NYERI DADA

advertisement
Nyeri Dada
T. Bahri Anwar
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
Nyeri dada merupakan salah satu keluhan yang paling banyak ditemukan di klinik.
Sebahagian besar penderita merasa ketakutan bila nyeri dada tersebut disebabkan oleh
penyakit jantung ataupun penyakit paru yang serius. Diagnosa yang tepat sangat
tergantung dari pemeriksaan fisik yang cermat, pemeriksaan khusus lainnya serta
anamnesa dari sifat nyeri dada mengenai lokasi, penyebaran, lama nyeri serta faktor
pencetus yang dapat menimbulkan nyeri dada.
Salah satu bentuk nyeri dada yang paling sering ditemukan adalah angina
pektoris yang merupakan gejala penyakit jantung koroner dan dapat bersifat progresif
serta menyebabkan kematian, sehingga jenis nyeri dada ini memerlukan pemeriksaan
yang lebih lanjut dan penangannan yang serius. Agar diagnosa lebih cepat diarahkan,
maka perlu juga lebih dulu mengenal macam – macam jenis nyeri dada yang disebabkan
oleh berbagai penyakit lain.
II. MACAM -MACAM NYERI DADA
Ada 2 macam jenis nyeri dada yaitu:
A. Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan seperti
ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang bila menahan
nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga,
pleura perietalis, saluran nafas besar, diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis.
Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh :
- Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang
subdiafragmatik ; pneumotoraks dan penumomediastinum.
B. Nyeri dada non pleuritik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat menyebar ke
tempat lain. Plaing sering disebabkan oleh kelainan di luar paru.
1. Kardial
a. Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal yang menjalar
ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama lebih sering ke lengan
kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid
dengan atau tanpa nyeri dada substernal.
Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan terangsang selama iekemik miokard,
akan tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan apakah nyeri berasal sari miokard.
Karena rangsangan saraf melalui medula spinalis T1-T4 yang juga merupakan
1
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
jalannya rangsangan saraf sensoris dari sistem somatis yang lain. Iskemik miokard
terjadi bila kebutuhan 02 miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pda
penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung akan berkurang karena adanya
penyempitan pembuluh darah koroner.
Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
- Angina stabil ( Angina klasik, Angina of Effort) :
Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa
menit dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat timbul
setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau
gangguan emosi.
- Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) :
Jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali mengeluh rasa
nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan berlangsung
lebih lama.
- Infark miokard :
Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat menyebabkan
infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke bahu kiri, lengan
dan rahang. Berbeda dengan angina pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada
hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam
beberapa jam. Disamping itu juga penderita mengeluh dispea, palpitasi dan
berkeringat. Diagnosa ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym
jantung.
b. Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau substernal yang
dapat berlangsung sebentar maupun lama. Adanya murmur akhir sisttolik dan mid
sistolik-click dengan gambaran echokardiogram dapat membantu menegakan
diagnosa.
c. Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga dapat
menimbulkan nyeri dada iskemik.
2. Perikardikal
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas diafragma. Nyeri
perikardila lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal, tetapi dapat menyebar ke
epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk dan timbul pada
aktu menarik nafas dalam, menelan, miring atau bergerak.
Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan tertentu dapat
menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri angina.
Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum dan punggung
seperti pada pankreatitis atau kolesistesis.
3. Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko tinggi untuk
pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang hebat timbul tibatiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark miokard akan tetapi
2
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
lebih tajam dan lebih sering menjalar ke daerah interskapuler serta turun ke bawah
tergantung lokasi dan luasnya pendesakan.
4. Gastrointestinal
Refluks geofagitis, kegansan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan nyeri esofageal.
Neri esofageal lokasinya ditengah, dapat menjalar ke punggung, bahu dan kadang –
kadang ke bawah ke bagian dalam lengan sehingga seangat menyerupai nyeri angina.
