BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Peneliti akan menyajikan teori dari berbagai sumber yang berkaitan dengan marketing secara umum, serta variabel – variabel terkait yang berhubungan dengan penelitian. 2.1.1 Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu pondasi dasar bagi sebuah perusahaan (inti perusahaan) yang menentukan keberlangsungan sebuah perusahaan. Di tengah masyarakat sering kali kehadiran pemasaran hanya dikaitkan dengan penjualan, padahal pemasaran mencangkup area yang lebih luas lagi dari sekedar penjualan sebuah produk atau jasa. Teori - teori pemasaran yang ada selalu menekankan bahwa dalam kegiatan pemasaran harus jelas siapa yang menjual apa, dimana, bagaimana, bilamana, dalam jumlah berapa dan kepada siapa, hal ini ditujukan untuk menjadi pondasi yang kuat dalam penerapan proses promosi pemasaran sebuah perusahaan. Philip Kotler mencetuskan bahwa “Marketing is a social and managerial process by which individuals and groups obtain what they need and what through creating, offering and exchanging products of value of with other”. Yang artinya pemasaran merupakan sebuah proses sosial dan manajerial yang dimana seseorang atau kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk dan nilai. Selain itu menurut Griffin dan Elbert (2009) pemasaran merupakan suatu aktifitas, menghubungkan, serangkaian institusi menghadirkan dan dan proses menawarkan menciptakan, peningkatan yang memberikan nilai kepada pelanggan, client, partners, dan masyarakat luas. Dan American Marketing Association (2009: 5), mengatakan bahwa pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingannya. 9 10 Dari berbagai pendapat diatas dapat dilihat bahwa kegiatan pemasaran memegang peranan penting dalam proses hubungan antara sebuah perusahaan dan pelanggannya, maka dari itu kegiatan pemasaran perlu dikoordinasikan dan dikelola secara seksama dan baik untuk mencapai target dan tujuan sebuah perusahaan. 2.1.1.1 Manajemen Pemasaran Dalam mencapai tujuan perusahaan bukanlah merupakan sebuah hal yang mudah, diperlukan adanya koordinasi yang handal serta pengaturan yang tepat diberbagai bagian atau aspek perusahaan untuk menghadapi beragam tantangan di dunia bisnis. Perusahaan akan dianggap berhasil jika perusahaan tersebut mampu untuk melayani kebutuhan konsumen, menawarkan sesuatu sesuai dengan kebutuhan konsumen, serta mampu untuk menjaga hubungan yang baik dengan konsumen. Untuk melakukan semua hal ini maka perusahaan membutuhkan adanya manajemen pemasaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik perusahaan tersebut. Manajemen Pemasaran adalah sebuah proses penganalisaan, perencanaan, penerapan dan pengawasan program – program yang dibentuk / dirancang untuk menimbulkan pertukaran yang saling menguntungkan dengan pasar yang dituju dengan maksud untuk mencapai tujuan perusahaan. Berdasarkan Kotler (2005) manajemen pemasaran bertindak sebagai seni dan ilmu untuk memilih pasar sasaran serta mendapatkan, mempertahankan, dan menambah jumlah pelanggan melalui penciptaan, penyampaian, dan pengkomunikasian nilai pelanggan yang unggul. Manajemen pemasaran terjadi ketika sekurang-kurangnya satu pihak calon pelaku pertukaran berpikir tentang sarana-sarana untuk memperoleh tanggapan yang diinginkan oleh pihak lain. Pengertian lainnya dikemukakan oleh Armstrong dan Kotler dan Amstrong (2012: 29) yang menyatakan bahwa manajemen pemasaran adalah serangkaian proses yang dilakukan oleh perusahaan untuk menciptakan suatu nilai bagi para pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan mereka agar tercipta suatu nilai dari para pelanggan tersebut. 11 Sedangkan dalam buku Marketing Management : a Strategic Decision Making approach, Mullins, Jr., Larreche, & Boyd (2005) berpendapat bahwa “Marketing Management is the process of analyzing implementation, coordinating and controlling program involving the conception, pricing, promotion and distribution of products, services, an ideas designed to create an maintain beneficial exchanges with target markets for the purpose of achieving organizational objectives.” Satu pengertian tambahan lagi mengenai pengertian Manajemen Pemasaran menurut Buchari Alma (2004) yaitu Manajemen Pemasaran adalah merencanakan, pengarahan dan pengawasan seluruh kegiatan pemasaran perusahaan ataupun bagian di pemasaran. Menyimpulkan dari beragam teori dan pendapat dari pakar – pakar di dunia marketing, dapat dikatakan bahwa manajemen pemasaran merupakan sebuah rangkaian proses untuk menciptakan suatu nilai guna tambahan yang nantinya bertujuan untuk membantu pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan. Kegiatan tersebut dilakukan melalui serangkaian proses perencanaan, pengarahan, pengendalian, dan penetapan harga, pemetaan distribusi, serta kegiatan promosi. 