205 Stigma Volume XII No.2, April – Juni 2004 PENGARUH POSISI DAUN JAGUNG PADA BATANG TERHADAP PENGISIAN DAN MUTU BENIH (Effects of corn leaf position on the stem on seed filling and seed quality) Tamsil Bustamam *) ABSTRACT An experiment was conducted at Tabing Padang West Sumatra and at the Seed Technology Laboratory Faculty of Agriculture, Andalas University during the period of May to September 2002 to determine the effects of leaf position on the stem on seed filling and seed quality of corn (Zea mays L). The experiment was arranged in Completely Randomized Design with five treatments and three observations. The corn leaves were defoliated about 75% after pollination. The other 25% of leaves were not defoliated at different position on the stem as the treatments, that is, 25% of the upper most leaves, 25% of leaves at and above the ear, 25% of leaves below the ear, 25% of the lower most leaves, and six plants were not defoliated as a control. The result showed that the 25% of leaves at and above the ear play an important role in seed filling. The final seed weight of this treatment is not significantly difference to the final seed weight of the plant without defoliation. Viability of seeds from these two treatments are also not significantly difference. In contrast, each position of leaves which were not defoliated was not enough to support growing seed to attain high vigor. Vigor of seeds from all treatments were significantly lower compared to control. Key words : Zea mays L., defoliation, seed filling, viability, vigor. PENDAHULUAN Benih tanaman jagung (Zea mays L.) yang merupakan hasil perkembangan dari ovule adalah bentuk bahan perbanyakan yang utama dalam pengusahaan tanaman jagung. Jelas dalam memproduksi benih jagung yang diharapkan adalah hasil benih yang tinggi per hektar dengan mutu benih yang tinggi pula. Hasil benih jagung per hektar akan ditentukan oleh berat benih per biji serta jumlah biji per satuan luas. Berat benih per biji berkaitan erat dengan efektif atau tidaknya pengisian biji. Pengisian biji yang sempurna jelas akan menghasilkan benih yang berat, sebaliknya bila tanaman mengalami stress akan menyebabkan benih yang dihasilkan akan ringan atau jumlah benih yang dihasilkan akan sedikit (Bustamam, 1989). Bewley dan Black (1985) menyatakan kontribusi hasil fotosintesis pada bagian atau daun tertentu pada tanaman dalam periode pengisian *) biji berkaitan erat dengan potensi aktifitas fotosintesisnya, lama umurnya, serta kondisi cahaya pada bagian kanopi tanaman. Dilaporkan oleh Harjadi (1980) bahwa laju asmilasi pada daun tua dan daun yang terdapat di bagian bawah adalah lebih rendah dibandingkan dengan daun muda atau daun yang di bagian atas dari tanaman jagung. Allison dan Watson (1966) juga melaporkan bahwa efisiensi daun tanaman jagung akan menurun dari bagian atas ke bagian bawah tanaman. Jika tanaman dipangkas, maka efisiensi daun bagian atas akan meningkat. Pendleton dan Hammond (1969) menambahkan bahwa translokasi asimilat ke biji dari daun jagung bagian atas lebih cepat dari pada daun bagian bawah. Slatyer (1971) mengungkapkan bahwa hasil fotosintesis pada tanaman jagung yang diakumulasikan setelah pembungaan mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam pengisian biji dibandingkan dengan akumulasi hasil fotosintesis sebelum pembungaan. Ditambahkan oleh Bewley dan Black (1985) bahwa pada tanaman serealia karbohidrat yang ditumpuk pada bagian vegetatif sebelum pembungaan hanya berkisar antara 15 – 20% kontribusinya dalam pengisian biji. Pemangkasan daun jagung pada stadia vegetatif dapat menyebabkan penurunan hasil karena pemangkasan daun tersebut akan menyebabkan pengurangan tinggi tanaman serta luas permukaan daun