ANALISIS KONSEP JIKKAI GOGU AGAMA BUDDHA NICHIREN SHOSHU PADA TOKOH UTAMA DRAMA YOUKAI NINGEN BEM Lavina Irlov, Ratna Handayani Universitas Bina Nusantara, Jl. Kemanggisan Ilir III, Kemanggisan/Palmerah, Jakarta Barat, (+6221) 5327630, [email protected] ABSTRAK Konsep Jikkai Gogu atau dikenal sebagai Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup Agama Buddha Nichiren Shoshu, merupakan salah satu konsep kejiwaan Agama Buddha yang dalam praktiknya mampu memberikan perubahan psikologis praktisi. Melalui konsep ini, akan dianalisis psikologis tokoh utama Bem, dalam drama bertema “manusia”, Youkai Ningen Bem, salah satu karya visualisasi sastra yang mampu menggambarkan kejiwaan manusia. Fokus penelitian ini pada episode 1, 5, dan 10. Analisis dilakukan guna mengetahui kondisi jiwa tokoh utama sekaligus lebih memahami konsep kejiwaan Agama Buddha Nichiren Shoshu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni kepustakaan dengan mencari serta mengumpulkan data mengenai drama Youkai Ningen Bem maupun studi kepustakaan tentang konsep Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup. Selanjutnya, data dianalisis melalui metode deskriptif-analitis, pertama-tama dengan teori psikologi umum dilanjutkan dengan konsep kondisi jiwa, Sepuluh Dunia, dan terakhir dengan Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup untuk melihat pergerakan perasaan jiwa Bem. Hasil analisis menunjukkan keadaan psikologis dan kondisi jiwa Bem serta pergerakannya dilihat melalui sudut pandang konsep Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup. Simpulan yang ditarik bahwa kondisi jiwa tokoh Bem dapat dijelaskan melalui konsep Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup Agama Buddha Nichiren Shoshu. Kata Kunci : Jikkai Gogu, Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup, Youkai Ningen Bem, Nichiren Shoshu, Kondisi Jiwa, Psikologi ABSTRAK Jikkai Gogu concept of Nichiren Shoshu Buddhism or “Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup” in Indonesian is one of psychological concept in Buddha religion that able to provide psychological change for practitioners. Through this concept, will be analyzed protagonist Bem’s psychologically in “human” themed drama “Youkai Ningen Bem”, one literary work that is able to represent the human psyche. This study focused on episodes 1, 5, and 10 and performed to know the protagonist’s psychology and to understand the concept of religion psychiatric Nichiren Shoshu Buddhism. This study used literature method with found and collected Youkai Ningen Bem’s data and also “Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup”’s concept. Next, data have been analyzed by descriptive analytic method, first with psychology theory, and then “Sepuluh Dunia”, the last was used “Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup” to known Bem’s psychology state. Through concept of “Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup”, the analysis showed Bem’s psychology state and also the movement. The conclusion is that Bem’s psychology state can be explained through “Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup” s concept of Nichiren Shoshu Buddhism. Keywords : Jikkai Gogu, Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup, Youkai Ningen Bem, Nichiren Shoshu, psychology state PENDAHULUAN Sastra