BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia pelayaran memiliki peran signifikan dalam kebijakan maritim dan pembangunan ekonomi bagi negara-negara maritim. Hal tersebut dilihat pada fakta bahwa keseluruhan barang yang diperdagangkan di dunia, sebanyak dua pertiga diantaranya dilakukan melalui rute maritim dan laut. Perdagangan dunia yang menggunakan rute ini bergantung pada hubungan permintaan dan penawaran harga di pasar perdagangan dunia yang terhubung melalui tarif angkutan atau freight rate dalam pasar pelayaran. Freight rate menjadi cerminan atas harga layanan transportasi laut yang dipengaruhi langsung oleh pasokan armada dari pemilik kapal dan permintaan pengiriman dari eksportir (Jugović et al., 2015). Stopford (1997: 114−115) membuat sebuah model sederhana pasar tarif angkutan laut dengan menetapkan 10 faktor penting yang paling berpengaruh, 5 faktor memengaruhi sisi permintaan dan 5 faktor yang mempengaruhi persediaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan adalah: ekonomi dunia, perdagangan maritim internasional, rata-rata keuntungan, peristiwa politik dan biaya transportasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi sisi penawaran adalah: armada dunia dan produktivitasnya, galangan kapal, scraping, dan tarif angkutan yang ditawarkan pemilik armada. Relasi antara variabel dalam model pasar pelayaran dikategorikan menjadi tiga komponen utama, yaitu: 1) komponen permintaan yang digambarkan pada model demand; 2) komponen penawaran digambarkan pada model supply dan; 3) 1 komponen pasar tarif angkutan yang ditampilkan dalam model freight sekaligus sebagai penghubung dua komponen sebelumnya. Mekanisme kerja ketiga komponen tersebut digambarkan Stopford (1997: 116) seperti pada Gambar 1.1. Komponen permintaan berkaitan erat dengan kemampuan perekonomian dunia mempoduksi barang melalui serangkaian kegiatan industri dan kebutuhan layanan transportasi maritim. Pembangunan sektor industri ini memicu pertumbuhan ekonomi secara umum sekaligus meningkatkan permintaan layanan transportasi maritim. Peristiwa politik sosial dunia juga berpengaruh pada sisi permintaan. Peristiwa-peristiwa yang berpotensi menimbulkan guncangan perekonomian (random shock) berpengaruh terhadap kegiatan industri dan permintaan layanan transportasi maritim. Biaya transportasi dalam komponen ini terhubung secara langsung kedalam komponen tarif angkutan dengan tetap memperhitungkan keuntungan rata-rata yang dihasilkan. Komponen penawaran menggambarkan produktifitas armada dari berbagai jenis kapal. Kapasitas armada yang tersedia bergantung pada volume muatan. Tidak semua armada berfungsi aktif sebagai sarana transportasi, sebagian armada digunakan sebagai depo. Penambahan kapasitas armada dilakukan dengan pembangunan kapal-kapal baru dan untuk mengurangi kapasitas dilakukan dengan scraping (pembongkaran kapal) terhadap kapal-kapal yang sudah tua. Pengambilan keputusan dari perusahaan pelayaran, bank dan regulator yang terlibat dalam pasar pelayaran menjadi kunci produktifitas sisi penawaran ini secara keseluruhan. 