MENGKOMFIRMASI RUU KEMANAN NASIONAL. (Oleh Zulkarnain, Staf Divhumas Polri). Membaca tulisan Prof. Dr. Muladi, S.H (Pakar Hukum Kementerian Pertahanan dan mantan dosen Hukum Pidana kami waktu di Akpol) dengan judul “RUU Kamnas Dalam Kerangka Ketahanan Nasional” tentu saja sesuatu yang memang tidak bisa dipungkiri. Atas dasar pemahaman kita kepada cara pandang berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai negara kesatuan tentu saja kita harus melihat berbagai aspek itu sebagai satu kesatuan yang utuh, integratif dan holistik. Berbagai aspek tersebut tentu saja tidak terlepas dari apa yang selama ini kita pahami yang mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu “panca gatra” yang terdiri dari “tri gatra” yang relatif bersifat statis dengan komponennya geografi, demografi dan kekayaan sumber daya alam negara dan “panca gatra” dengan komponennya idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan dan keamanan dan saat ini mungkin dapat ditambah masalah hukum. Cara memandang yang utuh, integratif dan holistik berbagai aspek ini akan berujung kepada terwujudnya kesejahteraan masyarakat dalam kehidupan bernegara yang tentu harus didukung oleh suatu situasi yang aman tentram dan damai. Dalam perkembangannya negara Indonesia dihadapkan kepada perkembangan baik nasional sendiri termasuk perkembangan daerah maupun perkembangan regional, kawasan dan global tentu saja rentan terhadap berbagai “ancaman” yang akan mengganggu rasa “aman, tentram dan damai” itu sendiri. Bertitik tolak dari hal ini maka meyakinkan kepada kita bahwa sebuah payung hukum yang mengatur tentang “keamanan nasional” adalah sebagai sebuah kebutuhan walaupun sudah ada berbagai payung hukum yang mengatur tentang berbagai komponen yang mengatur keamanan itu sendiri secara sektoral seperti misalnya undang-undang Kepolisian, undang-undang TNI, undang-undang Kejaksanaan, undang-undang pemerintahan daerah dan banyak lagi produk undang-undang yang berkaitan dengan masalah “keamanan nasional” itu sendiri. Sekali lagi tentu saja kita sebagai warga negara cukup memahami bahwa dalam perkembangannya negara kita ini membutuhkan sebuah payung hukum yang mengatur tentang “keamanan nasional” dimana melihat berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara haruslah integratif dan holistik dalam kaitannya mewujudkan tujuan bernegara itu sendiri yaitu mensejahterakan segenap mayarakat Indonesia. Atas dasar pemahaman inilah sebagai bahan diskusi ada beberapa hal yang patut kita konfirmasikan terhadap substansi atau isi kepada kelompok inisiator lahirnya RUU Kamnas yang ada saat ini, terutama dari segi tugas-tugas Kepolisian khususnya Polri maupun tugas-tugas kepolisian universal yang berlaku umum secara internasional, yaitu maintenance order (memelihara ketertiban), law enforcement (menegakkan hukum) dan to protect and to serve people (melindungi dan melayani masyarakat). 1. Didasarkan akan pemaknaan “Keamanan Nasional” dalam RUU meliputi keamanan insani, keamanan publik, keamanan ke dalam dan keamanan keluar dimana difinisi dari pada keamanan publik adalah “kondisi dinamis yang menjamin terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat, terselenggaranya pelayanan, pengayoman masyarakat dan penegakan hukum dalam rangka terciptanya keamanan nasional”. Kemudian untuk mewujudkan keamanan publik dikatakan “melalui berbagai upaya pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, pelindungan, pengayoman, pelayanan masyarakat dan penegakan hukum demi terpeliharanya keselamatan segenap bangsa”. Demikian juga untuk mewujudkan keamanan kedalam dikatakan “melalui berbagai upaya pencegahan, penanggulangan dan penegakan hukum terhadap ancaman yang timbul di dalam negeri untuk menjaga