merupakan pencerminan dari kehidupan manusia dan masyarakat. Dalam proses penciptaan suatu karya sastra, pengarang tidak hanya mengekspresikan apa yang ada pada jiwa mereka, tetapi juga perlu memasukkan ilmu lainnya, antara lain psikologi, filsafat, antropologi, dan sosiologi. Hal ini dikarenakan memiliki hubungan dengan cabang-cabang ilmu pengetahuan tersebut, yaitu manusia yang mencakup lingkungan dan kehidupannya. yang Salah satu karya sastra berupa drama film berjudul Youkai Ningen Bem ditayangkan di stasiun televisi swasta Jepang Nihon Terebi tahun 2011 silam, mengangkat tema “manusia” dan menggambarkan beragam kehidupan masyarakat zaman modern, kejiwaan, serta makna “manusia” sesungguhnya. Tokoh utama drama ini merupakan tiga makhluk yang memiliki wujud manusia (ningen) dan monster (youkai), bernama Bem , Bela , dan Belo . Youkai Ningen Bem menceritakan petualangan Bem, Bela, dan Belo dalam mencari ingatan masa lalu serta cara untuk menjadi manusia normal. Melalui petualangannya, mereka jadi banyak belajar tentang manusia, seperti makna “manusia”, “kebaikan”, “keburukan” yang sesungguhnya, serta perasaan jiwanya. Endraswara (2008, hal.183) menerangkan bahwa karya sastra, tampaknya telah mampu merekam gejala kejiwaan yang terungkap lewat perilaku tokoh. Selanjutnya Gunarsa (2006, hal.3) mengungkapkan, kalau kita berusaha meneliti mengenai “apa” jiwa itu tentunya kita akan sampai pada berbagai konsep filsafat maupun konsep agama. Psikologi dan agama mempunyai keterkaitan yang sangat erat dan agama sudah menjadi acuan pokok dalam menafsirkan maupun sebagai solusi persoalan kejiwaan sebelum psikologi berkembang. Nichiren Shoshu, salah satu sekte Buddha Mahayana yang lahir pada abad ke-13, oleh para ahli psikologi Barat diakui sebagai ajaran dari pemberdayaan psikologis yang dalam praktiknya mampu memberikan perubahan psikologis praktisi melalui beberapa konsep, salah satunya yaitu Jikkai Gogu atau Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup. Melalui skripsi ini, penulis menganalisis kondisi jiwa tokoh utama Bem drama Youkai Ningen Bem dengan menggunakan konsep kejiwaan Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup, melalui tindakan, percakapan, serta ekspresi tokoh Bem. Pertama-tama, penulis akan menganalisis situasi melalui teori penokohan dan psikologi, yang dilanjutkan dengan mengelompokkan kondisi jiwa Sepuluh Dunia dalam Agama Buddha Nichiren Shoshu. Terakhir, penulis menganlisis perubahan kondisi jiwa dengan menggunakan konsep Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup. 『妖怪人間ベム』 『日本テレビ』 「ベム」 「ベラ」 「ベロ」 「十界互具」 1.1 Rumusan Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini adalah menganalisis konsep Jikkai Gogu atau Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup dalam Agama Buddha Nichiren Shoshu pada kondisi jiwa tokoh utama drama Youkai Ningen Bem. 1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan guna memahami konsep Jikkai Gogu atau Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup melalui kondisi jiwa tokoh utama Bem. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode operasional berupa kepustakaan melalui pendekatan kualitatif. Penelitian kepustakaan menurut Irawan (1999, hal.65) adalah penelitian yang pengumpulan data terutama atau seluruhnya berasal dari kepustakaan, seperti buku, dokumen, drama, berita televisi, dan lain sebagainya. Pada skripsi ini, korpus data yang digunakan berupa , dan data-data mengenai ajaran Agama drama Jepang berjudul Youkai Ningen Bem Buddha Nichiren Shoshu, khususnya konsep mengenai konsep Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup Selanjutnya, setelah memperoleh cukup data, penulis akan menganalisis data-data tersebut dengan menggunakan Metode Analisis – Interpretatif (Deskriptif – Analitis). Nazir (2003, hal.71) menjabarkan Metode Deskriptif – Analitis sebagai penggambaran atau pelukisan secara otomatis, nyata dan akurat mengenai beberapa fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki secara terperinci, agar dapat ditarik kesimpulan serta memberikan manfaat bagi pihak yang berkepentingan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan analisis karya tulis ini adalah sebagai berikut : 1. Penulis mengumpulkan korpus data dengan cara menonton drama Youkai Ningen Bem melalui akses internet. 『妖怪人間ベム』 ベム』 『妖怪人間 2. 3. 4. Penulis melakukan studi kepustakaan dengan mempelajari buku-buku Agama Buddha Nichiren Shoshu untuk menemukan teori kejiwaan Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup ( / Jikkai Gogu). Kemudian mempelajari buku-buku serta jurnal ilmiah mengenai psikologi yang berhubungan dengan konsep kejiwaan Agama Buddha Nichiren Shoshu. Penulis melakukan analisis kondisi jiwa tokoh utama Bem dalam drama Youkai Ningen Bem dengan menggunakan teori psikologi yang dilanjutkan dengan konsep / Jikkai), dan terakhir konsep Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup ( Sepuluh Dunia ( / Jikkai Gogu)Agama Buddha Nichiren Shoshu, yang telah diperoleh melalui studi kepustakaan. Penulis menarik simpulan yang merupakan jawaban dari rumusan permasalahan. 十界互具 「妖怪人間ベム」、 十界 「ベム」 十界互具 HASIL DAN BAHASAN 3.1 Episode 1 3.1.1 Dunia Boddhisatva Pada menit ini, Bem menyelamatkan korban yang dijatuhkan dari atap gedung. Saat datang ke lokasi kejadian, korban sudah dijatuhkan, sehingga Bem berlari sekuat tenaga untuk menangkap korban agar tidak jatuh mengenai tanah, namun saat menelamatkan korban, Bem jadi menghantam tiang dan terluka. Setiyorini (2008, hal.34-35) menjelaskan bahwa perilaku dalam bentuk tindakan merupakan perbuatan (action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar. Berdasarkan penjelasan Setiyorini, maka menurut analisis penulis, tindakan Bem yang langsung menolong korban merupakan salah satu bentuk perbuatan terhadap situasi atau rangsangan dari luar. Situasi atau rangsanagan yang terjadi saat itu yakni korban sudah dijatuhkan dari atap, sehingga Bem secara spontan berlari meyelamatkannya. Tindakan Bem yang menyelamatkan orang hingga membuat diri sendiri terluka, merupakan salah satu bentuk perilaku altruistis. Widyarini (2009 : 87) menjelaskan bahwa perilaku altruistis merupakan perilaku yang memerlukan pengorbanan. Selain itu lebih lanjut, perilaku altruistis bila dilihat melalui konsep kejiwaan Sepuluh Dunia, termasuk ke dalam Dunia Boddhisatva. Ikeda (2011 : 164) lebih lanjut menjelaskan, “Kondisi jiwa yang terealisasikan melalui perilaku altruistis dalam menolong orang lain.” Sehingga berdasarkan analisis penulis, kondisi jiwa Bem pada menit ini, berada dalam kondisi jiwa Dunia Boddhisatva. 