Modul Filsafat Ilmu dan Logika [TM1]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
FILSAFAT
ILMU DAN
LOGIKA
PENDAHULUAN
Fakultas
Fakultas
Psikologi
Program
Studi
Tatap
Muka
01
Abstract
Philosophy emerged in the Greek region about two
thousand five hundred years ago as an effort to
seek the truth. This is an important moment for the
birth of science. Philosophy is the mother of
science. Science is essentially an attempt to help
human solve the problem. Science should benefit
humans’ life. However, due to the development of
science is very rapid paradigm change, not more
science to human, but human for the sciences..
Kode MK
Disusun Oleh
Kode MK
Masyhar, MA
Kompetensi
Mengerti tentang alam filsafat yang
menyangkut asal usul, asas-asas,
peranan,
kegunaan,
metode
serta
cabang-cabang dan aliran-aliran filsafat
Mampu berfilsafat berdasarkan metode
yang digunakan
A. Pengertian filsafat
Seorang yang berfilsafat digambarkan oleh Jujun S. Suriasumantri seperti orang
yang berpijak di bumi sedang tengadah memandang bintang-bintang di langit. Dia ingin
mengetahui hakekat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Seorang yang berdiri di puncak
bukit, memandang ke ngarai dan lembah di bawahnya, dia ingin menyimak kehadirannya
dengan kesemestaan yang ditatapnya (Jujun Sriasumantri, 1996: 2). Berfilsafat juga dapat
digambarkan ketika ada pertanyaan seorang bocah berumur empat tahun yang
menanyakan soal-soal luar biasa yang keluar seperti, Ia menanyakan "bagaimana dunia ini
bermula?", atau "benda-benda itu itu terbuat dari apa?", atau "apa yang terjadi pada
seseorang jika ia mati?" (Harold H. Titus dkk., 1984: 5). Gambaran dan pertanyaanpertanyaan di atas akan membawa, menuntun, dan mengantarkan seseorang pada dunia
pemikiran yang sangat mendasar dan substansial. Ketika seseorang memikirkan dan
berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, tanpa disadarinya bahwa ia sedang
berfilsafat.
Menurut Titus, kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang
sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, baik dan buruk, benar dan salah, keindahan dan
kejelekan, dan sebagainya (Harold H. Titus dkk., 1984: 10-11). Untuk bisa mengetahui dan
menjelaskan hakekat hal-hal tersebut, dibutuhkan suatu pemikiran dan perenungan, yang
dapat disebut sebagai berpikir filsafati.
Filsafat secara bahasa berasal dari bahasa Yunani philosophia (cinta akan
kebijaksanaan) philos (cinta: persahabatan, tertarik kepada), (shophos: kebijaksanaan,
pengetahuan, ketrampilan, pengalaman praktis intelegensia).(Bagus,2000:242). Dalam
tradisi filsafat Arab, filsafat sering diterjemahkan dengan falsafat, dan hikmah.(Nasr,2001:
23). Sedangkan secara istilah filsafat mempunyai banyak definisi tergantung dari tokoh yang
mendefinisikan. Definisi tersebut antara lain
a. Usaha manusia dengan akalnya untuk memperoleh suatu pandangan dunia dan
hidup yang memuaskan hati.(Hadiwijono,1980:8).
b. Poedjawiyatna mendefinisikan filsafat dengan sejenis pengetahuan yang
berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu yang
berdasarkan pikiran belaka (Poedjawijatna,1974: 11)
c. Cicero (106–043 SM) menyatakan filsafat ialah ibu dari semua ilmu pengetahuan
lainnya. Filsafat ialah ilmu pengetahuan terluhur dan keinginan untuk
mendapatkannya
d. Plato mendefinisikan dengan pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran
asli.
2016
2
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
e. Aristoteles mengartikan dengan pengetahuan yang meliputi kebenaran yang
tergabung di dalamnya metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik dan lain
sebagainya.
f.