tetap tegaknya kedaulatan dan keutuhan wilayah negara kesatuan Republik Indonesia”. Dari pemaknaan ini maka dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri makna “keamanan publik” sama dan sebangun dengan makna “keaman dalam negeri” maupun relatif sama dengan “keamanan dan ketertiban masyarakat” yang tentu selama ini sebagai ranah dari pada tugas pokok Polri (pasal 13 UU No. 2/ 2002) yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. a. Apakah dengan pengambilan makna yang selama ini baik keamanan dan ketertiban masyarakat maupun masalah pencegahan, penanggulangan serta penegakkan hukum dalam negeri yang salah satunya adalah ranah kepolisian sipil secara universal atau Polri, sebagai petanda akan diambil alih oleh “Dewan Keamanan Nasional” atau dengan kata lain tugas-tugas polisi sipil akan “diangkat” menjadi bagian tugas dari “Dewan Keamanan Nasional” yang dalam keadaan tertib sipil-pun dapat mengerahkan unsur militer. b. Dengan demikian apakah makna “aman” yang selama ini dimaknakan di lingkungan Polri akan dirubah dimana makna “aman” selama ini ada empat unsurnya yaitu security (masyarakat bebas dari tekanan phisik maupun psikis), surety (masyarakat bebas dari rasa khawatir), safety (masyarakat merasa terlindungi) dan peace (adanya suasana damai). 2. Dengan adanya “Keamanan Nasional”, apakah masih boleh menggunakan katakata “keamanan dan ketertiban masyarakat” di lingkungan Polri, apakah pemaknaan kamtibmas yang selama ini menjadi ranah tugas dari pada Polri berubah menjadi “ketertiban umum” saja, karena penggunaan “keamanan” menjadi lebih luas dari sekedar “keamanan dan ketertiban masyarakat”. 3. Apakah kemudian ada kehendak dari pemerintah dalam hal ini inisiator “pembuat” RUU Kamnas untuk memposisikan atau meletakkan organisasi Polri dibawah Kementerian yang mengurusi “ketertiban umum” seperti Kementerian Dalam Negeri atau dibawah kementerian yang mengurusi “penegakan hukum” seperti Kementerian Hukum dan HAM atau dikarenakan tugas polisi nantinya hanya akan diberikan masalah “ketertiban umum” dan sebagian masalah “penegakan hukum” akan dibentuk Kementerian baru yang dapat membawahi tidak hanya polisi, tetapi juga pemadam kebakaran, imigrasi, bea dan cukai dan lain-lain. 4. Spektrum ancaman dirumuskan dalam eskalasinya aman dan tertib, keresahan sosial, kerusuhan sosial, gawat dan keadaan darurat. Apakah spektrum ancaman ini berbanding lurus dihadapkan dengan status keadaan dan status hukum tata laksana pemerintah yaitu tertib sipil, darurat sipil, darurat militer dan perang. Artinya apakah spektrum aman dan tertib dihadapi dengan status keadaan tertib sipil, eskalasi berkembang menjadi keresahan sosial akan dihadapkan dengan status hukum darurat sipil dan seterusnya. 5. Pada pasal 25, tugas Dewan Keamanan Nasional pada point b adalah “menilai dan menetapkan kondisi Keamanan Nasional sesuai dengan eskalasi ancaman. Apakah yang dimasud dengan menilai dan menetapkan kondisi keamanan ini hanya eskalasi ancaman saja yaitu aman dan tertib, keresahan sosial, kerusuhan sosial, gawat dan keadaan darurat, atau juga termasuk menentukan status keadaan keamanan yaitu tertib sipil, darurat sipil, darurat militer dan perang. Apakah penetapan kondisi keamanan nasional ini dilakukan secara berkala, setiap saat atau serta merta apabila ada persoalan-persoalan keamanan ataupun masalah sosial lainnya. 6. Dalam penjelasan diuraikan bahwa Keamanan Nasional harus dilihat secara integral dari berbagai aspek baik tri gatra dan panca gatra. Dalam panca gatra masih dicantumkan unsur atau aspek pertahanan dan keamanan negara. Apakah pemaknaan “keamanan” disini jika dikaitkan dengan “keamanan” dalam “Keamanan Nasional”, apakah hanya sekedar “ketertiban umum” atau masih dimaknai sebagai “kamtibmas” sebagaimana selama ini menjadi ranah utama Polri. 