Perforasi ulkus peptikum, pankreatitis akut distensi gaster kadang – kadang dapat
menyebabkan nyeri substernal sehingga mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri
seperti terbakar yang sering bersama – sama dengan disfagia dan regurgitasi bila
bertambah pada posisi berbaring dan berurang dengan antasid adalah khas untuk kelainan
esofagus, foto gastrointestinal secara serial, esofagogram, test perfusi asam, esofagoskapi
dan pemeriksaan gerakan esofageal dapat membantu menegakan diagnosa.
5. Mulkuloskletal
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering menyebabkan
nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas fisik, berbeda halnya nyeri
angina yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya nyeri pleuritik. Neri dada dapat
bertambah waktu bernafas dalam. Nyeri otot juga timbul pada gerakan yang berpuitar
sedangkan nyeri pleuritik biasanya tidak demikian.
6. Fungsional
Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa tidak enak di
dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan emosi tanpa adanya
klealinan objektif dari organ jantung dapat membedakan nyeri fungsional dengan nyeri
iskemik miokard.
7. pulmonal
Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis dapat
menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada emboli paru akut
nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan substernal. Bila disertai dengan infark
paru sering timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi pulmoral primer lebih dari 50%
penderita mengeluh nyeri prekordial yang terjadi pada waktu exercise. Nyeri dada
merupakan keluhan utama pada kanker paru yang menyebar ke pleura, organ medianal
atau dinding dada.
III. ANGINA PEKTORIS
Angina pektoris adalah jenis nyeri dada yang perlu diperhatikan karena
merupakan petunjuk ke arah penyakit jantung koroner dan indikasi untuk mengirim
penderita ke Rumah Sakit guna pemeriksaan lebih lanjut. Untuk mengenal indikasi yang
tepat pada penatalaksanaan angina selanjutnya yaitu kapan silakukan arteriografi koroner,
angioplasti koroner ataupun cedah koroner maka perlu diketahui lebih dulu mengenai
jenis angina, prevalensi angina, patigenesa dan perjalanan penyakitnya serta pemeriksaan
yang perlu dilakukan.
3
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
A. Jenis Angina
Ada 3 dasar jenis angina yaitu angina stabil, angina tak stabil dan angina variant sebagian
besar penderita angina, kelainan disebabkan karena adanya pembuluh darah koroner yang
obstruktif serta kemungkinan timbul spasme koroner dengan derajat yang bervariasi.
Pada angina variant (angina Prinzmetal) yaitu jenis angina yang jarang, nyeri timbul
akibat spasme pembuluh darah koroner yang normal ataupun ketidak seimbangan antara
kebutuhan O2 miokard dengan aliran darah juga dapat terjadi bukan karena faktor koroner
yang dapat menimbulkan angina non-koroner seperti pada :
- Penyakit katup jantung terutama pada stenosis aorta
- Stenosis aorta akibat klasifikasi (non-rematik) yang terjadi pada orang tua atau karena
penggantian katup
- Tahikardi yang intermiten atau menetapkan seperti fibrilasi atrial terutama pada orang
tua
- Hipertensi, anemi dan DM yang tidak terkontrol.
B. Prevalansi Angina
Penelitian dari Framingham di Amerika Serikat melaporkan setiap tahunnya 1% dari laki
– laki 30-62 tahun tanpa gejala pada permulaan pemeriksaan akan timbul kemudian
gejala penyakit jantung koroner yaitu dari jumlah tersebut 38 % dengan angina stabil dan
7 % dengan angina tak stabil (Dawber, 1980). Penelitian dari Irlandia mendapatkan
insedens angina pertahun 0,44% pada laki –laki umur 45-54 tahun, sedangkan pada
perempuan separuhnya (Greig dkk, 1980).
Diamond dan Forrester 1979 telah mengadakan penelitian untuk mengetahui
prevelansi penyakit jantung koroner dengan nyeri dada jenis angina tipikal, angina
apitikal dan nonangina berdasarkan umur dan jenis kelamin.