yang menjadi media proses fostosintesis (Johnson, 1978). Pemangkasan daun paling tepat pada tanaman jagung adalah saat pengerasan biji karena sebagian simpanan bahan kering yang seharusnya digunakan daun yang fungsinya sudah kurang ditranslokasikan ke biji (Djelantik, Sastraprawira, Suryatmana, dan Soeriatmadja, 1981). Secara umum sudah banyak literatur yang mengungkapkan bahwa mutu benih adalah tertinggi saat benih mencapai masak fisiologis. Pada tanaman jagung, menurut Thomson (1979) masak fisiologis dari biji ditandai oleh sudah terbentuknya lapisan hitam di bagian dasar biji jagung. Pada kondisi benih masak fisiologis, benih mempunyai berat kering maksimum, begitu juga Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. ISSN 0853-3776 AKREDITASI DIKTI No. 52/DIKTI/KEP/1999 tgl. 12 Nopember 2002 206 Stigma Volume XII No.2, April – Juni 2004 untuk viabilitas dan vigornya. Namun demi-kian nilai maksimum dari berat kering, viabilitas dan vigor yang dicapai benih akan bervariasi sebab dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang dialami tanaman selama pertumbuhan dan pengisian biji. Kondisi stress sewaktu pengisian biji akan menyebabkan fotosintesis tidak efektif serta berakibat terhadap penurunan berat atau jumlah biji. Biji yang kecil dalam satu lot benih menurut Bustamam (1985) mempunyai daya kecambah dan vigor yang rendah, artinya benih yang kecil atau ringan itu adalah benih bermutu rendah. Secara prinsip Association of Official Seed Analyst (1983) menyatakan bahwa vigor benih dipengaruhi oleh ukuran benih, kondisi lingkungan pertumbuhan, tingkat kematangan benih, sifat genetik, kemunduran mutu benih atau penuaan, integritas mekanis serta serangan hama dan penyakit. Berdasarkan hal di atas telah dilakukan percobaan yang bertujuan untuk mempelajari peranan posisi daun pada batang tanaman jagung dalam pengisian biji serta pengaruhnya terhadap mutu benih yang dihasilkan. ada-lah hand sprayer, germinator, timbangan, oven dan gunting pemangkas. Tanaman jagung varitas Arjuna ditanam dalam polybag hitam yang diisi 10 kg tanah alluvial, dan pada setiap polybag dipelihara hanya satu tanaman. Jumlah tanaman seleuruhnya adalah 30 tanaman yang disusun menurut Rancangan Acak Lengkap dengan lima perlakuan dan tiga observasi. Setelah penyerbukan, 75% dari daun jagung tiap batang dipangkas, dan 25% daun lainnya tidak dipangkas dengan posisinya yang berbeda-beda pada batang dan dijadikan sebagai perlakuan. Posisi-posisi 25% daun yang tidak dipangkas tersebut adalah 25% daun teratas, 25% daun pada dan di atas tongkol, 25% daun dibawah tongkol, 25% daun terbawah, dan sebagai pembanding adalah enam tanaman yang daunnya tidak dipangkas sama sekali. Variabel yang diamati adalah laju pengisian biji, lama pengsisian biji efektif, berat akhir benih per biji. Benih-benih yang dihasilkan dinilai mutunya dengan melakukan pengujian viabilitas dan vigor benih berupa uji daya kecambah, kecepatan berkecambah atau nilai indeks, serta panjang batang dan akar kecambah. BAHAN DAN METODE HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan ini telah dilakukan di daerah Tabing, Padang Sumatera Barat berupa percobaan pot mulai dari bulan Mai sampai dengan bulan September 2002, dan pengujian benih dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Bahan yang digunakan adalah tanah alluvial, benih jagung varitas Arjuna, pupuk SS, KCl, pupuk cair Seprint, dan kertas stensil. Alat yang dipakai A. Pengisian biji. Pengaruh posisi daun terhadap pengisian biji jagung diamati melalui variabel laju pengisian biji, lama pengisian biji efektif dan berat akhir benih per biji, dan datanya disajikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Rata-rata laju pengisian biji, lama