FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT MATA KULIAH : KOMUNIKASI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA Via Novizar 2014-31-031 Siti Aminah 2014-31-072 Gusty Monika 2014-31-082 Karina Dewi 2014-31-158 Siti Sarah Hardita Lubis 2014-31-165 Jakarta 2015 ABSTRAK Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi satu sama lain, baik itu dengan sesama, adat istiadat, norma, pengetahuan ataupun budaya di sekitarnya. Dan setiap manusia sangat membutuhkan itu semua, karena manusia tidak dapat hidup secara individu, dalam kehidupannya pasti membutuhkan pertolongan dari orang lain. Dan untuk mewujudkan itu semua diperlukan komunikasi yang baik.Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan- perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya merupakan suatu pola yang komprehensif yang bersifat kompleks dan abstrak. Telah banyak aspek dari budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Terdapat beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya : budaya adalah suatu perangkat yang rumit dimana nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaan sendiri. Kata kunci : komunikasi antar budaya, komunikasi dan kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkomunikasi merupakan kebutuhan yang fundamental bagi seseorang yang hidup bermasyarakat, tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat, maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalu berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil. Budaya yang dimiliki seseorang sangat menentukan bagaimana cara kita berkomunikasi, artinya cara seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain apakah dengan orang yang sama budaya maupun dengan orang yang berbeda budaya, karakter budaya yang sudah tertanam sejak kecil sulit untuk dihilangkan, karena budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi (Tubbs-Sylvia Moss, 1996:237). Dengan demikian konstruksi budaya yang dimiliki oleh seseorang itu, diperoleh sejak masih bayi sampai ke liang lahat, dan ini sangat mempengaruhi cara berpikir, berperilaku orang yang bersangkutan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang yang berbeda budaya. Bahkan benturan persepsi antar budaya sering kita alami sehari-hari, dan bilamana akibatnya fatal kita cenderung menganggap orang yang berbeda budaya tersebut salah, aneh tidak mengerti maksud kita. Hal ini terjadi karena, kita cenderung memandang perilaku orang lain dalam konteks latar belakang kita sendiri dan karena bersifat subyektif. Dari permasalahan tersebut maka dalam artikel jurnal ini penulis menuangkan pemikiran tentang pengertian komunikasi dan budaya, hubungan antara komunikasi dengan budaya, dimensi keterikatan diantara komunikasi dan budaya, hakekat pokok komunikasi dalam pembentukan kebudayaan, serta peranan bahasa perkembangan budaya. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan permasalahan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana komunikasi antarbudaya mahasiswa Korea di Yogyakarta ? 2. Bagaimana penyesuaian kebudayaan mahasiswa Korea di Yogyakarta ? dalam BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian Komunikasi dan Budaya 1. Komunikasi Komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu cum, sebuah kata depan yang artinya dengan, atau bersama dengan, dan kata units, sebuah kata bilangan yang berarti satu. Dua kata tersebut membentuk kata benda communio, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan communion yang berarti kebersamaan, persatuan, persekutuan gabungan, pergaulan atau hubungan. Karena untuk bercommunio diperlukan adanya usaha dan kerja, maka kata