vinerolbine, topotecan, dan irinotecan. Dalam SCLC stadium luas, celecoxib mungkin aman dikombinasikan dengan etoposide, kombinasi ini menunjukkan memperbaiki hasil. II. DESKRIPSI KASUS SP seorang wanita berusia 57 tahun dengan riwayat 6 bulan berat badan menurun dan merasa semakin lemah, dan saat ini mengeluh susah bernafas, (SOB : shortness of breath) dan demam. Dia juga mengeluh nyeri pada lutut dan sikunya dan menyatakan adanya perubahan pada jari dan kukunya sejak beberapa bulan yang lalu. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan secara signifikan adanya peradangan pada lutut dan sikunya serta hipertrofi dan clubbing pada kedua tangannya. Hasil rontgen dada dan CT scan menunjukkan adanya obstruksi pada bagian tengah lobus kanan dan limfadenopati. Hasil bronchoscopy dan cytology: menunjukkan positif small lung carcinoma. Dia mempunyai riwayat merokok 2 bungkus tiap harinya. Rencana terapinya adalah sebagai berikut: - Cisplatin 100 mg/m2 IV pada hari ke 1 - Etoposide 50 mg/m2 pada hari ke 1 s/d 5 - Kemoterapi diulang tiap 28 hari - Selain itu juga, direncanakan mendapat radioterapi. Hasil Pemeriksaan Fisik: Repiration Rate (RR) 28 hela/menit (10-20 hela/menit) Tek Darah 120/85 mmHg (<140/90mmHg) Suhu Tubuh 38,00C (<37,80C) Denyut Nadi 72 denyut per menit (60-100 denyut/menit) Tinggi badan 163 cm & berat badan 44 Kg Hasil Pemeriksaan Laboratorium Blood Urea Nitrogen (BUN) 18 mg/dl (8,0-20 mg/dl) Serum creatinine (SCr) 1,0 mg/dl (0,6-1,3 mg/dl) Ca 5,0 mEq/L (4,5-5,5 mEq/L) Na 139,7 mEq/L (135-145 mEq/L) Fungsi hati normal Hasil bronchoscopy & cytology menunjukkan posisif small cell lung carcinoma (ukuran 2,0 cm < 3 cm) yang belum metastasis. III. PEMBAHASAN Tujuan dan Sasaran Terapi 1. Meningkatkan tingkat survival pasien. 2. Meminimalkan gejala dan efek samping pengobatan. 3. Menurunkan tingkat kekambuhan. 4. Menurunkan angka kematian. Pemilihan Obat Rasional 1. Non Farmakologi - Pemberian Oksigen - Radioterapi 2. Farmakologi Terapi Small Cell Lung Cancer Carcinoma 1. Platinum M.A : menghambat sintesis DNA dan RNA melalui perusakan rantai double-helix K.I : hipersensitiv, gangguan ginjal, kehamilan E.S : mual, muntah, nefrotoksik, ototoksik, diare, gangguan pendengaran 2. Etoposide M.A : menghambat topoisomerase II sehingga sintesa dari DNA dan RNA terganggu (memperlama fase S) K.I : hipersensitif, kehamilan E.S : alopesia, mual, muntah, hepatotoksik, leukopenia 3. Topotecan M.A : berikatan dengan topoisomerase I sehingga terjadi kerusakan pada DNA K.I : hipersensitif, kehamilan, masa menyusui E.S : mual, muntah, rontok rambut akibat supresi fungsi sumsum tulang belakang. Terapi Mual Muntah 1. SSRI M.A : memblok reseptor serotonin (5-HT3) dalam serabut vagal sensori di dinding usus dan CTZ K.I : hipersensitiv E.S : konstipasi, sakit kepala, sensasi kemerahan, demam. 2. Anti Histamin anti kolinergik M.A : menghambat serabut saraf aferen yang menyampaikan pesan mual muntah K.I E.S : hipersensitif : retensi urin, pandangan kabur, pusing Terapi Demam 1. Paracetamol M.A : menghambat COX-3 di SSP K.I : gangguan hati, gagal ginjal E.S : reaksi hematologi, kerusakan hati (pada pemakaian dosis tinggi dan jangka panjang), reaksi hipersensitivitas. 