BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai prevalensi karies gigi pada ibu hamil yang dilakukan di kabupaten Maros, pada 7 kecamatan: Camba, Cenrana, Bantimurung, Bontoa, Lau, Mandai, dan Turikale pada periode April 2011 - Mei 2011 diperoleh sampel sebanyak 117 orang ibu hamil. Tidak ada batasan usia, jumlah kehamilan maupun trimester kehamilan dalam pengambilan sampel ini. Ibu hamil memiliki risiko yang tinggi terhadap perkembangan kerusakan gigi, karena terjadi perubahan fisiologis dan hormonal dimana terjadi fluktuasi dari hormon estrogen dan progesteron yang mungkin berpengaruh terhadap cairan servikular, serum, saliva, dan jaringan gingiva, serta adanya perubahan pola makan, kurangnya kebersihan mulut, mual dan muntah dapat menyebabkan primylolysis atau erosi pada gigi.6,8 Berdasarkan penelitian ini, persentase status karies pada ibu hamil di kabupaten Maros dengan kategori sangat tinggi tampak lebih besar jika dibandingkan dengan kategori status karies yang lainnya, yaitu sebesar 41,9% dengan nilai rata-rata DMF-T adalah 6,44. Untuk nilai rata-rata decay 3,46, missing 2,82, dan filling 0,16. Jika dilihat kriteria penilaian indeks DMF-T menurut WHO, ini menunjukkan bahwa karies gigi pada ibu hamil di kabupaten Maros memiliki prevalensi yang tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu hamil yang kurang baik dalam memelihara kesehatan gigi dan mulutnya. Pola diet yang asam atau berkadar gula tinggi dapat menurunkan pH saliva serta adanya rasa mual dan muntah yang membuat ibu hamil malas untuk membersihkan rongga mulutnya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Diana di Sumatra Utara menunjukkan bahwa 4% ibu hamil malas menyikat gigi karena dapat menyebabkan mual dan muntah. Jika hal-hal tersebut dibiarkan, lambat laun akan menyebabkan terjadinya karies gigi bahkan dengan prevalensi yang sangat tinggi.33 Berdasarkan jumlah kehamilan pada penelitian ini dapat diketahui nilai rata-rata untuk decay paling besar adalah pada jumlah kehamilan 3 – 4 yaitu 3,66. Nilai rata-rata missing paling besar pada jumlah kehamilan ≥ 5 yaitu 5,27 dan nilai rata-rata untuk filling paling besar adalah pada jumlah kehamilan 1 – 2 dengan nilai 0,25. Total nilai rata-rata DMF-T yang paling besar adalah pada jumlah kehamilan ≥ 5 yaitu sebesar 8,45 dengan prevalensi status karies kategori sangat tinggi sebesar 63,6%. Tingginya prevalensi decay pada jumlah kehamilan 3 – 4 kemungkinan disebabkan selama beberapa kali hamil tidak dilakukan perawatan gigi dan mulut, baik sebelum, saat hamil, maupun setelah melahirkan. Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa missing terlihat tinggi pada kehamilan ≥ 5. Hal ini bisa saja terjadi karena selama masa kehamilan ibu hamil belum melakukan perawatan pada gigi dan mulutnya sehingga kerusakan gigi yang sudah ada sebelumnya pada rongga mulut ibu hamil tersebut tidak dapat dirawat lagi yang mengakibatkan harus dilakukan pencabutan. Meskipun terdapat filling pada jumlah kehamilan 1 – 2, namun hal ini belum menunjukkan adanya perawatan kuratif yang maksimal, baik untuk jumlah kehamilan 1 – 2, 3 - 4, maupun pada jumlah kehamilan ≥ 5. Prevalensi karies gigi berdasarkan trimester kehamilan. Diperoleh data prevalensi karies dengan kategori sangat tinggi berada pada trimester III yaitu 44,6% dengan nilai rata-rata DMF-T 6,61. Untuk decay paling tinggi adalah pada kehamilan trimester III dengan nilai rata-rata 3,78. Nilai rata-rata missing paling tinggi pada trimester II yaitu 3,12 dan nilai rata-rata untuk filling paling tinggi adalah pada trimester I dengan nilai 0,76. Prevalensi decay pada kehamilan trimester III terlihat