Undang-Undang Pendidikan Kesetaraan Jender Diumumkan di ROC 23 Juni 2004 Hua Chung I I Tsu Ti No. 09300117611 ROC 26 Mei 2010 Hua Chung I I Tsu Ti No. 09900125131 Tentang Perubahan pada Pasal 34, Pasal 36 BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 Undang-undang ini disusun untuk mendukung kesetaraan jender, menghapus diskriminasi jender, menjaga martabat manusia, menguatkan kesetaraan jender dan membentuk sumber daya serta lingkungan pendidikan. Hal-hal yang tidak ditentukan dalam Undang-undang ini akan mengikuti peraturan lain. Pasal 2 Ketentuan dalam Undang-Undang ini didefinisikan sebagai berikut 1. Pendidikan kesetaraan jender: mengacu pada setiap metode pendidikan dengan meniadakan diskriminasi jender dan yang mendukung kesetaraan jender. 2. Sekolah: seluruh sekolah negeri ataupun swasta di semua tingkat. 3. Kekerasan seksual: dalam Undang-undang Pencegahan Tindak Kekerasan Seksual, yang diartikan sebagai tindakan kekerasan seksual. 4. Pelecehan seksual: apabila sesuai dengan salah satu keadaan di bawah ini, tetapi tidak sampai pada tahap kekerasan seksual, yaitu: tindakan atau kata-kata yang mengungkapkan seks dan mendeskriminasikan jender, baik yang secara langsung atau tidak, yang dapat mempengaruhi martabat, kesempatan belajar, ataupun peluang kerja bagi orang lain maupun dirinya sendiri. Tindakan yang berkaitan dengan seks atau jender yang menyebabkan dirinya sendiri atau orang lain mendapatkan, kehilangan atau mengurangi kesempatan belajar atau peluang kerja. 5. Lokasi kekerasan seksual atau pelecehan seksual: kekerasan seksual atau pelecehan seksual terhadap kepala sekolah, guru, staf, karyawan atau murid sekolah di satu pihak, dan murid sekolah di pihak lain. Pasal 3 Lembaga yang berwenang untuk menjalankan Undang-undang Pendidikan Kesetaraan Jender di Pemerintah Pusat adalah Kementerian Pendidikan Nasional; di pemerintah daerah adalah pemerintah daerah (PEMDA) dan pemerintah kota (PEMKOT) . Pasal 4 Pemerintah pusat yang berwenang harus membentuk dan menetapkan komite pendidikan kesetaraan jender, yang bertugas sebagai berikut: 1. Mengembangkan pendidikan kesetaraan jender di tingkat nasional dalam peraturan pendidikan dan melaksanakan kebijakan pemerintah serta rencana tahunan yang telah disusun. 2. Mengkoordinasi dan mengintegrasikan sumber daya yang relevan untuk membantu dan mensubsidi pemerintah daerah dan sekolah, lembaga pendidikan sosial di daerah wewenangnya dalam melaksanakan dan mengembangkan pendidikan kesetaraan jender. 3. Mengawasi dan mengevaluasi pemerintah daerah dan sekolah, atau lembaga pendidikan sosial di daerah wewenangnya dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan kesetaraan jender. 4. Mendorong pendidikan kesetaraan jender, baik dalam kurikulum pendidikan, bahan pengajaran, penilaian, penelitian yang berkaitan dan pengembangannya. 5. Merencanakan dan melaksanakan pelatihan bagi personalia yang berkaitan dengan pendidikan kesetaraan jender. 6. Memberikan pelayanan konsultasi dan penelitian yang berkaitan dengan pendidikan kesetaraan jender dan menangani kasus yang berkaitan dengan Undang-undang ini. 7. Mendorong pendidikan kesetaraan jender baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan sosial. 8. dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pendidikan kesetaraan jender nasional. Pasal 5 Pemerintah daerah (PEMDA/PEMKOT), harus membentuk komite pendidikan kesetaraan jender, yang bertugas sebagai berikut: 1. Mengembangkan peraturan daerah yang berkaitan dengan pendidikan kesetaraan jender dan melaksanakan kebijakan pemerintah serta rencana tahunan yang telah disusun. 