Apa penyebab krisis ekonomi AS - hendra prijatna

advertisement
Apa penyebab krisis ekonomi AS:
1. Penumpukan hutang nasional hingga mencapai 8.98 trilyun dollar AS sedangkan
PDB hanya 13 trilyun dollar AS
2. Terdapat progam pengurangan pajak korporasi sebesar 1.35 trilyun dollar.
(mengurangi pendapatan negara)
3. Pembengkakan biaya Perang Irak dan Afganistan (hasilnya Irak tidak aman dan
Osama Bin Laden tidak tertangkap juga) setelah membiayai perang Korea dan
Vietnam.
4. CFTC (Commodity Futures Trading Commision) sebuah lembaga pengawas
keuangan tidak mengawasi ICE (Inter Continental Exchange) sebuah badan yang
melakukan aktifitas perdagangan berjangka.Dimana ECE juga turut berperan
mengdongkrak harga minyak hingga lebih dari USD 100/barel
5. Subprime Mortgage: Kerugian surat berharga property sehingga membangkrutkan
Merryl Lynch, Goldman Sachs, Northern Rock,UBS, Mitsubishi UFJ.
6. Keputusan suku bunga murah dapat mendorong spekulasi.
Source Kompas 27 Jan 08
Kadin : Krisis Amerika Tidak
Berdampak Besar
Kamis, 18 September 2008 | 20:01 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Runtuhnya bank investasi Amerika Serikat Lehman
Brothers pada awal pekan ini diprediksi tidak berdampak langsung pada pasar uang di
Indonesia. Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia, M S Hidayat mengatakan
portofolio yang dimiliki Lehman Brothers di Indonesia tidak dalam skala besar. "Secara
langsung tidak akan ada pengaruh besar," ujarnya, hari ini.
Namun dia berharap agar pelaku dan pemain pasar Indonesia menjaga pasar uang dalam
negeri tetap stabil. Saat ini, kata dia, beberapa investor asing tiba-tiba melakukan aksi
penjualan saham dan pergi dari pasar Indonesia. "Mereka membeli saham di Amerika
Serikat dan Eropa untuk memulihkan keadaan di sana," ujarnya.
Investor pasar uang yang meninggalkan pasar Indonesia, kata dia, kebanyakan pemain
asal Amerika Serikat. Beberapa dari mereka ada yang menjual Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) dan membeli dolar.
Hidayat meminta pelaku para pelaku dan pemain pasar Indonesia tidak terpengaruh ikut
menjual sahamnya dan membeli dolar. Tidak perlu panik, kata dia, semoga ini hanya
suatu gejala sementara saja, "Sekarang juga pelan-pelan mulai rebound," ujarnya.
Dia memprediksi krisis ini akan berlangsung selama tiga bulan. Namun dia
mengharapkan krisis ini tidak menyebabkan kebangkrutan di bidang usaha dalam skala
besar. Indeks harga saham memang jatuh 36 persen, kata dia, namun dasar perekonomian
Indonesia saat ini cukup kuat, "Seperti tersedianya cadangan devisa."
Selama tiga bulan itu, pelaku pasar diharapkan tidak bertindak emosional dan menjaga
kepercayaan pasar modal. "Time to buy back," ujarnya. Terutama bagi BUMN untuk
membeli saham-saham bluechips yang murah dan menahannya sampai beberapa bulan,
"Pasti nilainya akan naik."
Hidayat juga meminta pelaku pasar mewaspadai kondisi AIG agar tidak kolaps. Jatuhnya
AIG akan berpengaruh cukup besar pada pasar saham Indonesia karena beberapa
portfolionya ada di SUN.
Untuk pengusaha, dia meminta tidak melakukan ekspansi dulu. Karena prosedur semakin
ketat diikuti suku bunga yang terus melambung tinggi. "Pemerintah sebaiknya meminta
sektor riil diam, selamatkan makro dulu," katanya.
Sedangkan untuk ekspor, terutama komoditas pertanian, pemerintah diharapkan dapat
menjaganya. Menurutnya Indonesia tidak lagi bisa berharap pada pasar Amerika.
"Amerika tidak pernah investasi ke Indonesia, tapi pasar dalam negerinya hanya
membuat sulit kita," ujarnya.
Untuk komoditas lainnya, seperti tekstil diharapkan dapat dialihkan ke Jepang dan
Afrika. Negara-negara di Asia, kata dia, memiliki kebijakan perdagangan yang sama,
karenanya akan mudah bagi Indonesia untuk bertransaksi.
Selama tiga bulan ekspor ke Amerika mengalami penurunan hingga 20 persen, "Namun
pemerintah dan pengusaha masih mencoba diversifikasi," kata dia.
CORNILA DESYANA
TOPIK
Jatuhnya lembaga-lembaga keuangan Amerika Serikat seperti Lehman Brothers, Merrill
Lynch dan juga American International Group (AIG), secara tidak langsung berdampak
pada industri keuangan Indonesia.
Ambruknya lembaga keuangan raksasa Amerika Serikat (AS) tentunya akan berdampak
pada nilai ekspor Indonesia dengan negara tujuan Amerika Serikat. Hal itu akan berimbas
pada menurunnya ekspor Indonesia ke AS.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menyatakan, krisis ekonomi Amerika Serikat
tidak saja berimbas di Indonesia tapi juga akan berimbas ke semua negara di dunia.
Dampak dari resesi ekonomi global itu adalah adanya penurunan permintaan ekspor.
Karenanya, pemerintah akan menerapkan dua langkah antisipasi diantaranya,
menfasilitasi kelancaran semua ekspor dan menerapkan regulasi ekspor yang mudah dan
dipersingkat.
Krisis Amerika Bisa Pengaruhi Industri
Nasional
Senin, 22 September 2008 | 18:25 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemerintah mengkhawatirkan krisis keuangan di Amerika
Serikat akan mempengaruhi kegiatan industri di Indonesia. Menteri Perindustrian Fahmi
Idris menyatakan, imbas yang bakal dirasakan adalah pada sektor keuangan, perbankan
dan pembiayan. “Kalau sektor perbankan kena, bisa merembet pada sektor lain misalnya
industri,” ujarnya, Senin (22/9).
Pendapat yang sama juga diungkapkan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri
Mohamad S. Hidayat. Menurut dia, pada saar krisis, perbankan akan memperketat
pengeluaran dananya dan menyebabkan ketatnya likuiditas. “Pemerintah mesti
mengusahakan peningkatan indeks saham di Indonesia, supaya tidak menekan kinerja
sektor riil,” katanya.
Hidayat menambahkan, suku bunga, deposito dan bunga pinjaman saat ini sedang tinggi.
Otomatis, pengusaha akan kesulitan mencari pinjaman dana. “Ekspansi usaha akan sangat
sulit,” kata Hidayat.
NIEKE INDRIETTA
Moh. Arifin Purwakananta
purwakananta.wordpress.com
Momentum Krisis Eknomi Amerika
October 6, 2008 in Tulisan
Tags: krisis amerika
Amerika Serikat dirundung krisis ekonomi yang akut. Kiblat ekonomi dunia ini sedang
berjuang mengjar ego keangkuhannya. Krisis ini pun segera menyebar kepada seluruh
jejaring negeri Paman Sam ini, melalui virus dolar dan mitos modern tentang kejayaan
ekonomi kapitalisme.
Bagaimana Indonesia?
Saya berharap dua hal. Yaitu kita cepat tersadar dan merubah kiblat ekonomi
kemakmuran kita pada teori-teori, ukuran-ukuran dan mazhab kapitalisme dan
pertumbuhan ekonomi yang bagus untuk dipidatokan dan di cetak tebal-tebal
laporannya. Mau coba alternatif system ekonomi islam?
Hal kedua adalah segera membei vaksin kepada ekonomi rakyat agar tak berimbas krisis
yang menggurita ini. Lalu apa itu ekonomi rakyat? Ya ekonomi riil yang dierakkan
konsumsi rakyat. YakinlahkKita perlu segara menyetop konsumsi dari impor dan ajari
rakyat menjadi konsumen produk bangsanya sendiri. Jika kita tak mungkin kendalikan
pasar bebas, maka kendalikan komunikasi dan iklan media impor. Kita dapat memberi
ruang seluasnya pada produk rakyat untuk beriklan di media TV. Ini akan memfungsikan
metode yang sudah ada seperti permodalan dan sector social seperti zakat yang turut
menopang kekokohan para ekonom kecil.
Profil konsumen Indonesia
Perlu sebuah gerakan untuk mengubah pola konsumsi kita. Di sisi lain kita perlu
menguatkan aspek produksi. Saya berharap kita dapat memfokuskan pada produk
dengan nilai impor paling besar. Kita perlu membuat substitusi dengan produksi masal
produk-produk tersebut dari tangan pribumi.
Kita tak perlu mengandalkan penduduk kota yang kaya memulai gerakan ini, karena
yang ada hanyalah perlawanan. Tak mudah melarang orang kota ke kafe. Maka yang
perlu digerakkan adalah masyarakat umum di desa-desa. Kita berharap imbasnya di
kota. Ini akan efektif bila gerakan ini disupport oleh media dan tangan besi pemimpin
kepada oportinis politik.
Politik Ekonomi
Saya meyakini Indonesia dengan potensi sebesar ini haruslah menjadi pemegang
kendali bagi sumber daya dunia. Kepemimpinan ekonomi kita yang lemah bukan karena
kita kurang akal dan kalah negosiasi ekonomi, kita hanya belum mampu merekrut
borokrasi yang anti korupsi dan membela kepentingan ummat diatas kepentingan diri
dan keluarga.
Dengan menggeser isu ekonomi dari pertumbuhan menjadi isu distribusi, maka
otomatis kemakmuran akan menjadi focus kita. Distriusi asset dan distribusi
kemakmuran ini haruslah menjadi batu timbang bagi keberhailan ekonomi kita.
Siapa yang mau buat debat terbuka : Keruntuhan Kapitalisme dan Bangkitnya Ekonomi
Distribusi?
Krisis Amerika Berdampak ke Perekonomian Indonesia
kompas/wisnu widiantoro
Aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Artikel Terkait:





Perlu Tingkatkan Daya Serap Ekonomi
Indeks Saham Cerminkan Fundamental Ekonomi
Harga Minyak Geser Kekhawatiran di Ekonomi AS
Minyak Mentah Turun, Ekonomi AS Tumbuh Melambat
OPEC Khawatirkan Kelesuan Ekonomi AS
Selasa, 5 Februari 2008 | 15:36 WIB
JAKARTA, SELASA-Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat akan berdampak
pada perekonomian Indonesia. Negeri adidaya itu merupakan salah satu tujuan ekspor
terbesar produk-produk Indonesia. Jika daya beli di negara itu lesu, ekspor Indonesia
dipastikan juga lesu.
Demikian disampaikan Ketua Kamar Dagang Indonesia (KADIN) M. S Hidayat saat di
temui pada acara pertemuan awal tahun 2008 KADIN Indonesia di Graha Niaga, Jakarta.
Selasa, (5/2).
"Permintaan ekspor dari Amerika cukup besar, untuk itu rencananya kita akan melakukan
diversifikasi pasar. Dua bulan lagi KADIN akan mengadakan rapat dengan Menteri
Perdagangan," kata Hidayat.
Pelajaran dari Krisis Keuangan Amerika
amerika Serikat sedang mengalami krisis keuangan terburuk sejak krisis keuangan atau
depresi besar yang terjadi pada 1929.
Pada krisis keuangan kali ini Pemerintah Amerika Serikat melakukan penyelamatan
terbesar sejak krisis 1929 berupa pemberian dana talangan atau bantuan likuiditas kepada
industri keuangannya yang bermasalah sebesar USD700 miliar atau setara dengan
Rp6.500 triliun (bandingkan dengan krisis keuangan Indonesia tahun 1998-1999 yang
memakan biaya sekitar Rp650 triliun). Bantuan dana talangan ini diputuskan melalui
perdebatan panjang selama dua pekan, melibatkan para anggota Kongres dan kantor
kepresidenan. Pelajaran berharga apakah yang dapat ditarik dari krisis keuangan tersebut?
Manajemen Risiko
Manajemen risiko yang baik dan perilaku yang hati-hati (prudential behaviour) tetap
selalu diperlukan oleh setiap lembaga keuangan, termasuk oleh lembaga keuangan yang
besar dan kuat seperti Lehman Brothers yang pernah menjadi konsultan ekonomi
Indonesia.
Tampaknya kelemahan di bidang manajemen risiko dan sikap yang kurang prudent
menjadi penyebab utama timbulnya krisis keuangan di Amerika. Situasi ini diperburuk
dengan diabaikannya unsur kualitatif di dalam manajemen risiko karena terlalu percaya
pada unsur-unsur kuantitatif.
Bahkan krisis yang terjadi di Amerika ini diwarnai juga dengan perilaku yang
manipulatif, serakah, penipuan dan koruptif. Misalnya oknum lembaga keuangan yang
memperoleh komisi dari setiap transaksi yang dilakukannya. Hal ini sedang diselidiki
oleh penegak hukum di Amerika Serikat.
Dengan terjadinya krisis ini kita dibuat sadar bahwa kita tidak boleh terlalu percaya pada
reputasi atau mitos dari lembaga keuangan yang selama ini terkenal hebat dan "sakti"
seperti Lehman Brothers. Manajemen risiko yang baik dan sikap yang hati-hati tetap
diperlukan dalam pengelolaan dana masyarakat yang ada pada lembaga keuangan.
Keterlibatan Wakil Rakyat
Sejak awal terlihat bahwa penyelesaian krisis keuangan di Amerika Serikat melibatkan
wakil-wakil rakyat yang ada pada Kongres yang terdiri atas anggota Dewan Perwakilan
Rakyat (House of Representative) dan para senator (anggota Senat) yang mewakili
seluruh negara bagian.
Keterlibatan wakil rakyat ini sangat penting dan esensial karena beberapa alasan.
Pertama, penyelamatan sistem keuangan dilakukan untuk kepentingan umum dengan
menggunakan uang rakyat (tax payer), sehingga wakil-wakil rakyat harus diikutsertakan.
Kedua, Kongres memiliki kewenangan legislasi (bersama presiden) dan berwenang
mengawasi jalannya pemerintahan, sehingga melibatkan Kongres dalam penyelesaian
masalah ini secara politis dan yuridis sangat menguntungkan untuk penyelesaian krisis.
Ketiga, dengan melibatkan Kongres yang di dalamnya ada anggota dari berbagai partai
politik dan perwakilan negara-negara bagian, terlihat kekompakan legislatif dan eksekutif
di dalam menyelesaikan masalah nasional yang berat itu.
Banyak kalangan mengakui bahwa penyelesaian krisis ini juga menunjukkan kerja sama
terbaik antara Partai Republik yang berkuasa (eksekutif) dan Partai Demokrat yang
menguasai Kongres. Kerja sama ini menunjukkan, walaupun dari partai berbeda mereka
dapat bersepakat memecahkan masalah nasional.
Mereka menempatkan kepentingan nasional di atas kepentingan partai.Yang menarik
adalah, walaupun partai yang berkuasa di Amerika Serikat berasal dari Partai Republik,
tetapi sampai dengan putusan akhir Kongres masih ada sejumlah anggota Partai Republik
yang tidak menyetujui pemberian dana talangan.
Di Indonesia, kekompakan seperti ini agak sulit dicapai karena berbagai kepentingan
partai politik yang terlalu bervariasi-yang sering kali mengabaikan kepentingan rakyat
banyak. Misalnya penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
untuk mengatasi krisis yang terjadi sejak 1997 sampai sekarang belum tuntas walaupun
sudah ada lima presiden yang memerintah sejak zaman Presiden Soeharto sampai
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Bahkan masalah BLBI ini dijadikan amunisi politik untuk menyerang lawan politiknya
atau pemerintah yang sedang berkuasa. Sudah banyak sekali energi yang terbuang untuk
menyelesaikan masalah ini, tetapi masalahnya tak kunjung selesai.