2. NSAIDs M.A : menghambat kerja enzim siklooksigenase secara tidak selektif K.I : hipersensitif, penyakit ulkus peptic aktif E.S : gangguan GI, ruam kulit, bronkospasme Evaluasi Pemilihan Obat Rasional Terapi Small Cell Lung Carcinoma 1) CISPLATIN KALBE® (Cisplatin 12,5mg/25ml) Dosis : 60 𝑚𝑔 ⁄𝑚2 𝑥√ Frekuensi : 1 kali dalam 4 minggu Durasi : 1 hari IO :- 163 𝑐𝑚 𝑥 44 𝑘𝑔 𝑚2 3600 = 75 𝑚𝑔 Analisis Biaya : Rp 173.030,00/vial Alasan : merupakan obat pilihan pertama pada pengobatan SCLC 2) ETOPOSID® (Etoposide 100mg/5ml) Dosis : 50 𝑚𝑔 ⁄𝑚2 𝑥√ Frekuensi : 1 kali dalam 4 minggu Durasi : 5 hari IO :- 163 𝑐𝑚 𝑥 44 𝑘𝑔 𝑚2 3600 = 75 𝑚𝑔 Analisis Biaya : 75x5/100 x Rp 133.000 = Rp 498.750,00 Alasan : sebagai first line untuk kombinasi dengan platinum compounds (carboplatin) pada penyakit kanker paru. Radioterapi 1) THORACIC RADIOTHERAPY Dosis : 1.5 Gy Durasi : 28 hari Frekuensi : 2 x sehari untuk 5 hari/ minggu Alasan : untuk mencegah metastasis ke otak dan meningkatkan survival rate. Terapi Mual Muntah 1) ETASON® (Dexamatosone) Dosis : sebelum kemo (10mg iv), setelah kemo (5 mg,iv) Frekuensi : setelah kemo (setiap 6 jam sebanyak 4 dosis) Durasi : selama siklus kemoterapi IO :- Analisis Biaya : 30 mg/ hari 6 x Rp22.000 = Rp 132.000,00 Alasan : mempunyai potensi untuk menunjang efek SSRI (ondansetron) 2) VOMCERAN® (Ondansetron) Dosis : 8 mg dosis tunggal iv segera sebelum kemoterapi. Infus konstant 1 mg/jam selama 24 jam. 8 mg 2x sehari selama 5 hari. Durasi : setiap kali melakukan kemoterapi IO :- Analisis Biaya : Ampule :45 mg = Rp 309.375,00 Oral : 8mg x10 = Rp 144.100,00 Alasan : kemoterapi yang digunakan menyebabkan mual dan muntah berats Terapi Demam & Nyeri 1) DOLOFEN-F® (Ibuprofen) Dosis : 400 mg Frekusensi : 3 x sehari Durasi : pro renata (sewaktu merasa nyeri atau demam) IO :- Analisis Biaya : 400mg x 100= Rp 45.000,00 Alasan : dimakudkan untuk 2 indikasi yaitu demam dan nyeri Terapi supportif 1) OKSIGEN High flow face mask (40-60%) Durasi : sampai mencapai tekanan saturasi 90% Monitoring dan Follow Up Monitoring keefektifan kemoterapi dievaluasi setelah 2 – 3 siklus. o Jika pasien menunjukkan respon yang lengkap, atau parsial, atau penyakit menjadi stabil, kemoterapi dapat dilanjutkan sampai 4 – 5 siklus. Tetapi jika tidak ada respon/penyakit semakin progresif, kemoterapi dihentikan atau diganti dengan regimen yang non-cross resistent. Jika pasien telah recovery dengan pemberian kemoterapi, harus melakukan pemeriksaan follow up setiap 3 bulan pada 3 tahun pertama, selanjutnya dapat dilakukan setiap 4 – 6 bulan pada tahun ke – 4 – 5 dan selanjutnya setiap tahun. Parameter keefektifan dilihat dari chest x-ray, CT scan, sputum sitologi, tumor biopsy dengan bronkoskopi setelah 2-3 siklus Monitoring ES kemoterapi dan radiation terapi yaitu mual-muntah (adakah anti emesis sudah memadai) Monitoring penurunan BB, keadaan fisik (malaise, demam, nyeri), clubbing, peradangan, takhipenia Monitoring fungsi hati, ginjal serta profil serum elektrolit Komunikasi, Inforamsi dan Edukasi Meminta pasien untuk kembali menggunakan obat setelah 28 hari Menyarankan untuk tidak kembali merokok Mengedukasi pasien mengenai patofisiologi kanker dan tatalaksana terapi (kemoterapi dan radioterapi) serta berbagai efek samping yang mungkin akan muncul Disarankan untuk memperbanyak konsumsi sayuran dan buah-buahan