Al-Farabi: Filsafat adalah pengetahuan tentang alam wujud bagaimana hakekat
sebenarnya.(Tafsir, 1990: 10)
g. Descartes (1596–1650), filsafat ialah kumpulan segala pengetahuan di mana
Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya.
h. Immanuel Kant (1724–1804) berpendapat filsafat ialah ilmu pengetahuan yang
menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya 4
persoalan: a. Apakah yang dapat kita ketahui? b. Apakah yang seharusnya kita
erjakan?. c. Sampai di manakah harapan kita? d. Apakah yang dinamakan
manusia itu?
Pengertian filsafat seperti di atas, sebenarnya masih banyak lagi tergantung cara
melihat atau sudut pandangnya. Namun, secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk
memahami segala sesuatu secara sistematis, radikal, dan kritis. Artinya, filsafat merupakan
sebuah proses bukan sebuah produk. Proses yang dilakukan adalah berpikir kritis yaitu
usaha secara aktif, sistematis, dan mengikuti pronsip-prinsip logika untuk mengerti dan
mengevaluasi suatu informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu diterima atau
ditolak. Dengan demikian filsafat akan terus berubah hingga satu titik tertentu (Takwin,
2001).
Berikut adalah beberapa definisi filsafat yang lain yang dapat dijadikan bahan
pertimbangan bagi para mahasiswa yang ingin memahami filsafat
Pertama, filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan
dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi ini merupakan arti yang informal
tentang filsafat atau kata-kata "mempunyai filsafat", misalnya ketika seseorang berkata:
"Filsafat saya adalah...", ia menunjukkan sikapnya yang informal terhadap apa yang
dibicarakan.
Jika seseorang mengalami suatu krisis atau pengalaman yang luar biasa, kemudian
ditanyakan
kepadanya:
"bagaimana
pengaruh
kejadian
itu?",
"bagaimana
ia
menghadapinya?". Kadang-kadang jawabannya adalah: "ia menerima hal itu secara
falsafiah". Ini berarti bahwa ia melihat problema tersebut dalam perspektif yang luas, atau
sebagai suatu bagian dari susunan yang lebih besar. Oleh karena itu, ia menghadapi situasi
itu secara tenang dan dengan berpikir, dengan keseimbangan dan rasa tenteram.
Kedua, filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan
sikap yang sangat dijunjung tinggi. Ini adalah arti yang formal dari "berfilsafat". Dua arti
filsafat, "memiliki dan melakukan", tidak dapat dipisahkan sepenuhnya satu dari lainnya.
Oleh karena itu, jika tidak memiliki suatu filsafat dalam arti yang formal dan personal,
2016
3
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
seseorang tidak akan dapat melakukan filsafat dalam arti kritik dan reflektif (reflective
sense). Suatu sikap falsafi yang benar adalah sikap yang kritis dan mencari. Sikap itu
adalah sikap terbuka, toleran, dan mau melihat segala sudut persoalan tanpa prasangka.
Berfilsafat tidak hanya berarti "membaca dan mengetahui filsafat". Seseorang memerlukan
kebolehan berargumentasi, memakai teknik analisa, dan mengetahui sejumlah bahan
pengetahuan, sehingga ia dapat memikirkan dan merasakan secara falsafi. Ahli filsafat
selalu bersifat berpikir dan kritis. Mereka melakukan pemeriksaan kedua (a second look)
terhadap bahan-bahan yang disajikan oleh faham orang awam (common sense). Mereka
mencoba untuk memikirkan bermacam-macam problema kehidupan dan menghadapi faktafakta yang ada hubungannya dengan itu. Memiliki pengetahuan banyak tidak dengan
sendirinya akan mendorong dan menjamin seseorang untuk memahami, karena
pengetahuan banyak belum tentu mengajar akal untuk mengadakan evaluasi kritis terhadap
fakta-fakta yang memerlukan pertimbangan (judment) yang bersifat konsisten dan koheren.
Evaluasi-evaluasi kritis sering berbeda.
Ketiga, filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. Filsafat
berusaha untuk mengkombinasikan hasil bermacam-macam sains dan pengalaman
kemanusiaan sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam. Seorang ahli
filsafat ingin melihat kehidupan, tidak dengan pandangan seorang saintis, seorang
pengusaha atau seorang seniman, akan tetapi dengan pandangan yang menyeluruh,
mengatasi pandangan-pandangan yang parsial.