Penyelesaian krisis keuangan yang terjadi 1997-1998 itu juga menunjukkan
ketidakkompakan elite politik bangsa ini. Pada awalnya penyelesaian hanya melibatkan
unsur eksekutif saja, tanpa keikutsertaan DPR.
Belakangan keterlibatan DPR diperlukan untuk mengatasi perbedaan pendapat antara
Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan mengenai penyelesaian biaya krisis
yang dipergunakan untuk menyelamatkan industri perbankan, yaitu untuk membayar
dana masyarakat pada bank-bank gagal dan rekapitalisasi perbankan.
Keterlibatan DPR ini sangat penting karena penyelesaian krisis melibatkan berbagai
pihak dan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Terlambatnya
keterlibatan DPR membuat penyelesaian krisis menjadi lebih lama dan sulit.
Untuk masa yang akan datang, keterlibatan DPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
perlu dilakukan sejak awal agar penyelesaian krisis memiliki dasar yang kuat dan dapat
berjalan baik.
Dalam hal ini diperlukan satu undang-undang yang mengatur bagaimana penyelesaian
yang harus dilakukan kalau terjadi krisis sistemik pada sektor keuangan seperti telah
diamanatkan oleh Pasal 11 ayat (5) Undang-Undang No 23/1999 sebagaimana telah
diubah dengan UU No 3/2004 tentang Bank Indonesia.
Kurangnya Pengaturan
Di berbagai belahan dunia biasanya sektor keuangan sangat diawasi oleh pemerintah
(highly regulated industry) karena ada kepentingan umum yang harus dilindungi. Walau
demikian, ternyata untuk masalah kucuran kredit untuk sektor perumahan yang
berkualitas kurang prima (subprime mortgage) yang berisiko tinggi, pengaturannya
kurang ketat.
Bahkan ada upaya untuk melonggarkan ketentuan di bidang ini. Mungkin masih ada
pengaruh paham liberal yang percaya bahwa pasar dan pelaku pasar tidak perlu banyak
diatur. Ada invisible hand yang mengatur mekanisme pasar. Sikap mengendurkan
pengaturan di bidang yang berisiko ini ternyata mengakibatkan dampak besar yang
mengakibatkan ditutupnya berpuluh-puluh lembaga keuangan dan bank.
Hal ini sekaligus membuktikan kegagalan otoritas keuangan di Amerika Serikat. Karena
itu karakter industri keuangan yang highly regulated seharusnya tetap dipertahankan
karena banyak dana masyarakat yang dikelolanya.
Sehubungan dengan itu Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan perlu tetap mengeluarkan prudential regulation untuk melindungi industri dari
risiko yang timbul dan akhirnya dapat merugikan kepentingan umum. (*)
Tulisan ini merupakan pendapat pribadi
Yunus Husein
Kepala PPATK dan
Dosen Hukum Perbankan pada Fakultas Hukum Beberapa Universitas � (//mbs)
Krisis Amerika, Krisis Dunia
Globalisasi menyebabkan krisis yang terjadi di sebuah negara berdampak pada negara
lainnya. Krisis yang terjadi di Amerika Serikat sedikit-banyak akan berdampak pada
perekonomian Indonesia. Tidak ada yang bisa meramalkan kapan krisis di Amerika itu
akan berakhir. Dan kapan pula krisis lanjutan akan muncul lagi. Kenyataan ini semakin
menyadarkan kita bahwa logika ekonomi tak selalu sejalan dengan kenyataan. Karena itu,
tak ada yang bisa disombongkan dari kecanggihan teknologi dan pengetahuan yang telah
diraih oleh negara maju seperti Amerika sekalipun.
Kearifan dan kesediaan untuk bekerja sama dengan semua pihak, tanpa diskriminasi dan
hegemoni, justru akan memperkuat sinergi dan menutup peluang-peluang terjadinya
krisis. Amerika tidak bisa menyombongkan diri sebagai negara adikuasa. Kegagalan dan
krisis bahkan bencana alam (topan) yang melanda Amerika belakangan ini menjadi bukti
nyata bahwa arogansi tak pernah menyelesaikan masalah. Dan seharusnya hal tersebut
memunculkan kesadaran baru bagi pemerintah Amerika untuk bersikap egaliter terhadap
negara lain.
Karena itu, sebagai negara berkembang, Indonesia harus banyak belajar pada krisis yang
melanda Amerika. Bahwa negara semaju Amerika pun tak bisa menjamin stabilitas
perekonomiannya melalui logika semata. Menuhankan logika semata akan berbuah
kepanikan seperti yang dirasakan masyarakat Amerika saat ini, akibat krisis ekonomi
yang muncul di luar perhitungan akal mereka.
Itulah sebabnya, sebagai bangsa yang religius, bangsa Indonesia sejatinya tidak akan
mudah panik, karena terbiasa dengan kesadaran-kesadaran alternatif sebagaimana
diajarkan oleh agama. Dan hal tersebut harus didukung oleh langkah-langkah rasional
dan penjelasan-penjelasan konstruktif yang dilakukan pemerintah sehingga masyarakat
tidak panik dan cemas. Penjelasan tersebut, misalnya, terkait dengan fundamen ekonomi
kita di tingkat nasional yang baik dan terkelola. Dalam keadaan seperti ini, yang penting,
di samping kita terus melakukan antisipasi dan pengelolaan, kita harus bersinergi agar
tidak terpuruk dalam krisis baru di tengah kita berjuang keluar dari krisis. Semoga.
T.A. Budinata
Jalan Ciputat Raya, Pamulang
Tangerang
Perbandingan krisis amerika dan krisis asia tahun
1997
Lagi tertarik dengan masalah-masalah ekonomi nih.. maklum di sini lagi heboh soal
kemungkinan krisis ekonomi yang disebabkan oleh krisis subprime mortgage alias kredit
kepemilikan rumah yang mengalami kemacetan besar-besaran di seluruh penjuru negri.
Baca-baca sedikit tentang ini, saya melihat kok banyak persamaannya ya? Disclaimer
dulu, saya nggak ngerti banyak soal ekonomi dan nulis ini supaya dapat komentar jadi
tambah pinter.. jadi buat yang ngerti jangan diketawain ya tapi dikomentarin ok?
Dari bacaan di Wikipedia dan satu artikel bank dunia, salah satu teori tentang penyebab
krisis ini adalah investasi yang berlebihan di bidang properti. Dana investasi ini
dikucurkan oleh bank tanpa banyak peraturan.
Kalo jaman krisis moneter Asia, misalnya di Indonesia, dituduhkan bahwa pemerintah
jaman itu yang KKN abis menyebabkan dana investasi ini berakhir di tangan orang2 yang
tidak efisien dan tidak kompeten utk mengelola dana (atau kemaruk kali?) akhirnya,
kredit ini tidak balik, menyebabkan krisis keuangan di tingkat bank, dan tentu saja
merembet ke bidang real lainnya. Dampaknya ekonomi macet, mata uang menurun
drastis karena orang2 pada panik juga, dan phk di mana-mana..
Krisis ekonomi Amerika kejadiannya hampir sama (walopun ini sebenarnya belum bisa
dikatakan krisis ekonomi ya tapi masih dalam taraf krisis keuangan di tingkat bank).
Dimulai dengan pelonggaran peraturan pengucuran kredit bank oleh pemerintah yang
menyebabkan kredit bank bisa diakses dengan lebih mudah oleh orang2 dengan
kualifikasi yang tidak meyakinkan dan jg oleh orang2 yang sebenarnya punya banyak
hutang lain. Kebijakan ini juga mendorong spekulasi berlebihan atas properti yang
menyebabkan harga properti melambung tinggi hanya dalam waktu beberapa tahun (rent
apartment juga jadi naik tiap tahun bo).. satu waktu, harga2 ini tidak bisa lagi dijangkau
oleh pasar, akhirnya penjualan rumah dan apartment merosot drastis, padahal tadinya
dibeli dengan hutang utk dijual lagi dengan harga tinggi.. jadilah kredit macet yang
buntutnya krisis keuangan di bank yang sekarang mulai terasa di tingkat real.. dampaknya
sih belum separah krisis Asia. Paling yang kena phk ya karyawan badan keuangan
penyalur kredit atau kontraktor properti yang kehilangan pekerjaan.. dampak yang lain
adalah banyak orang tiba2 terlilit hutang bank dan rumah mereka yang buat spekulasi tadi
disita oleh bank dan dijual murah.. tapi sedikit demi sedikit krisis ini sudah mulai terasa
terutama di pasar saham.. harga indeks saham amerika merosot tajam..
hm.. pertanyaan saya, apa orang2 pinter yang ngatur kebijakan ekonomi negara itu nggak
melihat ada tanda2 bakalan menuju krisis ya? pertanyaan ini juga mulai didengungkan di
sini..
ADA APA DENGN AMERIKA
Seorang kawan mengeluh betapa anjloknya IHSG. Bahkan jadi yang terparah
penurunannya se-Asia. Dampaknya, saham-saham yang dipegang kawan saya itu
menurun poinnya dan terus menurun. Yang menjadi penyebab, tak lain adalah krisis
Amerika yang konon terparah pada tujuh tahun terakhir ini, yang oleh beberapa orang
dikatakan mirip dengan yang dialami Asia sepuluh tahun lalu.
Bagaimana sebenarnya krisis ini bermula? Saya sedikit coba menceritakan awal
anjloknya ekonomi Amerika. Mohon dikoreksi jika ada salah. Maklum,,masih belajar
.
Masyarakat Amerika memiliki kepercayaan bahwa investasi di sektor riil, terutama
properti, akan sangat menguntungkan. Akibatnya, orang berbondong-bondong investasi
di sana. Sesuai hukum permintaan dan penawaran, saat demand tinggi sementara tidak
dibarengi dengan supply yang tinggi pula, harga properti menjadi naik.
Bank-bank utama Amerika menerapkan sistem credit rating, yaitu persyaratan yang
harus dipenuhi debitur agar bisa meminjam sejumlah dana untuk membeli rumah. Di
antara yang menjadi kriteria adalah jenis pekerjaan, tingkat disposable income, latar
belakang keluarga, pendidikan, kesehatan sampai ras, golongan, dan agama.
Adalah yang dinamakan subprime mortgage, yaitu pinjaman kepada pembeli rumah di
Amerika yang jaminannya kurang. Hal ini diberlakukan guna menjadi solusi bagi warga
miskin di sana mendapatkan rumah. Ketatnya persyaratan kredit ditambah dengan proses
yang tidak gampang, menyebabkan para warga miskin itu mengajukan kredit (hipotek) ke
lembaga pembiayaan (seperti Fanni Mae, Fredie Mac, AIG, Merill Lynch, Lehman
Brothers).
Lembaga pembiayaan ini merupakan pihak penengah antara bank dengan calon pembeli
(home loan). Sebenarnya uang tunai yang dimiliki pihak penengah ini hanya sedikit.
Dengan agunan surat kepemilikan rumah dari para home loan, lembaga pembiayaan
meminjam dana dari bank untuk kemudian dipinjamkan kembali pada para home loan.
Dengan demikian, meskipun lembaga pembiayaan hanya memiliki uang satu juta dollar,
telah dapat meminjami para home loan 10 juta dollar.
Pertengahan 2008 lalu, harga minyak meroket tajam dan menyebabkan kenaikan biaya
produksi. Dampaknya, banyak perusahaan harus memangkas biaya produksi yang bisa
dipangkas, seperti memecat sejumlah karyawannya. Dampaknya lagi, karyawan itu tidak
mampu membayar cicilan hipotek. Bagaimana bisa mencicil jika pekerjaan saja mereka
tidak punya? Karena tidak bisa mencicil, lembaga pembiayaan menyita aset properti yang
dihipotekkan. Jika yang terjadi hanya satu dua kasus saja, maka tidak akan ada masalah.
Sayangnya, banyak home loan yang tidak mampu membayar cicilan. Akibatnya lembaga
pembiayaan harus menyita lebih banyak rumah dan apartemen lagi.
Sementara itu, di sisi lain, lembaga pembiayaan juga harus membayar pihak bank atas
dana yang dipinjamnya. Karena tidak ada pemasukan berupa cicilan (uang tunai),
lembaga keuangan hanya bisa membayar melalui aset properti hasil sitaan. Padahal, bank
hanya mau menerima pembayaran berupa uang tunai. Mau tidak mau, akhirnya lembaga
pembiayaan tersebut menjual aset hasil sitaan dengan harga murah. Dan sampai di titik
tertentu mereka tidak mampu lagi membayar pinjamannya, hingga terjadi kredit macet
(bad debt).
Seperti kita tahu, sumber dana bank adalah dari tabungan dan bunga pinjaman kredit.
Ketika masyarakat sudah tidak memiliki dana, mereka akan kesulitan untuk menabung.
Ditambah lagi, dengan adanya kredit macet, maka bank-bank ini tidak mampu
memperoleh dana untuk operasionalnya. Akibatnya, perbankan di sana kolaps dan krisis
pun terjadi. Bush juga sudah mengakui terjadinya hal ini.
Lalu, apa dampaknya bagi perekonomian Indonesia?
Secara langsung maupun tidak, perekonomian Indonesia pasti akan terpengaruh. Di lantai
bursa, misalnya, IHSG anjlok. Ekspor Indonesia yang ke Amerika pun pasti akan
terpengaruh, entah itu sekadar berkurang atau malah terhenti sama sekali.
Menurut Budiono, Gubernur BI (KOMPAS 6/10/2008), ada dua dampak utama sebagai
imbas krisis ekonomi di AS, yaitu pengeringan likuiditas dan pelambatan ekonomi
global. Dampak itu akan mulai dirasakan dalam enam bulan sampai setahun ke depan.
Pengeringan likuiditas, secara gampang boleh diartikan uang yang ada dalam bank akan
semakin menyusut. Padahal, bank akan membutuhkan uang kas untuk operasional
mereka. Untuk mengatasi permasalahan ini, bank mungkin akan menaikkan bunga
deposito dengan harapan dapat menarik dana masyarakat masuk ke bank. Di sisi lain,
bunga pinjaman juga akan dinaikkan, yang berarti para debitur bisa jadi akan menerima
tagihan cicilan yang melonjak dibanding bulan-bulan sebelumnya.
Dalam hal pelambatan ekonomi global, aliran kas akan melambat dan menyebabkan
perputaran uang dalam dunia usaha juga melambat. Untuk perusahaan-perusahaan besar,
mungkin tidak akan terlalu sulit menghadapi pelambatan ini. Yang mungkin perlu
mendapat perhatian adalah UKM di Indonesia yang banyak jumlahnya itu
Sejak September yang lalu, ekonomi dunia dihebohkan dengan berita keruntuhan
ekonomi Amerika. Penyebab awalnya adalah adanya kredit macet pada sektor perumahan
di sana. Masyarakat di sana sangat umum melakukan hipotek untuk rumah mereka.
Kredit macet hipotek ini yang perlahan membuat lembaga pemberi kredit ambruk hingga
menyebabkan ekonomi Amerika terguncang.
Krisis yang terjadi di Amerika saat ini membuat saya memikirkan kembali pola konsumsi
yang dilakukan kebanyakan masyarakat Indonesia. Meski hipotek jarang disebut di tanah
air ini, istilah kredit sudah sangat familiar di telinga. Jika diingat, pasti sering kita
mendapat tawaran kredit kendaraan, baik itu motor maupun mobil, yang mensyaratkan
DP sangat rendah. Tak hanya itu. Barang-barang elektronik, hape, dan bahkan peralatan
rumah tangga yang dijual melalui ibu-ibu arisan pun melayani pembayaran melalui
kredit. Dengan mengeluarkan uang sedikit dahulu, sudah bisa memperoleh barang-barang
berkelas, tentu sangat menggiurkan bagi kebanyakan masyarakat kita yang masih saja
menempatkan gengsi dalam berpenampilan di urutan teratas.
