BAB VII KESIMPULAN Pandangan Sayid Usman bin Yahya

advertisement
BAB VII
KESIMPULAN
Pandangan Sayid Usman bin Yahya terhadap realitas sosial
masyarakat Arab di Jakarta merupakan pandangan yang berisi
pernyataan sikapnya atas perubahan sosial yang terjadi pada mereka.
Pandangan Sayid Usman tersebut meliputi pandangan perubahan
tatanan sosial akibat perubahan ekologis, perubahan berfikir dan
bertindak akibat tuntutan ekonomi
dan perubahan pemahaman
keagamaan yang terjadi pada masyarakat Arab pada akhir abad ke-19
dan awal abad ke-20. Dalam pandangannya, Sayid Usman menyatakan
sikapnya menolak segala bentuk perubahan sosial seperti sosialisasi
dan interaksi yang terjadi pada masyarakat Arab di Jakarta. Sikap dan
perilaku masyarakat Arab dipandang oleh Sayid Usman sebagai usaha
mereka untuk
membebaskan diri dari nilai-nilai ajaran dan tradisi
agama Hadrami yang tradisional (scholastic).
Sikap dan perilaku yang dimaksudkan di atas diantaranya seperti
: Pertama, pembenaran
sikap dan perilaku individu dan kolektif
masyarakat Arab yang cenderung meninggakan ajaran dan tradisi
agama Hadrami. Kedua, sikap dan perilaku masyarakat Arab yang
terlalu mementingkan kebendaan (materialistik) dengan penghalalan
berbagai cara. Ketiga, sikap dan perilaku masyarakat Arab yang mulai
mengutamakan kesenangan sebagai keinginan yang berlebihan akibat
modernitas yang terjadi. Keempat, sikap dan perilaku masyarakat Arab
yang menyatakan bahwa mereka mampu berbuat apa saja jika memiliki
modal dan kekayaan. Kelima, sikap dan perilaku masyarakat Arab yang
mulai memperlihatkan kebebasannya dengan ajaran baru yang dalam
sosialisasi keagamaannya.
Sebagai penasihat kehormatan bangsa Arab, Sayid Usman
merupakan seseorang yang mempelajari proses perubahan sosial yang
terjadi pada masyarakat Arab pada masanya. Sehingga dari proses
tersebut munculah berbagai pandangan yang ia keluarkan tentang
berbagai sikap dan perilaku masyarakat Arab. Pandanganya yang
mempertahankan
nilai-nilai
ajaran
dan
tradisi
Alawiyin
bagi
masyarakat Arab menyebabkan Sayid Usman dipandang sebagai
seorang yang konservatif. Pandanganya yang konservatif tersebut tidak
terlepas dari latar belakang ashabiahnya sebagai orang Arab dari
kelompok Alawiyin. Latar belakang tersebut sangat berpengaruh dalam
berbagai pandanganya sebagai seorang penasihat kehormatan bangsa
Arab yang menggambarkan identitas sosialnya sebagai seorang “ bangsa
Arab ” yang patrimornialis karena berasal dari kalangan sayid Alawiyin
289
dari komunitas Hadrami dan keturunan dari Mesir. Pandangan
konservatif Sayid Usman tersebut melekat dalam status dan perannya
dalam melihat kehidupan sosial masyarakat Arab di Jakarta. Dalam
statusnya sebagai seorang ulama pakar hukum Islam, Sayid Usman
melihat kehidupan masyarakat Arab berdasarkan kaidah hukum Islam
madzab Syafi’i yang digunakan oleh kaum Alawiyin. Sebagai seorang
mufti dan penasihat bangsa Arab, ia melihat kehidupan masyarakat
Arab dengan ajaran dan tradisi Hadrami yang berorientasi pada ajaran
Alawiyin dan hukum pemerintah.