2.1.2 Strategi Pemasaran Penerapan strategi yang tepat dalam proses pemasaran memberikan kontribusi dan kontak paling besar dengan lingkungan ekstcrnal perusahaan. Penggunaan strategi yang salah dalam proses pemasaran dapat membawa sebuah perusahaan ke ambang kehancuran, sebaliknya penereapan strategi yang tepat sasaran dapat membantu perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut. Peter & Olson (2010) berpendapat bahwa strategi pemasaran adalah “the design, implementation, and control of plans to influence exchange to achieve organizational objectives”. Sedangkan menurut Kotler dan Amstrong (2008), strategi pemasaran merupakan logika pemasaran dimana unit bisnis berharap untuk menciptakan nilai dan mendapatkan keuntungan dari hubungannya dengan konsumen. Sedangkan menurut Wheller dan Huger (2006: 190), srategi pemasaran adalah suatu strategi yang berurusan dengan penetapan harga (Pricing), penjualan (selling) dan pendristibusian produk. 12 Menurut pendapat Rangkuti (2004: 6) strategi dapat dikelompokkan berdasarkan 3 tipe strategi, yaitu: 1) Strategi Manajemen Strategi manajemen meliputi strategi yang dapat dilakukan oleh manajemen dengan orientasi pengembangan strategi secara makro misalnya, strategi pengembangan produk, strategi penerapan harga, strategi pengembangan produk, strategi akuisi, strategi pengembangan pasar, strategi mengenai keuangan dan sebagainya. 2) Strategi Investasi Strategi investasi merupakan kegiatan yang berorientasi pada investasi, misalnya, apakah perusahaan ini melakukan strategi pertumbuhan yang agresif atau berusaha mengadakan penetrasi pasar, strategi bertahan, strategi pembangunan kembali suatu divisi baru atau strategi diiventasi, dan sebagainya. 3) Strategi Bisnis Strategi bisnis ini juga disebut strategi bisnis secara fungsional karena bisnis ini berorientasi kepada fungsi-fungsi kegiatan manajemen, misalnya strategi pemasaran, strategi produksi atau operasional, strategi distribusi, strategi organisasi, dan strategi- strategi yang berhubungan dengan keuangan. Pada dasarnya strategi pemasaran merupakan bagian dari strategi bisnis yang memberikan arahan dalam kaitan pada semua fungsi manajemen suatu organisasi atau perusahaan, untuk membawa sebuah organisasi atau perusahaan untuk mencapai tujuannya. 2.1.3 Perencanaan Pemasaran (Marketing Plan) Perencanaan pemasaran (Marketing Plan) adalah sebuah bagian dari proses strategi bisnis untuk menetapkan proses yang tepat dalam melakukan pemasaran atau menyajikan sebuah nilai dari produk / jasa ke hadapan pelanggan. Rencana pemasaran ini meliputi penetapan harga, taktik penjualan, jasa dan kebijakan jaminan, iklan dan promosi, distribusi, keinginan terhadap produk, penelitian pasar (Market Research). Menurut Wood, (2009: 5) Perencanaan pemasaran (Marketing Plan) adalah proses terstruktur untuk menetapkan bagaimana menyajikan nilai bagi 13 pelanggan, organisasi, dan pihak - pihak berkepentingan utama dengan menganalisa situasi terkini, termasuk pasar dan pelanggan, mengembangkan dan mendokumentasikan tujuan, strategi dan program pemasaran, mengimplementasikan, mengevaluasi, dan mengontrol kegiatan pemasaran untuk mencapai tujuan. 2.1.3.1 Segmentasi Pasar (Market Segmentation) Menurut Kotler dan Amstrong (2014) Segmentasi pasar adalah berupa “... dividing a market into distinct groups of buyers who have distinct needs, characteristics, or behaviour and who might require separate products or marketing mixes...”