3.1.2 Dunia Manusia Pada menit ini, Belo (teman Bem yang juga merupakan manusia monster) meminta tolong untuk membantu mencari Yuui (anak perempuan Natsume, polisi yang nantinya menjadi teman Bem). Karena sebelumnya, Belo dan Yuui bermain di taman, namun saat Belo kembali dari toilet, Yuui sudah menghilang. Menurut cerita, Yuui sebenarnya diculik oleh pelaku, namun Bem yang tidak tahu kenyataan itu terlihat tenang, tidak cemas atau khawatir, dan setuju membantu Belo mencari Yuui. Chaplin dalam Safaria (2009 : 12-13) menyatakan bahwa emosi pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi. Menurut analisis penulis, Bem tidak menunjukkan ekspresi kejasmanian pada sikap dan ekspresinya. Selain itu, kondisi jiwa Bem tidak menunjukkan emosi yang bergejolak, sikapnya juga tenang, tidak cemas ataupun khawatir. Sehingga jika ditinjau dari penjelasan Chaplin, pada saat berbicara dengan Belo, Bem tidak mengalami emosi. Epikuros filsuf zaman Yunani-Romawi dalam Tjahjadi (2004 : 84) ketenangan jiwa berarti tidak dicengkram oleh rasa takut dan gelisah dalam bentuk apapun. Sehingga penulis menyimpulkan bahwa jiwa Bem tenang, tanpa emosi atau tanpa gejolak. Lebih lanjut Nichikan Shonin, Bikkhu Tertinggi ke-26 sekte Nichiren Shoshu (1991 : 113) menjelaskan bahwa keadaan jiwa yang stabil, tenang, dan tentram, dalam Sepuluh Dunia merupakan kondisi Dunia Manusia. Sehingga menurut analisis penulis, kondisi jiwa Bem pada menit ini berada dalam Dunia Manusia. 3.1.3 Dunia Boddhisatva yang Didasari Dunia Kemarahan Setelah setuju membantu Belo mencari Yuui, secara kebetulan, Bem dan Belo melihat Natsume sedang diancam dan dipukuli pelaku. Selain itu, pelaku juga ingin membunuh Yuui. Melihat kejadian itu, Bem menjadi marah. Hal ini terlihat dari ekspresi serta perubahan wujud manusia Bem menjadi monster. Pada episode 5, Bem menjelaskan, saat emosi tubuhnya akan berubah ke wujud monster. Gambar 1-2 Bem yang marah melihat perbuatan pelaku Setelah berubah, Bem berusaha menolong Yuui agar tidak terbunuh dan menghentikan pelaku. Emosi merupakan reaksi dari rangsangan luar yang disertai ekspresi kejasmanian (Chaplin, 2009 : 1213). Emosi marah Bem, terlihat karena disertai oleh ekspresinya yang marah dan perubahan wujudnya. Selain itu lebih lanjut, emosi marah dalam pengelompokkan kondisi jiwa Sepuluh Dunia, sesuai dengan namanya masuk dalam Dunia Kemarahan. Nichikan Shonin (1991 : 112-113) menjelaskan, “Saat kondisi jiwa terdapat di Dunia Kemarahan (Asura), seketika merasa bahwa diri sendiri menjadi lebih besar, sebaliknya merasa orang lain menjadi lebih kecil atau lemah”. Saat itu, Bem terus maju mendekati pelaku serta tidak takut meskipun pelaku membawa pistol dan menghiraukan rasa sakit saat dipukul dengan besi. Hal ini menunjukkan bahwa saat marah, Bem merasa lebih kuat dan menganggap pelaku lebih lemah. Sehingga sesuai dengan analisis penulis, kondisi jiwa Bem berada pada Dunia Kemarahan. Namun, meskipun marah Bem tetap memiliki niat menolong Yuui agar tidak terbunuh dan menghentikan pelaku. Setiyorini (2008 : 34-35) menjelaskan bahwa perilaku dapat berbentuk tindakan dan dapat diartikan sebagai keadaan jiwa. Tindakan Bem yang menolong Yuui meskipun di saat marah, menurut Setiyorini dapat diartikan sebagai keadaan jiwanya. Lebih lanjut, Ikeda (2011 : 164) menjelaskan bahwa keadaan jiwa yang mengabdikan diri untuk membantu orang lain, dalam kondisi jiwa Sepuluh Dunia, tergolong dalam Dunia