TINDAKAN PEMERINTAH MAKALAH Dibuat untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara di Bawah Bimbingan Dosen Bapak EKO WAHYUDI, SH. Oleh : MARINA EVANMIRA EMA HURINT KELAS C PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAWA TIMUR SURABAYA 2013 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i PENYUSUN ....................................................................................................................... ii KATA PENGANTAR........................................................................................................ iii DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1 1. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1 1.3. Tujuan Penuisan ………………………………………………………… 1 BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 2 .1. Pendapat Para Ahli .................................................................................... 2 2.2. Tindakan Pemerintah ................................................................................. 2 2.3. Unsur – Unsur Tindakan Pidana ………………………………………… 3 2.3.1. Tindakan Badan atau Pejabat ........................................................ 4 2.3.1.1. Membuat Keputusan Tat Usaha Negara ....................................... 4 2.3.1.2. Membuat Peraturan …………………………………………… 5 2.3.1.3 Tindakan Materiil ……………………………………………… 6 2.4. Karakteristik Tindakan Hukum Pemerintahan ........................................... 6 2.5. Macam – Macam Tindakan Hukum Pemerintahan……………………… 7 2.6. Perbedaan Ketetapan dan Pengaturan …………………………………... 7 2.7. Sifat – sifat Tindakan Hukum Publik …………………………………… 8 2.8. Hakekat Hukum Administrasi Negara ………………………………….. 8 2.9. Ketetapan Yang Sah …………………………………………………….. 9 2.10. Syarat Formil dan Materiil …………………………………………….. 12 PENUTUP........................................ ............................................................... 14 Kesimpulan ...................................................................................................... 14 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 15 BAB III BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hukum Administrasi Negara merupakan sekumpulan peraturan yang memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengatur masyarakat yang artinya pemerintah mempunyai fungsi untuk mengatur masyarakat dengan mendapatkan wewenang dari HAN sebagai landasan hukum. Dalam menjalankan bermacam-macam fungsinya perbuatan/tindakan mengatur untuk masyarakat, pemerintah menyelenggarakan melakukan kepentingan umum. Tindakan pemerintah tersebut yang disebut juga Bestuurs handeling adalah tindakan yang dilakukan oleh alat perlengkapan pemerintah/penguasa dalam tingkat tinggi dan rendahan secara spontan dan mandiri untuk memelihara kepentingan negara dan rakyat. Peran pemerintah dalam tata usaha negara adalah sangat penting, ada beberapa tindakan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah dalam hukum administrasi negara. Tindakan Pemerintah itu ada 2 macam, yaitu : 1. Tindakan berdasarkan hukum (rechts handeling); dan 2. Tindakan berdasarkan fakta atau kenyataan dan bukan berdasarkan pada hukum (feitelijke handeling). 1.2 Rumusan Masalah Apa Pengertian Tindakan Pemerintahan, Apa Saja Unsur - Unsur Serta Karakteristik Tindakan Pemerintahan dan Apa saja Macam-macam Tindakan Pemerintah? 1.3 Tujuan Penulisan Makalah ini dibuat untuk dapat memenuhi tujuan-tujuan yang dapat bermanfaat bagi para remaja dalam pemahaman tentang Tindakan Pemerintah di Indonesia. Secara terperinci tujuan dari penulisan makalah ini adalah: 1. Mengetahui Pengertian Tindakan Pemerintahan; 2. Apa saja Unsur dan Karakteristik Tindakan Pemerintahan 3. Apa saja Macam-macam Tindakan Pemerintah BAB II PENDAHULUAN 2.1 Pendapat Para Ahli Para ahli berbeda pendapat dlm penggunaan istilah Tindakan Pemerintah, yakni; 1. Tindakan Pemerintahan (Kuntjoro) 2. Sikap Tindak Administrasi Negara (Sjachran Basah) 3. Perbuatan Pemerintah (Utrecht) 4. Perbuatan Administrasi Negara (Bachsan Mustafa) 5. Perbuatan alat administrasi Negara (Muchsan) 2.2 Tindakan Pemerintah Tindakan pemerintah (Bestuurshandeling) yang dimaksud adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh alat perlengkapan dalam menjalankan pemerintahan (bestuurs organ) dalam menjalankan fungsi pemerintahan (bestuurs functie). Ada 2 (dua) bentuk tindakan pemerintah yakni: 1. Tindakan berdasarkan hukum (rechts handeling); dan 2. Tindakan berdasarkan fakta atau kenyataan dan bukan berdasarkan pada hukum (feitelijke handeling). Tindakan pemerintah berdasarkan hukum (rechts handeling) dapat dimaknai sebagai tindakan yang berdasarkan sifatnya dapat menimbulkan akibat hukum tertentu untuk menciptakan suatu hak dan kewajiban. Tindakan ini lahir sebagai konsekuensi logis dalam kedudukannya pemerintah sebagai subjek hukum, sehingga tindakan hukum yang dilakukan menimbulkan akibat hukum. Tindakan pemerintah berdasarkan fakta atau kenyataan dan bukan berdasarkan pada hukum (feitelijke handeling) adalah tindakan yang tidak ada hubungan langsung dengan kewenangannya dan tidak menimbulkan akibat hukum. Skema Bentuk tindakan pemerintahan Tindakan Nyata/Materil Tindakan Hukum Tindakan Hukum Privat Tindakan Hukum Publik Tindakan Hukum Publik Tindakan Hukum Pubik Bersegi Satu/Sepihak Bersegi Dua/berbagai pihak Umum Abstrak Individual Konkrit Tindakan hukum administrasi adalah suatu pernyataan kehendak yang muncul dan organ administrasi dalam keadaan khusus dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang hukum administrasi. Jadi dapat dikatakan tindakan hukum pemerintah apabila tindakan yang dimaksud dilakukan organ pemerintah (bestuurs orgaan) dan menimbulkan akibat hukum khususnya di bidang hukum administrasi. 2.3 Unsur – unsur Tindakan Pemerintah Akibat hukum yang timbul tersebut dapat berupa penciptaan hubungan hukum yang baru maupun perubahan atau pengakhiran hubungan hukum yang ada. Dengan demikian tindakan hukum pemerintah di maksud memiliki unsur-unsur sebagai berikut: Tindakan tersebut dilakukan oleh aparatur pemerintah dalam kedudukannya sebagai penguasa, maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan (bestuurs organ); Tindakan dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan; Tindakan yang dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum (recht gevolgen) di bidang hukum administrasi; Tindakan yang dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan umum; Tindakan dilakukan berdasarkan norma wewenang pemerintah; Tindakan tersebut berorientasi pada tujuan tertentu berdasarkan hukum; dan Tindakan Hukum Pemerintah dapat berbentuk tindakan berdasarkan hukum publik dan berdasarkan hukum privat. Tindakan hukum publik adalah tindakan - tindakan hukum yang dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan fungsi pemerintahan. Tindakan hukum publik ini dilakukan berdasarkan kewenangan pemerintah yang bersifat hukum publik yang hanya dapat lahir dari kewenangan yang bersifat hukum publik pula. Sedangkan tindakan hukum privat adalah tindakan hukum yang didasarkan pada ketentuan hukum keperdataan. 2.3.1 Tindakan Badan atau Pejabat dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) bagian yakni: a. Tindakan membuat Keputusan (beschikking) b. Tindakan membuat Peraturan (regeling) c. Tindakan Materiil (materiele daad) 2.3.1.1 Membuat Keputusan Tata Usaha Negara (Beschikking) Pasal 1 angka (9) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang perubahan kedua Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, merumuskan: “Keputusan Tata Usaha Negara adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkrit, individual, dan tindakan yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.” Perumusan ini mengandung arti bahwa suatu Keputusan Tata Usaha Negara, yang memenuhi unsur-unsur tersebutlah sebagai syarat formal (kumulatif) yang dapat dimohonkan penyelesaiannya di Peradilan Tata Usaha Negara. Yang dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara yaitu