. Yang berarti membagi sebuah pasar menjadi grup - grup pembeli dengan keinginan, karakteristik, atau perilaku yang mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang berbeda-beda. 2.1.3.1.1 Pembagian Segmentasi Kotler (2014) juga berpendapat bahwa terdapat beberapa variabel pembagian pasar seperti : a. Geografik Dimana pembagian dilakukan pada keseluruhan pasar yang dibagi menjadi menjadi kelompok homogeneous berdasarkan lokasi. Tentunya lokasi geografis tidak menjadi tolak ukur akurat bahwa semua konsumen di lokasi tersebut mempunyai keputusan pembelian yang sama, namun hal ini dapat dijadikan dasar untuk membantu mengidentifikasi secara umum akan kebutuhan konsumen di suatu lokasi tertentu. b. Demografis Pembagian segmentasi pada demografis dapat dilihat atau dikategorikan oleh beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, dan pendapatan. c. Psikografis Pembagian dilakukan berdasarkan kelas sosial, gaya hidup, dan karakteristik pribadi. d. Tingkah Laku Pembagian segmentasi dilakukan dengan dasar pengetahuan konsumen, sikap, dan respon terhadap sebuah produk atau jasa yang ditawarkan. 14 e. Manfaaat Pembagian yang didasari dengan adanya perbedaan manfaat yang konsumen cari terhadap produk atau jasa yang dibeli. Sedangkan berdasarkan Peter, Olson (2010), dikatakan bahwa segmentasi pasar adalah “... the process of dividing a market into groups of similar consumers and selecting the most appropriate groups and individuals for the firm to serve...”. Menurut Kasali (2001 : 119 - 120) segmentasi adalah proses mengkotak-kotakan pasar yang heterogen ke dalam kelompokkelompok “Potential Customers” yang memiliiki kesamaan kebutuhan atau karakter yang memiliki respon yang sama dalam membelanjakan uangnya. Dalam melakukan segmentasi pasar, hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah objektif utama dalam penentuan segmen. Seperti apa yang dikemukakan oleh Mullins, Walker, dan Boyd (2008) : 1. Identify a homogeneous segment that differs from other segments Perusahaan perlu untuk mengidentifikasi terlebih dahulu beberapa kelompok atau satu kelompok yang memiliki persamaan yang cukup signifikan dalam hal keinginan atau kebutuhan mereka terhadap sebuah produk atau jasa. 2. Specify criteria that define the segment Perusahaan harus mampu untuk menggambarkan kriteria – kritteria sebuah segmen secara jelas, sehingga anggota dalam segmen tersebut dapat langsung dikenali dan diakses. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar perusahaan dapat mengenal apakah calon pelanggan mereka berada dalam target pasar yang terjangkau dengan tujuan perusahaan atau tidak. 3. Determine segment size and potential Perusahaan disini bertugas untuk menentukan tingkatan prioritas dari segementasi yang telah dilakukan. Perusahaan memfokuskan diri terhadap segmentasi yang lebih potensial dan diikuti dengan segmentasi – segmentasi lain dengan skala potensial di tingkat yang lebih rendah. 15 2.1.3.1.1.1 Consumer Adoption Life Cycle Proses adopsi konsumen merupakan bagian akhir setelah terjadinya proses pengenalan konsumen terhadap sebuah produk / produk inovasi yang ada. Produk yang mulai diperkenalkan ke pasar melalui melalui berbagai tahapan yang diantaranya: 1. Knowledge : Merupakan tahap dimana konsumen baru pertama kali memperoleh informasi tentang keberadaan sebuah produk di pasar. 2. Persuasion : Merupakan tahap dimana konsumen mulai mengembangkan sikap atau respon suka atau tidak terhadap sebuah produk yang ditawarkan. 3. Decision : Tahap memutuskan untuk mengadopsi atau menolak produk. 4. Implementation : Tahap memutuskan apakah konsumen nantinya akan memakai produk secara rutin, permanen, atau hanya sementara. 5. Confirmation : Tahap dimana konsumen meninjau kembali keputusan yang telah dibuatnya. Menurut Rogers (1983 : 164), pada tahap terakhir ini bila konsumen mendapatkan pengalaman atau informasi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan kenyataan, maka terdapat kemungkinan mereka akan membatalkan keputusan adopsinya. 16 Gambar 2.2 Diffusion of Technology: The Technology Adoption Life Cycle Sumber: Geoffrey A. Moore (2014) Berdasarkan kecepatan proses pengadopsian, Geoffrey A. Moore (2014) mengatakan bahwa dalam proses pengadopsian sebuah produk, terdapat beberapa kategori konsumen yang berbeda satu dengan lainnya : 1. Innovator : Merupakan konsumen yang paling responsif terhadap adanya sebuah produk baru / produk inovasi yang diciptakan oleh perusahaan. Biasanya konsumen dalam kategori ini merupakan konsumen yang pertama kali membeli atau mencoba sebuah produk baru / produk inovasi. Inovator bersedia mengambil risiko, memiliki kelas sosial tertinggi, memiliki kejernihan keuangan besar, sangat sosial dan memiliki kontak dekat dengan sumber ilmiah, serta sering untuk melakukan interaksi dengan innovator lainnya. 