IKLAN YANG MENYESATKAN KONSUMEN DIHUBUNGKAN

advertisement
1
IKLAN YANG MENYESATKAN KONSUMEN DIHUBUNGKAN DENGAN
HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Rr. Dijan Widijowati
ABSTRACT
Advertisement that an information tool for . businessman in marketing their
products owned had a negative impact on consumers . businessman
attempt to
deliberately create ads with a variety of ways to attract consumer interest in buying and
using the products offered . In an effort to attract consumers, businesses often create ads
that are misleading and harm consumers . Consumer protection associated with
advertisements that mislead not get optimal handling in practice .
The method used in the study is normative juridical approach to literature .
Studies have properties that descriptive analytical assessment phase which focuses on
the assessment of secondary data . Data was collected by means of literature study to
support the object assessment.
The results of the assessments that have been conducted revealed that , the
number of advertisements that are misleading in the community due to lack of
awareness of consumer law and has been the formation of the society's perspective on
the difference between the position of consumers and businessman . In the legal
structure , the substance of the law and legal culture has a positive contribution to the
protection of consumers from misleading advertisements .
Keywords : Advertisement, consumer protection law
A.
PENDAHULUAN
Pertumbuhan perekonomian nasional harus dapat meningkatkan pertumbuhan
dunia usaha yang memiliki kemampuan dalam menghasilkan barang dan jasa untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa mengakibatkan kerugian konsumen.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat tanpa mengakibatkan kerugian konsumen
memiliki arti adanya kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan jasa yang
didapatkan di pasar oleh masyarakat sebagai konsumen.1
1
). Barang dan/atau jasa selanjutnya cukup disebut sebagai Produk.
1
2
Istilah “konsumen” berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen diartikan sebagai “Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”, sedangkan
perlindungan konsumen diartikan sebagai “Segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.2
Barang yang digunakan oleh konsumen dapat diartikan sebagai “Setiap benda
baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat
dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai,
dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen”, sedangkan jasa yang digunakan oleh
konsumen diartikan sebagai “setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi
yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen”.3
Secara filosofis, perlindungan konsumen dilakukan untuk menciptakan
keseimbangan hak dan kewajiban diantara pelaku usaha dan konsumen, sehingga
paradigma uzur let be consumer beware (konsumen yang harus berhati -hati dalam
mengkonsumsi barang dan jasa) menjadi paradigma let producer beware (pelaku usaha
harus berhati -hati sebelum memproduksi dan memperdagangkan barang dan jasa ke
pasar).
Secara sosiologis, pengaturan perlindungan konsumen ditujukan untuk
masyarakat sebagai konsumen dan masyarakat sebagai pelaku usaha. Masyarakat
sebagai konsumen memiliki arti bahwa, konsumen harus cerdas dan cermat dalam
memilih dan menggunakan suatu produk supaya dapat sesuai dengan kebutuhan dan
harapan konsumen itu sendiri.
Masyarakat sebagai pelaku usaha memiliki arti bahwa, pelaku usaha harus selalu
berhati-hati dalam merancang, memproduksi, mendistribusikan dan mempromosikan
setiap produk yang dimilikinya. Pelaku usaha harus memiliki pemahaman bahwa,
pertumbuhan usaha yang dijalankan harus dapat memenuhi kebutuhan dan harapan
konsumen berdasarkan dua (2) kriteria, yaitu:
1. Produk yang dihasilkan harus aman untuk konsumen; dan
2. Produk yang dihasilkan harus nyaman untuk konsumen.
2
). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen selanjutnya cukup disebut
Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
3
). Pasal 1 ayat (4) dan (5) Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
2
3
Secara yuridis, perlindungan konsumen diatur dalam UUD 1945 sebagai
konstitusi Bangsa Indonesia yang mengamanatkan bahwa pembangunan nasional
bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, yang diwujudkan dengan
pembangunan nasional melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis,
sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang
dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat.
