Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep Persediaan
Ristono (2008) menyatakan bahwa persediaan dapat diartikan sebagai
barang-barang yang disimpan untuk digunakan atau dijual pada masa atau periode
yang akan datang. Persediaan terdiri persediaan bahan baku dan bahan setengah
jadi disimpan sebelum digunakan atau dimasukan ke dalam proses produksi,
sedangkan persediaan barang jadi atau barang dagangan disimpan sebelum dijual
atau dipasarkan. Dengan demikian setiap perusahaan yang melakukan kegiatan
usaha umumnya memiliki persediaan.
Rangkuti (2002) menyatakan bahwa persediaan adalah sebagai suatu
aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual
dalam suatu periode usaha tertentu, atau persediaan barang-barang yang masih
dalam pengerjaan atau proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang
menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi. Jadi persediaan
merupakan sejumlah bahan-bahan, bagian-bagian yang disediakan dan bahanbahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta
barang-barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari
konsumen atau langganan setiap waktu.
Yamit (2003) menyatakan bahwa salah satu alasan utama mengapa
perusahaan mempunyai persediaan adalah agar perusahaan yang dapat membeli
atau membuat item dalam jumlah yang paling ekonomis. Perusahaan yang dapat
menentukan jumlah paling ekonomis secara regular adalah apabila permintan
independen.
Perusahaan yang melakukan kegiatan produksi (industri manufaktur) akan
memiliki tiga jenis persediaan, yaitu persediaan bahan baku dan penolong,
persediaan bahan setengah jadi dan persediaan barang jadi. Sedangkan perusahaan
perdagangan minimal memiliki satu jenis persediaan, yaitu persediaan barang
dagangan. Adanya berbagai macam persediaan ini menuntut pengusaha untuk
melakukan tindakan yang berbeda untuk masing-masing persediaan, dan ini akan
4
sangat terkait dengan permasalahan lain seperti masalah peramalan kebutuhan
bahan baku serta peramalan penjualan atau permintaan konsumen. Bila
melakukan kesalahan dalam menetapkan besarnya persediaan maka akan
merembet ke masalah lain, misalnya tidak terpenuhinya permintaan konsumen
atau bahkan berlebihnya persediaan sehingga tidak semuanya terjual, timbulnya
biaya ekstra penyimpanan atau pesanan bahan.
Persediaan merupakan suatu model yang umum digunkan untuk
menyelesaikan masalah yang terkait dengan usaha pengendalian bahan baku
maupun barang jadi dalam suatu aktifitas perusahaan. Ciri khas dari model
persediaan adalah solusi optimalnya difokuskan untuk menjamin persediaan
dengan biaya yang serendah-rendahnya.
Inventory atau persediaan adalah suatu teknik untuk manajemen material
yang berkaitan dengan persediaan. Manajemen material dalam inventory
dilakukan dengan beberapa input yang digunakan yaitu permintaan yang terjadi
(demand) dan biaya-biaya yang terkait dengan penyimpanan, serta biaya apabila
terjadi kekurangan persediaan.
Secara teknis, inventory
adalah suatu teknik yang berkaitan dengan
penetapan terhadp besarnya persediaan bahan yang harus diadakan untuk
menjamin kelancaran dalam kegiatan operasi produksi, serta menetapkan jadwal
pengadaan dan jumlah pemesanan barang yang seharusnya dilakukan oleh
perusahaan. Penetapan jadwal dan jumlah pemesanan yang harus dipesan
merupakan pernyataan dasar yang harus terjawab dalam pengendalian persediaan.
Pengendalian pengadaan persediaan perlu diperhatikan karena berkaitan
langsung dengan biaya yang harus ditanggung perusahaan sebagai akibat adanya
persediaan. Oleh karena itu, persediaan yang ada harus seimbang dengan
kebutuhannya, karena persediaan yang terlalu banyak akan mengakibatkan
perusahaan menanggung resiko kerusakan dan biaya penyimpanan yang tinggi