Dalam membicarakan filsafat spekulatif (speculative philosophy) yang dibedakan dari
filsafat kritik (critical philosophy), C.D. Broad mengatakan: "maksud dari filsafat spekulatif
adalah untuk mengambil alih hasil-hasil sains yang bermacam-macam, dan menambahnya
dengan hasil pengalaman keagamaan dan budi pekerti. Dengan cara ini diharapkan akan
dapat sampai pada suatu kesimpulan tentang watak alam ini serta kedudukan dan prospek
manusia di dalamnya". Tugas dari filsafat adalah untuk memberikan pandangan dari
keseluruhan, kehidupan, dan pandangan tentang alam, dan untuk mengintegrasikan
pengetahuan sains dengan pengetahuan disiplin-disipllin lain agar mendapatkan suatu
keseluruhan yang konsisten. Menurut pandangan ini, filsafat berusaha membawa hasil
penyelidikan manusia kepada suatu pandangan yang terpadu, sehingga dapat memberi
pengetahuan dan pandangan yang mendalam bagi kehidupan manusia.
Keempat, filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang
arti kata dan konsep. Memang ini merupakan fungsi filsafat. Hampir semua ahli filsafat telah
memakai metoda analisa serta berusaha untuk menjelaskan arti istilah-istilah dan
pemakaian bahasa. Tetapi ada sekelompok ahli filsafat yang menganggap hal tersebut
sebagai tugas pokok dari filsafat bahkan ada golongan kecil yang menganggap hal tersebut
sebagai satu-satunya fungsi yang sah dari filsafat. Kelompok ini menganggap filsafat
2016
4
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
sebagai suatu bidang khusus yang mengabdi kepada sains dan membantu menjelaskan
bahasa, dan bukannya suatu bidang yang luas yang memikirkan segala pengalaman
kehidupan. Pandangan seperti ini merupakan hal baru dan telah memperoleh dukungan
yang besar pada abad ke-20. Pandangan ini akan membatasi apa yang dinamakan
pengetahuan (knowledge) kepada pernyataan (statement) tentang fakta-fakta yang dapat
dilihat serta hubungan-hubungan antara keduanya, yakni urusan sains yang beraneka
macam. Memang ahli-ahli analisis bahasa (linguistic analysis) tidak membatasi pengetahuan
sesempit itu. Memang betul mereka itu menolak dan berusaha untuk membersihkan
bermacam-macam pernyataan yang non-ilmiah (non scientific), akan tetapi banyak di antara
mereka yang berpendapat bahwa manusia dapat memiliki pengetahuan tentang prinsipprinsip etika dan sebagainya yang dihasilkan dari pengalaman. Mereka yang memilih
pandangan yang lebih sempit, mengabaikan, walaupun tidak mengingkari, semua
pandangan yang menyeluruh tentang dunia kehidupan, tentang filsafat moral yang
tradisional dan teologi. Dari segi pandangan yang lebih sempit ini tujuan filsafat adalah untuk
menonjolkan "kebauran dan omong kosong" serta untuk menjelaskan arti dan pemakaian
istilah-istilah dalam sains dan urusan sehari-hari.
Kelima, filsafat adalah sekumpulan probema-problema yang langsung yang
mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Filsafat mendorong penyelidikannya sampai kepada soal-soal yang paling mendalam dari
eksistensi manusia. Sebagian dari soal-soal filsafat pada zaman dahulu telah terjawab
dengan jawaban yang memuaskan kebanyakan ahli filsafat. Sebagai contoh, adanya ide
bawaan telah diingkari orang semenjak zamannya John Locke abad ke-17. Walaupun
begitu, banyak soal yang sudah terjawab hanya untuk sementara, dan ada juga problemaproblema yang belum terjawab.
B. Sejarah lahir filsafat
Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira kira abad ke-7 SM.
Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia,
dan lingkungan di sekitar. Mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk
mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang bertanya mengapa filsafat
muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea
(Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya
tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas. Orang Yunani
pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat
Turki.