itu dibuat kata kerja communicate yang berarti membagi sesuatu dengan seseorang, tukar menukar, membicarakan sesuatu dengan orang, memberitahukan sesuatu kepada seseorang, bercakap-cakap, bertukar pikiran, berhubungan, berteman. Jadi komunikasi berarti pemberitahuan, pembicaraan, percakapan, pertukaran pikiran atau hubungan. Endang Lestari dan MA Maliki, (2009:4-5) Pengertian lain bahwa komunikasi dari kata communicate yang berarti sebagai upaya untuk membuat pendapat, mengatakan perasaan, menyampaikan informasi dan sebagainya agar diketahui atau dipahami oleh orang lain (to make opinios, feelings, information etc, known ot understood by others). Arti lain juga sebagai berbagi (to share), bertukar (to exchange) pendapat, perasaan, informasi. Communication diartikan sebagai tindakan atau proses berkomunikasi (the act or process of communicating). 2.2. Pengertian Budaya Kata ”budaya” berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu ”buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, yang berarti budi atau akal. Kebudayaan itu sendiri diartikan sebagai hal yang berkaitan dengan budi atau akal. Istilah lainnya ”culture” yang merupakan istilah bahasa asing, sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata ”colere” yang artinya adalah mengolah atau mengerjakan, keahlian mengolah, mengerjakan tanah atau bertani. Kata colere yang kemudian berubah menjadi culture diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Dalam konteksnya dengan komunikasi antarbudaya, ada beberapa para ahli yang memberikan batasan tentang hal ini, seperti : Sitaram (1970), Seni untuk memahami dan saling pengertian antara khalayak yang berbeda kebudayaan. Samovar dan Porter (1972), komunikasi antar budaya terjadi manakala bagian yang terlibat dalam kegiatan berkomunikasi tersebut membawa serta latar belakang budaya pengalaman yang berbeda dan mencerminkan nilai yang dianut oleh kelompoknya. Rich (1974), komunikasi antarbudaya terjadi karena adanya orang-orang yang berbeda kebudayaan. Stewart (1974), komunikasi antarbudaya yang terjadi dibawah suatu konisi kebudayaan yang berbeda bahasa, norma serta adat istiadat yang berbeda. 2.3 Fungsi dan Peranan Persepsi Dalam Komunikasi Antar Budaya Komunikasi Antar Budaya bertujuan menciptakan persamaan diantara orangorag dari dua budaya yang berbeda. Selain menjadi tingkah laku yang diajarkan, Komunikasi berfungsi sebagai alat untuk mensosialisasikan nilai-nilai budaya kepada masyarakatnya melalui komunikasi baik secara lisan, tertulis, maupun pesan nonverbal. Persepsi individu mengenai dunia sekelilingnya, orang, benda, dan peristiwa mempengaruhi berlangsungnya Komunikasi Antar-Budaya. Pemahaman dan penghargaan akan perbedaan persepsi diperlukan jika ingin meningkatkan kemampuan menjalin hubungan dengan orang yang berbeda budaya. Kita harus belajar memahami referensi perseptual mereka, sehingga kita akan mampu memberikan reaksi yang sesuai dengan ekspektasi dalam budaya mereka. Karenanya pengertian secara umum tentang persepsi diperlukan sebagai landasan memahami hubungan antara kebudayaan dan persepsi. Persepsi merupakan proses internal yang dilalui individu dalam menseleksi, dan mengatur stimuli yang datang dari luar. Secara sederhana persepsi dapat dikatakan sebagai proses individu dalam melakukan kontak/hubungan dengan dunia sekelilingnya. Dengan cara mendengar, melihat, meraba, mencium dan merasa kita dapat mengenal lingkungan dan sadar apa yang terjadi di luar diri kita. Apa yang terjadi sebenarnya ialah bahwa kita menciptakan bayang-bayang internal tentang objek fisik dan sosial serta peristiwa-peristiwa yang dihadapi dalam