Boddhisatva. Sehingga pada menit ini, selain marah, kondisi jiwa Bem juga berada di Dunia Boddhisatva yang menolong orang lain. Ikeda (2011 : 168) menjelaskan, “Salah satu makna “Saling Mencakup” dalam konsep Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup yaitu berarti bahwa tiap-tiap dunia dari Sepuluh Dunia meliputi semua dunia lainnya di dalam dirinya sendiri.” Keadaan ini dijelaskan oleh kondisi jiwa Bem yang berada di dua Dunia pada satu waktu, yakni Dunia Kemarahan dan Dunia Boddhisatva. Keadaan ini dapat digambarkan sebagai berikut : Buddha Boddhisatva Pratekyabuddha Sravaka Kemarahan Surga Manusia Kemarahan Kebinatangan Keserakahan Neraka Diagram 1 Kondisi Jiwa Bem di Dunia Boddhisatva yang Didasari Dunia Kemarahan Selain itu, berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada episode 1, terlihat perubahan perasaan jiwa Bem, pertama dari Dunia Boddhisatva, Dunia Manusia, terkahir menjadi Dunia Boddhisatva yang didasari Dunia Kemarahan. Perubahan kondisi jiwa Bem sesuai dengan penjelasan konsep Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup dalam buku Ichinen Sanzen (2010 : 71-73), yakni gerakan Sepuluh Dunia di dalam jiwa secara aktif. Jiwa tidak pernah statis, selalu bergerak dan berpindah dari satu kondisi ke kondisi lain. Perubahan ini dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Menolong tanpa pikir panjang 2. Mengorbankan diri sendiri Menit 36:45 – 40:24 1. Tenang 2. Tidak panik 3. Tidak cemas Menit 43:42 – 43:55 2. Menit 46:33 – 49:41 3. 1. Emosi Tidak merasakan sakit saat dipukul pelaku MenolongYui Menghentikan pelaku mencoba membunuh Yuui Dunia Boddhisatva Dunia Manusia Dunia Kemarahan yang didasari Dunia Boddhisatva Diagram 2 Perubahan Kondisi Jiwa Bem pada Episode 1 3.2 Episode 5 3.2.1 Dunia Surga Pada episode 1, Bem bertemu dengan Ogata, peneliti yang memiliki tongkat yang sama dengan Bem. Sejak saat itu Ogata berjanji akan memberitahu informasi yang berhubungan dengan tongkat tersebut kepada Bem. Pada menit ini, Bem dan teman-temannya datang ke rumah Ogata, karena Ogata telah mengetahui pemilik tongkat itu serta lokasi laoratorium tempat Bem dan teman-temannya diciptakan. Saat mendengar informasi itu, Bem tersenyum dan sikapnya berubah jadi antusias, karena lokasi laboratorium itu merupakan hal yang dicari-carinya sejak dulu dan dia menduga dengan mengetahui lokasi laboratorium, juga dapat mengetahui cara untuk menjadi manusia normal. Nurgiyantoro (2007 : 204) menjelaskan bahwa pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sikap atau tanggapan batin tokoh, namun dengan menggunakan teknik percakapan, dan kondisi. Sesuai dengan penjelasan Nurgiyantoro, sikap dan tanggapan batin Bem yang antusias, terlihat dari caranya bertanya dan memberi tanggapan saat melakukan percakapan. Selain itu lebih lanjut, kondisi jiwa Bem juga terlihat dari senyummnya. Menurut Kusumawardani (2012 : para1) senyum merupakan ekspresi wajah yang biasanya menggambarkan kondisi senang dan gembira. Sehingga berdasarkan penjelasan Kusumawardani, saat mengetahui lokasi laboratorium perasaan Bem menjadi senang. Perasaan senang dalam Sepuluh Dunia termasuk ke dalam Dunia Surga, yang dijelaskan oleh Ikeda (2011 : 161) yaitu perasaan jiwa yang ditandai dengan kegembiraan atau kepuasan yang luar biasa bila, misalnya memperoleh sesuatu yang sudah lama kita dambakan. Sehingga berdasarkan analisis penulis, kondisi jiwa Bem pada menit ini berada dalam Dunia Surga. 