2016
5
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pythagoras (572-497 SM) adalah orang yang pertama kali memakai kata
philosophia. Ketika beliau ditanya apakah ia sebagai seorang yang bijaksana, maka
pythagoras dengan rendah hati menyebut dirinya sebagai philosophos, yakni pencinta
kebijaksanaan (lover of wisdom). Banyak sumber yang menegaskan bahwa sophia
mengandung arti yang lebih luas dari kebijaksanaan, diantaranya adalah: (a) kerajinan, (b)
kebenaran pertama, (c) pengetahuan yang luas, (d) kebajikan intektual, (e) pertimbangan
yang sehat, (f) kecerdikan dalam memutuskan hal-hal praktis (Mudhofir, 2001).
Namun selain pendapat di atas yaitu mengenai kemunculan filsafat di Yunani, ada
pula yang beberapa pendapat yang membuktikan bahwa sebenarnya perkembangan filsafat
Yunani dipengengaruhi oleh perkembangan kebudayaan daerah-daerah yang berada
disekitarnya. Karena beberapa perkembangan awal peradaban Yunani kuno (sebelum abad
ke-5 M) tersebut pada dasarnya mendapatkan beberapa pengaruh dari kebudayaan Mesir
kuno, Mesepotamia dan Babilonia Munculnya peradaban baru di Yunani memang dirasakan
mengejutkan. Hal ini karena berbagai unsur yang membentuk peradaban sebenarnya sudah
hadir ribuan tahun sebelumnya di Mesir kuno dan Mesopotamia, dan dari sana menyebar ke
negeri-negeri tetangga. Peradaban Mesir dan Babilonia, yang berdiri di sekitar sungaisungai besar, pada dasarnya bersifat pertanian. Penyebaran peradaban ini dimungkinkan
karena adanya perdagangan, yang pada awalnya hampir seluruhnya bersifat maritim.
Penyebaran ini antara lain berlangsung lewat pelaut-pelaut dari Pulau Crete, yang lalu
sampai ke Yunani.
Perkembangan filsafat yang berasal dari kebudayaan Mesir kuno, Mesepotamia, dan
Babilonia memanglah tidak banyak ditemukan. Hal ini disebabkan kurang besarnya
pengaruh
pemikiran
filsafat
Babilonia
dalam
mempengaruhi
perkembangan
ilmu
pengetahuan di dunia Barat. Karena perkembangan filsafat Barat yang diajarkan di
universitas-universitas besar di Eropa dan daerah jajahan-jajahan mereka sangat
dipengaruhi oleh pemikiran falsafi orang Yunani kuno dengan filsuf-filusf besar mereka
seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles
adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain
hanyalah “Komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato
yang sangat besar pada sejarah filsafat.
Adapun faktor munculnya Filsafat di Yunani adalah sebagai berikut:
1. Mitologi
Bangsa Yunani seperti pada bangsa-bangsa sekitarnya, terdapat suatu mitologi yang
kaya serta luas. Mitologi ini dapat dianggap sebagai perintis yang mendahului filsafat.
Sebab, mite-mite sudah merupakan percobaan untuk dimengerti. Mite-mite ini sudah
memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang hidup dalam hati manusia seperti
2016
6
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pertanyaan di mana dunia kita? Dari mana kejadian-kejadian dalam alam? Apa sebab
matahari terbit, lalu terbenam lagi?
Melalui mite ini, manusia mencari kejelasan tentang asal usul alam semesta dan
tentang kejadian-kejadian yang berlangsung di dalamnya. Mite yang pertama, yang mencari
kejelasan tentang asal usul alam semesta sendiri biasanya disebut mite kosmogonis.
Sedangkan mite yeng kedua, yang yang mencari kejelasan tentang asal usul serta sifat
kejadian-kejadian dalam alam semesta disebut mite kosmologis.
Bangsa Yunani berusaha mengadakan dan menyusun mite-mite yeng diceritakan
oleh rakyat menjadi suatu keseluruhan yang sistematis. Dalam usaha itu sudah tampaklah
sifat rasional bangsa Yunani. Sebab, dengan mencari keseluruhan yang sistematis, mereka
sudah menyatakan keinginan untuk mengerti hubungan mite-mite satu sama lain, dan
menyingkirkan mite yang tidak dapat dicocokkan dengan mite lain. Salah satu usaha serupa
itu adalah syair HESIODOS (-) yang berjudul Theogonia.