Gambar 1. Prevalensi penyakit Jantung koroner pada kelompok gejala yang berbeda berdasarkan umur dan
jenis kelamin
C. Potogenesa
Pola penyakit jantung koroner dapat diketahui berdasarkan hubungan antara jala klinis
dengan patologi endotelial yang dilihat secara angioskopi. Pada perulaan penyakit akan
tampak lapisan lemak pada permukaan pembuluh darah. Bila licin. Bila plak bertambah
besar aliran koroner akan berkurang yang menyebabkan kumpulan platelet pada tempat
tersebut. Kumpulan platelet tersebut akan mengakibatkan lepasnya vasokonstriktor
4
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
koroner secara periodik dari aliran darah dan menyebabkan angina yang laju (accelerated
angina) yaitu bentuk peralihan dari angina stabil ke angina tidak stabil. Bila trombus
menyebabkan obstruksi yang total akan terjadi infark miokard. Setelah terjadi infark,
trombus akan lisis oleh proses endogen. Ulserasi endotelial menyembuh dalam beberapa
minggu. Proses penyembuhan kadang – kadang tidak seluruhnya sempurna, seringkali
trombus yang tersisa membentuk sumbatan ke dalam pembuluh darah .
D. Pemeriksaan Khusus pada angina
Pemeriksaan darah rutin, kadar glukosa, lipid dan EKG waktu istirahat perlu dilakukan.
Hasilnya meungkin saja normal walaupun ada penyakit jantung koroner yang berat. EKG
bisa didapatkan gambaran iskemik dengan infark miokard lama atau depresi ST dan T
yang terbalik pada penyakit yang lanjut.
Test exercise selanjutnya perlu dipertimbangkan dengan indikasi sebagai berikut:
- Untuk menyokong diagnosa angina yang dirangsang akibat nyeri dengan perubahan
iskemik pada EKG
- Untuk menilai penderita dengan resiko tinggi serta prognosa penyakit
- Untuk menilai kapasitas fungsional dan menentukan kemampuan exercise
- Untuk evaluasi nyeri dada yang atipik
Jenis test exercise bermacam-macam antara lain test treadmill, protokol Bruce, test
Master dan Sepeda ergometri. Test exercise tidak perlu dilakukan untuk diagnostik pada
wanita dengan nyeri dada non anginal karena kemungkinan penyakit jantung koroner
sangat rendah, sedangkan pada laki-laki dengan angina tipikal perlu dilakukan untuk
menentukan penderita dengan resiko tinggi dimana sebaliknya perlu dibuat arteriografi
koroner. Penderita dengan angina atau perubahan iskemik dalam EKG pada tingkat
exercise yang rendah biasanya penderita yang mencapai beban kamsimum yang rendah
biasanya menderita kelainan pembuluh darah yang multipel dan bermanfaat bila
dilakukan bedah koroner. Bila tekanan darah turun waktu exercise perlu dicurigai adanya
obstruksi pada pembuluh darah utama kiri yang juga merupakan indikasi untuk
pembedahan. Penderita dengan angina atipikal terutama wanita sering memberi hasil
false positif yang tinggi. Sedangkan hasil test yang negatif pada angina atipikal dan nonangina besar kemungkinannya tidak ada kelainan koroner. Bila hasil exercise test
meragukan perlu dilakukan pemeriksaan radionuklir karena jarang sekali didapatkan hasil
false positif. Thallium scintigrafi menggambarkan perfusi miokard saat istirahat maupun
exercise ataupun gangguan fungsi ventrikel kiri yang timbul akibt exercise.
Pemeriksaan arteriografi koroner sangat akurat untuk menentukan luas dan beratnya
penyakit jantung koroner. Angiografi koroner dilakukan dengan keteterisasi arterial di
bawah anastesi lokal, biasanya pada a. femoralis atau pad a. rakialis. Kateter
dimaksudkan di bawah kontrol radiologis ke ventrikel kiri dan a. koronaria kiri dan
kanan, kemudian dimasukkan kontras media. Lesi yang sering tampak pada angiogram
koroner adalah stenosis atau oklusi oleh ateroma yang bervariasi derajat luas dan
beratnya.