2. Early Adopters : Katergori konsumen ini bukanlah konsumen pertama yang membeli sebuah produk baru / produk inovasi, namun merupakan kelompok yang paling awal melakukan pembelian dalam siklus hidup produk. Berbeda dengan kelompok innovator, kelompok ini lebih percaya pada norma-norma kelompok dan lebih berorientasi pada nilai-nilai komunitas lokal. Konsumen dalam kategori ini memiliki tingkat tertinggi dalam kepemimpinan pendapat di antara kategori adopter lainnya. Early Adopters biasanya muda dalam usia, memiliki kestabilan keuangan, dan tingkat pendidikan yang baik. Sebelum memasuki segmen Majority titik kritikal berada pada segmen Adopters ini, dimana segmen ini memegang peranan penting terhadap tingkat - tingkat segmen untuk mengadopsi sebuah produk. 17 3. Early Majority : Merupakan kategori konsumen yang memiliki daya beli yang cukup terhadap sebuah produk, namun karena keterbatasan informasi terhadap sebuah spesifikasi atau manfaat produk, maka kategori konsumen ini menunggu opini atau saran dari kelompok lain terlebih dahulu. 4. Late Majority : Merupakan kategori konsumen yang lambat merespon keberadaan sebuah produk baru / produk inovasi. Terdapat beberapa faktor yang membuat konsumen pada kategori ini memiliki keterlambatan dalam merespon sebuah produk baru / produk inovasi, salah satunya adalah daya beli yang rendah, sehingga mereka menunggu diskon / potongan harga dari produk tersebut. 5. Laggards : Merupakan kategori konsumen yang sangat terlambat dalam mengadopsi produk baru / produk inovasi. Kategori konsumen ini biasanya merupakan kategori konsumen yang paling rendah tingkat pendapatannya. Dan besar kemungkinan kategori konsumen ini tidak akan mengadopsi sebuah produk teknologi baru. Gambar 2.3 Twelve Key Steps To Consumer Adoption Sumber : Nielson Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Nielson terhadap 600 peluncuran produk dan pengujian terhadap 20.000 konsep, Nielson menguraikan bahwa terdapat 12 langkah yang harus di laksanakan oleh perusahaan sebelum melakukan peluncuran produk baru untuk meningkatkan 18 peluang keberhasilan perusahaan terhadap proses adopsi sebuah produk baru terhadap konsumen : 1) Distinct Proporsition Produk baru yang ditawarkan harus memiliki sebuah inovasi baru, harus merupakan sebuah produk yang benar – benar diinginkan oleh pasar. Memiliki sebuah kelebihan yang berbeda dari produk lain yang sudah ada sebelumnya. 2) Attention Catching Meskipun inovasi yang ada di dalam sebuah produk cukup besar, namun produk tersebut harus mampu mengumpulkan atensi atau ketertarikan dari konsumen untuk membeli produk tersebut. 3) Message Connection Ketika konsumen hendak memutuskan pembelian sebuah produk, produk tersebut harus mampu memasarkan dirinya sendiri dalam artian label/bentuk packaging harus mampu menunjukan pernyataan atau komunikasi pesan yang jelas tentang kelebihan atau fitur yang dimiliki sebuah produk. 4) Clear Concise Message Orang tidak akan mau memakan waktu terlalu lama untuk membaca label sebuah produk. Oleh karena itu, perusahaan harus membuat dan menyampaikan pesan yang singkat, jelas dan to the point. 5) Need / Desire Dalam keadaan ekonomi dunia yang tidak menentu, terdapat beberapa kelompok pasar yang mengencangkan ikat pinggang pengeluaran mereka. Disini untuk mampu menjangkau pasar tersebut, perusahaan harus mampu menunjukan bahwa produk yang ditawarkan sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan dari setiap konsumen. 6) Advantage Menjelaskan bagaimana sebuah produk baru yang ditawarkan berbeda dengan produk – produk yang telah ada. 7) Credibility Menjelaskan mengenai bagaimana sebuah produk yang ditawarkan berkualitas dan memenuhi standar yang ada. Juga digunakan sebagai 19 media pernyataan kepada konsumen bahwa uang yang dikeluarkan tidak sia – sia dalam artian sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen. 8) Acceptable Downsides Hampir setiap produk memiliki kelemahan. Perusahaan harus mampu untuk mengidentifikasi kelemahan produk nya, dan pastikan konsumen juga mengetahui hal tersebut. 9) Findability Produk dapat menjadi produk yang paling inovatif di dunia, namun bila ketersediaannya tidak dapat dijangkau oleh konsumen, maka apa gunanya sebuah produk yang bagus? 10) Acceptable Costs Harga yang ditawarkan harus disesuaikan dengan kualitas dan kelebihan yang ditawarkan oleh sebuah produk. 