2 Sumber: Stopford, 2009: 116 (dimodifikasi) Gambar 1.1 Model Pasar Tarif Angkutan Keseimbangan antara permintaan dan penawaran digambarkan pada model freight. Titik yang seimbang antara biaya transportasi produk-produk industri pada sisi permintaan dan tarif angkutan setiap armada pada sisi penawaran 3 menandakan bahwa pasar tarif angkutan dalam keadaan normal. Pada kondisi tertentu khususnya saat permintaan pengiriman komoditas tinggi, pemilik kapal mampu mengendalikan pasar pelayaran dengan pasokan armada yang dimilikinya. Pemilik kapal dapat menambah pasokan armadanya dan memesan kapal-kapal baru dengan mengandalkan tingginya aliran kas yang masuk dari pasar tarif pengangkutan. Ketidakseimbangan dalam perdagangan dunia pada komponen demand akan berpengaruh pada pengguna layanan angkutan laut. Eksportir akan mencari cara mengurangi biaya transportasi agar keuntungannya bisa dipertahankan. Penundaan pengiriman komoditi, atau beralih ke pemasok armada dengan kapal yang lebih besar menjadi pilihan dalam kondisi ini. Pada saat pasokan armada terlalu besar atau over supply, tarif angkutan akan ditawar rendah. Pemilik kapal akan tertekan dalam kondisi ini karena harus mengeluarkan biaya tetap untuk operasional kapal sementara aliran kas dari pasar angkutan menurun. Mekanisme yang tidak seimbang antara fluktuasi perdagangan yang dinamis dan pasokan armada yang fixed ini menjadi salah satu hubungan ekonomi yang penting sekaligus rumit dalam pasar pelayaran. Kepiawaian pemilik armada dalam mengelola aset-aset kapalnya menjadi penentu dalam “permainan” tarif angkutan ini. Kondisi pasar tarif angkutan yang berfluktuasi berdampak terhadap nilai aset kapal. Nilai kapal akan segera merespon keadaan pasar termasuk saat kondisi pasar memburuk. Fluktuasi nilai kapal pada periode April 2001 hingga Januari 4 2013 misalnya (Gambar 1.2) yang digambarkan oleh Athenian Shipbrokers dalam Market Realist (1 April 2015). Sebelumnya, Adland et al. (2006), telah melakukan penelitian terhadap adanya dugaan bubbles aset kapal pada periode tahun 2002 hingga 2005. Pasar barang dan tarif pengangkutan curah kering pada saat itu mulai booming, sehingga ada dugaan terjadinya penyimpangan nilai aset kapal bekas pengangkut curah dari nilai yang seharusnya. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pada periode 2002 hingga 2005 nilai aset kapal bekas pengangkut curah kering sekelas Panamax dan Capesize belum mengalami bubbles. Sumber: Athenian Shipbrokers dalam Market Realist (1 April 2015) Gambar 1.2 Fluktuasi Nilai Kapal Pengangkut Curah Usia 5 Tahun Periode April 2001 s.d Januari 2014 Hasil lain penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai kapal bekas dan kapal baru sangat dipengaruhi oleh fluktuasi pasar tarif angkutan secara fundamental. Berdasarkan asumsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa terjadinya 5 resesi ekonomi global pada 2009 berdampak pada pasar tarif angkutan yang diikuti dengan fluktuasi nilai aset kapal. Penilaian aset kapal secara periodik menjadi penting bagi pemilik kapal, calon pembeli atau penjual kapal, broker kapal, ataupun pihak bank yang terlibat dalam pasar pelayaran. Pemilik kapal melakukan penilaian untuk keperluan akuntansi (misalnya uji penurunan nilai), untuk perencanaan (misalnya sebagai dasar dalam penentuan modal potensial) maupun untuk tujuan pengendalian aset perusahaan. Bagi calon pembeli ataupun penjual kapal, hasil penilaian kapal menjadi dasar dalam mengambil keputusan investasi atau divestasi. Sementara broker kapal menggunakan hasil penilaian kapal sebagai dasar untuk memberikan saran kepada klien sebelum melakukan transaksi. Pihak bank juga menggunakan jasa penilaian kapal dalam menentukan keputusan pemberian kredit sesuai dengan standar kecukupan modal. Permintaan penilaian aset kapal biasanya meningkat dari pihak-pihak tersebut dalam kondisi pasar tarif angkutan yang suram (Mayr, 2015: 142). Drewry Maritime Advisor (2015), konsultan bisnis pelayaran global asal Inggris, menyatakan bahwa pasar tarif angkutan, khususnya untuk pasar pengiriman curah kering pada tahun 2015 cenderung menurun dari tahun sebelumnya. Laporan dry bulk forcaster terakhir yang dirilis pada Januari 2016, menyatakan bahwa prospek pasar pengiriman curah kering akan menghadapi tantangan yang sempurna hingga 2018. Kondisi perdagangan dunia dari sektor industri yang buruk akan berdampak pada anjloknya tarif angkutan laut. Tarif angkutan barang curah kering diprediksi akan makin memburuk pada tahun 2017. 