Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manajemen
2.1.1
Pengertian Manajemen
Manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain
untuk memenuhi segala kebutuhannya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hal diatas dapat dikatakan organisasi meletakkan perwujudan usaha kerjasama yang
terdiri dari berbagai individu yang memiliki berbagai macam tingkatan, harapan,
motivasi, dan pandangan yang berbeda dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
bersama. Untuk itu dibutuhkan manajemen untuk dapat mengatur dan mengarahkan
tujuan yang berbeda untuk tiap individu agar tidak bertentangan dengan tujuan
organisasi.
Manajemen merupakan rangkaian berbagai aktivitas yang saling berkaitan dan
saling mengorganisir kemampuan yang ada pada individu dalam suatu organisasi
untuk mendayagunakan dan mengolah sumber daya yang ada sehingga berguna bagi
individu itu sendiri dan organisasi.
15
16
Berikut ini merupakan definisi tentang manajemen dari para ahli yaitu:
Menurut Hasibuan (2000: 2), menyatakan :
“Ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai satu
tujuan.”
Menurut Stoner (2006), menyatakan :
“Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta
pengguna semua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.”
Menurut Richard L Daft (2002: 8), menyatakan :
“Manajemen adalah pencapaian sasaran-sasaran organisasi dengan cara
yang efektif dan efisien melalui perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan dan pengendalian sumber daya organisasi.”
Dari ketiga pengertian diatas maka penulis menyimpulkan bahwa manajemen
adalah keseluruhan aktifitas maupun kegiatan yang harus dilakukan atau dilaksanakan
guna mencapai tujuan yang baik bagi organisasi dengan menjalankan fungsi-fungsi
manajemen yang ada seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, serta
pengendalian dengan jalan pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien.
17
2.1.2
Fungsi-fungsi Manajemen
Fungsi manajemen seringkali diartikan sebagai tugas-tugas manajer. Beberapa
klarifikasi fungsi-fungsi manajemen menurut Terry yang diterjemahkan oleh
Hasibuan dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia adalah sebagai
berikut :
1.
Planning (Perencanaan)
Perencanaan berarti menentukan program kerja yang akan membantu
tercapainya sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
2.
Organizing (Pengorganisasian)
Setelah rangkaian tindakan, perlu disusun organisasi untuk melaksanakannya,
organisasi adalah alat untuk mencapai tujuan. Menyusun organisasi berarti
merancang struktur berbagai hubungan antar jabatan, pekerjaan, personalia,
dan faktor lainnya.
3.
Actuating (Penggerakan)
Fungsi yang menggerakan orang-orang termasuk sarana manajemen lainnya
kearah tercapainya tujuan yang ditetapkan perusahaan, mengusahakan agar
orang mau bekerjasama dengan efektif.
4.
Controlling (Pengawasan)
Fungsi berhubungan dengan pengawasan aktivitas-aktivitas perusahaan agar
sesuai dengan rencana sebelumnya telah ditentukan.
18
2.2
Manajemen Sumber Daya Manusia
2.2.1
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manusia merupakan sumber daya yang paling penting dalam usaha suatu
organisasi untuk mencapai keberhasilannya. Keberhasilan pengelolaan perusahaan
sangat ditentukan oleh kegiatan pendayagunaan sumber daya manusianya. Untuk
itulah Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menekankan pada pengelolaan
manusia, bukan sumber daya lainnya.
Menurut Hasibuan (2000: 10), mengemukakan definisi Manajemen Sumber
Daya Manusia sebagai berikut :
“Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur
hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu
terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.”
Adapun menurut Marwansyah (2010: 3), mendefinisikan Manajemen
Sumber Daya Manusia sebagai berikut :
“Manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai
pendayagunaan sumber daya manusia di dalam organisasi, yang
dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya manusia,
rekrutment dan seleksi, pengembangan sumber daya manusia,
perencanaan dan pengembangan karir, pemberian kompensasi dan
kesejahteraan, dan hubungan industrial.”
Sedangkan menurut Manullang (2004: 198), mendefinisikan Manajemen
Sumber Daya Manusia sebagai berikut :
“Manajemen sumber daya manusia adalah seni dan ilmu pengadaaan,
pengembangan dan pemanfaatan sumber daya manusia sehingga tujuan
perusahaan dapat direalisasikan secara daya guna dan kegairahan dari
semua tenaga kerja.”
19
2.2.2
Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Sedangkan fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia menurut B.
Siswanto Sastrohadiwiryo (2003: 38), dalam bukunya Manajemen Tenaga Kerja
Indonesia, secara singkat adalah sebagai berikut :
1.
Analisis Pekerjaan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk menganalisis atau mengurai pada setiap
pekerjaan yang akan diberikan kepada tenaga kerja, agar dapat memberikan
pola kerangka menyeluruh tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi setiap
tenaga kerja untuk pekerjaan tertentu.
2.
Perekrutan Tenaga Kerja
Kegiatan perekrutan tenaga kerja dimaksudkan untuk pengadaan dan
penarikan tenaga kerja guna mengisi posisi dan formasi yang belum terisi
maupun bagian atau tugas baru yang diciptakan dalam perusahaan.
3.
Seleksi Tenaga Kerja
Kegiatan seleksi tenaga kerja dimaksudkan untuk memilih tenaga kerja yang
memenuhi persyaratan, baik kuantitas dan kualitasnya.
4.
Penempatan Tenaga Kerja
Kegiatan penempatan tenaga kerja dimaksudkan untuk menempatkan tenaga
kerja sebagai unsur pelaksanaan pekerjaan pada posisi yang sesuai dengan
kemampuan, kecakapan, dan keahliannya.
20
5.
Induksi dan Orientasi Pengadaan
Kegiatan induksi dan orientasi pengadaan dimaksudkan untuk menempatkan
tenaga kerja yang baru akan mulai bekerja, tentang bagaimana suatu pekerjaan
harus diselesaikan. Pengenalan ruang lingkup perusahaan serta kebijakan yang
berlaku dalam perusahaan. Selain itu diharapkan tenaga kerja baru tersebut
selain tidak merasa asing terhadap pekerjaannya juga terampil menghadapi
pekerjaan seperti halnya tenaga kerja yang lain.
6.
Pemberian Kompensasi
Kegiatan kompensasi dimaksudkan untuk memberikan balas jasa atau imbalan
jasa kepada tenaga kerja, karena tenaga kerja tersebut telah memberikan
kontribusinya dalam mencapai tujuan perusahaan. Kompensasi tidak terbatas
pada imbalan tertentu, tetapi meliputi gaji, upah, perumahan, pakaian,
tunjangan keluarga, tunjangan kesehatan, tunjangan pangan, dan tunjangan
lainnya.
7.
Pendidikan dan Pelatihan
Kegiatan pendidikan dan pelatihan dimaksudkan untuk menigkatkan dan
mengembangkan pengetahuan, sikap, kecakapan, keterampilan tenaga kerja
baik yang diberikan tanggung jawab dalam pekerjaan yang baru maupun yang
telah memiliki tanggung jawab sebelumnya. Dengan demikian, tenaga kerja
yang bersangkutan dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna.
