Apabila interaksi antar masyarakat mengalami suatu gesekan

advertisement
Peranan Intelkam POLRI dalam mengantisipasi Konflik Sosial
(Studi di Wilayah Hukum Polda Lampung)
Oleh
Daniel Marbun,Nikmah Rosidah,Deni Achmad
Abstrak
Masyarakat merupakan elemen dasar dalam terbentuknya suatu Negara haruslah
saling bersatu. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi
menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kolektif dimana manusia
itu bergaul dan berinteraksi. Interaksi antar individu dengan keinginan dan tujuan
yang sama tersebut pada akhirnya melahirkan kebudayaan. Masyarakat adalah
suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain, sementara
kebudayaan adalah suatu sistem norma dan nilai yang terorganisasi yang menjadi
pegangan bagi masyarakat tersebut. Melalui kebudayaan, manusia menciptakan
tatanan kehidupan yang ideal di muka bumi. Apabila interaksi antar masyarakat
mengalami suatu gesekan ataupun pertentangan, tentunya hal ini dapat
menyebabkan konflik sosial. Konflik sosial dapat disebabkan oleh banyak hal,
yaitu perbedaan pemikiran, perbedaan latar belakang kebudayaan, perbedaan
kepentingan kelompok, perubahan nilai sosial yang cepat dalam masyarakat, dan
kesenjangan sosial yang ada. Intelkam POLRI yang menjadi garda terdepan dalam
menghadapi perubahan dinamika sosial masyarakat yang berkembang harus
sangat jeli dan peka. Hal ini untuk mengantisipasi terjadi Konflik Sosial di dalam
masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah peranan Intelkam
POLRI dalam mengantisipasi Konflik Sosial dan apa sajakah faktor-faktor
penghambat Intelkam POLRI dalam mengantisipasi Konflik Sosial.
Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan
yuridis empiris dan yuridis normatif. Sumber data yang digunakan adalah data
primer yaitu diperoleh dari wawancara dan perundang-undangan, data sekunder
adalah data-data yang diambil dari literatur yang berkaitan dengan pokok
permasalahan, karya-karya ilmiah dan hasil penelitian pakar sesuai dengan obyek
pembahasan penelitian, dan data tersier antara lain berupa bahan-bahan yanng
dapat menunjang bahan hukum primer dan sekunder.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis maka peranan Intelkam
POLRI dalam mengantisipasi konflik sosial adalah dengan memelihara kondisi
damai dalam masyarakat, mengembangkan sistem penyelesaian konflik secara
damai, meredam potensi konflik, dan membangun sistem peringatan dini. Sistem
penyelesaian masalah di tingkat terendah masyarakat pun dilakukan dengan
Rembuk Pekon atau penyelesaian masalah secara musyawarah untuk mufakat
tanpa harus dilakukannya proses hukum berupa litigasi, hal ini juga mencegah
terjadi konflik sosial yang beralaskan balas dendam apabila salah satu pihak
diproses secara hukum yang berlaku. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya,
Intelkam POLRI juga mendapat beberapa faktor penghambat yaitu faktor
1
kurangnya personil, kurang memadainya sarana dan prasarana, serta kurangnya
pendanaan guna menunjang kinerja intelkam.
Kata Kunci : Peranan, Intelkam, POLRI, Konflik Sosial
2
The Role’s of POLRI in Anticipation of Social Conflict
(Studies in Polda Lampung)
Society are the basic elements of a State shall be united with one another. Society
is the unity of human life which interact according to a particular system of
customs that are collective in which was associate and interacting. Interactions
between individuals with the same aim and goals that eventually produce culture.
Society is an organization of people who are related to each other, while culture is
a system of norms and values which organized the base of the society. Through
culture, humans create the ideal order of life on earth. If the interaction between
people having a friction or conflict, of course, this can lead to social conflict.
Social conflict can be caused by many things, namely the difference of thought,
differences in cultural backgrounds, different interests groups, rapid changes in
social values in the society, and the social inequalities that exist. POLRI who
became the frontline in the face of changing social dynamics that develop should
be very observant and sensitive. This is to anticipate happening in the community
Social Conflict.
This study aims to determine how the role of police in anticipation POLRI and
what are the inhibiting factors POLRI in anticipation Social Conflict.
Approach to the problem which is used in this paper is empirical and juridical
normative. Source of data used are primary data obtained from interviews and
legislation, secondary data is data taken from the literature relating to the subject
matter, scholarly works and research experts in accordance with the discussion of
the research object, and the data between the tertiary another form yanng materials
to support primary and secondary legal materials.