Tidak semua penderita angina harus dilakukan test exercise dan angiografi koroner.
Indikasi penderita angina yang harus dikirim ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih
lanjut adalah sebagai berikut:
5
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
-
angina yang menyebabkan terbatasnya aktifitas walaupun dengan pemakaian obatobatan.
Angina progresif dan tak stabil
Angina baru yang timbul terutama bila tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
Angina dengan kapasitas exercise yang buruk dibandingan dengan penderita pada
umur dan jenis kelamin yang sama.
Angina dengan gagal jantung
Angina atipikal pada laki-laki dan wanita di atas 40 tahun.
Angina post-infark
Nyeri dada non-anginal yang menetapkan dan tidak dapat didiagnosa pada penderita
usia tua terutama bila ada risiko yang multipel
Keadaan lainnya seperti keadaan non-kardial yang serius dan umur tua.
E. Penerangan Angina
Penerangan angina bertujuan untuk:
- memperlambat atau menghentikan progresifitas penyakit.
- Memperbaiki kualitas hidup dengan mengurangi frekuensi serangan angina
- Mengurangi atau mencegah infark miokard dan kematian mendadak.
a. Memperbaiki faktor risiko
Walaupun masih diperdebatkan ternyata menurunkan kolesterol darah dalam
jangka lama dapat mengurangi progresifitas penyakit. Pencegahan primer dengan
diet ternyata bermanfaat, bila tidak ada respons dapat diberikan obat-obatan anti
lipid. Exercise dapat menurunkan kolesterol LDL. Pngobatan hipertensi juga
dapat mengurangi progresifits penyakit, demikian juga merokok perlu dilarang.
b. Pemberian obat-obatan
1. Nitrat
Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi arteri epikardial
tanpa mempengaruhi, resistensi arteriol arteri intramiokard. Dilatasi terjadi
pada arteri yang normal maupun yang abnormal juga pada pembuluh darah
kolateral sehingga memperbaiki aliran darah pada daerah isomik. Toleransi
sering timbul pada pemberian oral atau bentuk lain dari nitrat long-acting
termasuk pemberian topikal atau transdermal. Toleransi adalah suatu keadaan
yang memerlukan peningkatan dosis nitrat untuk merangsang efek
hemodinamik atau anti-angina. Nitrat yang short-acting seperti gliseril trinitrat
kemampuannya terbatas dan harus dipergunakan lebih sering. Sublingual dan
jenis semprot oral reaksinya lebih cepat sedangkan jenis buccal mencegah
angina lebih dari 5 am tanpa timbul toleransi.
2. Beta- Bloker
Beta –Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada sebagian besar
penderita akan mengurangi keluhan angina. Kerjanya mengurangi denyut
jantung, kontasi miokard, tekanan arterial dan pemakaian O2. Beta Bloker
lebih jarang dipilih diantara jenis obat lain walaupun dosis pemberian hanya
sekali sehari. Efek samping jarang ditemukan akan tetapi tidak boleh diberikan
pada penderita dengan riwayat bronkospasme, bradikardi dan gagal jantung.
6
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
3. Ca-antagonis
Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan spasma koroner,
Nifedipin dapat mengurangi frekuensi serangan anti-angina, memperkuat efek
nitrat oral dan memperbaiki toleransi exercise. Merupakan pilihan obat
tambahan yang bermanfaat terutama bila dikombinasi dengan beta-bloker
sangat efektif karena dapat mengurangi efek samping beta bloker. Efek anti
angina lebih baik pada pemberian nifedipin ditambah dengan separuh dosis
beta-bloker daripada pemberian beta-bloker saja.
