Bab II Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pembangunan jalan dimana tanah dasar merupakan tanah ekspansif yang terdiri dari tanah kelempungan dengan mempunyai kembang susut yang sangat besar, maka ilmu geoteknik memegang peranan penting pada persoalan ini. Oleh karena itu prinsip dasar yang perlu di pelajari adalah ilmu mekanika tanah yang menyangkut sifat tanah ekspansif dan metode – metode untuk memperlambat tingkat kembang susut tanah ekspansif. Dasar pemikiran untuk mengetahui perilaku paerubahan volume adalah di karenakan bahwa tidak sedikit permukaan jalan yang berada di atas tanah ekspansif mengalami kerusakan berbentuk retakan dan bergelombang ataupun longsoran akibat perilaku mengembang dan menyusut. Penyebab utama dari kembang susut tanah lempung adalah terciptanya penambahan dan pengurangan kadar air yang berlebihan karena rongga pori dalam tanah akan merapat atau merenggang sesuai dengan prosentase kadar air yang terkandung di dalamnya. Sehingga fluktuasi kadar air agar tidak terjadi perbedaan yang sangat tinggi pada tanah dasar perlu di pertahankan, hal itu adalah salah satu cara dari penanggulangan kerusakan jalan yang diakibatkan oleh tanah ekspansif. II - 1 Bab II Tinjauan Pustaka 2.2 Deskripsi Tanah Tanah didefinisikan sebagai akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan. Dan diantara partikel – partikel tanah terdapat ruang kosong yang di sebut pori – pori (void space) yang berisi air dan udara. Ikatan yang lemah antara partikel – partikel tanah disebabkan oleh pengaruh karbonat atau oksida yang tersenyawa di antara partikel – partikel tersebut, atau dapat juga disebabkan oleh adanya material organik. Hasil pelapukan yang tetap berada pada tempat semula disebut tanah sisa (residual soil), sedangkan hasil pelapukan yang tersangkut ke tempat lain dan mengendap di beberapa tempat yang berlainan disebut tanah bawaan (transportation soil). Media pengangkut tanah berupa gaya gravitasi, angin, air, dan gletsyer. Proses penghancuran dalam pembentukan tanah dari batuan terjadi secara fisis atau kimiawi, proses fisis anatara lain berupa erosi akibat tiupan angin, pengikisan oleh air dan gletsyer, atau perpecahan akibat pembekuan dan pencairan es dalam batuan. Proses kimiawi menghasilkan perubahan pada susunan mineral batuan aslinya, salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam alkali, oksigen, dan karbondioksida. Sedangkan istilah tanah ekspansif pada umumnya diberikan pada material tanah atau batuan yang memiliki potensi untuk menyusut atau mengembang ketika kadar air berubah. II - 2 Bab II Tinjauan Pustaka 2.3 Klasifikasi Tanah Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda – beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok – kelompok dan sub kelompok berdasarkan pemakaiannya. klasifikasi tanah dibedakan berdasarkan tekstur dan pemakaiannya. Penjelasan lebih lanjut dapat di lihat pada uraian dibawah ini : 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur Tekstur tanah adalah keadaan permukaan tanah yang bersangkutan, tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap – tiap butir yang ada dalam tanah. Sistem klasifikasi berdasarkan tekstur tanah dikembangkan oleh Departemen Pertanian Amerika ( USDA ). Berdasarkan system ini tanah dibagi menjadi tiga, yaitu : a). Pasir : butiran dengan diameter 2,0 sampai dengan 0,05 mm. b). Lanau : butiran dengan diameter 0,05 sampai dengan 0,002 mm. c). Lempung : butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm. 2. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Pemakaiannya Sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur terlalu sederhana karena hanya berdasarkan pada distribusi ukuran butirannya saja. Padahal dalam kenyataannya di lapangan jumlah dan jenis dari material lempung yang dikandung oleh tanah sangat mempengaruhi sifat fisis tanah yang II - 3 Bab II Tinjauan Pustaka bersangkutan. Oleh karena itu harus memperhitungkan sifat plastisitas tanah yang disebabkan kandungan mineral lempung untuk menafsirkan ciri – ciri suatu tanah. 2.3.1 Klasifikasi tanah menurut AASHTO Sistem klasifikasi AASHTO pada umumnya dipakai oleh departemen jalan raya di semua Negara bagian di America serikat. Sistem klasifikasi ini dikembangkan dalam tahun 1929 sebagai Public Road Administration Classification System. Sistem ini sudah mengalami beberapa perbaikan; versi yang saat ini berlaku adalah yang diajukan oleh Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board dalam tahun 1945 (ASTM Standard no D-3282, AASHTO metode M145). Apabila sistem klasifikasi AASHTO dipakai untuk mengklasifikasi tanah , maka data hasil uji dicocokkan dengan angka-angka yang diberikan dalam table 2.1. Tabel 2.1 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO ( Braja,1990 ) II - 4 Bab II Tinjauan Pustaka Tanah Berbutir Klasifikasi umum ( 35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No. 200) A–1 klasifikasi A-2 A-3 kelompok A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7 Analisis ayakan ( % lolos ) No. 10 Maks50 No. 40 Maks25 Maks50 Min51 No. 200 Maks15 Maks25 Maks10 Maks35 Maks35 Maks35 Maks35 Sifat fraksi yang lolos ayakan No. 40 Batas Cair (LL ) Maks40 Min41 Maks40 Maks41 Indeks Plastisitas (PI ) Tipe Maks 6 NP Maks10 Maks10 Min11 material Batu pecah, krikil, Pasir yang paling dan pasir halus Dominan Penilaian sebagai bahan Baik sekali sampai baik tanah dasar II - 5 Min11 Krikil dan pasir yang berlanau atau lempung Bab II Tinjauan Pustaka Tanah Lanau – Lempung Klasifikasi umum ( Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No. 200) A–7 klasifikasi kelompok A–4 A-5 A -6 A-7-5 A-7-6 Analisis ayakan ( % lolos ) No. 10 No. 40 No. 200 Min 36 Min 36 Min 36 Min 36 Batas Cair (LL ) Maks 40 Min 41 Maks 40 Maks 41 Indeks Plastisitas (PI ) Maks 10 Maks 10 Min 11 Min 11 tipe material yang paling Tanah berlanau Sifat fraksi yang lolos ayakan No. 40 Tanah berlempung Dominan penilaian sebagai bahan Baik sekali sampai jelek tanah dasar II - 6 Bab II Tinjauan Pustaka Sistem klasifikasi tanah adalah suatu pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda – beda tapi mempunyai sifat serupa ke dalam kelompokkelompok dan subkelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat – sifat tanah yang bervariasi tanpa penjelasan yang rinci. Sebagian besar sistem klasifikasi tanah yang telah dikembangkan untuk tujuan rekayasa didasarkan pada sifat – sifat indeks tanah yang sederhana seperti : Ukuran butir dan plastisitas. Dengan mengetahui klasifikasi tanah, engineer telah mengetahui gambaran yang baik mengenai prilaku tanah tersebut dalam berbagai situasi, misalnya selama konstruksi, dibawah beban-beban structural dan lain-lain. Sistem ini pada mulanya diperkenalkan