pengisian biji efektif, dan berat benih per biji berdasarkan responnya terhadap posisi 25% daun yang tidak dipangkas. Posisi daun yang tidak dipangkas Laju pengisian biji (mg/hari) Lama pengisian biji efektif (hari) Berat benih (mg/biji) 25 % teratas (A) 4,24 c 30 c 169 c 25 % di atas tongkol (B) 7,91 a 23 a 257 a 25 % dibawah tongkol (C) 5,24 b 26 b 190 b 25 % terbawah (D) 5,17 b 26 b 187 b Kontrol (E) 8,39 a 22 a 262 a KK (%) 17,6 12,1 16,3 Angka-angka pada kolum yang sama diikuti huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata menurut Uji DNMRT pada taraf nyata 5 %. Dari Tabel 1 terlihat bahwa laju pengisian biji tertinggi adalah 8,39 mg/hari yang terdapat pada kontrol dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan B, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan A yaitu 4,24 mg/hari dan berbedanya dengan perlakuan lainnya. Dibandingkan dengan kontrol, penurunan laju pengisian biji ini jelas salah satu penyebabnya adalah pengaruh pemangkasan. Mustafavi dan Ross (1990) menyatakan bahwa pemangkasan nyata membatasi ketersediaan fotosintat untuk perkembangan biji. Berbeda tidak nyatanya perlakuan B dengan kontrol adalah disebabkan 25% daun yang tidak dipangkas pada dan di atas tongkol adalah daun- ISSN 0853-3776 AKREDITASI DIKTI No. 52/DIKTI/KEP/1999 tgl. 12 Nopember 2002 207 Stigma Volume XII No.2, April – Juni 2004 daun yang ukurannya panjang serta lebar sehingga masih mempunyai luas permukaan daun yang cukup untuk media terjadinya aktifitas fotosintesis. Artinya hasil fotosintat dari daundaun ini masih cukup untuk menyokong pengisian biji dengan baik. Sebaliknya pada perlakuan A, 25% daun teratas yang tidak dipangkas adalah daun-daun yang pendek serta sempit, sehingga tidak tersedia media yang cukup untuk aktifitas fotosintesis, akibatnya pengisian biji tidak sempurna. Menurut Allison dan Watson (1966), Bewley dan Black (1985) bahan kering untuk pengisian biji jagung pada umumnya berasal dari hasil fotosintesis yang terjadi setelah pembungaan. Ditambahkan oleh Arbi (1987) bahwa luas permukaan daun dan banyaknya cahaya matahari yang dimanfaatkan berpengaruh terhadap jumlah fotosintat yang dihasilkan. Tabel 1 juga memperlihatkan lama pengisian biji efektif pada kontrol nyata lebih pendek (22 hari) dibandingkan dengan perlakuan lain kecuali perlakuan B yang 25% daun tidak dipangkas terdapat pada dan di atas tongkolnya. Lama pengisian biji efektif terpanjang terdapat pada perlakuan A yaitu 30 hari. Terlihat disini bahwa posisi daun pada batang mempengaruhi lama pengisian biji efektif dengan nyata. Semakin kecil luas permukaan dari daun yang tidak dipangkas ternyata semakin memperpanjang lama pengisian biji efektif, dan hal ini berkaitan erat dengan rendahnya laju pengisian biji dari daun-daun yang luas permukaannya lebih sempit. Mustafavi dan Ross (1990) telah melaporkan bahwa berat akhir benih adalah fungsi dari perkalian laju pengisian biji dengan lama pengisian biji efektif, artinya semakin rendah laju pengisian biji akan memperpanjang lama pengisian biji efektif. Berat akhir benih per biji dari perlakuan B yaitu 25% daun pada dan di atas tongkol tidak dipangkas ternyata masih tinggi yaitu 257 mg/biji (Tabel 1) dan nilai ini berbeda tidak nyata dengan nilai pada kontrol yakni tanpa pemangkasan sama sekali, sedangkan dengan perlakuan lainnya menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini terjadi berkaitan erat dengan laju pengisian biji dan lama pengisian biji efektif yang sudah dibahas terdahulu. Pendapat ini disokong oleh Swank, Egli dan Pfeiffer (1987) yang mengemukakan terdapat korelasi positif yang nyata antara laju pengisian biji dengan berat akhir benih. Artinya, semakin tinggi laju pengisian biji maka semakin berat