Keputusan Tata Usaha Negara yang tidak ada wujudnya tetapi merupakan suatu sikap diam atau tidak mengeluarkan keputusan yang telah dimohonkan kepadanya sedangkan hal itu menjadi kewajibannya. Terhadap sikap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dapat dijadikan objek gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana dalam Pasal 3 Undangundang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986. Hal ini disebut Keputusan Fiktif Negatif. Dengan demikian kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai ciri-ciri: Yang bersengketa adalah orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Objek sengketa adalah Keputusan Tata Usaha Negara berupa penetapan tertulis, termasuk yang dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara, yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Keputusan yang dijadikan objek sengketa bersifat konkrit, individual, final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Bukan merupakan keputusan-keputusan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 49 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 2.3.1.2 Membuat Peraturan (Regeling) Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum tidak termasuk Keputusan Tata Usaha Negara dalam arti beschikking, yang berarti terhadap perbuatan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan yang bersifat umum tidak dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara. Misalnya Keputusan Menteri, Keputusan Walikota, dan lain-lain. Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh Lembaga Negara atau Pejabat berwenang dan mengikat secara umum. Perlu dijelaskan bahwa dengan keluarnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 “Keputusan” tidak termasuk pada hierarkhi peraturan perundang-undangan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7. Istilah keputusan diubah dengan sebutan ”Peraturan” misalnya Peraturan Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Walikota, Peraturan Bupati dan lain-lain. Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 menyebutkan bahwa jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan sebagai berikut: Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945; Undang-undang/Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang; Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden; dan Peraturan Daerah. Bahwa jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sesuai Pasal 56 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 dapat diketahui bahwa semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota atau Keputusan pejabat lainnya, harus dibaca sebagai peraturan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang jenis dan bentuk produk hukum daerah menyebutkan jenis produk hukum daerah terdiri atas: Peraturan Daerah; Peraturan Kepala Daerah; Peraturan Bersama Kepala Daerah; Keputusan Kepala Daerah; Instruksi Kepala Daerah; Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum termasuk perundangundangan tidak merupakan bagian dari perbuatan keputusan (beschikking) tetapi termasuk perbuatan tata usaha negara di bidang pembuatan peraturan (Reglement Daad van De Administratie). 2.3.1.3 Tindakan Materiil (Materiele Daad) Tindakan materiil adalah tindakan nyata yang tidak melahirkan akibat hukum (Recht Gevolg) dari perbuatan pemerintah tersebut sedangkan tindakan hukum yaitu ada maksud untuk melahirkan akibat hukum. Bentuk-bentuk konkrit dari tindakan materiil dapat dicontohkan sebagai berikut: Perbuatan nyata Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam fungsi pelayanan. Dalam fungsi ini perbuatan nyata dilihat dari: Fungsi pelayanan jasa misalnya pelayanan jasa pos dan telekomunikasi, pelayanan listrik dan penyediaan air minum, pelayanan jasa angkutan kereta api, pelayanan jasa angkutan laut (PELNI). Fungsi pelayanan pemerintahan misalnya: o Pengukuran tanah oleh Badan Pertanahan. o Pihak Kelurahan mewajibkan bagi setiap warga yang membuat KTP untuk membuat pas photo (wajib photo). Fungsi Pembangunan misalnya pembangunan jembatan dan gedung pemerintah. Dalam rangka penegakan hukum misalnya tindakan pengosongan dan penyegelan. 