21
8.
Penilaian Kinerja
Kegiatan penilaian kinerja yang dilakukan tenaga kerja dimaksudkan untuk
mengevaluasi pekerjaan yang telah dan sedang dilakukan, juga dimaksudkan
untuk mengetahui sejauh mana kemampuan, kecakapan, dan keterampilan
kerja yang dimiliki tenaga kerja.
9.
Mutasi
Kegiatan mutasi bagi tenaga kerja dimaksudkan untuk memindahkan tenaga
kerja dari suatu unit/bidang/bagian pekerjaan lain dalam suatu perusahaan
atau perusahaan lain yang dianggap setingkat atau sejajar dengan pekerjaan
sebelumnya.
10.
Promosi
Kegiatan promosi dilakukan manajemen tenaga kerja dimaksudkan untuk
memindahkan tenaga kerja dari suatu jenjang jabatan yang lebih tinggi
daripada jabatan sebelumnya.
11.
Pemotivasian
Kegiatan motivasi dimaksudkan untuk memberikan dorongan kepada tenaga
kerja agar pada dirinya tumbuh kondisi yang menggairahkan didalam
melaksanakan
pekerjaannya.
Dengan
demikian,
tenaga
kerja
yang
bersangkutan dapat bekerja dengan semangat dan gairah kerja yang tinggi.
22
12.
Pembinaan Moral Kerja
Kegiatan pembinaan moral kerja dimaksudkan agar selain tenaga kerja dapat
melakukan pekerjaan lebih giat, juga agar timbul rasa suka terhadap pekerjaan
yang diberikan.
13.
Pembinaan Disiplin Kerja
Pembinaan disiplin kerja dimaksudkan agar tenaga kerja dapat mentaati
dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab terhadap norma, pengaturan,
dan kebijakan yang berlaku dalam perusahaan, baik yang tertulis maupun
tidak.
14.
Penyeliaan Tenaga Kerja
Penyeliaan tenaga kerja dimaksudkan untuk memantau (memonitor) dan
mengevaluasi pekerjaan yang telah, sedang, dan akan dikerjakan oleh tenaga
kerja. Dengan demikian, apabila terjadi penyimpangan dari rencana yang telah
ditetapkan, diadakan tindakan perbaikan (correction action).
15.
Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan hubungan kerja dimaksudkan untuk memberhentikan tenaga kerja
dari jabatan pekerjaan semula, baik atas prakarsa tenaga kerja yang
bersangkutan maupun oleh perusahaan. Pemutusan hubungan kerja tenaga
kerja pada prinsipnya dapat terjadi karena salah satu kedua belah pihak
merasa rugi apabila hubungan kerja terus dilanjutkan.
23
2.3
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)
2.3.1
Pengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)
Manusia dalam hidupnya mengalami ketidakpastian, ketidakpastian ini
disebut dengan resiko. Kebutuhan rasa aman merupakan motif yang kuat dimana
manusia menghadapi sejumlah ketidakpastian yang cukup besar dalam kehidupan,
misalnya untuk memperoleh pekerjaan, dan untuk memperoleh jaminan kehidupan
apabila karyawan tertimpa musibah.
Salah satu upaya pemberian perlindungan tenaga kerja adalah jaminan sosial
tenaga kerja seperti yang terdapat dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara yang
berbunyi sebagai berikut :
“Perlindungan tenaga kerja yang meliputi hak berserikat dan berunding
bersama, keselamatan dan kesehatan kerja, jaminan sosial tenaga kerja
yang mencakup jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan kesehatan,
jaminan terhadap kecelakaan, dan jaminan kematian serta syarat-syarat
kerja lainnya perlu dikembangkan secara terpadu dan bertahap dengan
mempertimbangkan dampak ekonomi dan moneternya, kesiapan sektor
terkait, kondisi pemberian kerja, lapangan kerja dan kemampuan tenaga
kerja.”
Bertitik tolak dari hal tersebutlah mendorong program lahirnya yang
memberikan jaminan perlindungan tenaga kerja. Di Indonesia hal ini dapat dilihat
pada Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan serta diperkuat
dengan Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang
merupakan langkah awal dalam memberikan landasan hukum penyelanggaraan
jaminan sosial.
24
Menurut Undang-undang No. 3 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 1 definisi
Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagai berikut :
“Suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa
uang sebagai pengganti penghasilan yang hilang atau berkurang dalam
pelayanan sebagaimana akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh
tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit hamil atau bersalin, hari tua
dan meninggal dunia.”
Dari pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jaminan sosial
mempunyai beberapa aspek yaitu :
1.
Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal
bagi tenaga kerja serta keluarganya.
2.
Dengan
adanya
perlindungan
dasar
akan
memberikan
kepastian
berlangsungnya arus penerimaan penghasilan, sebagai pengganti atau seluruh
penghasilan yang hilang.
3.
Menciptakan ketenangan kerja karena adanya upaya perlindungan terhadap
resiko ekonomi maupun sosial.
4.
Karena adanya upaya perlindungan dan terciptanya ketenangan kerja akan
berdampak meningkatkan produktivitas kerja.
5.
Dengan terciptanya ketenangan kerja pada akhirnya mendukung kemandirian
dan harga manusia dalam menerima dan menghadapi resiko sosial ekonomi.
Upaya perlindungan karyawan perusahaan dalam bentuk penaikan upah,
pemberian bonus dan program kesejahteraan lainnya dirasakan belum menunjukkan
25
suatu jaminan karyawan terutama dalam kelangsungan hidupnya dengan tingkat
kesejahteraan yang memuaskan. Oleh sebab itu perusahaan hendaknya :
1.
Menganggap tenaga kerja sebagai partner yang aman membantu untuk
mensukseskan tujuan perusahaan.
2.
Memberikan imbalan yang layak terhadap jasa-jasa yang sudah dikerahkan
oleh partner yaitu, berupa penghasilan yang layak dan jaminan-jaminan sosial
tertentu, agar dengan begitu para tenaga kerja diharapkan dapat lebih
produktif.
3.
Menjalin hubungan yang baik dengan para tenaga kerja sehingga mereka
merasa bahwa tenaga kerja perlu dikerahkan dengan baik, seakan-akan
mereka
bekerja
pada
perusahaan miliknya
perusahaan
yang perlu
dikembangkan dengan penuh tanggung jawab.
2.4
Ruang Lingkup Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)
Menurut Undang-undang No. 3 Tahun 1992 Pasal 6 Ayat 1 bahwa ruang
lingkup jaminan sosial tenaga kerja meliputi : Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK),
Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan (JPK).
26
2.4.1
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan
hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian
pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat
kerja, dan pulang kerumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
Di dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1992 Pasal 8 Ayat 1 dinyatakan bahwa :
“Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima
jaminan kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja maupun penyakit akibat
kerja merupakan resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan.”
