PENGUKURAN PENDAPATAN NASIONAL A - E

advertisement
PENGUKURAN PENDAPATAN NASIONAL
A. PENDEKATAN PRODUKSI (PRODUCTION APPROACH)
Menghitung besarnya pendapatan nasional dengan menggunakan pendekatan produksi
didasarkan atas perhitungan dari jumlah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh
masyarakat dalam suatu perekonomian atau Negara pada periode tertentu.
Dalam menghitung pendapatan nasional dengan menggunakan pendekatan produksi, harus
dihindarkan terjadinya penghitungan ganda (double counting) yang disebabkan oleh adanya beberapa
output dari suatu jenis usaha dijadikan input bagi jenis usaha lain. Untuk menghindari penghitungan
ganda tersebut, penghitungan pendapatan nasional dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
menghitung nilai akhir (final goods) atau dengan menghitung nilai tambah (value added).
Nilai akhir suatu barang adalah nilai barang yang siap dikonsumsi oleh konsumen akhir.
Sedangkan nilai tambah suatu barang adalah selisih antara nilai suatu barang dengan biaya yang
dikeluarkan untuk memproduksi barang tersebut, termasuk nilai bahan baku yang digunakan. Besarnya
angka pendapatan nasional yang diukur dari menghitung nilai akhir dan jumlahkan nilai tambah akan
diperoleh angka yang sama.
B. PENDEKATAN PENDAPATAN (INCOME APPROACH)
Menghitung pendapatan nasional dengan menggunakan pendekatan ini adalah dengan
menjumlahkan semua pendapatan yang diperoleh oleh semua pelaku ekonomi dalam suatu masyarakat
atau Negara pada periode tertentu. Pendapatan tersebut berupa sewa, bunga, upah, keuntungan dan
lain sebagainya.
Angka yang diperoleh dari penghitungan pendapatan nasional dengan menggunakan
pendekatan ini menunjukkan besarnya pendapatan nasional (national income = NI).
C. PENDEKATAN PENGELUARAN (EXPENDETURE APPROACH)
Menghitung besarnya pendapatan nasional dengan menggunakan pendekatan ini adalah
dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh semua sector ekonomi, yaitu sector
rumahtangga, sector perusahaan, sector pemerintah dan sector luar negeri pada suatu masyarakat atau
Negara pada periode tertentu.
Angka yang diperoleh dari penghitungan pendapatan nasional dengan pendekatan ini
menunjukkan besarnya Produksi Nasional Bruto (Gross national Product = GNP) masyarakat dalam
perekonomian tertentu.
KESEIMBANGAN UMUM PASAR BARANG DAN PASAR UANG
Keseimbangan umu dapat terjadi apabila pasar barang dan pasar uang berada dalam
keseimbangan secara bersama-sama. Dalam keseimbangan umum ini besarnya pendapatan nasional (Y)
dan tingkat bunga (i) yang terjadi akan mencerminkan pendapatan nasional (Y) dan tingkat bunga (i)
keseimbangan baik di pasar barang maupun di pasar uang.
Untuk menentukan besarnya pendapatan nasional (Y) dan tingkat bunga (i) yang menjamin
keseimbangan baik di pasar barang maupun di pasar uang dapat dilakukan dengan menentukan titik
potong antara kurva IS dan kurva LM.
Misalkan keadaan sektor riil (pasar barang) digambarkan oleh kurva IS0 dan keadaan di sektor
moneter (pasar uang) digambarkan oleh kurva LM0.
Apabila pemerintah melakukan kebijakan fiscal yang ekspansif (misalkan pengeluaran
pemerintah naik), maka kurva IS bergeser ke kanan atas menjadi IS1. Keseimbangan pada perekonomian
akan berubah. Tingkat bunga keseimbangan naik menjadi i1 dan pendapatan nasional keseimbangan
naik menjadi Y1. Keadaan ini akan sebaliknya apabila pemerintah melakukan kebijakan fiscal yang
kontraktif (misalkan mengurangi pengeluaran pemerintah).