Kumpulan mite-mite lainnya ada dalam lingkungan Orfisme, suatu aliran religius
yang konon didirikan oleh penyair ORPHEUS (-). Dan juga di sini bisa dikatakan bahwa
kumpulan mite-mite yang dikarang oleh PHEREKYDES (-) dari Syros. ARISTOTELES (-)
menamai orang-orang seperti Hesiodos dan Pherekydes dengan gelar theologoi (teologteolog) dan membedakan mereka dengan filsuf-filsuf sebelumnya.
2. Sastra Yunani
Kesusasteraan Yunani juga dianggap sebagai persiapan yang mempengaruhi
lahirnya filsafat di Yunani. Karya puisi HOMEROS (-) yang masing-masing berjudul Ilias dan
Odyssea, mempunyai kedudukan yang sangat istimewa dalam kesusasteraan Yunani.
Syair-syair ini lama juga digunakan sebagai semacam buku pendidikan untuk rakyat Yunani.
Dalam dialog Plato yang berjudul Politeia, Plato mengatakan bahwa Homeros telah
mendidik seluruh Hellas. Peranan syair-syair Homeros dalam kebudayaan Yunani kuno
dapat dibandingkan dengan peranan wayang dalam kebudayaan Jawa dulu. Puisi Homeros
pun banyak digemari oleh rakyat Yunani, untuk mengisi waktu luang, dan memang
mempunyai nilai edukatif.
Berabad-abad lamanya terdapat penyanyi-penyanyi (rhapsodes) yang bepergian dari
satu kota ke kota lain dalam seluruh dunia Yunani untuk mendeklamasikan syair-syair
Homeros itu. Para filsuf Yunani seringkali menyebut Homeros, biarpun mereka juga sering
mengemukakan kritik atas puisinya, terlebih XENOPHANES (-) dan PLATO (427-347 S.M.).
Aristoteles mengutip Homeros di samping filsuf-filsuf lainnya, terutama dalam hal Metafisika,
seakan-akan ia ingin menggolongkan Homeros pada filsuf-filsuf itu.
3. Ilmu Pengetahuan
2016
7
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Faktor ketiga adalah ilmu pengetahuan yang pada waktu itu sudah ada di Timur
Kuno. Bangsa Yunani tentu berhutang budi kepada bangsa-bangsa lain dalam menerima
beberapa unsur ilmu pengetahuan dari mereka.
Demikian juga ilmu ukur dan ilmu hitung, yang sebagian berasal dari Mesir.
Babylonia pasti juga mempengaruhi dalam ilmu astronomi di negeri Yunani. Namun, andil
dari bangsa-bangsa lain dalam perkembangan ilmu pengetahuan Yunani tidak boleh dilebihlebihkan. Bangsa Yunani telah mengolah unsur-unsur tersebut yang tidak pernah disangkasangka oleh bangsa Mesir dan Babylonia.
Sampai saat itu ilmu pengetahuan hanya dijalankan dalam konteks praktis.
HERODOTOS (-), sejarawan Yunani yang sudah ternama sejak abad ke-5 S.M.,
menceritakan bahwa ilmu ukur memang berkembang di Mesir, karena di sana tiap tahun
dirasakan keperluan untuk mengukur kembali tanah setelah banjir sungai Nil. Tidak mustahil
jika Herodotos benar dengan pendapatnya itu.
Di negeri Yunani; ilmu pasti, astronomi, dan ilmu pengetahuan, pada umumnya mulai
diprakekkan demi ilmu pengetahuan itu sendiri, bukan demi keuntungan yang letaknya di
luar ilmu pengetahuan itu. Kita tidak boleh melupakan bahwa orang Yunani hidup dalam
kemasyarakatan yang sama sekali berbeda dengan lingkungan sosial dimana orang Timur
Kuno hidup. Perbedaan ini mempunyai konsekuensi yang cukup besar untuk perkembangan
ilmu pengetahuan.
Pada bangsa-bangsa Timur Kuno, ilmu pengetahuan dipraktekkan dalam istanaistana, atas perintah dan di bawah pengawasan raja-raja. Tetapi orang Yunani, pada abad
ke-6 S.M. hidup dalam polis selaku orang merdeka.