pulalah berat akhir dari benih per biji. Nilai laju pengisian biji, lama pengisian biji efektif serta berat benih per biji dari perlakuan 25% daun dibawah tongkol (C) dan 25% daun terbawah (D) tidak dipangkas adalah berbeda tidak nyata sesamanya tetapi nyata lebih bagus dibanding dengan perlakuan 25% daun teratas (A) tidak dipangkas. Walaupun daun-daun pada perlakuan C dan D terletak di bagian bawah tanaman tetapi karena mendapat cahaya matahari yang cukup serta mempunyai luas permukaan daun yang lebih luas dari daun-daun pada perlakuan A, maka penyediaan hasil fotosintesisnya lebih banyak, akibatnya nilai laju pengisian biji dan berat benih per biji dari perlakuan C dan D lebih tinggi dari nilai-nilai terkait pada perlakuan A. B. Mutu benih Posisi dari 25% daun jagung yang tidak dipangkas berpengaruh nyata terhadap mutu benih (viabilitas dan vigor) yang dihasilkan yang datanya disajikan pada Tabel 2. Viabilitas benih yang digambarkan oleh daya kecambah sangat dipengaruhi oleh posisi 25% daun jagung yang tidak dipangkas sebagai sumber utama untuk mensuplai bahan kering yang ditumpuk dalam biji. Walaupun demikian, ternyata pelakuan B yang 25% daun jagung tidak dipangkas pada dan di atas tongkolnya masih mampu menghasilkan benih dengan daya kecambah yang tinggi (85%) dan berbeda tidak nyata dengan kontrol (95%), sedangkan pada perlakuan lainnya persentase daya kecambah benihnya nyata lebih rendah. Hal ini berkaitan erat dengan berat benih per biji yang dihasilkan, dimana benih yang berat akan mempunyai persentase daya kecambah yang lebih tinggi dibanding dengan benih yang ringan. Menurut TeKrony et al (1987), Bustamam (1989 dan 1992), ukuran atau berat benih merupakan faktor yang berpengaruh terhadap daya kecambah benih, dimana benih yang berukuran kecil atau ringan dalam suatu lot benih adalah merupakan benih yang mempunyai daya kecambah yang nyata lebih rendah dibanding dengan benih yang besar atau berat. Vigor benih yang digambarkan oleh nilai indeks, panjang batang dan akar kecambah yang datanya disajikan pada Tabel 2, nyata dipengaruhi oleh posisi daun jagung yang tidak dipangkas. Di posisi manapun 25% daun jagung yang tidak dipangkas menghasilkan benih yang nilai indeks, panjang batang dan akar kecambahnya yang nyata lebih rendah dari nilai-nilai terkait yang ditunjukan benih dari tanaman jagung yang tidak dipangkas sama sekali. Artinya, dimanapun posisi 25% daun jagung yang tidak dipangkas tidak cukup mampu untuk menyokong perkembangan vigor benih dengan baik sehingga nilai vigornya nyata lebih rendah dari vigor benih dari tanaman yang tidak dipangkas. Rendahnya nilainilai yang menunjukan vigor dari benih yang ISSN 0853-3776 AKREDITASI DIKTI No. 52/DIKTI/KEP/1999 tgl. 12 Nopember 2002 208 Stigma Volume XII No.2, April – Juni 2004 diutarakan di atas juga berhubungan erat dengan rendahnya berat dari benih itu sendiri. Menurut Fontes dan Ohlrogge (1972), Smith dan Camper (1975), McDonald (1975), dan Dickson (1980) ukuran benih baik berupa diameter, berat per biji maupun berat jenis sudah lama diyakini merupakan faktor yang mempengaruhi vigor benih. Ditambahkan oleh Association of Official Seed Tabel 2. Analyst (1983), kondisi yang di alami benih sewaktu perkembangannya pada tanaman induk juga berpengaruh terhadap vigor benih. Selanjutnya TeKrony et al (1987) melaporkan bahwa terdapat korelasi positif yang nyata antara ukuran benih dengan kecepatan berkecambah atau nilai indeks benih. Persentase daya kecambah, Nilai Indeks, Panjang batang dan akar kecambah dari benih yang dihasilkan oleh tanaman jagung yang 25% daunnya tidak dipangkas pada beberapa posisi. Posisi daun yang tidak dipangkas Daya kecambah (%) Nilai Indeks Panjang batang kecambah (mm) Panjang