Peranan Intelkam POLRI dalam mengantisipasi Konflik Sosial (Studi di Wilayah Hukum Polda Lampung) Oleh Daniel Marbun,Nikmah Rosidah,Deni Achmad Abstrak Masyarakat merupakan elemen dasar dalam terbentuknya suatu Negara haruslah saling bersatu. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kolektif dimana manusia itu bergaul dan berinteraksi. Interaksi antar individu dengan keinginan dan tujuan yang sama tersebut pada akhirnya melahirkan kebudayaan. Masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain, sementara kebudayaan adalah suatu sistem norma dan nilai yang terorganisasi yang menjadi pegangan bagi masyarakat tersebut. Melalui kebudayaan, manusia menciptakan tatanan kehidupan yang ideal di muka bumi. Apabila interaksi antar masyarakat mengalami suatu gesekan ataupun pertentangan, tentunya hal ini dapat menyebabkan konflik sosial. Konflik sosial dapat disebabkan oleh banyak hal, yaitu perbedaan pemikiran, perbedaan latar belakang kebudayaan, perbedaan kepentingan kelompok, perubahan nilai sosial yang cepat dalam masyarakat, dan kesenjangan sosial yang ada. Intelkam POLRI yang menjadi garda terdepan dalam menghadapi perubahan dinamika sosial masyarakat yang berkembang harus sangat jeli dan peka. Hal ini untuk mengantisipasi terjadi Konflik Sosial di dalam masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah peranan Intelkam POLRI dalam mengantisipasi Konflik Sosial dan apa sajakah faktor-faktor penghambat Intelkam POLRI dalam mengantisipasi Konflik Sosial. Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan yuridis empiris dan yuridis normatif. Sumber data yang digunakan adalah data primer yaitu diperoleh dari wawancara dan perundang-undangan, data sekunder adalah data-data yang diambil dari literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan, karya-karya ilmiah dan hasil penelitian pakar sesuai dengan obyek pembahasan penelitian, dan data tersier antara lain berupa bahan-bahan yanng dapat menunjang bahan hukum primer dan sekunder. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis maka peranan Intelkam POLRI dalam mengantisipasi konflik sosial adalah dengan memelihara kondisi damai dalam masyarakat, mengembangkan sistem penyelesaian konflik secara damai, meredam potensi konflik, dan membangun sistem peringatan dini. Sistem penyelesaian masalah di tingkat terendah masyarakat pun dilakukan dengan Rembuk Pekon atau penyelesaian masalah secara musyawarah untuk mufakat tanpa harus dilakukannya proses hukum berupa litigasi, hal ini juga mencegah terjadi konflik sosial yang beralaskan balas dendam apabila salah satu pihak diproses secara hukum yang berlaku. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Intelkam POLRI juga mendapat beberapa faktor penghambat yaitu faktor 1 kurangnya personil, kurang memadainya sarana dan prasarana, serta kurangnya pendanaan guna menunjang kinerja intelkam. Kata Kunci : Peranan, Intelkam, POLRI, Konflik Sosial 2 The Role’s of POLRI in Anticipation of Social Conflict (Studies in Polda Lampung) Society are the basic elements of a State shall be united with one another. Society is the unity of human life which interact according to a particular system of customs that are collective in which was associate and interacting. Interactions between individuals with the same aim and goals that eventually produce culture. Society is an organization of people who are related to each other, while culture is a system of norms and values which organized the base of the society. Through culture, humans create the ideal order of life on earth. If the interaction between people having a friction or conflict, of course, this can lead to social conflict. Social conflict can be caused by many things, namely the difference of thought, differences in cultural backgrounds, different interests groups, rapid changes in social values in the