Makalah Kekuasaan dan Politik

advertisement
1
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya, kami
sebagai penulis dapat menyelesaikan Makalah dengan judul “Kekuasaan dan Politik” ini tepat pada
waktunya. Makalah ini dibuat untuk tujuan akademis dan menunjang perkuliahan serta disusun
secara sistematis agar mempermudah memahami materi yang disajikan didalamnya. Selama
pencarian referensi dan penyusunan makalah ini, tidak sedikit kendala yang penulis hadapi.
Namun, berkat arahan dan bimbingan dari pihak-pihak terkait, maka kendala tersebut dapat
diatasi. Untuk itu, secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dosen mata
kuliah Perilaku Keorganisasian yang telah memberikan kontribusi moral dan material dalam
penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dengan segala
kerendahan hati kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak dan semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kehidupan serta perkembangan ilmu pengetahuan serta mampu
menjadi acuan dalam mata kuliah bersangkutan.
Medan, Maret 2014
Penulis,
Kelompok 9
2
Daftar Isi
Kata Pengantar ................................................................................................................... ..
1
Daftar Isi .............................................................................................................................. ..
2
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... .
3
1.1. Latar Belakang ...............................................................................................................
1.2. Tujuan Penulisan ............................................................................................................
3
3
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... .
4
DEFENISI KEKUASAAN....................................................................................... …
TIPE KEKUASAAN ....................................................................................................
DEPENDENSI. KUNCI KEKUASAAN ....................................................................
PENGARUH TAKTIK ................................................................................................
PEMBERDAYAAN. MEMBERIKAN KEKUASAAN PADA KARYAWAN .......
4
5
8
8
10
BAB III PENUTUP .............................................................................................................
20
1. Kesimpulan ...................................................................................................................
2. Saran ..............................................................................................................................
20
20
Daftar Pustaka ....................................................................................................................
21
A.
B.
C.
D.
E.
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Orang-orang pada pucuk pimpinan suatu organisasi seperti manajer, direktur, kepala dan
sebagainya, memiliki kekuasaan (power) dalam konteks memengaruhi perilaku orang-orang yang
secara struktural organisasi berada di bawahnya. Sebagian pimpinan menggunakan kekuasaan dengan
efektif, sehingga mampu menumbuhkan motivasi karyawan untuk bekerja dan melaksanakan tugas
dengan lebih baik. Namun, sebahagian pimpinan lainnya tidak mampu memakai kekuasaan dengan
efektif, sehingga aktivitas untuk melaksanakan pekerjaan dan tugas tidak dapat dilakukan dengan
baik.
Studi yang mempunyai hubungan dekat dengan kekuasaan dalam organisasi adalah
politik. Politik seperti halnya kekuasaan adalah sesuatu yang nampak dan dialami dalam
kehidupan setiap organisasi. Akan tetapi penting untuk dipelajari dalam perilaku
keorganisasian, karena keberadaannya dapat memengaruhi perilaku orang-orang yang ada
dalam organisasi. Untuk menyelesaikan konflik sesuai dengan keinginan individu atau
subunit seringkali harus terlibat dalam perilaku politik untuk meningkatkan kekuasaan dan
pengaruhnya.
Oleh karena itu, kami kelompok Sembilan (9) membahas tentang kekuasaan dan
politik agar kita dapat lebih mengetahui karakteristik kekuasaan yang baik dan hubungan
politk dengan organisasi.
2. Tujuan Penulisan
2.1. Untuk mengetahui arti sebuah kekuasaan dalam organisasi.
2.2. Untuk mengetahui bagaimana menciptakan kekuasaan yang baik.
2.3. Untuk mengetahui hubungan politik dengan organisasi.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian kekuasaan dalam organisasi serta pengertian politik dalam organisasi dalam
perbincangan seputar organisasi dan manajemen adalah perkembangan paling mutakhir dalam studistudi organisasi dan manajemen. Tokoh-tokoh seperti James March dan Jeffrey Pfeiffer bertanggung
jawab dalam mempopulerkan studi kekuasaan dan politik di dalam organisasi. Tulisan ini akan
membahas masalah kekuasaan dan politik di dalam organisasi, bukan kekuasaan dan politik pada
struktur kenegaraan yang biasa kita sebut “politik” sehari-hari. Mungkin saja akan banyak konsep
yang serupa karena pinjam-meminjam konsep antarbidang ilmu adalah umum.