2.4 Karakteristik Tindakan Hukum Pemerintahan Di kalangan para sarjana terjadi perbedaan pendapat mengenai sifat hukum pemerintahan.Dalam setiap Negara hukum setiap tindakan hukum pemerintahan harus selalu didasarkan pada asas legalitas atau harus berdasarkan peraturan perundang-tindakan-tindakan yang dilaksanakan dalam rangka melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku atau dalam rangka melayani kepentingan umum yang dikristalisasikan dalam ketentuan UU yang bersangkutan. Ruang lingkup urusan pemerintahan itu demikian kompleks sehingga untuk efektivitas dan efisiensi diperlukan pula keterlibatan pihak swasta, yang diwujudkan dengan kerja sama atau perjanjian. Tindakan hukum pemerintahan yang dilakukan dengan melibatkan pihak swasta ini biasa disebut tindakan hukum campuran. E. Utrecht menyebutkan beberapa cara pelaksanaan urusan pemerintahan, yaitu: yang bertindak adalah administrasi Negara sendiri yang bertindak ialah subjek hukum lain yang tidak termasuk administrasi Negara dan yang menpunyai hubungan istimewa atau hubungan biasa dengan pemerintah yang bertindak ialah subjek hukum lain yang tidak termasuk administrasi Negara dan yang menjalankan pekerjaannya berdasarkan suatu konsesi atau izin yang diberikan pemerintah yang bertindak ialah subjek hukum lain yang tidak termasuk administrasi Negara dan disubsidi oleh pemerintah yang bertindak ialah pemerintah bersama-sama dengan subjk hukum lain yang bukan administrasi Negara dan kedua belah pihak itu tergabung dalam kerjasama yang diatur oleh hukum privat yang bertindak ialah yayasan yang didirikan oleh pemerintah atau diawasi pemerintah yang bertindak ialah subjek hukum lain yang bukan administrasi Negara, tetapi diberi suatu kekuasaan memerintah. 2.5 Macam-macam Tindakan Hukum Pemerintahan Administrasi Negara adalah subjek hukum yang mewakili dua institusi yaitu jabatan pemerintah dan badan hukum. Karena mewakili dua institusi, yaitu tindakan hukum public dan tindakan hukum privat. Cara untuk menentukan apakah tindakan pemerintahan diatur oleh hukum privat atau hukum public adalah dengan melihat kedudukan pemerintah dalam menjalankan tindakan tersebut. Jika pemerintah bertindak dalam kualitasnya sebagai pemerintah, hanya hukum publiklah yang berlaku. Jika pemerintahan bertindak tidak dalam kualitas pemerintah, maka hukum privatlah yang berlaku. 2.6 Perbedaan Ketetapan dan Pengaturan Ada pun perbedaan antara ketetapan dan Peraturan, yakni: Ketetapan dibuat untuk menyelesaikan suatu hal konkrit yang telah diketahui terlebih dahulu oleh pejabat administrasi. contohnya Pengangkatan Kapolda, Pengangkatan Kadis, dsb. Pengaturan dibuat untuk menyelesaikan hal - hal yang belum dapat diketahui terlebih dahulu dan yang mungkin akan terjadi dan ditujukan pd hal - hal yg masih abstrak. contohnya PP, Perwali, dll. 2.7 Sifat - Sifat Tindakan Hukum Publik Dilakukan dlam keadaan mnurut cara yg diatur dlm perundangan Mengikt warga masyarakat sekalipun yg bersangkutn tdk menghendaki Bersifat sepihak Mrupakn konsekuensi dari plaksanaan fungsi pemerintahan yg dilandasi norma kewenangan Memerlukan pngawasn preventif maupun represif Tindakan pemerintahan dalam menjalankan fungsinya melaksanakan pelayanan publik harus tetap berdasarkan kepada: o hukum yang berlaku o Prinsip-prinsip hukum umum yang diterima dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kepada hukum (Pasal 27 ayat (2)UUD 1945). 2.8 Hakekat Hukum Administrasi Negara Hakekat HAN mengatur hubungan hukum antara Pemerintah dengan war-ganya serta memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat atau warga negaranya dari tindakan sewenang-wewenang aparatur Pemerintah. Cakupan HAN (Prajudi Atmo-sudirdjo) : adalah HAN mengatur we-wenang, tugas, fungsi, dan tingkah laku para Pejabat Administrasi Negara. Van Wijk-Konjnenbelt dan P. de Haan Cs. Mengatakan HAN meliputi : Mengatur sarana bagi penguasa untuk mengatur dan mengendali-kan masyarakat; Mengatur cara – cara partisipasi warga negara dalam proses pen-gaturan dan pengendalian tersebut; Perlindungan hukum (rechtsbe-sherming); Menetapkan norma-norma fundamental bagi penguasa untuk pemerintahan yang baik (algemene beginselen van behoorlijk bestuur). 