society, and the social inequalities that exist. POLRI who became the frontline in the face of changing social dynamics that develop should be very observant and sensitive. This is to anticipate happening in the community Social Conflict. This study aims to determine how the role of police in anticipation POLRI and what are the inhibiting factors POLRI in anticipation Social Conflict. Approach to the problem which is used in this paper is empirical and juridical normative. Source of data used are primary data obtained from interviews and legislation, secondary data is data taken from the literature relating to the subject matter, scholarly works and research experts in accordance with the discussion of the research object, and the data between the tertiary another form yanng materials to support primary and secondary legal materials. Based on the results of research by the author, the role of police in anticipation Intelkam social conflict is to maintain the peace in the community, develop a system of peaceful conflict resolution, reduce the potential for conflict, and establish an early warning system. Problem resolution system at the lowest level of the community is done with Rembuk Pekon or meeting of agreement without judicial process in the form of litigation, it also prevents social conflicts that come with revenge if one of the part be prosecuted in force. In performing its duties and functions, POLRI also received several factors inhibiting factor is the lack of personnel, inadequate infrastructure, and lack of funding to support Intelkam performance. Key Words : Role, Intelkam, POLRI, Social Conflict 3 1. PENDAHULUAN Masyarakat yang merupakan elemen dasar dalam terbentuknya suatu Negara haruslah saling bersatu. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kolektif dimana manusia itu bergaul dan berinteraksi. Interaksi antar individu dengan keinginan dan tujuan yang sama tersebut pada akhirnya melahirkan kebudayaan. Masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain, sementara kebudayaan adalah suatu sistem norma dan nilai yang terorganisasi yang menjadi pegangan bagi masyarakat tersebut. Melalui kebudayaan, manusia menciptakan tatanan kehidupan yang ideal di muka bumi.1 Apabila interaksi antar masyarakat mengalami suatu gesekan ataupun pertentangan, tentunya hal ini dapat menyebabkan konflik sosial. Menurut Pasal 1 Bab 1 Ketentuan Umum Undang-undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, bahwa definisi konflik sosial adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional. Konflik sosial dapat disebabkan oleh banyak hal, yaitu perbedaan pendirian, perbedaan latar belakang kebudayaan, perbedaan kepentingan 1 Koentjaraningrat. Kebudayaan,Mentalitas,danPembangunan. 1994. PT Gramedia: Jakarta, hlm . 138 dan kelompok, perubahan nilai sosial yang cepat dalam masyarakat, kesenjangan sosial ekonomi yang ada. Indonesia yang merupakan negara yang terkenal akan kehomogenan suku bangsa dan adat budaya. Jawa Pos National Network (JPPN) mencatat pada tahun 2012, Indonesia memiliki 1.128 Suku Bangsa.2 Kehomogenan ini membuat Indonesia menjadi negara yang bias dikatakan unik dikarenakan keanekaragaman kultur budaya yang berbeda dapat dijadikan satu menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kekayaan yang dimiliki Indonesia ini sudah pasti menimbulkan dampak positif dan negatif, karena itu Indonesia mempunyai beraneka ragam budaya yang timbul dari masing-masing suku bangsa. Suku bangsa dan adat budaya yang banyak ini mempunyai sisi lain tentunya, dengan hal-hal yang berbeda-beda ini dapat memicu potensi-potensi konflik sosial yang ada. Lampung merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk dalam daftar rawan konflik. Salah satu konflik sosial yang paling menghebohkan ialah konflik antar suku yang terjadi di Desa Balinuraga Kabupaten Lampung