Adapun sebab-sebab kecelakaan bisa dikelompokkan menjadi dua sebab
utama yaitu sebab-sebab teknis dan human (manusia). Untuk menanggulangi
hilangnya sebagian atau seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian atau
cacat karena kecelakaan kerja, baik fisik maupun mental, maka perlu adanya jaminan
kecelakaan kerja. Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak atas jaminan
kecelakaan kerja berupa penggantian biaya meliputi :
1.
Biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja ke rumah
sakit atau ke rumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan
(Pasal 9 ayat 1 Undang-undang No. 3 Tahun 1992 juncto Pasal 12 ayat 1
huruf (a) Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993).
27
2.
Biaya pemeriksaan, pengobatan, dan atau perawatan selama di rumah sakit,
termasuk rawat jalan (Pasal 9 ayat 1 Undang-undang No. 3 Tahun 1992 juncto
Pasal 12 ayat 1 huruf (b) Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993).
3.
Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan atau alat ganti (porthese)
bagi tenaga kerja anggota badannya hilang atau tidak berfungsi sebagai akibat
kecelakaan kerja (Pasal 9 ayat 1 Undang-undang No. 3 Tahun 1992 juncto
Pasal 12 ayat 1 huruf (c) Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993).
4.
Santunan berupa uang meliputi : (1) santunan sementara tidak mampu bekerja,
(2) santunan sebagian untuk selama-lamanya, (3) santunan cacat total untuk
selama-lamanya baik fisik maupun mental dan (4) santunan kematian (Pasal 9
ayat 1 Undang-undang No. 3 Tahun 1992 juncto Pasal 12 ayat 2 Peraturan
Pemerintah No. 14 Tahun 1993).
Pengusaha wajib melaporkan kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerja
kepada kantor Departemen Tenaga Kerja dan Badan Penyelenggaraan dalam waktu
tidak lebih dari 2 kali 24 jam setelah tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan oleh
dokter yang merawatnya dinyatakan sembuh, cacat atau meninggal dunia.
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi
bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja
sampai tiba kembali dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Iuran
untuk program jaminan kecelakaan kerja ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan.
28
Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum
pada iuran.
Biaya Transport
1. Darat Rp400.000
2. Laut Rp750.000
3. Udara Rp1.500.000
Sementara Tidak Mampu Bekerja
1. 4 bulan pertama 100% upah sebulan.
2. 4 bulan kedua 75% upah sebulan.
3. Selanjutnya 50% upah sebulan.
Biaya Pengobatan
Biaya
pengobatan
dan
perawatan
Rp12.000.000 (maksimum).
1. Sebagian – tetap % tabel x 80 bulan
Santunan Cacat
upah.
2. Total – tetap (1) sekaligus 70% x 80
bulan upah (2) berkala (2 tahun)
Rp200.000 per bulan.
3. Kurang fungsi % kurang fungsi x %
tabel x 80 bulan upah.
Santunan Kematian
1. Sekaligus 60% x 80 bulan upah.
2. Berkala (2 tahun) Rp200.000 per
bulan.
3. Biaya pemakaman Rp2.000.000
4. Biaya rehabilitasi medik Rp2.000.000
(maksimum).
5. Penyakit akibat kerja, tiga puluh satu
jenis penyakit selama hubungan kerja
dan 3 tahun setelah putus kerja.
Tabel 2.4
Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja
29
Adapun tata cara pengajuan klaim Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), yaitu
sebagai berikut :
1.
Apabila terjadi kecelakaan kerja pengusaha wajib mengisi form jamsostek 3
(laporan kecelakaan tahap I) dan mengirimkan kepada PT. Jamsostek
(Persero) tidak lebih dari 2 x 24 jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan.
2.
Setelah tenaga kerja dinyatakan sembuh/meninggal dunia oleh dokter yang
merawat, pengusaha wajib mengisi form 3a (laporan kecelakaan tahap II) dan
dikirim ke PT. Jamsostek (Persero) tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak tenaga
kerja dinyatakan sembuh/meninggal dunia. Selanjutnya PT. Jamsostek
(Persero) akan menghitung dan membayar santunan dan ganti rugi kecelakaan
kerja yang menjadi hak tenaga kerja/ahli waris.
3.
Form jamsostek 3a berfungsi sebagai pengajuan permintaan pembayaran
jaminan disertai bukti-bukti : fotokopi kartu peserta jamsostek (KPJ), surat
keterangan dokter yang merawat dalam bentuk form jamsostek 3b atau 3c dan
kwitansi biaya pengobatan dan perawatan serta kwitansi pengangkutan.
2.4.2
Jaminan Kematian (JK)
Menurut Manullang (2001: 134), menyatakan bahwa:
“Jaminan kematian adalah suatu jaminan bagi tenaga kerja yang
meninggal dunia bukan diakibatkan kecelakaan kerja yang
mengakibatkan terputusnya penghasilan dan sangat berpengaruh pada
kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan.”
30
Kematian yang mendapatkan santunan adalah kematian bagi tenaga kerja pada
saat menjadi peserta jamsostek. Jaminan ini merupakan komplemen terhadap jaminan
hari tua yang keduanya merupakan jaminan masa depan tenaga kerja. Jaminan ini
dimaksudkan untuk turut menanggulangi, meringankan beban keluarga yang
ditinggalkan dengan cara pemberian santunan kematian, biaya pemakaman, dan
santunan berkala.
Jaminan kematian dibayarkan kepada ahli waris tenaga kerja dari peserta yang
meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan kematian diperlukan
sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman
maupun santunan berupa uang. Adapun santunan jaminan kematian seperti yang
dilansir PikiranRakyat.com menyatakan bahwa : iuran jaminan kematian besarnya
3% untuk lajang dari upah sebulan dan 6% untuk yang sudah berkeluarga dari upah
sebulan.
Adapun tata cara pengajuan klaim Jaminan Kematian (JK) dapat dilakukan
oleh pengusaha/keluarga dari tenaga kerja yang meninggal dunia mengisi dan
mengirim form 4 kepada PT. Jamsostek (Persero) disertai bukti-bukti sebagai berikut:
1.
Kartu peserta jamsostek.
2.
Surat keterangan kematian dari rumah sakit/kepolisian/kelurahan.
3.
Identitas ahli waris (fotokopi KTP dan Kartu Keluarga) PT. Jamsostek
(Persero) akan membayar jaminan kematian kepada yang berhak.
31
2.4.3
Jaminan Hari Tua (JHT)
Hari tua merupakan resiko kehidupan yang dapat mengakibatkan terputusnya
upah, karena pada usia tua umumnya kemampuan bekerja sudah berkurang sehingga
karyawan diberhentikan dari pekerjaannya. Dengan terputusnya pekerjaan dan upah
dari perusahaan tentunya biaya hidup adalah hasil tabungan semasa kerja. Namun
dapat dibayangkan kondisi tenaga kerja di Indonesia dengan upah yang belum begitu
layak dengan kata lain hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari. Dengan demikian
kesempatan tenaga kerja untuk menyisihkan sebagian penghasilannya kemungkinan
kecil.