Based on the results of research by the author, the role of police in anticipation
Intelkam social conflict is to maintain the peace in the community, develop a
system of peaceful conflict resolution, reduce the potential for conflict, and
establish an early warning system. Problem resolution system at the lowest level
of the community is done with Rembuk Pekon or meeting of agreement without
judicial process in the form of litigation, it also prevents social conflicts that come
with revenge if one of the part be prosecuted in force. In performing its duties and
functions, POLRI also received several factors inhibiting factor is the lack of
personnel, inadequate infrastructure, and lack of funding to support Intelkam
performance.
Key Words : Role, Intelkam, POLRI, Social Conflict
3
1. PENDAHULUAN
Masyarakat yang merupakan elemen
dasar dalam terbentuknya suatu
Negara haruslah saling bersatu.
Masyarakat adalah kesatuan hidup
manusia yang berinteraksi menurut
suatu sistem adat istiadat tertentu
yang bersifat kolektif dimana
manusia itu bergaul dan berinteraksi.
Interaksi antar individu dengan
keinginan dan tujuan yang sama
tersebut pada akhirnya melahirkan
kebudayaan. Masyarakat adalah
suatu organisasi manusia yang saling
berhubungan satu sama lain,
sementara kebudayaan adalah suatu
sistem norma dan nilai yang
terorganisasi yang menjadi pegangan
bagi masyarakat tersebut. Melalui
kebudayaan, manusia menciptakan
tatanan kehidupan yang ideal di
muka bumi.1
Apabila interaksi antar masyarakat
mengalami suatu gesekan ataupun
pertentangan, tentunya hal ini dapat
menyebabkan
konflik
sosial.
Menurut Pasal 1 Bab 1 Ketentuan
Umum Undang-undang No. 7 Tahun
2012 tentang Penanganan Konflik
Sosial, bahwa definisi konflik sosial
adalah perseteruan dan/atau benturan
fisik dengan kekerasan antara dua
kelompok masyarakat atau lebih
yang berlangsung dalam waktu
tertentu dan berdampak luas yang
mengakibatkan ketidakamanan dan
disintegrasi
sosial
sehingga
mengganggu stabilitas nasional dan
menghambat pembangunan nasional.
Konflik sosial dapat disebabkan oleh
banyak
hal,
yaitu
perbedaan
pendirian, perbedaan latar belakang
kebudayaan, perbedaan kepentingan
1
Koentjaraningrat.
Kebudayaan,Mentalitas,danPembangunan.
1994. PT Gramedia: Jakarta, hlm . 138
dan kelompok, perubahan nilai sosial
yang cepat dalam masyarakat,
kesenjangan sosial ekonomi yang
ada.
Indonesia yang merupakan negara
yang terkenal akan kehomogenan
suku bangsa dan adat budaya. Jawa
Pos National Network (JPPN)
mencatat pada tahun 2012, Indonesia
memiliki 1.128 Suku Bangsa.2
Kehomogenan
ini
membuat
Indonesia menjadi negara yang bias
dikatakan
unik
dikarenakan
keanekaragaman kultur budaya yang
berbeda dapat dijadikan satu menjadi
Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
Kekayaan yang dimiliki Indonesia ini
sudah pasti menimbulkan dampak
positif dan negatif, karena itu
Indonesia mempunyai beraneka
ragam budaya yang timbul dari
masing-masing suku bangsa. Suku
bangsa dan adat budaya yang banyak
ini mempunyai sisi lain tentunya,
dengan hal-hal yang berbeda-beda ini
dapat
memicu
potensi-potensi
konflik sosial yang ada.
Lampung merupakan salah satu
provinsi di Indonesia yang termasuk
dalam daftar rawan konflik. Salah
satu konflik sosial yang paling
menghebohkan ialah konflik antar
suku yang terjadi di Desa Balinuraga
Kabupaten Lampung Selatan ataupun
konflik antar desa yang terjadi di
Bekri Lampung Tengah. Untuk itu,
sudah menjadi tugas dan peran
POLRI selaku salah satu institusi
penegak hukum di Indonesia dalam
meredam
dan
mengantisipasi
potensi-potensi konflik sosial yang
2
http://www.jpnn.com/jumlah_suku_di_Indo
nesia, dikunjungi tangga l 2 Setember 2012
pukul 23.10 WIB
4
ada. Institusi yang merupakan bagian
dari eksekutif ini menjadi pamong
terdepan
masyarakat
dalam
menegakkan supremasi hukum dari
segala aspek baik itu secara langsung
ataupun tak langsung.
Terjadinya konflik sosial dalam
masyarakat dapat menimbulkan
kerugian di salah satu ataupun
seluruh pihak yang terlibat dalam
konflik tersebut, dimana hal ini dapat
berupa kerusakan materiil dan moril.
Sebagai contoh jatuhnya korban
dalam konflik ini baik berupa lukaluka dan bahkan dapat terdapat
korban jiwa. Ketika hal ini terjadi,
sudah tentu terdapat juga tindak
pidana yang terjadi seperti yang telah
diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) Bab V yaitu
Tentang
kejahatan
terhadap
ketertiban umum dan Bab VII
Tentang
kejahatan
yang
membahayakan keamanan umum
bagi orang atau barang.