disamping biaya investasi yang besar. Tetapi jika terjadi kekurangan persediaan
akan berakibat terganggunnya kelancaran dalam proses produksinya. Oleh
karenanya diharapkan terjadi keseimbangan dalam pengadaan persediaan
5
sehingga biaya dapat ditekan seminimal mungkin dan dapat memperlancar
jalannya proses produksi.
Beberapa pengertian persediaan menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a. Suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari part atau
bagian, bahan baku dan barang hasil produksi, sehingga perusahaan dapat
melindungi
kelancaran
produksi
dan
penjualan
serta
kebutuhan
pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien.
b. Serangkaian kebijakan dengan sistem pengendalian yang memonitor
tingkat persediaan yang harus dijaga kapan persediaan harus diisi dan
berapa pesanan yang harus dilakukan.
Berdasarkan pada kedua pengertian diatas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa pengertian pengendalian persediaan merupakan suatu usaha memonitor
dan menentukan tingkat komposisi bahan yang optimal dalam menunjang
kelancaran dan efektivitas serta efisiensi dalam kegiatan perusahaan.
2.2 Persediaan Probabilistik
Probabilistik dalam sistem persediaan akan selalu kita temui dalam kondisi
nyatanya. Demand yang terjadi tidak selamanya konstan. Ada kalanya demand
atau permintaan suatu barang pada perusahaan bervariasi atau mengikuti distribusi
probabilistik tertentu yang karateristiknya diketahui. Untuk menghadapi
permintaan yang bervariasi perusahaan biasanya mempunyai persediaan tertentu
sebagai pengaman yang disebut Safety/buffer Stock. Safety stock ini menyediakan
sejumlah persediaan selama lead time. Untuk menyelesaikan persoalan semacam
itu digunakan pendekatan persediaan probabilistik.
Rangkuti (2002) menyatakan bahwa model ini memperkenalkan model
probablistik dimana persediaan dipantau secara terus-menerus dan jumlah
pemesanan dilaksanakan pada saat tingkat persediaan mencapai titik tertentu
(reorder point). Tujuannya adalah untuk mengetahui nilai optimum jumlah
pemesanan dan reorder point sehingga dapat meminimalkan biaya persediaan per
unit pada satu periode.
6
Asumsi yang digunakan pada model inventori probabilistik adalah sebagai
berikut:
1. Permintaan selama horizon perencanaan bersifat probabilistik dengan
permintaan rata-rata (D) dan deviasi standar (S) serta berpola distribusi
normal.
2. Ukuran lot pemesanan (q0) konstan untuk setiap pemesanan, barang akan
datang secara serentak dengan waktu ancang-ancang (L), pemesanan
dilakukan pada saat inventori mencapai titik pemesanan ulang (r).
3. Harga barang (p) konstan baik terhadap kuantitas barang yang dipesan
maupun waktu.
4. Ongkos pesan (A) konstan untuk setiap kali pemesanan dan ongkos simpan
(h) sebanding dengan harga barang dan waktu penyimpanan.
5. Ongkos kekurangan inventori (Cu) sebanding dengan jumlah barang yang
tidak dapat dipenuhi.
6. Tingkat pelayanan (η) atau kemungkinan terjadinya kekurangan inventori
(α) diketahui atau ditentukan oleh pihak manajemen.
2.3 Ongkos Pembelian (OB)
Ongkos pembelian barang merupakan perkalian antara jumlah barang yang
dibeli (D) dengan harga barang per unitnya (p), secara matermatis dapat dituliskan
sebagai berikut:
Ob = P x D………………………………………………………………............(1)
Menurut (Rangkuti 2002)
2.4 Ongkos Pemesanan (OP)
Besarnya ongkos pemesanan selama horison perencanaan merupakan
perkalian antara frekuensi pemesanan (f) dan ongkos untuk setiap kali pemesanan
barang (A), secara matermatis dapat dituliskan sebagai berikut:
OP = f x A………………………………………………………………..............(2)
7
Adapun frekuensi pemesanan selama horison perencanaan adalah
banyaknya permintaan selama horison perencanaan (D) dibagi dengan ukuran lot
pemesanannya (q0):
f=