Apabila pemerintah melakukan kebijakan moneter yang ekspansif (jumlah uang beredar naik),
maka kurva LM bergeser ke kanan bawah menjadi LM1. Akibat dari adanya kebijakan ini keseimbangan
pada perekonomian akan berubah. Tingkat bunga keseimbangan akan turun menjadi i2 dan pendapatan
nasional akan naik menjadi Y2. Keadaan ini akan sebaliknya apabila pemerintah melakukan kebijakan
moneter yang kontraktif.
Untuk menentukan keadaan keseimbangan, baik di pasar barang maupun di pasar uang dapat
dilakukan dengan mencari titik potong antara persamaan kurva IS dan persamaan kurva LM. Caranya
adalah dengan mensubstitusikan kedua persamaan tersebut.
Diketahui :
C = 100 + 0,75 Y
I = 60 – 200 i
Y=C+I
= 100 + 0,75 Y + 60 – 200 i
Y – 0,75 Y = 160 – 200 i
0,25 Y = 160 – 200 i
Y = 640 – 800 i atau
i = 0,80 – 0,00125 Y
Dari persamaan di atas diperoleh persamaan kurva IS : Y = 640 – 800 i …………………………. (8-1)
ms = 500
md = m1 + m 2
= 0,2 Y + 428 – 400 i
ms = md
500 = 0,2 Y + 428 – 400 i
500 – 428 + 400 i = 0,2 Y
0,2 Y = 72 + 400 i
Y = 360 + 2000 i
Dari persamaan di atas diperoleh persamaan kurva LM : Y = 360 + 2000 i ………………………….. (8-2)
Seperti yang telah dikemukakan di atas, untuk menentukan titik keseimbangan pada dua pasar
tersebut dengan cara mensubsitusikan persamaan (8-1) dan persamaan (8-2).
IS
:
Y = 640 – 800 i
LM
:
Y = 360 + 2000 i
0 = 280 – 2800 i
2800 i = 280
-
280
Ieq = 2800 = 0,1
i = 10 %
Y = 360 + 2000 i
= 360 + 2000 (0,1)
= 360 + 200
Yeq = 560
Apabila pemerintah meningkatkan pengeluaran pemerintah (G) sebesar Rp 20 milyar, maka kurva IS
akan bergeser ke kanan, menjadi :
Y=C+I+G
= 100 + 0,75 Y + 60 – 200 i + 20
Y – 0,75 Y = 180 – 200 i
0,25 Y = 180 – 200 i
Y = 720 – 800 i atau
I = 0,90 – 0,00125 Y……………………………………………………………………………………….(8-3)
Untuk mencari titik keseimbangan yang baru (titik A) maka kita substitusikan persamaan (8-3) ke
persamaan (8-2) :
Y = 360 + 2000 i
= 360 + 2000 (0,90 – 0,00125 Y)
= 360 + 1800 – 2,5 Y
3,5 Y = 2160
Yeq1 = 617,14
Menentukan tingkat bunga keseimbangan :
i = 0,90 – 0,00125 (617,14)
ieq1 = 0,128
jadi tingkat bunga keseimbangan (ieq1) adalah 12,8%
seandainya pemerintah menambahkan jumlah uang yang beredar (ms) dari 500 menjadi 550, maka
kebijakan moneter yang ekspansif ini akan menyebabkan kurva LM bergeser ke kanan sehingga
keseimbangan akan terjadi di titik B.