2. Mengkoordinasi dan mengintegrasikan sumber daya yang relevan untuk membantu sekolah atau lembaga pendidikan sosial di daerah wewenangnya dalam melaksanakan dan mengembangkan pendidikan kesetaraan jender. 3. Mengawasi dan mengevaluasi sekolah atau lembaga pendidikan sosial di daerah wewenangnya dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan kesetaraan jender. 4. Mendorong pengembangan pendidikan kesetaraan jender baik dalam kurikulum pendidikan, bahan pengajaran, penilaian, penelitian yang berkaitan dan pengembangannya. 5. Memberikan pelayanan konsultasi dan penelitian yang berkaitan dengan pendidikan kesetaraan jender dan menangani kasus yang berkaitan dengan Undang-undang ini pada sekolah atau lembaga pendidikan sosial di daerah wewenangnya. 6. Mengadakan pelatihan untuk staf pengajar sekolah atau lembaga pendidikan sosial di daerah wewenang. 7. Mendorong pendidikan kesetaraan jender baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan sosial. 8. dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pendidikan kesetaraan jender nasional. Pasal 6 Sekolah sebagai satuan pendidikan harus membentuk komite pendidikan kesetaraan jender yang bertugas sebagai berikut: 1. Menyatukan sumber daya terkait, melaksanakan mengembangkan, rencana pendidikan kesetaraan jender, dan mengevaluasi pelaksanaannya. 2. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan kesetaraan jender di antara murid, staf sekolah dan orang tua murid. 3. Mengembangkan dan mendukung program pendidikan kesetaraan jender, baik dalam pengajarannya dan penilaiannya. 4. Mengembangkan dan melaksanakan pendidikan kesetaraan jender dan membuat peraturan yang dapat mencegah terjadinya kekerasan seksual dan pelecehan seksual di sekolah, menetapkan cara atau langkah-langkah untuk mengatur dan menyatukan sumber daya terkait. 5. Meneliti dan menangani kasus yang berkaitan dengan Undang-undang ini. 6. Merencanakan dan menetapkan pendidikan kesetaraan jender yang aman di lingkungan sekolah. 7. Mendorong pendidikan kesetaraan jender di masyarakat baik melalui pendidikan dalam setiap keluarga ataupun pendidikan sosial. 8. hal-hal lain yang berkaitan dengan pendidikan kesetaraan jender baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Pasal 7 Komite pendidikan kesetaraan jender di Pemerintah Pusat, anggota komite terdiri dari atas 17 – 23 orang, berdasarkan periode masa jabatan, dan Menteri Pendidikan Nasional sebagai ketua komite, dan jumlah anggota komite perempuan harus melebihi 1/2 dari jumlah keseluruhan anggota komite; Jumlah pakar di bidang pendidikan kesetaraan jender, wakil masyarakat atau praktisi, jumlah keseluruhannya harus melebihi 2/3 dari seluruh jumlah anggota komite. Anggota komite yang disebutkan dalam paragraf di atas sekurang-kurangnya sekali dalam tiga bulan harus mengadakan pertemuan dan harus dipimpin oleh orang yang khusus menangani hal tersebut. Struktur keanggotaan komite, pelaksanaan pertemuan dan hal-hal lain yang berkaitan, ditentukan oleh pemerintah pusat. Pasal 8 Komite pendidikan kesetaraan jender di pemerintahan daerah (PEMDA/ PEMKOT), anggota komite terdiri dari 9 – 23 orang, berdasarkan periode masa jabatan, dan kepala pemerintah daerah sebagai ketua komite, dan jumlah anggota komite perempuan harus melebihi 1/2 dari jumlah keseluruhan anggota komite; Jumlah pakar di bidang pendidikan kesetaraan jender, wakil masyarakat atau praktisi, jumlah keseluruhannya harus melebihi 1/3 dari jumlah anggota komite. Anggota