Krisis Kredit Amerika, Kisah Kegagalan Sektor
Finansial (4)
Lompat ke Komentar
(sambungan dari part 3)
Ketika saya menulis part 3 artikel seri ini, korban terakhir dari krisis Finansial adalah
perusahaan finansial Bear Sterns. Waktu itu saya lalu berniat untuk menulis part 4 ini
setelah ada perkembangan lebih lanjut yang sangat signifikan. Ternyata hanya dalam dua
bulan sejak part 3 saya tulis, semakin banyak nama-nama besar di dunia finansial yang
bertumbangan. Walaupun begitu, saya masih belum terlalu terpikir untuk melanjutkan
artikel seri ini, karena beritanya masih relatif sama, yaitu perusahaan finansial tumbang.
Meskipun demikian, dalam satu minggu terakhir, saya membaca beberapa berita ‘seram‘
yang membuat saya berpikir ‘Mungkin sudah saatnya saya meneruskan cerita tentang
krisis kredit‘. Meskipun demikian, mungkin kini judul yang tepat bukanlah ‘Krisis Kredit
Amerika’ lagi, melainkan Krisis Kredit Global’.
—–oOo—–
Berita ’seram’ pertama yang mungkin terlewatkan dari ‘radar’ kebanyakan orang adalah
berita mengenai keadaan di 2 negara bagian Amerika, yaitu Massachusetts dan
California. Pengaruh krisis kredit telah begitu meluas dan dampaknya pun terasa ke
sektor pemerintahan. Kedua negara bagian tersebut kini mengalami kesulitan keuangan
untuk membayar berbagai pengeluaran rutinnya (spt gaji guru, polisi, pemadam
kebakaran, dll).
Gubernur California, Arnold Schwarzenegger, beberapa hari lalu menulis surat kepada
Departemen Keuangan USA bahwa negara bagiannya mungkin membutuhkan pinjaman
lunak darurat sebesar kira-kira US$7 Milyar. Tidak lama kemudian, Bendahara negara
bagian Massachusetts pun menyatakan kemungkinan membutuhkan pinjaman lunak
untuk menutupi defisit anggarannya.
Dalam kondisi normal, negara bagian USA yang membutuhkan dana bisa dengan mudah
mendapatkan dana tersebut dengan menerbitkan obligasi sendiri, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Tetapi dalam krisis kredit saat ini, ‘jalan’ ini bisa dikatakan
tertutup. Mengapa demikian? Ini karena setelah tumbangnya berbagai lembaga finansial,
berbagai perusahaan finansial yang tersisa mengalami ‘trauma’ untuk meminjamkan
uang kepada pihak lain. Uang yang mereka miliki akan mereka ‘pegang erat-erat’ untuk
berjaga-jaga.
Sebagai ilustrasi, kondisi ini mungkin bisa kita ibaratkan seandainya kita adalah pemilik
toko sembako dan lalu terjadi kelaparan yang sangat parah yang entah kapan akan
berakhir. Dalam kondisi ini, seandainya kita mengalami kesulitan mendapatkan pasokan
sembako, kita mungkin akan enggan untuk menjual barang dagangan kita dan memilih
menyimpannya utk konsumsi keluarga kita sendiri. Singkatnya, kondisi saat ini bisa
dikatakan dalam bahasa gaul ‘Elu elu, Gue gue, jaga diri masing-masing‘.
Sulitnya mendapatkan dana dari sektor finansial memaksa para gubernur negara bagian
tersebut kini berpaling kepada pemerintah pusat untuk meminta bantuan. Meskipun
demikian, belum ada kabar bagaimana jawaban pemerintah pusat terhadap permohonan
bantuan pinjaman ini.
Lalu apa yang akan terjadi seandainya bantuan pinjaman ini tidak diberikan ketika para
negara bagian itu membutuhkannya? Tentunya negara-negara bagian tersebut tidak bisa
membayar para pegawainya (polisi, guru, dll). Proyek-proyek pembangunan akan
dikurangi sebagian. Ini semua akan berpengaruh negatif kepada ekonomi yang saat ini
sudah ditimpa berbagai masalah lain.
Saya sendiri merasa bahwa perkembangan dari berita ini akan menarik untuk diikuti,
terlebih setelah disetujuinya program Bailout terhadap sektor finansial. Jika sektor
finansial bisa mendapatkan pertolongan bailout sedangkan negara bagian tidak, bisa
diperkirakan akan timbul reaksi yang keras dari masyarakat Amerika. Tetapi jika satu
negara bagian diberikan pertolongan, maka ada kemungkinan negara bagian lain juga
akan ‘antri’ meminta bantuan dari Depkeu. Ini akan semakin menambah besar beban
pemerintah pusat yang sudah harus mengeluarkan uang banyak untuk program Bailout.
—–oOo—–
Berita ‘seram‘ lainnya yang membuat saya merasa harus menulis artikel ini terkait
dengan satu negara kecil di Eropa, yaitu Islandia. Perdana Menteri Islandia, dalam satu
keterangan pers mengucapkan suatu kalimat yang menimbulkan kehebohan, ‘Islandia
terancam bangkrut nasional‘.
Penyebab timbulnya komentar yang mengagetkan ini tidak lain lagi-lagi adalah krisis
kredit.
Sama seperti negara lainnya, krisis kredit juga menimpa bank-bank di Islandia. Selama
masa booming beberapa tahun terakhir, berbagai bank di Islandia melakukan ekspansi
besar-besaran. Begitu hebatnya ekspansi ini, hingga kini hutang di sektor perbankan
negara itu mencapai US$100 Milyar, jauh di atas Produk Domestik Bruto Nasionalnya
yang cuma US$14 Milyar.
Ketika krisis kredit mulai menyebar, bank-bank tersebut pun mulai sulit mendapatkan
pinjaman. Pemerintah Islandia pun mengalami kesulitan yang besar untuk menolong
bank-bank tersebut karena ukurannya yang terlalu besar dibandingkan dengan negaranya.
Bantuan dari luar negeri pun sulit diharapkan karena negara-negara lain juga sedang
sibuk memerangi krisis kredit di negara masing-masing.
Kesulitan yang dialami oleh Islandia ini semakin menumpuk karena mata uangnya sudah
melemah hingga 40% dalam tahun ini saja. Akibatnya beban hutang yang mereka
tanggung semakin besar. Melemahnya mata uang Islandia ini juga mengancam kondisi
perekonomian mereka yang sangat tergantung kepada import, karena menimbulkan
inflasi tinggi akibat semakin mahalnya barang import. Berita terakhir menyatakan bahwa
inflasi di negara ini telah mencapai 14%.
—–oOo—–
2 tahun yang lalu, saya beruntung menemukan sebuah artikel yang membuat saya
tersadar akan bahaya bubble properti di Amerika. Tidak lama setelah itu, saya kembali
beruntung menemukan sebuah artikel yang menulis tentang betapa berbahayanya bubble
di pasar instrumen derivatif seperti CDO, CDS, dll. Oleh karena itu ketika bubble ini
akhirnya pecah, saya tidak kaget sama sekali karena memang sudah saya antisipasi sejak
lama. Meskipun demikian, tidak pernah sekalipun saya terpikir bahwa krisis kredit saat
ini akan sampai bisa menggoyang sebuah negara bagian ataupun negara (sekalipun
negara kecil seperti Islandia).
Dengan perkembangan terakhir ini, saya pikir ada baiknya saya kembali mengulangi
‘wanti-wanti’ saya kepada para pembaca blog ini.
Seperti kita ketahui, saat ini mulai terjadi persaingan antar bank untuk memberikan
‘bunga’ yang tinggi untuk deposito, di atas bunga yang dijamin oleh program LPS
bahkan di atas bunga dari Obligasi ORI. Tentunya kita perlu mempertanyakan alasan
mengapa bank-bank tersebut melakukan hal seperti ini. Umumnya, penyebab utamanya
adalah bank-bank tersebut mengalami kesulitan menghimpun dana dari masyarakat dan
ada kemungkinan keadaan keuangannya agak ‘ketat’.
Jika bank-bank tersebut mengalami ‘masalah’, tentunya akan beresiko terhadap nasib
uang yang kita tempatkan di bank itu, karena sudah tidak termasuk program penjaminan
LPS. Pertimbangkan masak-masak sebelum teman-teman menempatkan uang di sana.
Ingatlah bahwa tabungan dan deposito bukanlah tempat mencari hasil yang tinggi.
Ingatlah bahwa fungsi utama dari instrumen tabungan dan deposito adalah
keamanan dan likuiditas. Jangan sampai karena tergiur bunga lebih tinggi 1%-2% (per
tahun), akhirnya menyesal karena timbul masalah yang tidak diinginkan.
Krisis Amerika, Dampaknya Bagi
Indonesia
Oleh Tendi Haruman
Krisis finansial di Amerika Serikat berubah menjadi krisis global yang berdampak negatif
terhadap beberapa pasar modal utama dunia termasuk Indonesia. Hal ini menunjukkan
adanya interdependensi antarpasar modal sebagai dampak globalisasi ekonomi. Tulisan
ini mencoba menjelaskan penyebab terjadinya krisis, dampak yang ditimbulkan, dan
solusi bagi pasar modal Indonesia.
Ada dua tipe customer perumahan di AS, yaitu prime customer yang berasal dari
golongan menengah ke atas dan subprime customer yang umumnya pekerja dan berasal
dari golongan menengah ke bawah. Kredit yang diberikan kepada subprime customer
relatif tidak menggunakan prosedur yang ketat. Motivasi subprime customer mengambil
kredit umumnya adalah berharap selisih lebih harga jual seandainya tidak mampu
membayar. Aset piutang yang dimiliki bank kemudian diperjualbelikan (disebut
sekuritisasi aset), di mana salah satu pemain utamanya adalah Lehman Brothers. Sumber
dana yang digunakan Lehman Brothers untuk membeli aset piutang tersebut dengan
menerbitkan surat utang.
Masalah mulai terjadi sejak kenaikan suku bunga di Amerika sejak 2003, disusul kondisi
ekonomi Amerika dilanda resesi pada medio 2007 dan harga minyak bumi meningkat
mengakibatkan debitur tidak mampu bayar (default). Subprime customer yang awalnya
berharap bisa menjual rumah dan mendapatkan selisih harga, ternyata pada saat yang
sama supply rumah juga tinggi sekali yang berakibat jatuhnya harga rumah, peristiwa ini
dikenal dengan sebutan subprime loan crisis. Pada triwulan III 2008 Lehman Brothers
menderita kerugian 3,9 miliar dolar AS yang bersumber dari gagalnya penagihan aset
piutang berbasis kredit tersebut dan Lehman Brothers yang berusia 158 tahun, dengan
aset 639 miliar dolar AS pun mengumumkan kebangkrutan. Lehman Brothers bukanlah
satu-satu bank yang menderita kerugian, sebelumnya Citigroup dan Merrill Lynch, tetapi
keduanya sementara selamat dengan solusi bail out, yaitu injeksi dana untuk menambah
modal.
Dampak krisis
Berita kebangkrutan ini menjadi bad news yang direspons reaktif oleh pelaku pasar
modal Amerika, Eropa, dan Asia. Indeks saham blue-chip DJIA (Dow Jones Industrial
Average) turun 4,42 persen, indeks komposit Nasdaq merosot 3,60% dan indeks Standard
& Poor`s 500 jatuh 4,71 persen. Di Eropa, London, indeks FTSE turun 3,92, Paris, indeks
CAC 40 jatuh 3,78 persen dan Frankfurt, indeks DAX, merosot 2,74, serta Indeks Euro
Stoxx 50 turun 3,67 persen. Di Asia, indeks Taiwan ditutup melemah 4,09 persen,
Filipina 4,2 persen, dan Singapura 3,27 persen, tak ketinggalan Indonesia, Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) pada BEI jatuh pada level 1.700 an pada perdagangan hari
Senin (15/9).
Mengapa bad news di Amerika begitu cepat "menular"? Setidaknya ada empat argumen
sebagai dasar jawaban, pertama terdapat interdependensi antarpasar modal dunia sebagai
akibat globalisasi. Kedua, negara yang terkena dampak krisis, fundamental ekonominya
tidak kuat. Ketiga, kondisi psikologis para pelaku pasar modal, dan keempat kombinasi
faktor kedua dan ketiga. Untuk negara Amerika, Eropa, dan beberapa negara asia yang
ekonomi dan pasar modalnya sudah mature, faktor fundamental dan psikologis berjalan
simultan. Artinya, pelaku pasar modal akan segera merespons secara reaktif dengan
melihat faktor fundamental yang tidak menguntungkan (misal, kondisi rugi) dan
ekspektasi terhadap waktu dan prospek krisis. Dalam kasus saat ini kinerja fundamental
yang buruk dan ekspektasi waktu krisis yang akan berlangsung lama menyebabkan
investor melepas saham dengan cepat. Dampaknya bisa ditebak, indeks harga saham
sebagai tersebut perwujudan firm value di negara-negara tersebut terkoreksi atau turun.
Bagaimana Indonesia?
Penulis berasumsi bahwa fundamental ekonomi cukup baik yang berarti kejatuhan pasar
modal Indonesia disebabkan oleh kondisi psikologis berupa kepanikan pelaku pasar.
Kenapa investor Indonesia panik? Sebagaimana kita ketahui bahwa pasar modal
Indonesia tergolong pasar modal yang sedang berkembang. Parameter keputusan
investasi oleh investor lebih dominan ditentukan oleh faktor persepsi (ekspektasi)
daripada kinerja fundamental perusahaan sesungguhnya. Temuan konsultan Mc Kinsey &
Co (1998) sangat mencengangkan bahwa current earning stream hanya memberi
kontribusi 10% saja terhadap nilai pasar perusahaan publik, sisanya 90, adalah growth
expectation. Temuan penulis di sektor manufaktur atas masukan Prof. Roy Sembel, juga
menghasilkan angka di sekitar itu. Dengan demikian, harga pasar yang terbentuk
sesungguhnya adalah harga yang semu yang ditentukan oleh keahlian memengaruhi
persespi pasar dan sewaktu-waktu bisa terkoreksi atau terapresiasi bila terdapat bad news
atau good news.
Selain itu, dari sisi komposisi investor, ternyata investor yang bermain di pasar modal
Indonesia dan berkapital besar serta memiliki keterampilan teknis investasi yang baik
adalah investor asing yang jumlahnya diperkirakan 50%. Dengan demikian, sangat logis
bila bad news di pasar global, akan direaksi secara negatif bahkan berlebihan. Inilah
penyebab indeks harga saham di pasar modal Indonesia terkoreksi dengan cepat.
Solusi
Salah satu syarat menjadi negara yang disegani dalam konstelasi ekonomi dunia adalah
keberadaan pasar modal yang sehat, kuat, dan mandiri sehingga tidak cepat goyah
menghadapi hantaman krisis. Salah satu solusinya, memperkuat basis investor lokal
secara kualitas dan kuantitas. Cara yang paling cepat dan efektif adalah edukasi yang
benar kepada masyarakat tentang investasi di pasar modal sehingga memiliki kecerdasan
berinvestasi. Investor yang cerdas dalam pengambilan keputusannya akan menggunakan
pertimbangan rasional, bukan emosional seperti kebanyakan investor lokal saat ini.
Kecerdasan inilah yang akan mendorong kualitas keputusan investasi yang diambil.