Selatan ataupun konflik antar desa yang terjadi di Bekri Lampung Tengah. Untuk itu, sudah menjadi tugas dan peran POLRI selaku salah satu institusi penegak hukum di Indonesia dalam meredam dan mengantisipasi potensi-potensi konflik sosial yang 2 http://www.jpnn.com/jumlah_suku_di_Indo nesia, dikunjungi tangga l 2 Setember 2012 pukul 23.10 WIB 4 ada. Institusi yang merupakan bagian dari eksekutif ini menjadi pamong terdepan masyarakat dalam menegakkan supremasi hukum dari segala aspek baik itu secara langsung ataupun tak langsung. Terjadinya konflik sosial dalam masyarakat dapat menimbulkan kerugian di salah satu ataupun seluruh pihak yang terlibat dalam konflik tersebut, dimana hal ini dapat berupa kerusakan materiil dan moril. Sebagai contoh jatuhnya korban dalam konflik ini baik berupa lukaluka dan bahkan dapat terdapat korban jiwa. Ketika hal ini terjadi, sudah tentu terdapat juga tindak pidana yang terjadi seperti yang telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab V yaitu Tentang kejahatan terhadap ketertiban umum dan Bab VII Tentang kejahatan yang membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang. Secara langsung dikatakan karena POLRI yang berinteraksi langsung dengan masyarakat dalam mengawal penegakan hukum yang ada, dan secara tidak langsung dikatakan karena POLRI menjadi penyambung antara Pemerintah Pusat ke masyarakat dalam penyadaran hukum serta pencerdasan hukum yang dinamikanya berjalan dengan cepat. Sebagai tindak lanjut Instruksi Presiden dikeluarkannya Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000 tentang peran Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) yang mempunyai peran yang tidak lagi menjaga keamanan eksternal negara melainkan menjaga kestabilan dan keamanan internal negara. Lebih tepatnya hal ini tertuang pada Pasal 6 tentang Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia ayat (1) : Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.3 Menurut UU No 2 Tahun 2002 Bab III Pasal 13 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menjabarkan terdapat tiga Tugas dan Wewenang Polri, yaitu : Memelihara Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (HarKamTibMas), Menegakkan Hukum (Penegakan Hukum), Memberikan Perlindungan, Pengayoman , dan Pelayanan kepada Masyarakat (Melindungi Mengayomi dan Melayani Masyarakat). Ditinjau dari tiga tugas dan wewenang Polri tersebut mencerminkan bahwa kinerja POLRI akan menjadi acuan dalam menilai kinerja instansi-instansi negara dalam melaksanakan “good governance” atau pemerintahan yang baik. Menjadi amanah yang berat dikarenakan Indonesia memiliki ribuan suku bangsa dan adat budaya. Institusi Pemerintah yang merupakan garda terdepan bagi masyarakat ini harus bekerja ekstra dalam menjaga keamanan nasional. 3 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Ketetapan Majelis Permusyawaraan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan 2002. Sekretariat Jendral MPR-RI. Jakarta. 2010. hlm. 91 5 Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada tingkat Kepolisian Daerah terdapat berbagai satuan yang mempunyai fungsi masing-masing, yang dimana untuk konteks antisipasi konflik tentunya sudah menjadi tugas dan fungsi pokok Direktorat Intelkam Keamanan (Ditintelkam). Lebih tepatnya hal ini diatur dalam Pasal 118 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 22 Tahun 2010, yaitu : 1. Membina dan menyelenggarakan kegiatan Intelkam dalam bidang keamanan, termasuk persandian dan produk Intelkam, pembentukan dan pembinaan jaringan Intelkam kepolisian baik sebagai bagian dari kegiatan satuansatuan atas maupun sebagai bahan masukan penyusunan rencana kegiatan operasional, dan peringatan dini (early warning); 2. Memberikan pelayanan administrasi dan pengawasan senjata api atau bahan peledak, orang asing, dan kegiatan sosial atau politik masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 3. Mengumpulkan dan mengolah data serta menyajikan informasi dan dokumentasi kegiatan Ditintelkam. Intelkam Polri yang memiliki semboyan Indera Waspada Nagara Raharja ini harus menjadi garda terdepan dalam menganalisis potensi-potensi konflik serta cermat dalam membaca dinamika sosial yang berkembang pada masyarakat terlebih akan menjadi ekstra ketika menilik kenyataan bahwa Negara Indonesia memiliki lebih dari 230 juta penduduk. Strategi-strategi Intelkam dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti pengumpulan, penyimpanan, dan pemutakhiran biodata tokoh formal atau informal organisasi sosial, masyarakat, politik, dan pemerintah serta penyusunan prakiraan Intelkam keamanan dan menyajikan hasil analisis setiap perkembangan yang perlu mendapat perhatian pimpinan. Intelkam POLRI yang sejatinya sudah harus mengetahui potensipotensi Konflik Sosial harus tetap siaga dalam mengantisipasi terjadinya konflik. Ketika terjadinya konflik, peranan Intelkam dapat dipertanyakan dalam konteks organ pemerintah yang bertugas mengamankan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat. Melalui PP No 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia menyatakan bahwa POLRI harus memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan dengan sebaik-baiknya serta memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaikbaiknya laporan atau pengaduan masyarakat. Pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimanakah peran Intelkam POLRI dalam mengantisipasi konflik social dan apakah yang menjadi faktor-faktor penghambat Intelkam POLRI dalam mengantisipasi konflik social. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris, dan juga dilakukan wawancara kepada narasumber sebagai penunjang data 6 sekunder. Sumber data adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari penelitian di lapangan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Data primer ini akan diambil dari wawancara yang akan dilakukan dengan dosen fakultas hukum unila. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang meliputi buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi dan seterusnya. Dalam menentukan narasumber, penulis menggunakan metode purposive sampling, yaitu metode yang mengambil sample melalui proses penunjukan berdasarkan tujuan yang ingin dipenuhi melalui responden, maka yang dijadikan sample sebagai responden adalah 1 orang Kepala Direktorat Intelkam Polda Lampung, 1 orang Anggota Direktorat Intelkam Polda Lampung, 3 orang Masyarakat Provinsi Lampung dan 1 orang dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung. 2. HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN DAN A. Peranan Intelkam POLRI dalam mengantisipasi Konflik Sosial POLRI merupakan institusi pemerintah yang berada dibawah pimpinan Eksekutif mempunyai tugas pokok penegakan hukum, memelihara keamanan ketertiban masyarakat (Kamtibmas), serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya negeri.4 keamanan dalam Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut maka dalam institusi Kepolisian Republik Indonesia diperlukan fungsi-fungsi kepolisian yang mempunyai wilayah kerja masing-masing yang saling terkait dan terpadu. Fungsi kepolisian tersebut salah satunya adalah intelijen keamanan atau yang biasa disebut intelkam yang berguna sebagai Mata dan Telinga institusi POLRI. Intelijen keamanan merupakan bagian integral dari fungsi organik POLRI yang menyelenggarakan kegiatan dan operasi intelijen baik berupa penyelidikan, pengamanan maupun penggalangan dalam bidang keamanan bagi kepentingan pelaksanaan tugas operasional dan manajemen POLRI dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri. Upaya antisipasi Konflik Sosial dapat dilakukan dengan berbagai cara, dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dijelaskan bahwa pencegahan konflik terdiri dari : i. Memelihara kondisi damai dalam masyarakat ii. Mengembangkan sistem penyelesaian konflik secara damai iii. Meredam potensi konflik iv. Membangun sistem peringatan dini 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 7 Memelihara kondisi damai dalam masyarakat merupakat pekerjaan yang harus dilakukan secara terus menerus tanpa ada perkecualian. Kata “damai” mempunyai arti adalah situasi tenang, ketiadaan gangguan atau godaan.5 Hal ini dapat diasumsikan kondisi damai dalam masyarakat ialah situasi tenang atau tidak adanya gangguan dari pihak manapun baik itu dari dalam maupun luar tatanan masyarakat yang dapat menyebabkan terjadinya konflik ataupun tindakan yang mengganggu kedamaian tersebut. Menjaga kondisi damai tidaklah hal yang mudah, tidak mungkin situasi damai akan tercipta apabila seluruh komponen tidak saling bekerja sama dalam menjaga kedamaian tersebut. POLRI sebagai salah institusi pemerintah yang bertugas menjaga keamanan pun tidak dapat melakukannya secara sendirian karena hal ini merupakan sesuatu yang kompleks dan melibatkan segala pihak. Mengembangkan sistem penyelesaian konflik secara damai merupakan salah satu cara dalam mengantisipasi konflik sosial. Dalam mengantisipasi ancaman terhadap integrasi bangsa dan Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dibutuhkan peran serta seluruh komponen masyarakat untuk dapat menjaga ketentraman yang sudah tercipta. Apabila, konflik sosial terjadi, dibutuhkan cara-cara penyelesaian yang efektif agar konflik sosial tersebut tidak terulang kembali. Dalam hal ini, penyelesaian secara litigasi atau jalur pengadilan dinilai tidaklah efektif, hal ini dikarenakan konflik sosial melibatkan masyarakat banyak dan hal ini akan menyebabkan konflik yang semakin rumit. Untuk itu, cara-cara penyelesaian secara non-litigasi dinilai cara yang efektif dalam konteks menyelesaikan persoalan konflik yang bertujuan agar tidak terulang kembali. Berdasarkan penelitian para pakar, pada dasarnya budaya untuk konsiliasi atau musyawarah merupakan nilai masyarakat yang meluas di Indonesia. Berbagai suku bangsa di Indonesia mempunyai penyelesaian konflik secara damai, misalnya masyarakat Jawa, Bali, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Lombok, Irian Jaya, dan masyarakat Toraja.6 Konflik sosial yang terjadi sekarang lebih ke arah akibat dari egoisme sosial masyarakat yang semakin tinggi dan rasa toleransi yang berkurang. Dalam konteks tersebut, konflik yang terjadi sering dikaitkan dengan membawa-bawa SARA (Suku, Ras, dan Agama) ke dalam konflik yang sebenarnnya konflik tersebut tak ada hubungannya dengan SARA. Bentuk terbaru penyelesaian konflik secara damai di Lampung ialah dengan cara mengadakan Rembuk Pekon. Rembuk pekon ialah wadah penyelesaian konflik dengan cara mengumpulkan masyarakat dan unsur pemerintah pada lini terdepam 5 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. hlm 319 6 T.O. Ihromi, Antropology dan Hukum, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,1984, hlm. 17. 8 di tingkat pekon/desa untuk menyelesaikan masalah yang ada guna dicarikan solusi dengan cara musyawarah dan mufakat. Rembuk Pekon diharapkan mampu membina kepekaan dan kemampuan masyarakat dalam mendeteksi secara dini setiap potensi persoalan yang mungkin muncul untuk kemudian melakukan upaya penanggulangan dan penyelesaian secara menyeluruh. Hal ini secara tidak langsung mengharuskan aparat pekon agar selalu peka terhadap berbagai peristiwa yang dapat mengarah kepada perpecahan yang terjadi diluar pekon/desa agar jangan terjadi di daerah setempat, factor keamanan merupakan tanggung jawab bersama bukan hanya tanggung jawab aparat kepolisian. Unsur-unsur yang terlibat dalam forum rembuk pekon antara lain terdiri dari kepala pekon/desa atau lurah, ketua adat, tokoh pemuda dan agama, badan pembinaan desa dari