Penjabaran UUD 1945 dalam aspek perlindungan konsumen telah terabstraksi
dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Pembentukan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen didasarkan atas semakin terbukanya pasar nasional sebagai
akibat dari proses globalisasi ekonomi yang harus tetap menjamin peningkatan
kesejahteraan masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan produk yang
diperolehnya di pasar, selain pembangunan perekonomian nasional dalam negeri pada
era globalisasi harus tetap dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha yang mampu
menghasilkan berbagai produk yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
banyak serta mendapatkan kepastian atas produk yang diperoleh dari perdagangan,
tanpa mengakibatkan kerugian bagi konsumen itu sendiri.
Pada hakikatnya, perlindungan konsumen harus dilakukan dengan meningkatkan
kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
memiliki kemampuan dalam melindungi, mencegah dan menyelesaikan permasalahanpermasalahan perlindungan konsumen, selain meningkatkan sikap pelaku usaha untuk
dapat bertanggungjawab dalam melakukan produksi, distribusi hingga promosi atas
barang dan jasa yang dimilikinya.
Permasalahan dalam praktik, perlindungan konsumen di Indonesia yang dimulai
sejak tahun 1999 ternyata belum mampu memberikan perlindungan konsumen yang
optimal. Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam praktik terus terjadi dan terus
berulang tanpa adanya tindakan yang kongkrit dalam mencegah dan menyelesaikan
persoalan perlindungan konsumen (khususnya terhadap permasalahan peredaran iklaniklan yang menyesatkan).
Beberapa permasalahan perlindungan konsumen yang masih terus terjadi dan
belum mendapatkan perhatian, seperti :
3
4
Iklan obat anti nyamuk semprot dan bakar yang memiliki kesegaran aroma wangiwangian yang seolah-olah dapat dengan bebas dan aman untuk dihirup, hingga iklan
obat anti nyamuk lotion yang menghaluskan kulit yang seolah-olah dapat digunakan
sebagai pelembab dan perawat kulit.4
Iklan-iklan yang beredar di masyarakat cenderung memiliki unsur menghasut
dan unsur kebohongan yang sangat merugikan konsumen. Janji-janji yang ditawarkan
dalam media promosi perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut, karena ditemukan
penyimpangan-penyimpangan terhadap janji-janji yang telah ditawarkan oleh pelaku
usaha kepada para konsumen.5
Permasalahan semakin kompleks ketika tidak adanya penegakan hukum yang
dilakukan secara terintegrasi untuk mengatasi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan
oleh pelaku usaha, sehingga pelanggaran-pelanggaran yang terjadi hingga saat ini
dianggap sebagai hal yang wajar dalam melakukan suatu promosi sebuah produk. Hal
ini semakin diperburuk dengan kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat dalam
menggunakan suatu produk.
Keberadaan iklan memang sangat penting bagi konsumen, karena keberadaan
iklan dapat memberikan informasi, pengetahuan dan wawasan bagi konsumen itu
sendiri. Keberadaan iklan-iklan juga sangat penting bagi eksistensi lembaga-lembaga
penyiaran, karena iklan sebagai sarana yang efektif dalam memberikan informasi
produk kepada konsumen, selain iklan merupakan salah satu sumber pendapatan bagi
lembaga penyiaran.6
Untuk lembaga penyiaran, siaran iklan diartikan sebagai siaran informasi yang
bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan
gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada
lembaga penyiaran yang bersangkutan. Siaran iklan terdiri dari dua (2) jenis, yaitu :7
1. Siaran iklan niaga yang merupakan siaran iklan komersial yang disiarkan
melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan,
memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan barang atau jasa kepada khalayak
4
). Rizky Harta Cipta, Iklan Yang Menarik Hati Namun Menyesatkan Dan Membahayakan Masyarakat,
Surat Kabar Kompas, 22 Januari 2009.
5
). Rizky Harta Cipta, Promosi Operator Seluler Di Indonesia Dalam Kondisi Mengkhawatirkan, Surat
Kabar Kompas, 29 Mei 2008.
6
). Pasal 15 dan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Selanjutnya cukup
disebut : Undang-Undang Penyiaran).
7
). Ketentuan Umum Undang-Undang Penyiaran.
4
5
sasaran untuk mempengaruhi konsumen agar menggunakan produk yang
ditawarkan.