C. Metode berfilsafat
Filsafat berangkat dari rasa heran, bertanya, dan memikirkan tentang asumsi-asumsi
yang fundamental, maka diperlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Problema-problema filsafat tidak dapat dipecahkan dengan
sekedar mengumpulkan fakta-fakta. Untuk mencapai tujuan tersebut, metoda dasar untuk
penyelidikan filsafat adalah metoda dialektika. Filsafat berlangsug dengan mengikuti
dialektika argumentasi. Istilah dialektika menunjukkan proses berpikir yang berasal dari
Socrates. Menurut Socrates, cara yang paling baik untuk mendapatkan pengetahuan yang
diandalkan adalah dengan melakukan pembicaraan yang teratur (disciplined conversation)
dengan memainkan peranan seorang intellectual midwife (orang yang memberi dorongan
atau rangsangan kepada seseorang untuk melahirkan pengetahuan yang terpendam dalam
pikiran). Metoda yang dipakai Socrates dinamakan dialektika. Proses dialektika adalah
dialog antara dua pendirian yang bertentangan. Socrates dan filosof-filosof yang datang
2016
8
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kemudian berkeyakinan bahwa dengan proses dialog di mana setiap peserta dalam
pembicaraan akan terpaksa untuk menjelaskan idenya. Hasil terakhir dari pembicaraan
tersebut akan merupakan pernyataan tentang apa yang dimaksudkan. Hal penting adalah
bahwa dialektika itu merupakan perkembangan pemikiran dengan memakai pertemuan
(interplay) antar ide.
Pemikiran dialektika atau metoda dialektika berusaha untuk mengembangkan suatu
contoh argumen yang di dalamnya terjalin implikasi bermacam-macam proses (sikap) yang
saling mempengaruhi. Argumen tersebut akan menunjukkan bahwa tiap-tiap proses (sikap)
tidak menyajikan pemahaman yang sempurna tentang kebenaran. Dengan dialektika timbul
pandangan dan alternatif yang baru. Tiap tahap dari dialektika akan memasuki lebih dalam
kepada problema asli, dan dengan begitu ada kemungkinan untuk lebih mendekati
kebenaran. Dengan menggunakan metoda dialektika akan lebih mendekati kebenaran, akan
tetapi sesungguhnya tidak jarang problema filsafat, belum juga terpecahkan. Dengan
metoda dialektika setidaknya akan sampai kepada pemecahan sementara, ada jawabanjawaban yang tampak lebih memuaskan, tetapi ada juga jawaban yang harus dibuang.
Metode yang dapat digunakan lagi dalam berfilsafat adalah Metode intuisi (suara hati
atau keimanan atau tenaga rohani yang berbeda dengan akal) ini pertama kali dilontarkan
oleh Plotinus. Dengan metode ini plotinus melahirkan teori emanasi,[8] yang juga
bepengaruh pada filsafat Islam. Emanasi merupakan sebuah teori yang cukup berani,
karena para filsuf sebelumnya tidak mampu dan takut untuk melontarkan teori ini. Kosmologi
Palotinus memang cukup tinggi terutama dalam hal spekulasi dan imajinasinya, semenatara
itu pandangan mistis merupakan ciri filsafatnya. Tujuan filsafat Plotinus adalah tercapainya
kebersatuan dengan Tuhan yang ditempuh melalui cara : pertama-tama mengenal alam
lewat indera yang kemudian bisa ke tingkat mengenal Tuhan, lalu menuju jiwa dunia dan
terakhir baru menuju jiwa illahi.
Jawaban Thales bahwa bahan alam semesta adalah air – termasuk jawaban lain
yang katanya berasal dari udara, tanah dan api – dianggap belum memuaskan manusia,
karena pertanyaan lebih berbobot daripada jawabannya. Pada kira-kira 800 tahun
kemudina, muncullah Ptlotinus menyusun jawaban yang lumayan, yaitu yang dikenal
dengan teori emanasi. Menurut Plaotinus alam semesta ini tercipta dari pancaran dan
berasal dari Tuhan. Tuhan dalam pandangannya tidak terbagi-bagi dan tidak mengandung
arti banyak. Yang banyak (makhluk) ini mengalir lewat proses emanasi, yakni hanya satu
yang bisa keluar dari yang satu (The One). Plotinus kemudian menegaskan bahwa hanya
ada Satu yang wajib ada, sederhana dan absolut.