unsure TNI, serta badan pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat dari unsure POLRI. Cara antisipasi konflik sosial ini dikaitkan dengan situasi Provinsi Lampung yang masih kental dengan adat budaya terkhusus di daerah-daerah pedesaan, hal ini pula agar mencegah maraknya konflik sosial yang terjadi di Lampung seperti yang terjadi di Lampung Selatan, Mesuji, Lampung Timur, Lampung Tengah dan lainlain. Teori Multikulturalisme harus digunakan untuk memperkuat integrasi bangsa yang dimana dalam teori ini memungkinkan kelompokkelompok etnik dan budaya hidup berdampingan secara damai dalam prinsip ko-eksistensi dan proeksistensi, yakni menghormati budaya lain sekaligus memiliki kesadaran untuk ambil bagian memecahkan masalah kelompok lain. Hal tersebut sekaligus merupakan upaya yang jitu untuk menghindari konflik. Dengan demikian, konflik sosial dapat diminimalisir atau bahkan ditiadakan. Menurut Soerjono Soekanto, peotensi-potensi konflik disebabkan oleh 4 (empat) hal, yaitu perbedaan antar individu, perbedaan kebudayaan, perbedaan kepentingan, dan perubahan sosial. Perbedaan antar individu merupakan perbedaan yang menyangkut perasaan, pendirian, atau ide yang berkaitan dengan harga diri, kebanggaan, dan identitas seseorang.7 Perbedaan kebudayaan merupakan kepribadian seseorang dibentuk oleh keluarga dan masyarakat. Perbedaan kepentingan merupakan perbedaan tujuan atau kepentingan dari setiap kelompok maupun individual yang dapat menimbulkan konflik di antara mereka. Perubahan sosial yang terlalu cepat pada suatu masyarakat dapat mengganggu keseimbangan sistem nilai dan norma yang berlaku, akibatnya konflik dapat terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara harapan individu dengan masyarakat, Meredam potensi konflik sosial dapat dilakukan dengan cara mempererat rasa toleransi antar sesama diantara berbagai macam perbedaan yang ada. Masyarakat sekarang cenderung lebih mudah terprovokasi ke dalam sebuah konflik. Hal ini banyak 7 Soerjono Soekamto. Sosiologi Suatu Pengantar. 2009. Rajawali Press. Jakarta. hlm. 212 9 dikarenakan faktor individualistis yang semakin tinggi sehingga perubahan sosial berkembang dengan sangat cepat. Di dalam struktur Intelkam POLRI terdapat sistem deteksi Intelpampol (Intelijen dan Pengamanan POLRI). Sistem ini sebagai bagian dari Sistem Operasional Intelpampol dalam rangka mewujudkan kempampuan Intelpampol sebagaimana yang ditetapkan. Pada hakekatnya sistem deteksi ini bertitik tolak dari dasardasar pelaksanaan tugas Intelpampol. Dasar-dasar pelaksanaan tugas Intelpampol bermula dari pengertian bahwa intelijen adalah untuk pimpinan dalam kualifikasinya sebagai Kepala/Komandan, sebagai unsur pemerintah, sebagai pimpinan masyarakat, sebagai bapak dari keluarga besar POLRI. Sistem Deteksi Intelpampol dapat dilihat dari subyek penyelenggara, metode yang dipakai, serta obyek sasarannya. a. Subyek Deteksi Intelpampol diselenggarakan melalui jaringan Intelpampol di atas permukaan (jaringan Intelpampol structural formal) mulai dari tingkat Polsek (Kepolisian Sektor) sampai dengan tingkat Mabes POLRI dengan menetapkan Polsek sebagai Basis Deteksi Intelpampol, Polres (Kepolisian Resort) sebagai Basis Operasional dan Polwil (Kepolisian Wilayah) ke atas memberikan Back Up Operasional. b. Metode Metode yang dipergunakan dalam penyelenggaraan deteksi Intempampol dengan mempergunakan Pola HTCK (Hubungan Tata Cara Kerja) yang berlaku sesuai dengan Petunjuk Pelaksana Hubungan Tata Cara Kerja meliputi Vertikal, Horizontal, Diagonal dan Lintas Sektoral, serta Hubungan Tata Cara Kerja dalam kaitan Intelijen Komuniti dimana dalam pengumpulan bahan keterangan dilakukan melalui jalur structural formal, opsional, dan jalur jaringan bawah permukaan. c. Obyek Obyek dalam konteks ini ialah sebagai sasaran deteksi bertitik tolak kepada tiga dimensi Kamtibmas yang