Secara langsung dikatakan karena
POLRI yang berinteraksi langsung
dengan masyarakat dalam mengawal
penegakan hukum yang ada, dan
secara tidak langsung dikatakan
karena POLRI menjadi penyambung
antara
Pemerintah
Pusat
ke
masyarakat
dalam
penyadaran
hukum serta pencerdasan hukum
yang dinamikanya berjalan dengan
cepat.
Sebagai tindak lanjut Instruksi
Presiden dikeluarkannya Ketetapan
MPR RI No. VII/MPR/2000 tentang
peran Kepolisian Negara Republik
Indonesia (POLRI) yang mempunyai
peran yang tidak lagi menjaga
keamanan
eksternal
negara
melainkan menjaga kestabilan dan
keamanan internal negara. Lebih
tepatnya hal ini tertuang pada Pasal 6
tentang Peran Kepolisian Negara
Republik Indonesia ayat (1) :
Kepolisian
Negara
Republik
Indonesia merupakan alat Negara
yang berperan dalam memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, memberikan
pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.3 Menurut UU No 2
Tahun 2002 Bab III Pasal 13 tentang
Kepolisian
Negara
Republik
Indonesia menjabarkan terdapat tiga
Tugas dan Wewenang Polri, yaitu :
Memelihara
Keamanan
dan
Ketertiban
Masyarakat
(HarKamTibMas),
Menegakkan
Hukum
(Penegakan
Hukum),
Memberikan
Perlindungan,
Pengayoman , dan Pelayanan kepada
Masyarakat (Melindungi Mengayomi
dan Melayani Masyarakat).
Ditinjau dari tiga tugas dan
wewenang
Polri
tersebut
mencerminkan bahwa kinerja POLRI
akan menjadi acuan dalam menilai
kinerja
instansi-instansi
negara
dalam
melaksanakan
“good
governance” atau pemerintahan yang
baik. Menjadi amanah yang berat
dikarenakan Indonesia memiliki
ribuan suku bangsa dan adat budaya.
Institusi Pemerintah yang merupakan
garda terdepan bagi masyarakat ini
harus bekerja ekstra dalam menjaga
keamanan nasional.
3
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia. Ketetapan Majelis
Permusyawaraan Rakyat Republik
Indonesia Nomor I/MPR/2003 tentang
Peninjauan Terhadap Materi dan Status
Hukum Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960
sampai dengan 2002. Sekretariat Jendral
MPR-RI. Jakarta. 2010. hlm. 91
5
Susunan Organisasi dan Tata Kerja
pada tingkat Kepolisian Daerah
terdapat berbagai satuan yang
mempunyai fungsi masing-masing,
yang dimana untuk konteks antisipasi
konflik tentunya sudah menjadi tugas
dan fungsi
pokok
Direktorat
Intelkam Keamanan (Ditintelkam).
Lebih tepatnya hal ini diatur dalam
Pasal
118
Peraturan
Kepala
Kepolisian
Negara
Republik
Indonesia No. 22 Tahun 2010, yaitu :
1. Membina
dan
menyelenggarakan kegiatan
Intelkam
dalam
bidang
keamanan,
termasuk
persandian
dan
produk
Intelkam, pembentukan dan
pembinaan jaringan Intelkam
kepolisian
baik
sebagai
bagian dari kegiatan satuansatuan atas maupun sebagai
bahan masukan penyusunan
rencana kegiatan operasional,
dan peringatan dini (early
warning);
2. Memberikan
pelayanan
administrasi dan pengawasan
senjata api atau bahan
peledak, orang asing, dan
kegiatan sosial atau politik
masyarakat sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan; dan
3. Mengumpulkan
dan
mengolah
data
serta
menyajikan informasi dan
dokumentasi
kegiatan
Ditintelkam.
Intelkam Polri yang memiliki
semboyan Indera Waspada Nagara
Raharja ini harus menjadi garda
terdepan
dalam
menganalisis
potensi-potensi konflik serta cermat
dalam membaca dinamika sosial
yang berkembang pada masyarakat
terlebih akan menjadi ekstra ketika
menilik kenyataan bahwa Negara
Indonesia memiliki lebih dari 230
juta penduduk. Strategi-strategi
Intelkam dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti pengumpulan,
penyimpanan, dan pemutakhiran
biodata tokoh formal atau informal
organisasi sosial, masyarakat, politik,
dan pemerintah serta penyusunan
prakiraan Intelkam keamanan dan
menyajikan hasil analisis setiap
perkembangan yang perlu mendapat
perhatian pimpinan.
