Undang-Undang Pendidikan Tanpa Perbedaan Jenis Kelamin

advertisement
Undang-Undang Pendidikan Kesetaraan Jender
Diumumkan di ROC 23 Juni 2004
Hua Chung I I Tsu Ti No. 09300117611
ROC 26 Mei 2010
Hua Chung I I Tsu Ti No. 09900125131
Tentang Perubahan pada Pasal 34, Pasal 36
BAB I
Ketentuan Umum
Pasal 1
Undang-undang ini disusun untuk mendukung kesetaraan jender,
menghapus diskriminasi jender, menjaga martabat manusia, menguatkan
kesetaraan jender dan membentuk sumber daya serta lingkungan
pendidikan.
Hal-hal yang tidak ditentukan dalam Undang-undang ini akan mengikuti
peraturan lain.
Pasal 2
Ketentuan dalam Undang-Undang ini didefinisikan sebagai berikut
1. Pendidikan kesetaraan jender: mengacu pada setiap metode
pendidikan dengan meniadakan diskriminasi jender dan yang
mendukung kesetaraan jender.
2. Sekolah: seluruh sekolah negeri ataupun swasta di semua tingkat.
3. Kekerasan seksual: dalam Undang-undang Pencegahan Tindak
Kekerasan Seksual, yang diartikan sebagai tindakan kekerasan seksual.
4. Pelecehan seksual: apabila sesuai dengan salah satu keadaan di bawah
ini, tetapi tidak sampai pada tahap kekerasan seksual, yaitu: tindakan
atau kata-kata yang mengungkapkan seks dan mendeskriminasikan
jender, baik yang secara langsung atau tidak, yang dapat
mempengaruhi martabat, kesempatan belajar, ataupun peluang kerja
bagi orang lain maupun dirinya sendiri. Tindakan yang berkaitan
dengan seks atau jender yang menyebabkan dirinya sendiri atau orang
lain mendapatkan, kehilangan atau mengurangi kesempatan belajar
atau peluang kerja.
5. Lokasi kekerasan seksual atau pelecehan seksual: kekerasan seksual
atau pelecehan seksual terhadap kepala sekolah, guru, staf, karyawan
atau murid sekolah di satu pihak, dan murid sekolah di pihak lain.
Pasal 3
Lembaga yang berwenang untuk menjalankan Undang-undang Pendidikan
Kesetaraan Jender di Pemerintah Pusat adalah Kementerian Pendidikan
Nasional; di pemerintah daerah adalah pemerintah daerah (PEMDA) dan
pemerintah kota (PEMKOT) .
Pasal 4
Pemerintah pusat yang berwenang harus membentuk dan menetapkan
komite pendidikan kesetaraan jender, yang bertugas sebagai berikut:
1. Mengembangkan pendidikan kesetaraan jender di tingkat nasional
dalam peraturan pendidikan dan melaksanakan kebijakan pemerintah
serta rencana tahunan yang telah disusun.
2. Mengkoordinasi dan mengintegrasikan sumber daya yang relevan
untuk membantu dan mensubsidi pemerintah daerah dan sekolah,
lembaga pendidikan sosial di daerah wewenangnya dalam
melaksanakan dan mengembangkan pendidikan kesetaraan jender.
3. Mengawasi dan mengevaluasi pemerintah daerah dan sekolah, atau
lembaga pendidikan sosial di daerah wewenangnya dalam
melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan kesetaraan
jender.
4. Mendorong pendidikan kesetaraan jender, baik dalam kurikulum
pendidikan, bahan pengajaran, penilaian, penelitian yang berkaitan dan
pengembangannya.
5. Merencanakan dan melaksanakan pelatihan bagi personalia yang
berkaitan dengan pendidikan kesetaraan jender.
6. Memberikan pelayanan konsultasi dan penelitian yang berkaitan
dengan pendidikan kesetaraan jender dan menangani kasus yang
berkaitan dengan Undang-undang ini.
7. Mendorong pendidikan kesetaraan jender baik dalam lingkungan
keluarga maupun dalam lingkungan sosial.
8. dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pendidikan kesetaraan jender
nasional.