tinggi, kemungkinan karena pada kondisi ini belum memungkinkan untuk dilakukan perawatan. Meskipun pada trimester II tidak masalah jika dilakukan perawatan. Missing terlihat tinggi pada trimester II, ini mungkin saja dikarenakan telah dilakukan intervensi namun berupa pencabutan gigi bukan perawatan restorasi. Sebab untuk beberapa individu biasanya lebih memilih tindakan pencabutan dengan alasan kesibukan dan tidak ingin atau tidak dapat menunggu lama jika dilakukan perawatan restorasi. Mayoritas ibu hamil kurang mendapat petunjuk tentang kesehatan gigi dan mulut selama kehamilan, meskipun ini adalah fase peningkatan penerimaan instruksi yang harus digunakan sebagai kesempatan untuk memperkenalkan program-program pentingnya perawatan kesehatan gigi dan mulut. Pasien hamil sering mengalami beberapa bentuk masalah gigi dan hanya sedikit dari mereka yang menerima perawatan gigi. Oleh karena itu, pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut ibu hamil diharapkan dapat dimasukkan dalam KMS Bumil (Kartu Menuju Sehat Ibu Hamil).29 Secara umum selama masa kehamilan, ibu hamil dapat mengalami peningkatan risiko untuk terjadinya karies. Dibutuhkan perawatan kesehatan gigi dan mulut yang harus diberikan setiap saat selama kehamilan. Penyedia layanan prenatal biasanya menunda perawatan medis yang tidak darurat sampai trimester I telah berlalu. Praktik ini telah didasarkan pada teori mengenai potensi yang membahayakan untuk janin selama periode organogenesis. Tidak ada bukti yang meyakinkan untuk menghindari perawatan gigi setiap saat selama kehamilan termasuk trimester I. Trimester II awal (14 sampai 20 minggu) adalah waktu yang ideal untuk melakukan semua prosedur perawatan gigi dan mulut, karena pada tahap ini “morning sickness” sudah berkurang.21 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Diana di Sumatera Utara, 27% responden berpendapat bahwa ibu hamil tidak boleh berkunjung ke dokter gigi. Di sisi lain, terlihat 26% ibu hamil takut ke dokter gigi sebab responden beranggapan perawatan gigi menimbulkan risiko pada kesehatan janin. Perlu diingat perawatan kesehatan gigi dan mulut bukanlah suatu tindakan kontra indikasi yang dilakukan oleh dokter gigi, walaupun ada beberapa tindakan yang mungkin tidak bisa dilakukan.33 Dari penelitian yang sama didapatkan, 92% responden tidak berkunjung ke dokter gigi saat hamil, dan hanya 8% responden yang pernah ke dokter gigi saat hamil. Kemudian dari responden yang pernah ke dokter gigi, alasan responden berkunjung ke dokter gigi paling banyak karena ada keluhan (7%) dan untuk kontrol kesehatan gigi dan mulut sangat sedikit (1%). Sedangkan alasan responden tidak berkunjung ke dokter gigi karena tidak ada keluhan (68%), takut (13%) dan merasa tidak perlu (11%).33 Berdasarkan data PRAMS yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan pada ibu hamil di Maryland menunjukkan kebiasaan ibu sebelum dan selama kehamilan yakni terdapat 25% ibu hamil tidak melakukan pembersihan gigi atau tidak mendapatkan perawatan baik sebelum maupun selama kehamilan. Terdapat 9% ibu yang tidak melakukan pembersihan gigi atau tidak mendapatkan perawatan sebelum kehamilan namun mendapatkannya selama kehamilan. Presentase terbesar adalah 39% yakni ibu mendapatkan perawatan sebelum kehamilan namun tidak mendapatkannya selama kehamilan. Serta terdapat 27% ibu yang mendapatkan perawatan gigi sebelum dan selama kehamilan.34 Kurangnya edukasi/promosi kesehatan dan sosialisasi mengenai masalah kesehatan gigi dan mulut dari tenaga kesehatan khususnya tenaga kesehatan gigi dan mulut kemungkinan juga menjadi salah satu masalah yang harus dipertimbangkan. Ini