Intelkam POLRI yang sejatinya
sudah harus mengetahui potensipotensi Konflik Sosial harus tetap
siaga
dalam
mengantisipasi
terjadinya konflik. Ketika terjadinya
konflik, peranan Intelkam dapat
dipertanyakan dalam konteks organ
pemerintah
yang
bertugas
mengamankan
Keamanan
dan
Ketertiban Masyarakat. Melalui PP
No 2 Tahun 2003 tentang Peraturan
Disiplin
Anggota
Kepolisian
Republik Indonesia menyatakan
bahwa POLRI harus memberikan
perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan dengan sebaik-baiknya
serta
memperhatikan
dan
menyelesaikan
dengan
sebaikbaiknya laporan atau pengaduan
masyarakat.
Pokok permasalahan yang diangkat
dalam
penelitian
ini
adalah
bagaimanakah
peran
Intelkam
POLRI dalam mengantisipasi konflik
social dan apakah yang menjadi
faktor-faktor penghambat Intelkam
POLRI dalam mengantisipasi konflik
social. Metode pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan yuridis normatif
dan yuridis empiris, dan juga
dilakukan
wawancara
kepada
narasumber sebagai penunjang data
6
sekunder. Sumber data adalah data
primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang diperoleh
secara langsung dari penelitian di
lapangan yang ada hubungannya
dengan masalah yang diteliti. Data
primer ini akan diambil dari
wawancara yang akan dilakukan
dengan dosen fakultas hukum unila.
Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari penelitian kepustakaan
yang meliputi buku-buku literatur,
peraturan
perundang-undangan,
dokumen-dokumen
resmi
dan
seterusnya.
Dalam
menentukan
narasumber, penulis menggunakan
metode purposive sampling, yaitu
metode yang mengambil sample
melalui
proses
penunjukan
berdasarkan tujuan yang ingin
dipenuhi melalui responden, maka
yang dijadikan sample sebagai
responden adalah 1 orang Kepala
Direktorat Intelkam Polda Lampung,
1 orang Anggota Direktorat Intelkam
Polda Lampung, 3 orang Masyarakat
Provinsi Lampung dan 1 orang dosen
Fakultas
Hukum
Universitas
Lampung.
2. HASIL PENELITIAN
PEMBAHASAN
DAN
A. Peranan Intelkam POLRI
dalam mengantisipasi Konflik
Sosial
POLRI
merupakan
institusi
pemerintah yang berada dibawah
pimpinan Eksekutif mempunyai
tugas pokok penegakan hukum,
memelihara keamanan ketertiban
masyarakat
(Kamtibmas),
serta
memberikan
perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat
dalam
rangka
terpeliharanya
negeri.4
keamanan
dalam
Dalam melaksanakan tugas pokok
tersebut maka dalam institusi
Kepolisian
Republik
Indonesia
diperlukan fungsi-fungsi kepolisian
yang mempunyai wilayah kerja
masing-masing yang saling terkait
dan terpadu. Fungsi kepolisian
tersebut salah satunya adalah
intelijen keamanan atau yang biasa
disebut intelkam yang berguna
sebagai Mata dan Telinga institusi
POLRI.
Intelijen
keamanan
merupakan
bagian integral dari fungsi organik
POLRI yang menyelenggarakan
kegiatan dan operasi intelijen baik
berupa penyelidikan, pengamanan
maupun penggalangan dalam bidang
keamanan
bagi
kepentingan
pelaksanaan tugas operasional dan
manajemen POLRI dalam rangka
mewujudkan
keamanan
dalam
negeri.
Upaya antisipasi Konflik Sosial
dapat dilakukan dengan berbagai
cara, dalam Pasal 6 Undang-Undang
No. 7 Tahun 2012 tentang
Penanganan
Konflik
Sosial
dijelaskan bahwa pencegahan konflik
terdiri dari :
i. Memelihara kondisi damai
dalam masyarakat
ii. Mengembangkan
sistem
penyelesaian konflik secara
damai
iii. Meredam potensi konflik
iv. Membangun
sistem
peringatan dini
4
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002
Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
7
Memelihara kondisi damai dalam
masyarakat merupakat pekerjaan
yang harus dilakukan secara terus
menerus tanpa ada perkecualian.
Kata “damai” mempunyai arti adalah
situasi tenang, ketiadaan gangguan
atau godaan.5 Hal ini dapat
diasumsikan kondisi damai dalam
masyarakat ialah situasi tenang atau
tidak adanya gangguan dari pihak
manapun baik itu dari dalam maupun
luar tatanan masyarakat yang dapat
menyebabkan terjadinya konflik
ataupun tindakan yang mengganggu
kedamaian tersebut.
Menjaga kondisi damai tidaklah hal
yang mudah, tidak mungkin situasi
damai akan tercipta apabila seluruh
komponen tidak saling bekerja sama
dalam menjaga kedamaian tersebut.