lingkungan. Dalam hal ini masing-masing individu berusaha untuk memahami lingkungan melalui pengembangan struktur, stabilitas, dan makna bagi persepsinya. Pengembangan ini mencakup kegiatan-kegiatan internal yang mengubah sistem stimuli menjadi impuls- impuls (rangsangan) yang bergerak melalui sistem syaraf ke otak, serta mengubahnya lagi ke dalam pengalaman-pengalaman yang bermakna. Kegiatan internal perseptual ini dipelajari. Setiap orang lahir sudah dengan alat-alat fisik yang penring bagi persepsi, seperti halnya dengan alat untuk mampu berjalan. Dalam hal ini orang haru belajar untuk mencapai kemampuan tersebut. Secara umum proses persepsi melibatkan tiga aspek : 1. Struktur Jika kita menutup mata, memalingkan muka dan dan kemudian membuka mata, kita akan melihat lingkungan yanng terstruktur dan terorganisasikan. Apa yang kita hadapi mempunyai bentuk, ukuran, tekstur, warna, intensitas, dan lain-lain. Bayangan kita mengenai lingkungan merupakan hasil dari kegiatan kita secara aktif memproses informasi, yang mencakup seleksi dan kategorisasi input/masukan. Kita mngembangkan kemampuan membentuk struktur ini dengan mempelajari kategorisasi-kategorisasi untuk memilah-milah stimjulasi eksternal. Kategorisasi untuk mengkalsifikasikan lingkungan ini dapat berbeda-beda antara orang yang satu dengan lainnya. Kategori tergantung pada sejarah pengalaman dan pengetahuan kita. Misalnya kata ‘rumah’ konsep fisiknya akan berbeda antara orang asia dengan orang eskimo. Objek-objek sosial dan fisik juga akan mempunyai struktur yang berbeda-beda tergantung pada kebutuhan saat itu. Fungsi misalnya bisa digunakan sebagai kategori. Dalam membeli pena kita mempunyai beberpa kategori seperti warna, ukuran dan sebagainya. 2. Stabilitas Dunia realitas yanng berstruktur tadi mempunyai kelanggengan, dalam arti tidak selalu berubah-ubah. Melalui pengalaman kita mengetahui bahwa tingi/besar seseorang tetap , walajupun dari bayangan terfokus pada mata kita berubah seiring dengan perbedaan jarak. Walaupun alat-alat panca indera kita sangat sensitif, kita mampu untuk secara intern menghaluskan perbedaan-perbedaan atau perubahanperubahan dari input sehingga dunia luar tidak berubah-ubah. 3. Makna Persepsi bermakna dimungkinkan karena persepsi-persepsi terstruktur dan stabil tidak terasingkan/terlepas satu sama lain, melainkan berhubungan setelah selang beberapa waktu. Jika tidak, maka setiap masukan yang sifatnya perseptualakan ditangkap sebagai sesuatu yang baru. Dan akibatnya kita akan selalu berada dalam keadaan heran/terkejut/aneh dan gtiak ada yag nampak familiar bagi kita. Makna berkembang dari pelajaran dan pengalaman kita masa lalu, dan dalam kegiatan yang ada tujuannya. Kita belajar mengemangkan aturan-atruan bagi usaha dan tujuan yang ingin dicapai. Dengan atruan-aturan ini kita kita bertindak sebagai pemroses aktif dari stimulasi kita mengkategorisaikan peristiwa-peristiwa di masa lalau dan sekarang. Kita menjadi pemecah masalah yang aktif dalam usaha mencari makna dari lingkunagan kita. Artinya, kita belajar untuk memberi makna pada persepsi-persepsi kita yang dianggap masuk akal jika dihubungkan dengan pengalaman masa lalu, tindakan dan tujuan masa sekarang, dan antisipasi kita tentang masa depan. Suatu hal yang pokok dalam makna ini adalah sistem kode bahasa. Dengan kemampuan bahasa, kita dapat menangkap stimulasi eksternal dan menghasilkan makna dengan memberi warna dan merumuskan kategorinya. Dengan memberi kode secara linguistik pada pengalaman-pengalaman, kita dapat mengingat, memanipulasi, dan membagi bersama dengan orang lain, serta menghubungkan mereka pada pengalaman-pengalaman lain