2.9 Ketetapan Yang Sah Istilah ketetapan di Belanda dikenal dengan nama “beschikking” merupakan suatu wujud dari tindakan hukum publik bersegi satu yang dilakukan oleh pemerintah. Menurut Van Der Pot dan Van Vollenhoven, ketetapan adalah suatu tindakan hukum yang bersifat sebelah pihak, dalam lapangan pemerintahan dilakukan oleh suatu badan Pemerintah berdasarkan kekuasaan istimewa. Menurut UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dalam Pasal 1 angka 3 menyebutkan : “ Keputusan Tata Usaha adalah suatu penetapan tertulis yang dilakukan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara (TUN) yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.” Dengan definisi yang diberikan UU No. 5 Tahun 1986 ini, maka hanya penetapan tertulis saja yang dapat digugat di pengadilan TUN dengan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Konkret, artinya objek yang diputuskan tidak abstrak tapi berwujud tertentu atau dapat ditentukan, misalnya keputusan pemberian izin mendirikan bangunan (IMB) untuk si A. b. Individual, artinya keputusan TUN tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu, baik nama, alamat maupun hal yang dituju. c. Final, artinya sudah definitif, tidak lagi memerlukan persetujuan atasan dan karenanya menimbulkan akibat hukum. d. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Walau demikian ketetapan yang ada bukan hanya ketetapan tertulis, tetapi ada juga ketetapan tidak tertulis atau lisan. Ketetapan lisan hanya dapat dibuat bila: Tidak membawa akibat yang kekal Tidak begitu penting bagi administrasi negara Dikehendaki suatu akibat yang timbul dengan segera Ketetapan tertulis lebih sering digunakan dengan alasan kebiasaan, di mana apabila ketetapan tersebut dibuat secara tertulis maka dapat lebih memberikan kepastian hukum. Ketetapan tertulis harus berisikan: Badan atau pejabat yang mengeluarkan Maksud serta mengenai hal apa isi tulisan Kepada siapa ditujukan dan apa yang ditetapka di dalamnya jelas bersifat individual, konkret dan final Menimbulkan suatu akibat hukum bagi seseorang atau suatu badan hukum perdata Berdasarkan jenisnya, Ketetapan dibedakan atas 2 macam, yaitu: a. Ketetapan positif Menurut W.F. Prins, dalam garis besar ketetapan positif yang mempunyai akibat hukum terbagi atas 5 (lima) golongan: Ketetapan yang pada umumnya baru melahirkan keadaan hukum yang baru Ketetapan yang melahirkan keadaan hukum baru bagi objek yang tertentu Ketetapan yang menyebabkan berdirinya atau bubarnya suatu badan hukum Ketetapan yang memberikan hak-hak baru kepada seseorang atau lebih Ketetapan yang membebankan kewajiban baru kepada seseorang atau lebih Penggolongan tersebut dibagi berdasarkan akibat hukum yang ditimbulkan dari suatu ketetapan positif. Jadi ketetapan positif adalah suatu ketetapan yang pada umumnya menimbulkan suatu keadaan hukum baru baik pembebanan kewajiban baru maupun pemberian hak baru kepada subjek tertentu. Misalnya Surat keputusan Rektor sebuah universitas yang mengangkat dosen A sebagai anggota panitia penyelenggara Ujian dinas Universitas. Akibat hukum dari dikeluarkanny Surat keputusan Rektor tersebut memberikan suatu kewajiban dan hak bagi dosen A yaitu kewajibannya untuk menguji pegawai-pegawai yang ditunjuk untuk mengikuti ujian dinas dan haknya untuk mendapat honorarium sebagai akibat dari pengangkatannya tersebut. b. Ketetapan negatif adalah ketetapan yang: Untuk menyatakan tidak berhak Untuk menyatakan tidak berdasarkan hukum Untuk melakukan penolakan seluruhnya Ketetapan negatif ini tidak menyebabkan lahirnya suatu hukum yang baru tetapi hanya hukum yang lahir untuk menyelesaikan suatu masalah/kasus dimana setelah kasus tersebut selesai maka ketetapan ini pun akan hilang. Macam-macam ketetapan lainnya: 1) Ketetapan deklaratoir dan ketetapan konstitutif Ketetapan deklaratoir adalah ketetapan yang menyatakan atau menetapkan mengikatnya suatu hubungan hukum. Misalnya ketetapan yang menyatakan B mendapatkan cuti 12 hari kerja. Ketetapan konstitutif adalah ketetapan yang melahirkan/menghapus suatu hubungan hukum. Misalnya ketetapan tentang pemberhentian pegawai. 