issn 1858-3717 penguatan modal sosial untuk pemberdayaan

advertisement
Polibisnis, Volume 4 No. 1 April 2012
PENGUATAN MODAL SOSIAL UNTUK PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN PEDESAAN
(KELOMPOK TANI KECAMATAN RAMBATAN)
Primadona
Dosen Politeknik Negeri Padang
Jurusan Administrasi Niaga
email: [email protected]
ABSTRACT
The purpose of this research is to know the of social capital in society empowerment by
providing government program in farmers group. The hypothesis of this research is the
society empowerment in village will nit run successfully if it is not based on the streng
of social capital of that area. The important factory of social capital are norms, social
link/net, resiprocity, trust, value and proactive act. Through the analysis of social
capital strengtheining by having direct observation in tree nagari of Rambatan District,
there are everal findings. First, the farmers group which have high social capital intend
to have good progress in group activities and also in running their business. Second,
the operation of business of farmers group has not given attention toward the important
of social capital strengthening in the area. After the government program is accepted,
nearly all farmers group activities in several farmer’ groups are also over. Threeds,
disbalance of social capital strength farmers’ group can be the clue of the society
weaknesses in activities or operation farmer’ group which is also as a clue of the
weaknesses society institution and village government operation. Fourth, the
disturbance of village society (villages).
Key Words: Sosial capital, value of norm, resiprocity and village society.
1. PENDAHULUAN
Pada negara kita kebijakan yang di ambil selalu berganti dan kalanya terjadi
juga tumpang tindih. Sering kita melihat dalam kenyataan bergantinya tujuan
pembangunan dan prioritas utama yang akan dilaksanakan maka kebijakan yang di
ambil juga berganti. Tidak dapat kita pungkiri permasalahan pangan di pedesaan
sebenarnya adalah masalah yang sudah lama mengapungnya, ini dapat kita lihat
permasalahan lokal yaitu bagaimana sebenarnya kemampuan masyarakat pedesaan
dalam
memenuhi kebutuhan
pangan rumah tangga di desanya sesuai dengan
preferensi dan kemampuan sumber daya yang dimiliki seperti hal nya yang ditemukan
oleh Wilensky (1999). Sedangkan menurut Manor (1999:54) mendeskripsikan cara
pandang administrative terhadap desentralisasi pangan ditingkat lokal bahwa
permasalahan ditingkat lokal menuntut adanya pendekatan-pendekatan yang fleksibel
terhadap wilayah yang berbeda. Berkaca dari hal tersebut sebenarnya desentralisasi
yang demokratik dapat memfasilitasi pemecahan masalah-masalah pangan secara
partisipatif, perencanaan pangan yang efektif dan sekaligus implementasinya ditingkat
lokal atau pedesaan.
Menanggapi masalah tersebut, apalagi melihat keadaan pertanian Indonesia saat
ini maka perlu digali sebuah pemikiran baru kebijakan pangan lokal yang bersifat
multidimensional seperti yang pernah diungkapkan Saragih (2004). Hal yang sama
diungkapkan oleh (Usman:2004) bahwa untuk memulai memperbaiki kondisi pangan
ISSN 1858-3717
12
Polibisnis, Volume 4 No. 1 April 2012
masyarakat tersebut sudah selayaknya apabila dilakukan secara partisipatif. Strategi
pembangunan Indonesia adalah peningkatan pemerataan pembangunan beserta hasilhasilnya melalui arah kebijakan pembangunan sektoral dan pemberdayaan masyarakat
(people empowering) terutama dipedesaan. Lebih jelas Setyono mengatakan bahwa
pembangunan desa bersifat multisektoral dalam arti, pertama sebagai metode
pembangunan masyarakat sebagai subyek pembangunan; kedua sebagai program dan
ketiga sebagai gerakan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan dilandasi oleh
kesadaran untuk meningkatkan kehidupan yang lebih baik seperti yang diungkapkan
Setyono (2002:34).
Disadari atau tidak keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan
daerah akan dapat mendorong terciptanya perencanaan yang baik karena selama ini
dinilai masyarakat merupakan aktor penting dalam pembangunan, bukan hanya sebagai
perencana tetapi juga sebagai pelaksana sekaligus pengawas jalannya pembangunan.
Keterlibatan masyarakat yang besar dalam mendorong pembangunan akan sangat
membantu terciptanya pencapaian tujuan pembangunan yang penuh dengan terencanan
dan terstruktur.
Selama ini dalam mengkaji dan membuat kebijakan untuk tercapainya
pembangunan selalu hanya diukur dari potensi sumber daya, potensi finansial dan
kurang mengamati bagaimana keadaan modal sosial dalam lingkungan diperdesaan
yang dianggap masih melekat dengan besar modal sosial, justru yang selalu di
unggulkan adalah masalah potensi daerah seperti struktur tanah, infrastruktur dan modal
lainnya sedangkan banyak penelitian yang dilakukan seperti Putnam di Irlandia
mengatakan bahwa jika modal sosialnya tinggi maka akan berdampak terhadap
kehidupan ekonomi masayarakatnya.
Bertitik tolak dari kunci pokok perencanaan pembangunan diatas sangatlah
penting bagi kita untuk melihat mengenai sumber daya yang ada didaerah yang
dianggap punya peranan penting bagi tercapainya tujuan pembangunan diadaerah,
diantaranya adalah mengenai modal sosial dan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan. Padahal seperti diketahui modal sosial itu merupakan punya peranan
penting dalam menyukseskan pembangunan ini terbukti ketika perdebatan modal sosial
kian marak pada KTT Dunia tentang Pembangunan Sosial (World Summit for Sicial
Development) tahun 1995 di Kopenhagen secara responsive terlibat mempromosikan
penguatan modal sosial ditingkat lokal dan global sebagai fondasi bagi pengentasan
kemiskinan. Tulisan ini akan memaparkan bagaimana terciptanya penguatan modal
sosial untuk pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan pedesaan dan khusus
dalam kelompok tani.