3.2 Episode 5 3.2.2 Dunia Manusia yang Didasari Dunia Neraka Setibanya di lokasi laboratorium, Bem bertemu dengan Natsume yang ternyata diam-diam mengikuti Bem dan teman-temannya. Di sana, Bem menjelaskan keadaannya yang sesungguhnya, yaitu manusia monster. Saat menjelaskan kondisi fisiknya, Bem menangis. Namun meskipun menangis, Bem tetap memiliki keinginan agar bisa berguna dan ingin terus menolong manusia, karena Bem percaya kalau dia tidak berbuat seperti itu, dia hanya akan menjadi monster. Canon dengan teori emosi sentralnya menjelaskan bahwa manusia menangis karena sedih (Martin, 2003 : 99-100). Sehingga dapat disimpulkan bahwa saat menangis, Bem merasa sedih. Perasaan sedih dalam Sepuluh Dunia termasuk ke dalam kondisi jiwa Dunia Neraka, yang dijelaskan oleh Nichikan (1991 : 111) sebagai berikut, “Terikat oleh penderitaan dan kesedihan yang amat berat disebut sebagai Dunia Neraka.” Sehingga penulis menarik kesimpulan, saat menangis, kondisi jiwa Bem ada di Dunia Neraka. Namun meskipun demikian, Bem tetap memiliki pemikiran ingin menjadi manusia dan berguna bagi manusia dengan cara menolong. Selain itu, Bem juga percaya bahwa bila mereka tidak menolong manusia, mereka hanya akan menjadi monster. Pemikiran serta kepercayaan Bem, sesuai dengan penjelasana Setiyorini (2008 : 36) yang mengungkapkan bahwa perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, antara lain berpikir serta keyakinan. Lebih lanjut, Ikeda (2011 : 159-160) menjelaskan bahwa pada kondisi jiwa Dunia Manusia yakni bukan fakta yang kelahiran kita yang menjadikan kita manusia, melainkan bahwa hanya bila kita melakukan upaya gigih untuk bertindak selaras dengan orang lain. Pemikiran Bem yang ingin menjadi manusia dan tidak mau meninggalkan sisi kemanusiaannya dengan menolong orang, sesuai dengan penjelan Ikeda yang berupaya secara gigih untuk bertindak selaras dengan manusia. Sehingga berdasarkan analisis, meskipun sedih, Bem tetap memiliki keinginan dan berupaya untuk tidak meninggalkan kemanusiaannya. Dalam kondisi Sepuluh Dunia yang Saling Mencakup, kondisi jiwa seperti ini disebut Dunia Manusia yang Didasari Dunia Neraka. Berikut penggambaran kondisi jiwa Bem : Buddha Boddhisatva Pratekyabuddha Sravaka Surga Neraka Manusia Kemarahan Kebinatangan Keserakahan Neraka Diagram 2 Kondisi Jiwa Bem di Dunia Manusia yang Didasari Dunia Neraka Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, pada episode 5 juga terlihat perubahan kondisi jiwa Bem, sebagai berikut : 2. Menit 16:54 – 19:59 2. Menit 24:01 – 25:57 3. 1. Senang Mendapatkan apa yang diharapkan sejak dulu 1. Sedih Menderita, namun ingin mengatasi penderitaan itu Memiliki keinginan menjadi manusia untuk atasi penderitaan Dunia Surga Dunia Manusia yang didasari Dunia Neraka Diagram 3.4 Perubahan Kondisi Jiwa Bem pada Episode 5 3.3 Episode 10 3.3.1 Dunia Sravaka Pada menit ini, terdapat adegan Bem belajar cara membuat rumah kayu dari Ogata. Bem belajar dan mempraktekkan dengan sungguh-sungguh. Slameto (2011 : 54-72) menjelaskan bahwa faktor internal juga mempengaruhi dalam proses belajar individu, yakni faktor psikologis berupa minat dan keingintahuan. Lebih lanjut Nichiren dalam buku Ichinen Sanzen (2010, hal.49-50) menjelaskan bahwa keadaan internal saat mempelajari ilmu pengetahuan dari orang lain yang lebih dulu tahu merupakan kondisi jiwa Dunia Sravaka, dan untuk menimbulkan suasana jiwa Sravaka diperlukan rasa ingin tahu. Sehingga sesuai dengan penjelasan Slameto dan didukung dengan pandangan Buddha Nichiren Shoshu, kondisi jiwa Bem saat belajar membuat rumah dari Ogata berada dalam Dunia Sravaka. 