Dengan demikian, suatu saat cerita suka (sukses investasi) lebih dominan dari cerita duka
(gagal investasi). Bila ini terjadi, investor lokal akan semakin percaya bahwa investasi di
pasar modal manageable dan menguntungkan. Emiten yang sahamnya dibeli investor,
harus menerapkan good corporate governance sehingga laporan atau publikasi yang
dikeluarkan mencerminkan keadaan sebenarnya. Hal ini akan menghilangkan asymmetric
information yang selama ini sangat merugikan investor. Solusi ini harus terintegrasi
sebab itu perlu sinergi berbagai pihak yang terkait, dalam hal ini adalah otoritas keuangan
(Bapepam) sebagai representasi pemerintah, emiten dan investor, serta lembaga
pendidikan. Insya Allah berhasil. ***
Penulis, pengurus ISEI Cabang Bandung, dosen Universitas Widyatama.
Penulis:
Moh. Arifin Purwakananta
purwakananta.wordpress.com
Momentum Krisis Eknomi Amerika
October 6, 2008 in Tulisan
Tags: krisis amerika
Amerika Serikat dirundung krisis ekonomi yang akut. Kiblat ekonomi dunia ini sedang
berjuang mengjar ego keangkuhannya. Krisis ini pun segera menyebar kepada seluruh
jejaring negeri Paman Sam ini, melalui virus dolar dan mitos modern tentang kejayaan
ekonomi kapitalisme.
Bagaimana Indonesia?
Saya berharap dua hal. Yaitu kita cepat tersadar dan merubah kiblat ekonomi
kemakmuran kita pada teori-teori, ukuran-ukuran dan mazhab kapitalisme dan
pertumbuhan ekonomi yang bagus untuk dipidatokan dan di cetak tebal-tebal
laporannya. Mau coba alternatif system ekonomi islam?
Hal kedua adalah segera membei vaksin kepada ekonomi rakyat agar tak berimbas krisis
yang menggurita ini. Lalu apa itu ekonomi rakyat? Ya ekonomi riil yang dierakkan
konsumsi rakyat. YakinlahkKita perlu segara menyetop konsumsi dari impor dan ajari
rakyat menjadi konsumen produk bangsanya sendiri. Jika kita tak mungkin kendalikan
pasar bebas, maka kendalikan komunikasi dan iklan media impor. Kita dapat memberi
ruang seluasnya pada produk rakyat untuk beriklan di media TV. Ini akan memfungsikan
metode yang sudah ada seperti permodalan dan sector social seperti zakat yang turut
menopang kekokohan para ekonom kecil.
Profil konsumen Indonesia
Perlu sebuah gerakan untuk mengubah pola konsumsi kita. Di sisi lain kita perlu
menguatkan aspek produksi. Saya berharap kita dapat memfokuskan pada produk
dengan nilai impor paling besar. Kita perlu membuat substitusi dengan produksi masal
produk-produk tersebut dari tangan pribumi.
Kita tak perlu mengandalkan penduduk kota yang kaya memulai gerakan ini, karena
yang ada hanyalah perlawanan. Tak mudah melarang orang kota ke kafe. Maka yang
perlu digerakkan adalah masyarakat umum di desa-desa. Kita berharap imbasnya di
kota. Ini akan efektif bila gerakan ini disupport oleh media dan tangan besi pemimpin
kepada oportinis politik.
Politik Ekonomi
Saya meyakini Indonesia dengan potensi sebesar ini haruslah menjadi pemegang
kendali bagi sumber daya dunia. Kepemimpinan ekonomi kita yang lemah bukan karena
kita kurang akal dan kalah negosiasi ekonomi, kita hanya belum mampu merekrut
borokrasi yang anti korupsi dan membela kepentingan ummat diatas kepentingan diri
dan keluarga.
Dengan menggeser isu ekonomi dari pertumbuhan menjadi isu distribusi, maka
otomatis kemakmuran akan menjadi focus kita. Distriusi asset dan distribusi
kemakmuran ini haruslah menjadi batu timbang bagi keberhailan ekonomi kita.
Siapa yang mau buat debat terbuka : Keruntuhan Kapitalisme dan Bangkitnya Ekonomi
Distribusi?
Possibly related posts: (automatically generated)
Edisi : Selasa, 07 Oktober 2008 , Hal.4
Perbedaan krisis ekonomi AS-Indonesia
Akhirnya DPR Amerika Serikat (AS) menyetujui rencana penyelamatan aset finansial oleh
pemerintah AS dengan mengucurkan dana segar (bailout) untuk menolong sakitnya sektor
finansial AS yang telah kronis agar tidak merembet ke seluruh tubuh perekonomian AS.
Pemerintah AS akan menyuntikkan dana segar senilai US$700 miliar secara bertahap kepada
institutional investor seperti bank komersial, asuransi, reksa dana, dan sebagainya sehingga
derajat likuiditas lembaga perantara keuangan tersebut menjadi lebih baik, juga lebih sehat.
Pada gilirannya sektor pasar finansial dapat kembali berfungsi normal sebagai pemasok
kebutuhan dana bagi agen-agen ekonomi yang membutuhkannya, serta akan menghindarkan
AS dari ancaman depresi ekonomi.
Sejak fenomena sekuritas subprime mortgage (SM) muncul sebagai pemicu krisis ekonomi AS
sekitar setahun lalu, komunitas global seakan disuguhi tontonan ekonomi berupa episode
dimulainya krisis ekonomi di AS. Pembabakan ini sebenarnya telah berlangsung sejak tahun
2004 yaitu ketika Fed mulai secara bertahap menaikkan suku bunganya, namun dampak dan
kesejatiannya baru menyeruak tahun 2007. Dibandingkan dengan Indonesia, penahapan
memasuki krisis terlihat lebih nyata dan berlangsung lebih lambat.
Pada saat Indonesia pertama kali dilanda krisis ekonomi pertengahan tahun 1997, jarak
antara faktor pemicu awal dengan dampaknya terasa sangat pendek dan berlangsung dengan
cepat. Diawali dengan goncangan hebat atas nilai tukar bath Thailand terhadap dolar AS di
pertengahan Mei 1997, kemudian hanya dua bulan berselang, perekonomian Indonesia kena
getahnya di mana Juli 1997 menjadi tonggak dimulainya prahara ekonomi Indonesia yang
hingga sekarang masih sangat terasa dampaknya.
Di satu sisi, perekonomian AS masih ditopang oleh fundamental ekonomi yang kuat–PDB AS
sekitar US$13,7 triliun merupakan terbesar di dunia–serta mesin ekonomi pasar yang efektif.
Di sisi lain, saat menghadapi krisis Indonesia tidak cukup memiliki fundamental ekonomi yang
kuat. PDB Indonesia pada saat memasuki krisis hanya sekitar USD 43 miliar dengan cadangan
devisa yang hanya berkisar USD 20 miliar. Selain itu perekonomian Indonesia juga dihinggapi
berbagai distorsi pasar yang akut seperti KKN, monopoli dan lain sebagainya.
Di tingkat fundamental ekonomi, kontribusi ekonomi sektoral terhadap PDB juga tidak merata,
termasuk masih lebarnya kesenjangan pembangunan ekonomi antara wilayah Indonesia
barat, tengah dan timur turut menyumbang bagi lemahnya fundamental ekonomi nasional.
Faktor-faktor ini bisa menjadi jawaban mengapa Indonesia lebih rentan dan cepat terkena
krisis dibandingkan AS.
Berbeda juga dengan AS, saat ini pemeran utama krisis di AS adalah sekuritas SM, sedangkan
aktor penting pemicu krisis di Indonesia adalah defisit neraca berjalan serta besarnya utang
luar negeri (ULN) terutama ULN jangka pendek. Surat utang SM yang sudah tidak
marketable– karena tingginya suku bunga dan banyaknya nasabah yang gagal bayar–telah
menyebabkan banyak lembaga perantara keuangan mengalami kerugian jutaan dolar AS.
Makin besar kerugian yang diderita institusi keuangan, maka makin besar pula dana segar
yang dibutuhkan untuk menjalankannya kembali.
Injeksi fresh money dari pemerintah sangat penting agar lembaga keuangan tidak sampai
menjual portofolio dan aset-aset produktif mereka yang dapat menyebabkan goncangan
berlanjut ke sektor riil. Jadi, kelangkaan modal finansial sekarang ini berawal dari sepak
terjang SM.
Sedangkan untuk kasus Indonesia, krisis ditengarai dengan kelangkaan devisa yang berawal
dari terdepresinya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Depresiasi rupiah yang sangat besar–
sempat menyentuh Rp 15.000/dolar AS pada Agustus 1997 setelah pemerintah
mengambangkan nilai rupiah ke pasar – telah menyebabkan membengkaknya defisit neraca
berjalan serta meningkatnya kebutuhan dolar AS untuk membayar ULN yang jatuh tempo.
Selanjutnya secara simultan penurunan nilai rupiah ini mempengaruhi kehidupan ekonomi
masyarakat dengan perwujudan dampaknya antara lain menurunnya pasokan pasar domestik,
melambungnya angka inflasi, meningkatnya PHK dan pengangguran, serta makin tingginya
angka kemiskinan. Dalam hal krisis ekonomi di Indonesia, depresiasi rupiah telah menjadi
penyebab awalnya.
Peran IMF
Tentang bagaimana mencari jalan keluar dari krisis, AS dan Indonesia juga memiliki cerita
yang berbeda. Rencana bailout senilai USD 700 miliar yang dilakukan pemerintah AS
bersumber dari keuangan pemerintah AS sendiri baik melalui mekanisme penjualan surat
utang pemerintah di pasar uang, maupun melalui mekanisme anggaran belanja negara.
Sebaliknya, pada situasi Indonesia tahun 1997, pemerintah meminta bantuan resmi dari IMF
senilai US$40 miliar.
Ini terjadi karena Bank Indonesia saat itu sudah tidak mampu lagi mengintervensi pasar–
karena cadangan devisa yang terus menipis – untuk mendongkrak nilai tukar rupiah. Kendati
prinsip penyelamatan yang dilakukan hampir sama yaitu dengan mengambil alih surat utang
yang macet ataupun mengambil alih kepemilikan saham perusahaan/bank yang bermasalah,
namun asal sumber daya yang digunakan untuk mengatasi masalah benar-benar berbeda. AS
lebih memanfaatkan sumber daya internal, sedangkan Indonesia mengandalkan sumber daya
eksternal.
Selanjutnya, setting politik juga menjadi faktor pembeda yang urgen antara krisis ekonomi AS
saat ini dengan yang dialami oleh Indonesia sepuluh tahun lalu. Situasi politik AS jelas lebih
mapan dan stabil dibandingkan dengan Indonesia waktu itu. Meskipun proses pembahasan
rencana bailout pemerintah AS mengalami perdebatan yang sangat sengit di tingkat Senat
maupun DPR sebelum akhirnya divoting, namun dinamika adu kekuatan politik antara kubu
partai Republik dengan partai Demokrat menjelang Pilpres AS bulan November nanti tidak
sampai menimbulkan goncangan politik dan sosial yang berarti bagi publik AS.
Sebaliknya, krisis ekonomi Indonesia yang disulut oleh goncangan moneter telah menjelma
menjadi krisis sosial dan politik yang dahsyat yang berujung pada jatuhnya pemerintahan
Orde Baru. Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya perilaku besaran-besaran ekonomi
tidak sepenuhnya kedap pengaruh dari besaran-besaran sosial yang melingkupinya.
Drama mengenai bekerjanya dapur ekonomi AS masih berlangsung. Bagi Indonesia sudah
barang tentu tidak punya pilihan kecuali mempersiapkan berbagai langkah untuk
meminimalisasi dampak yang akan ditimbulkan oleh krisis ekonomi AS manakala krisis di
negeri adidaya tersebut berkepanjangan. Upaya tersebut juga perlu dilengkapi dengan
mempersiapkan alternatif sumber pembiayaan eksternal ketika modal-modal yang berasal dari
pasar finansial benar-benar ”mengering”, seperti yang dikhawatirkan oleh banyak pihak. Oleh : BRM Bambang Irawan Dosen FE UNS Solo
Edisi : Kamis, 09 Oktober 2008 , Hal.1
Pasar panik, BEI kacau
Jakarta (Espos) Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (8/10), memutuskan menutup
perdagangan saham karena hancurnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang anjlok
hingga 10,38%.
Menyikapi hal ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memerintahkan BUMN untuk
melakukan pembelian lagi sahamnya atau buy back sebanyak-banyaknya yang mereka
mampu di tengah kondisi pasar saham yang sedang amburadul ini. ”BUMN yang tbk diminta
buy back saham mereka sebanyak mereka mampu,” ujar Ketua Kadin MS Hidayat seusai rapat
terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (9/10) dini hari. Apa saja saham yang akan di-buy
back, menurut Hidayat akan ditentukan oleh Menneg BUMN.
Sementara itu otoritas bursa saham belum memutuskan apakah perdagangan di BEI akan
dibuka atau tidak pada Kamis (9/10) ini. Penutupan pasar saham akibat penurunan indeks
yang tajam baru kali pertama ini dilakukan. Sebelumnya pasar saham pernah tutup karena
force majeur akibat peledakan bom.
”Kami akan melihat dahulu perkembangan pasar di bursa regional yang hari ini (kemarin-red)
juga banyak yang berjatuhan,” kata Direktur Utama BEI, Erry Firmansyah di Jakarta, Rabu.
Namun Kepala Biro Hukum dan Perundang-undangan Bapepam LK, Robinson Simbolon seusai
rapat di kantor Bapepam LK, Jakarta, Rabu malam, menyebutkan pelaku pasar menginginkan
agar transaksi perdagangan saham tetap dihentikan hingga perdagangan Kamis.
Ketika perdagangan saham ditutup pukul 11.08 WIB, IHSG merosot tajam hingga 168,052
poin atau 10,38 persen ke posisi 1.451,669. Posisi IHSG ini merupakan terendah sejak
September 2006. Transaksi saham yang dicatatkan sebelum bursa disuspensi, sebanyak
27.494 kali dengan volume 1,129 miliar unit saham senilai Rp 988 miliar. Hanya enam saham
yang naik harga, selebihnya 171 saham anjlok dan sembilan saham stagnan.
Erry menjelaskan, pasar saham sudah tidak rasional lagi. Indeks jatuh lebih dari 10 persen
pada sesi I perdagangan Rabu, namun nilai transaksinya hanya di bawah Rp 1 triliun. ”Ini
sudah tidak rasional, karenanya BEI memutuskan untuk melakukan suspensi,” ujarnya. ”Kami
akan melakukan pemeriksaan atas anomali transaksi hari ini. Masih belum bisa dipastikan
apakah ada transaksi ilegal. Namun jika melihat nilai transaksi hari ini yang hanya sebesar Rp
952 miliar, sedangkan IHSG anjlok hingga 10,38% sangat irrasional,” lanjutnya.
BEI menilai situasi pasar sangat panik dan investor sudah banyak melakukan langkah yang
tidak rasional lagi. Bursa saham Nikkei Jepang yang turun 10 persen juga bursa Singapura
yang biasanya relatif tenang, juga menunjukkan kepanikan. ”Kalau ini dibiarkan justru akan
memperparah bursa saham Indonesia, karena itu kami putuskan suspensi,” kata Erry.
Erry juga minta para investor harus bertindak rasional dan berpikiran jernih dalam menyikapi
krisis keuangan global terutama yang terjadi di Amerika Serikat.
Situasi ini juga memaksa Menteri Keuangan Sri Mulyani batal menghadiri sidang IMF di New
York dan segera kembali ke Tanah Air. Menkeu diminta pulang dan dijadwalkan memimpin
rapat di kantor Menko Perekonomian Kamis (9/10) ini. Hal itu diungkapkan Edy Putra Irawady,
Deputi Menko Perekonomian bidang Industri dan Perdagangan.