melalui penggunaan kata-kata yang mencerminkan pengalaman-pengalaman itu. Makna, karenanya, tidak dapat dilepaskan dari kemampuan bahasa dan tergantung pada penggunaan kta atas kata-kata yang dapat memberi gambaran secara tepat 2.4 Unsur-unsur kebudayaan Porter dan Samovar (1993:26) menyatakan bahwa hubungan reciprocal (timbal balik) antara budaya dan komunikasi penting untuk dipahami bila ingin mempelajari komunikasi antarbudaya secara mendalam. Hal ini terjadi karena melalui budayalah orang-orang dapat belajar berkomunikasi. Berikut kita akan membicarakan beberapa unsur sosial budaya sebagai bagian dari komunikasi antarbudaya, yang dapat berpengaruh secara langsung terhadap maknamakna yang kita bangun dalam persepsi kita sehingga mempengaruhi perilaku komunikasi kita (Porter dan Samovar, 2003:28-32 1. Sistem kepercayaan (belief), nilai (values), dan sikap (attitude). Kepercayaan dalam pandangan Mulyana (2004) adalah suatu persepsi pribadi. Kepercayaan merujuk pada pandangan dimana sesuatu memiliki ciri-ciri atau kualitas tertentu, tidak peduli apakah sesuatu itu dapat dibuktikan secara empiris (logis) atau tidak. Berikut dicontohkan Mulyana: Berdoa membantu menyembuhkan penyakit. Bersiul di malam hari mengundang setan, terutama di tempat ibadah. Menabrak kucing hitam akan membawa kemalangan. Angka 9 adalah angka keberuntungan, dll. 2. Pandangan dunia (world view) Unsur budaya ini, meskipun konsep dan uraianya absrak, merupakan salah satu unsur terpenting dalam aspek aspek perseptual komunikasi antar budaya. Pandangan dunia berkaitan dengan orientasi suatu budaya terhadap hal-hal seperti tuhan,kemanusiaan,alam,alam semesta, dan masalah-masalah filosofis lainya yang berkenan dengan konsep makhluk pendek kata,pandangan dunia membantu kita untuk mengetahui posisi dan tingkatan kita dalam alam semesta. Contohnya: pandangan dunia orang-orang indian Amerika tentang kedudukan manusia didalam alam semesta tentu sangat berbeda dengan pandangan orang-orang amerika asal Eropa kelas menengah tentang hal yang sama. Penduduk asli Amerika itu memandang manusia bersatu dengan alam mereka menganggap bahwa ada suatu hubungan yang seimbang antara manusia dengan lingkunganya, suatu kerjasama yang adil dan terhormat, sedangkan orang-orang amerika keturunan Eropa mempunyai gambaran dunia yang berpusat manusia. 3. Organisasi sosial (social organization) Porter dan Samovar (1993:31-32) berpendapat, cara bagaimana suatu budaya mengorganisasikan dirinya dan lembaga-lembaganya juga mempengaruhi bagaimana anggota-anggota budaya mempersepsi dunia dan bagaimana mereka berkomunikasi. Menurut Porter dan Samovar, ada dua institusi atau organisasi sosial yang berperanan penting dalam kaitannya dengan persepsi. Pertama keluarga, yang meskipun merupakan organisasi sosial terkecil dalam suatu budaya, ia juga mempunyai pengaruh penting. Keluarga memberi banyak pengaruh budaya kepada anak. Keluargalah yang membimbing anak dalam menggunakan berkomunikasi, mulai dari cara memperoleh kata hingga dialek. bahasa untuk BAB III Pembahasan Studi Jurnal : Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa Korea Selatan di Yogyakarta 1. Bagaimana proses komunikasi antarbudaya mahasiswa Korea Selatan di Yogyakarta ? Tujuan mahasiswa Korea Selatan datang ke Indonesia untuk mempelajari bermacam ilmu pengetahuan. Sebagian mahasiswa belajar bahasa Indonesia terlebih dahulu sebagai bahasa pengantar yang digunakan selama perkuliahan. Sebelum memulai perkuliahan setiap mahasiswa asal Korea diuji terlebih dahulu untuk menentukan mereka masuk kelas dasar,menengah atau kelas lanjut melalui tes TIFL (test of Indonesian forgein