meliputi dimensi Rangking bobot ancaman, Rangking derajat kemungkinan terjadinya, dan Rangking kerawanan daerah. Sistem deteksi dini yang berjalan di tingkat kewilayahan akan menghasilkan informasi Intelijen yang diperoleh melalui suatu proses pengolahan dari bahan keterangan yang didapat. Bahan keterangan merupakan bahan dasar yang masih mentah. Bahan mentah terbagi menjadi dua jenis, yaitu bahan mentah yang memenuhi syarat dan ada yang tidak memenuhi syarat untuk dijadikan intelijen. Setiap informasi yang diberikan anggota Intelkam POLRI yang bertujuan memberikan masukan kepada pimpinan untuk melakukan deteksi dini tidak semata-mata diberikan secara mentah, tetapi 10 melalui tahapan-tahapan pengolahan dengan analisa yang tinggi. Proses analisis intelkam meliputi: 1. Pengumpulan Bahan atau Data 2. Pembuatan Hipotesa 3. Pengumpulan Data Tambahan 4. Analisis 5. Konklusi B. Faktor-faktor penghambat Intelkam POLRI dalam mengantisipasi Konflik Sosial Menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian, pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktorfaktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktorfaktor tersebut Faktor-faktor tersebut adalah, sebagai berikut: 1. Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada undang-undang saja. 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. 8 8 Soekanto, Soerjono. Faktor-faktor Penegakan Hukum.Jakarta 1983. hlm 8 Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karenanya merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari efektivitas penegakan hukum. Dengan demikian, maka kelima faktor tersebut akan dibahas lebih lanjut dengan mengetengahkan contoh-contoh yang diambil dari kehidupan masyarakat Indonesia. Fator-faktor penghambat Intelkam POLRI dalam mengantsipasi Konflik sosial antara lain kurangnya personil, kurangnya pendanaan, dan kurangnya sarana dan prasarana guna menunjang kinerja satuan Direktorat Intelijen dan Keamanan Polda Lampung. Personil merupakan anggota dari suatuJumlah personil Intelkam yang ideal untuk ukuran Polda ialah sebanyak 133 (seratus tiga puluh tiga) personil, sedangkan Polda Lampung hanya memiliki 68 (enam puluh delapan) personil yang terdiri dari 61 (enam puluh satu) dari unsur kepolisian serta 7 (tujuh) dari PNS yang diperbantukan. Wilayah Provinsi Lampung yang cukup luas tentunya memerlukan satuan yang ideal dalam bentuk kuantitas guna menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Jumlah personil Intelijen dan Keamanan Polda Lampung yang hanya sebesar 50% dari jumlah ideal sudah tentu menjadikan kurang efektifnya kinerja Intelkam dalam mengantisipasi Konflik Sosial di wilayah Provinsi Lampung. Selain kurangnya personil, terdapat kendala klasik yang menjadi salah satu faktor penghambat Intelkam POLRI dalam mengantisipasi konflik sosial. Masalah pendanaan dapat menjadi salah satu faktor 11 penghambat kinerja POLRI terkhusus Intelkam yang merupakan bagian dari Institusi POLRI di bagian lapangan atau yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Intelkam yang harfiahnya merupakan “orang lapangan” atau pelaksana teknis tentunya memerlukan dana yang lebih banyak dibandingkan satuan POLRI yang berada di bagian kantor. Faktor dana yang dikeluarkan pusat dalam menunjang kinerja aparat masih minim, hal inilah yang menjadi salah satu faktor penghambat Intelkam POLRI dalam bertugas. Faktor lain yang dapat menghambat kinerja Intelkam POLRI ialah kurang memadainya sarana dan prasarana. Dalam mengantisipasi konflik sosial yang dapat dikategorikan sebagai permasalahan yang berjalan dengan sangat cepat, tentunya memerlukan sarana dan prasarana yang cukup memadai agar dapat menunjang kinerja aparat dalam mengantisipasi tidak terjadinya permasalahan atau konflik sosial tersebut. Sarana dan prasarana yang dimiliki Polda Lampung saat ini dirasa kurang memadai dan sudah cukup berumur sehingga diperlukan adanya peremajaan agar dapat menunjang kinerja Intelkam POLRI dalam mengantisipasi konflik sosial di wilayah Provinsi Lampung. Seperti contoh perlu ditambah lagi angkutan roda empat sebagai sarana transportasi aparat dalam bekerja sehari-hari maupun ketika terjadinya permasalahan keamanan dan ketertiban di Provinsi Lampung. 