Segera mengunjungi rumah sakit jika terdapat keadaan yang kurang nyaman Mengedukasi pasien agar taat pada pengobatan guna tercapainya tujuan terapi yang diinginkan Menghindari keadaan stress karena dapat memperburuk keadaan, meyakinkan pasien bahwa masih ada kemungkinan untuk sembuh Pada kasus ini Ny.SP mengalami kanker paru dengan kaluhan lemah dan berat badan menurun juga sudah bernafas. Secara umum terdapat dua jenis kanker paru yaitu small cell lung carcinoma (SCLC) dan non small cell lung carcinoma (NSCLC). Pasien didiagnosa oleh tim ahli megalami SCLC, hal ini ditegakkan berdasarakan hasil rontgen dada dan CT scan menunjukkan adanya obstruksi pada bagian tengah lobus kanan dan limfadenopati. Berdasrkan pemeriksaan fisik pasien mengalami demam (suhu tubuh > 38,0 0C). berdasarkan pemeriksaan laboratorium diketahui fungsi ginjal dan hati pasein masih normal yang mengindikasikan bahwa SCLC belum mengalami metastasis. Sesampainya pasien di rumah sakit ia langsung diberikan oksigen untuk mengatasi gangguan pernafasan yang dialaminya dan dimonitor hingga tekanana saturasi mencapai 90%, jika pemberian oksigen terlalu tinggi dapat menyebabkan gangguan pada paru. Untuk mengatasi SCLC yang dialaminya diberikan cisplatin dengan dosis 75 mg yang dikombinasikan dengan etoposid dengan dosis yang sama yakni 75 mg. Pemberian dosis ini didasarkan pada luas permukaan tubuh karena penggunaan obat-obat sitotoksik didasaarkan pada luas permukaan tubuh. Kombinasi ini dimaksudkan untuk mengurangi nonhematologic toxicity yang mungkin dapat terjadi. Cisplatin dapat membunuh sel kanker melalui aksinya yang dapat menghambat sintesis DNA dan RNA melalui perusakan rantai double-helix. Obat ini digunakan setiap 28 hari, disarankan kepada pasien untuk melakukan pemeriksaan ke rumah sakit sehari setelah menggunakan obat guna mengetahui perkembangan penyakit yang dialaminya. Sedangkan etoposie yang dapat membunuh sel kanker melalui kemampuannya menghambat topoisomerase II sehingga menyebabkan gangguan pada sintesis DNA dan RNA, digunakan pada hari I sampai V dan diulang bersamaan dengan penggunaan cisplatin. Terapi radiasi menggunakan x-ray untuk membunuh partikel atau sel kanker. External beam radiation therapy (EBRT), radiasi dipancarkan dari luar tubuh dan ditarget ke kanker. Terapi radiasi diberikan setelah kemoterapi untuk membunuh sisa-sisa deposit kanker yang tertinggal. Terapi radiasi diberikan untuk mencegah metastasis ke otak merupakan lokasi metastasis yang umum. Regiment radiasi yang digunakan adalah thoracic radiotherapy. Menurut jurnal diberikan pada hari ke-2 dari kemoterapi untuk 5 hari per minggu selama 28 hari(1998, Brahmner JR, et al). Dosis 1,5Gy diberikan 2 kali sehari karena ada penelitian yang membandingkan pemberian 1 kali sehari dengan 2 kali sehari. Hasil penelitian tersebut menunjukkan terjadi peningkatan survival rate yang signifikan pada pemberian 2 kali sehari dibanding 1 kali sehari (1999, Turrisi AT, et al). Carboplatin mempunyai frekuensi emesis sekitar 60-90%(level 4) dan etoposide sekitar 10-30% (level 2). Untuk mengatasi mual muntah yang mungkin akan terjad kelompok kami memberikan ondansetron yang dikombinasikan dengan dexamethasone. Terdapat studi yang membandingkan efektivitas antiemetik pada kemoterapi yang