Kecamatan Rambatan merupakan suatu kecamatan yang merupakan bagian dari
kabupaten Tanah datar, yang mana terdiri dari 5 (lima) nagari, dan masing-masing
nagari memiliki dua pertiga lahan pertanian . Nagari Balimbing adalah salah satu
nagari di kecamatan Rambatan yang kehidupan masyarakatnya mayoritas adalah petani
. Didalam melaksanakan kegiatannya, petani membentuk kelompok-kelompok dalam
bentuk kelompok tani yang tujuannya adalah memudahkan akses terhadap programprogram pemerintah, diantaranya pemberian bibit, dalam hal pemberian pupuk dan juga
ada dana bergulir serta lain-lainnya yang tujuan utamanya adalah meningkatkan usaha
pertanian mereka.
Dari 14 kecamatan yang berada di Kabupaten Tanah Datar, Kecamatan
Rambatan merupakan penghasil atau penyumbang hasil pertanian yang dapat
diandalkan, misalnya Kecamatan Rambatan adalah penghasil Jagung nomor satu di
Kabupaten Tanah Datar yaitu sebesar 5.503 ton pertahun, begitu juga dengan tanaman
ubi kayu yaitu sebesar 17.206 ton pertahun, dan juga penghasil tanaman padi nomor dua
ISSN 1858-3717
13
Polibisnis, Volume 4 No. 1 April 2012
di Kecamatan Rambatan yaitu sebesar 17.763 ton pertahun setalah Kecamatan Lintau
Buo sebesar 20.132 ton pertahun.
Permasalahan pangan di pedesaan, sebenarnya adalah permasalahan local yaitu
bagaimana sebenarnya kemampuan masyarakat pedesaan dalam
memenuhi
kebutuhan hisupnya dengan menggunakan sumber daya-sumber daya yang ada dalam
kehidupan bermasyaarakat dipedesaan.
Pemenuhan kehidupan pangan rumah tangga didesanya sesuai dengan preferensi
dan kemampuan sumber daya yang dimiliki (Wilensky, 1999). Manor (1999:54)
mendeskripsikan cara pandang administrative terhadap desentralisasi pangan ditingkat
local bahwa permasalahan ditingkat local menuntut adanya pendekatan-pendekatan
yang fleksibel terhadap wilayah yang berbeda. Desentralisasi yang demokratik dapat
memfasilitasi pemecahan masalah-masalah pangan secara partisipatif, perencanaan
pangan yang efektif dan sekaligus implementasinya ditingkat local atau pedesaan.
Pengertian ini mengandung makna pemenuhan kebutuhan pangan di pedesaan
tidak semata-mata didasarkan pada produksi tanaman pangan yang ada diwilayah
tersebut namun lebih pada bagaimana masyarakat pedesaan mampu menyediakan
kebutuhan pangannya.
Menanggapi masalah tersebut, maka perlu digali sebuah pemikiran baru
kebijakan pangan local yang bersifat multidimensional seperti yang pernah diungkapkan
(Saragih, 2004). Untuk memulai memperbaiki kondisi pangan masyarakat tersebut
sudah selayaknya apabila dilakukan secara partisipatif (Usman, 2004). Tidak hanya
mengenjot produksi dengan perluasan lahan ataupun diversifikasi dengan ukuranukuran fisik saja, namum demikian juga memperhatikan permasalahan social budaya
(culture) dan modal social yang telah ada pada masyarakat setempat.
2. METODE PENELITIAN
2.1. Lokasi Penelitian dan Responden
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposif. Lokasi penelitian ini
dilaksanakan dalam 3 Nagari yaitu Nagari Balimbing, Nagari Rambatan dan Nagari III
Koto, yang mana masing-masing nagari diambil 2 kelompok tani. Responden pada
penelitian ini adalah petugas PPL sebagai wakil pemerintah, para ketua dan anggota
kelompok tani yang mana masing-masing kelompok nanti akan diambil sebanyak
sembilan (9) orang termasuk dengan pengurus kelompok, dan pemuka masyarakat
setempat. Selain itu pemuka masyarakat, pemerintah daerah seperti Camat dan aparatur
lainnya juga akan dijadikan responden untuk tercapainya tujuan penelitian.
2.2. Jenis Penelitian dan Analisis Data
Penelitian yang dilaksanakan ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan
menggunakan instrumen penelitian wawancara, kuesioner dan
Focus Group
Discussion.
2.3. Indikator dan Parameter Modal Sosial
Sejumlah parameter penelitian yang dimodifikasi dari Jousairi (2006) dan Hadi
(2005) akan dijadikan sebagai instrumen awal penelitian, diantaranya:
1. Partisipasi dalam Jaringan organisasi sosial/kerja, dapat dilihat dari :kerelaan
membangun jaringan kerjasama antar sesama, keterbukaan dalam melakukan
hubungan atau jaringan sosial/kerja, keaktifan dalam penyelesaian konflik, keaktifan
dalam memelihara dan mengembangkan hubungan atau jaringan sosial/kerja,
2. Kepercayaan antar sesama, dapat dilihat dari : Tingkat kepercayaan terhadap sesama,
tingkat kepercayaan terhadap norma yang berlaku, tingkat kepercayaan terhadap
ISSN 1858-3717
14
Polibisnis, Volume 4 No. 1 April 2012
tokoh masyarakat, kepercayaan terhadap pemerintah, kepercayaan terhadap ketua
kelompok dan pengurus kelompok lainnnya
3. Ketaatan terhadap norma, dilihat dari: tingkat ketaatan terhadap norma yang dianut,
tingkat kepercayaan terhadap norma yang berlaku, tingkat ketaatan terhadap aturan
pemerintah.
4. Kepedulian terhadap sesama, dapat dilihat dari: kepedulian terhadap sesame anggota
kelompok, kedekatan dengan orang yang diberi perhatian, sumber motivasi untuk
memperhatikan dan membantu orang lain.