Melihat permasalahan diatas, maka sangat perlu diadakan program yang
berpengaruh bagi masa depan atau hari tua bagi karyawan terutama bagi yang
penghasilannya rendah. Program jaminan hari tua diselenggarakan dengan cara atau
sistem tabungan hari tua (profident funid), dimana iuran dari pengusaha dan tenaga
kerja secara individual, dan mendapat bunga setiap tahun.
Adapun manfaat dari program jaminan hari tua yaitu, kemanfaatan berupa
pembayaran saldo tabungan pada saat timbul hak peserta yaitu :
1.
Mencapai umur 55 tahun.
2.
Mengalami cacat total dan tetap sehingga tidak bisa bekerja lagi.
3.
Meninggal dunia.
32
4.
Mengalami PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) setelah peserta setidaktidaknya lima tahun dengan masa tunggu 1 bulan.
5.
Pergi ke luar negeri atau pulang ke negeri asal untuk tidak kembali lagi
Besarnya saldo tabungan tersebut tergantung dari iuran, bunga dan masa
kepesertaan. Menurut Undang-undang No. 3 Tahun 1992 besarnya iuran jaminan
hari tua ditetapkan sebagai berikut:
1.
Pengusaha menanggung iuran sebesar 3,70%
2.
Tenaga kerja menanggung iuran sebesar 2%
Jadi besarnya iuran yang harus dibayar pengusaha setiap bulannya adalah
sebesar 5,7% yang dihitung dari upah sebulan dari tenaga kerja. Pembayaran jaminan
hari tua dapat dibayarkan sekaligus atau secara berkala. Pembayaran sekaligus dapat
dilakukan apabila jaminan hari tua kurang dari Rp3.000.000,- (Tiga Juta Rupiah).
Pembayaran secara berkala dapat dilakukan apabila seluruh jaminan hari tua
mencapai Rp3.000.000 (Tiga Juta Rupiah),- atau lebih dilakukan paling lama 5 tahun
(PP No. 14 Tahun 1993 Pasal 24). Pembayaran jaminan hari tua sekaligus atau
berkala merupakan pilihan dari tenaga kerja yang bersangkutan sendiri.
Adapun prosedur pengajuan klaim jaminan hari tua. Setiap pengajuan klaim
jaminan hari tua, tenaga kerja harus mengisi dan menyampaikan formulir 5 Jamsostek
kepada kantor Jamsostek setempat dengan melampirkan:
1.
Kartu Peserta Jamsostek (KPJ) asli.
2.
Kartu identitas diri KTP/SIM (photocopy).
33
3.
Surat keterangan pemberhentian bekerja dari perusahaan atau penetapan
pengadilan hubungan industrial.
4.
Surat pernyataan belum bekerja di atas materai secukupnya.
5.
Permintaan pembayaran JHT (Jaminan Hari Tua) bagi tenaga kerja yang
mengalami cacat total dilampiri dengan surat keterangan dokter.
6.
Permintaan pembayaran JHT (Jaminan Hari Tua) bagi tenaga kerja yang
meninggalkan wilayah Republik Indonesia dilampiri dengan: Pernyataan tidak
bekerja lagi di Indonesia, photocopy paspor dan photocopy VISA.
7.
Permintaan pembayaran JHT (Jaminan Hari Tua) bagi tenaga kerja yang
meninggal dunia sebelum usia 55 tahun dilampiri: Surat keterangan
meninggal dunia dari rumah sakit/kepolisian/kelurahan dan photocopy kartu
keluarga.
8.
Permintaan pembayaran JHT (Jaminan Hari Tua) bagi tenaga kerja yang
berhenti bekerja dari perusahaan sebelum usia 55 tahun telah memenuhi masa
kepesertaan 5 tahun melewati masa tunggu 6 bulan terhitung sejak tenaga
kerja yang bersangkutan berhenti bekerja, dilampiri dengan: Photocopy surat
keterangan berhenti bekerja dari perusahaan, surat pernyataan belum bekerja
lagi dan permintaan pembayaran JHT (Jaminan Hari Tua) bagi tenaga kerja
yang menjadi Pegawai Negeri Sipil/POLRI/ABRI.
Selambat-lambatnya 30 hari setelah pengajuan tersebut PT. Jamsostek
(Persero) melakukan pembayaran JHT (Jaminan Hari Tua).
34
2.4.4 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas
tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Program
pemeliharaan kesehatan ini merupakan upaya penanggulangan dan pencegahan
gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan
termasuk kehamilan dan persalinan. Jaminan ini meliputi upaya peningkatan
kesehatan (promotif) dan pemulihan (rehabilitative). Iuran jaminan pemeliharaan
kesehatan besarnya 6% dari upah tenaga kerja sebulan bagi tenaga kerja yang sudah
berkeluarga dan 3% sebulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga. Jaminan
pemeliharaan kesehatan diberikan kepada tenaga kerja atau suami istri yang sah dan
anak sebanyak-banyaknya 3 orang.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 Pasal 35 ayat 1
pelayanan paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar meliputi:
1.
Perawatan rawat jalan tingkat pertama.
2.
Rawat jalan tingkat lanjutan.
3.
Rawat inap.
4.
Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan kehamilan.
5.
Penunjang diagnostik.
6.
Pelayanan khusus.
7.
Pelayanan gawat darurat.
35
Dalam penyelenggaraan paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar, badan
penyelenggaraan wajib:
1.
Memberikan kartu pemeliharaan kesehatan kepada setiap peserta.
2.
Memberikan keterangan yang perlu diketahui peserta mengenai paket
pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan.
2.5
Produktivitas Kerja
2.5.1 Pengertian Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja sebenarnya mencakup tentang suatu sikap mental yang
selalu mempunyai pandangan kehidupan mengenai pelaksanaan produksi didalam
suatu perusahaan dimana dalam memproduksi untuk hari ini diharapkan lebih baik
dari hari kemarin begitu juga sistem kerjanya. Seseorang selalu mencari perbaikanperbaikan dengan berfikir dinamis, kreatif serta terbuka.
Filosofi dan spirit tentang produktivitas sudah ada sejak awal peradaban
manusia karena makna produktivitas adalah keinginan (The Will) dan upaya (effort)
manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan disegala
bidang. Secara konseptual, produktivitas adalah hubungan antara keluaran atau hasil
organisasi dengan masukan yang diperlukan. Produktivitas dapat dikuantifikasi
dengan membagi keluaran dengan masukan. Menaikan produktivitas dapat dilakukan
dengan memperbaiki rasio produktivitas, dengan menghasilkan lebih banyak keluaran
atau output yang lebih baik dengan tingkat masukan sumber daya tertentu Blecher
(1987: 3) dalam Wibowo (2007: 265).