6 Apabila kondisi sektor industri dan perdagangan dunia belum membaik serta kebijakan pengurangan pasokan armada dari pemilik kapal tidak segera diambil, maka profitabilitas pengangkutan curah kering ini tidak akan membaik hingga 2018. Kondisi pasar pengangkutan curah kering yang tertekan saat ini berdampak bagi negara-negara maritim seperti Indonesia. Sebagaimana diberitakan Batam Pos pada April 2015 lalu, sejumlah perusahaan galangan kapal (shipyard) telah berhenti beroperasi akibat ketiadaan pesanan. Sumber dari kepala kantor perwakilan Bank Indonesia Batam, Gusti Raizal Eka Putra, mengatakan bahwa pertumbuhan ekspor dari sektor ini sangat rendah. Negara-negara di kawasan Timur Tengah yang merupakan tujuan utama ekspor produksi galangan kapal Batam sedang mengalami konflik beberapa tahun ini mengakibatkan permintaan kapal menurun. Selain itu, pemberlakuan Undang-undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) pada awal 2014 lalu juga menekan permintaan kapal dalam negeri. Penerapan Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (minerba) mengharuskan perusahaan tambang melaksanakan proses hilirisasi terhadap mineral mentah atau biji (ore) . Kewajiban pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian tambang (smelter) tersebut diharapkan mampu memberikan nilai tambah terhadap setiap jenis hasil tambang mineral dalam negeri. Upaya peningkatan nilai tambah hasil tambang mineral ini berdampak terbalik terhadap pasar angkutan curah dalam negeri. Penerapan kebijakan tersebut dalam kondisi pasar angkutan curah kering dunia 7 yang tertekan mengakibatkan turunnya permintaan jasa angkutan laut mineral mentah dan batu bara dalam negeri, khususnya untuk tujuan ekspor. Pemilik kapal dalam kondisi pasar seperti ini akan terus berupaya untuk menutupi biaya operasionalnya karena permintaan pengiriman tak sesuai pasokan armada dan terjadi over supply. Pemilik kapal pada akhirnya akan dipaksa mengambil keputusan untuk mengurangi pasokan armadanya dengan menjual sebagian kapalnya. Bagi pemilik kapal atau perusahaan pelayaran dengan dukungan keuangan yang baik, akan menggunakan cadangan kas untuk membiayai operasional kapalnya. Bila cadangan kas cukup besar, kondisi pasar tertekan seperti ini dapat dijadikan peluang untuk mendapatkan penambahan armada dengan harga yang lebih murah dari biasanya. Pasar kapal bekas menjadi ramai dalam kondisi ini dan permintaan jasa penilaian kapal menjadi naik (Stopford, 1997: 117). Pasar tarif angkutan curah kering tak hanya berpengaruh terhadap kapalkapal besar seperti Capesize dan Panamax. Kapal kapasitas sedang dan kecil seperti tongkang yang biasanya melayani pengangkutan komoditi tambang mineral curah turut merasakan dampak pasar ini. Salah satu perusahaan pelayaran yang bergerak dalam jasa tug and barge service di Indonesia adalah PT. Armada Samudera Persada. Perusahaan yang berdiri sejak tahun tahun 2006 ini mengelola aset kapal sebanyak 18 unit. Sembilan kapal tongkang dan sembilan kapal tug boat dengan ukuran dari 230 feet hingga 300 feet selama beberapa tahun ini telah melayani permintaan angkutan mineral mentah dan batu bara. 8 Keadaan pasar tarif pengangkutan yang cenderung menurun saat ini cukup berpengaruh terhadap