komite yang disebutkan dalam paragraf di atas sekurang-kurangnya sekali dalam tiga bulan harus mengadakan pertemuan dan harus dipimpin oleh orang yang khusus menangani hal tersebut. Struktur keanggotaan komite, pelaksanaan pertemuan, dan hal-hal lain yang berkaitan, ditentukan oleh pemerintah daerah (PEMDA/PEMKOT) tersebut. Pasal 9 Komite pendidikan kesetaraan jender di sekolah, anggota komite terdiri dari 5 – 21 orang, berdasarkan periode masa jabatan, dan kepala sekolah bertindak sebagai ketua komite, dan jumlah anggota komite perempuan harus melebihi 1/2 dari jumlah keseluruhan anggota komite, boleh mengangkat guru pengajar, staf sekolah, orang tua murid, murid yang menyadari akan kesetaraan jender dalam pendidikan dan pakar di bidang kesetaraan jender dalam pendidikan sebagai salah satu wakil anggota komite. Anggota komite yang disebutkan dalam paragraf di atas sekurang-kurangnya sekali dalam tiga bulan harus mengadakan pertemuan dan harus dipimpin oleh orang yang khusus menangani hal tersebut. Struktur keanggotaan komite, pelaksanaan pertemuan, dan hal-hal lain yang berkaitan, ditentukan. Struktur keanggotaan komite, pelaksanaan pertemuan dan hal-hal lain yang berkaitan, ditentukan oleh sekolah tersebut. Pasal 10 Pemerintah pusat, pemerintah daerah (PEMDA/PEMKOT), dan sekolah, harus mengikuti anggaran rencana tahunan yang telah ditentukan oleh komite pendidikan kesetaraan jender di masing-masing tingkat. Pasal 11 Pemerintah harus mengawasi dan mengevaluasi sekolah dan lembaga pendidikan sosial di wilayah wewenangnya dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan kesetaraan jender dalam pendidikan dan juga harus memberikan bantuan yang dibutuhkan; Bagi yang mempunyai kinerja bagus akan diberikan pujian atau hadiah, dan bagi yang mempunyai kinerja kurang bagus, diberikan bimbingan untuk memperbaikinya. BAB II Lingkungan Belajar dan Sumber Daya Pasal 12 Sekolah harus menyediakan tempat belajar untuk pendidikan kesetaraan jender dan tempat yang aman di lingkungan sekolah. Sekolah harus menghormati karakteristik murid dan staf pengajar tanpa diskriminasi jender dan orentasi seksual. Sekolah harus menetapkan peraturan dalam melaksanakan pendidikan kesetaraan jender, dan harus diumumkan kepada publik. Pasal 13 Penerimaan murid baru dan kenaikan kelas, tidak boleh berdasarkan pada jender dan orentasi seksual. Tetapi berdasarkan pada sejarah tradisi, tujuan pendidikan tertentu atau faktor lain dengan alasan tertentu dan bukan karena diskriminasi jender, dan telah mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang untuk mendirikan sekolah, kelas atau mata pelajaran tertentu, tidak termasuk yang diatur dalam pasal ini. Pasal 14 Sekolah karena perbedaan jender dan orentasi seksual, tidak diperbolehkan memberikan perbedaan perlakuan dalam pengajaran, kegiatan, penilaian, pujian atau hukuman, kesejahteraan ataupun pelayanan. Sekolah khusus berdasarkan jenis kelamin tertentu tidak termasuk yang diatur dalam pasal ini. Sekolah harus segera memberikan bantuan kepada murid yang mendapatkan perlakuan kurang baik dikarenakan adanya perbedaan jender dan orentasi seksual dan harus memperbaiki keadaan tersebut. Sekolah harus berinisiatif untuk melindungi hak memperolah pendidikan bagi murid yang hamil dan memberikan pelayanan yang dibutuhkan. Pasal 15 Pendidikan bagi calon staf pengajar, pelatihan bagi staf baru, latihan kerja dan pendidikan bagi tenaga administrasi sekolah, harus dimasukkan dalam rencana pendidikan kesetaraan jender yang disusun. Mata pelajaran tentang dalam