Langkah tepat
Sementara itu anjloknya indeks harga saham di BEI diyakini Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono tidak akan berlangsung lama dan bisa segera diatasi. ”Kita tetap optimistis ini
segera bisa diatasi karena kondisi ekonomi kita sekarang berbeda dengan masa krisis 1998,”
kata Juru Bicara Presiden Andi Mallarangeng di Kantor Presiden Jakarta. Sedangkan Menteri
Negara BUMN Sofyan Djalil menilai penghentian perdagangan saham di BEI pada Rabu
merupakan langkah yang tepat. ”Jadi tidak ada masalah, karena dengan dihentikan membuat
orang berpikir, karena turunnya sudah tidak wajar,” ujarnya.
Pada bagian lain, penghentian sementara perdagangan seluruh saham kemarin membuat
sejumlah pengelola dana kewalahan menjawab pertanyaan investor. Riset Analis Bali
Securities Ketut Tri Bayuna mengatakan para investor langsung panik dan langsung
menanyakan perihal suspensi saham di BEI.
Salah seorang relationship manager di bank asing mengatakan para nasabah yang
berinvestasi di reksa dana saham juga banyak yang menelepon menanyakan posisi dananya
terkait penutupan transaksi di BEI. ”Bahkan ada nasabah kami yang merugi Rp 7 miliar atau
45% periode 15 September sampai hari ini (kemarin-red),” kata dia.
Pergerakan IHSG
Tanggal Composite Index
1
6
7
8
September 2.164,620
Oktober 1.648,74
Oktober 1.619,72
Oktober 1.451,67 (Posisi IHSG ini merupakan terendah sejak September 2006)
Sumber: www.idx.co.id, Bisnis Indonesia, Bloomberg
Bursa Eropa (penutupan Rabu, 8/10)
FTSE Inggris 100 turun 6,76%
CAC Paris turun 8,18%
DAX Frankfurt turun 6,32%
SMI Zurich turun 3,45%
Rusia turun 11% (distop lagi)
Bursa Asia (Penutupan Rabu, 8/10)
Malaysia turun 2,7%
Singapura turun 6,61%
Thailand turun 6,06%
Hong Kong turun 8,2%
Jepang turun 9,81%
Australia turun 5%
India turun 5,84% - Oleh : bisnis/dtc/Ant
Sektor Riil
2009-2010 Kondisi Kritis Ekonomi Indonesia
JAKARTA - Kondisi ekonomi dalam negeri pada tahun 2009 hingga 2010 merupakan
kondisi yang cukup kritis. Pasalnya, perlambatan ekonomi global saat ini baru akan terasa
dalam dua atau tiga kuartal mendatang.
Plt Menko Perekonomian, Sri Mulyani, mengatakan dampak itu akan terlihat di neraca
pembayaran 2009. Maka itu pemerintah akan menyusun RAPBN 2009 secara lebih hatihati. �
"Kita melihat tahun 2009 dan 2010 adalah tahun yang cukup kritis yang harus kita
manage dari sisi kebijakan ekonominya dan respons kebijakan yang harus kita lakukan.
Manajemen APBN dengan DPR akan lebih hati-hati lagi supaya tahun 2009
mendapatkan format yang terbaik," ujar Sri Mulyani, usai rakor di Gedung Depkeu,
Jakarta (5/10/2008).
Selain mencermati rancangan APBN 2009, pemerintah juga akan menjaga stabilitas
ekonomi bersama BI melalui tingkat inflasi, nilai tukar suku bunga. Hal ini untuk
menciptakan kepastian atau kepercayaan dari pelaku usaha.
Langkah lainnya yakni pemerintah akan memperbaiki dan mempercepat reformasi di
sektor riil sehingga bisa berjalan lebih efektif. Pemerintah juga akan menjaga program
kemiskinan, ketahanan pangan dan pengurangan pengangguran.
Selain itu pemerintah memastikan kondisi ekonomi makro pada 2008 akan tetap terjaga
meski saat ini hampir seluruh negara mengalami perlambatan ekonomi. Namun,
pemerintah tetap akan waspada dalam menyikapi perkembangan ekonomi global.
"Jadi kesimpulannya untuk ekonomi 2008 secara makro mungkin beberapa target masih
akan bisa kita jaga dan tercapai namun tidak akan mengurangi waspada dan kehati-hatian
sampai akhir 2008," ujarnya. (ahm)
Sektor Riil
Krisis AS Tak Turunkan Target Ekspor 2008
Selasa, 7 Oktober 2008 - 19:45 wib
Nuria - Okezone
JAKARTA - Pemerintah memastikan krisis AS tidak akan menurunkan target ekspor
2008. Ekspor akan terpengaruh jika krisis berlanjut.
Produk ekspor utama Indonesia ke AS seperti produk karet, udang, kopi, kakao dan
sepatu diperkirakan tetap tumbuh walaupun ada beberapa produk yang mengalami
penurunan seperti produk kayu olahan dan furnitur. Hal ini terkait menurunnya
pembangunan perumahan di AS.
Demikian dikemukakan Mendag Mari Elka Pangestu melalui siaran pers yang diterima
okezone, di Jakarta, Selasa (7/10/2008).
Mendag menjelaskan pasar ekspor Indonesia telah meluas. Selain itu penurunan harga
dan permintaan komoditi telah diperhitungkan sejak awal tahun sehingga target ekspor
nonmigas tahun 2008 sebesar 12,5 persen diperkirakan masih bisa tercapai.
"Tujuan pasar ekspor Indonesia telah semakin terdiversifikasi, sehingga peran Amerika
Serikat dan Uni Eropa semakin menurun. Oleh sebab itu, dampak langsung dari krisis
finansial di Amerika Serikat tersebut belum begitu dirasakan," katanya.
Mendag menjelaskan, bahwa upaya diversifikasi pasar telah dilakukan dalam lima tahun
terakhir. Tujuan ekspor ke Eropa turun dari 17,1 persen pada 2003 menjadi 13,9 persen
pada pertengahan tahun 2008. Dalam kurun waktu yang sama, ekspor AS turun dari 14,7
persen menjadi 11,6 persen. Sedangkan ke Asia, Jepang dan Singapura cukup stabil.
Namun tujuan ekspor ke Asia emerging countries cenderung meningkat.
Ekspor ke Jepang tercatat dari 14,4 persen menjadi 12,5 persen, ke China dari 5,9 persen
menjadi 7,6 persen, ke India dari 3,4 persen menjadi 6,5 persen dan ke Singapura dari
10,1 persen menjadi 9,8 persen.
"Diversifikasi pasar akan digalakkan guna mengantisipasi resesi di AS dan Eropa serta
kemungkinan terjadinya penurunan pertumbuhan negara-negara Asia karena resesi di
negara-negara maju," jelas Mendag. (ade)
Sektor Riil
Ekspor Utama RI ke AS Masih Bisa Tumbuh
Rabu, 8 Oktober 2008 - 13:58 wib
Nurfajri Budi Nugroho - Okezone
JAKARTA - Produk ekspor utama Indonesia ke Amerika Serikat diperkirakan masih
dapat tumbuh, walaupun ada beberapa produk yang mengalami penurunan.
Produk yang masih dapat tumbuh antara lain produk karet, udang, kopi, kakao, dan
sepatu. Sedangkan yang diperkirakan mengalami penurunan antara lain produk kayu
olahan dan furnitur. Hal ini berkaitan dengan menurunnya pembangunan perumahan di
AS.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menjelaskan, secara keseluruhan dalam tahun
2008 prospek ekspor Indonesia tetap baik, karena pasar tujuan ekspor Indonesia relatif
terdiversifikasi dan produk ekspor utamanya, seperti energi dan produk pertanian,
permintaanya masih cukup kuat.
"Dengan kecenderungan melemahnya harga komoditi utama ekspor Indonesia di pasar
internasional dan melemahnya permintaan dunia, dalam semester dua tahun 2008, ekspor
Indonesia akan menghadapi tantangan yang cukup berat," papar Mari dalam keterangan
pers yang diterima okezone, Rabu (8/10/2008).
Kata Mari, pada dasarnya tantangan berat itu sudah diperhitungkan sejak awal tahun,
sehingga target ekspor nonmigas tahun 2008 sebesar 12,5 persen sesuai proyeksi
pertumbuhan pemerintah sebesar 6,3 persen, diperkirakan masih tercapai.
Kinerja Ekspor
Nilai ekspor Indonesia Agustus 2008 mencapai USD12,5 miliar atau mengalami
penurunan sebesar 0,4 persen dibanding Juli 2008. Sementara itu, apabila dibandingkan
dengan Agustus 2007, ekspor mengalami peningkatan sebesar 30,3 persen.
Ekspor nonmigas Agustus 2008 mencapai USD9,6 miliar, turun 1,2 persen dibanding Juli
2008, sedangkan dibandingkan ekspor nonmigas Agustus 2007 naik 23,5 persen.
Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-Agustus 2008 mencapai USD95,4 miliar
atau meningkat 29,9 persen dibanding periode yang sama tahun 2007. Adapun ekspor
nonmigas mencapai USD73,5 miliar atau meningkat 22,4 persen.
Perkembangan ekspor bulan Agustus dibandingkan bulan Juli 2008 cenderung
bervariatif. Ekspor beberapa produk utama mengalami kenaikan terutama produk
pertanian dan kehutanan, seperti lemak dan minyak nabati serta pulp.
Beberapa bahan tambang dan industri juga mengalami kenaikan seperti bahan bakar
mineral, besi dan baja, mesin/peralatan listrik, mesin-mesin/pesawat mekanik.
Kinerja Impor
Sementara itu, nilai impor Indonesia Agustus 2008 mencapai USD11,9 miliar atau turun
7,4 persen dibanding Juli 2008. Hal itu terdiri dari impor migas sebesar USD 2,9 miliar
(pangsa 24.4 persen) dan impor nonmigas sebesar USD9,0 miliar (pangsa 75,6 persen).
Selama Januari-Agustus 2008, nilai impor Indonesia mencapai USD89,8 miliar dengan
impor migas sebesar USD23,3 miliar (pangsa 25,9 persen) dan impor nonmigas sebesar
USD66,5 miliar (pangsa 74,1 persen). (jri)
Fiskal & Moneter
Imbal Hasil Naik, Lelang SUN Dihentikan
Rabu, 8 Oktober 2008 - 08:00 wib
JAKARTA - Departemen Keuangan (Depkeu) menghentikan lelang penerbitan surat
utang negara (SUN) di pasar perdana untuk tahun ini.
Kebijakan ini ditempuh lantaran tingginya volatilitas pasar keuangan global akhirakhir ini
yang memicu penurunan harga dan kenaikan imbal hasil obligasi. "Pemerintah
meniadakan lelang penerbitan SUN di pasar perdana pada 14 Oktober 2008 dan sisa
penerbitan sampai dengan akhir 2008," kata Direktur Surat Berharga Negara Direktorat
Jenderal Pengelolaan Utang Depkeu Bhimantara Widyajala di Jakarta kemarin.
Rencananya, Depkeu memiliki lima kali jadwal lelang SUN, yaitu pada 14 dan 28
Oktober, pada 11 dan 18 November,serta pada 9 Desember untuk memenuhi target
penerbitan SBN neto tahun ini sebesar Rp117 triliun.
Ini untuk menutup pembiayaan defisit dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Perubahan (APBN-P) 2008 yang ditetapkan Rp94,5 triliun atau 2,1 persen� dari produk
domestik bruto (PDB),meski telah direvisi menjadi Rp78,1 triliun atau 1,7 persen� dari
PDB.
Bhimantara mengatakan, dengan penghentian lelang SUN ini pemerintah tidak akan lagi
membiayai defisit APBN-P 2008 melalui SUN. Untuk menutup defisit, pemerintah akan
mengoptimalkan pengeluaran negara.
Keputusan ini diambil sebagai salah satu langkah menciptakan situasi pasar yang lebih
stabil dan kondusif, menyusul guncangan hebat dalam sektor keuangan dunia. Namun
demikian, pemerintah masih membuka peluang lelang SUN di pasar perdana bila pasar
surat utang telah cukup stabil "Itu pun dalam rangka pengelolaan portofolio
SUN,"ungkap Bhimantara.
Sampai dengan pekan kedua September 2008, jumlah penerbitan SUN secara neto sudah
mencapai Rp102,7 triliun, sehingga total penerbitan SUN neto sebenarnya sudah
terpenuhi.Sementara untuk penerbitan SUN bruto, hingga saat ini telah mencapai Rp126
triliun sementara target selama 2008 mencapai Rp157 triliun sehingga masih terdapat
kekurangan Rp31 triliun.
Direktur Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Ditjen Pengelolan Utang Depkeu
Dahlan Siamat mengatakan, pemerintah sudah tidak lagi memerlukan SUN, termasuk
SBSN internasional yang belum diterbitkan. Pasalnya, pemerintah sudah merevisi turun
defisit APBN-P 2008 menjadi 1,3 persen� dari PDB. (sindo//rhs)
Fiskal & Moneter
Kenaikan BI Rate Tak Pengaruhi Pelaku Pasar
JAKARTA - Kenaikan BI rate 25 basis poin (bps) tidak berpengaruh ke pelaku pasar.
Pasalnya, suku bunga BI sudah tidak lagi menjadi acuan pasar dalam menentukan tingkat
suku bunganya.
"Tidak ada pengaruhnya ke perbankan karena suku bunga bank sekarang sudah tidak
mengacu ke BI rate," kata Wadirut BI Soekatmo Padmo, saat dihubungi oleh wartawan
hari ini, di Jakarta, Selasa (7/10/2008).
Soekatmo melihat, BI rate memang seharusnya naik. Adapun di sektor perbankan juga
sebelumnya telah menyesuaikan kenaikan BI rate ini dengan situasi keuangan yang
terjadi saat ini.
Sementara itu, Dirut BNI Gatot Suwondo mengatakan, kenaikan BI rate sudah diprediksi
oleh perbankan sebelumnya. "Sudah diprediksi kenaikan BI rate ini dari awal," kata
Gatot.
Gatot melihat, kenaikan ini nantinya akan menyebabkan tingkat suku bunga peminjam
atau lending rate akan menjadi lebih tinggi.
Mengenai hal tersebut, Gatot mengatakan pihaknya akan melihat kembali hal tersebut.
"Pengaruhnya lending rate akan tinggi lagi, nanti kita akan lihat lagi," katanya. (ade)
Berita Terkait





Kenaikan BI Rate Belum Hilangkan Sentiman Pasar
Boediono: BI Rate Naik Menjadi 9,5%
RDG BI Harus Bijaksana Tentukan BI Rate
Inflasi Melejit, BI Rate Perlu Dinaikkan
BI Turunkan Suku Bunga Over Night
Darmin Pesimistis Target Pajak Nonmigas 2009 Tercapai
Selasa, 7 Oktober 2008 - 14:51 wib
Mochammad Wahyudi - Okezone
JAKARTA - Dirjen Pajak Darmin Nasution tidak begitu optimistis dapat mencapai
target penerimaan pajak nonmigas pada 2009 yang sebelumnya sudah disepakati dengan
DPR. Hal ini ditenggarai karena imbas dari krisis keuangan global yang berporos di
Amerika.
"Kalau kita bicara pajak nonmigas saja, memang apa yang sudah disepakati di DPR tidak
termasuk sangat optimistis, agak optimistis barang kali. Karena ini risiko pengaruh krisis
di AS, meskipun tidak besar," ucap Direktur Jenderal Pajak Depkeu Darmin Nasution,
saat ditemui seusai halal bihalal, di Lingkungan Ditjen Pajak, Jalan Gatot Soebroto,
Jakarta, Selasa (7/10/2008).
Memang pada tahun depan diperkirakan target pertumbuhan ekonomi akan mengalami
koreksi ke bawah, namun masih berada di kisaran enam persen. Selain itu, inflasi
diperkirakan juga akan lebih tinggi. Sehingga, menurut Darmin, jika diterjemahkan
pengaruhnya ke pajak, akan ada penurunan pada Pajak Penghasilan (PPh), namun Pajak
Pertambangan Nilai (PPN) akan sedikit naik.