2. Siaran iklan layanan masyarakat adalah siaran iklan nonkomersial yang
disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan,
memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan gagasan, cita-cita, anjuran,
dan/atau pesan-pesan lainnya kepada masyarakat untuk mempengaruhi
khalayak agar berbuat dan/atau bertingkah laku sesuai dengan pesan iklan
tersebut.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dijelaskan di atas, penulis
bermaksud mengkaji efektifitas Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam
melindungi hak-hak konsumen dari iklan-iklan yang menyesatkan. Penulis juga
bermaksud mengkaji undang-undang yang terkait sebagai bentuk regulasi dari larangan
terhadap iklan-iklan yang menyesatkan konsumen. Hak-hak konsumen yang dimaksud
dalam jurnal ini ialah hak-hak konsumen dalam mendapatkan promosi yang wajar dan
tidak menyesatkan
Oleh karena itu, dapat dilakukan beberapa identifikasi terhadap permasalahan yang
telah dijelaskan, yaitu:
Bagaimana Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat mencegah dan mengatasi
iklan yang dapat merugikan konsumen?
Bagaimana efektifitas penegakan hukum terhadap iklan-iklan yang menyesatkan bagi
konsumen?
B.
Pembahasan
Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang
memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang memiliki sifat mengatur dan melindungi
kepentingan konsumen. Hukum konsumen adalah hukum yang mengatur hubungan dan
masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa
konsumen di dalam pergaulan hidup.8
Hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen pada prinsipnya
memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri, selain memiliki tujuan untuk:
1. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
8
). Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia (Edisi Revisi 2006), Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta, 2006, Hlm. 3
5
6
dari ekses negatif pemakaian produk.
2. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
3. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi.
4. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen, sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam
berusaha.
5. Meningkatkan kualitas produk yang menjamin kelangsungan usaha produksi
produk, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
Eksistensi
Undang-Undang
Perlindungan
Konsumen
ditujukan
untuk
memberikan perlindungan terhadap hak-hak konsumen yang melakukan transaksi
produk dengan pelaku usaha tanpa menghilangkan hak-hak yang dimiliki oleh pelaku
usaha dan sejumlah kewajiban yang harus dilakukan oleh konsumen, baik sebelum dan
setelah menggunakan produk. Undang-Undang Perlindungan Konsumen diharapkan
dapat menjadi titik keseimbangan di antara konsumen dan pelaku usaha, karena
konsumen dan pelaku usaha memiliki hubungan (interaksi) yang saling mempengaruhi
dan menguntungkan (simbiosis mutualisme).
Pandangan di atas selaras dengan pandangan Zen Umar Purba yang menjelaskan
mengenai konsep perlindungan konsumen, yaitu : ”Kunci Pokok Perlindungan
Konsumen adalah bahwa konsumen dan pengusaha (produsen atau pengedar produk)
saling
membutuhkan.
Produksi
tidak
ada
artinya
kalau
tidak
ada
yang
mengkonsumsinya dan produk yang dikonsumsi secara aman dan memuaskan, pada
gilirannya akan merupakan promosi gratis bagi pengusaha”9
Meninjau interaksi konsumen dan pelaku usaha dihubungkan dengan
keberadaan iklan sebagai sarana komunikasi dan informasi di antara pelaku usaha dan
konsumen, maka iklan itu sendiri dapat diartikan sebagai bentuk penyajian dan promosi
ide, barang atau jasa secara nonpersonal oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan
pembayaran. Iklan merupakan pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan
9
). Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen (Kajian Teoretis dan Perkembangan
Pemikiran, Nusa Media, Bandung, 2008, Hlm. 47.
6
7
oleh suatu masyarakat lewat suatu media . Iklan merupakan berita atau pesan untuk
mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang
ditawarkan.10
Mengkaji iklan-iklan yang menyesatkan dan menjebak konsumen dalam praktik,
sebenarnya eksistensi iklan telah diatur dalam Pasal 8 ayat (1) huruf f Undang-Undang
Perlindungan Konsumen yang menjelaskan bahwa, pelaku usaha dilarang untuk
memproduksi atau memperdagangkan produk yang tidak sesuai dengan janji yang
dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan produk.