POLRI sebagai salah institusi
pemerintah yang bertugas menjaga
keamanan
pun
tidak
dapat
melakukannya
secara
sendirian
karena hal ini merupakan sesuatu
yang kompleks dan melibatkan
segala pihak.
Mengembangkan
sistem
penyelesaian konflik secara damai
merupakan salah satu cara dalam
mengantisipasi konflik sosial. Dalam
mengantisipasi ancaman terhadap
integrasi bangsa dan Kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), dibutuhkan peran serta
seluruh komponen masyarakat untuk
dapat menjaga ketentraman yang
sudah tercipta. Apabila, konflik
sosial terjadi, dibutuhkan cara-cara
penyelesaian yang efektif agar
konflik sosial tersebut tidak terulang
kembali.
Dalam hal ini, penyelesaian secara
litigasi atau jalur pengadilan dinilai
tidaklah efektif, hal ini dikarenakan
konflik sosial melibatkan masyarakat
banyak
dan
hal
ini
akan
menyebabkan konflik yang semakin
rumit.
Untuk
itu,
cara-cara
penyelesaian secara non-litigasi
dinilai cara yang efektif dalam
konteks menyelesaikan persoalan
konflik yang bertujuan agar tidak
terulang kembali.
Berdasarkan penelitian para pakar,
pada dasarnya budaya untuk
konsiliasi
atau
musyawarah
merupakan nilai masyarakat yang
meluas di Indonesia. Berbagai suku
bangsa di Indonesia mempunyai
penyelesaian konflik secara damai,
misalnya masyarakat Jawa, Bali,
Sulawesi Selatan, Sumatera Barat,
Sumatera
Selatan,
Lampung,
Lombok, Irian Jaya, dan masyarakat
Toraja.6
Konflik sosial yang terjadi sekarang
lebih ke arah akibat dari egoisme
sosial masyarakat yang semakin
tinggi dan rasa toleransi yang
berkurang. Dalam konteks tersebut,
konflik yang terjadi sering dikaitkan
dengan membawa-bawa SARA
(Suku, Ras, dan Agama) ke dalam
konflik yang sebenarnnya konflik
tersebut tak ada hubungannya dengan
SARA.
Bentuk terbaru penyelesaian konflik
secara damai di Lampung ialah
dengan cara mengadakan Rembuk
Pekon. Rembuk pekon ialah wadah
penyelesaian konflik dengan cara
mengumpulkan masyarakat dan
unsur pemerintah pada lini terdepam
5
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa, 1990. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka. hlm 319
6
T.O. Ihromi, Antropology dan Hukum,
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,1984, hlm.
17.
8
di
tingkat
pekon/desa
untuk
menyelesaikan masalah yang ada
guna dicarikan solusi dengan cara
musyawarah dan mufakat.
Rembuk Pekon diharapkan mampu
membina kepekaan dan kemampuan
masyarakat dalam mendeteksi secara
dini setiap potensi persoalan yang
mungkin muncul untuk kemudian
melakukan upaya penanggulangan
dan penyelesaian secara menyeluruh.
Hal ini secara tidak langsung
mengharuskan aparat pekon agar
selalu peka terhadap berbagai
peristiwa yang dapat mengarah
kepada perpecahan yang terjadi
diluar pekon/desa agar jangan terjadi
di daerah setempat, factor keamanan
merupakan tanggung jawab bersama
bukan hanya tanggung jawab aparat
kepolisian.
Unsur-unsur yang terlibat dalam
forum rembuk pekon antara lain
terdiri dari kepala pekon/desa atau
lurah, ketua adat, tokoh pemuda dan
agama, badan pembinaan desa dari
unsure TNI, serta badan pembinaan
keamanan dan ketertiban masyarakat
dari unsure POLRI. Cara antisipasi
konflik sosial ini dikaitkan dengan
situasi Provinsi Lampung yang masih
kental dengan adat budaya terkhusus
di daerah-daerah pedesaan, hal ini
pula agar mencegah maraknya
konflik sosial yang terjadi di
Lampung seperti yang terjadi di
Lampung Selatan, Mesuji, Lampung
Timur, Lampung Tengah dan lainlain.
Teori
Multikulturalisme
harus
digunakan
untuk
memperkuat
integrasi bangsa yang dimana dalam
teori ini memungkinkan kelompokkelompok etnik dan budaya hidup
berdampingan secara damai dalam
prinsip ko-eksistensi dan proeksistensi,
yakni
menghormati
budaya lain sekaligus memiliki
kesadaran untuk ambil bagian
memecahkan masalah kelompok lain.
Hal tersebut sekaligus merupakan
upaya yang jitu untuk menghindari
konflik. Dengan demikian, konflik
sosial dapat diminimalisir atau
bahkan ditiadakan.