11) Product Delivery Setelah konsumen percaya dan memutuskan untuk membeli sebuah produk, perusahaan perlu meluangkan waktu untuk memastikan bahwa proses pembelian atau pengiriman produk akan memberikan hasil yang positif dan baik hingga ke tangan konsumen 12) Product Loyalty Membangun loyalitas dengan produk dan konsumen dapat menjaga produk untuk bertahan dengan persaingan dengan produk competitor. 2.1.3.2 Product Positioning Kotler dan Amstrong (2014) mengatakan bahwa Product Positioning adalah “arranging for a product to occupy a clear, distinctive, and desirable place relative to competing products in the minds of target consumer”. Sedangkan menurut Kasali (2005 : 527), positioning merupakan strategi komunikasi untuk memasuki jendela otak konsumen, agar produk/merek/nama anda mengandung arti tertentu dalam beberapa segi mencerminkan keunggulan terhadap produk/merek/nama lain dalam bentuk hubungan asosiatif . 20 Selain itu Kasali (2007 : 538 – 542) juga berpendapat bahwa terdapat beberapa strategi positioning yang dapat diimplementasikan bagi sebuah perusahaaan, yaitu : a. Positioning berdasarkan perbedaan produk. Perusahaan dapat ungul dengan menunjukkan kepada pasarnya dimana letak perbedaan dari produk atau jasa yang ditawarkan terhadap pesaing (unique product features). b. Positioning berdasarkan manfaat produk. Selain perbedaan produk, perbedaan manfaat juga dapat digunakan sebagai positioning di mata konsumen. Selama target market yang dituju mengutamakan manfaat produk saat mereka hendak melakukan keputusan pembelian. c. Positioning berdasarkan pemakaian. Perusahaan memposisikan produk atau jasa yang ditawarkan sebagai produk yang ungul dan paling efisien dari segi pemakaian produk. d. Positioning berdasarkan kategori produk. Positioning berdasarkan kategori ini biasanya digunakan oleh produk – produk baru yang hendak memasuki pasar. e. Positioning berdasarkan pesaing. Perusahaan memposisikan produk bahwa produk yang ditawarkan lebih baik / unggul dibandingkan pesaing yang disebutkan namanya ataupun tersirat. f. Positioning melalui Imajinasi. Memposisikan produk dengan menggunakan imajinasi – imajinasi seperti tempat, orang, benda – benda, dan lain sebagainya. Sebenarnya untuk melakukan penentuan positioning yang tepat bagi sebuah perusahaan, pemasar dapat melakukannya dengan dua cara utama yang dapat dipadukan satu dengan yang lain sesuai kebutuhan perusahaan. Kedua cara tersebut adalah: a. Physical positioning Penentuan posisi perusahaan yang di titik beratkan pada karakteristik fisik akan suatu produk atau jasa yang ditawarkan kepada pasar. 21 b. Perceptual Positioning Penentuan posisi perusahaan yang di titik beratkan pada benefit yang dihasilkan melalui produk atau jasa yang ditawarkan kepada pasar. 2.1.3.3 Rencana Promosi (Promotional Plan) Tujuan utama dilakukannya rencana promosi adalah untuk menghasilkan win-win solution baik bagi perusahaan atau organisasi yang melakukan penawaran produk / jasa dan juga bagi pelanggan yang membeli produk / jasa tersebut. Proses pembelian yang dilakukan oleh pelanggan adalah salah satu cara bagi perusahaan tersebut untuk memperoleh profit, oleh sebab itu untuk dapat mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya perencanaan promosi, agar setiap langkah yang diambil perusahaan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan bagi perusahaan tersebut. 2.1.3.3.1 Effective Communication Sebuah komunikasi yang tepat dan efektif, memegang peranan penting dalam proses penyampaian nilai sebuah produk dan jasa sebuah perusaahaan. Kata komunikasi sendiri berasal dari kata Latin communis atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common) atau menjadikan milik bersama. Davis (1981) mengatakan bahwa komunikasi adalah proses pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain sedangkan menurut Carl I Hovland, ilmu komunikasi adalah upaya yang sistemastis untuk merumuskan secara tegas asas - asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Pada dasarnya proses komunikasi dibagi menjadi dua tahap : 1. Proses komunikasi secara primer Merupakan proses penyampaian pesan kepada seseorang menggunakan lambang sebagai media. Lambang sebagai media dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu menerterjemahkan pikiran komunikator kepada komunikannya. 