3.3 Episode 10 3.3.2 Dunia Boddhisatva Pada menit ini, Bem menolong sejumlah orang yang disandera di gedung kesenian. Dalam adegan terlihat Bem dan kedua temannya, Bela dan Belo melindungi para sandera dari tembakan perampok dengan menggunakan tubuhnya sendiri. Endraswara (2008 : 183) menerangkan bahwa karya sastra, mampu merekam gejala kejiwaan yang terungkap lewat perilaku tokoh. Sesuai dengan penjelasan Endraswara, perilaku Bem yang langsung melindungi sandera dari tembakan dengan menggunakan tubuhnya sendiri dapat memperlihatkan kejiwaannya. Lebih lanjut Ikeda (2011 : 164) menerangkan bahwa tindakan mengabdikan diri untuk membantu orang lain bahkan dengan mengorbankan hidup merupakan tindakan pada kondisi jiwa Dunia Boddhisatva. Sehingga penulis menyimpulkan bahwa pada menit ini, kondisi jiwa Bem berada pada kondisi Dunia Boddhisatva. Selain itu, pada episode 10 juga terlihat perubahan perasaan jiwa Bem, yang dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Menit 11:21 – 11:38 2. Belajar dari orang lain Minat Praktek dengan sungguhsungguh 1. Beberapa hari kemudian di Menit 35:33 – 38:47 2. Melindungi dengan mengorbankan nyawa Spontan melindungi sandera dengan tubuh sendiri Dunia Sravaka Dunia Boddhisatva Diagram 3.5 Perubahan Kondisi Jiwa Bem pada Episode 10 REFERENSI Ikeda, Daisaku. (2011). Mengungkap Misteri Hidup dan Mati. Indonesia, Jakarta : PT. Ufuk Publishing House Martin, Anthony Dio. (2003). Emotional Quality Management : Refleksi, Revisi, dan Revitalisasi Hidup Melalui Kekuatan Emosi. Jakarta : Arga Nurgiyantoro, Burham. (2007). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada Universitas Press Parisadha Buddha Dharma Nichiren Shoshu Indonesia (NSI). (2010). Tiga Ribu Gejolak Dalam Sekejap Perasaan Jiwa (Ichinen Sanzen). Jakarta : MJ Print Safaria, Triantoro & Saputra, Eka Nofrans. (2009). Manajemen Emosi. Jakarta : Bumi Aksara Senyum, Ekspresi Perasaan Senang dan Gembira. Universitas Gadjah Mada. Diakses 12 Juli 2012. Diunduh dari http://ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=4351 Setiyorini, Ana. (2008). Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku. Indonesian Scientific Journal Database. 1 (2), 34-45. Diakses 19 Juli 2012. Diunduh dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/12083443.pdf Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta Sokagakkai Kyougakubu. (1991). Rokkanshou Kogi – Dai Ichi Kan (Cetakan 76). Jepang, Tokyo : Seikyoshinbunsha Tjahjadi, Simon Petrus L. (2004). Petualangan Intelektual-Konfrontasi Dengan Para Filsuf dari Zaman Yunani Hingga Zaman Modern. Yogyakarta : Percetakan Kanisius Widyarini. Nilam M. m. Drs. Msi. (2009). Kunci Pengembangan Diri. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo RIWAYAT PENULIS Lavina Irlov lahir di kota Jakarta pada tanggal 3 Januari 1990. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Sastra Jepang pada tahun 2012. Saat ini bekerja sebagai jurnalis atau wartawan di Halo Jepang-Jakarta Shimbun.