5. Keterlibatan dalam aktivitas organisasi sosial, dilihat dari: tingkat keinginan untuk
menambah dan membagi pengalaman terhadap sesama, frekwensi mengikuti
kegiatan organisasi sosial, jumlah organisasi social yang diikuti, partisipasi dalam
pengambilan keputusan pada organisasi sosial.
Variabel-variabel yang diambil untuk diteliti dalam penelitian ini adalah variabel
yang dipilih dari indikator-indikator modal sosial sebagaimana yang telah dijelaskan
diatas. Model pertanyaan yang akan dikembangkan mengacu pada indikator-indikator
modal sosial yang mana disini diambil dari 4 konsep modal sosial yaitu Partisipasi
dalam jaringan, kepercayaan dan norma, kepedulian terhadap sesama (resiprocity) serta
keterlibatan dalam aktivitas organisasi sosial.
2.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari sampai bulan Mei 2008.Data
yang dihimpun dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder yang
diperoleh dengan menggunakan beberapa teknik, yaitu: pengamatan, wawancara,
dokumentasi, Focus Group Discussian (FGD), dan penelitian observasi partisipatif,
peneliti ikut langsung dalam kegiatan kelompok tani selama beberapa hari.
2.5. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah anggota kelompok tani pada Nagari III
Koto, Nagari Rambatan, dan Nagari Balimbing. Penentuan sampel yang akan dijadikan
sumber data adalah berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan. Sampel yang
akan diambil secara acak dengan jumlah sebanyak 2 kelompoktani untuk 3 nagari di
Kecamatan Rambatan. Setiap kelompok diambil 9 orang untuk sampel didalam masingmasing kelompok.
3.6.Definisi Operasional
Menurut Singarimbun dan Effendi (1989), definisi operasional adalah suatu
informasi ilmiah yang amat membantu peneliti. Dari informasi tersebut peneliti akan
dapat mengetahui bagaimana cara mengukur variabel yang dipakai. Adapun definisi
operasional dalam penelitian ini adalah:
1. Modal Sosial (Sosial Capitap) merupakan struktur hubungan yang menjadi
modal dalam pencapaian tujuan hidup. Yang mana struktur tersebut diwujudkan
dalam bentuk kelembagaan, partisipasi, adat istiadat dan bentuk sosial lainnya
yang difasilitasi oleh rasa saling mempercayai.
2. Jaringan Sosial merupakan kemampuan sekelompok orang dalam suatu asosiasi
atau perkumpulan dalam melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan social.
3. Resiprocity adalah kecendrungan saling tukar kebaikan antar individu dalam
suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri. Pola pertukaran ini bukanlah
sesuatu yang dilakukan secara resiprokal seketika seperti dalam proses jual beli,
melainkan suatu kombinasi jangka pendek dan jangka panjang dalam nuansa
altruism.
ISSN 1858-3717
15
Polibisnis, Volume 4 No. 1 April 2012
4. Trust, Trust atau rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan
untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari
oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang
diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling
mendukung.
5. Norma Sosial merupakan sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan
diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas social tertentu.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Modal sosial telah dicoba diukur dalam beragam cara. Walaupun demikian
diakui bahwa untuk mendapatkan satu ukuran sebagai ukuran tunggal dan benar (true
measurement) akan sangat sulit. Kesulitan pertama karena spektrum modal sosial itu
sendiri demikian luas dan multidimensional. Di dalamnya terdapat beragam tingkatan
modal sosial. Beragam pendekatan diperlukan berkaitan dengan unit analisisnya.
Kesulitan juga akan dihadapi terutama karena spektrum telaah modal sosial bukanlah
individual tetapi pada kelompok, komunitas atau kelompok sosial tertentu yang akan
sangat komplek. Dan dalam penelitian ini Peneliti menfokuskan pada kelompok tani
dipedesaan. Walaupun demikian banyak upaya perhitungan telah dilakukan oleh
beberapa kontributer modal sosial. Robert D Putnam (2001,2002) misalnya telah
mencoba mengukur modal sosial dengan cara menghitung keanggotaan dan jumlah
organisasi (non-pemerintah) seperti klub olah raga, kelompok-kelompok intelektual,
kelompok-kelompok politik dan sejenisnya, dengan hasil yang cukup memuaskan.
Sudah banyak metode ataupun alat ukur yang telah diaplikasikan untuk
mengukur stok modal sosial. Dalam penelitian ini penulis melakukan pengukuran
terhadap modal sosial dalam kelompok tani dengan menggunakan sederatan indikator
untuk membandingkan dan mengetahui besaran dan kecendrungan masing-masing
variabel yang berhubungan dengan unsur-unsur modal sosial. Unsur-unsur modal sosial
yang diukur disini adalah antara lain unsur partisipasi dalam jaringan organisasi sosial,
unsur Trust, unsur norma, dan unsur Reciprosity. Salah satu ukuran yang dilakukan
disini adalah ukuran yang ditawarkan atau yang pernah dilakukan oleh Fukuyama, yaitu
untuk membantu memberikan hasil bahwa terdapat kecerndrungan kuat atau lemahnya
modal sosial disuatu wilayah atau negara, atau didalam suatu kelompok. Penelusuran
yang dilakukan penulis disini dengan melihat unsur-unsur modal sosial dan bagaimana
berjalannya didalam kelompok tani dipedesaan dalam rangka melaksanakan
pembangunan.
Penulis dalam mengumpulkan data dilapangan dilakukan melalui wawancara,
diantaranya dilakukan dengan pemuka masyarakat, Badan Penyuluhan Pertanian (BPP)
Kecamatan Rambatan, dan diskusi dengan para anggota kelompok tani. Disamping itu
penulis juga melakukan observasi partisipatif dengan anggota kelompok tani selama
beberapa hari di daerah penelitian. Kelompok tani yang akan diteliti disini adalah
sebanyak 6 kelompok tani, yang terdiri dari 2 kelompok tani pada Nagari Rambatan
yaitu kelompok tani Sawah Pudiang dan Kelompok tani Tamasu Harapan, 2 kelompok
tani pada Nagari Balimbing yaitu kelompok tani Karatau Sakato dan kelompok tani
Hamparan Sawah Batu Payek, dan 2 kelompok tani lagi terdapat pada Nagari III Koto
yaitu kelompok tani Kalumpang dan kelompok tani Maju Bersama.