22 2. Proses komunikasi secara sekunder Merupakan proses penyampaian pesan kepada seseorang dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Dalam buku Dimensi – Dimensi Komunikasi Menurut Onong Uchjana Effendy (2009: 8) , komunikasi memiliki beberapa tujuan, seperti: 1. Perubahan Sosial (to change the society) Pemberian informasi melalui proses komunikasi kepada masyarakat dengan tujuan akhir agar masyarakat memiliki keinginan untuk mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi itu disampaikan. 2. Perubahan Sikap ( to change the attitude ) Kegiatan memberikan berbagai informasi kepada masyarakat dengan tujuan terjadinya perubahan sikap di tengah masyarakat. 3. Perubahan Opini ( to change the opinion ) Memberikan berbagai informasi kepada masyarakat dengan tujuan terjadinya perubahan persepsi atau pendapat dari masyarakat. 4. Perubahan Perilaku ( to change behavior ) Kegiatan memberikan berbagai informasi kepada masyarakat dengan tujuan terjadiny perubahan perilaku oleh masyarakat. 2.1.4 Corporate Brand Image Corporate Brand Image merupakan sebuah persepsi yang ditawarkan kepada masyarakat luas tentang identitas dari sebuah perusahaan.. Persepsi ini dapat timbul dari berragam informasi yang disuguhkan oleh perusahaan tersebut melalui berbagai media (iklan, artikel di majalah, event, dll) yang nantinya diterjemahan oleh masyarakat sebagai gambaran brand perusahaan. Menurut Katz dalam Sumirat dan Ardianto (2004). Corporate Brand Image adalah cara bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan, seseorang, suatu komite, atau suatu aktifitas. Setiap perusahaan mempunyai citra sebanyak jumlah orang yang memandangnya. Berbagai citra perusahaan datang dari pelanggan perusahaan, pelanggan potensial, banker, staf perusahaan, pesaing, distributor, pemasok, asosiasi dagang, dan gerakan 23 pelanggan di sektor perdagangan yang mempunyai pandangan terhadap perusahaan. Serta, menurut Lawrence L.steinmetz dalam Sutojo (2004). Bagi perusahaan, citra juga dapat diartikan sebagai persepsi masyarakat terhadap jati diri perusahaan. Lawrence juga mengemukakan bahwa persepsi seseorang terhadap perusahaan dapat didasari atas apa yang mereka ketahui atau mereka kira tentang perusahaan yang bersangkutan. Citra perusahaan dibangun dan dikembangkan didalam benak pelanggan melalui saran komunikasi dan pengalaman pelanggan. Keberadaan sebuah Corporate Brand Image tidaklah tetap, namun dapat berganti – ganti sesuai dengan perkembangan zaman, bahkan dapat juga berganti karena adanya pengaruh dari perkembangan perusahaan tersebut. Pergantian citra perusahaan dapat ditujukan untuk tetap menyuguhkan sebuah citra yang tetap hidup atau fresh di masyarakat sehingga tidak timbulnya kejenuhan pasar. Menurut Rhenald Kasali (2003) Citra perusahaan yang baik dimaksudkan agar perusahaan dapat tetap hidup dan orang - orang didalamnya terus mengembangkan kreativitas bahkan memberikan manfaat yang lebih berarti bagi orang lain. Menurut Yu- Te Tu (2013) dalam jurnal An Empirical Study of Corporate Brand Image, Customer Perceived Value and Satisfaction on Loyalty in Shoe Industry, mengatakan bahwa untuk mengukur Corporate Brand Image dapat menggunakan 3 dimensi yaitu : brand value, brand characteristics, brand associations. 2.1.5 Atribut Produk (Product Attributes) Atribut produk merupakan sebuah media alat komunikasi perusahaan dalam memberikan gambaran jelas terhadap sebuah produk yang ditawarkan. Menurut Kotler (2014) atribut produk adalah pengembangan suatu produk atau jasa melibatkan penentuan manfaat yang akan diberikan. Sedangkan Tjiptono (2008: 103) menjelaskan bahwa atribut produk adalah unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian. Atribut produk meliputi merek, kemasan, jaminan (garansi), pelayanan dan sebagainya. Menurut Adi Haryadi (2007 : 29) Atribut produk meliputi dimensi – dimensi produk yang juga menyangkut apa saja yang dipertimbangkan dalam 24 pengambilan keputusan untuk membeli, menonton, memperhatikan suatu produk, seperti harga, ketersediaan produk, merk, harga jual kembali, ketersediaan suku cadang, layanan purnajual, dll. Dan pengertian atribut produk menurut Tjiptono (2001) adalah unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan. Atribut produk meliputi merek, kemasan, jaminan (garansi), pelayanan, dan sebagainya. Dari penjelasan beberapa ahli diatas mengenai definisi atribut produk, kita dapat melihat bahwa