Jadi pada permulaan pengobatan angina dapat diberikan beta-bloker di samping
sublingual gliseril trinitrat dan baru pada tingkat lanjut dapat ditambahkan
nifedi-pin. Atau kemungkinan lain sebagai pengganti beta-bloker dapat diberi
dilti azem suatu jenis ca-antagonis yang tidak merangsang tahikardi. Bila
dengan pengobatan ini masih ada keluhan angina maka penderita harus
direncanakan untuk terapi bedah koroner. Pengobatan pada angina tidak stabil
prinsipnya sama tetapi penderita harus dirawat di rumah sakit. Biasanya
keluhan akan berkurang bila ca-antagonis ditambah pada beta-bloker akan
tetapi dosis harus disesuaikan untuk mencegah hipertensi. Sebagian penderita
sengan pengobatan ini akan stabil tetapi bila keluhan menetap perlu dilakukan
test exercise dan arteriografi koroner. Sebagian penderita lainnya dengan risiko
tinggi harus diberi nitrat i.v dan nifedipin harus dihentikan bila tekanan darah
turun. Biasanya kelompok ini harus segera dilakukan arteriografi koroner untuk
kemudian dilakukan bedah pintas koroner atau angioplasti.
4. Antipletelet dan antikoagulan
Segi lain dari pengobatan angina adalah pemberian antipletelet dan
antikoagulan. Cairns dkk 1985 melakukan penelitian terhadap penderita
angina tak stabil selama lebih dari 2 tahun, ternyata aspirin dapat menurunkan
mortalitas dan insidens infark miokard yang tidak fatal pada penderita angina
tidak stabil. Pemberian heparin i.v juga efeknya sama dan sering diberikan
daripada aspirin untuk jangka pendek dengan tujuan menstabilkan keadaan
penderita sebelum arteriografi. Terdapat obat-obatan pada angina pektoris tak
stabil secara praktis dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Heparin i.v dan aspirin dapat dianjurkan sebagai pengobatan rutin selama
fase akut maupun sesudahnya
- Pada penderita yang keadaannya cenderung tidak stabil dan belum
mendapat pengobatan, beta-bloker merupakan pilihan utama bila tidak ada
kontra indikasi. Tidak ada pemberian kombinasi beta-bloker dengan caantagonis diberikan sekaligus pada permulaan pengobatan.
- Pada penderita yang tetap tidak stabil dengan pemberian beta-bloker dapat
ditambah dengan nifedipin.
- Pengobatan tunggal dengan nifedipin tidak dianjurkan.
c. Bedah pintas koroner (Coronary Artery Bypass Graft Surgery)
Walupun pengobatan dengan obat-obatan terbaru untuk pengobatan angina dapat
memeperpanjang masa hidup penderita, keadaan tersebut belum dapat dibuktikan
pada kelompok penderita tertentu terutama dengan penyakit koroner proksimal
7
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
yang berat dan gangguan fungsi ventrikel kiri dengan risiko kerusakan mikardium
yang luas (Rahimtoola 1985).
Pembedahan lebih bagus hasilnya dalam memperbaiki gejala dan kapasitas
exercise pada angina sedang sampai berat. Perbaikan gejala angina didapatkan
pada 90% penderita selama 1 tahun pertama dengan kekambuhan setelah itu 6%
pertahun. Kekambuhan yang lebih cepat biasanya disertai dengan penutupan graft
akibat kesulitan teknis saat operasi sedangkan penutupan yang lebih lama terjadi
setelah 5 – 12 tahun sering karena adanya graft ateroma yang kembali timbul
akibat pengaruh peninggian kolesterol dan diabetes.
Penelitian selama 10 tahun mendapatkan kira-kira 60% graft vena tetap baik
dibandingkan dengan 88% graft a. mamaria interna. Mortalitas pembedahan
tidak lebih dari 2% akibat risiko yang besar pada penderita angina tak stabil
dengan fungsi ventrikel kiri yang buruk. Resiko meninggi pada umur lebih dari 65
tahun akibat penyakit yang lebih berat terutama pada kerusakan ventrikel kiri
walaupun memberikan respons yang baik dengan graft dan sekarangpun
pembedahan biasa dilakukan pada penderita umur 20 tahun. Morbiditas
pembedahan juga tidak sedikit yaitu sering didapatkan perubahan neuropsikiatrik
sementara dan insidens stroke 5%. Akan tetapi kebanyakan penderita lambat laun
akan kembali seperti semula.