3.1. Modal Alam dan Prasarana
Keadaan pada ketiga nagari sebagai sampel sebahagian besar modal alam
(natural capital) berupa lahan kering ( sekitar 70%), dan sisanya 30% sebahagian besar
penggunaannya untuk usaha pertanian. Pada ketiga nagari yang menjadi sampel
ISSN 1858-3717
16
Polibisnis, Volume 4 No. 1 April 2012
penelitian ini diantaranya Nagari III Koto usaha pertaniananya masih sangat tergantung
pada musim, dan pada Nagari Balimbing masih agak bagus dibandingkan dengan
nagari lainnya karena pada nagari ini sudah ada irigasi yang dipergunakan untuk
mengaliri sawah pertanian dan keperluan pertaniaan lainnya. Ketersediaan air untuk
kebutuhan rumah tangga yang terdapat pada Nagari III Koto , khususnya pada musim
kemarau, dewasa ini masih sulit. Karena pada daerah ini tidak dibangun irigasi yang
dapat dipergunakan sebagai sumber air dan apalagi untuk keperluan masyarakat/ rumah
tangga sangat sulit menanggulanginya. Padahal dalam mengembangkan usaha baik
pertanian ataupun usaha kelompok tani sangat di perlukan pembangunan sarana air
bersih ataupun untuk pertanian.Sebenarnya dahulu gambarannya tidak sesulit sekarang
tapi dengan berkembangnya daerah justru tidak diiringi dengan pekebangan
pembangunan infrastruktur ini, tapi Sedangkan untuk Nagari Rambatan sudah ada air
PDAM untuk keperluan rumah tangga, tetapi untuk pertanian tidak terlalu berbeda
dengan Nagari III Koto. Gambaran ini berkebalikan dengan yang terjadi di Nagari
Balimbing. Dulu kesulitan memperoleh air untuk rumah tangga dan pertanian yang
dijumpai pada nagari ini sudah menjadi hal biasa. Saat ini khususnya pada Nagari
Balimbing, untuk pemenuhan kebutuhan air bersih pada musim kemarau tidak lagi
sesulit beberapa tahun lalu. Ini karena sarana air bersih sudah dibangun sebahagian oleh
pemerintah dan masyarakat setempat.
Keadaan lahan pada Nagari III Koto dan Nagari Rambatan telah mencapai
tingkat yang parah. Tingkat kesuburan lahan dan ketersediaan air pada beberapa tahun
lalu dan tingkat kesuburan lahan lebih baik dibanding sekarang. Lapisan olah tanah
(solum) berupa humus di kedua nagari ini telah mengalami penipisan hebat, terutama
disebabkan oleh pengurasan tanaman semusim yang terjadi tanpa di sadari oleh
mayarakat setempat. Dahulu usahatani padi dan palawija tanpa menggunakan pupuk
anorganik. Sekarang ini tanpa pupuk anorganik hampir dipastikan hasil dari tanaman
padi, kedelai, dan jagung tidak akan mencukupi karena pupuk organik boleh dikatakan
sulit sekali mendapatkannya. Padahal kalau saja petani dapat di berdayakan
memanfaatkannya (melalui kotoran sapi atau yang lainnya) maka akan menghasilkan
pendapatan yang sangat besar dan melimpah seperti yang dilakukan oleh beberapa
kelompok tani pada Nagari Balimbing.
Gambaran yang berbeda ditunjukan di Nagari Balimbing. Didesa ini semangat
petani menanami lahannya dengan tanaman semusim semakin berkurang. Usahatani
tanaman semusim yang berkembang tidak lagi ubikayu, melainkan telah bergeser ke
padi, kokao, jagung dan kedelai. Lahan perkarangan mulai banyak dimanfaatkan untuk
tanaman keras, yaitu tanaman buah-buahan dan kayu jati. Meluasnya pemanfaatan lahan
dalam beberapa tahun terakhir sangat terasa. Tanaman keras jenis kayu-kayuan dan
buah-buahan berkembang di Nagari Balimbing di bandingkan Nagari III Koto dan
Nagari Rambatan. Pengaruh positif perkembangan tanaman keras ini terhadap
perbaikan sistem hidrologi di Nagari Balimbing sangat terasa.
Perbaikan modal alam secara partisipatif sangat menonjol di Nagari Balimbing.
Menurut patani di Nagari Balimbing dulu mereka dengan proyek pemerintah menanam
lahan perbukitan mereka dengan tanaman kelapa, selain itu juga ditanami dengan
casiavera dan pada saat itu umumnya lahan petani ditanami. Tetapi belakangan masalah
muncul sampai sekarang sudah lebih 10 tahun tanaman kelapa itu tidak berbuah dan
bagi petani saat ini itu merupakan sesuatu yang seharusnya ada jalan keluarnya karena
lahan mereka terbuang percuma tanpa menghasilkan.
Masalah kesulitan air yang terjadi di Nagari III Koto sampai sekarang belum ada
jalan keluarnya atau belum terpecahkan sehingga petani dalam melakukan usahataninya
hanya tergantung pada musim. Jika tanaman mereka tiba-tiba sulit mendapatkan air
ISSN 1858-3717
17
Polibisnis, Volume 4 No. 1 April 2012
karena kemarau maka pertaniannya gagal dan ini salah satunya yang menjadi hambatan
usaha pertanian di Nagari III Koto.