The One atau Yang Esa tersebut menurut Plotinus adalah seuatu realitas yang tidak
mungkin dpat dipahami melalui metode sains dan logika, karena ia berada di luar eksistensi
dan di luar segala nilai, sehingga apabila seseorang mencoba untuk mendefinisikanya
2016
9
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
niscaya akan gagal. The One atau Yang Esa merupakan puncak segala yang ada, cahaya
di atas cahaya yang tidak mungkin diketahui esensinya, sekalipun oleh orang yang merasa
memiliki pengetahuan ketuhanan cukup tinggi. Seseorang hanya dapat mengetahui bahwa
Ia adalah pokok atau prinsip yang berada di belakang akal dan jiwa. Dia tidak dapat
dideteksi melalui penginderaan dan tidak dapat dipahami lewat pemikiran logis, tapi hanya
dapat dihayati melalui intuisi (hati nurani atau keimanan). Dari teori emansi itu, Plotinus juga
melontarkan ajaran tentang reinkarnasi yaitu keyakinan akan penyatuan kembali jiwa
manusia dengan Tuhan (The One). Reinkarnasi ini ditentukan oleh perilaku dan tindakan
manusia selama hidup di dunia. Jiwa yang bersih tidak ada lagi kaitannya dengan dunia, dia
akan kembali menyatu dengan Tuhan. Sedangkan jiwa yang kotor harus hidup kembali ke
dalam kehidupan yang lebih rendah seperti kepada orang jahat, hewan atau tumbuhan,
sesuai dengan tindakan kejahatan jiwa itu sendiri
Selain itu, Rene Descartes juga membahas mengenai asas berfilsafat sehingga
mencapai kebenaran sesungguhnya. Asas tersebut adalah
1) Dalam penyelesaian masalah tidak boleh menerima begitu saja hal-hal yang
belum diyakini kebenarannya.
2) Menganalisis dan mengklarifikasikan setiap permasalahan melalui pengujian yang
teliti kedalam sebanyak mungkin bagian yang diperlukan bagi pemecahan yang
adequat (memadai).
3) Menggunakan pikiran dengan cara diawali dengan menganalisis sasaran-sasaran
yang paling sederhana dan paling mudah untuk diungkapkan.
4) Dalam setiap permasalahan dibuat uraian yang sempurna serta dilakukan
peninjauan kembali secara umum.
D. Karasteristik atau Sifat Dasar Filsafat
a. Berfikir Radikal
Berfilsafat berarti berfikir secara radikal. Para filosuf adalah para pemikir radikal,
sehingga mereka tidak akan pernah terpaku hanya kepada fenomena suatu identitas atau
realitas tertentu saja. Keradikalan berfikir mereka akan senantiasa mengobarkan hasratnya
untuk menemukan akar seluruh kenyataan. Radik atau akar sebuah realitas memang selalu
dianggap penting oleh mereka karena menemukan akar atau radik tersebut membuat
mereka paham akan sebuah realitas tersebut. Berpikir radikal akan memperjelas realitas
lewat penemuan dan pemahaman akan realitas itu sendiri. Kegiatan berfikir untuk
menemukan hakikat atau akar seluruh sesuatu itu dilakukan secara mendalam (radikal).
Lois O. Kattsoff (1996 : 6) mengatakan bahwa kegiatan kefilsafatan ialah merenung, tetapi
bukanlah melamun dan bukan pula berfikir secara kebetulan yang bersifat untung-untungan,
melainkan dilakukan secara mendalam, radikal, sistematis dan universal.