Tahun depan, direncanakan penerimaan pajak di luar migas sekitar 20,5 persen atau jauh
lebih rendah jika dibandingkan dengan target penerimaan 2008 yang sebesar 34 persen
dari penerimaan tahun sebelumnya. Penurunan ini terjadi karena adanya amandemen UU
PPh, PPN dan KUP. Menurut Darmin, Jika tidak ada amandemen, Ditjen Pajak masih
berani tahun depan memasang target penerimaan pajak hampir 30 persen.
"Sementara kalau bicara penerimaan pajak migas agak susah. Karena kelihatanya angka
yang kita sepakati dengan DPR, tergantung crude oil berapa," imbuhnya.
Menurut Darmin, sudah bisa dipastikan pajak dari sektor pasar modal yang paling
terpengaruh krisis keuangan global. Kendati demikian, itu tidak terlalu mengganggu
target penerimaan tahun depan. Pasalnya, pajak dari sektor tersebut dinilai tidak terlalu
siginifikan walaupun dia tidak menyebut besarannya.
"Tidak sampai merubah besaran secara keseluruhan dengan syarat kerjanya lebih keras.
Penerimaan 2009 di luar migas dianggap masih bisa tercapai asal konsisten," ucapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam rapat panitia anggaran DPR-RI bersama
pemerintah telah disepakati penerimaan perpajakan pada 2009 Rp591,1 triliun. Di mana
angka itu terdiri dari PPh nonmigas Rp300,6 triliun, PPN dan PPnBM Rp249,5 triliun.
Kemudian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp28,9 triliun, Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB) Rp7,7 triliun dan pajak lainnya Rp4,2 triliun. (rhs)
Berita Terkait





Ditjen Pajak Baru Terima Satu Perusahaan
Pemberlakuan PP No 62 Hilangkan Potensi Pajak
F-PG akan Hilangkan Pajak Lingkungan
Perubahan UU Perpajakan Hilangkan Rp47 T
BBN-KB Gunakan Single Rate
Fiskal & Moneter
Imbal Hasil Naik, Lelang SUN Dihentikan
JAKARTA - Departemen Keuangan (Depkeu) menghentikan lelang penerbitan surat
utang negara (SUN) di pasar perdana untuk tahun ini.
Kebijakan ini ditempuh lantaran tingginya volatilitas pasar keuangan global akhirakhir ini
yang memicu penurunan harga dan kenaikan imbal hasil obligasi. "Pemerintah
meniadakan lelang penerbitan SUN di pasar perdana pada 14 Oktober 2008 dan sisa
penerbitan sampai dengan akhir 2008," kata Direktur Surat Berharga Negara Direktorat
Jenderal Pengelolaan Utang Depkeu Bhimantara Widyajala di Jakarta kemarin.
Rencananya, Depkeu memiliki lima kali jadwal lelang SUN, yaitu pada 14 dan 28
Oktober, pada 11 dan 18 November,serta pada 9 Desember untuk memenuhi target
penerbitan SBN neto tahun ini sebesar Rp117 triliun.
Ini untuk menutup pembiayaan defisit dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Perubahan (APBN-P) 2008 yang ditetapkan Rp94,5 triliun atau 2,1 persen� dari produk
domestik bruto (PDB),meski telah direvisi menjadi Rp78,1 triliun atau 1,7 persen� dari
PDB.
Bhimantara mengatakan, dengan penghentian lelang SUN ini pemerintah tidak akan lagi
membiayai defisit APBN-P 2008 melalui SUN. Untuk menutup defisit, pemerintah akan
mengoptimalkan pengeluaran negara.
Keputusan ini diambil sebagai salah satu langkah menciptakan situasi pasar yang lebih
stabil dan kondusif, menyusul guncangan hebat dalam sektor keuangan dunia. Namun
demikian, pemerintah masih membuka peluang lelang SUN di pasar perdana bila pasar
surat utang telah cukup stabil "Itu pun dalam rangka pengelolaan portofolio
SUN,"ungkap Bhimantara.
Sampai dengan pekan kedua September 2008, jumlah penerbitan SUN secara neto sudah
mencapai Rp102,7 triliun, sehingga total penerbitan SUN neto sebenarnya sudah
terpenuhi.Sementara untuk penerbitan SUN bruto, hingga saat ini telah mencapai Rp126
triliun sementara target selama 2008 mencapai Rp157 triliun sehingga masih terdapat
kekurangan Rp31 triliun.
Direktur Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Ditjen Pengelolan Utang Depkeu
Dahlan Siamat mengatakan, pemerintah sudah tidak lagi memerlukan SUN, termasuk
SBSN internasional yang belum diterbitkan. Pasalnya, pemerintah sudah merevisi turun
defisit APBN-P 2008 menjadi 1,3 persen� dari PDB. (sindo//rhs)
Berita Terkait





Pemerintah Tiadakan Lelang Penerbitan SUN
BI: Surat Utang 007 Belum Dicabut
Pemerintah Manfaatkan Koreksi SUN
Kinerja Bank, Setelah Harga SUN Jatuh
Penurunan Jumlah Target SUN Dilakukan saat Pasar Tertekan
ekonomi global
Obama-McCain Debat Soal Krisis Keuangan
Rabu, 8 Oktober 2008 - 11:03 wib
Nurfajri Budi Nugroho - Okezone
NASHVILLE - Dua kandidat presiden Amerika Serikat, Barack Obama dan John
McCain, beradu argumentasi soal krisis ekonomi.
Keduanya berkali-kali berselisih pandangan tentang sebab dan penanganan krisis
ekonomi yang terburuk dalam 80 tahun ini. Perdebatan itu berlangsung Selasa malam
waktu setempat atau Rabu (8/10/2008) pagi hari WIB. Demikian seperti dikutip dari
Associated Press.
Dalam perdebatan itu, McCain menyerukan langkah pemerintah untuk melindungi para
pemilik rumah dari penyitaan hipotek.
"Ini yang saya ajukan. Ini bukan usulan Senator Obama, bukan usulan Presiden Bush,"
kata McCain dalam debat yang dia harapkan dapat menaikkan popularitasnya di atas
Obama yang kini lebih unggul.
Sedangkan Obama menyatakan, krisis yang terjadi saat ini merupakan ujung dari
kegagalan kebijakan ekonomi selama delapan tahun belakangan ini. "Di mana Presiden
Bush didukung oleh Senator McCain," tuding Obama.
Obama, yang merupakan jago Partai Demokrat, menyatakan Bush, McCain, dan beberapa
orang yang menderegulasi industri keuangan, telah membuat pasar berlari liar, sementara
kesejahteraan tidak turun merata kepada masyarakat.
Tak mau kalah dengan rivalnya itu, McCain menuduh Obama adalah senator terbesar
kedua yang menerima donasi individu dari Fannie Mae dan Freddie Mac, dua raksasa
hipotek yang beberapa waktu lalu bangkrut.
Perdebatan ini merupakan yang kedua dari tiga debat antara jago dari dua partai yang
berbeda ini. Debat kali ini adalah satu-satunya dengan format di mana para pemilih
duduk beberapa kaki dari dua kandidat. Debat dilakukan di Belmont University, empat
pekan sebelum Election Day (hari pemilihan).
Kedua pemimpin itu terlihat santun, meski ketegangan terlihat. Dalam satu kesempatan,
McCain menyebut Obama sebagai "that one", ketimbang menyebut namanya. (jri)
Berita Terkait





Gedung Putih Pertimbangkan Kepemilikan Sejumlah Bank
The Fed, BoE, & ECB Serentak Pangkas Suku Bunga
Inggris Kucurkan Dana, Hong Kong Pangkas Bunga
Bailout Tak Efektif Atasi Krisis Finansial AS
AIG Bangkrut, Para Eksekutifnya Malah Rekreasi
iskal & Moneter
Makroekonomi Belum Sejahterakan Daerah
Sabtu, 4 Oktober 2008 - 10:17 wib
Mochammad Wahyudi - Okezone
JAKARTA - Perbaikan makroekonomi yang selama beberapa tahun terakhir ini dialami
Indonesia ternyata tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyat di daerah.
Pasalnya, ada sejumlah hal yang diyakini bisa menyejahterakan masyarakat daerah,
belum diupayakan secara maksimal oleh pemerintah pusat.
"Yang diperlukan untuk peningkatan sebenarnya adalah geliat mikro ekonomi dan sektor
riil. Dan itu belum menyenangkan dilakukan oleh pemerintah pusat," ucap Anggota
DPD-RI dari Provinsi Lampung Kasmin Tri Putra, di Jakarta, Pekan lalu.
Sejatinya, menurut Kasmin, banyak faktor yang bisa dijadikan modal daerah untuk
memakmurkan warganya. Namun, itu belum bisa dilakukan karena terkendala oleh
kewenangan yang masih terbatas. Itu berbanding terbalik dengan falsafah desentralisasi
atau otonomi daerah. Di mana ada ruang untuk daerah berkreasi dan mengambil inisiatif
untuk mengembangkan potensinya.
"Contohnya, semua Undang-Undang SDA sentralistik. Kemudian penanaman modal
yang sempat dikejar-kejar daerah tetapi ditarik kembali ke pusat bahkan menimbulkan
kerancuan," ujar Kasmin.
Menurutnya, inisiasi-inisiasi daerah untuk mengembangkan potensi daerahnya, belum
tentu berujung kepada restu pemerintah pusat. Contohnya, dalam hal pembuatan Perda
untuk meningkatkan pendapatan daerah, tidak semua mendapat persetujuan pusat. Ada
saja Perda yang mesti direvisi atau bahkan dibatalkan karena dinilai tidak bersahabat
untuk investor.
Sebagai informasi, per 20 Agustus 2008, Depkeu telah membatalkan sekira 2.091 perda
atau sekira 29 persen dari sekira 7.298 Perda yang dievaluasi. Adapun sekira 5.207 perda
sisanya (71 persen) disetujui untuk dilaksanakan. (ade)
Fiskal & Moneter
SBY Berikan 10 Arahan Hadapi Krisis Finansial AS
Senin, 6 Oktober 2008 - 19:48 wib
Amirul Hasan - Okezone
JAKARTA - Krisis keuangan yang terjadi di Amerika ternyata menjadi fokus pertemuan
di Istana antara pemerintah, KADIN, BUMN, pengamat ekonomi, sektor keuangan, dan
pengusaha.
Adapun hasil dari pertemuan tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan
10 arahan yang disampaikan Presiden di Gedung Utama Setneg di Jakarta, Senin
(6/10/2008).
Ke-10 arahan tersebut di antaranya adalah Presiden mengimbau untuk optimistis, bersatu,
dan bersinergi untuk mengelola, serta mengawasi dampak krisis yang melanda Amerika.
Kedua, menyerukan untuk tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang mencapai
enam persen.
Ketiga, mengoptimalkan APBN 2009 untuk tetap memacu pertumbuhan ekonomi dan
membangun social safety, efisiensi, dan batasi pembelanjaan yang konsumtif, serta
pembelanjaan yang bisa ditunda.
Keempat, dunia usaha atau sektor riil harus tetap bergerak supaya pajak dan penerimaan
negara tetap terjaga. Sehingga pengangguran tidak bertambah. Kewajiban BI adalah
menjamin kredit dan likuiditas, sedangkan kewajiban pemerintah pada kebijakan
regulasi, iklim, dan insentif agar sektor riil tetap berjalan.
Kelima, cerdas menangkap peluang untuk lakukan perdagangan dan kerjasama ekonomi
dengan negara lain.
Keenam, melakukan kampanye besar-besaran untuk konsumsi produk dalam negeri.
Ketujuh, adanya sinergi kemitraan antara pemerintah, BI, dan pihak swasta.
Kedelapan, menghentikan sikap ego sektoral dan budaya bisnis usually.
Kesembilan, pada 2008-2009 adalah tahun politik dan pemilu, sehingga Presiden
menyerukan, untuk melakukan politik yang nonpartisan dalam menghadapi dampak krisis
global ini.
Kesepuluh, melakukan komunikasi tepat dan bijak kepada masyarakat.
SBY menjelaskan, arahan ini sebagai respon pemerintah terhadap semua masukan yang
disampaikan oleh peserta pertemuan. (jri
Finance
Ekonomi RI Bisa Lebih Mengerikan
Rabu, 8 Oktober 2008 - 12:04 wib
Ade Hapsari Lestarini - Okezone
JAKARTA - Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang disuspensi ini
diklaim untuk menyelamatkan pasar. Pelaku pasar Indonesia saat ini hanya bisa melihat
dan menunggu.
"We can't do anything. Kita hanya bisa wait and see. Perdagangan di bursa Rusia juga
belum dicabut suspensinya," ujar analis Lautandhana Securindo Sanny Gunawan, saat
dihubungi okezone, di Jakarta, Rabu (8/10/2008).
Dia pun mengatakan, dampak dari disuspensinya perdagangan di BEI ini merupakan
permulaannya saja, di mana kondisi ke depannya bisa dikatakan lebih mengerikan lagi.
"Ini baru permulaan dan ini indikasi, kemungkinan kita akan melihat yang lebih
mengerikan lagi," tambahnya.
Selain itu, dia pun mengakui, hal ini akan berdampak ke perusahaan sekuritas, modal
kerja bersih disesuaikan (MKBD) perusahaan efek, hingga reksadana.
Sanny pun menyatakan dampak ke depannya belum bisa dilihat. Hal ini dikarenakan efek
domino yang berdampak multiple. "Kita belum bisa melihat ke depannya bagaimana,
soalnya ini dampaknya multiple," pungkasnya. (ade)
Fiskal & Moneter
Pemulihan Daya Beli & Penyerapan Anggaran Jaga Pertumbuhan Ekonomi
Jum'at, 3 Oktober 2008 - 13:31 wib
Nuria - Okezone
JAKARTA - Perekonomian Indonesia dipastikan terganggu menyusul pelemahan
ekonomi AS saat ini. Pemerintah harus mengutamakan kekuatan dalam negeri supaya
target pertumbuhan ekonomi bisa tercapai.
Ketua Komite Tetap Fiskal dan Moneter Kadin Indonesia Bambang Soesatyo
mengatakan, pemulihan daya beli dan penyerapan anggaran merupakan cara untuk
menjaga perekonomian.
"Agar target pertumbuhan kita tetap terjaga, akan lebih strategis jika pemerintah lebih
berorientasi ke dalam dengan kekuatan sendiri," katanya kepada okezone, di Jakarta,
beberapa waktu lalu.
Kinerja ekspor merupakan sumber untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Pelemahan ekonomi AS ikut menghambat ekspor. Bahkan, sebelum krisis finansial AS
mencapai puncaknya, sudah terjadi penurunan permintaan produk ekspor di pasar global.
"Automatis produk ekspor kita pun terkena dampaknya," pungkasnya. (ade)
iskal & Moneter
Presiden: RI Tak Akan Alami Krisis seperti '98
Senin, 6 Oktober 2008 - 18:36 wib
Amirul Hasan - Okezone
JAKARTA - Pemerintah optimistis krisis keuangan yang melanda Amerika Serikat tidak
akan membuat Indonesia mengalami krisis yang sama seperti pada 10 tahun lalu, atau
dikenal dengan krisis '98.
Pernyataan tersebut disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di hadapan para
menteri Kabinet Indonesia Bersatu, pengurus Kadin, pimpinan BUMN, pakar ekonomi,
dan para pengusaha, di Gedung Setneg, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin
(6/10/2008).
"Insya Allah krisis di Amerika tidak akan menyebabkan terjadinya krisis yang sama,
sebagaimana 10 tahun lalu," katanya.