d. Ercutaneous transluminal Coronary Angioplasaty (PTCA)
Pada bebrapa negara 30% penderita dilakukan dilatasi stenosis koroner dengan
balon. Mula-mula indikasinya terbatas pada lesi koroner yang tunggal akan tetapi
sekarang juga dilakukan pada penyakit pembuluh darah multipel. Tekhnik ini
dilakukan dengan anestesi lokal dan biasanya perawatan di rumah sakit tidak
lebih dari 3 hari. Risiko oklusi pembuluh darah dan infark miokard didapatkan
5%. 25% stenosis kembali dalam waktu 6 bulan dan perlu diulang kembali,
sedangkan 75% berhasil untuk waktu yang lama. Pemilihan penderita yang tepat
untuk dilakukan PTCA memberi hasil yang aman dan sangat efektif untuk
memperbaiki angina stabil dan angina tak stabil walaupun belum ada percobaan
kontrol yang membandingkan dengan bedah koroner.
e. Penderita penanganan angina berdasarkan tingkatan risiko
Penanganan secara sistematik dan rasional pada penderita angina pektoris dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Penderita yang telah ditentukan kelompok risiko tinggi dengan parameter noninvasif merupakan indikasi untuk arteriografi koroner. Bila arteriografi
menunjukkan kelainan a.koronaris pada 3 pembuluh darah atau pembuluh darah
uatama kiri dan diperkirakan dengan pembedahan dapat mempebaiki prognosa
maka merupakan indikasi untuk CABG. PTCA dipertimbangkan pada lesi
proksimal yang kritis walaupun manfaatnya belum dapat dilakukan operasi karena
risiko operasi yang tinggi atau alasan lainnya.
Penderita yang secara non-invasif ditentukan sebagai kelompok risiko tinggi dan
pada arteriografi koroner dengan 1 atau 2 kelaianan pembuluh darah serta fungsi
8
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
ventrikel kiri yang normal, tetapi bila gejala tidak terkontrol, pilihan pertama
adalah PTCA tidak berhasil atau tidak dapat dilakukan karena alasan lain.
IV. Ringkasan
Nyeri dada merupakan gejala yang dapat ditimbulkan oleh berbagai macam penyakit.
Salah satu jenis nyeri dada adalah angina pektoris yang merupakan gejala dari penyakit
jantung dan memerlukan pemeriksaan klinis lebih lanjut di rumah sakit. Didapatkan
bermacam-macam jenis angina antara lain angina stabil, angina tak stabil dan angina
prinzmetal. Sebagian besar penderita angina ini kelainannya disebabkan oleh faktor
koroner yang obstruktif. Pada penyakit jantung tertentu atau penyakit lainnya juga dapat
menyebabkan angina non koroner yaitu angina yang timbul bukan akibat kelainan
koroner. Pemeriksaan angina umumnya meliputi pemeriksaan EKG, test exercise,
radionuklid scanning, ehokardiografi dan arteriografi koroner. Penanganan angina
umumnya adalah dengan obat-obatan yaitu nitrat, beta-bloker dan ca-antagonis: dengan
bedah koroner (CABG) dan angioplasti (PTCA).
Petunjuk praktis untuk pemeriksaan dan penanganan angina dapat ditingkatkan sebagai
berikut: penderita dengan angina stabil segera diberikan terapi dengan obat-obatan. Bila
efektif dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan test exercise dan ehokardiografi. Bila test
positif pada beban rendah, angiografi harus dilakukan. Pada kasus berat seperti kelainan
cabang utama kiri dan kelainan 3 pembuluh darah dilakukan CABG. Pada kasus sedang
yaitu kelainan 1 atau pembuluh darah dilakukan CBAG atau PTCA. Penderita yang tidak
berhasil dengan obat-obatan dilakukan angiografi tanpa test exercise lebih dulu seperti
halnya pada angina tak stabil.
9
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
Download