ditunjang dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Diana di Sumatra Utara menunjukkan bahwa peran dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya untuk promosi kesehatan rongga mulut ibu hamil terlihat kurang (4%). Oleh sebab itu, dibutuhkan kerja sama antar profesi kesehatan terkait dalam memberikan edukasi mengenai pentignya kesehatan ibu hamil secara menyeluruh termasuk kesehatan gigi dan mulut.33, 35,36 Selain kurangnya pelayanan di pusat kesehatan, sarana dan prasarana kesehatan gigi dan mulut yang tidak memadai di wilayah tersebut juga dapat mempengaruhi tingginya prevalensi karies gigi. Berdasarkan Informasi Data Dasar Puskesmas tahun 2009, keberadaan dokter gigi di pusat kesehatan masih sangat kurang. Dibandingkan dengan jumlah Puskesmas yang ada di Sulsel, masih terdapat 106 Puskesmas yang belum mendapat jatah dokter gigi. Sedang untuk sarana dan prasarana untuk perawatan kesehatan gigi dan mulut berupa dental kit dan dental unit juga masih kurang. Dental kit yang terdata di Sulsel tahun 2009 sebanyak 245 kit, 106 kit diantaranya sudah tidak lengkap dan 5 kit yang tidak berfungsi. Jika dilihat berdasarkan jumlah Puskesmas, maka masih ada 161 Puskesmas di Sulsel yang belum memiliki dental kit, sedangkan untuk dental unit yang tercatat di Sulsel pada tahun 2009 sebanyak 280 unit, 119 unit diantaranya sudah tidak lengkap lagi dan 32 unit yang tidak berfungsi.37 Pada 7 kecamatan yang kami teliti di kabupaten Maros, ada beberapa sarana dan prasarana yang tidak memadai sehingga dokter gigi yang ada di Puskesmas tersebut tidak dapat melakukan perawatan kuratif, tetapi lebih banyak melakukan medikasi dan pencabutan Oleh karena itu, diharapkan bagi pemerintah, dalam hal ini dinas terkait untuk meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan gigi dan mulut, karena kesehatan gigi dan mulut pada ibu hamil sangat perlu diperhatikan untuk mencegah timbulnya penyakit infeksi gigi dan mulut yang juga dapat berdampak pada timbulnya penyakit sistemik. Dengan demikian, pada tahun 2015 diharapkan tujuan MDGs dapat tercapai apabila seluruh pengampu tenaga kesehatan dapat memberikan kontribusi dalam menurunkan prevalensi karies pada ibu hamil karena masalah karies merupakan fokal infeksi yang harus diatasi. BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN 1. Prevalensi karies gigi ibu hamil di kabupaten Maros sebesar 41,9% dengan ratarata DMF-T 6,44. 2. Risiko karies semakin meningkat pada masa kehamilan. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya prevalensi karies tiap trimester kehamilan, trimester I rata-rata DMF-T 5,88, trimester II rata-rata DMF-T 6,35 dan pada trimester III rata-rata DMF-T 6,61. Dengan tingginya prevalensi karies gigi pada ibu hamil tersebut, maka dibutuhkan perawatan kesehatan gigi dan mulut, juga perawatan kuratif utamanya sebelum kehamilan. 6.2 SARAN 1. Dari penelitian yang dilakukan nampak bahwa prevalensi karies ibu hamil sangat tinggi, sehingga diharapkan adanya kerja sama antar tenaga kesehatan terkait untuk melakukan dental health promotion pada ibu hamil guna mencegah atau mengurangi terjadinya fokal infeksi, serta pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut ibu hamil diharapkan dapat dimasukkan dalam KMS Bumil (Kartu Menuju Sehat Ibu Hamil). 2. Dukungan dari pemerintah juga penting dalam upaya peningkatan sarana dan prasarana yang dapat menunjang tindakan perawatan gigi dan mulut pada ibu hamil. 3. Penelitian ini belum sepenuhnya mewakili masalah prevalensi karies pada ibu hamil. Oleh karena itu, diharapkan adanya penelitian lanjutan untuk melakukan evaluasi lebih lanjut mengenai hal tersebut.