Pasal 5
Pemerintah daerah (PEMDA/PEMKOT), harus membentuk komite
pendidikan kesetaraan jender, yang bertugas sebagai berikut:
1. Mengembangkan peraturan daerah yang berkaitan dengan pendidikan
kesetaraan jender dan melaksanakan kebijakan pemerintah serta
rencana tahunan yang telah disusun.
2. Mengkoordinasi dan mengintegrasikan sumber daya yang relevan
untuk membantu sekolah atau lembaga pendidikan sosial di daerah
wewenangnya dalam melaksanakan dan mengembangkan pendidikan
kesetaraan jender.
3. Mengawasi dan mengevaluasi sekolah atau lembaga pendidikan sosial
di daerah wewenangnya dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan
dengan pendidikan kesetaraan jender.
4. Mendorong pengembangan pendidikan kesetaraan jender baik dalam
kurikulum pendidikan, bahan pengajaran, penilaian, penelitian yang
berkaitan dan pengembangannya.
5. Memberikan pelayanan konsultasi dan penelitian yang berkaitan
dengan pendidikan kesetaraan jender dan menangani kasus yang
berkaitan dengan Undang-undang ini pada sekolah atau lembaga
pendidikan sosial di daerah wewenangnya.
6. Mengadakan pelatihan untuk staf pengajar sekolah atau lembaga
pendidikan sosial di daerah wewenang.
7. Mendorong pendidikan kesetaraan jender baik dalam lingkungan
keluarga maupun dalam lingkungan sosial.
8. dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pendidikan kesetaraan jender
nasional.
Pasal 6
Sekolah sebagai satuan pendidikan harus membentuk komite pendidikan
kesetaraan jender yang bertugas sebagai berikut:
1. Menyatukan sumber daya terkait, melaksanakan mengembangkan,
rencana pendidikan kesetaraan jender, dan mengevaluasi
pelaksanaannya.
2. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan
pendidikan kesetaraan jender di antara murid, staf sekolah dan orang
tua murid.
3. Mengembangkan dan mendukung program pendidikan kesetaraan
jender, baik dalam pengajarannya dan penilaiannya.
4. Mengembangkan dan melaksanakan pendidikan kesetaraan jender dan
membuat peraturan yang dapat mencegah terjadinya kekerasan seksual
dan pelecehan seksual di sekolah, menetapkan cara atau
langkah-langkah untuk mengatur dan menyatukan sumber daya terkait.
5. Meneliti dan menangani kasus yang berkaitan dengan Undang-undang
ini.
6. Merencanakan dan menetapkan pendidikan kesetaraan jender yang
aman di lingkungan sekolah.
7. Mendorong pendidikan kesetaraan jender di masyarakat baik melalui
pendidikan dalam setiap keluarga ataupun pendidikan sosial.
8. hal-hal lain yang berkaitan dengan pendidikan kesetaraan jender baik di
lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
Pasal 7
Komite pendidikan kesetaraan jender di Pemerintah Pusat, anggota komite
terdiri dari atas 17 – 23 orang, berdasarkan periode masa jabatan, dan
Menteri Pendidikan Nasional sebagai ketua komite, dan jumlah anggota
komite perempuan harus melebihi 1/2 dari jumlah keseluruhan anggota
komite; Jumlah pakar di bidang pendidikan kesetaraan jender, wakil
masyarakat atau praktisi, jumlah keseluruhannya harus melebihi 2/3 dari
seluruh jumlah anggota komite.
Anggota komite yang disebutkan dalam paragraf di atas
sekurang-kurangnya sekali dalam tiga bulan harus mengadakan pertemuan
dan harus dipimpin oleh orang yang khusus menangani hal tersebut.
Struktur keanggotaan komite, pelaksanaan pertemuan dan hal-hal lain yang
berkaitan, ditentukan oleh pemerintah pusat.
Pasal 8
Komite pendidikan kesetaraan jender di pemerintahan daerah (PEMDA/
PEMKOT), anggota komite terdiri dari 9 – 23 orang, berdasarkan periode
masa jabatan, dan kepala pemerintah daerah sebagai ketua komite, dan
jumlah anggota komite perempuan harus melebihi 1/2 dari jumlah
keseluruhan anggota komite; Jumlah pakar di bidang pendidikan kesetaraan
jender, wakil masyarakat atau praktisi, jumlah keseluruhannya harus
melebihi 1/3 dari jumlah anggota komite.