3.2. Tata Nilai dan Modal Sosial
Didalam penelitian ini peneliti melihat 4 unsur modal sosial didalam kelompok
tani di 3 nagari contoh, diantaranya unsur partisipasi, unsur kepercayaan (trust), unsur
norma dan unsur reciprosity atau kepedulian terhadap sesama. Partisipasi dalam suatu
jaringan bisa dilihat dari kecendrungan suatu kelompok untuk bersosialisasi sebagai
bagian penting dari nilai-nilai yang melekat. Unsur kepercayaan didalam kelompok
sangat penting dan ini dapat dilihat dengan kepercayaan terhadap sesama didalam
kelompok dan juga kepercayaan terhadap ketua kelompok serta kepercayaan terhadap
pemerintah terhadap program-program yang selama ini diberikan pada masyarakat.
Selain itu berbagai tindakan kolektif yang didasari atas rasa saling mempercayai yang
tinggi akan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai ragam bentuk
dan dimensi terutama dalam konteks membangun kemajuan bersama. Unsur norma
kalau di lihat dari perspektif sosial juga sangat berperan penting didalam membangun
modal sosial dan ini dapat dilihat dari aturan-aturan kolektif yang ada didalam
kelompok yang diharapkan dapat dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat atau
kelompok pada suatu entitas sosial.
Masyarakat di Kecamatan Rambatan merupakan hasil dari dinamika tatanan
sejarah budaya masyarakan Minang Kabau.Walaupun tidak semua tingkat kehidupan
masyarakat pada 3 Nagari contoh mengalami kemajuan, atau setidak-tidaknya ada
kemajuannya yang mengalami masa pasang surut, namun secara sosio-historis
masyarakat di 3 Nagari memiliki kekuatan dalam meningkatkan taraf hidup secara
alami baik dalam segi budaya atau nilai-nilai yang terkandung dalam nagari. Ini
menunjukan bahwa keberadaan masyarakat pedesaan atau nagari tidak sekedar adanya
sekumpulan manusia yang secara fisik telah hidup bersama dalam kurun tertentu,
melainkan ada ”semangat” atau hubungan sosial yang menjadi kekuatan pengikat
kehidupan kolektif mereka. Kekuatan budaya nonmaterial atau modal sosial menjadi
faktor penting mengapa masyarakat di ketiga nagari contoh hingga sekarang masih bisa
bertahan. Walaupun dalam kenyataannya modal ini belum dapat atau bahkan belum
dikenali secara mendalam oleh masyarakatnya.
Nilai-nilai lainnya yang masih dijalankan oleh masyarakat khususnya pada tiga
nagari contoh adalah penyimpanan padi untuk selama empat bulan atau selama panen
berikutnya datang, gunanya adalah untuk menghindari terjadinya paceklik atau
kekurangan dan kelaparan makanan pokok. Dan hal ini pada masyarakat masih
dilaksanakan dengan baik, dan setelah panen dilaksanakan baru kelebihannya bisa
dijual untuk keperluan lainnya. Dulu padi itu disimpan di lumbung padi (Lumbung
Paceklik) tetapi dengan berjalannya waktu hampir disemua tempat pada nagari contoh
sudah tidak adalagi terdapat lumbung padi, karena menurut informasi masyarakat,
budaya itu sudah terpinggirkan dengan adanya KUD (Koperasi Unit Desa) dan
ditambah dengan pemenuhan kebutuhan yang semakin tinggi sehingga tidak dapat atau
tidak sampai untuk ditabung. Padahal keberadaan KUD pada masa sekarang tidak sama
dengan lumbung padi pada masa lalu. Sehingga penyimpanan padi hanya dilaksanakan
pada masing-masing individu atau masyarakat.
Modal sosial itu sendiri tidak dibangun hanya oleh satu individu, melainkan
akan terletak pada kecenderungan yang tumbuh dalam suatu kelompok untuk
bersosialisasi sebagai bagian penting dari nilai-nilai yang melekat dalam suatu
kelompok. Masyarakat selalu berhubungan sosial dengan masyarakat yang lain melalui
berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan seperti yang diungkapkan oleh
ISSN 1858-3717
18
Polibisnis, Volume 4 No. 1 April 2012
Jousairi (2006;9) yang dilakukan atas prinsip kesukarelaan (voluntary), kesamaan
(eguality), kebebasan (freedom) dan keadaban (civility). Menyangkut modal social ini
parftisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam pembangunan, baik partisipasi yang
bersifat moril maupun bersifat materil. Partisipasi masyarakat didalam kelompok
dipengaruhi oleh kemampuan, kemauan dan kesempatan yang ada didalam kelompok.
Untuk lebih jelas berjalannya unsur modal sosial dan kecendrungan modal sosial
di dalam 6 (enam) kelompok tani dapat dilihat pada tabel 3.1:
Tabel 3.1. Kecendrungan Berjalannya Modal Sosial Dalam Kelompok Tani
MS
Partisipasi
Trust/
Norma
Resiprocity
Kel. Tani
dalam
Kepercayaan
Jaringan
Kecendrungan Kecendrungan
Kecendrungan Kecendrungan
Karatau
Kuat
Kuat
Kuat
Kuat
Sakato
Kecendrungan Kecendrungan
Kecendrungan Kecendrungan
HSBP
Kuat
Sedang
Kuat
Kuat
Kecendrungan Kecendrungan
Kecendrungan Kecendrungan
Sawah
Kuat
Kuat
Kuat
Kuat
Pudiang
Kecendrungan Kecendrungan
Kecendrungan Kecendrungan
Tamasu
Kuat
Sedang
Kuat
Kuat
Harapan
Kecendrungan Kecendrungan
Kalumpang Kecendrungan Kecendrungan
Lemah
Lemah
Lemah
Lemah
Kecendrungan Kecendrungan
Kecendrungan Kecendrungan
Maju
Lemah
Lemah
Lemah
Lemah
Bersama
Berdasarkan Tabel 3.1 diketahui bahwa dalam kelompok tani tidak semua unsur
modal sosial dapat berjalan seperti yang diharapkan. Setiap kelompok tani tidak semua
unsur modal sosial itu sama dalam pelaksanaannya. Seperti unsur modal sosial
partisipasi dalam jaringan ada empat kelompok tani yang mempunyai kecendrungan
pemakaian modal sosial yang kuat yaitu Kelompok Tani Karatau Sakato, Kelompok
Tani Hamparan Sawah Batu Payek, Kelompok Tani Sawah Pudiang, dan Kelompok
Tani Tamasu Harapan dan untuk dua kelompok tani lagi yaitu Kelompok Tani
Kalumpang dan Kelompok Tani Maju Bersama pemakaian unsur modal sosial
partisipasi dalam jaringan oleh anggotanya mempunyai kecendrungan lemah.