mencari kurva LM yang baru (LM1) :
ms = 550
md = m1+ m2
= 0,2 Y + 428 – 400 i
ms = md
550 = 0,2 Y + 428 – 400 i
550 – 428 + 400 i = 0,2 Y
122 – 400 i = 0,2 Y
-0,2 Y = -122 + 400 i
Y = -610 + 2000 i
Kurva LM1
i = -0,305 + 0,0005 Y……………………………………………………………………(8-4)
Dengan mensubsitusikan persamaan (8-4) ke persamaan (8-1), maka kita akan memperoleh Yeq dan ieq
pada titik keseimbangan B :
Y = 640 – 800 (-0,305 + 0,0005 Y)
= 640 + 244 – 0,4 Y
1,4 Y = 884
Yeq = 631,43
Dari kurva IS1 :
i = 0,80 – 0,00125 Y
= 0,80 – 0,00125 (631,43)
= 0,80 – 0,789
Ieq = 0,011
Tingkat bunga keseimbangan (ieq) menjadi 1,1 %
Jadi, dari contoh di atas, kita dapat melihat perbedaan dampak antara kebijakan fiscal dan
kebijakan ekspansif. Pada kebijakan fiscal yang ekspansif dampaknya adalah kenaikan tingkat bunga dan
pendapatan nasional, sedangkan pada kebijakan moneter yang ekspansif dampaknya adalah penurunan
tingkat bunga dan kenaikan pendapatan nasional. Apabila kebijakan fiscal yang ekspansif digunakan
bersama-sama dengan kebijakan moneter yang ekspansif, maka dampaknya adalah kenaikan tingkat
pendapatan secara lebih besar daripada apabila kebijakan moneter dan kebijakan fiscal digunakan
sendiri-sendiri. Akan tetapi dampaknya terhadap tingkat bunga tidak jelas, apakah akan naik ataukah
akan turun. Naik atau turunnya tingkat bunga tersebut tergantung pada dua faktor, yaitu :
1. Kekuatan relative kedua kebijakan tersebut
2. Kepekaan kurva IS dan kurva LM terhadap tingkat bunga.
A. EFEKTIVITAS KEBIJAKAN PADA BERBAGAI ASUMSI MONETER
Dalam analisis Hicks mengenai keseimbangan pada sector moneter, bentuk kurva LM sangat
dipengaruhi oleh preferensi masyarakat mengenai permintaan uang untuk tujuan spekulasi.
Preferensi masyarakat mengenai permintaan uang untuk tujuan spekulasi, dapat terlihat dari
bentuk kurva permintaan uang untuk tujuan spekulasi (m2). Dengan demikian bentuk kurva LM sangat
dipengaruhi oleh bentuk kurva permintaan uang untuk spekulasi. Pada tingkat bunga yang sangat tinggi,
masyarakat beranggapan terlalu besarnya kerugian yang terjadi apabila memegang uang tunai dan
begitu kecilnya kerugian modal (capital loss) yang mungkin akan terjadi, sehingga permintaan uang
untuk spekulasi menghilang (tidak ada permintaan uang untuk tujuan spekulasi).
Bentuk kurva permintaan uang untuk tujuan spekulasi (m2) seperti gambar, mengakibatkan
bentuk kurva LM menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu bagian datar, bagian miring dan bagian tegak seperti
terlihat pada gambar.
Bagian yang datar dari kurva LM disebut dengan perangkap likuiditas (liquidity trap) atau daerah
Keynes, sedangkan daerah yang tegak pada kurva LM disebut dengan daerah klasik. Bagian yang miring
disebut dengan tengah (antara) atau intermediate range.
Kebijakan fiscal yang ekspansif sangat efektif dilakukan apabila kurva IS dan LM berpotongan di
Daerah Keynes. Ini dapat dilihat bahwa kebijakan fiscal yang ekspansif akan menyebabkan kurva IS
bergeser dari IS0 ke IS1 dan sebagai akibatnya pendapatan nasional akan naik dari Y0 ke Y1. Sebaliknya
pada Daerah Klasik kebijakan fiscal sangat tidak efektif dalam menaikkan pendapatan nasional. Dampak
kebijakan fiscal akan menyebabkan kurva IS3 bergeser ke kanan menjadi kurva IS4 dan titik
keseimbangan berpindah dari D ke titik H. jadi kita lihat bahwa kebijakan fiscal di Daerah Klasik hanya
akan menaikkan tingkat bunga akan tetapi tidak akan meningkatkan pendapatan nasional.
Kebijakan fiscal dan moneter yang diterapkan pada saat kurva IS dan LM berpotongan di daerah
antara (tengah) dapat meningkatkan pendapatan nasional, dan efektifitas masing-masing kebijakan
tergantung pada kepekaan kurva IS dan kurva LM terhadap tingkat bunga. Apabila kurva IS sangat peka
terhadap tingkat bunga (yang berarti kurva IS sangat landai), maka kebijakan fiscal dan moneter yang
relative kecil akan membawa dampak kenaikan pendapatan nasional yang besar. Dan sebaliknya, apabila
kurva IS sangat tidak peka terhadap tingkat bunga (berarti kurva IS sangat curam), maka kedua kebijakan
pemerintah kurang efektif dalam menaikkan pendapatan nasional.