akar kecambah (mm) 25 % teratas (A) 48 c 1,4 e 174 c 163 c 25 % di atas tongkol (B) 86 a 6,2 b 224 b 207 b 25 % dibawah tongkol (C) 76 b 5,8 c 209 b 196 b 25 % terbawah (D) 68 b 3,2 d 167 c 149 d Kontrol (E) 95 a 7,0 a 293 a 272 a KK (%) 14,1 15,4 9,2 8,9 Angka-angka pada kolum yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata menurut Uji DNMRT pada taraf nyata 5 %. KESIMPULAN Hasil penelitian mengungkapkan bahwa 25% daun jagung yang tidak dipangkas pada dan diatas tongkol cukup mampu untuk menyokong perkembangan biji dengan baik, baik untuk pengisian biji maupun untuk perkembangan viabilitasnya. Artinya, daun jagung pada bagian ini mempunyai peranan yang besar dalam pengisian biji. Di sisi lain, dimanapun posisi 25% daun jagung yang tidak dipangkas pada batangnya ternyata tidak cukup mampu untuk menyokong perkembangan vigor benih dengan baik sehingga vigor dari benih yang dihasilkannya adalah rendah. DAFTAR PUSTAKA Allison, J.C.S., and D.J. Watson. 1966. The production and distribution of dry matter in maize after flowering. Ann. Bot. 30 : 365 – 381. Arbi, N. 1987. Tanaman C4 : Mekanisme fotosintesa C4, assimilasi CO2. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Association of Official Seed Analyst. 1983. Seed vigor testing handbook. Handbook No. 32. Bewley, J.D., and M. Black. 1985. Seeds : Physiology of development and germination. Plenum Press, New York Bustamam, T. 1985. Effect of soybean seed size and quality on crop performance. MS Thesis, University of Kentucky, Lexington Kentucky, U.S.A. Bustamam, T. 1989. Dasar-Dasar Ilmu benih. Diktat. Universitas Andalas Padang. Bustamam, T. 1992. Hubungan antara ukuran benih kedele dengan mutu benih. Majalah ilmiah Fakultas Pertanian Universitas Andalas : Cinnamomum No. 3 tahun 32 : 5 – 10. Dickson, M.H. 1980. Genetic aspect of seed quality. Hort. Sci. 15 : 771 – 774. Djelantik, S., U. Sastraprawira., G. Suryatmana, and H. Soeriatmadja. 1981. Pengaruh waktu pemangkasan terhadap komponen hasil dan hasil tanaman jagung varitas Harapan. Pemberitaan Univiversitas Pajajaran No. 11 : 6 – 13. Fontes, L.A.N., and A.J. Ohlrogge. 1972. Influence of seed size and population on yield and other characteristics of soybean (Glycine max, Merr.). Agron. J.64 : 833-836. Harjadi, S.S. 1980. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia, Jakarta. Johnson, R.R. 1978. Growth and yield of maize as affected by early-season defoliation. Agron, J. 70 : 1 – 4. McDonald, M.B. Jr. 1975. A review and evaluation of seed vigor test. Proc. Assoc. Offic. Seed Anal. 65 : 109-139. Mustafavi, M.R. and H.Z. Ross. 1990. Defoliation effects on grain filling of R-nj color -selected maize strains. Crop. Sci. 30. 358-362. Pendleton, J.J. and R. Hammond. 1969. Relative photosynthetic potential for grain yield of various leaf canopy levels of corn. Agron. J. 61 : 911-913. Slatyer, R.O. 1971. Physiological significance of internal water relations to crop yield. In Physiological aspects of crop yield. Eastin et al (Editors) Am. Soc. Agron. Crop Sci. Soc. Amer., pp : 53 – 87. Smith, T.J. and H.M. Camper. Jr. 1975. Effect of seed size on soybean performance. Agron. J. 67 : 681-684. Swank, J.C., D.B. Egli, and T. W. Pfeiffer. 1987. Seed growth characteristics of soybean genotypes differing in duration of seed fill. Crop. Sci. 27 : 85-89. TeKrony, D.M., T. Bustamam, D.B. Egli, and T.W. Pfeiffer. 1987. Effects of soybean seed size, vigor and maturity on crop performance in row and hill plots. Crop Sci. 27 : 1040-1045. Thomson, J.R. 1979. An introduction to seed technology. John Wiley and Sons, New York. ------------------------------oo0oo------------------------------ ISSN 0853-3776 AKREDITASI DIKTI No. 52/DIKTI/KEP/1999 tgl. 12 Nopember 2002