Presiden menjelaskan, faktor prakondisi yang membentuk isu nonekonomi yang dialami
krisis '98 tidak sama dengan saat ini. "Hal ini berani saya katakan agar kita bisa tenang
dalam mengambil kebijakan," ungkapnya.
Kata Presiden, kondisi perekonomian Indonesia saat ini jauh lebih baik, dibuktikan
dengan rata-rata pertumbuhan penerimaan pertahun dari sektor nonmigas yang meningkat
sebesar 20,6 persen dan migas sebesar 22 persen. Di sisi lain, kesejahteraan pegawai dan
PNS sudah meningkat.
"Gaji PNS 2008 naik sebesar 20 persen dan akan naik kembali 15 persen pada 2009,"
paparnya.
Meskipun demikian, Presiden mengingatkan semua pihak untuk waspada dan tidak lalai
dalam mengelola perekonomian. "Krisis ekonomi pada 1998 harus bisa dijadikan
pelajaran berharga," tegasnya. (ade)
ekonomi global
Asia Akan Selamatkan Dunia dari Resesi
Selasa, 7 Oktober 2008 - 16:16 wib
Nurfajri Budi Nugroho - Okezone
MANILA - Pertumbuhan di Asia akan mencegah terperosoknya perekonomian dunia ke
dalam jurang resesi. Hal itu dikatakan mantan direktur pelaksana Dana Moneter
Internasional (IMF) Michel Camdessus.
"Terima kasih kepada dinamisme di Asia, ekonomi global akan menghindari resesi," kata
Camdessus (75) saat berbicara di Manila, Filipina, Selasa (7/9/2008), seperti dikutip dari
Bloomberg.
Camdessus mengepalai IMF saat krisis keuangan melanda Asia 10 tahun lalu. IMF
mengucurkan pinjaman hingga USD100 miliar kepada Thailand, Indonesia, dan Korea
Selatan, setelah mata uang negara tersebut runtuh. Sebagai imbal baliknya, pemerintah
tiga negara itu harus memotong pengeluaran, menaikkan suku bunga, dan menjual
perusahaan-perusahaan milik negara.
Sementara dikutip dari AFP, menurut Camdessus resesi global dapat dihindari dengan
rencana yang terkoordinasi, untuk memulihkan kepercayaan pasar yang hancur oleh
krisis subprime mortgage.
Jika para pemimpin dunia dapat mengoordinasikan kebijakan-kebijakan mereka saat ini,
untuk menghidupkan kembali kepercayaan di pasar internasional, maka pemulihan
diperkirakan akan terjadi pada akhir tahun depan.
Camdessus juga mengatakan, berkat pertumbuhan Asia, perekonomian dunia
diperkirakan bakal tumbuh sekira tiga persen pada tahun depan.
Selain itu, Camdessus juga memuji langkah Eropa mengoordinasikan tindakan mereka
untuk menghidupkan kembali kepercayaan, sembari memastikan inflasi dalam keadaan
terkendali. (jri)
ekonomi global
Menkeu AS: Krisis Global Takkan Cepat Pulih
Kamis, 9 Oktober 2008 - 09:18 wib
Rani Hardjanti - Okezone
JAKARTA - Menteri Keuangan Amerika Serikat Henry Paulson menyatakan, krisis
ekonomi yang telah mengglobal akan berlangsung lama.
Menurutnya, saat ini gonjangan ekonomi sudah sangat serius. Meski Pemerintah
Amerika, yang merupakan pusat hentakan ekonomi telah mencanangkan program bailout
USD700 miliar, namun paket penyelamatan tersebut tidak akan berfungsi dalam waktu
yang singkat.
"Goncangan ini tidak akan cepat pulih. Masing-masing negara perlu melakukan tindakan
lanjutan untuk memenuhi kebutuhan likuditas, mengetatkan kebijakan, dan
menyelamatkan warga," ujarnya, seperti dikutip dari CNBC.com, Kamis (9/10/2008).
Sebelum Henry menyatakan hal tersebut, International Monetary Fund (IMF) telah
mengatakan sebelumnya, bahwa ekonomi dunia akan melemah secara perlahan tapi pasti.
Amerika adalah negara yang akan memimpin kemerosotan tersebut.
"Saat ini, ekonomi dunia memasuki fase baru yang paling berbahaya sejak 1930," seperti
dikutip dari Associated Press (AP).
Proyeksi IMF mengenai pertumbuhan ekonomi global yang dipatok tumbuh lima persen
akan meleset. Lembaga donor internasional ini pun langsung memangkas proyeksi hanya
tumbuh 3,9 persen hingga akhir 2008. Proyeksi pada 2009, justru semakin melemah.
Tahun depan ekonomi dunia hanya tumbuh di kisaran tiga persen.
Ekonomi Amerika yang pada akhir tahun lalu hanya mencatat pertumbuhan ekonomi
hanya dua persen, pada tahun ini diperkirakan melemah menjadi hanya 1,6 persen.
Pertumbuhan akan semakin melambat pada semester pertama tahun 2009. Pertumbuhan
hanya 0,1 persen. Keadaan ini terburuk sejak 1991, dimana ekonomi didera resesi. (rhs)
ekonomi global
Keadidayaan Amerika Mulai Terkikis
Selasa, 7 Oktober 2008 - 09:08 wib
Widi Agustian - Okezone
JAKARTA - Peran Amerika dalam kancah perekonomian dunia tak lagi sebesar 1970.
Kini produk domestik bruto AS yang telah terkoreksi daya beli (purchasing power parity)
menyisakan kekuatan hanya 21 persen saja.
Dengan demikian, dampak kemerosotan ekonomi di AS� ini diperkirakan akan
merembet ke hampir negara di seluruh penjuru dunia. Kondisi ini juga sebagai
konsekuensi berbagai negara yang mengikuti irama ekonomi negara penganut paham
liberal ini.
Walaupun demikian, diharapkan pada akhirnya akan membawa dampak yang positif
nantinya bagi negara-negara berkembang seperti indonesia. Besarnya dampak ini
terhadap Indonesia sendiri tentunya tergantung dari seberapa besar keterkaitan dengan
AS.
Beberapa pihak mengatakan bahwa kondisi ini sebetulnya sudah mulai dirasakan sejak
runtuhnya kredit macet perumahan di Amerika Serikat yang dikenal dengan kasus
Subprime Mortgage sejak pertengahan 2006 yang telah memberikan sentimen negatif
bagi pasar modal seluruh dunia.
"Di samping itu perilaku eksekutif keuangan di Amerika Serikat juga telah memberikan
sumbangan atas besarnya dampak yang terjadi saat ini," ujar Direktorat Jenderal Mineral
Batubara dan Panas Bumi Simon sembiring melalui, situs Departemen ESDM, di Jakarta,
Selasa (7/10/2008).
Di sisi lain, lanjutnya, telah muncul kekuatan baru ekonomi, seperti China dan India.
Bagian lain dari dunia seperti Eropa, Brazil, serta Australia nampaknya juga cukup solid
untuk menghadapai dampak yang akan terjadi. (rhs)
ekonomi global
IMF: Ekonomi Dunia Masuki Fase Berbahaya Sejak 1930
Rabu, 8 Oktober 2008 - 21:44 wib
Rani Hardjanti - Okezone
WASHINGTON - International Monetary Fund (IMF) menyatakan ekonomi dunia akan
melemah secara perlahan tapi pasti. Amerika adalah negara yang akan memimpin
kemerosotan tersebut.
Dalam keterangan tertulisnya yang dirilis Rabu (8/10/2008) waktu setempat, IMF
menyatakan, proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia akan meleset.
"Saat ini, ekonomi dunia memasuki fase baru yang paling berbahaya sejak 1930," seperti
dikutip dari Associated Press (AP).
Proyeksi IMF mengenai pertumbuhan ekonomi global yang dipatok tumbuh lima persen
akan meleset. Lembaga donor internasional ini pun langsung memangkas proyeksi hanya
tumbuh 3,9 persen hingga akhir 2008. Proyeksi pada 2009, justru semakin melemah.
Tahun depan ekonomi dunia hanya tumbuh di kisaran tiga persen.
Pernyataan IMF ini dirilis sebelum Bank Sentral Amerika, Bank Sentral Eropa (Europe
Central Bank/ECB), dan Bank Sentral Inggris (Bank of England/BoE).
The Fed menurunkan suku bunganya sebesar setengah persen, dari dua persen menjadi
1,5 persen. Sedangkan BoE dan ECB masing-masing setengah persen menjadi 4,5 dan
3,75 persen.
Ekonomi Amerika yang pada akhir tahun lalu hanya mencatat pertumbuhan ekonomi
hanya dua persen, pada tahun ini diperkirakan melemah 1,6 persen.
Pertumbuhan akan semakin melambat pada semester pertama tahun 2009. Pertumbuhan
hanya 0,1 persen. Keadaan ini terburuk sejak 1991, dimana ekonomi didera resesi.
IMF dan para ekonom dunia mempercayai, ekonomi Amerika akan melemah tajam pada
triwulan akhir tahun ini dan triwulan pertama pada 2009. Saat itulah momen yang rawan
terjadi resesi. Yang menjadi indikator utama yakni, pelaksanaan paket bailout USD700
miliar.(rhs) (mbs)
ektor Riil
Antisipasi Krisis Finansial AS
Pemerintah Harus Fokus di Sektor Riil
Rabu, 8 Oktober 2008 - 17:41 wib
JAKARTA - Pemerintah didesak untuk fokus dalam pembangunan di bidang
infrastruktur, pertanian, dan pertambangan agar krisis finansial di Amerika Serikat (AS)
tidak berdampak bagi Indonesia.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Erwin Aksa mengatakan,
tiga sektor tersebut menjadi kunci utama dalam mempertahankan kinerja ekonomi.
"Insentif seperti pengurangan pajak harus diberikan oleh pemerintah agar kinerja
pengusaha tidak terpengaruh krisis keuangan AS," katanya, dalam diskusi dampak krisis
finansial AS, di Jakarta, Rabu (8/10/2008).
Selain itu, Erwin menyatakan, pemerintah juga perlu melakukan komunikasi dengan
seluruh kelompok khususnya sektor usaha kecil dan menengah (UKM) untuk
meminimalkan dampak krisis keuangan.
Dia menyebutkan, sektor tersebut tidak boleh diabaikan di tengah krisis keuangan yang
sekarang sedang terjadi. "Apapun kebijakan pemerintah, jangan sampai pelaku UKM
yang dikorbankan seperti meningkatkan suku bunga perbankan," ujarnya.
Selain itu, dia menyatakan kebijakan menaikkan tarif impor untuk produk-produk yang
diproduksi secara massal seperti tekstil dan sepatu harus dilakukan.
Tujuannya, kata Erwin, agar produksi dalam negeri bisa bersaing dengan produk impor
seperti dari China. Apalagi, tambahnya, harga produk impor seperti tekstil lebih murah
dibandingkan produksi dalam negeri. (Eko Budiono /Sindo/ade)
Finance
Pasar Modal Sektor Pertama Terkena Imbas Krisis AS
Rabu, 8 Oktober 2008 - 17:03 wib
Mochammad Wahyudi - Okezone
JAKARTA - Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang disuspensi hari ini
menjadi bukti bahwa pasar modal adalah sektor yang pertama kali merasakan efek buruk
dari krisis di Amerika Serikat.
"Untuk konteks Indonesia, penularan krisis AS akan melalui aliran arus modal dan itu
ada di pasar modal," ucap peneliti Indef M Fadhil Hasan, saat diskusi Antisipasi Krisis
Keuangan Global, di Restoran Bebek Bali, Senayan, Jakarta, Rabu (8/10/2008).
Untuk itu, Indef menilai agak kurang tepat jika beberapa waktu lalu Presiden SBY
mengadakan rapat sidang kabinet yang diperluas untuk menyusun satu strategi
perdagangan.
Hal tersebut dilakukan dengan tujuan meningkatkan diversifikasi perdagangan dan
mempertahankan perolehan devisa. Ini karena pemerintah beranggapan penularan krisis
global pada perekonomian domestik akan melalui transmisi perdagangan dengan segala
turunannya.
Padahal, pengalaman memperlihatkan transmisi dan efek penularan suatu krisis tidak
terjadi melalui perdagangan, melainkan melalui aliran modal.
Dampak terhadap sektor tersebut akan terasa sebagai sebuah second-round effect yang
imbasnya tidak signifikan dalam jangka pendek.
"Arus barang dan jasa sudah merasakan dampaknya. Ekspor impor perikanan, tekstil, dan
alas kaki sudah melemah. Ten comandement SBY untuk mengantisipasi ini juga terlihat
normatif," ungkap Fadhil.
Indef sendiri mencoba menawarkan beberapa rekomendasi dengan menempatkan lingkup
pasar uang dan kondisi moneter sebagai prioritas pertama. Kemudian rekomendasi fiskal,
lalu kelembagaan dan pencegahan kejatuhan pertumbuhan. (ade)
Fiskal & Moneter
Daya Tahan Ekonomi RI Tangkal Krisis AS
Selasa, 7 Oktober 2008 - 11:58 wib
Lamtiur Kristin Natalia Malau - Okezone
JAKARTA - Dampak krisis finansial global yang disebabkan oleh Amerika Serikat (AS)
diyakini bisa ditangkal oleh daya tahan ekonomi Indonesia yang masih bisa dibilang
bagus.
"Saya yakin daya tahan ekonomi kita cukup kuat untuk menahan kondisi ini.
Pertanyaannya selalu seberapa lama, besar efeknya? Kita lihat selalu ada siklus, kalau
tidak bukan ekonomi namanya. Berapa lama ekonomi kita di bawah, enam bulan,
setahun, dua tahun?," ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), kepada wartawan di Istana
Wapres, Jalan Medan Merdeka, Jakarta, Selasa (7/10/2008).
JK menambahkan, untuk itu diperlukan adanya percepatan penyerapan anggaran. "Pasti.
Kemarin Presiden juga sudah menginstruksikan itu. Sebenarnya September-Desember itu
penyerapan anggaran tertinggi setiap tahun, karena di situ sudah masuk termin ke-3,
termin ke-4 project itu yang ditender pada Februari dan Maret," tambahnya.
Sementara untuk revisi keputusan presiden (Kepres) No. 80 tahun 2003 untuk percepatan
penyerapan anggaran akan dilakukan tahun depan. Di mana saat ini sedang dalam proses
pembahasan. "Itu ada gap waktu, katakanlah minimum paling cepat 45 hari atau 60 hari
baru bisa ketahuan," jelasnya.
JK pun mengharapkan proses tersebut bisa dilakukan secepatnya, karena saat ini sudah
menggunakan sistim online dan bukan manual lagi. "Jadi lebih cepat proses tendernya.
Kita ingin percepat, tidak lagi butuh waktu dua bulan untuk tender," pungkasnya. (ade)
Finance
Rupiah Bisa Terperosok Lebih Dalam
Selasa, 7 Oktober 2008 - 13:31 wib
YOGYAKARTA - Rupiah berpotensi terus melemah ke posisi yang lebih dalam.
Pelemahan ini semakin cepat terjadi, jika kepanikan masyarakat dan pelaku bisnis
menarik uangnya dan memindahkan ke luar negeri secara besar-besaran.
"Masih sangat berpotensi untuk terus turun. Apalagi orang-orang kaya yang punya uang
panik dan memindahkan uang mereka ke luar negeri," kata pakar ekonomi Universitas
Gajah Mada (UGM) Sri Adingsih, di Yogyakarta, Selasa (7/10/2008).
Dia menambahkan, kondisi perekomonian Indonesia saat ini masih cukup lemah dan
rapuh terbukti dengan turunnya indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan
Senin 6 Oktober kemarin, yang sempat mencapai sekitar 10 persen. Padahal, untuk
negara-negara lain termasuk AS hanya turun berkisar empat hingga enam persen.