Menurut
Soerjono
Soekanto,
peotensi-potensi konflik disebabkan
oleh 4 (empat) hal, yaitu perbedaan
antar
individu,
perbedaan
kebudayaan, perbedaan kepentingan,
dan perubahan sosial. Perbedaan
antar individu merupakan perbedaan
yang
menyangkut
perasaan,
pendirian, atau ide yang berkaitan
dengan harga diri, kebanggaan, dan
identitas seseorang.7
Perbedaan kebudayaan merupakan
kepribadian seseorang dibentuk oleh
keluarga dan masyarakat. Perbedaan
kepentingan merupakan perbedaan
tujuan atau kepentingan dari setiap
kelompok maupun individual yang
dapat menimbulkan konflik di antara
mereka. Perubahan sosial yang
terlalu cepat pada suatu masyarakat
dapat mengganggu keseimbangan
sistem nilai dan norma yang berlaku,
akibatnya konflik dapat terjadi
karena adanya ketidaksesuaian antara
harapan individu dengan masyarakat,
Meredam potensi konflik sosial dapat
dilakukan dengan cara mempererat
rasa toleransi antar sesama diantara
berbagai macam perbedaan yang ada.
Masyarakat sekarang cenderung
lebih mudah terprovokasi ke dalam
sebuah konflik. Hal ini banyak
7
Soerjono Soekamto. Sosiologi Suatu
Pengantar. 2009. Rajawali Press. Jakarta.
hlm. 212
9
dikarenakan faktor individualistis
yang semakin tinggi sehingga
perubahan sosial berkembang dengan
sangat cepat.
Di dalam struktur Intelkam POLRI
terdapat sistem deteksi Intelpampol
(Intelijen dan Pengamanan POLRI).
Sistem ini sebagai bagian dari Sistem
Operasional Intelpampol dalam
rangka mewujudkan kempampuan
Intelpampol
sebagaimana
yang
ditetapkan. Pada hakekatnya sistem
deteksi ini bertitik tolak dari dasardasar pelaksanaan tugas Intelpampol.
Dasar-dasar
pelaksanaan
tugas
Intelpampol bermula dari pengertian
bahwa intelijen adalah untuk
pimpinan
dalam
kualifikasinya
sebagai Kepala/Komandan, sebagai
unsur pemerintah, sebagai pimpinan
masyarakat, sebagai bapak dari
keluarga besar POLRI. Sistem
Deteksi Intelpampol dapat dilihat
dari subyek penyelenggara, metode
yang
dipakai,
serta
obyek
sasarannya.
a. Subyek
Deteksi
Intelpampol
diselenggarakan
melalui
jaringan Intelpampol di atas
permukaan
(jaringan
Intelpampol
structural
formal) mulai dari tingkat
Polsek (Kepolisian Sektor)
sampai dengan tingkat Mabes
POLRI dengan menetapkan
Polsek sebagai Basis Deteksi
Intelpampol,
Polres
(Kepolisian Resort) sebagai
Basis Operasional dan Polwil
(Kepolisian Wilayah) ke atas
memberikan Back
Up
Operasional.
b. Metode
Metode yang dipergunakan
dalam
penyelenggaraan
deteksi Intempampol dengan
mempergunakan Pola HTCK
(Hubungan Tata Cara Kerja)
yang berlaku sesuai dengan
Petunjuk
Pelaksana
Hubungan Tata Cara Kerja
meliputi Vertikal, Horizontal,
Diagonal dan Lintas Sektoral,
serta Hubungan Tata Cara
Kerja dalam kaitan Intelijen
Komuniti dimana dalam
pengumpulan
bahan
keterangan dilakukan melalui
jalur
structural
formal,
opsional, dan jalur jaringan
bawah permukaan.
c. Obyek
Obyek dalam konteks ini
ialah sebagai sasaran deteksi
bertitik tolak kepada tiga
dimensi Kamtibmas yang
meliputi dimensi Rangking
bobot ancaman, Rangking
derajat
kemungkinan
terjadinya, dan Rangking
kerawanan daerah.
Sistem deteksi dini yang berjalan di
tingkat
kewilayahan
akan
menghasilkan informasi Intelijen
yang diperoleh melalui suatu proses
pengolahan dari bahan keterangan
yang didapat. Bahan keterangan
merupakan bahan dasar yang masih
mentah. Bahan mentah terbagi
menjadi dua jenis, yaitu bahan
mentah yang memenuhi syarat dan
ada yang tidak memenuhi syarat
untuk dijadikan intelijen.