produktifitas perusahaan. Permintaan layanan jasa angkutan batu bara dan mineral tambang yang lain mulai berkurang. Kondisi pasar pelayaran yang suram saat ini harus segera direspon oleh perusahaan upaya mengoptimalkan pengelolaan asset-aset kapal perusahaan. Penilaian terhadap aset-aset kapal tersebut harus segera dilakukan agar nilai pasarnya sesuai dengan kondisi pasar saat ini. 1.2 Keaslian Penelitian Secara umum penelitian mengenai penilaian kapal tongkang di Indonesia masih terbatas. Namun demikian terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penilaian kapal dan penilaian properti lainnya, diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Dewangkara (2013), melakukan estimasi harga kapal bekas dengan pendekatan biaya dan pendekatan perbandingan penjualan yang diistilahkan dengan implementasi Risk Based Inspection (RBI). Studi kasus dilakukan dengan membandingkan pendekatan harga pasar yang saat ini dilakukan dengan pendekatan berbasis RBI pada estimasi harga. Faktanya pendekatan RBI yang diusulkan mengakibatkan pengurangan harga kapal karena tambahan pertimbangan dalam memprediksi risiko kerusakan dan ketidaklengkapan dokumen kapal. Implementasi Risk Based Inspection (RBI) diharapkan dapat meningkatkan akurasi estimasi harga kapal bekas. 2. Lin (2012), melakukan penelitian terhadap perilaku pengambilan keputusan penilai yang menggunakan pendekatan perbandingan penjualan. 9 Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi statistik. Hasil penelitiannya menemukan bahwa: pertama, penilai yang berpengalaman cenderung mengadopsi proses penilaian yang berbeda dengan standar format penilaian yang telah ditentukan secara hukum. Kedua, penilai telah mengembangkan informasi jalur pertanyaan spesifik ke umum. Ketiga, penilai cenderung berhenti memeriksa bukti-bukti tambahan penjualan awal ketika subjek dinilai adalah produk khas. Keempat, penilai memiliki kecenderungan untuk lebih mempertimbangkan perbandingan yang menjadi perhatiannya lebih dulu daripada yang datang kemudian. Meskipun strategi para penilai dan objek penilaiannya berbeda dari segi penyerapan informasi tetapi variasi nilai yang dihasilkan tetap konsisten. 3. Henricus (2011) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis nilai pasar wajar (fair market value) Kapal Kontainer MV CEC ACCORD pada 22 Februari 2011. Alat analisis yang digunakan adalah pendekatan pendapatan (Income Approach) dengan metode diskonto arus kas mendatang (discounted cash flow) dan pendekatan pasar dengan metode perbandingan penjualan. Penelitian dilakukan dengan menganalisis laporan muatan kontainer kapal CEC ACCORD yang merupakan data historis dari tahun 2005-2010 sebagai pijakan dalam menyusun proyeksi keuangan dan kemampuan kapal tersebut untuk menghasilkan income hingga tahun 2016. Berdasarkan pada kemampuan aset dalam menghasilkan arus kas bersih serta asumsi-asumsi yang telah ditetapkan maka nilai pasar wajar kapal 10 kontainer MV CEC ACCORD pada 22 Pebruari 2011 adalah sebesar US $4.282.500. 4. Adland dan Koekebakker (2007) melakukan penelitian dengan menggunakan cross-sectional dalam penilaian kapal berdasarkan transaksi jual beli yang sebenarnya di pasar kapal curah bekas. Penelitian yang pertama kali dilakukan ini memungkinkan untuk menyelidiki pembentukan harga di pasar kapal bekas yang bebas dari bias broker dan kesalahan pengukuran. Berdasarkan data dari lebih dari 1.850 penjualan individu kapal curah dari Januari 1993 hingga Oktober 2003, penelitian ini menemukan bahwa nilai kapal bekas dapat digambarkan sebagai fungsi non-linear dari tiga faktor utama yaitu: DWT (Dead Weight Tonnage), usia, dan kondisi pasar barang atau angkutan. 