kesetaraan jender dalam pendidikan harus menjadi salah satu mata pelajaran di universitas/ institut keguruan. Pasal 16 Anggota pembentuk dewan komite penilaian kerja sekolah, dewan komite penerima pengaduan, dewan komite penilaian guru dan dewan komite pengaduan guru di pemerintah pusat dan pemerintah daerah beranggotakan guru, anggota pria dan wanita harus melebihi 1/3 dari jumlah keseluruhan anggota. Tetapi dewan komite penilaian kerja sekolah dan dewan komite penilaian guru sekolah, yang wakil pria dan wanitanya tidak sampai 1/3 dari jumlah keseluruhan anggota tidak termasuk yang diatur dalam pasal ini. Bagi anggota komite sekolah atau pejabat yang berwenang, yang tidak sesuai dengan peraturan dalam paragraf di atas harus diatur kembali, tanggal efektif berlakunya Undang-undang ini harus diselesaikan dalam satu tahun sejak tanggal berlakunya perubahan undang-undang ini. BAB III Kurikulum, Bahan Pelajaran dan Pengajaran Pasal 17 Penetapan kurikulum dan rencana kegiatan, harus mendorong murid untuk mengembangkan bakat potensi murid, tidak boleh karena perbedaan jender, sehingga mendapatkan perlakuan yang berbeda. Kesetaraan jender dalam pendidikan selain harus termasuk dalam kurikulum pelajaran murid sekolah dasar dan sekolah menengah, harus melaksanakan mata pelajaran atau kegiatan yang berkaitan dengan kesetaraan jender dalam pendidikan paling sedikit 4 jam setiap semester. Sekolah menengah atas dan sekolah kejuruan empat tahun,juga harus mengintegrasikan pendidikan kesetaraan jender dalam kurikulum mereka. Perguruan tinggi dan universitas harus membuka program studi yang berkaitan dengan pendidikan kesetaraan jender. Sekolah harus mengembangkan perencanaan kurikulum mata pelajaran dan cara penilaian yang sesuai dengan kesetaraan jender pendidikan. Pasal 18 Penyusunan, evaluasi dan seleksi bahan pelajaran, harus konsisten dengan prinsip kesetaraan jender dalam pendidikan; Bahan pelajaran harus mencerminkan keseimbangan jender, konstribusi sejarah maupun pengalaman hidup, dan berpersektif jender. Pasal 19 Guru dalam menggunakan bahan pelajaran ketika mengadakan kegiatan, harus mempunyai kesadaran akan kesetaraan jender dalam pendidikan, menghilangkan stereotip jender, menghindari bias jender dan diskriminasi jender. Guru harus mendorong murid untuk mempelajari bidang jender bukan secara tradisional. BAB IV Pencegahan Kekerasan Seksual dan Pelecehan Seksual di Sekolah Pasal 20 Untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual di sekolah, pemerintah pusat harus menetapkan pedoman pencegahan kekerasan seksual dan pelecehan seksual di sekolah; Pedoman tersebut harus mencakup perencanaan keamanan sekolah, hal-hal yang harus diperhatikan antara interaksi pada waktu pengajaran di dalam atau di luar sekolah, pedoman, prosedur dan cara pertolongan kekerasan seksual dan pelecehan seksual di sekolah. Sekolah harus berdasarkan kriteria di atas dalam menetapkan pedoman pencegahan kekerasan dan pelecehan seksual di sekolah dan harus diumumkan kepada publik. Pasal 21 Sekolah atau pemerintah dalam menangani kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual di sekolah, selain dilaporkan sesuai dengan hukum atau ketentuan yang berlaku, kasus ini harus diserahkan kepada dewan komite pendidikan kesetaraan jender yang telah dibentuk untuk segera mengambil tindakan. Pasal 22 Sekolah atau pemerintah pada waktu menangani kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual di sekolah, harus mengikuti prinsip objektif, adil, profesional, dan memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk menjelaskan dan menjawab. Reduplikasi pertanyaan harus dihindari. Nama atau identitas dari pihak tergugat dan pihak penggugat, selain untuk kebutuhan penyelidikan dan mengingat keselamatan publik, harus tetap dirahasiakan. Pasal 23 Selama sekolah atau pejabat yang berwenang ketika menangani kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual di sekolah, boleh mengambil tindakan yang diperlukan, untuk melindungi pihak-pihak agar tetap memperoleh hak belajar atau hak bekerja. Pasal 24 Sekolah atau pejabat yang berwenang ketika menangani kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual di sekolah, berkewajiban memberitahu korban atau yang mewakilinya mengenai hak-haknya atau menganjurkan berbagai bantuan, atau meminta kepada pihak yang berwenang untuk membantu menanganinya, dan apabila perlu, menyediakan konseling psikologis, perlindungan atau bantuan lain. Pasal 25 Setelah sekolah atau pejabat yang berwenang melalui penyelidikan berkesimpulan bahwa kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual di sekolah ini adalah benar, maka pelaku harus dihukum sesuai dengan hukum atau ketentuan yang berlaku atau diserahkan kepada pihak yang berwenang. Sekolah, pemerintah atau pihak yang berwenang pada waktu memberikan hukuman pelaku pelecehan seksual, dapat memerintahkan pelaku untuk melakukan salah satu atau beberapa hal di bawah ini: 1. melalui persetujuan korban atau pihak yang mewakilinya meminta maaf kepada korban. 2. memperoleh pendidikan kesetaraan jender selama delapan jam. 3. menerima konseling psikologis. 4. langkah-langkah lain untuk memenuhi tujuan pendidikan. Apabila terdapat perubahan identitas pelaku atau korban, harus diberikan kesempatan untuk menjelaskan secara tertulis. Pasal 26 Sekolah atau lembaga yang berwenang selama masa penyelidikan kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual di sekolah, dengan mempertimbangkan keadaan, memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan, cara penanganan dan prinsip-prinsip yang dipegang, dan setelah kasus ini selesai ditangani, melalui persetujuan korban atau pihak yang mewakilinya, apakah kasus itu benar atau tidak, pola dan cara penanganannya diumumkan kepada publik. Tetapi tidak boleh mengumumkan nama atau identitas dari pihak yang bersangkutan. Pasal 27 Sekolah atau lembaga yang berwenang harus menyimpan data mengenai peristiwa dan pelaku tindak kekerasan seksual dan pelecehan seksual di sekolah tersebut dalam satu file. Pelaku kasus di atas apabila telah pindah ke sekolah lain untuk melanjutkan sekolah atau bekerja maka pihak sekolah atau lembaga asal pelaku harus memberitahu sekolah baru tempat pelaku kasus bersekolah atau bekerja paling lambat dalam waktu 1 bulan. Sekolah baru setelah mendapatkan pemberitahuan, harus memberikan konseling lanjutan kepada pelaku, tanpa alasan yang kuat tidak dibenarkan mengumumkan nama atau identitas pelaku. BAB V Permohonan Penyelidikan dan Bantuan Pasal 28 Apabila pihak sekolah melanggar Undang-undang ini, korban atau pihak yang mewakilinya boleh mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah yang mengatur sekolah ini untuk melakukan penyelidikan. Korban atau pihak yang mewakili dari kasus tindakan kekerasan seksual dan pelecehan seksual di sekolah, dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada sekolah tersebut untuk melakukan penyelidikan. Tetapi apabila pelaku tindak kekerasan tersebut adalah Kepala Sekolah maka pihak pelapor harus mengajukan permohonan penyelidikan kepada pejabat yang membawahi sekolah