36
Produktivitas dipandang sebagai penggunaan yang lebih intensif terhadap
sumber-sumber konversi seperti tenaga kerja dan mesin yang jika diukur secara tepat
dan benar-benar menunjukkan suatu penampilan dan efisiensi. Hakekatnya, melalui
produktivitas manajemen dan para penentu kebijakan mengarahkan efektivitas dan
pelaksanaan organisasi perseorangan secara menyeluruh, yang mencakup sedikit
gambaran jelas seperti tidak adanya rintangan dan kesulitan tingkat pembalikan,
ketidak hadiran dan bahkan kepuasan pelanggan.
Dikemukakan oleh Yuniasih dan Suwanto (2008: 158), dalam bukunya
Manajemen Sumber Daya Manusia bahwa produktivitas dapat diukur dengan dua
standar utama, yaitu:
“Produktivitas fisik dan produktivitas nilai. Produktivitas fisik dapat
diukur dari aspek kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan,
sedangkan produktivitas nilai dapat diukur atas dasar nilai-nilai
kemampuan sikap, perilaku, disiplin, motivasi dan komitmen terhadap
pekerjaan.”
Berdasarkan penjelasan teori di atas, dapat diartikan bahwa untuk mengukur
produktivitas kinerja dapat dilakukan melalui pengukuran produktivitas fisik yang
didalamnya mencakup aspek kuantitas dan aspek kualitas, serta dapat diukur pula
melalui produktivitas nilai yang cakupannya berdasarkan nilai kemampuan, perilaku,
disiplin, motivasi dan komitmen terhadap pekerjaan. Hal tersebut itu dilandasakan
atas dasar untuk pencapaian kinerja yang tinggi serta untuk meningkatkan rasa
kepuasan pelanggan, yang telah diberikan oleh pegawai yang dalam hal ini harus
diperhatikan.
37
Produktivitas pada dasarnya mencakup sikap mental dan perilaku yang
beorientasi pada perbaikan berkelanjutan (continous improvement), dan mempunyai
pandangan bahwa kinerja hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan kinerja hari
esok harus lebih dari prestasi hari ini. Pola perilaku yang demikian akan mendorong
bawahan untuk senantiasa terus berusaha meningkatkan kerja, sebagai stimulus untuk
selalu berbuat baik.
Seperti yang diungkapkan oleh Sedarmayanti (2009: 58), dalam bukunya
Sumber Daya Manusia Dan Produktivitas Kerja bahwa:
“Produktivitas memiliki dua dimensi produktivitas kinerja yakni
efektivitas dan efesiensi. Dimensi pertama berkaitan dengan pencapaian
untuk kinerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang
berkaitan dengan kualitas, kauntitas dan waktu. Sedangkan dimensi
kedua berkaitan dengan upaya membandingkan masukan realisasi
penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.”
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diartikan bahwa untuk mengukur suatu
produktivitas diperlukan dua dimensi yaitu efektivitas dan dimensi efisiensi, yang
keduanya saling berkaitan satu sama lain dalam pencapaian target yang berkaitan,
berupa kualitas yang maksimal. Berbicara tentang efektivitas merupakan suatu
ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai. Pengertian
efektivitas ini lebih berorientasi pada keluaran, sedangkan masalah masukan kurang
menjadi perhatian khusus atau utama. Oleh karena itu keterkaitannya dengan
produktivitas kerja tingkat keefektifan aparatur atau pegawai sangat penting untuk
menghasilkan suatu output.
38
Berbeda dengan efektivitas, keterkaitan efisiensi dengan produktivitas lebih
berorientasi terhadap suatu ukuran dalam membandingkan penggunaan masukan
(input) yang direncanakan dengan penggunaan masukan yang sebenarnya terlaksana.
Singkatnya pengertian efisiensi disini lebih berorientasi pada masukan, sedangkan
masalah keluaran (output) kurang menjadi perhatian utama.
Hasil Utama
Masukan
masuk
Proses Produksi
Hasil Sampingan
Kualitas dan
Efisiensi
Kualitas
Produktivitas
Kualitas
Efektivitas
Gambar 2.5
Keterkaitan efektivitas, Efisiensi dan Kualitas
Sumber: Sedarmayanti (2009: 60)
Berdasarkan gambar diatas bahwa keterkaitan efektivitas, efisiensi dan
kualitas berawal dari masukan (input) yang menghasilkan suatu kualitas dan efisiensi
serta menghasilkan pula proses memproduksi, yang melahirkan hasil prioritas dan
hasil sampingan. Hasil sampingan tersebut melahirkan suatu kualitas efektivitas, yang
39
mana kualitas dan efisiensi serta kualitas dan efisiensi serta kualitas dalam proses
produksi dan kualitas efektivitas itu sendiri menghasilkan suatu produktivitas.
Berdasarkan beberapa definisi teoritis di atas mengenai produktivitas,
substansinya adalah produktivitas merupakan suatu perbandingan antara hasil
keluaran dan masukan (output dan input), yang dilakukan dengan memperbaiki rasio
produktivitas, baik berupa fisik dan berupa produktivitas nilai. Produktivitas fisik
dapat diukur dari aspek kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan, sedangkan
produktivitas nilai dapat diukur atas dasar nilai-nilai kemampuan sikap, perilaku,
disiplin, motivasi dan komitmen terhadap pekerjaan dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas keluaran (output).
2.5.2 Upaya-upaya Peningkatan Produktivitas
Peningkatan produktivitas kerja dapat dilihat sebagai masalah keperilakuan,
tetapi juga dapat mengandung aspek-aspek teknis. Oleh karena itu untuk mengatasi
hal demikian perlu pemahaman yang tepat tentang faktor-faktor penentu keberhasilan
meningkatkan produktivitas, sebagian diantaranya berupa etos kerja yang harus
dipegang teguh oleh semua karyawan dalam organisasi.
Dikemukakan oleh Siagian (2009: 10), dalam bukunya Kiat Meningkatkan
Produktivitas Kerja, bahwa etos kerja ialah:
“Norma-norma yang bersifat mengikat dan ditetapkan secara eksplisit
serta praktik-praktik yang diterima dan diakui sebagai kebiasaan yang
40
wajar untuk dipertahankan dan diterapkan dalam kehidupan kekaryaan
para anggota suatu organisasi.”
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diartikan bahwa etos kerja merupakan
norma atau aturan yang sifatnya harus dilakukan oleh para pekerja atau karyawan
dalam meningkatkan kualitas kerja, guna menghasilkan keluaran (output) yang
maksimal dan dapat dirasakan oleh berbagai pihak, serta dapat meningkatkan prestasi
kerja yang baik. Keseluruhan upaya meningkatkan produktivitas kerja mutlak perlu
didasarkan pada berbagai pertanyaan yang disepakati benar tanpa pembuktian
(postulat) sebagai landasan dan titik tolak berfikir dan bertindak.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan produktivitas kinerja dikemukakan
oleh Siagian (2009: 10-13), dalam bukunya sebagai berikut:
“1. Perbaikan terus-menerus; upaya meningkatkan produktivitas
kinerja, salah satu implikasinya ialah bahwa seluruh komponen
organisasi harus melakukan perbaikan secara terus-menerus. Pandangan
ini bukan hanya merupakan salah satu etos kerja yang penting sebagai
bagian dari filsafat manajemen mutakhir. Pentingnya etos kerja ini
terlihat dengan lebih jelas apalagi diingat bahwa suatu organisasi selalu
dihadapkan kepada tuntutan yang terus menerus berubah, baik secara
internal maupun eksternal. Tambahan pula ada ungkapan yang
mengatakan bahwa satu-satunya hal yang konstan di dunia ini adalah
perubahan. Secara internal, perubahan yang terjadi adalah perubahan
strategi organisasi, perubahan pemanfaatan teknologi, perubahan
kebijaksanaan dan perubahan dalam praktik-praktik SDM sebagai
akibat diterbitkan perundang-undangan baru oleh pemerintah dan
berbagai faktor lain yang tertuang dalam keputusan manajemen.