Sedangkan untuk pemakaian unsur modal sosial Trust atau Kepercayaan terdapat
beragam kecendrungan pada kelompok tani, yang mana untuk kelompok tani yang
mempunyai kecendrungan kuat adalah Kelompok Tani Karatau Sakato dan Kelompok
Tani Sawah Pudiang, dan kelompok tani yang mempunyai kecendrungan sedang dalam
melaksanakan unsur modal sosial ini adalah Kelompok Tani Hamparan Sawah Batu
Payek dan Kelompok Tani Tamasu Harapan.
Sedangkan kelompok tani yang mempunyai kecendrungan lemah adalah
Kelompok Tani Kalumpang dan Kelompok Tani Maju Bersama. Selanjutnya untuk
unsur modal sosial norma empat kelompok tani selama ini anggotanya dapat
menjalankannya dengan baik atau mempunyai kecendrungan kuat, yaitu Kelompok
Tani Karatau Sakato, Kelompok Tani Hamparan Sawah Batu Payek, Kelompok Tani
Sawah Pudiang dan Kelompok Tani Tamasu Harapan sedangkan untuk Kelompok Tani
Kalumpang dan Kelompok Tani Maju Bersama mempunyai kecendrungan lemah.
Untuk unsur modal sosial Resiprtocity pelaksanaannya oleh kelompok tani sama dengan
unsur modal sosial Norma.
ISSN 1858-3717
19
Polibisnis, Volume 4 No. 1 April 2012
3.3. Kontribusi Program Pemerintah dalam Menguatkan Modal Sosial serta
Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Keberhasilan dan Kegagalan Modal
Sosial.
Kontribusi program pemerintah yang diberikan melalui kelompok tani akan
dapat meningkatkan modal sosial yang ada di dalam kelompok tani sehingga akan dapat
meningkatkan usaha kelompok tani untuk lebih maju dan berkembang lagi.
Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Keberhasilan Penguatan Modal Sosial dalam
Kelompok Tani dengan adanya Program Pemerintah.
Dari enam kelompok tani yang diteliti, menurut kesimpulan penulis ada 4
kelompok tani yang dapat dikatakan sudah berhasil dalam membangun modal sosial
yang kecendrungannya kuat didalam kelompoknya, diantaranya kelompok tani Karatau
Sakato, Hamparan Sawah Batu Payek, Sawah Pudiang dan Kelompok Tani Tamasu
Harapan. Kecendrungan kuatnya modal sosial pada ke 4 kelompok tani itu dibuktikan
dengan hampir semua unsur yang membangun modal sosial itu dilakukan didalam
kelompok tani dengan baik. Jika dilihat dan ditelusuri ternyata ada beberapa faktor yang
meyebabkan keberhasilan kuat modal sosial yang ada dalam kelompoknya, diantaranya:
1. Keikutan anggota dalam kelompok didasari oleh keinginan dari anggota
kelompok atau individu itu sendiri untuk maju tanpa keterpaksaan dari pihak
manapun.
2. Program Pemerintah yang diberikan kepada anggota kelompok selama ini telah
diiringi dengan cara-cara yang terstruktur sehingga mereka mendapatkan ilmu
yang dapat mereka serap untuk membantu mereka dalam melaksanakan kegiatan
usahataninya. Ini dapat dilakukan dengan adanya penyuluhan-penyuluhan yang
diberikan petugas PPL sesusai dengan kebutuhan anggota kelompok tani selama
ini.
3. Rasa sosial yang ada didalam kelompok harus dapat diberikan motivasi oleh
pemerintah, misalnya dengan mempermudah kesulitan-kesulitan mereka
didalam melakukan kegiatan usahataninya. Pemerintah bisa memberikan
bantuan modal melalui dana bergulir, atau membangun irigasi untuk aliran
sawah atau kegiatan usahatani lainnya.
4. Yang paling terlihat dalam kelompok tani-kelompok tani diatas adalah trust atau
kepercayaan yang tinggi didalam kelompok, baik kepercayaan dengan
pemerintah, kepercayaan kepada ketua kelompok maupun kepercayaan dengan
sesama anggota kelompok. Karena menurut beberapa literatur yang penulis baca
unsur modal sosial trust merupakan unsur yang sangat penting didalam modal
sosial.
5. Kelompok tani-kelompok tani diatas didalam melakukan kegiatan usahataninya
sebahagian bersar telah didukung oleh sarana yang cukup didalam melaksanakan
kegiatannya.
6. Selain hal-hal diatas yang menyebabkan penguatan modal sosial didalam
kelompok adalah rasa gotong-royong dan peduli yang kuat terhadap sesama
anggota kelompok dan juga didasari oleh tingkat ketuhanan anggota yang sangat
kuat, sehingga didalam membangun kelompoknya nilai agama juga
mempengaruhi modal sosial anggota atau kelompok.
7. Latar belakang penduduk atau masyarakat pada daerah penelitian umumnya
adalah petani sehingga jika ada program-program yang diberikan pemerintah
mereka sangat antusias dalam melaksanakannya.