Turunnya rupiah akibat krisis keuangan AS ini memang belum akan terasa dalam waktu
dekat, mengingat sudah mendekati tutup tahun. Namun dalam jangka panjang dampaknya
bisa turut memicu melonjaknya angka kemiskinan dan pengangguran. "Jika tak
diantisipasi dengan baik tentu kemiskinan dan pengangguran akan naik," katanya.
Sri Adingsih menjelaskan, dengan krisis ekonomi AS yang akan turut berdampak pada
stabilitas ekonomi Indonesia seharusnya pemerintah dan Bank Indonesia (BI) bisa
menjaga kondisi makroekonomi. Selain itu juga bisa menenangkan pelaku pasar agar
tidak panik. "Kalau panik ini bisa memicu tindakan irasional. Makanya autoritas harus
menjaga semuanya agar tak panik," pungkasnya. (Satria Nugraha/Trijaya/rhs)
Finance
Rupiah Jatuh Hingga Rp9.640 per USD
Selasa, 7 Oktober 2008 - 16:53 wib
Rani Hardjanti - Okezone
JAKARTA - Mata uang dolar Amerika Serikat (USD) menguat terhadap seluruh mata
uang dunia, termasuk rupiah. Pelemahan rupiah pun tidak terbendung.
Rupiah pada perdagangan Selasa (6/10/2008) ditutup melemah 60 poin ke posisi Rp9.640
per USD.
Bank Indonesia (BI) sebelumnya menyatakan akan terus menjaga nilai tukar rupiah di
pasar valuta asing. Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono menyatakan, akan
merespons gejolak ekonomi Amerika Serikat (AS) secara wajar, utamanya dalam hal
penjagaan terhadap rupiah.
Tidak hanya rupiah, sejumlah mata uang lainnya juga melemah seperti euro, namun
menguat terhadap yen Jepang.
Para analis global berpendapat, saat ini para investor tidak perlu merasa optimistis bahwa
perekonomian akan kembali pulih dan tidak usah terlalu takut terhadap krisis ekonomi
Amerika. (rhs)
Finance
Rupiah Anjlok, Tak Perlu Khawatir
Rabu, 8 Oktober 2008 - 17:29 wib
Mochammad Wahyudi - Okezone
JAKARTA - Melemahnya rupiah hingga menembus Rp9.700 per dolar AS dinilai tidak
perlu dikhawatirkan. Karena, pelemahan nilai tukar tersebut bisa menguntungkan
kegiatan ekspor.
"Bank Indonesia (BI) jangan terlalu khawatir dengan nilai tukar. Karena kalau nilai tukar
turun, maka ekspor sangat tertolong. Bahkan, Indonesia bisa head to head dengan China
merebut pasar," ucap anggota Komisi XI DPR Drajad Wibowo, saat diskusi Indef
bertajuk Antisipasi Krisis Keuangan Global, di Jakarta, Rabu (8/10/2008).
Dia menambahkan, sebaiknya memang rupiah dibiarkan terdepresiasi, asalkan semuanya
sudah terlaksana secara gradual dan terukur.
Terkait dampak imported inflation akibat melemahnya rupiah, menurutnya hal tersebut
bisa dimitigasi oleh pihak BI. Adapun batas aman volatilitas rupiah berada di kisaran
Rp9.600-Rp10.000 per dolar AS.
Hal yang sama pun pernah dilakukan Eropa dan Australia. Bahkan Australia melakukan
pemotongan suku bunganya (cutting rate) hingga 100 basis poin (bps) untuk melemahkan
nilai tukar mata uangnya. "Ini dilakukan agar daya saing ekspornya tetap terjaga," ucap
Drajad.
Menurutnya, langkah moneter ini merupakan cara tercepat untuk menyelamatkan neraca
pembayaran Indonesia. Karena, jika langkah penyelamatan itu dilakukan melalui makro
ekonomi terlalu lama.
Terlebih lagi, kebijakan-kebijakan yang beberapa hari lalu diambil pemerintah belum
terlihat konkret. "Kebijakan diversifikasi ekspor tidak bisa dilaksanakan secara instan.
Karena butuh pendalaman akan pasarnya dulu," ungkapnya.
Hal yang sama juga dilakukan China. Namun bedanya, menurut Drajad, China bisa lebih
cepat dalam menemukan pasar yang tepat. Yakni, dengan cara melakukan perdagangan
ilegal dalam bentuk penyelundupan. "Ini dilakukan terhadap negara-negara yang sistem
pengawasannya mudah ditembus, termasuk Indonesia," pungkasnya.
Sementara itu, pada penutupan perdagangan hari ini rupiah melemah terhadap dolar
Amerika Serikat (USD). Setelah sebelumnya sempat nyaris menembus posisi Rp9.700
per USD.
Adapun rupiah pada perdagangan hari ini ditutup melemah 60 poin ke posisi Rp9.595 per
USD. (ade)
Finance
Pelemahan Rupiah Masih Wajar
Selasa, 7 Oktober 2008 - 18:44 wib
Berita Lainnya
JAKARTA - Kepala ekonom BNI Tony Prasetianto menilai pelemahan rupiah sebesar
275 poin (2,96 persen) ke posisi Rp9.560 terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada
perdagangan valuta asing (valas) Selasa (7/10/2008) terbilang wajar. Sebab, euro, dolar
Australia, dan mata uang Asia lain juga melemah terhadap USD.
"Namun kewaspadaan harus ditingkatkan," ujar dia dalam pesan singkatnya, di Jakarta,
Selasa (7/10/2008).
Saat rupiah menginjak Rp9.700 per USD, Tony memberikan dua pilihan yang bisa
dilakukan Bank Indonesia (BI) untuk meredam pelemahannya.
Pertama, mengintervensi pasar dengan menggunakan cadangan devisa atau kedua
menaikkan suku bunga acuan (BI Rate). Namun upaya intervensi bisa jadi sia-sia lantaran
sentimen negatif dari eksternal saat ini susah dilawan dengan cadangan devisa.
"Jadi sebaiknya memang dengan menaikkan BI Rate," kataTony. Dalam hal ini, BI telah
menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 9,5 persen.
Kendati mendukung upaya penaikan BI Rate setelah inflasi September tercatat hampir
satu persen tersebut, Tony menilai besaran kenaikan masih terlampau kecil. Idealnya, ujar
dia, adalah menjadi 9,75 persen.
Dalam perspektif lain, Tony melihat, kebijakan menaikkan BI Rate kurang tepat untuk
menghadapi dampak krisis keuangan di Amerika Serikat (AS) yang bersumber dari gagal
bayar kredit perumahan tersebut. Krisis semacam itu, perlu dihadapai dengan
menurunkan suku bunga acuan atau pelonggaran likuiditas, seperti yang dilakukan bankbank sentral negara maju.
"Tetapi karena yang kita hadapi sekarang adalah rupiah yang melemah tajam, tidak ada
pilihan lain kecuali menaikkan BI Rate," terangnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, pelemahan rupiah akan berakhir saat AS mengumumkan
daftar perusahaan lain yang bangkrut akibat kredit macet perumahan tersebut. Di saat itu,
reli penguatan USD akan berakhir dan rupiah kembali menguat. "Hal ini akan
menghindarkan rupiah dari kemungkinan Rp10.000 per USD," kata dia.
Pada perdagangan hari ini, nilai tukar mata uang Asia lain juga mayoritas terkoreksi
terhadap USD, seperti rupee India melemah 6,22 persen, won Korea turun 17,84 persen,
ringgit Malaysia melemah 2,15 persen, peso Filipina melemah 2,5 persen, dolar
Singapura melemah 4,07 persen, bath Thailand melemah 1,77 persen, dan dolar Taiwan
melemah 0,98 persen. (Meutia Rahmi /Sindo/ade)
Finance
Rupiah Nyaris Rp9.700, BI & Investor Adu Kuat
Rabu, 8 Oktober 2008 - 14:16 wib
Rani Hardjanti - Okezone
JAKARTA - Sama parahnya dengan indeks harga saham gabungan (IHSG), nilai tukar
rupiah juga sama babak belurnya.
Nilai tukar rupiah terjungkal mendekati Rp9.700 per USD, dengan bergerak dikisaran
Rp9.650 per USD. Sebelum libur Lebaran, biasanya rupiah hanya bergerak di level
Rp9.300-an. Bahkan, berdasarkan data yahoo finance, nilai tukar rupiah diperdagangkan
di level Rp9.840 per USD.
"Saat ini Bank Indonesia dan investor adu kuat. Kalau USD menguat sedikit, investor
langsung jual dolar dan BI melalui bank pelat merah langsung intervensi. Begitu saja
perdagangan hari ini," ujar pakar valuta asing (valas) Farial Anwar, saat berbincang
dengan okezone, di Jakarta, Rabu (8/10/2008).
Namun, secara keseluruhan, menurutnya, tidak ada yang memikirkan keuntungan di saat
kondisi pasar karut marut. "Keuntungan bagi pelaku pasar saat ini nomor 200. Yang ada
hanya penyelamatan aset," ujar Farial.
Menurutnya, walaupun para pemegang kebijakan moneter di Bank Indonesia dan
pemerintah telah menyatakan akan mengambil sikap, namun hal itu direspons negatif
oleh pasar. "Karena kebijakannya tidak ada konkret," pungkasnya. (rhs)
ekonomi global
Wall Street Demam 5 Hari Berturut-Turut
Rabu, 8 Oktober 2008 - 08:42 wib
Candra Setya Santoso - Okezone
NEW YORK - Bayangkan, dalam lima hari berturut-turut, indeks saham di Wall Street
terus melemah, setelah pasar mencemaskan krisis kredit di sektor keuangan Amerika.
Pasalnya, kondisi itu dikhawatirkan akan menyeret perekonomian terbesar dunia tersebut
ke jurang resesi.
Seperti dikutip Associted Press (AP), Rabu (8/10/2008), kalangan pelaku pasar menilai
Gubernur Bank Sentral Amerika Ben Bernanke tidak mampu berbuat banyak untuk
menyelamatkan perekonomian AS yang terus memburuk. Meski Bernake telah
memberikan sinyal akan menurunkan tingkat suku bunga acuan (The Fed rate), namun
pasar tetap gamang.
Sektor finansial mengalami pukulan paling berat dalam perdagangan di lantai bursa, yang
diwarnai dengan penurunan paling dalam sub-indeks keuangan dalam sedasawarsa
terakhir.
Saham Bank of America anjlok 26 persen menjadi USD23,77 per lembar saham dalam
satu hari, setelah bank itu menyatakan akan mengurangi dividen dan menggelontorkan
dana USD10 miliar guna menahan laju kerugian di sektor kredit.
"Pasar saat ini benar-benar bingung. Investor tak peduli lagi apa yang dikatakan
pemerintah atau The Fed. Kami di sini sekarang tidak tahu kapan krisis ini akan
berakhir," kata analis Federated Investors Linda Duessel, di Pittsburgh.
Akibatnya, indeks Dow Jones ambruk 508,39 poin menjadi 9.447,11. Sementara indeks
Standard & Poor's 500 merosot 60,66 poin menjadi 996,23. Pertama kali indeks acuan ini
ditutup di bawah level 1.000 dalam lebih dari lima tahun. Demikian juga dengan indeks
Nasdaq yang melorot 108,08 poin menjadi 1.754,88. (rhs)
Finance
Pasar Finansial RI Kacau Balau
Rabu, 8 Oktober 2008 - 13:48 wib
Rani Hardjanti - Okezone
JAKARTA - Kacau balau. Itulah kata yang bisa merefleksikan kondisi keuangan Tanah
Air saat ini. Indeks harga saham gabungan disuspensi dan rupiah terperosok tajam.
"Tidak ada seorang pun yang bisa memprediksikan apa yang akan terjadi," ujar pengamat
valuta asing Farial Anwar, saat dihubungi okezone, di Jakarta, Rabu (8/10/2008).
Dia mengatakan, kepanikan di bursa saham dunia menjadi suatu wabah yang mengerikan.
Kepanikan terjadi tidak hanya di bursa global, tapi sudah menular di Indonesia.
Akibatnya, pasar saham mengalami koreksi signifikan pada indeks harga saham
gabungan (IHSG) hingga mencapai level 1.451,669 dan berujung pada penghentian
sementara perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Apa yang dilakuan oleh BEI sudah benar. Jika tidak kemerosotan akan semakin
mendalam dan bisa membahayakan ekonomi Indonesia," imbuhnya.
Kondisi ini lanjutnya, berawal dari pasar Amerika dan Eropa. Di negera belahan barat itu
telah terjadi krisis likuiditas yang amat sangat. Dalam pinjam meminjam uang,
antarinstitusi sudah tidak ada yang saling percaya.
"Selanjutnya, mereka mencari cara bagaimana mendapat uang tunai. Para investor pun
menarik dananya dari pasar bursa secara besar-besar," terang Farial.
Akibatnya, pasar Indonesia yang didominasi oleh aliran dana panas atau hot money
menjadi sasaran empuk untuk melakukan spekulasi. (rhs)
Finance
Dirut BEI: Pasar Tidak Rasional
Rabu, 8 Oktober 2008 - 13:29 wib
Candra Setya Santoso - Okezone
JAKARTA - Suspensi perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dilakukan lantaran
pasar bergerak irasional. Transaksi hanya bergerak pada kisaran di bawah Rp1 triliun.
"Transaksi di bawah 1 triliun dan kami rasa itu terlalu kecil. Sedangkan volume
perdagangan juga masih kecil. Jadi, direksi memutuskan untuk menghentikan
perdagangan pada sesi kedua ini," ujar Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Erry
Firmansyah dalam jumpa pers di Gedung BEI, Jalan Sudirman, Jakarta, Rabu
(8/10/2008).
Keputusan menghentikan sementara perdagangan, menurut Erry, sudah dikonsultasikan
dengan Menneg BUMN Sofyan Djalil yang kini menjadi PLT Menko Perekonomian.
"Kami juga mendapat telepon dari Pak Sofyan untuk menghentikan perdagangan pada
sesi kedua ini. Kita telah konsultasi dengan Pak Fuad Rahmany (Kepala Bapepam) dan
Pak Robinson (kepala biro di Bapepam) terkait ini," ungkap dia.
Penghentian ini, juga mempertimbangkan terpuruknya bursa saham di Asia. "Contohnya
Nikkei sudah anjlok 10 persen, Singapura juga anjlok sampai 6,5 persen," imbuh dia.
Mengenai perdagangan esok hari, Erry mengatakan pihaknya belum bisa memastikan
apakah akan dibuka atau masih ditutup.
"Untuk perdagangan besok, kita akan diskusikan lagi apakah akan dibuka atau tidak.
Direncanakan pukul 15.00 WIB nanti kita akan bertemu dengan para broker untuk
bicarakan ini," jelas Erry.
Saat ini, menurutnya, pasar -terutama para investor- masih sangat panik. Kata Erry, ada
sesuatu hal yang dikhawatirkan oleh investor lokal maupun investor asing.
"Jadi sangat beragam. Kita tidak bisa bilang apakah investor lokal yang lebih banyak
trading ataukan investor asing," tandasnya, tanpa menjelaskan kekhawatiran yang
dimaksud.
Seperti diberitakan sebelumnya, BEI menghentikan sementara perdagangan pada pukul
11.06.14 WIB, karena terjadi penurunan signifikan pada indeks harga saham gabungan
(IHSG).
IHSG memasuki level 1.470, terendah sejak 18 September 2006, di level 1.510,825.
Indeks saham bergerak di kisaran seperti pada 11 September-7 Agustus 2006, atau berada
di kisaran 1.465,710-1.402,191.
Sebagai informasi, pada posisi sesi pertama pembukaan, tepatnya 10.40 JATS, IHSG
berada di level 1.472,71 atau turun tajam 147,01 poin atau anjlok sangat dalam sebesar
9,08 persen. (jri)
Download