kehadiran atribut produk menjadi salah satu faktor penting yang dapat menjadi dasar pertimbangan pengambilan keputusan konsumen dalam membeli sebuah produk. Tentunya dalam membeli sebuah produk, konsumen akan melihat manfaat apakah yang di tawarkan oleh produk tersebut yang nantinya akan memberikan dampak positif bagi dirinya. Manfaat-manfaat tersebut inilah yang disampaikan oleh atribut produk berwujud seperti kualitas mutu produk, ciri produk, dan desain produk yang dapat menentukan tingkat kepuasan konsumen. Menurut Donald R. Lehmann dan Russel S. Winer (Adi Haryadi, 2007 : 22), konsumen memiliki sikap yang berbeda – beda dalam memandang atribut – atribut yang dianggap relevan dan penting. Mereka akan memberikan perhatian terbesar pada atribut yang memberikan manfaat yang dicarinya. Pasar sebuah produk sering dapat disegmentasi berdasarkan atribut yang menonjol dalam kelompok konsumen yang berbeda beda. Menurut Kotler dan Amstrong atribut produk meliputi : 1) Kualitas Produk Kualitas produk adalah kemampuan suatu produk untuk menunjukan dan melakukan fungsi – fungsinya secara benar dan maksimal. (daya tahan, kehandalan, ketelitian yang dihasilkan, kemudahaan dioperasikan dan diperbaiki) 2) Fitur Produk Fitur produk merupakan alat persaingan untuk mendiferensiasikan produk yang ditawarkan oleh perusahaan dengan produk sejenis lainnya yang ditawarkan oleh pesaing. 3) Gaya dan Desain Produk Daya dan desain semata – mata menjelaskan penampilan produk tertentu. 25 Gaya yang sensasional mungkin akan mendapatkan perhatian yang lebih dari konsumen, namun belum tentu dapat berkinerja dengan maksimal. Sedangkan desain bukan hanya sekedar tampilan kasat mata saja, namun desain yang baik dapat memberikan kontribusi dalam hal kegunaan produk dan juga penampilannya. Sedangkan Menurut Tjiptono (2008: 104) atribut produk meliputi : 1. Merek (Brand) Merek merupakan nama, istilah, tanda, symbol atau lambing, warna, desain, gerak, atau kombinasi atribut – atribut produk lainnya yang diharapkan dapat memberikan identitas dan diferensiasi terhadap produk pesaing. Merek digunakan oleh perusahaan untuk beberapa tujuan, yaitu sebagai identitas yang bermanfaat dan membedakan produk perusahaan dengan produk pesaing, alat promosi, membina citra dan untuk mengendalikan pasar. 2. Kemasan (Package) Pengemasan (packaging) merupakan proses yang berkaitan dengan perancangan dan pembuatan wadah (container) atau pembungkus (wrapper) untuk suatu produk. Tujuan penggunaan kemasan antara lain meliputi : a. Sebagai pelindung isi b. Memberikan kemudahaan dalam penggunaan c. Bermanfaaat dalam pemakaian ulang d. Memberikan daya tarik e. Sebagai identitas produk f. Distribusi g. Informasi h. Sebagai cermin inovasi produk 3. Pemberian Label (Labelling) Labeling berkaitan dengan pengemasan. Label merupakan bagian dari suatu produk yang menyampaikan informasi mengenai produk dan penjual. Menurut Stanton, (Tjiptono, 2008: 107), secara garis besar 26 terdapat 3 macam label, yaitu : a. Brand Label yaitu merek yang diberikan pada produk atau dicantumkan pada kemasan. b. Descriptive Label yaitu label yang memberikan informasi obyektif mengenai penggunaan, konstruksi / pembuatan, perawatan / perhatian dan kinerja produk, serta karakteristik – karakteristik lainnya yang berhubungan dengan produk. c. Grade Label yaitu label yang mengidentifikasi penilaian kualitas produk dengan suatu huruf, angka, atau kata. b. Layanan Pelengkap (Supplementary Serices) Layanan pelengkap dapat diklasifikasikan menjadi delapan kelompok, yaitu informasi, konsultasi, order taking, hospitality, caretaking, expection, billing, dan pembayaran. c. Jaminan (Garansi) Adalah janji yang merupakan kewajiban produsen atas produknya kepada konsumen, para konsumen akan diberi ganti rugi bila produk ternyata tidak dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan atau dijanjikan. Dan menurut Zoltan Veres, PhD; Tamas Tarjan; Balazs Peter Hamornik (2014). Mengatakan bahwa untuk mengukur Product Attributes dapat menggunakan tiga dimensi yaitu User Interface, Usage, Style. 