Lebih lanjut, dalam mencegah dan mengatasi iklan-iklan yang bermasalah bagi
konsumen, Undang-Undang Perlindungan Konsumen secara deskriptif telah mengatur
karakteristik-karakteristik iklan yang dilarang, yaitu :11
1. Iklan produk yang seolah-olah telah memenuhi dan/atau memiliki potongan
harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu,
karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu.
2. Iklan produk yang seolah-olah dalam keadaan baik dan/atau baru.
3. Iklan produk yang seolah-olah telah mendapatkan dan memiliki sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau
aksesori tertentu.
4. Iklan produk yang seolah-olah dibuat oleh perusahaan yang mempunyai
sponsor, persetujuan atau afiliasi.
5. Iklan produk yang seolah-olah tersedia.
6. Iklan produk yang seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi.
7. Iklan produk yang seolah-olah merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
8. Iklan produk yang seolah-olah berasal dari daerah tertentu.
9. Iklan produk yang seolah-olah secara langsung atau tidak langsung
merendahkan produk lain.
10. Iklan produk yang seolah-olah menggunakan kata-kata yang berlebihan,
seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan
10
). Philip Kotler, Manajemen Pemasaran (Edisi Milenium), PT.Prenhallindo.Jakarta, 2002, Hlm. 658;
Rhenald Kasali, Manajemen Periklanan, PT.Pustaka Utama Grafitti, Jakarta, 1995, Hlm. 21; dan
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
11
). Pasal 47 Undang-Undang Penyiaran menjelaskan bahwa, iklan yang disiarkan wajib memperoleh
tanda lulus sensor dari lembaga yang berwenang.
7
8
tanpa keterangan yang lengkap.
11.
Iklan produk yang seolah-olah menawarkan sesuatu yang mengandung janji
yang belum pasti.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Selanjutnya
cukup disebut sebagai Undang-Undang Pers) perusahaan iklan dilarang membuat dan
mengiklankan:12
1.
Iklan yang berisi merendahkan martabat suatu agama, mengganggu
kerukunan hidup antar umat beragama dan bertentangan dengan rasa
kesusilaan masyarakat.
2.
Iklan yang berisi tentang minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat
aditif lainnya.
3.
Iklan yang berisi peragaan wujud rokok dan penggunaan rokok.
Iklan-iklan yang disiarkan wajib memenuhi persyaratan yang telah dikeluarkan
oleh KPI dan iklan yang disiarkan sepenuhnya menjadi tanggung jawab lembaga
penyiaran. Lembaga penyiaran yang merupakan bagian dari pelaku usaha dalam
Undang-Undang Penyiaran juga telah diberikan batasan-batasan yang jelas dalam
melakukan siaran iklan, yaitu:13
1.
Iklan yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi
dan/atau kelompok yang menyinggung perasaan atau merendahkan martabat
agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok lain.
2.
Iklan minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif.
3.
Iklan rokok yang memperagakan wujud rokok.
4.
Iklan yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama.
5.
Iklan yang berisi eksploitasi anak di bawah umur 18 tahun.
Mengkaji perlindungan konsumen dihadapkan dengan iklan-iklan yang dianggap
menyesatkan konsumen harus dapat dipandang berdasarkan hubungan sebab akibat
(kausalitas) secara subjektif dan objektif, baik dari sisi konsumen maupun dari sisi
pelaku usaha.
1.
12
13
Kausalitas Subjektif Konsumen.
). Pasal 13 Undang-Undang Pers.
). Siaran iklan niaga yang disiarkan pada mata acara siaran untuk anak-anak wajib mengikuti standar
siaran untuk anak-anak. Lihat: Pasal 46 Undang-Undang Penyiaran.
8
9
Kausalitas subjektif konsumen memiliki arti bahwa, pengkajian harus dilakukan
terhadap cara penggunaan konsumen pada suatu produk dihubungkan dengan
iklan yang ditawarkan oleh pelaku usaha.
Contoh: Iklan penghematan konsumsi bahan bakar pada suatu produk kendaraan
sangat dipengaruhi oleh cara konsumen menggunakan produk tersebut, selain
dipengaruhi kualitas kepadatan jalan yang dilalui oleh konsumen.
2.