Anggota komite yang disebutkan dalam paragraf di atas
sekurang-kurangnya sekali dalam tiga bulan harus mengadakan pertemuan
dan harus dipimpin oleh orang yang khusus menangani hal tersebut.
Struktur keanggotaan komite, pelaksanaan pertemuan, dan hal-hal lain
yang berkaitan, ditentukan oleh pemerintah daerah (PEMDA/PEMKOT)
tersebut.
Pasal 9
Komite pendidikan kesetaraan jender di sekolah, anggota komite terdiri dari
5 – 21 orang, berdasarkan periode masa jabatan, dan kepala sekolah
bertindak sebagai ketua komite, dan jumlah anggota komite perempuan
harus melebihi 1/2 dari jumlah keseluruhan anggota komite, boleh
mengangkat guru pengajar, staf sekolah, orang tua murid, murid yang
menyadari akan kesetaraan jender dalam pendidikan dan pakar di bidang
kesetaraan jender dalam pendidikan sebagai salah satu wakil anggota
komite.
Anggota komite yang disebutkan dalam paragraf di atas
sekurang-kurangnya sekali dalam tiga bulan harus mengadakan pertemuan
dan harus dipimpin oleh orang yang khusus menangani hal tersebut.
Struktur keanggotaan komite, pelaksanaan pertemuan, dan hal-hal lain
yang berkaitan, ditentukan. Struktur keanggotaan komite, pelaksanaan
pertemuan dan hal-hal lain yang berkaitan, ditentukan oleh sekolah
tersebut.
Pasal 10 Pemerintah pusat, pemerintah daerah (PEMDA/PEMKOT), dan sekolah,
harus mengikuti anggaran rencana tahunan yang telah ditentukan oleh
komite pendidikan kesetaraan jender di masing-masing tingkat.
Pasal 11 Pemerintah harus mengawasi dan mengevaluasi sekolah dan lembaga
pendidikan sosial di wilayah wewenangnya dalam melaksanakan kegiatan
yang berkaitan dengan kesetaraan jender dalam pendidikan dan juga harus
memberikan bantuan yang dibutuhkan; Bagi yang mempunyai kinerja bagus
akan diberikan pujian atau hadiah, dan bagi yang mempunyai kinerja kurang
bagus, diberikan bimbingan untuk memperbaikinya.
BAB II
Lingkungan Belajar dan Sumber Daya
Pasal 12 Sekolah harus menyediakan tempat belajar untuk pendidikan kesetaraan
jender dan tempat yang aman di lingkungan sekolah.
Sekolah harus menghormati karakteristik murid dan staf pengajar tanpa
diskriminasi jender dan orentasi seksual.
Sekolah harus menetapkan peraturan dalam melaksanakan pendidikan
kesetaraan jender, dan harus diumumkan kepada publik.
Pasal 13 Penerimaan murid baru dan kenaikan kelas, tidak boleh berdasarkan pada
jender dan orentasi seksual. Tetapi berdasarkan pada sejarah tradisi,
tujuan pendidikan tertentu atau faktor lain dengan alasan tertentu dan
bukan karena diskriminasi jender, dan telah mendapatkan persetujuan dari
pejabat yang berwenang untuk mendirikan sekolah, kelas atau mata
pelajaran tertentu, tidak termasuk yang diatur dalam pasal ini.
Pasal 14 Sekolah karena perbedaan jender dan orentasi seksual, tidak diperbolehkan
memberikan perbedaan perlakuan dalam pengajaran, kegiatan, penilaian,
pujian atau hukuman, kesejahteraan ataupun pelayanan. Sekolah khusus
berdasarkan jenis kelamin tertentu tidak termasuk yang diatur dalam pasal
ini.
Sekolah harus segera memberikan bantuan kepada murid yang
mendapatkan perlakuan kurang baik dikarenakan adanya perbedaan jender
dan orentasi seksual dan harus memperbaiki keadaan tersebut.
Sekolah harus berinisiatif untuk melindungi hak memperolah pendidikan
bagi murid yang hamil dan memberikan pelayanan yang dibutuhkan.
Pasal 15 Pendidikan bagi calon staf pengajar, pelatihan bagi staf baru, latihan kerja
dan pendidikan bagi tenaga administrasi sekolah, harus dimasukkan dalam
rencana pendidikan kesetaraan jender yang disusun.