language) untuk bisa belajar bahasa Indonesia. Keberadaan mahasiswa korea di Yogyakarta mengharuskan mereka melakukan kontak antarbudaya dengan penduduk asli.disamping itu mereka dituntut dapat menyesesuaikan diri dengan lingkungan sosial budaya Yogyakarta artinya mereka diharuskan melakukan proses penyesesuaian antarbudaya. Meskipun ada beberapa kemiripan antara budaya orang Korea dengan orang jawa di Yogyakarta namun mereka tetap harus menyesesuaikan diri selama tinggal di Yogyakarta Adapun penyesesuaian yang dilakukan mahasiswa Korea dengan tuan rumah saat terjadi komunikasi antarbudaya yaitu bahasa,persepsi,kebiasaan,makanan dan transportasi. Penyesuaian diri yang dilakukan mahasiswa Korea tidak terlalu lama.dalam Proses penyesuaian diri yang sangat diperlukan adalah penguasaan bahasa. Mahasiswa Korea yang tinggal di Yogyakatra saat ini,memang bisa berbahasa Indonesia,namun komunikasi secara langsung atau oral communication ada perbedaan logat (aksen,intonasi da nada penyampaian), hal ini mempengaruhi makna pesan yang disampaikan saat berkomunikasi dengan mahasiswa tuan rumah Ttidak semua kosakata dapat diucapkan dengan benar oleh mahasiswa Korea, karena beberapa huruf bahasa di Indonesia yang biasa digunakan tidak lazim dipakai orang korea saat berbicara.hal ini mempengaruhi pengucapan suatu kata menjadi berbeda dengan seharusnya seperti yang digunakan orang-orang Indonesia Penyesuaian dalam bahasa tidak hanya terjadi pada mahasiswa Korea namun pada orang jawa di Yogyakarta juga. Meskipun dalam berkomunikasi menggunakan bahas Indonesia namun baik mahasiswa Korea maupun tuan rumah saling menyesesuaikan. Mahasiswa Korea yang kurang fasih berkomunikasi dalam bahasa Indonesia berusaha mengutarakan maksud mereka dengan intonasi dengan yang edikit lambat. Tuan rumah juga berusaha menjelaskan apa yang mereka maksud dengan intonasi yang lambat agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Selain proses penyesuaian diri dalam bahasa,kendala persepsi juga mempengaruhi adaptasi yang dilakukan mahasiswa Korea terhadap keadaan yang mereka alami selama mereka tinggal di Yogyakarta. Persepsi menurut de vito (1997:77)” mengacu pada proses dengan mana kita menyadari banyak stimulus mengenai alat indra kita. Proses membantu menjelaskan mengapa kita membuat perkiraan tertentu dan tidak mebuat perkiraan yang lain tentang seseorang.mahasiswa korea memiliki persepsi bahwa orang jawa sebagai masyarakat mayoritas adalah orang-orang yang ramah,baik hati,taat beragama dan beribadah dan juga taat kepada raja dan sultan. Anggapan bahwa orang jawa adalah orang yang baik dan menjunjung tinggi norma-norma karena Yogyakarta memiliki sultan yang sangat dihormati sama hal nya dengan di negara mereka sangat menghormati raja di Korea. Interaksi social yang terjadi antara mahasiswa Korea dengan tuan rumah menggunakan bahasa Indonesia, meskipun sulit mereka pahami jika diucapkan dengan cepat. Mahasiswa Korea tidak menjadikan perbedaan kebudayaan menjadi suatu permasalahan walaupun mereka menemukan beberapa kesulitan selama tinggal di Yogyakarta. Meskipun mereka dapat berinteraksi dan sudah mengetahui kebiasaan dari tuan rumah, tidak seluruhnya dapat memprediksi sikap dari tuan rumah maupun sebaliknya. 