7. Keamanan nasional meliputi empat keamanan, yaitu keamanan insani, keamanan publik, keamanan kedalam dan keamanan keluar. Difinisi “keamanan publik” diartikan “kondisi dinamis yang menjamin terciptanya kamtibmas, terselenggaranya pelayanan, pengayoman masyarakat dan tegaknya hukum dalam rangka terciptanya keamanan nasional”. Difinisi ini identik atau sama dan sebangun dengan difinisi dari pada “kamdagri” yang selama ini menjadi ranah Polri, yaitu “suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat”. Apakah dengan demikian berarti “kamdagri” yang selama ini menjadi ranah tugas Polri sudah ditiadakan atau akan ditiadakan untuk kemudian tugas-tugas itu diambil alih menjadi bagian dari tugas “Dewan Keamanan Nasional”, lebih-lebih dengan memperhatikan difinisi “kamdagri” tadi sudah diangkat atau diadopsi menjadi difinisi “keamanan publik” yang akan menjadi ranah dari “Dewan Kemamanan Nasional” yang kemudian berujung menjadi ranahnya militer atau TNI juga karena dalam pasal 53 masalah komando dan kendali penyelenggaraan keamanan nasional pada tingkat operasional ditangan Panglima/ Komandan Satuan Gabungan Terpadu dan komando dan kendali tingkat taktis ditangan komendan satuan taktis. Penggunaan kata-kata “panglima” dan “komandan” secara samar dan jelas tentu saja ke kesatuan militer atau TNI, sangat tidak mungkin ke institusi sipil seperti pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur atau Bupati/ Walikota maupun polisi. Ini sebuah bentuk kerawanan atau clue bahwa memang ada keinginan TNI ingin ikut kembali ke ranah sipil secara halus atau kelihatannya lebih “demokratis”. 8. Bagaimana tata cara untuk menentukan atau menyatakan status keadaan keamanan seperti darurat sipil, darurat militer dan perang kemudian kembali tertib sipil. Saran agar diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah ataupun Peraturan Presiden supaya lebih akuntabel dan transfaran dalam menentukan kriteria peningkatan status keamanan tersebut, apa-apa saja kriteria dan parameternya baik ada peningkatan status keadaan maupun penurunan status keadaan. 9. Dalam pasal 27 ada kejelasan siapa atau menteri apa yang menetapkan kebijakan dan strategi penyelengaraan pertahanan negara, yaitu Menteri Pertahanan. Sedangkan untuk menetapkan kebijakan dan strategi yang dikatakan “mendukung penyelenggaraan keamanan nasional” yang harus berdasarkan kebijakan dan strategi keamanan nasional tidak begitu jelas dengan penggunaan kata-kata “Menteri-menteri selain Menteri Pertahanan”. Saran dipertegas dengan menggunakan kata-kata “Kapolri bersama-sama dengan Menteri-menteri yang memiliki kewenangan penegakan hukum secara khusus dan pemeliharaan ketertiban umum secara terbatas” menetapkan kebijakan penyelengaraan keamanan dalam rangka keamanan nasional. Saran ini disampaikan agar tidak ada pemaknaan yang bias dan dapat melebar dikaitkan dengan pasal-pasal yang lain dan berujung nantinya oleh “panglima” atau militer. 10. Dalam pasal 31 dikaitkan dengan pasal 32 dan 33 ada suasana kebatinan bahwa masalah memeliharaan dan menjaga keamanan umum dan ketertiban umum di daerah Provinsi/ Kabupaten/ Kota dalam status hukum keadaan tertib sipil dan darurat sipil yang selama ini ranah atau domain Polri yaitu masalah “keamanan dan ketertiban masyarakat akan dimasukkan dibawah Gubernur, Bupati dan Walikota. Apakah demikian ini sebagai sinyal yang kuat bahwa Polri atau tugastugas kepolisian secara pelan-pelan dan pasti akan didesentralisasikan, sedangkan fungsi “keamanan” yang tidak didesentralisasikan akan menjadi domain TNI atau ujud demokratisnya di Dewan Keamanan Nasional Pusat dan Daerah. Zulkarnain, Staf Divhumas Polri.