sangat ematogenik (carboplatin, cisplatin, cyclophosphamide, ifosfamide). Studi tersebut membandingkan antara ondansetron dan ondansetron dikombinasi dengan dexametason. Hasilnya menunjukkan ondansetron yang dikombinasi dengan dexametason lebih efektif dalam mengontrol episode emesis pada kemoterapi yang sangat ematogenik (1995, Alvarez O, et al). Berdasarkan skala numerik nyeri yang dialami pasien, nyeri tersebut tergoong ringan sehingga kami merekomendasikan Ibuprofen. Penggunaan NSAIDs ini juga diindikasikan untuk mengatasi demam yang dialami pasien. Hal ini juga berlandaskan pada rekomendasi WHO yaitu diberikan golongan NSAIDs. pada derajat ringan IV.KESIMPULAN 1. Pasien menderita kanker paru jenis SCLC 2. Obat yang digunakan meliputi: - Terapi kanker, meliputi kemoterapi (cisplatin 75 mg/m2 dan etoposide 75 mg/m2) dikombinasi dengan radioterapi (1,5 Gy 2x sehari hingga dosis total 45 Gy) - Terapi suportif: a. Terapi mual muntah, digunakan kombinasi ondansetron (16 mg PO 1-2 jam sebelum kemoterapi) dengan deksametason (12 mg IV hari 1-4) b. Terapi nyeri dan demam, digunakan ibuprofen (400 mg 3x sehari) dan khusus untuk mengatasi nyeri digunakan jika mengalami nyeri yang mengganggu c. Oksigen 3. Monitor meliputi: radiologis, CBC, gejala, efek samping, dan status nutrisi. 4. Jika terjadi kekambuhan atau tidak menunjukkan perbaikan, maka dapat digunakan terapi lini kedua. - < 2-3 bulan: ifosfamide, paclitaxel, ducetaxel, gemsitabin, topotecan, irinotecan - >2-3 bulan: topotecan, irinotecan, CAV (cyclophosphamide, doksorubisin, dan vinkristin), gemcitabine, paclitaxel, docetaxel, dan vinorelbine DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2008, Drug Information Handbook 17th edition, Lexi-Comp inc, Ohio Anonim, 2007, Farmakologi dan Terapi, Gaya Baru, Jakarta Anonim, 2008, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 8, PT Info Master, Jakarta Aberle, DR., Amanda M. Adams, Christine D. Berg, Jonathan D. Clapp, Kathy L. Clingan, Ilana F. Gareen, David A. Lynch, Pamela M. Marcus, Paul F. Pinsky, 2010, Baseline Characteristics of Participants in the Randomized National Lung Screening Trial, DOI: 10.1093/jnci/djq434 , Published by Oxford University Press Boland, W., Gwyn Bebb, 2010, The emerging role of nimotuzumabin the treatment of non-small cell lung cancer, Biologics: Targets & Therapy Dovepress Lewis, P., Keir E Lewis, Robin Ghosal, Sion Bayliss, Amanda J Lloyd, John Wills, Ruth Godfrey,Philip Kloer, Luis AJ Mur, 2010, Evaluation of FTIR Spectroscopy as a diagnostic tool for lung cancer using sputum, 10:640 http://www.biomedcentral.com/1471-2407/10/640, BMC Center Okutur, K., Baris Hasbal,Kubra Aydin, Mustafa Bozkurt,Esat Namal1, Buge Oz, Kamil Kaynak,and Gokhan Demir,2010, Pleomorphic Carcinoma of the Lung with High Serum Betahuman Chorionic Gonadotropin Level and Gynecomastia, J Korean Med Sci 2010; 25: 1805-1808,CASE REPORT Oncology & Hematology Wells, Barbara G. dkk, 2009, Pharmacotherapy:A Pathophysiologic Approach, Seventh Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc., New York Zhang,Z , Amy L. Stiegler, Titus J. Boggon, Susumu Kobayashi, and Balazs Halmos, 2010, EGFR-mutated lung cancer: a paradigm of molecular oncology, Oncotarget. 2010 October 25; 1(7): 497–514. NIH Public Access