3. KESIMPULAN Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada hasil penelitian dan pembahasan, maka pada bagian penutup ini dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai hasil dari pembahasan tentang peranan Intelkam POLRI dalam mengantisipasi Konflik Sosial. 1. Peranan yang dilakukan oleh pihak Intelijen dan Keamanan POLRI dalam mengantisipasi Konflik Sosial adalah berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial yaitu meliputi memelihara kondisi damai dalam masyarakat, mengembangkan sistem penyelesaian konflik secara damai, meredam potensi konflik, dan membangun sistem peringatan dini. Dalam mengantisipasi konflik sosial terkhusus di wilayah Provinsi Lampung, POLRI telah melakukan inovasi berupa Rembuk Pekon yang merupakan cara penyelesaian masalah dari tingkatan terendah masyarakat secara musyawarah untuk mufakat tanpa harus adanya proses hukum secara litigasi. Proses pendekatan secara emosional jauh terbukti lebih efektif dibandingkan dengan cara represif guna menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Hal ini dikarenakan sifat 12 masyarakat Sumatera yang dikenal keras dan mempunyai harga diri tinggi, dan tindakan pendekatan emosional dapt mencegah timbulnya konflik sosial yang lebih besar apabila dilakukan tindakan penanggulangan secara represif. Ketika terjadinya konflik sosial terkhusus di wilayah Provinsi Lampung, bukanlah dikarenakan adanya tindakan indisipliner dan kealpaan dari Intelkam POLRI, melainkan karena perkembangan konflik berjalan dengan sangat cepat dan masyarakat yang terlibat cukup banyak serta tidak lagi memikirkan dampak sosial dan dampak hukum yang akan dihadapi. 2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat Intelkam POLRI dalam mengantisipasi Konflik Sosial yaitu: a. Faktor Personil Faktor prsonil yang hanya mencapai 50% dari komposisi ideal di tingkatan Polda sudah tentu mengganggu kinerja Intelkam dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam menjaga dan memelihara keamanan ketertiban serta mengantisipasi terjadinya konflik sosial dalam masyarakat. b. Faktor Sarana dan Prasarana c. Kurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki Intelkam Polda Lampung merupakan salah satu faktor penghambat. Luasnya wilayah hukum Provinsi Lampung serta cepatnya dinamika yang berkembang di masyarakat mengharuskan Intelkam POLRI memiliki sarana dan prasarana yag sudah tentu harus mumpuni. Hal ini dikarenakan agar informasi yang didapat cepat dilaporkan dan dengan cepat juga dapat dilakukan tindakan menjawab dinamika yang berkembang. Faktor Pendanaan Faktor Pendanaan sering dianggap sebagai alasan yang klasik dari anggota POLRI ketika kinerja yang dilakukan tidaklah maksimal, akan tetapi faktor ini secara tidak langsung juga mempengaruhi tingkat kinerja Intelkam dalam kerja sehari-hari yang mengharuskan aparat berinteraksi langsung kepada masyarakat. 13 DAFTAR PUSTAKA Ihromi, T.O. 1984. Antropology dan Hukum. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan,Mentalitas,danP embangunan. PT Gramedia: Jakarta Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. 2010. Ketetapan Majelis Permusyawaraan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan 2002. Sekretariat Jendral MPR-RI, Jakarta Soekanto, Soerjono. 1983. FaktorFaktor Penegakan Hukum. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta ----------2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia http://www.jpnn.com/jumlah-sukudi-Indonesia, dikunjungi tanggal 2 September 2012 14