Kausalitas Objektif Konsumen.
Kausalitas objektif konsumen memiliki arti bahwa, pengkajian telah dilakukan
berdasarkan metode tertentu yang dibandingkan dengan metode yang digunakan
oleh pelaku usaha sebagai dasar janji iklan.
Contoh: Konsumen dan pelaku usaha menggunakan metode kecepatan tetap
dikalikan dengan simulasi jarak yang akan ditempuh oleh suatu produk
kendaraan, memiliki konsumsi bahan bakar yang sama atau berbeda.
Konsumsi bahan bakar yang berbeda antara pengujian yang dilakukan oleh
konsumen dan janji pelaku usaha dalam iklannya dapat disimpulkan bahwa,
iklan yang diberikan oleh pelaku usaha tersebut memiliki unsur yang
menyesatkan.
3.
Kausalitas Subjektif Pelaku Usaha.
Kausalitas subjektif pelaku usaha memiliki arti bahwa, pengkajian yang
dilakukan oleh pelaku usaha terhadap suatu produk hanya didasarkan atas
sebagian kualitas produk terbaik tanpa mempertimbangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai suatu kualitas produk.
Contoh: Pelaku usaha mengiklankan suatu produk kendaraan dengan hasil
pengkajian konsumsi bahan bakar 1 liter untuk 25 KM tanpa memperhatikan
kualitas jalan, kualitas kepadatan jalan, kualitas geografis yang dilalui dan cara
mengendarai produk kendaraan tersebut.
Pelaku usaha hanya mengambil hasil kualitas nilai tertinggi sebagai dasar iklan
tanpa melakukan pengujian berkali-kali dengan metode tertentu dan tanpa
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi.
4.
Kausalitas Objektif Pelaku Usaha.
Kausalitas objektif pelaku usaha memiliki arti bahwa, janji produk yang terdapat
pada iklan yang dibuat oleh pelaku usaha telah didasarkan atas metode tertentu
9
10
dengan mempertimbangkan beragam faktor yang dapat mempengaruhi nilai
kualitas suatu produk. Iklan yang ditampilkan menerangkan metode dan faktor
yang mempengaruhi untuk mencapai nilai optimal suatu kuallitas produk yang
dijanjikan.
Contoh: Iklan produk kendaraan yang menjanjikan konsumsi bahan bakar
sebesar 1 Liter untuk 25 KM berlaku jika dilakukan dengan kecepatan tertentu,
RPM tertentu, Mode tertentu dan kemiringan jalan tertentu berdasarkan nilai
kuantitatif tertentu.
Meninjau penegakan hukum yang dilakukan terhadap iklan-iklan menyesatkan
yang dilakukan oleh pelaku usaha, penegakan hukum di Indonesia telah menunjukan
penegakan yang cukup baik, meskipun masih sangat sedikit yang mendapatkan
perhatian dari para penegak hukum. Hal ini disebabkan beberapa alasan, mengapa iklaniklan yang menyesatkan masih banyak ditemui di masyarakat.
Adapun beberapa alasan yang menyebabkan iklan-iklan yang menyesatkan
masih terus berkembang dalam praktik di antaranya ialah sebagai berikut:
1. Konsumen
tidak
memahami
dan
menyadari
jenis-jenis
iklan
yang
menyesatkan.
2. Konsumen tidak memiliki keberanian, pengetahuan, waktu dan biaya yang
harus dikeluarkan untuk meminta pertanggungjawaban pelaku usaha.
3. Konsumen takut gugatan dan tuntutan terhadap pelaku usaha akan menjadi
bumerang (gugatan dan tuntutan balik) kepada konsumen itu sendiri.
4. Konsumen menilai penegakan hukum untuk meminta pertanggungjawaban
pelaku usaha masih sangat sedikit dan tidak konsisten.
5. Konsumen lebih baik memiliki sikap memaklumi, mengalah dan memafkan
pelaku usaha atas iklan-iklan yang menyesatkan.
6. Konsumen lebih menganggap penyebaran kekecewaan secara sosial (nonllitigasi) lebih efektif dalam memberikan dampak negatif bagi pelaku usaha.