2016
10
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
b. Mencari asas
Dalam memandang seluruh realitas, filsafat senantiasa berupaya mencari asas
(dasar) yang peling hakiki dari keseluruhan realitas tersebut. Para filsuf Yunani, yang
terkenal dengan filsuf alam menagamati keanekaragaman realitas di alam semesta ini, lalu
bertanya “apakah di balik realitas alam yang beraneka ragam ini ada suatu asas atau dasar
?”. Mereka mulai mencari jawaban yang hakiki tentang itu semua. Thales menemukan asas
alam semesta ini adalah air, Aneximenes menemukan bahwa asasnya adalah udara, dan
Empedokles mengatakan ada empat unsur yang membentuk realitas alam ini, yaitu api,
udara, tanah dan air.
c. Memburu Kebenaran
Berfilsafat berarti memburu kebenaran hakiki tentang sesuatu. Filsuf adalah pemburu
kebenaran. Kebenaran yang diburunya adalah kebenaran hakiki dan tidak meragukan.
Untuk memperoleh kebenaran yang sungguh-sungguh atau hakiki dan dapat dipertanggung
jawabkan, maka setiap kebenaran yang telah diraih harus senantiasa terbuka. Kebenaran
tentang sesuatu yang sudah ditemukan oleh seorang filsuf akan selalu diteliti ulang oleh
yang lain demi mencari kebenaran yang lebi hakiki dan dapat dipertanggungjawabkan.
D. Prinsip-Prinsip Dalam Berfilsafat
The Liang Gie mengatakan ada lima prinsip penting dalam berfilsafat agar seorang calon
filsuf mendapat hasil yang maksimal:
1.
Menghindari sikap solipsisme. Seorang yang ingin berfilsafat harus mampu
mengendalikan diri, terutama sikap merasa diri sendiri sudah mengerti
tentang apa yang dipelajari.
2.
Perlunya sikap mental berupa kesetiaan pada kebenaran (a loyalty to the
truth). Sikap seperti ini pada gilirannya akan menumbuhkan keberanian
untuk mempertahankan kebenaran yang diperjuangkannya.
3.
Memahami secara bersungguh-sungguh persoalan filsafati serta berusaha
memikirkan jawabannya (intellectual exercise).
4.
Latihan intelektual tersebut dilakukan secara dinamis dan berkesinambungan
dari waktu ke waktu dan diungkapkan dalam bentuk tulisan maupun lisan.
5.
Sikap keterbukaan diri. Artinya seorang filosof harus siap menerima kritikan
dari pemikir yang lainnya dan tidak hanya menerima pendapatnya sendiri
Berfilsafat adalah proses untuk mengerti sesuatu secara mendalam, tidak sekedar
hanya memperhatikan. Berfilsafat bagaikan orang yang sedang berjalan di hutan belantara
untuk mencari jalan yang akan dilewati oleh pejalan kaki selanjutnya dengan mendapatkan
peta dari para penjelajah sebelumnya.
2016
11
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Alwasilah, A. Chaedar, (2008). Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.,
Bagus, Lorens (2000), Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia Pustaka
Bakker, Anton (2000), Antropologi Metafisik, Yogyakarta: Kanisius
Hadiwijono Harun (1980), Sari Sejarah Filsafat Barat I, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius), 8
Hardiman, Budi (2002), Pemikiran-Pemikiran yang membentuk dunia Modern, Jakarta,
Penerbit Airlangga
John, Stephen W. Little (2005) Theories of Hu- man Communication: Eighth edition,
Canada, Thomson Wardsworth
Kattsoff, Louis O, (1992) Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana)
Kuswarno, Engkus, 2009, Metodologi Penelitian Komunikasi, Fenomenologi, Konsepsi,
Pedoman dan Contoh Penelitian, Bandung : Widya Padjadjaran
Muthahari Murtadha (1994), Perspektif al-Qur`an tentang Manusia dan Agama (terj),
(Bandung: Mizan
Nasr, Sayyed Hossein dan Oliver Leaman (ed), (2001), History of Islamic Philosophy (Qum:
Ansariyan Publication
Nasution, Harun (1983), Teologi Islam (Jakarta: UIP,
Poedjawijatna (1974), Pembimbing ke Arah Alam FIlsafat (Jakarta, PT Pembangunan), 11
Salam, Burhanuddin (1988), Logika Formal, Filsafat Berfikir, (Jakarta, Bina Aksara,), hal. 13
Tafsir, Ahmad (1990), Filsafat Umum (Bandung: Rosda karya), 9
2016
12
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download