Berdasarkan hasil yang didapat peneliti dilapangan penguatan modal sosial
didalam kelompok hanya sedikit dipengaruhi oleh faktor ketokohan dari ketua
kelompoknya dan yang punya pengaruh besar adalah tingkat sosial individu anggota
ISSN 1858-3717
20
Polibisnis, Volume 4 No. 1 April 2012
kelompok itu sendiri. Karena pada kelompok tani yang punya modal sosial yang
kecendrungannya rendah ternyata mempunyai seorang ketua kelompok tani yang justru
pernah
mempunyai suatu jabatan sebagai kepala desa yang sangat disegani
didaerahnya. Jadi disini dapat dikatakan modal sosial itu dinilai adalah kelompok bukan
individunya sehingga untuk dapat mencapai tujuan kelompok memang didasarkan atas
kesadaran yang ada pada individu anggotanya untuk membangun kelompok.
Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Penguatan Modal Sosial didalam
Kelompok Tani dengan adanya Program Pemerintah.
Hasil penelitian yang penulis lakukan didaerah studi, terdapat 2 kelompok tani
yang memiliki modal sosial yang kecendrungannya rendah yaitu kelompok tani
kalumpang dan kelompok tani maju bersama, hasil dari penelitian penulis
menyimpulkan bahwa kegagalan penguatan modal sosial didalam kelompok disebabkan
oleh :
1. Kelompok tani yang dibentuk keanggotaannya tidak didasari oleh keinginan
sendiri oleh anggota atau individu tetapi lebih dimotivasi oleh keuntungankeuntungan sesaat yang didapat dari program pemerintah.
2. Kesadaran anggota untuk maju dengan adanya bantuan atau program yang
diberikan pemerintah kurang.
3. Rasa trust masyarakat didaerah kelompok tani kurang, padahal seperti kita
ketahui unsur trust merupan unsur modal sosial yang paling utama dan sangat
penting sekali untuk dibangun baik dalam diri individu maupun didalam
kelompok
4. Selama ini karena akses yang kuat masyarakat ini pada pemerintah sehingga jika
ada program-program pemerintah, kelompoktani ini mendapatkannya dengan
mudah sehingga penghargaan untuk maju dan keinginan untuk berusaha kurang
dengan adanya program pemerintah.
Dari pemaparan diatas dapat dilihat rendahnya kecendrungan modal sosial
didalam kelompok tani ini terlihat dari tidak terpakainya unsur modal sosial oleh
anggota baik di dalam kegiatan kelompok maupun di dalam kegiatan lainnya oleh
anggota kelompok. faktor-faktor yang dapat melunturkan modal sosial pada kelompok
ini adalah:
1. Terbatasnya ilmu atau pengetahuan yang diberikan oleh petugas PPL kepada
anggota kelompok.
2. Adanya aturan pemerintah yang membuat berkurangnya rasa sosial anggota
atau kelompok.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mendukung
meningkatnya modal sosial didalam kelompok sangat dipengaruhi oleh kebiasaan dan
budaya masyarakat sekitarnya, artinya kultur budaya daerah sangat mempengaruhi
modal sosial didalam kelompok.
4. SIMPULAN DAN SARAN
4.1. Simpulan
Hasil yang dicapai dari indikator variabel partisipasi dalam melakukan jaringan
dalam organisasi sosial sangat baik terdapat dalam kelompok tani Karatau Sakato dan
kelompok tani Sawah Pudiang serta kelompok tani Hamparan Sawah Batu Payek.
Setelah itu disusul oleh kelompok tani Tamasu Harapan yang mana Partisipasi dalam
melakukan jaringan dalam organisasi sosial sebahagian besar anggota sudah
menjalankannya dengan baik dan hanya ada beberapa anggota yang kurang dalam
melakukannya. Tapi jika itu tidak ditingkatkan akan dapat mengganggu kelompok
untuk maju. Karena jika nilai-nilai yang ada dalam unsur partisipasi dalam melakukan
ISSN 1858-3717
21
Polibisnis, Volume 4 No. 1 April 2012
jaringan organisasi sosial itu dapat dilakukan dengan baik dalam kelompok akan dapat
membuat kelompok lebih maju dan membawa anggota kepada kesejahteraan dan
mandiri. Dan untuk kelompok tani Kalumpang dan Maju Bersama tidak terlihat
berjalannya partisipasi dalam melakukan jaringan dalam organisasi sosial atau dapat
disimpulkan tidak berjalannya nilai-nilai ini dalam kelompok tani sehingga modal sosial
untuk unsur ini dapat dikatakan kurang dalam kelompok tani ini.
Sedangkan hasil yang dicapai untuk indikator variabel Kepercayaan atau Trust
antar sesama, untuk kelompok tani Karatau Sakato dan Sawah Pudiang berjalan dengan
sangat baik sekali, semua nilai-nilai yang ada dalam variabel ini seperti tingkat
kepercayaan terhadap sesama, kepercayaan terhadap norma yang berlaku serta
kepercayaan terhadap tokoh masyarakat dan pemerintah dijalankan dengan baik oleh
semua anggota kelompok didalam melaksanakan kegiatan kelompok ini. Kemudian
disusul oleh kelompok tani Hamparan Sawah Batu Payek, pada umumnya anggotanya
melaksanakannya nilai-nilai Trust ini cuma disini mengenai nilai kepercayaan terhadap
pemerintah khusunya masalah ilmu yang disampaikan para anggota agak ragu sehingga
dalam melakukan kegiatan penanaman padi para anggota tidak melaksanakan himbauan
petugas PPL dengan sepenuh hati. Begitu juga halnya dengan kelompok tani Tamasu
Harapan mengalami masalah yang sama dengan kelompok tani Hamparan Sawah Batu
Payek. Dan untuk kelompok tani kalumpang dan Maju bersama modal sosial mengenai
Trust tidak berjalan sama sekali atau modal sosisal mengenai kepercayaan pada dua
kelompok tani ini kurang.