Secara filosofis, pembiaran-pembiaran yang dilakukan oleh konsumen terhadap
pelaku usaha yang membuat iklan-iklan yang menyesatkan dan merugikan konsumen
disebabkan kesadaran hukum yang kurang dalam memahami perlindungan konsumen
sebagaimana asas-asas yang menjiwai Undang-Undang Perlindungan Konsumen,
seperti:
10
11
1. Asas Manfaat.
Asas manfaat merupakan asas yang menghendaki segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Asas Keadilan.
Asas keadilan merupakan asas yang menghendaki partisipasi seluruh rakyat,
selain memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas Keseimbangan.
Asas keseimbangan merupakan asas yang menghendaki keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun
spiritual.
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen.
Asas keamanan dan keselamatan konsumen merupakan asas yang menghendaki
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam menggunakan,
memakai dan memanfaatkan barang dan jasa yang digunakan.
5. Asas Kepastian Hukum.
Asas kepastian hukum merupakan asas yang menghendaki adanya dasar hukum
yang jelas bagi pelaksanaan hak dan kewajiban pelaku usaha dan konsumen,
sehingga dapat tercipta keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.
Kesadaran hukum masyarakat yang kurang juga didasarkan atas kurangnya
pengetahuan konsumen terhadap hak-hak dasar yang dimiliki oleh konsumen, seperti:14
1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety).
2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to informed).
3. Hak untuk memilih (the right to choose).
4. Hak untuk didengar (the right to be heard).
Contoh kasus penegakan hukum yang dilakukan dalam praktik yang dapat
dijadikan contoh baik bagi konsumen dalam menghadapi iklan yang menyesatkan dapat
14
). Shidarta, Op.Cit, Hlm. 19-27.
11
12
dilihat dari perkara PT. NMI melawan konsumen yang kecewa produk yang dibeli tidak
sesuai dengan janji yang diiklankan.15
Dalam perkara PT. NMI melawan konsumen, Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK), Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Mahkamah Agung
menguatkan dalil-dalil yang diajukan oleh konsumen dan menolak setiap keberatan
yang diajukan oleh PT. NMI. PT. NMI dianggap telah melanggar Pasal 9 ayat (1) huruf
k dan Pasal 10 huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen, sehingga PT. NMI
diminta membatalkan transaksi dan mengembalikan uang pembelian Rp. 150,000,000.16
Mengkaji penegakan hukum perlindungan konsumen terhadap permasalahan
iklan yang menyesatkan dihubungkan dengan konsepsi efektifitas penegakan hukum
yang dikemukakan oleh Friedman, maka dapat dikaji berdasarkan empat (4) konsep
pelaksanaan hukum yang telah dibentuk dalam praktik, yaitu:17
1. Struktur Hukum (Legal Structure) yang merupakan tubuh, kerangka, bentuk
abadi dari suatu sistem.
Struktur hukum dalam perlindungan konsumen dianggap telah cukup baik dan
efektif dengan dibentuknya lembaga-lembaga perlindungan konsumen, seperti
BPSK dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM),
selain lembaga peradilan yang masing-masing dapat melakukan pengawasan
terhadap penerapan hukum perlindungan konsumen (khususnya terhadap
permasalahan iklan-iklan yang menyesatkan).
2. Substansi Hukum (Legal Substance) yang merupakan aturan-aturan dan normanorma aktual yang dipergunakan oleh lembaga-lembaga, kenyataan, bentuk
perilaku dari para pelaku yang diamati di dalam system.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen secara substansi telah cukup mengatur
dan memberikan kontribusi positif bagi perlindungan konsumen. Undang-
15
).Rofiq Hidayat, Kasus Iklan Nissan March Masuk Pengadilan, Hukumonline.com,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f8503fecc5fb/kasus-iklan-nissan-march-masukpengadilan, Diakses pada 06 Januari 2016 11:26 WIB.