oleh casagrande dalam tahun 1942, untuk dipergunakan pada pekerjaan pembuatan lapangan terbang yang dilaksanakan oleh The Army Corps of Engineer selama perang dunia II. Dalam rangka kerja sama dengan United States Bureau of Reclamation tahun 1952, system ini disempurnakan. System klasifikasi Unified diberikan pada table 2.3. system ini mengelompokkan tanah ke dalam dua kelompok besar, yaitu : 2.3.2 Klasifikasi tanah menurut USCS 1. Tanah berbutir kasar ( coarse – grained – soil ), yaitu : tanah krikil dan pasir dimana kurang dari 50 % berat total contoh tanah lolos ayakan No. 200, symbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G II - 7 Bab II Tinjauan Pustaka adalah untuk krikil (gravel) atau tanah berkrikil, dan S adalah untuk pasir ( sand ) atau tanah berpasir. 2. Tanah berbutir halus ( Fine – grained soil ), yaitu tanah dimana lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No.200, symbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau ( silt ) anorganik, C untuk lempung ( clay ) anorganik, dan O untuk lanau-organik dan lempungorganik. Simbol PT digunakan untuk tanah gambut ( peat ), muck , dan tanah – tanah lain dengan kadar organik yang tinggi. Simbol – symbol lain yang dipergunakan untuk klasifikasi tanah USCS adalah : W = Well Graded ( tanah dengan gradasi baik ) P = Poorly graded (tanah dengan gradasi buruk ) L = Low plasticity ( Plastisias rendah ) (LL < 50) H = High plasticity ( palstisitas tinggi ) (LL > 50) II - 8 Bab II Tinjauan Pustaka Tabel 2.2 Sistem klasifikasi USCS ( Braja, 1990 ) II - 9 Bab II Tinjauan Pustaka Beberapa organisasi telah mengembangkan batasan – batasan ukuran jenis tanah, karena ukuran butir tanah yang sangat bervariasi serta untuk menggambarkan tanah berdasarkan ukuran partikelnya. Pada tabel 2.3 di tunjukkan batasan – batasan ukuran tanah berdasarkan ukuran butir: Tabel 2.3 Batasan - batasan ukuran tanah Ukuran butiran (mm) Nama golongan Krikil Pasir Lanau Lempung MIT >2 2 - 0,06 0,06 - 0,002 < 0,002 USDA >2 2 - 0,05 0,05 - 0,002 < 0,002 AASHTO 76,2 – 2 2 - 0,075 0,075 - 0,002 < 0,002 Halus ( lanau dan lempung) < USCS 2.4 76,2 - 4,75 4,75 - 0,075 0,0075 Pembentukan Tanah Ekspansif Batuan awal pembentuk tanah ekspansif menurut Donaldson 1969 dapat diklasifikasikan dalam 2 kelas, yaitu : 1. Batuan beku Tanah ekspansif yang berasal dari batuan yang mengalami pelapukan, diman mineral felspar dan peroxene terurai secara kimia,dan membentuk II - 10 Bab II Tinjauan Pustaka mineral montmorillonit dan mineral lempung lainnya dalam bentuk tanah ekspansif. 1. Batuan sedimen Pada batuan sedimen ini sudah mengandung mineral montmorillonit sejak awalnya. Kemudian terurai secara fisik akibat pelapukan membentuk tanah ekspansif. Beberapa mineral yang terkandung pada tanah ekspansif : a. Mineral montmorillonite Mineral ini mempunya sifat pengembangan yang sangat tinggi, sehingga tanah yang mengandung mineral ini akan mempunyai potensi pengembangan sangat tinggi. Rumus kimia mineral Monmorillonite : Al2 Mg (Si4O10) (OH)2 K H2O b. Mineral Illite Mineral ini mempunyai sifat pengembangan yang sedang sampai tinggi, sehingga tanh lempung yang mengandung mineral tersebut akan mempunyai potensi pengembangan yang medium. Rumus kimia mineral Illite : KyAl2 (Fe2Mg2Mg3) (Si4-y Aly) O10 (OH)2 II - 11 Bab II Tinjauan Pustaka c. Kaolinite Mineral ini merupakan kelompok anggota kaolinite, yaitu hydrous alumino silicate. Rumus kimia kaolinite : Al2 Si2 O5 (OH)4 2.5 Identifikasi Tanah Ekspansif Identifikasi tanah ekspansif dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu : cara tidak langsung dan cara langsung. Identifikasi tanah ini sangat berhubungan dengan hasil pengujian laboratorium dan lapangan serta tingkat pengembangan. 