Dari cara pandang Sayid Usman di atas, bentuk pandangan yang
dihasilkannya merupakan pandangan keagamaan yang bersifat teoritis
dan pandangan yang bersifat praktis tentang pengetahuan sehari-hari
masyarakat Arab. Bentuk pandangan Sayid Usman tersebut tidak
terlepas dari berbagai latar belakang dan kepentingan terkait dari
status dan perannya sebagai seorang ulama, mufti, anggota dewan
kota, tokoh bangsa Arab, pengusaha dan penasihat kehormatan bangsa
Arab. Sehingga kenyataan yang terlihat dari pandangan Sayid Usman
seperti pada simbolitas, perkataan, nasihat dan fatwanya merupakan
representatif dari identitas sosialnya yang terbentuk dari hak maupun
kewajibanya dan aspek dinamis dari identitas sosial yang dimilikinya.
290
Pandangan
tipe
ideal
Sayid
Usman
terhadap
kehidupan
masyarakat Arab berasal dari konstruksinya terhadap berbagai bentuk
sikap dan perilaku sosial keagamaan yang berubah pada akhir abad ke19 dan awal abad ke-20. Perubahan sikap dan perilaku tersebut
berpengaruh
juga
terhadap
perubahan
bentuk
stratifikasi
sosial
masyarakat Arab di Jakarta. Oleh karena hal di atas, maka Sayid
Usman membuat kontruksi tipe ideal seperti diantaranya pada bentuk
stratifikasi sosial. Sayid Usman menyatakan bahwa idealnya, kelompok
Alawiyin dan ajarannya seharusnya tetap menjadi sesuatu yang
dominatif bagi semua masyarakat Arab di Jakarta seperti yang berlaku
di Hadramaut. Oleh karenanya, maka sosialisasi dan interaksi yang
terjadi menurut Sayid Usman harus sesuai dengan ajaran dan tradisi
Alawiyin yang menjunjung tinggi pentingnya kehormatan pada
lima
kehormatan universal yang harus selalu dijaga oleh semua masyarakat
Arab. Dengan kehormatan yang selalu terjaga, maka masyarakat Arab
dapat menjadi masyarakat yang amanah, beruntung dan selamat dalam
kehidupan sosial keagamaan pada masa tersebut.
Pandangan Sayid Usman pada awalnya sangat berpengaruh
dalam kehidupan masyarakat Arab, namun mulai berubah semenjak
pandangannya
mengenai
sebagian
kalangan
orang
Arab
yang
291
dianggapnya menyimpang dari nilai-nilai tradisi dan ajaran Alawiyin.
Pengaruh
pandangan
Sayid
Usman
kemudian
berubah
menjadi
penentangan kepada dirinya ketika masuknya pengaruh pan-Islamisme
dalam sebagian masyarakat Arab pada tahun 1884 di Jakarta.
Penentangan
pandangan
Sayid
Usman
tersebut
dilakukan
oleh
kelompok muda karena sikap Sayid Usman yang menolak panIslamisme. Walaupun banyak kalangan muda dari masyarakat Arab
menentang pandangan Sayid Usman, namun pengaruh pandangan
Sayid Usman diterima oleh kelompok Alawiyin dari golongan tua dalam
mempertahankan ajaran dan tradisi Alawiyin. Pengaruh pandangan
Sayid Usman juga menjadi unsur penyebab terjadinya polemik antara
dirinya dengan golongan muda yang terdiri dari kelompok Alawiyin
maupun non-Alawiyin serta komunitas non-Hadrami di Jakarta. Di sisi
lain, pandangan Sayid Usman berpengaruh penting terhadap eksistensi
identitas
sosial
kelompok
Alawiyin
di
Jakarta
yang
kemudian
digunakan sebagai dasar utama dalam pendirian organisasi sosial Arab
Arrabithah Alawiyah pada tahun 1928.