Mata pelajaran tentang dalam kesetaraan jender dalam pendidikan harus
menjadi salah satu mata pelajaran di universitas/ institut keguruan.
Pasal 16 Anggota pembentuk dewan komite penilaian kerja sekolah, dewan komite
penerima pengaduan, dewan komite penilaian guru dan dewan komite
pengaduan guru di pemerintah pusat dan pemerintah daerah
beranggotakan guru, anggota pria dan wanita harus melebihi 1/3 dari
jumlah keseluruhan anggota. Tetapi dewan komite penilaian kerja sekolah
dan dewan komite penilaian guru sekolah, yang wakil pria dan wanitanya
tidak sampai 1/3 dari jumlah keseluruhan anggota tidak termasuk yang
diatur dalam pasal ini.
Bagi anggota komite sekolah atau pejabat yang berwenang, yang tidak
sesuai dengan peraturan dalam paragraf di atas harus diatur kembali,
tanggal efektif berlakunya Undang-undang ini harus diselesaikan dalam satu
tahun sejak tanggal berlakunya perubahan undang-undang ini.
BAB III
Kurikulum, Bahan Pelajaran dan Pengajaran
Pasal 17 Penetapan kurikulum dan rencana kegiatan, harus mendorong murid untuk
mengembangkan bakat potensi murid, tidak boleh karena perbedaan jender,
sehingga mendapatkan perlakuan yang berbeda.
Kesetaraan jender dalam pendidikan selain harus termasuk dalam kurikulum
pelajaran murid sekolah dasar dan sekolah menengah, harus melaksanakan
mata pelajaran atau kegiatan yang berkaitan dengan kesetaraan jender
dalam pendidikan paling sedikit 4 jam setiap semester.
Sekolah menengah atas dan sekolah kejuruan empat tahun,juga harus
mengintegrasikan pendidikan kesetaraan jender dalam kurikulum mereka.
Perguruan tinggi dan universitas harus membuka program studi yang
berkaitan dengan pendidikan kesetaraan jender.
Sekolah harus mengembangkan perencanaan kurikulum mata pelajaran dan
cara penilaian yang sesuai dengan kesetaraan jender pendidikan.
Pasal 18 Penyusunan, evaluasi dan seleksi bahan pelajaran, harus konsisten dengan
prinsip kesetaraan jender dalam pendidikan; Bahan pelajaran harus
mencerminkan keseimbangan jender, konstribusi sejarah maupun
pengalaman hidup, dan berpersektif jender.
Pasal 19 Guru dalam menggunakan bahan pelajaran ketika mengadakan kegiatan,
harus mempunyai kesadaran akan kesetaraan jender dalam pendidikan,
menghilangkan stereotip jender, menghindari bias jender dan diskriminasi
jender.
Guru harus mendorong murid untuk mempelajari bidang jender bukan
secara tradisional.
BAB IV
Pencegahan Kekerasan Seksual dan Pelecehan Seksual di Sekolah
Pasal 20 Untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual dan pelecehan
seksual di sekolah, pemerintah pusat harus menetapkan pedoman
pencegahan kekerasan seksual dan pelecehan seksual di sekolah; Pedoman
tersebut harus mencakup perencanaan keamanan sekolah, hal-hal yang
harus diperhatikan antara interaksi pada waktu pengajaran di dalam atau di
luar sekolah, pedoman, prosedur dan cara pertolongan kekerasan seksual
dan pelecehan seksual di sekolah.
Sekolah harus berdasarkan kriteria di atas dalam menetapkan pedoman
pencegahan kekerasan dan pelecehan seksual di sekolah dan harus
diumumkan kepada publik.
Pasal 21 Sekolah atau pemerintah dalam menangani kasus kekerasan seksual dan
pelecehan seksual di sekolah, selain dilaporkan sesuai dengan hukum atau
ketentuan yang berlaku, kasus ini harus diserahkan kepada dewan komite
pendidikan kesetaraan jender yang telah dibentuk untuk segera mengambil
tindakan.
Pasal 22 Sekolah atau pemerintah pada waktu menangani kasus kekerasan seksual
dan pelecehan seksual di sekolah, harus mengikuti prinsip objektif, adil,
profesional, dan memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk
menjelaskan dan menjawab. Reduplikasi pertanyaan harus dihindari.