2. Bagaimana perbedaan kebudayaan mahasiswa Korea di Yogyakarta ? Orang Korea saat bertemu atau berkenalan dengan orang baru hanya menganggukan kepala dan mengucapkan salam,sedangkan di yogjakarta berkenalan dilakukan dengan berjabat tangan. Kebiasaan ini lama-kelamaan dilakukan oleh mahasiswa Korea karena terbiasa dengan kebiasaan tuan rumah yang berjabat tangan saat berkenalan atau saat pertama bertemu. Penyesuaian yang dilakukan mahasiswa Korea juga dalam hal makanan. Makanan merupakan suatu kebudayaan. Masakan orang Korea berbeda dengan orang Jawa yang hidup di yogyakarta. Masakan Korea dimasak dengan direbus, dikukus, atau difermentasi dan sangat jarang makanan dimasak dengan cara di goreng. Makanan pokok orang Indonesia dan orang Korea sama-sama nasi, beberapa permasalahan terkait makan yang mengganggu penceranaan mereka namun itu hanya hanya pada jenis makanan tertentu dan tidak terjadi pada semua mahasiswa Korea. Tidak semua mahasiswa Korea bersedia makan ditempat yang lebih sederhana, kebanyakan dari mereka memilih tempat makan yang lebih nyaman. Kebiasaan makan dengan menggunakan sumpit masih dapat dilakukan selama mereka di yogyakarta jika di tempat makan tidak menyediakan sumpit makan mereka menggunakan sendok karna tidak bisa makan dengan menggunakan tangan karena menurut kebudayaan mereka dianggap tidak sopan. Penyesuaian lainnya adalah dalam hal transportasi karena mahasiswa Korea belum terbiasa dengan keadaan tgransportasi umum yang ada di Yogyakarta. Bagi mahasiswa Korea transportasi di Yogyakarta sangat membingungkan karena semua kendaraan umumj dapat berhenti dimana saja (kecuali Transjogja). Di Korea lalu lintas teratur dengan dan jalan-jalan juga bersih. Akses bagi pejalan kaki pun diperhatikan, hal yang berbeda saat mereka tinggal di Yogyakarta. Bagi pejalan kaki, lampu penyebrang juga disediakan tidak hanya untuk kendaraan bermotor. Mahasiswa Korea agar sampai ke tempat tujuan mereka banyak bertanya dari tuan rumah dan berusaha menghafal semua jalan yang mereka lewati. Penyesuaian diri bahasa, makanan, kebiasaan, persepsi dan transportasi, komunikasi antarbudaya juga terjadi melalui adanya persepsi komunikasi verbal dan non verbal (Samovar 2010:294). Komunikasi yang baik dalam intensitas yang banyak dapat melemahkan pandangan ataupun persepsi yang tidak baik tersebut bagi kedua belah p[ihak, baik pandangan tuan rumah maupun sebaliknya. BAB IV Kesimpulan Komunikasi antarbudaya adalah salah satu cara interaksi komunikasi dengan latar belakang budaya yang berbeda Komunikasi antarbudaya membutuhkan alat bantu seperti bahasa yang diterima agar pesan yang kita sampaikan dapat dimengerti oleh komunikan. Bahasa, nilai atau norma dan agama adalah contoh penyesuaian kebudayaan dalam komunikasi antarbudaya Unsur kebudayaan dalam komunikasi antarbudaya adalah system kpercayaan, pandangan dunia dan organisasi social. Dalam komunikasi antarbudaya dibutuhkan persepsi yang mendasarinya yaitu : struktur, stabilitas dan makna. Saran Komunikasi merupakan kunci utama dalam keberhasilan hidup bermasyarakat. Terutama pentingnya komunikasi yang efektif ketika diantara individu memiliki perbedaan baik itu dalam segi bahasa tingkah laku atau pun budaya. Kita harus terus mengingat dan sadar kembali akan pandangan bangsa Indonesia dalam menanggapi keanekaragaman budaya tersebut yaitu bhinneka tunggal ika yang berarti walaupun berbeda-beda tetap satu jua. Bahasa merupakan faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan komunikasi, oleh karena itu untuk meningkatkan perkembangan budaya diperlukan kompetensi yang mendasarinya. BAB V DAFTAR PUSTAKA S.Djuarsa Sendjaja – Cet.8—Jakarta: Universitas Terbuka, 2004. Mulyana, Deddy & Rakhmat, J., 2000, Komunikasi Antar Budaya, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Artikel jurnal “ komunikasi antarbudaya mahasiwa Korea Selatan di Yogyakarta” oleh ZuraidaHenny, Christina Rochayanti dan Isbandi. Fakultas ilmu social dan politik program studi komunikasi. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.