Sedangkan perubahan eksternal adalah perubahan yang terjadi dengan
cepat karena dampak tindakan suatu organisasi yang dominan perannya
di masyarakat 2. Peningkatan mutu hasil pekerjaan; berkaitan dengan
upaya perbaikan terus-menerus adalah peningkatan mutu hasil
pekerjaan oleh semua orang dan segala komponen organisasi. Padahal,
mutu tidak hanya berkaitan dengan produk yang dihasilkan dan
41
dipasarkan, baik berupa barang maupun jasa, akan tetapi menyangkut
segala jenis kegiatan dimana organisasi terlibat. Berarti mutu
menyangkut semua jenis kegiatan yang diselenggarakan oleh semua
satuan kerja, baik pelaksanaan tugas pokok maupun pelaksanaan tugas
penunjang dalam organisasi. Peningkatan mutu tersebut tidak hanya
penting secara internal, akan tetapi juga secara eksternal karena akan
tercermin dalam interaksi organisasi dengan lingkungannya yang pada
gilirannya turut membentuk citra organisasi dimata berbagai pihak
disemua organisasi 3. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia; SDM
merupakan unsur yang paling strategik dalam organisasi. Karena itu
memberdayakan SDM merupakan etos kerja yang sangat mendasar yang
harus dipegang teguh oleh semua eselon organisasi dalam hierarki
organisasi. Memberdayakan SDM mengandung berbagai kiat seperti
mengakui harkat dan martabat manusia, perkayaan mutu kekaryaan
dan penerapan gaya manajemen yang partisipatif melalui proses
demokratisasi dalam kehidupan organisasi.”
Berdasarkan definisi teoritik diatas, dapat diartikan bahwa upaya-upaya yang
dapat meningkatkan produktivitas diantaranya adalah pertama, perbaikan terusmenerus dimana hal tersebut implikasinya secara menyeluruh di dalam komponen
organisasi dapat memicu sebuah perubahan. Kedua, peningkatan mutu hasil
pekerjaan. Ketiga, pemberdayaan SDM. Ketiga upaya tersebut penting untuk
dilakukan dalam meningkatkan etos kerja yang akan meningkatkan mutu dari hasil
pekerjaan serta pemberdayaan SDM salah satu upaya yang penting dalam
peningkatan produktivitas kerja yang tinggi.
42
2.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas
Masalah rendahnya produktivitas menjadi fokus perhatian pada hampir semua
institusi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aspek faktual yang muncul,
misalnya; terjadinya pemborosan sumber daya (inefisiensi) dan ketidaktercapaian
target, baik secara kelompok maupun individual.
Produktivitas merupakan hal yang sangat penting bagi para karyawan atau
pegawai di suatu perusahaan atau kantor dan atau instansi pemerintahan, karena
pekerjaan akan terlaksana secara efisien dan efektif, sehingga ini semua akhirnya
sangat diperlukan dalam pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan.
Menurut Simanjuntak dalam Sutrisno (2009: 109-110), menyebutkan bahwa
ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan yaitu:
“Pertama, pelatihan. Latihan kerja dimaksudkan untuk melengkapi
karyawan dengan keterampilan dengan cara-cara yang tepat untuk
menggunakan peralatan kerja. Oleh karena itu latihan kerja bukan saja
sebagai pelengkap, akan tetapi sekaligus untuk memberikan dasar-dasar
pengetahuan, karena dengan latihan berarti para karyawan belajar
untuk mengerjakan sesuatu dengan benar-benar dan tepat, serta dapat
memperkecil atau meninggalkan kesalahan-kesalahan yang pernah
dilakukan. Kedua, mental dan kemampuan fisik karyawan. Keadaan
mental dan fisik karyawan merupakan hal yang sangat penting untuk
menjadi perhatian bagi organisasi, sebab keadaan fisik dan mental
karyawan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan produktivitas
kerja karyawan. Ketiga, hubungan antara atasan dan bawahan.
Hubungan atasan dengan bawahan akan mempengaruhi kegiatan yang
dilakukan sehari-hari. Cara bagaimana pandangan atasan terhadap
bawahan, sejauh mana bawahan diikutsertakan dalam penentuan tujuan.
Sikap yang saling jalin-menjalin telah mampu meningkatkan
produktivitas karyawan dalam bekerja. Oleh karena itu, jika karyawan
diperlakukan secara baik, maka karyawan tersebut akan berprestasi
dengan baik pula dalam proses produksi, sehingga akan berpengaruh
terhadap produktivitas.”
43
Berdasarkan definisi teoritik diatas, dapat diartikan bahwa faktor yang
mempengaruhi produktivitas adalah pelatihan, mental dan kemampuan fisik
karyawan serta hubungan antara atasan dengan bawahan yang ketiganya tersebut
merupakan satu kesatuan yang keterkaitannya sangat erat guna meningkatkan
produktivitas yang tinggi. Produktivitas merupakan tingkat keunggulan yang
diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan
konsumen. Produktivitas dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada
persepsi pelanggan.
2.5.4 Ciri-ciri Karyawan yang Produktif
Menurut Sedarmayanti dan Umar (2000), menguntip tentang ciri-ciri
individu yang produktif dari Erich dan Gilmore, yaitu:
“Tindakannya konstruktif, percaya diri, mempunyai rasa tanggung
jawab, memiliki rasa cinta terhadap pekerjaannya, mempunyai
pandangan kedepan, mampu menyelesaikan persoalan, dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah, mempunyai
kontribusi positif terhadap lingkungan, mempunyai kekuatan untuk
mewujudkan potensinya.”
Karyawan yang produktif akan senantiasa mengerjakan segala pekerjaannya
dengan sungguh-sungguh. Serta diharapkan karyawan yang produktif dapat
menghasilkan keluaran (output) yang maksimal pula. Dengan begitu perusahaan akan
dengan mudahnya bekerjasama dengan karyawan yang produktif untuk mencapai
tujuan perusahaan.
44
2.6
Lingkungan Kerja
2.6.1
Pengertian Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah tempat dimana karyawan melakukan aktivitas setiap
harinya. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan
karyawan untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi
emosional karyawan. Jika karyawan menyenangi lingkungan kerja dimana ia bekerja,
maka karyawan tersebut akan betah di tempat kerjanya, melakukan aktivitasnya
sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif. Produktivitas akan tinggi dan
otomatis prestasi kerja karyawan juga tinggi. Lingkungan kerja itu mencakup
hubungan kerja antara bawahan dan atasan serta lingkungan fisik tempat karyawan
bekerja.
Menurut Sihombing (2004), menyatakan bahwa:
“Lingkungan kerja adalah faktor-faktor diluar manusia baik fisik
maupun non fisik dalam suatu organisasi. Fakor fisik ini mencakup
peralatan kerja, suhu di tempat kerja, kesesakan dan kepadatan,
kebisingan, luas ruang kerja. Sedangkan non fisik mencakup hubungan
kerja yang terbentuk di instansi antara atasan dan bawahan serta antara
sesama karyawan. Lingkungan kerja yang mendukung produktivitas
kerja akan menimbulkan kepuasan kerja bagi pekerja dalam suatu
organisasi. Indikator lingkungan kerja adalah fasilitas kerja, gaji dan
tunjangan dan hubungan kerja.”
Motivasi kerja karyawan akan terdorong dari lingkungan kerja. Jika
lingkungan kerja mendukung maka akan timbul keinginan karyawan untuk
melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Keinginan ini kemudian akan
45
menimbulkan persepsi karyawan dan kreativitas karyawan yang diwujudkan dalam
bentuk tindakan.
2.6.2
Lingkungan Kerja Sosial
Lingkungan kerja sosial mencakup hubungan yang terbina dalam perusahaan.
Seorang karyawan bekerja di dalam perusahaan tidak sendiri. Di dalam melakukan
aktivitas, karyawan pasti membutuhkan orang lain. Dengan demikian karyawan wajib
membina hubungan yang baik antara rekan kerja, bawahan maupun atasan karena
karyawan
saling
membutuhkan.
Hubungan
kerja
yang
terbentuk
sangat
mempengaruhi psikologis karyawan.
Menurut Mello (2002), menyatakan bahwa:
“Labor relations is key strategic issue for organization because the nature
of the relationship between the employeer and can have a significant inpact
on morale, motivation and productivity”.
“(Hubungan kerja adalah isu strategik kunci bagi organisasi karena sifat
hubungan antara pemberi kerja dan dapat memiliki dampak signifikan
terhadap moral, motivasi dan produktivitas).”
Komunikasi yang baik merupakan kunci untuk membangun hubungan kerja.
Komunikasi yang buruk dapat menyebabkan kesalah pahaman karena gagal
menyampaikan pikiran dan perasaan satu sama lain. Komunikasi yang baik dapat
digunakan sebagai alat untuk memotivasi prestasi kerja karyawan dan membangun
tim kerja yang solid. Untuk membangun hubungan kerja yang baik, menurut
Mangkunegara (2003), diperlukan:
1.
Pengaturan waktu
2.
Tahu posisi diri
46
3.
Adanya kecocokan
4.
Menjaga keharmonisan
5.
Pengendalian desakan dalam diri
6.
Memahami dampak kata-kata atau tindakan anda pada diri orang lain
7.
Jangan mengatur orang lain sampai anda mampu mengatur diri sendiri
8.
Tidak mengumbar kemarahan pada orang lain
9.
Bersikap bijak dan bijaksana
Menurut Mangkunegara (2003), menyatakan bahwa:
“Untuk menciptakan hubungan relasi kerja yang harmonis dan efektif,
pimpinan dan manajer perlu meluangkan waktu untuk mempelajari
aspirasi-aspirasi emosi karyawan dan bagaimana mereka berhubungan
dengan tim kerja serta menciptakan suasana, memperhatikan, dan
memotivasi kreativitas.”
Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa pengelolaan hubungan kerja dan
pengendalian emosional ditempat kerja itu sangat perlu untuk diperhatikan karena
akan memberikan dampak terhadap prestasi kerja karyawan. Hal ini disebabkan
karena manusia itu bekerja bukan sebagai mesin.
Manusia mempunyai perasaan untuk dihargai dan bukan bekerja untuk uang
saja. Manusia bekerja untuk mendapatkan uang tetapi uang bukan merupakan tujuan
segalanya. Manusia bekerja untuk mendapatkan lebih dari sekedar uang, manusia
memerlukan penghargaan dari perusahaan, memiliki hubungan yang baik dengan
sesama karyawan dan manajer serta memiliki pekerjaan yang layak. Jadi uang bukan
47
merupakan alat motivasi yang utama untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan
sebaliknya hubungan kerja yang baik di lingkungan perusahaan merupakan kunci
utama untuk mendapatkan kepercayaan dan loyalitas karyawan yang pada akhirnya
memberikan dampak positif terhadap prestasi kerja karyawan.
2.6.3
Lingkungan Kerja Fisik
Robbins (2002), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
lingkungan kerja fisik adalah:
“Suhu, suhu adalah satu variabel dimana terdapat perbedaan individual
yang besar. Suhu yang nyaman bagi seseorang akan membuat individu di
dalamnya merasa nyaman untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian
untuk meningkatkan produktivitas, adalah penting bahwa karyawan
bekerja di suatu lingkungan dimana suhu diatur sedemikian rupa
sehingga berada di antara rentang kerja yang dapat diterima setiap
individu. Kebisingan, bukti dari telaah-telaah tentang suara
menunjukkan bahwa suara-suara yang konstan atau dapat diramalkan
pada umumnya tidak menyebabkan penurunan kinerja sebaliknya efek
dari suara-suara yang tidak dapat diramalkan memberikan pengaruh
negatif dan mengganggu konsentrasi karyawan. Penerangan, bekerja
pada ruang yang gelap dan samar-samar akan menyebabkan ketegangan
pada mata. Intensitas cahaya yang tepat dapat membantu karyawan
dalam memperlancar aktivitas kerjanya. Tingkat yang tepat dari
intensitas cahaya juga tergantung pada usia karyawan. Pencapaian
kinerja pada tingkat penerangan yang lebih tinggi adalah lebih besar
untuk karyawan yang lebih tua dibanding yang lebih muda. Mutu udara,
merupakan fakta yang tidak bisa diasangkal bahwa jika menghirup
udara tercemar membawa efek yang merugikan bagi kesehatan pribadi
karyawan. Udara yang tercemar di lingkungan kerja dapat
menyebabkan sakit kepala, mata perih, kelelahan, lekas marah dan
depresi.”
48
Faktor lainnya yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik adalah rancangan
ruang kerja. Rancangan ruang kerja yang baik dapat menimbulkan kenyamanan bagi
karyawan ditempat kerjanya. Faktor-faktor dari rancangan ruang kerja tersebut
menurut Robbins (2002), terdiri atas:
“1. Ukuran ruang kerja, ruang kerja sangat mempengaruhi kinerja
karyawan. Ruangan kerja yang sempit dan membuat karyawan sulit
bergerak akan menghasilkan kinerja yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan karyawan yang memiliki ruang kerja yang luas, 2.