Setiap informasi yang diberikan
anggota Intelkam POLRI yang
bertujuan memberikan masukan
kepada pimpinan untuk melakukan
deteksi dini tidak semata-mata
diberikan secara mentah, tetapi
10
melalui tahapan-tahapan pengolahan
dengan analisa yang tinggi. Proses
analisis intelkam meliputi:
1. Pengumpulan Bahan atau
Data
2. Pembuatan Hipotesa
3. Pengumpulan
Data
Tambahan
4. Analisis
5. Konklusi
B. Faktor-faktor
penghambat
Intelkam
POLRI
dalam
mengantisipasi Konflik Sosial
Menciptakan,
memelihara,
dan
mempertahankan kedamaian, pokok
penegakan
hukum
sebenarnya
terletak pada faktor-faktor yang
mungkin mempengaruhinya. Faktorfaktor tersebut mempunyai arti yang
netral, sehingga dampak positif atau
negatifnya terletak pada isi faktorfaktor tersebut
Faktor-faktor
tersebut
adalah,
sebagai berikut:
1. Faktor hukumnya sendiri,
dalam hal ini dibatasi pada
undang-undang saja.
2. Faktor penegak hukum,
yakni pihak-pihak yang
membentuk maupun
menerapkan hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas
yang mendukung penegakan hukum.
4. Faktor masyarakat, yakni
lingkungan dimana hukum
tersebut berlaku atau
diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni
sebagai hasil karya, cipta,
dan rasa yang didasarkan
pada karsa manusia di
dalam pergaulan hidup. 8
8
Soekanto, Soerjono. Faktor-faktor Penegakan
Hukum.Jakarta 1983. hlm 8
Kelima faktor tersebut saling
berkaitan dengan eratnya, oleh
karenanya merupakan esensi dari
penegakan hukum, juga merupakan
tolak ukur dari efektivitas penegakan
hukum. Dengan demikian, maka
kelima faktor tersebut akan dibahas
lebih lanjut dengan mengetengahkan
contoh-contoh yang diambil dari
kehidupan masyarakat Indonesia.
Fator-faktor penghambat Intelkam
POLRI dalam mengantsipasi Konflik
sosial antara lain kurangnya personil,
kurangnya
pendanaan,
dan
kurangnya sarana dan prasarana guna
menunjang kinerja satuan Direktorat
Intelijen dan Keamanan Polda
Lampung.
Personil
merupakan
anggota dari suatuJumlah personil
Intelkam yang ideal untuk ukuran
Polda ialah sebanyak 133 (seratus
tiga puluh tiga) personil, sedangkan
Polda Lampung hanya memiliki 68
(enam puluh delapan) personil yang
terdiri dari 61 (enam puluh satu) dari
unsur kepolisian serta 7 (tujuh) dari
PNS yang diperbantukan.
Wilayah Provinsi Lampung yang
cukup luas tentunya memerlukan
satuan yang ideal dalam bentuk
kuantitas guna menjaga keamanan
dan ketertiban masyarakat. Jumlah
personil Intelijen dan Keamanan
Polda Lampung yang hanya sebesar
50% dari jumlah ideal sudah tentu
menjadikan kurang efektifnya kinerja
Intelkam
dalam
mengantisipasi
Konflik Sosial di wilayah Provinsi
Lampung.
Selain kurangnya personil, terdapat
kendala klasik yang menjadi salah
satu faktor penghambat Intelkam
POLRI dalam mengantisipasi konflik
sosial. Masalah pendanaan dapat
menjadi
salah
satu
faktor
11
penghambat
kinerja
POLRI
terkhusus Intelkam yang merupakan
bagian dari Institusi POLRI di bagian
lapangan atau yang bersentuhan
langsung dengan masyarakat.
Intelkam yang harfiahnya merupakan
“orang lapangan” atau pelaksana
teknis tentunya memerlukan dana
yang lebih banyak dibandingkan
satuan POLRI yang berada di bagian
kantor. Faktor dana yang dikeluarkan
pusat
dalam menunjang kinerja
aparat masih minim, hal inilah yang
menjadi
salah
satu
faktor
penghambat Intelkam POLRI dalam
bertugas.
Faktor lain yang dapat menghambat
kinerja Intelkam POLRI ialah kurang
memadainya sarana dan prasarana.
Dalam mengantisipasi konflik sosial
yang dapat dikategorikan sebagai
permasalahan yang berjalan dengan
sangat cepat, tentunya memerlukan
sarana dan prasarana yang cukup
memadai agar dapat menunjang
kinerja aparat dalam mengantisipasi
tidak terjadinya permasalahan atau
konflik sosial tersebut.
Sarana dan prasarana yang dimiliki
Polda Lampung saat ini dirasa
kurang memadai dan sudah cukup
berumur sehingga diperlukan adanya
peremajaan agar dapat menunjang
kinerja Intelkam POLRI dalam
mengantisipasi konflik sosial di
wilayah Provinsi Lampung. Seperti
contoh perlu ditambah lagi angkutan
roda
empat
sebagai
sarana
transportasi aparat dalam bekerja
sehari-hari maupun ketika terjadinya
permasalahan
keamanan
dan
ketertiban di Provinsi Lampung.
3. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah
dipaparkan pada hasil penelitian dan
pembahasan, maka pada bagian
penutup ini dikemukakan beberapa
kesimpulan sebagai hasil dari
pembahasan
tentang
peranan
Intelkam
POLRI
dalam
mengantisipasi Konflik Sosial.
1.
Peranan yang dilakukan
oleh pihak Intelijen dan
Keamanan POLRI dalam
mengantisipasi
Konflik
Sosial adalah berdasarkan
Pasal 6 Undang-Undang No.
7 Tahun 2012 tentang
Penanganan Konflik Sosial
yaitu meliputi memelihara
kondisi
damai
dalam
masyarakat,
mengembangkan
sistem
penyelesaian konflik secara
damai, meredam potensi
konflik, dan membangun
sistem peringatan dini.
Dalam
mengantisipasi
konflik sosial terkhusus di
wilayah Provinsi Lampung,
POLRI telah melakukan
inovasi berupa Rembuk
Pekon yang merupakan cara
penyelesaian masalah dari
tingkatan
terendah
masyarakat
secara
musyawarah untuk mufakat
tanpa harus adanya proses
hukum secara litigasi.
Proses pendekatan secara
emosional jauh terbukti
lebih efektif dibandingkan
dengan cara represif guna
menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat. Hal
ini
dikarenakan
sifat
12
masyarakat Sumatera yang
dikenal
keras
dan
mempunyai
harga
diri
tinggi,
dan
tindakan
pendekatan emosional dapt
mencegah timbulnya konflik
sosial yang lebih besar
apabila dilakukan tindakan
penanggulangan
secara
represif.
Ketika terjadinya konflik
sosial terkhusus di wilayah
Provinsi
Lampung,
bukanlah
dikarenakan
adanya tindakan indisipliner
dan kealpaan dari Intelkam
POLRI, melainkan karena
perkembangan
konflik
berjalan dengan sangat
cepat dan masyarakat yang
terlibat cukup banyak serta
tidak
lagi
memikirkan
dampak sosial dan dampak
hukum yang akan dihadapi.
2.
Faktor-faktor yang menjadi
penghambat
Intelkam
POLRI
dalam
mengantisipasi
Konflik
Sosial yaitu:
a. Faktor Personil
Faktor prsonil yang
hanya mencapai 50%
dari komposisi ideal di
tingkatan Polda sudah
tentu
mengganggu
kinerja Intelkam dalam
melaksanakan tugas dan
fungsinya
dalam
menjaga
dan
memelihara keamanan
ketertiban
serta
mengantisipasi
terjadinya konflik sosial
dalam masyarakat.
b. Faktor Sarana dan
Prasarana
c.
Kurangnya sarana dan
prasarana yang dimiliki
Intelkam
Polda
Lampung merupakan
salah
satu
faktor
penghambat. Luasnya
wilayah
hukum
Provinsi Lampung serta
cepatnya dinamika yang
berkembang
di
masyarakat
mengharuskan Intelkam
POLRI memiliki sarana
dan
prasarana
yag
sudah
tentu
harus
mumpuni.
Hal
ini
dikarenakan
agar
informasi yang didapat
cepat dilaporkan dan
dengan cepat juga dapat
dilakukan
tindakan
menjawab
dinamika
yang berkembang.
Faktor Pendanaan
Faktor
Pendanaan
sering dianggap sebagai
alasan yang klasik dari
anggota POLRI ketika
kinerja yang dilakukan
tidaklah
maksimal,
akan tetapi faktor ini
secara tidak langsung
juga
mempengaruhi
tingkat kinerja Intelkam
dalam kerja sehari-hari
yang
mengharuskan
aparat
berinteraksi
langsung
kepada
masyarakat.
13
DAFTAR PUSTAKA
Ihromi, T.O. 1984. Antropology dan
Hukum. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia
Koentjaraningrat.
1994.
Kebudayaan,Mentalitas,danP
embangunan. PT Gramedia:
Jakarta
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia. 2010.
Ketetapan
Majelis
Permusyawaraan
Rakyat
Republik Indonesia Nomor
I/MPR/2003
tentang
Peninjauan Terhadap Materi
dan Status Hukum Ketetapan
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat
Sementara
dan
Ketetapan
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat
Republik Indonesia Tahun
1960 sampai dengan 2002.
Sekretariat Jendral MPR-RI,
Jakarta
Soekanto, Soerjono. 1983. FaktorFaktor Penegakan Hukum.
PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta
----------2009.
Sosiologi
Suatu
Pengantar. Rajawali Press.
Jakarta
Tim
Penyusun
Kamus
Pusat
Pembinaan
dan
Pengembangan Bahasa. 1990.
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002 Tentang Kepolisian Republik
Indonesia
http://www.jpnn.com/jumlah-sukudi-Indonesia, dikunjungi tanggal 2
September 2012
14
Download