1. Identifikasi tidak langsung Cara identifikasi tidak langsung ini dapat di analisis berdasarkan parameter berikut : a. Batas – batas Atterberg 1). Cara Van Der Merwe Van Der Merwe 1964 menggunakan indeks plastisitas (PI) dan fraksi lempung (CF) untuk menggolongkan tanah ke dalam aktiviti kelas rendah (low), sedang (medium), dan tinggi (high) Grafik yang digunakan untuk mengidentifikasikan tanah ekspansif diberikan pada gambar 2.1. II - 12 Bab II Tinjauan Pustaka Gambar 2.1 grafik Identifikasi tanah lempung 2). Cara Holtz and Gibbs Holtz and Gibbs (1956)menyajikan kriteria untuk memperkirakan potensial tanah tak terganggudengan pembebanan sebesar 6,9 kPa. II - 13 Bab II Tinjauan Pustaka Tabel 2.4 : korelasi indeks uji dengan tingkat pengembangan Data dari Indeks Test Kemungkinan Tingkat Colloid Content PI SL Pengembangan Pengembangan % % % (% perubahan volume) >28 >35 25 20 - 31 >30 Sangat tinggi 7 - 12 20 - 30 Tinggi – 41 15 <11 – 13 – 23 28 10 - 16 10 -20 Sedang <15 <18 >15 <10 Rendah Keterangan : PI = Indeks Plastisitas SL = Sringkage Limit 3). Cara chen Chen (1988) menggunakan indeks tunggal berdasrkan nilai indeks plastisitas (PI) untuk mengidentifikasi tanah ekspansif. II - 14 Bab II Tinjauan Pustaka Tabel 2.5 Korelasi Nilai Indeks plastisitas dengan tingkat pengembangan. Indeks Plastisitas Potensi PI (%) Pengembangan 0 -15 Rendah 10 -35 Sedang 20 – 55 Tinggi >55 Sangat tinggi Batas – batas Atterberg dan Uji Penetrasi Standar Chen (1969) mengembangkan korelasi antara fraksi lolos saringan No.200, batas cair (LL) dan nilai N hasil uji SPT untuk memperkirakan tingkat pengembanagn tanah ekspansif. II - 15 Bab II Tinjauan Pustaka Tabel 2.6 korelasi data lapangan dan laboratorium dengan tingkat pengembangan. Data Lapangan dan Laboratorium Kemungkinan Tingkat Persentase lolos LL N Pengembangan Pengembangan % (pukulan/feet) (% perubahan saringan b. A No.200 k volume) t >95i >60 >30 >10 Sangat tinggi 60 –v 95 40 - 60 20 – 30 3 -10 Tinggi 30 –i 60 30 - 40 10 – 20 1-5 Sedang <30t <30 <10 <5 Rendah 1). Cara Skempton Skempton (1953) mendefinisikan aktiviti (Ac) sebagai indeks plastisitas dibagi dengan prosntase fraksi lempung (CF). Ac = PI/CF Aktiviti ini berkorelasi kuat dengan potensi pengembangan dan dapat diklasifikasikan seperti di bawah ini. II - 16 Bab II Tinjauan Pustaka Tabel 2.7 korelasi nilai aktiviti dengan potensi pengembangan Nilai Tingkat Potensi Aktiviti (Ac) Keaktifan Pengembangan < 0,75 Tidak aktif Rendah 0,75 < Ac < 1,25 Normal Sedang > 1,25 Tinggi Aktif 2). Cara Seed dan Kawan – kawan Seed dan kawan – kawan menggunakan aktiviti skempton yang telah di modifikasi yaitu : Ac = PI/(CF – 10) Keterangan : Ac = Nilai Aktiviti PI = Indeka Plastisitas (%) CF = Prosentase fraksi lempung (%) Angka 10 adalah faktor reduksi. Dari nilai aktiviti ini kemudian digunakan untuk menentukan potensi tingkat pengembangan tanah sebagaimana terlihat dalam gambar 2.2. II - 17 Bab II Tinjauan Pustaka Gambar 2.2 Grafik Klasifikasi Seed dkk II - 18