16
). Nurmalia Rekso P, Pengadilan Jaksel Memenangkan Konsumen Nissan March, Tribunnews.com,
http://www.tribunnews.com/nasional/2012/04/17/pengadilan-jaksel-memenangkan-konsumen-nissanmarch?page=2, Diakses pada 06 Januari 2016 12:33 WIB. Lihat Juga:
Arry Anggadha, MA Tolak Kasasi Nissan Soal Gugatan March Boros, Liputan6.com,
http://news.liputan6.com/read/707701/ma-tolak-kasasi-nissan-soal-gugatan-march-boros,
Diakses
pada 06 Januari 2016 13:03 WIB.
17
). Lawrence M. Friedman, Law and Society An Introduction, Prentice Hall Inc, New Jersey, 1977, Hlm.
6-7.
12
13
Undang Perlindungan Konsumen telah mengatur beragam aspek perlindungan
konsumen termasuk mengatur penggunaan iklan-iklan bagi konsumen.
3. Budaya Hukum (Legal Culture) yang merupakan gagasan-gagasan, sikap-sikap,
keyakinan-keyakinan, harapan-harapan dan setiap pendapat tentang hukum.
Budaya hukum masyarakat dianggap belum memberikan kontribusi positif
terhadap perlindungan konsumen, karena masih banyaknya paradikma
masyarakat yang menganggap iklan-iklan yang menyesatkan merupakan hal
yang wajar untuk menarik calon konsumen, selain terdapat suatu anggapan
bahwa, pelaku usaha memiliki kedudukan hukum yang lebih tinggi, sehingga
sangat sulit untuk dimintakan pertanggungjawaban oleh konsumen.
4. Dampak Hukum (Legal Impact) yang merupakan dampak dari suatu keputusan
hukum yang diberlakukan di dalam masyarakat.18
Lembaga-lembaga perlindungan konsumen mulai dari BPSK hingga lembaga
peradilan hingga saat ini telah cukup memberikan dampak positif bagi
penegakan hukum perlindungan konsumen di Indonesia, karena dari beragam
kasus yang diputus telah mencerminkan kepentingan konsumen tanpa
mengenyampingkan hak yang dimiliki oleh pelaku usaha.
C
SIMPULAN DAN SARAN
Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat mencegah dan mengatasi iklan
yang dapat merugikan konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah
secara kongkrit mengatur bentuk iklan-iklan yang dilarang dan mengatur dari beragam
aspek perlindungan. Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah memberikan
kontribusi positif terhadap permasalahan iklan-iklan yang menyesatkan konsumen.
Perlindungan konsumen terhadap iklan-iklan yang menyesatkan juga diatur dalam
Undang-Undang Pers dan Undang-Undang Penyiaran secara lengkap yang menciptakan
suatu harmonisasi hukum di bidang perlindungan konsumen terhadap iklan-iklan yang
menyesatkan.
Penegakan hukum terhadap iklan-iklan yang menyesatkan bagi konsumen
dianggap telah cukup efektif. Penegakan hukum perlindungan konsumen terhadap
iklan-iklan yang menyesatkan telah memenuhi aspek struktur hukum, substansi hukum
18
). Lawrence M. Friedman, American Law: An invalueable guide to the many faces of the law, and how it
affects our daily lives, W.W. Norton & Company, New York, 1984, Hlm. 16.
13
14
dan dampak hukum. Penegakan hukum perlindungan konsumen terhadap iklan-iklan
yang menyesatkan masih terhambat oleh budaya hukum masyarakat. Kesadaran hukum
masyarakat sebagai konsumen masih sangat rendah untuk mampu memperjuangkan
hak-hak konsumen yang dimilikinya.
DAFTAR PUSTAKA
I.
Sumber Buku dan Jurnal
Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen (Kajian Teoretis dan
Perkembangan Pemikiran, Nusa Media, Bandung, 2008.
Lawrence M. Friedman, Law and Society An Introduction, Prentice Hall Inc, New
Jersey, 1977.
Lawrence M. Friedman, American Law: An invalueable guide to the many faces of the
law, and how it affects our daily lives, W.W. Norton & Company, New York,
1984.
Philip Kotler, Manajemen Pemasaran (Edisi Milenium), PT.Prenhallindo.Jakarta, 2002.
Rhenald Kasali, Manajemen Periklanan, PT.Pustaka Utama Grafitti, Jakarta, 1995.
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia (Edisi Revisi 2006), Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2006.
II.
Sumber Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
14
Download