2) Ketetapan yang Menguntungkan dan Ketetapan yang Membebankan Ketetapan yang menguntungkan adalah ketetapan yang memberikan hak-hak yang sebelumnya tidak ada. Misalnya subsidi, pengangkatan pegawai dan sebagainya. Ketetapan yang membebankan adalah ketetapan yang memberikan suatu beban yang sebelumnya tidak ada. Misalnya penetapan pajak, pemberhentian pegawai. 3) Ketetapan Eenmalig dan Ketetapan Permanen Ketetapan eenmalig adalah suatu ketetapan yang habis masa berlakunya setelah sekali dipergunakan, misalnya IMB. Ketetapan permanen adalah ketetapan yang berlakunya untuk masa yang lama, misalnya ketetapan pemberhentian pegawai. 4) Ketetapan Terikat dan Ketetapan Bebas Ketetapan yang terikat adalah ketetapan yang sudah ditentukan oleh peraturan dasar. Misalnya ketetapan pemberian izin cuti. Ketetapan bebas adalah ketetapan yang oleh peraturan dasar diberikan kebebasan kepada pejabat TUN untuk/tidak mengeluarkan suatu ketetapan. Misalnya pemberian subsidi BBM tergantung kepada anggaran negara. Berdasarkan hubungan yang diatur, ketetapan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: 1) Ketetapan Intern adalah ketetapan yang dibuat untuk mengatur hubungan dalam lingkungan badan pemerintah yang membuatnya. Misalnya keputusan pemberian cuti tahunan 12 hari kerja kepada seorang pejabat TUN yang diberikan oleh atasannya. 2) Ketetapan Ekstern adalah ketetapan yang mengatur hubungan antara Pemerintah dengan seorang warga negaranya atau antara pemerintah dengan badan swasta seperti surat izin perumahan. Ketetapan ini bukan hanya dapat dibuat oleh badan pemerintahan saja tetapi juga oleh badan pembuat undang-undang (badan legislatif) dan hakim. Ketetapan yang dibuat bersifat kasuistis artinya ketetapan tersebut dibuat untuk menyelesaikan suatu kasus/permasalahan. Dalam pembuatan suatu ketetapan harus ada persyaratan yang harus dipenuhi antara lain: 1. Ketetapan harus dibuat oleh badan yang berwenang membuatnya 2. Ketetapan harus dibuat tanpa adanya unsur paksaan, kekeliruan dan penipuan 3. Ketetapan yang dibuat harus memperhatikan bentuk dan prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan dasar 4. Isi dan tujuan ketetapan harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya Jika suatu ketetapan dianggap tidak sah, maka akan ada 3 jenis akibat yang dapat timbul, yaitu: a. Ketetapan tersebut dinyatakan batal berarti bahwa bagi hukum akibat perbuatan yang dilakukan tersebut dianggap tidak pernah ada. Misalnya Si A telah diangkat menjadi PNS berdasarkan Surat Keputusan Pengangkatan yang dikeluarkan oleh dinas kepegawaian. Akan tetapi setelah dikeluarkan SK tersebut dinas kepegawaian menemukan adanya suatu kecurangan saat penerimaan si A menjadi PNS, maka SK pengangkatan tersebut dianggap batal dan jabatannya sebagai PNS dianggap tidak pernah ada. b. Ketetapan tersebut dinyatakan batal demi hukum berarti, bahwa akibat suatu perbuatan, untuk sebagian atau seluruhnya bagi hukum dianggap tidak ada tanpa suatu keputusan hakim atau badan pemerintah yang berkompeten menyatakan pembatalan sebagian atau seluruh akibat itu. c. Ketetapan tersebut dapat dibatalkan berarti, bahwa bagi hukum perbuatan tersebut yang dilakukan dan akibatnya dianggap ada sampai waktu pembatalan oleh hukum atau oleh suatu badan pemerintahan lain yang berkompeten. Suatu ketetapan yang sah mempunyai kekuatan hukum dimana kekuatan hukum ini dibedakan atas 2 (dua) yaitu: 1) Kekuatan hukum formal artinya suatu ketetapan mempunyai kekuatan hukum formal bilamana ketetapan itu tidak lagi dapat dibantah dan ditarik oleh suatu alat adminitrasi negara karena ketetapan tersebut telah memenuhi syarat-syarat undang-undang tentang berlakunya suatu ketetapan dimana hak banding bagi pihak yang dikenai ketetapan tersebut tidak dapat dipakai. 