Pengaturan, jika ruang kerja merujuk pada besarnya ruangan per
karyawan, pengaturan merujuk pada jarak antara orang lain dan
fasilitas. Pengaturan ruang kerja itu penting karena sangat
mempengaruhi interaksi sosial. Orang lebih mungkin berinteraksi
dengan individu-individu yang dekat secara fisik. Oleh karena itu lokasi
kerja karyawan mempengaruhi informasi yang ingin diketahui, 3.
Privasi, privasi dipengaruhi oleh dinding, partisi dan sekatan-sekatan
fisik lainnya. Kebanyakan karyawan menginginkan tingkat privasi yang
besar dalam pekerjaan mereka (khususnya dalam posisi manajerial,
dimana privasi di asosiasikan dalam status). Namun kebanyakan
karyawan juga menginginkan peluang untuk berinteraksi dengan rekan
kerja, yang dibatasi dengan meningkatnya privasi. Keinginan akan
privasi itu kuat di pihak banyak orang privasi membatasi gangguan yang
terutama sangat menyusahkan orang-orang yang sangat melakukan
tugas –tugas rumit.”
2.6.4
Manfaat Lingkungan Kerja
Manfaat lingkungan kerja adalah menciptakan gairah kerja, sehingga
produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja
dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan
tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala
waktu yang ditentukan. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan
49
dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya
akan tinggi.
2.6.5
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja
Setiap orang memerlukan 5 (lima) kebutuhan yang telah dikemukakan oleh
Maslow sebagaimana diuraikan diatas sebagai sumber lingkungan kerja dalam rangka
meningkatkan semangat kerjanya. Namun yang paling penting bagi seseorang adalah
lingkungan kerjanya, dimulai dari dalam dirinya sendiri sesuai dengan pendapat
Terry dalam Hasibuan (2001), bahwa lingkungan kerja yang paling berhasil
pengarahan diri sendiri oleh pekerja yang bersangkutan.
Lingkungan kerja adalah kekuatan yang mendorong semangat yang ada
didalam maupun di luar dirinya baik itu yang berupa reward maupun punishment
sehingga Herzberg dalam Luthans (2003), menyatakan bahwa pada manusia
terdapat enam faktor pemuas, yaitu:
1.
Prestasi kerja yang diraih (achievement)
2.
Pengakuan orang lain (recognition)
3.
Tanggung jawab (responsibility)
4.
Pelung untuk maju (advancement)
5.
Kepuasan kerja itu sendiri (the work itself)
6.
Pengembangan karir (the possibility of growth)
Sedangkan faktor pemeliharaan (maintenance factor), yang disebut dengan
disatisfier atau extrinsic lingkungan kerja yang meliputi:
1.
Kondisi kerja
50
2.
Keamanan dan keselamatan kerja
3.
Status
4.
Prosedur perusahaan
5.
Mutu dari supervise teknis dari hubungan antara teman sejawat, atasan dan
bawahan.
2.7
Pengaruh Pelaksanaan Program Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga
Kerja) Terhadap Produktivitas Kerja dengan Lingkungan Kerja Sebagai
Variabel Moderat Pada PT. Securindo Packatama Indonesia
Karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Karyawan memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan perusahaan.
Apabila karyawan memiliki produktivitas dan motivasi kerja yang tinggi, maka laju
roda pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan
pencapaian yang baik bagi perushaan. Di sisi lain, bagaimana mungkin roda
perusahaan berjalan baik, jika karyawannya bekerja tidak produktif, artinya karyawan
tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam bekerja dan memiliki
moral rendah.
Banyak perusahaan berkeyakinan bahwa pendapatan, gaji atau salary
merupakan faktor utama yang mempengaruhi kepuasan karyawan. Namun beberapa
penelitian menyebutkan bahwa ternyata gaji menempati urutan yang kesekian dari
faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas karyawan, dan dari kesemua faktor
51
yang mempengaruhi tingkat produktivitas salah satunya jaminan sosial tenaga kerja
dan lingkungan kerja.
Menurut Simanjuntak dalam Sutrisno (2009: 109-110), menyebutkan bahwa
ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan yaitu:
“Pertama, pelatihan. Latihan kerja dimaksudkan untuk melengkapi
karyawan dengan keterampilan dengan cara-cara yang tepat untuk
menggunakan peralatan kerja. Oleh karena itu latihan kerja bukan saja
sebagai pelengkap, akan tetapi sekaligus untuk memberikan dasar-dasar
pengetahuan, karena dengan latihan berarti para karyawan belajar
untuk mengerjakan sesuatu dengan benar-benar dan tepat, serta dapat
memperkecil atau meninggalkan kesalahan-kesalahan yang pernah
dilakukan. Kedua, mental dan kemampuan fisik karyawan. Keadaan
mental dan fisik karyawan merupakan hal yang sangat penting untuk
menjadi perhatian bagi organisasi, sebab keadaan fisik dan mental
karyawan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan produktivitas
kerja karyawan. Ketiga, hubungan antara atasan dan bawahan.
Hubungan atasan dengan bawahan akan mempengaruhi kegiatan yang
dilakukan sehari-hari. Cara bagaimana pandangan atasan terhadap
bawahan, sejauh mana bawahan diikutsertakan dalam penentuan tujuan.
Sikap yang saling jalin-menjalin telah mampu meningkatkan
produktivitas karyawan dalam bekerja. Oleh karena itu, jika karyawan
diperlakukan secara baik, maka karyawan tersebut akan berprestasi
dengan baik pula dalam proses produksi, sehingga akan berpengaruh
terhadap produktivitas.”
Dapat diartikan bahwa faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah mental
dan kemampuan fisik karyawan serta hubungan antara atasan dengan bawahan hal
tersebut merupakan satu kesatuan yang keterkaitannya sangat erat guna meningkatkan
produktivitas yang tinggi. Mental dan kemampuan fisik termasuk kedalam pelayanan
jaminan sosial tenaga kerja yang di berikan oleh perusahaan serta hubungan antara
atasan dengan bawahan termasuk kedalam lingkungan kerja.
52
Dari uraian singkat ini jelaslah bahwa benar ada pengaruh positif dari
pelaksanaan program jaminan sosial tenaga kerja terhadap produktivitas dan peran
lingkungan kerja disini bisa memperkuat, mempercepat dan memperlemah pengaruh
kedua variabel di atas yaitu variabel jaminan sosial tenaga kerja dan produktivitas
yang ujungnya akan berimbas pada pencapaian tujuan perusahaan. Apabila
perusahaan mengelola pelaksanaan program jaminan sosial tenaga kerja dengan baik,
maka dipastikan bahwa adanya peningkatan produktivitas, begitupun apabila
perusahaan memperhatikan lingkungan kerja baik fisik maupun non fisik sebaik dan
sekondusif mungkin dapat dipastikan pula adanya peningkatan produktivitas
karyawan.
Download