tersebut. Siapapun yang mengetahui kedua kejadian di atas, dapat melaporkan kejadian tersebut kepada sekolah atau pemerintah daerah berdasarkan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Pasal 29 Apabila sekolah atau pejabat yang berwenang mendapatkan permohonan atau laporan maka harus dalam waktu 20 hari memberikan jawaban secara tertulis kepada pemohon atau pelapor apabila kasus ini ditangani atau ditolak. Sekolah atau pejabat yang berwenang ketika mendapatkan permohonan atau laporan, apabila terdapat salah satu keadaaan dibawah ini, maka permohonan atau laporan dapat diabaikan: 1. tidak termasuk hal-hal dalam yang dipersyaratkan dalam Undang-undang ini 2. Pemohon atau pelapor tidak memberikan identitas asli. 3. Kasus yang sama yang telah selesai ditangani. Pemberitahuan tertulis untuk kasus yang tidak ditangani, harus menyebutkan alasannya. Apabila pemohon atau pelapor di atas, dalam waktu yang ditentukan tidak menerima pemberitahuan atau penolakan, dalam waktu 20 hari terhitung setelah esok harinya, dapat secara tertulis menyebutkan alasannya, untuk mengajukan permohonan ulang kepada sekolah atau pejabat yang berwenang. Pasal 30 Sesudah sekolah atau pejabat yang berwenang menerima permohonan atau laporan mengenai kasus pertama, kasus kedua tidak termasuk yang dibahas di sini, maka dalam waktu 3 hari permohonan tersebut harus diserahkan kepada dewan komite pendidikan kesetaraan jender yang telah dibentuk untuk diselidiki. Dewan komite pendidikan kesetaraan jender sekolah atau pemerintah pada waktu menangani kasus di atas, dapat membentuk tim penyelidik. Tim penyelidik harus memiliki kesadaran akan kesetaraan jender dalam pendidikan, dan jumlah anggota tim perempuan, harus melebihi 1/2 dari jumlah seluruh tim penyelidik, apabila diperlukan, sebagian dari anggota tim penyelidik dapat dipilih dari orang luar. Sebagian dari anggota tim penyelidik kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual di sekolah merupakan pakar kesetaraan jender dalam pendidikan dan harus melebihi 1/3 dari keseluruhan jumlah tim penyelidik, dan pemerintah harus melebihi 1/2 dari keseluruhan jumlah tim penyelidik; Apabila kedua belah pihak yang bersangkutan berbeda sekolah, maka sekolah pihak pemohon harus menjadi anggota dewan komite. Dewan komite kesetaraan jender dalam pendidikan atau tim penyelidik dalam melakukan penyelidikan kasus tersebut, penyerta, pemohon atau orang dan atau pihak yang diminta bantuan dan kerjasamanya dalam penyelidikan tersebut, juga dapat memberikan keterangan berdasarkan Undang-undang yang berlaku. Peraturan perudang-undangan, prosedur adminitrasi yang berkaitan dengan yurisdiksi, pemindahan, penghindarab, pelayanan, pengoreksian, dan lain-lain harus berdasarkan Undang-undang ini. Dewan komite kesetaraan jender dalam pendidikan dalam menyelidiki dan menangani kasus tindak kekerasan dan pelecehan seksual tidak boleh terpengaruh oleh proses pengadilan. Dewan komite kesetaraan jender dalam pendidikan pada waktu menyelidiki dan menangani kasus tindak kekerasan dan pelecehan seksual harus menghindari perbedaan dari kedua belah pihak. Pasal 31 Dewan komite kesetaraan jender dalam pendidikan sekolah atau pejabat yang berwenang, setelah menerima permohonan atau laporan, dalam kurun waktu selama 2 bulan harus menyelesaikan penyelidikan. Apabila diperlukan, dewan komite ataupejabat berwenang dapat meminta perpanjangan waktu, paling banyak sebanyak 2 kali, dan setiap kali tidak boleh melebihi satu bulan, dan harus memberitahu pemohon, pelapor atau penyerta kasus. Apabila dewan