Hasil yang dicapai untuk indikator variabel ketaatan terhadap norma didalam
kelompok tani terdapat 4 kelompok tani yaitu kelompok tani Karatau Sakato, Kelompok
Tani Hamparan Sawah Batu Payek, Kelompok Tani Sawah Pudiang dan kelompok Tani
Tamasu Harapan berjalan dengan baik atau dikatakan baik sekali pelaksanaannya
didalam kelompok. Semua anggota menjalankannya dengan baik dan pelaksanaanya
sudah melibatkan semua nilai-nilai yang ada didalam norma sosial ini. Sedangkan untuk
kelompok tani Kalumpang dan kelompok tani Maju Bersama pelaksanaan Norma ini
kurang dan ini terbukti dari diskusi yang dilaksanakan dengan anggota umumnya
anggota tidak ada melaksanakan nilai-nilai yang terdapat dalam norma ini dan dapat
disimpulkan bahwa modal sosial mengenai ketaatan terhadap norma sosial didalam
kelompok tidak terlihat atau kurang. Mungkin ini bisa disebabakan oleh beberapa faktor
seperti kurangnya kesadaran anggota dalam menjalankan atau memajukan kelompok
dan juga dipengaruhi oleh latar belakang masyarakat daerah ini yang tidak petani
sehingga tidak ada motivasi dari anggota untuk memajukan kelompoknya.
Hasil dari indikator variabel Reprocity atau kepedulian terhadap sesama untuk
kelompok tani Karatau Sakato, kelompok tani Hamparan Sawah Batu Payek, kelompok
tani Sawah Pudiang dan kelompok Tani Tamasu Harapan berjalan sangat baik, semua
nilai-nilai yang terdapat didalam variabel dilaksanakannyu dengan baik oleh kelompokkelompok ini. Sedangkan didalam kelompok tani Kalumpang dan kelompok tani Maju
Bersama tidak terdapat berjalannya variabel Reprocity ini. Nilai-nilai yang ada didalam
unsur modal sosial mengenai reprocity ini tidak ada dilaksanakannya didalam
kelompok.
Melihat enam kelompok tani yang ada pada tiga nagari di Kecamatan Rambatan,
empat kelompok tani sudah menjalankan hampir seluruh unsur modal sosial sedangkan
dua kelompok tani lagi belum. Pada empat kelompok tani yang sudah menjalankan
hampir seluruhnya unsur modal sosial terbukti didalam menjalankan kehidupan
individual ataupun bermasyarakat tidak ada masalah bahkan dilihat dari segi
pemenuhan kebutuhan (ekonomi) anggota sudah lebih baik dibandingkan kelompok tani
ISSN 1858-3717
22
Polibisnis, Volume 4 No. 1 April 2012
yang belum melaksanakan unsur modal sosial. Berjalannya modal sosial di dalam
kelompok tani tidak terlepas dari dukungan budaya dan sosial masyarakat setempat.
4.2. Saran
1. Berbagai program pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah akan jauh lebih
efektif jika dilakukan dengan mempertimbangkan modal sosial masyarakat
setempat. Selama ini pemerintah dalam membuat perencanaan dalam pembangunan
khsususnya masyarakat pedesaan justru lebih mengedepankan pembangunan fisik
tetapi tidak ada yang menggali potensi modal sosial dalam menjalankan
pembangunan. Selama ini jika ada terjadi perbaikan jembatan sebagai akses dalam
pembangunan selalu di hitung finansialnya tetapi kurang membangun unsur modal
sosial untuk kedepannya padahal dengan modal sosial masyarakat akan bekerjasama
menjaga infrasruktur, jika ini tidak dilakukan maka masyarakat merasa masyarakat
tidak diperlukan lagi dalam pembangunan khususnya modal sosial yang ada didalam
daerah tersebut lambat laun juga akan mati.
2. Didalam melaksanakan programnya (khusus untuk kelompok tani) sebaiknya
pemerintah bekerjasama dengan perguruan tinggi. Karena di dalam penelitian yang
peneliti lakukan justru masyarakat sangat menginginkan perguruan tinggi ikut di
dalam memberikan dan bekerjasama dalam melakukan pembangunan yang selama
ini justru belum dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah. Contoh di dalam kelompok
tani menginginkan adanya pelatihan yang diberikan oleh perguruan tinggi mengenai
bagaimana menanam komunitas dengan baik dan benar karena selama ini mereka
hanya mendapatkan dari PPL yang menurut petani justru ilmunya tidak dapat
memecahkan masalah yang dihadapi.
3. Pemerintah didalam memberikan programnya pada kelompok tani sebaiknya ada
evaluasi yang benar sehingga programnya bisa tepat sasaran. Selama ini didalam
programnya pemerintah hanya mementingkan banyaknya program yang dapat
dilalkukan tetapi jarang yang mengevaluasi terhadap program yang dilakukan. Ini
sangat berbahaya jika dikaitkan image masyarakat terhadap program pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Coleman, J. 1988. Sosial Capital in the Creation of Human Capital. American Journal
of Sociology 94 (Supplement): S95-S120
Hasbullah, J. 2006. Sosial Capital. Jakarta : MR-United Press
Manor, J.1999.The Political Economy of Democratic Decentralization. Washington :
The Workd Bank
Putnam, R.D. (1993). The prosperous community: social capital and public life.
American Prospect, 13: 35-42.
Putnam, R.D. (1995). Bowling alone: America’s declining social capital. Journal of
Democracy: 1-8
Pranaji., 2006., Jurnal “Penguatan modal sosial dalam pemberdayaan masyarakat
pedesaan dalam pengelolaan lahan kering)., Pusat Analisis Sosial Ekonomi
dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161
Singarimbun dan Efendi., 1989., Bahasa dan Sastra dalam Berbagai Perspektif.
Yogyakarta: UNY dan Tiara Wacana.
Setiono, B. G. 2002. Tionghoa dalam Pusaran Politik. Jakarta: Elkasa.
Usman, S. 2004. Politik Pangan. Yogyakarta : Centre For Indonesia Reasearch and
Development (CIRED)
Wilensky, M. 1999. The Political Economy of Lokal Food Policy. London : MC Millan
Ltd
ISSN 1858-3717
23
Download