Pada realitasnya, pandangan Sayid Usman terhadap realitas
sosial yang praktis tidak sesuai dengan pandangan tipe ideal Sayid
Usman yang bersifat teoritis. Hal tersebut terlihat ketika pandangan
292
tipe ideal Sayid Usman tidak berhasil dalam mengeneralisasi pola
personalitas dan hubungan sosial dalam masyarakat Arab. Generalisasi
yang dibuat oleh konstruksi tipe ideal Sayid Usman tidak dapat
diterima oleh
kelompok Alawiyin yang sependapat dengan pan-
Islamisme dan kelompok non-Alawiyin maupun kelompok Islam nonHadrami yang menolak ajaran dan tradisi Alawiyin bagi mereka.
Pandangan tipe ideal Sayid Usman ketika dirinya menjabat sebagai
penasihat kehormatan bangsa Arab pada kantor urusan pribumi
(Inlandsche zaken) merupakan bagian dari birokrasi pemerintahan
kolonial yang menekankan sifat hubungan sosial yang impersonal.
Sehingga Sayid Usman harus juga menyatakan fakta yang empiris yang
terjadi pada kelompoknya yaitu Alawiyin, walaupun hal tersebut
kemudian menjadi respons penentangan mereka kepada dirinya. Oleh
karena status dan perannya sebagai pegawai yang bersifat
honorer,
maka Sayid Usman mengalami kesulitan dalam mempertahankan
fungsi organisatoris seperti usaha untuk mengangkat bangsa Arab dan
memotivasi
para individu Arab tentang pentingnya kehormatan dan
nama baik.
Karena status dan peran Sayid Usman dalam birokrasi tersebut,
maka ia sangat perlu menggunakan dukungan dari apa yang terdapat
293
dalam tradisi. Berbagai keputusan maupun usaha dalam pandangan
Sayid
Usman
yang
mempengaruhi
masyarakat
Arab
tersebut
dibenarkan berdasarkan hal-hal yang sudah terjadi untuk mengatasi
krisis pada masanya. Selain itu, kompleksitas masyarakat Arab yang
terbagi dari berbagai kelompok dan komunitas dalam menerima
pandangan Sayid Usman juga berpengaruh penting terhadap bentuk
respons dari pandangan Sayid Usman yang diberikan. Oleh karenanya
muncul berbagai pendapat atas dirinya seperti bahwa Syaid Usman
dipandang sebagai seorang yang berpihak pada pemerintah kolonial
Hindia Belanda dan tidak memikirkan nasib
bangsa Arab. Di lain
pihak, pandangan Sayid Usman dinilai oleh sebagian kalangan
masyarakat Arab dalam mempertahankan eksistensi identitas sosial
kelompok Alawiyin di Jakarta pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke20. Sehingga setelah berdirinya Arrabithah Alawiyah, nama dan
ketokohan Sayid Usman tetap menjadi bagian penting bagi kelompok
Alawiyin di Jakarta.
Ada bagian yang belum ditampilkan dalam penelitian ini, karena
terfokusnya
kajian
ini
pada
pandangan
Sayid
Usman
terhadap
komunitas Hadrami yang mendominasi kehidupan sosial masyarakat
Arab di Jakarta pada masa tersebut. Bagian yang belum ditampilkan
294
secara khusus tersebut adalah eksistensi dari dari komunitas nonHadrami di Jakarta pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Mereka menjadi hilang dalam pengkristalan kontestasi kelompok
Alawiyin dan non-Alawiyin pada awal abad ke-20 di Jakarta. Semakin
berperannya kelompok Alawiyin dalam ruang sosial keagamaan di
Jakarta pada abad ke-20, maka menjadikan peran komunitas Arab
non-Hadrami menjadi hilang. Padahal dalam realitasnya, komunitas
non-Hadrami merupakan bagian yang pernah ada dalam kehidupan
masyarakat Arab
di Jakarta pada waktu itu. Sehingga dengan
penelitian lanjutan yang difokuskan pada komunitas non-Hadrami di
Jakarta oleh pandangan seorang tokoh Arab maupun yang bukan dari
pandangan seseorang tokoh Arab, maka akan terbentuk penulisan
sejarah yang utuh tentang kehidupan masyarakat Arab di Jakarta pada
abad ke-19 dan awal abad ke-20.
295
Download