komite kesetaraan pendidikan telah menyelesaikan penyelidikan, harus melaporkan secara tertulis hasil penyelidikan dan cara penanganan kepada sekolah atau pejabat yang berwenang. Sekolah atau pejabat yang berwenang, setelah menerima hasil laporan, dalam waktu 2 bulan harus melakukan atau mengalihkan kepada pihak yang berwenang untuk menghukum sesuai dengan Undang-undang ini atau hukum yang berkaitan, dan memberitahukan secara tertulis duduk perkara dan alasan kepada pemohon, pelapor atau penyerta kasus. Sekolah atau pemerintah sebelum memutuskan hukuman di atas, dapat meminta wakil dari dewan komite kesetaraan jender dalam pendidikan untuk menjelaskannya terlebih dahulu. Pasal 32 Pemohon dan penyerta kasus, apabila merasa tidak puas terhadap hasil penyelidikan di atas, setelah menerima hasil laporan tertulis, dan terhitung mulai keesokan harinya dalam waktu selama 20 hari, harus segera mengajukan permohonan ulang disertai dengan alasannya kepada sekolah atau pejabat yang berwenang. Permohonan ulang hanya dapat diajukansebanyak satu kali. Apabila sekolah atau pemerintah menemukan kejanggalan dalam proses penyelidikan atau menebukan bukti baru yang dapat mempengaruhi hasil penyelidikan di atas, maka dapat meminta dewan komite kesetaraan jender dalam pendidikan untuk melakukan penyelidikan ulang. Pasal 33 Dewan komite pendidikan kesetaraan jender setelah menerima permohonan dari sekolah atau pemerintah untuk melakukan penyelidikan ulang, segera membentuk tim penyelidik yang baru. Prosedur penyelidikan dan penanganan, harus sesuai dengan peraturan yang berkaitan dengan Undang-undang ini. Pasal 34 Apabila pemohon dan penyerta kasus merasa tidak puas dengan hasil penyelidikan ulang, setelah menerima hasil laporan tertulis, dan terhitung mulai keesokan harinya dalam waktu selama 20 hari berdasarkan peraturan di bawah ini dapat mengajukan bantuan: 1. Kepala sekolah negeri atau swasta, guru: berdasarkan undang-undang guru. 2. Staf dari sekolah negeri yang sesuai dengan Undang-undang pengangkatan pegawai negeri dan staf pengajar yang telah bekerja sebelum masa berlakunya Undang-undang pengajar 3 Mei 1985: harus berdasarkan Undang-undang Perlindungan Pegawai Negeri. 3. Staf sekolah swasta: berdasarkan Undang-undang kesetaraan pekerjaan tanpa diskriminasi jender. 4. Pekerja di sekolah negeri atau swasta: berdasarkan Undang-undang kesetaraan pekerjaan tanpa diskriminasi. 5. Murid di sekolah negeri atau swasta: menurut peraturan dapat mengajukan permohonan kepada sekolah. Pasal 35 Sekolah atau pemerintah dalam menerapkan Undang-undang terhadap kasus yang ditangani, harus mempertimbangkan hasil penyelidikan dewan komite pendidikan kesetaraan jender. Pengadilan dalam menerapkan kasus di atas, harus mempertimbangkan laporan dari berbagai tingkat dewan komite pendidikan kesetaraan jender. BAB VI Sanksi Pasal 36 Sekolah yang melanggar pasal 13, pasal 14, pasal 16, pasal 20 ayat 2, pasal 22 ayat 2 ataupun pasal 27 ayat 3 akan dikenakan denda sekurang-kurangnya sebanyak NTD$ 10,000 dan tidak melebihi NTD$ 100,000. Pelaku yang melanggar Undang-Undanf pasal 30 ayat 4 tanpa alasan yang logis harus dilaporkan oleh sekolah kepada pihak berwajib dan didenda sekurang-kurangnya NTD$10,000 tidak melebihi NTD$50,000, dan akan didenda secara berturut-turut hingga dia bersedia bekerjasama atau memberikan informasi terkait BAB VI Ketentuan Tambahan Pasal 37 Pelaksanaan menyeluruh terhadap Undang-undang ini ditetapkan oleh pemerintah yang berwenang. Pasal 38 Undang-undang ini berlaku sejak dari tanggal diumumkan.