2) Kekuatan hukum materiil artinya suatu ketetapan mempunyai kekuatan hukum materiil bilamana ketetapan itu dapat dibantah dan ditarik kembali oleh alat administrasi negara yang membuatnya dimana ketetapan ini dikeluarkan berdasarkan asas kebebasan bertindak dan memungkinkan untuk menggunakan hak banding kepada pihak yang dikenai. 2.10 Syarat Formil dan Materiil Hukum Administrasi Negara memberikan beberapa ketentuan tentang pembuatan instrumen yuridis, sebagai contoh mengenai pembuatan keputusan. Di dalam pembuatan keputusan, HAN menentukan syarat material dan syarat formal, yaitu sebagai berikut : Syarat - syarat material : Alat pemerintahan yang mem buat keputusan harus berwenang; Keputusan tidak boleh mengandung kekurangan-kekurangan yuridis seperti penipuan, paksaan, sogokan, kesesatan, dan kekeliruan; Keputusan harus diberi bentuk sesuai dengan peraturan dasarnya dan pembuatnya juga harus memperhatikan prosedur membuat keputusan; Isi dan tujuan keputusan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya. Syarat-syarat formal : Syarat-syarat yang ditentukan berhubung dengan persiapan dibuatnya keputusan dan berhubung dengan cara dibuatnya keputusan harus dipenuhi; Harus diberi dibentuk yang telah ditentukan; Syarat-syarat berhubung de-ngan pelaksanaan keputusan itu dipenuhi; Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya keputusan itu dan tidak boleh dilupakan. Berdasarkan persyaratan yang ditentukan Hukum Administrasi Negara, maka peyelenggarakan pemerintahan akan berjalan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan sejalan dengan tuntutan negara berdasarkan atas hukum, terutama memberikan perlindungan bagi warga masyarakat. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Telah jelas bahwa pemerintah atau administrasi Negara adalah subyek hukum yang mewakili dua institusi yaitu jabatan pemerintahan dan badan hukum. Karena mewakili dua institusi, dikenal ada dua tindakan hukum yaitu tindakan hukum public dan tindakan hukum privat. Secara teoritis, cara untuk menentukan apakah tindakan pemerintahan itu diatur oleh hukum privat atau hukum public adalah dengan meihat kedudukan pemerintahan dalam menjalankan tindakan tersebut. Jika pemerintah bertindak dalam kedudukannya sebagai pemerintah, hanya hukum publiklah yang berlaku. Jika pemerintah bertindak tidak dalam kapasitas sebagai pemerintah, hukum privatlah yang berlaku. Dengan kata lain, ketika pemerintah terlibat dalam pergaulan keperdataan dan bukan dalam kedudukannya sebagai pihak yang memelihara kepentingan umum, ia tidak berbeda dengan pihak swasta yang tunduk pada hukum privat. DAFTAR PUSTAKA BUKU: HR, Ridwan. 2006. “ Hukum Administrasi Negara. “ Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Koentjoro, Diana Halim. 2004. “ Hukum Administrasi Negara. ” Bogor Selatan: Ghalia Indonesia. Koesoemahatmadja, Prof. Dr. Djenal Hoesen. 1990. “ Pokok – Pokok Hukum Tata Usaha Negara. “ Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Mustafa, Bachsan. 1990. “ Pokok – Pokok Hukum Administrasi Negara Indonesia. “ Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Prins, Mr. W.F. dan R. Kosim Adisapoerta. 1983. “ Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara. “ Jakarta: Pradnya Paramita. Effendi, Lutfi. 2004. “ Pokok – Pokok Hukum Administrasi. “ Malang: Bayumedia Publishing. Website: http://anjarnawanyep.wordpress.com/beschikking-keputusan-atau-penetapan/ www.beritajatim.com buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=10&mnorutisi=1 Undang – undang: Undang – undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Undang - Undang Republik Indonesia No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan