UJI MATERIL PASAL 34 UU KPK TERHADAP PASAL 28D AYAT (1) UUD 1945 o o o o o o o 20 Juni 2011 Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materil pasal 34 Undang‐ Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU KPK) atas pasal 28 ayat (1) UUD 1945 yang dimohonkan oleh Feri Amsari SH, MH, Ardisal SH, Drs. Teten Masduki, Zainal Arifin Mochtar Husein sebagai Pemohon I, dan Inconesia Corruption Watch sebagai Pemohon II Objek permohonan pengujian ini adalah Pasal 34 UU KPK terhadap Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Pasal 34 UU KPK berbunyi “Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan” dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum” Sebelumnya terdapat fakta hukum bahwa DPR RI dan Presiden menentukan masa jabatan anggota yang mengganti Pimpinan KPK yang berhenti dalam masa jabatannya adalah hanya melanjutkan sisa masa jabatan dari Pimpinan KPK yang digantinya. Dalam menentukan masa jabatan pimpinan pengganti tersebut, DPR RI mendasarkan pada penafsiran Pasal 21 ayat (5) UU KPK yang menentukan bahwa Pimpinan KPK bekerja secara kolektif kolegial, sehingga ketentuan Pasal 34 UUKPK dimaknai bahwa Pimpinan KPK berhenti secara bersamaan. Pada sisi lain, para Pemohon merujuk pada Pasal 34 UU KPK yang menyatakan, “Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan”, yang menurut para Pemohon masa jabatan empat tahun bagi Pimpinan KPK, adalah masa jabatan yang berlaku baik terhadap Pimpinan yang diangkat secara bersamaan sejak awal maupun Pimpinan yang menggantikan Pimpinan yang berhenti pada saat masa jabatannya. Penafsiran DPR dan Pemerintah bagi Pemohon mengakibatkan tidak jelasnya makna Pasal 34 UU KPK sehingga melanggar prinsip‐prinsip konstitusi yaitu antara lain prinsip kepastian hukum yang adil yang harus dihormati, dilindungi, dan dipenuhi menurut konstitusi Menurut salah satu pendapat ahli berdasarkan terori Hukum Tata Negara, pimpinan lembaga Negara independen diberhentikan dengan sebab yg jelas, kekuasaan diluarnya tidak bebas memutuskan proses pemberhentian, dan proses penggantian masa jabatan dilakukan dengan pola berjenjang stages term (Asimov), KPK adalah independent agencies, karena dia adalah lembaga negara independent, maka kemudian dalam banyak teori Ketatanegaraan disebutkan bagaimana cara pengisian lembaga‐lembaga negara independent. Yang paling umum digunakan adalah pola yang disebut dengan pergantian berjenjang atau stages terms. Penggantian masa jabatan tidak dilakukan secara serentak Proses pemilihan pimpinan KPK pengganti sama dengan proses pemilihan pimpinan KPK dalam kondisi normal. Pansel bekerja sebagaimana layaknya Pansel bekerja dalam pengisian awal, sedangkan masa jabatan diberi masa waktu yang pendek, menurut ahli, hal tersebut adalah pemubaziran keuangan Negara dan menghabiskan waktu yang cukup panjang Dengan segala pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk mengabulkan permohonan Pemohon secara keseluruhan yakni menyatakan Pasal 34 UU KPK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai bahwa Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi baik pimpinan yang diangkat secara bersamaan maupun pimpinan pengganti yang diangkat untuk menggantikan pimpinan yang berhenti dalam masa jabatannya memegang jabatan selama 4 (empat) tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan; Dengan adanya putusan MK yang menegaskan bahwa masa jabatan pimpinan KPK adalah 4 tahun, maka otomatis kondisi yang akan timbul adalah ketidakserentakan selesainya masa jabatan pimpinan. Saat ini sikap dari fraksi di DPR menyatakan menolak 8 (delapan) calon, dan mewajibkan Pansel menyerahkan 10 (sepuluh) calon kepada DPR menjadi tidak tepat, karena pasal 30 ayat (9) UU KPK menyatakan “Paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya daftar nama calon dari panitia seleksi, Presiden Republik Indonesia menyampaikan nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sebanyak 2 (dua) kali jumlah jabatan yang dibutuhkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia”. Kebutuhan jabatan pimpinan KPK yang harus diisi hanya 4 (empat) orang pimpinan, karena Busyro Muqodas telah ditetapkan untuk menyelesaikan jabatan selama 4 tahun. Dengan demikian tindakan Pansel yang menyerahkan 8 (delapan) nama calon merupakan tindakan yang tepat. Pasal 30 ayat (10) UU KPK memang menyatakan “Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia wajib memilih dan menetapkan 5 (lima) calon yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya usul dari Presiden Republik Indonesia.”> Dalam kondisi seperti sekarang, pasal tersebut memang terlihat kontradiktif, namun DPR perlu menyadari bahwa pasal ini merupakan aturan dalam kondisi normal, dan kelemahan UU KPK adalah tidak mengatur mekanisme pemilihan pimpinan dalam kondisi penggantian di tengah masa jabatan. Dengan adanya putusan MK yang menegaskan penafsiran terhadap pasal 34 tentang masa jabatan pimpinan, maka konsekuensi logisnya jika dikaitkan dengan proses seleksi pimpinan dalam kondisi saat ini adalah penyerahan nama calon sebanyak dua kali jumlah jabatan yang dibutuhkan.