……………………………………………………………….....................(3)
Dengan demikian ongkos pemesanan selama horison perencanaan dapat
dirumuskan:
OP =


………………………………………………………………................(4)
Menurut (Rangkuti 2002)
2.5 Ongkos Simpan (Os)
Ongkos ini dapat dihitung dari hasil perkalian antara jumlah inventori ratarata yang ada di gudang (m) dengan ongkos inventori per unit per periode (h),
secara matermatis dapat dituliskan sebagai berikut:
Os = h x m……………………………………………………………….............(5)
Adapun jumlah inventori rata-rata (m) dapat dihitung berdasarkan nilai
ekuivalensi keadaan inventori. Dengan demikian ongkos simpan secara
matermatis dapat dituliskan sebagai berikut:

Os = q0 x h………………………………………………………………...........(6)

Disini ongkos simpan per unit per periode (h) dapat dinyatakan sebagai
persentase (I) dari harga satuan barang (p), secara matermatis dapat dituliskan
sebagai berikut:
h = I x p…………………………………………………………………..............(7)
Harga I biasanya ditentukan berdasarkan ongkos modal atau sebesar suku
bunga pinjaman untuk membeli barang. Rumus ongkos inventori total sebagai
berikut:
OT  Dp 
AD 1
 hq0 ………………………………………………............(8)
q0 2
8
Karena Dp konstan maka tidak akan mempengaruhi nilai optimalitas dari
q0. Oleh sebab itu, persamaan 10 adalah ekuivalen dengan persamaan 11 berikut
ini :
AD 1
OT 
 hq0
q0 2
……………………………………………………………...(9)
Menurut (Rangkuti 2002)
2.6 Ongkos Kekurangan Inventori
Kekurangan inventori terjadi bila barang yang tersedia tidak mencukupi
permintaan pemakai. Bila kekurangan inventori dapat ditempuh melalui
pemesanan ulang (back order) atau kehilangan permintaan (lost sales). Besarnya
ongkos kekurangan inventori selama horison perencanaan (Ok) merupakan
perkalian antara ekspektasi jumlah kekurangan inventori (NT) selama horison
perencanaan dan ongkos satuan kekurangan inventori (Cu), secara matematis
dituliskan sebagai berikut:
 =  . 
Dimana:
 =
 =



 

........................................................................................................... (10)
Rumus total ongkos inventori sebagai berikut:

 =  + ℎ   +  +
 

...................................................................... (11)
N dapat dihitung dari tingkat pelayanan (η) atau probabilitas terjadinya
kekurangan inventori (α). Sedangkan Cu adalah ongkos kekurangan inventori per
unit. Syarat yang dapat diperlukan agar ongkos inventori OT minimal adalah:




= 0 → −  + ℎ −

 
 
= 0, sehingga dapat diperoleh:
 
 ∗= 

............................................................................................ (12)
9
Dengan demikian ukuran kuantitas inventori mengalami perubahan dari model
deterministik dengan adanya faktor ongkos kekurangan. Sedangkan kapan
pemesanan ulang dilakukan (reorder point) adalah:
r* = Kebutuhan selama waktu ancang-ancang (L)
r* = Kebutuhan rata-rata selama L + cadangan pengaman
r* = DL x ss........................................................................................................ (13)
Dengan pendekatan model probabilistik sederhana ini, maka kebijakan pengadaan
inventori diatur sebagai berikut:
a. Ukuran lot pemesanan q0* selalu konstan untuk setiap kali pesan, yaitu sebesar:
 
 ∗= 

............................................................................................. (14)
b. Pemesanan dilakukan pada saat inventori mencapai titik pemesanan ulang (r)
sebesar:
c. r* = DL x ss.................................................................................................. (15)
d. Cadangan pengaman sebesar:
e. ss = Z S√L.....................................................................................................(16)
d. Tingkat Pelayanan η
 = 1−


 =    −   .............................................................................. (17)
e. Total Ongkos Inventori (OT)
 =  +

1
 
+ ℎ   +  +

2

Menurut (Rangkuti 2002)
10
Download