Keselamatan Pekerja Rendahan SURYA, Selasa, 9 Maret 2010 | 09:42 WIB Maya Susiani Peneliti Sosial Ekonomi, tinggal di Jember Hingga kini, berita pilu tentang tragedi kecelakaan kerja masih saja terus berlangsung, termasuk di Jatim. Ada kisah pekerja jatuh dari atap bangunan, ada yang tangannya terjepit di mesin penggergajian, ada yang terlindas buldoser. Apa yang mesti dikerjakan? Kisah-kisah pilu tersebut bukan hal baru dalam dunia kerja di Tanah Air, terutama bagi pekerja dengan kelas jabatan yang rendah. Betapa banyak pekerja yang kurang beruntung, bernasib malang ketika berjibaku untuk menghidupi keluarga. Ini membuktikan manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang masih rendah di lingkungan perusahaan. Di Jatim, berdasarkan data PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), sepanjang 2009, tercatat ada 19.307 kasus kecelakaan kerja dengan biaya santunan mencapai Rp 46,53 miliar. Pada 2009, juga terdapat 2.350 kasus kematian pekerja di mana Jamsostek mengeluarkan santunan hingga Rp 26,346 miliar. Kondisi ini menunjukkan, angka kecelakaan kerja di Jatim masih sangat tinggi. Bayangkan, setiap hari setidaknya ada sekitar 53 kasus kecelakaan kerja di Jatim. Setiap hari pula, dengan memperhitungkan hari libur, setidaknya enam tenaga kerja harus meninggal karena kecelakaan kerja. Di sinilah sebenarnya urgensi terpenuhinya jaminan sosial bagi pekerja. Lewat jaminan sosial, salah satu asa para pekerja digantungkan untuk menjamin kesejahteraan hidupnya. Kesejahteraan para pekerja dalam konteks ini mencakup memberi rasa aman dan nyaman dalam bekerja. Rasa aman dan nyaman tersebut diperoleh karena pekerja mendapatkan berbagai skema perlindungan untuk hal-hal yang tak diinginkan, pekerja terjamin hari tuanya, dan pekerja mendapat manfaat nyata dari program jaminan sosial yang diikutinya. Perhatian Perusahaan Kecil Masih banyaknya angka kecelakaan kerja mengindikasikan relatif kurangnya perhatian perusahaan di Jatim dalam menjaga keselamatan kerja para karyawannya. Selama ini ada kesan bahwa program jaminan sosial justru membebani perusahaan. Meski secara normatif perusahaan selalu bilang bahwa pekerja adalah aset perusahaan yang paling berharga, kenyataan menunjukkan hal yang berlainan. Berbagai bentuk pengabaian terhadap keselamatan pekerja kerap terjadi. Tingginya angka kecelakaan kerja di Jatim adalah bukti yang tak bisa dibantah. Padahal, semua regulasi sudah secara jelas menyatakan setiap perusahaan mesti menerapkan manajemen K3 sesuai standar, yang mencakup semua langkah terkait pengendalian risiko dalam kegiatan kerja untuk mewujudkan lingkungan kerja yang aman, efisien dan produktif. Sayangnya, dunia usaha memang terkesan mengabaikan masalah keselamatan pekerja sesuai standar yang disyaratkan. Hal itu terutama terjadi pada badan usaha berskala usaha mikro dan kecil. Problemnya terletak pada alokasi dana. Jangankan mengalokasikan dana untuk memenuhi standar manajemen keselamatan kerja di lingkungan perusahaannya, kebanyakan badan usaha mikro dan kecil itu masih terbelit persoalan mendasar terkait modal kerja atau arus kas perusahaan. Manfaat untuk Perusahaan Persoalan keselamatan kerja ini merupakan hal yang sangat urgen. Dalam ilmu manajemen, tenaga kerja adalah resources yang paling berharga. Hanya dengan tenaga kerja yang sehat dan mampu menjalankan tugasnya, perusahaan dapat memroduksi barang atau jasa. Pendapatan perusahaan bisa mengalir lancar. Tidak ada biaya yang harus dikeluarkan karena operasional perusahaan terhenti setelah ada karyawan yang sakit/cacat/meninggal karena kecelakaan kerja. Dengan demikian, tidak ada jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja. Selain itu, juga tak ada cost untuk rekrutmen baru sebagai pengganti karyawan yang sakit/cacat/meninggal karena kecelakaan kerja. Karena itu, patut disadari bahwa terjadinya kecelakaan kerja malah akan memukul kinerja perusahaan. Kerugian yang ditimbulkan bukan hanya korban jiwa pekerja, namun juga materi yang tidak sedikit baik. Kemudian, terkait kesehatan kerja, mestinya perusahaan sadar bahwa pekerja harus diberi derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik secara fisik maupun mental. Perusahaan harus melakukan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap ancaman gangguan kesehatan akibat pekerjaan, lingkungan, dan penyakit umum yang bisa mengancam karyawannya. Jika aspek kesehatan dan keselamatan kerja ini diperhatikan sungguh-sungguh, tentu akan tercipta pekerja yang produktif karena sang pekerja merasa berada di lingkungan yang aman. Akan tercipta pula sebuah lingkungan kerja yang kondusif dan harmonis di mana perusahaan dan karyawan bisa saling berbagi. Sehingga, pekerja mampu memberi kontribusi maksimal bagi pengembangan bisnis perusahaan. Perhatian serius terhadap manajemen K3 dengan sendirinya akan membentuk dan meningkatkan image positif perusahaan di mata masyarakat dan di lingkungan bisnis. Keuntungan lain bagi perusahaan adalah masa pakai mesin yang panjang, karena mesin-mesin tersebut terus dicek dan dirawat kondisinya agar tidak menyebabkan kecelakaan kerja. Ini sesuai prinsip ekonomi: semakin kecil risiko kecelakaan kerja, maka semakin bagus kinerja perusahaan, baik secara kualitas maupun kuantitas. Dengan demikian, secara umum, gerak perusahaan akan menjadi lebih efektif dan efisien. Muaranya, profit usaha pun bisa diraup tanpa harus mengorbankan hak-hak pekerja. Dengan kata lain, roda usaha terus bergerak lancar, sehingga profitabilitas bisa dijaga di level yang diharapkan. Inilah ciri usaha yang punya prospek bisnis berkelanjutan, yaitu perusahaan yang berorientasi laba namun tidak mengabaikan mekanisme keadilan berupa pemenuhan hak-hak pekerja, termasuk dalam penyediaan manajemen keselamatan kerja.n SUMBER: SURYA