Nama atau identitas dari pihak tergugat dan pihak penggugat, selain
untuk kebutuhan penyelidikan dan mengingat keselamatan publik, harus
tetap dirahasiakan.
Pasal 23 Selama sekolah atau pejabat yang berwenang ketika menangani kasus
kekerasan seksual dan pelecehan seksual di sekolah, boleh mengambil
tindakan yang diperlukan, untuk melindungi pihak-pihak agar tetap
memperoleh hak belajar atau hak bekerja.
Pasal 24 Sekolah atau pejabat yang berwenang ketika menangani kasus kekerasan
seksual dan pelecehan seksual di sekolah, berkewajiban memberitahu
korban atau yang mewakilinya mengenai hak-haknya atau menganjurkan
berbagai bantuan, atau meminta kepada pihak yang berwenang untuk
membantu menanganinya, dan apabila perlu, menyediakan konseling
psikologis, perlindungan atau bantuan lain.
Pasal 25
Setelah sekolah atau pejabat yang berwenang melalui penyelidikan
berkesimpulan bahwa kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual di
sekolah ini adalah benar, maka pelaku harus dihukum sesuai dengan hukum
atau ketentuan yang berlaku atau diserahkan kepada pihak yang
berwenang.
Sekolah, pemerintah atau pihak yang berwenang pada waktu
memberikan hukuman pelaku pelecehan seksual, dapat memerintahkan
pelaku untuk melakukan salah satu atau beberapa hal di bawah ini:
1. melalui persetujuan korban atau pihak yang mewakilinya meminta
maaf kepada korban.
2. memperoleh pendidikan kesetaraan jender selama delapan jam.
3. menerima konseling psikologis.
4. langkah-langkah lain untuk memenuhi tujuan pendidikan.
Apabila terdapat perubahan identitas pelaku atau korban, harus
diberikan kesempatan untuk menjelaskan secara tertulis.
Pasal 26 Sekolah atau lembaga yang berwenang selama masa penyelidikan kasus
kekerasan seksual dan pelecehan seksual di sekolah, dengan
mempertimbangkan keadaan, memberikan penjelasan mengenai hal-hal
yang berkaitan, cara penanganan dan prinsip-prinsip yang dipegang, dan
setelah kasus ini selesai ditangani, melalui persetujuan korban atau pihak
yang mewakilinya, apakah kasus itu benar atau tidak, pola dan cara
penanganannya diumumkan kepada publik. Tetapi tidak boleh
mengumumkan nama atau identitas dari pihak yang bersangkutan.
Pasal 27 Sekolah atau lembaga yang berwenang harus menyimpan data mengenai
peristiwa dan pelaku tindak kekerasan seksual dan pelecehan seksual di
sekolah tersebut dalam satu file.
Pelaku kasus di atas apabila telah pindah ke sekolah lain untuk
melanjutkan sekolah atau bekerja maka pihak sekolah atau lembaga asal
pelaku harus memberitahu sekolah baru tempat pelaku kasus bersekolah
atau bekerja paling lambat dalam waktu 1 bulan.
Sekolah baru setelah mendapatkan pemberitahuan, harus
memberikan konseling lanjutan kepada pelaku, tanpa alasan yang kuat
tidak dibenarkan mengumumkan nama atau identitas pelaku.
BAB V
Permohonan Penyelidikan dan Bantuan
Pasal 28 Apabila pihak sekolah melanggar Undang-undang ini, korban atau pihak
yang mewakilinya boleh mengajukan permohonan kepada pemerintah
daerah yang mengatur sekolah ini untuk melakukan penyelidikan.
Korban atau pihak yang mewakili dari kasus tindakan kekerasan
seksual dan pelecehan seksual di sekolah, dapat mengajukan permohonan
secara tertulis kepada sekolah tersebut untuk melakukan penyelidikan.
Tetapi apabila pelaku tindak kekerasan tersebut adalah Kepala Sekolah
maka pihak pelapor harus mengajukan permohonan penyelidikan kepada
pejabat yang membawahi sekolah tersebut.