2.1.6 Keterlibatan (Involvement) Keterlibatan konsumen terhadap sebuah produk merupakan tujuan kebanyakan dari perusahaan. Dengan adanya keterlibatan konsumen pada sebuah produk yang ditawarkan dapat secara langsung atau tidak langsung membantu produk tersebut untuk berkembang ke tahap selanjutnya, serta melakukan perbaikan (upgrade) di perjalanan produk tersebut ke tahap maturity. Menurut Michael R. Solomon, (2007 : 128) “Involvement is a person’s perceived relevance of the oject based on their inherent needs, values and interest” yang memiliki arti sebuah ikatan atau keteribatan antara seseorang dengan sebuah objek berdasarkan kebutuhan, nilai dan juga ketertarikan serta keuntungan yang dapat mereka dapatkan dari objek tersebut (berupa merek, iklan atau bahkan situasi pembeli). Michael R. Solomon 27 (2007 : 129) juga menambahkan bahwa keterlibatan adalah upaya seseorang dalam membangun motivasi yang dapat dipicu dari berbagai macam hal yang berbeda. Menurut J. Paul Peter dan Jerry C. Olson (2007) Involvement mengacu pada persepsi konsumen tentang pentignya atau relevansi personal suatu objek, kejadian atau aktifitas. Selain itu keterlibatan juga diartikan sebagai suatu motivasi yang menggerakan serta mengarahkan proses kognitif (pengetahuan arti akhir tentang konsekuensi penting yang disebabkan oleh pengunaan produk) dan perilaku konsumen pada saat mereka membuat sebuah keputusan. Menurut Mowen (2002) Involvement adalah pribadi yang dirasakan penting dan/ minat konsumen terhadap perolehan, konsumsi, dan disposisi barang, jasa atau ide. Dengan semakin meningkatnya keterlibatan, konsumen memiliki motivasi yang lebih besar untuk memperhatikan, memahami, dan mengelaborasikan informasi tentang pembelian. Sedangkan menurut Guthrie dan Kim (2010)“Involvement can be described as the personal relationship one holds with a product or situation and is determined by both internal factors (values, moral, and attitudes) and external factors (environment, products, and advertising)” yang artinya Keterlibatan dapat digambarkan sebagai hubungan pribadi seseorang yang memegang produk atau situasi dan ditentukan oleh faktor internal (nilai-nilai, moral, dan sikap) dan faktor eksternal (lingkungan, produk, dan iklan). Dalam buku Consumer Psychology, Cathrine V. Jansson-Boy (2010) mengemukakan bahwa dalam Involvement terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, seperti : Person Factors (dimana Involvement dapat tercipta akibat pengaruh dari orang atau komunitas di sekitar konsumen), Object Factors (dimana Involvement dapat tercipta akibat pengaruh dari kelebihan / fitur daru produk yang sesuai dengan keinginan konsumen), Situational Factor, (dimana Involvement dapat tercipta akibat adanya pengaruh atau kejadian tertentu di sekitar konsumen). 28 2.2 Kerangka Pemikiran Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran Sumber: Peneliti (2015) 2.3 Hubungan Antar Variabel 2.3.1 Hubungan Corporate Brand Image terhadap Involvement Berdasarkan Jurnal “Investigating the Role of Brand in Forming the Consumer Involvement” oleh Aghdaie (2014) mengatakan “Perhaps, the most important and effective strategy to create consumer involvement in the product selection is using the brand for the products”. Masih menurut Aghdaie (2014) di tambahkan bahwa “It can be said that when individuals 29 select a brand, do not just notice the brand of the product, but they consider the corporate brand as well” Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam menciptakan Involvement, kehadiran brand memegang peranan yang penting dan efektif baik di tinggkat citra produk atau citra perusahaan. 2.3.2 Hubungan Product Attributes terhadap Involvement Berdasarkan Jurnal “The influence of consumption situation and product involvement over consumers' use of product attribute” oleh Pascale G. Quester; Justin Smart (2014). Mengatakan “Product involvement and consumption situation significantly influence the relative importance of product attributes” Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa Involvement, secara signifikan dipengaruhi oleh kehadiran product attributes. 2.3.3 Hubungan Consumer Adoption Level terhadap Involvement Dalam Jurnal “Impact of E-Adoption on teaching and Learning in the Context of teaching French“ oleh Christèle Joly dan Nathalie Iseli-Chan (2010), ketika terjadi adopsi teknologi baru terhadap alat bantu pendidikan,“Students’ interest and involvement increased as the variety of activities became wider, and even went beyond pedagogical goals“ Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya adopsi teknologi baru membuat adanya pengaruh naiknya tingkat Involvement.