Apabila diketahui suatu perekonomian yang sangat sederhana :
C=a+bY
ms = mso
I=d–fi
m1 = k Y
G=G
m2 = 1 i
Y=C+I+G
ms = m1 + m2
Dari sistem persamaan di atas kita dapat memperoleh kurva IS dan kurva LM :
Y=C+I+G
=a+bY+d–fi+G
1
Y = (1−𝑏) + [ ( a + d ) − f i + G ]
Kurva IS
ms = m1 + m2
ms = mso
m1 = k Y
m2 = - l i
ms = k Y – l i
Y =
Kurva LM
i =
mso+l i
𝑘
atau
− mso+k Y
𝑙
Dengan memasukkan nilai I pada kurva LM ke kurva IS maka kita dapatkan :
1
Y = (1−𝑏) [ (𝑎 + 𝑑 ) − 𝑓
Y =
1
[
(1−𝑏)
(𝑎 + 𝑑 ) − 𝑓
( −𝑚𝑠+𝑘 𝑌 )
𝑙
+𝐺]
( −𝑚𝑠𝑜+𝑘 𝑌 )
𝑙
+𝐺]
f
[1 − b + fk/l ] = [ ( 𝑎 + 𝑑 ) + 𝑚𝑠𝑜 + 𝐺 ]
l
Y=
1
f
[ ( 𝑎 + 𝑑 ) + 𝑚𝑠𝑜 + 𝐺]
[ 1 − 𝑏 + 𝑓𝑘/𝑙 ]
l
∆Y =
1
𝑓
[ ∆𝑚𝑠𝑜 + ∆𝐺 ]
[ 1 − 𝑏 + 𝑓𝑘/𝑙 ] 𝑙
Nilai [ 1 – b + fk / l ] > 0, jadi ∆Y / ∆mso > 0 yang berarti kebijakan moneter akan menaikkan pendapatan
nasional ( Y ). ∆Y / ∆G > 0 yang berarti kebijakan fiskal juga akan menaikkan pendapatan nasional.
mso
𝑙
+𝑘
𝑘
( 1−b)𝑚𝑠𝑜
𝑘
1
𝑖 = ( 1−𝑏) [ ( 𝑎 + 𝑏 ) − 𝑓 𝑖 + 𝐺 ]
+
( 1−𝑏)𝑙𝑖
𝑘
=[(𝑎+𝑑)−𝑓𝑖+𝐺]
fi+
[f+
i=
( 1−b )l
𝑘
( 1−b )𝑙
𝑘
𝑖 =(𝑎+𝑑)+𝐺−
1−𝑏
𝑚𝑠𝑜
𝑘
]𝑖 = ( 𝑎 + 𝑑 ) + 𝐺 −
1−𝑏
𝑘
𝑚𝑠𝑜
( 𝑎+𝑑)+𝐺−( 1−𝑏 )𝑚𝑠𝑜/𝑘
[ 𝑓𝑘+( 1−𝑏 )𝑙/𝑘
∆i =
∆𝐺−( 1−𝑏 )𝑚𝑠𝑜/𝑘
[ 𝑓𝑘+( 1−𝑏 )𝑙/𝑘
Nilai [ fk + ( 1-b) l/k ] > 0, jadi ∆i / ∆G > 0 yang berarti kebijakan fiskal akan menurunkan tingkat bunga (i).
∆Y / ∆mso < 0 yang berarti kebijakan moneter akan menurunkan tingkat bunga.
Kebijakan fiskal ekspansif dan kebijakan moneter ekspansif apabila digunakan bersama-sama akan
menyebabkan pendapatan nasional meningkat dalam jumlah yang besar, akan tetapi pengaruhnya
terhadap tingkat bunga ( turun atau naik ) sangat tergantung pada kekuatan relatif ke dua kebijakan
tersebut, juga tergantung dari f dan l yang menunjukkan kepekaan kurva IS atau kurva Lm terhadap
tingkat bunga.
Download