Siapapun yang mengetahui kedua kejadian di atas, dapat melaporkan
kejadian tersebut kepada sekolah atau pemerintah daerah berdasarkan
prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Pasal 29
Apabila sekolah atau pejabat yang berwenang mendapatkan
permohonan atau laporan maka harus dalam waktu 20 hari memberikan
jawaban secara tertulis kepada pemohon atau pelapor apabila kasus ini
ditangani atau ditolak.
Sekolah atau pejabat yang berwenang ketika mendapatkan
permohonan atau laporan, apabila terdapat salah satu keadaaan dibawah ini,
maka permohonan atau laporan dapat diabaikan:
1. tidak termasuk hal-hal dalam yang dipersyaratkan dalam
Undang-undang ini
2. Pemohon atau pelapor tidak memberikan identitas asli.
3. Kasus yang sama yang telah selesai ditangani.
Pemberitahuan tertulis untuk kasus yang tidak ditangani, harus
menyebutkan alasannya.
Apabila pemohon atau pelapor di atas, dalam waktu yang ditentukan tidak
menerima pemberitahuan atau penolakan, dalam waktu 20 hari terhitung
setelah esok harinya, dapat secara tertulis menyebutkan alasannya, untuk
mengajukan permohonan ulang kepada sekolah atau pejabat yang
berwenang.
Pasal 30
Sesudah sekolah atau pejabat yang berwenang menerima
permohonan atau laporan mengenai kasus pertama, kasus kedua tidak
termasuk yang dibahas di sini, maka dalam waktu 3 hari permohonan
tersebut harus diserahkan kepada dewan komite pendidikan kesetaraan
jender yang telah dibentuk untuk diselidiki.
Dewan komite pendidikan kesetaraan jender sekolah atau pemerintah
pada waktu menangani kasus di atas, dapat membentuk tim penyelidik.
Tim penyelidik harus memiliki kesadaran akan kesetaraan jender
dalam pendidikan, dan jumlah anggota tim perempuan, harus melebihi 1/2
dari jumlah seluruh tim penyelidik, apabila diperlukan, sebagian dari
anggota tim penyelidik dapat dipilih dari orang luar. Sebagian dari anggota
tim penyelidik kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual di sekolah
merupakan pakar kesetaraan jender dalam pendidikan dan harus melebihi
1/3 dari keseluruhan jumlah tim penyelidik, dan pemerintah harus melebihi
1/2 dari keseluruhan jumlah tim penyelidik; Apabila kedua belah pihak yang
bersangkutan berbeda sekolah, maka sekolah pihak pemohon harus
menjadi anggota dewan komite.
Dewan komite kesetaraan jender dalam pendidikan atau tim
penyelidik dalam melakukan penyelidikan kasus tersebut, penyerta,
pemohon atau orang dan atau pihak yang diminta bantuan dan
kerjasamanya dalam penyelidikan tersebut, juga dapat memberikan
keterangan berdasarkan Undang-undang yang berlaku.
Peraturan perudang-undangan, prosedur adminitrasi yang berkaitan dengan
yurisdiksi, pemindahan, penghindarab, pelayanan, pengoreksian, dan
lain-lain harus berdasarkan Undang-undang ini.
Dewan komite kesetaraan jender dalam pendidikan dalam menyelidiki dan
menangani kasus tindak kekerasan dan pelecehan seksual tidak boleh
terpengaruh oleh proses pengadilan.
Dewan komite kesetaraan jender dalam pendidikan pada waktu menyelidiki
dan menangani kasus tindak kekerasan dan pelecehan seksual harus
menghindari perbedaan dari kedua belah pihak.
Pasal 31 Dewan komite kesetaraan jender dalam pendidikan sekolah atau pejabat
yang berwenang, setelah menerima permohonan atau laporan, dalam kurun
waktu selama 2 bulan harus menyelesaikan penyelidikan. Apabila diperlukan,
dewan komite ataupejabat berwenang dapat meminta perpanjangan waktu,
paling banyak sebanyak 2 kali, dan setiap kali tidak boleh melebihi satu
bulan, dan harus memberitahu pemohon, pelapor atau penyerta kasus.
Apabila dewan komite kesetaraan pendidikan telah menyelesaikan
penyelidikan, harus melaporkan secara tertulis hasil penyelidikan dan cara
penanganan kepada sekolah atau pejabat yang berwenang.
Sekolah atau pejabat yang berwenang, setelah menerima hasil laporan,
dalam waktu 2 bulan harus melakukan atau mengalihkan kepada pihak yang
berwenang untuk menghukum sesuai dengan Undang-undang ini atau
hukum yang berkaitan, dan memberitahukan secara tertulis duduk perkara
dan alasan kepada pemohon, pelapor atau penyerta kasus.
Sekolah atau pemerintah sebelum memutuskan hukuman di atas, dapat
meminta wakil dari dewan komite kesetaraan jender dalam pendidikan
untuk menjelaskannya terlebih dahulu.
Pasal 32 Pemohon dan penyerta kasus, apabila merasa tidak puas terhadap hasil
penyelidikan di atas, setelah menerima hasil laporan tertulis, dan terhitung
mulai keesokan harinya dalam waktu selama 20 hari, harus segera
mengajukan permohonan ulang disertai dengan alasannya kepada sekolah
atau pejabat yang berwenang.
Permohonan ulang hanya dapat diajukansebanyak satu kali.
Apabila sekolah atau pemerintah menemukan kejanggalan dalam proses
penyelidikan atau menebukan bukti baru yang dapat mempengaruhi hasil
penyelidikan di atas, maka dapat meminta dewan komite kesetaraan jender
dalam pendidikan untuk melakukan penyelidikan ulang.
Pasal 33 Dewan komite pendidikan kesetaraan jender setelah menerima
permohonan dari sekolah atau pemerintah untuk melakukan penyelidikan
ulang, segera membentuk tim penyelidik yang baru. Prosedur penyelidikan
dan penanganan, harus sesuai dengan peraturan yang berkaitan dengan
Undang-undang ini.
Pasal 34 Apabila pemohon dan penyerta kasus merasa tidak puas dengan hasil
penyelidikan ulang, setelah menerima hasil laporan tertulis, dan terhitung
mulai keesokan harinya dalam waktu selama 20 hari berdasarkan peraturan
di bawah ini dapat mengajukan bantuan:
1. Kepala sekolah negeri atau swasta, guru: berdasarkan undang-undang
guru.
2. Staf dari sekolah negeri yang sesuai dengan Undang-undang
pengangkatan pegawai negeri dan staf pengajar yang telah bekerja
sebelum masa berlakunya Undang-undang pengajar 3 Mei 1985: harus
berdasarkan Undang-undang Perlindungan Pegawai Negeri.
3. Staf sekolah swasta: berdasarkan Undang-undang kesetaraan
pekerjaan tanpa diskriminasi jender.
4. Pekerja di sekolah negeri atau swasta: berdasarkan Undang-undang
kesetaraan pekerjaan tanpa diskriminasi.
5. Murid di sekolah negeri atau swasta: menurut peraturan dapat
mengajukan permohonan kepada sekolah.
Pasal 35 Sekolah atau pemerintah dalam menerapkan Undang-undang terhadap
kasus yang ditangani, harus mempertimbangkan hasil penyelidikan dewan
komite pendidikan kesetaraan jender.
Pengadilan dalam menerapkan kasus di atas, harus mempertimbangkan
laporan dari berbagai tingkat dewan komite pendidikan kesetaraan jender.
BAB VI
Sanksi
Pasal 36 Sekolah yang melanggar pasal 13, pasal 14, pasal 16, pasal 20 ayat 2, pasal
22 ayat 2 ataupun pasal 27 ayat 3 akan dikenakan denda
sekurang-kurangnya sebanyak NTD$ 10,000 dan tidak melebihi NTD$
100,000.
Pelaku yang melanggar Undang-Undanf pasal 30 ayat 4 tanpa alasan
yang logis harus dilaporkan oleh sekolah kepada pihak berwajib dan
didenda sekurang-kurangnya NTD$10,000 tidak melebihi
NTD$50,000, dan akan didenda secara berturut-turut hingga dia
bersedia bekerjasama atau memberikan informasi terkait
BAB VI
Ketentuan Tambahan
Pasal 37 Pelaksanaan menyeluruh terhadap Undang-undang ini ditetapkan oleh
pemerintah yang berwenang.
Pasal 38 Undang-undang ini berlaku sejak dari tanggal diumumkan.
Download