5. Mardiansyah (2009) melakukan penelitian untuk menganalisis nilai pasar wajar (fair market value) Kapal Tanker Sinar Bukom pada 1 Januari 2009. Alat analisis yang digunakan adalah pendekatan pendapatan (income approach) dengan metode diskonto arus kas mendatang (discounted cash flow), dan pendekatan biaya dengan metode Reproduction Cost New (RCN). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan kapal tanker Sinar Bukom yang merupakan data historis dari tahun 2000-2008. Berdasarkan pada kemampuan aset dalam menghasilkan arus kas bersih serta asumsi-asumsi yang telah ditetapkan maka nilai pasar wajar Kapal Tanker Sinar Bukom pada tanggal 1 Januari 2009 adalah sebesar US $2,508,836 atau Rp30.106.034.400. 11 6. Adland (2000) melakukan kajian teoritis mengenai model penilaian kapal kargo. Peneliti fokus pada kemungkinan untuk perbaikan dan kalibrasi lebih lanjut pada model penilaian yang bersumber pada data pasar dengan menggunakan pemodelan ekonometrika. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi metode penilaian yang telah berkembang sebelumnya pada penilaian kapal, khususnya untuk kapal-kapal yang melakukan transportasi pengiriman barang curah (bulk shipping). Latar belakang penulis melakukan penelitian adalah dugaan terdapat indikasi penyimpangan pada penilaian kapal pada masa masa lalu jika dibandingkan dengan nilai fundamentalnya. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda. Penelitian ini mengindikasikan bahwa terdapat penyusutan garis lurus (straight-line depreciation) dengan umur ekonomis. Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaanya terdapat pada beberapa metode yang digunakan dan perbedaannya terdapat pada objek, waktu, dan fokus dalam penelitian. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu memfokuskan penggunaan pendekatan perbandingan penjualan dan pendekatan biaya dalam melakukan penilaian kapal. 1.3 Rumusan Masalah Kondisi pasar tarif angkutan yang senantiasa berfluktuasi dan cenderung menurun saat ini berdampak pada perubahan nilai aset kapal milik PT. Armada Persada Samudera, salah satunya kapal Tongkang Persada 2799. Permasalahan dalam penelitian ini adalah belum adanya nilai pasar Kapal Tongkang Persada 2799 sebagai respon atas kondisi pasar tarif pengangkutan saat ini. 12 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan nilai pasar wajar Kapal Tongkang Persada 2799 untuk keperluan jual beli. Nilai pasar kapal terkini menjadi dasar pengambilan keputusan pemilik kapal untuk menjual atau tetap mempertahankan aset kapal tersebut dalam kondisi pasar tarif pengangkutan yang cenderung menurun. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan pelayaran khususnya maupun bagi akedemisi, yaitu sebagai berikut. 1. Memberikan informasi tentang nilai pasar wajar (nilai penggunaan yang ada) terkini Kapal Tongkang Persada 2799. 2. Manfaat bagi akademisi, diharapkan menambah wawasan tentang proses penilaian terhadap properti khusus terutama penilaian kapal tongkang. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini mencakup: Bab I Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Kajian Pustaka, menjelaskan tentang landasan teori, kajian terhadap peneliti terdahulu, dan kerangka penelitian. Bab III Metode Penelitian, menjelaskan tentang desain penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab IV Analisis, menjelaskan tentang gambaran umum industri pelayaran, deskripsi data, dan pembahasan. Bab V Simpulan dan Saran, menjelaskan tentang simpulan, keterbatasan penelitian dan saran. 13