A. DEFENISI KEKUASAAN
Kekuasaan adalah kualitas yang melekat pada satu interaksi antara dua atau lebih individu.
Jika setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang
muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan.
Kekuasaan adalah gagasan politik yang berkisar pada sejumlah karakteristik. Karakteristik
tersebut mengelaborasi kekuasaan selaku alat yang digunakan seseorang, yaitu pemimpin (juga
pengikut) gunakan dalam hubungan interpersonalnya. Karakter kekuasaan, menurut Fairholm adalah:
1. Kekuasaan bersifat sengaja, karena meliputi kehendak, bukan sekadar tindakan acak;
2. Kekuasaan adalah alat (instrumen), ia adalah alat guna mencapai tujuan;
3. Kekuasaan bersifat terbatas, ia diukur dan diperbandingkan di aneka situasi atau dideteksi
kemunculannya;
4. Kekuasaan melibatkan kebergantungan, terdapat kebebasan atau faktor kebergantunganketidakbergantungan yang melekat pada penggunaan kekuasaan.
5. Kekuasaan adalah gagasan bertindak, ia bersifat samar dan tidak selalu dimiliki;
6. Kekuasaan ditentukan dalam istilah hasil, hasil menentukan kekuasaan yang kita miliki;
7. Kekuasaan bersifat situasional, taktik kekuasaan tertentu efektif di suatu hubungan tertentu,
bukan seluruh hubungan; dan
8. Kekuasaan didasarkan pada oposisi atau perbedaan, partai harus berbeda sebelum mereka bisa
menggunakan kekuasaan-nya.
Dari manakah sumber-sumber kekuasaan? Para penulis berbeda pendapat – kendati punya
banyak kesamaan satu sama lain – seputar sumber kekuasaan di dalam organisasi. Ada baiknya kita
tinjau pendapat Gareth Morgan tentang sumber kekuasaan dalam organisasi, yang menurutnya berasal
dari:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Otoritas formal;
Kendali sumber daya langka;
Penggunaan struktur, aturan, dan kebijakan organisasi;
Kendali proses pembuatan keputusan;
Kendali pengetahuan dan informasi’
Kendali batasan (boundary) organisasi;
Kendali teknologi;
5
8.
9.
10.
11.
12.
Aliansi interpersonal, jaringan, dan kendali atas “organisasi informal”;
Simbolisme dan manajemen makna (filosofi organisasi);
Gender dan manajemen hubungan berbasis gender;
Faktor-faktor struktural yang menentukan tahap-tahap tindakan; dan
Kekuasaan yang telah seorang miliki.
B. TIPE KEKUASAAN
Mungkin asek yang paling penting dari kekuasaan adalah fungsi ketergantungan.
Ketergantungan adalah berdasarkan pada alternatif bahwa B dipersepsikan dan penting bahwa Z di
tempatkan pada alternatif yang mengendalikan X. Mengukur jenis kekuasaan yaitu:
Studi klasik seputar jenis kekuasaan ditemukan French and Raven tahun 1959. Keduanya membuat
taksonomi yang membedakan 5 jenis kekuasaan, yaitu:
1. Coercive Power
Coersive Powermerupakaan kekuasaan yang bertipe paksaan, lebih memusatkan pandangan
kemampuan untuk memberikan hukuman kepada orang lain. Menurut David Lawless, jika tipe
kekuasaan yang Coercive ini terlalu banyak digunakan akan membawa kemungkinan bawahan
melakukan tindakan balas dendam atas perlakuan atau hukuman yang dirasakannya tidak adil, bahkan
sangat mungkin bahwa bawahan atau karyawan akan meninggalkan pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya.
6
2. Reward Power
Tipe kekuasan Reward power ini memusatkan perhatin kepada kemampuan untuk
memberikan ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain. Kekuasaan ini
terwujud melalui suatu kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain menemukan kepuasaan.
3. Referent Power
Tipe ini didasarkan pada satu hubungan “kesukaan” atau liking, dalam arti seseorang
mendefenisikan orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan seperti yang diinginkannya.
4. Expert Power
Expert power merupakan tipe kekuasaan yang berdasarkan pada keahlihan , memfokuskan diri
pada suatu keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai kekuaaan, pastilah ia memiliki pengetahuan,
keahlihan dan informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan.
5. Legitimate Power
Legitimate power atau kekuasan yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya(actual power),
ketika seseorngf melalui suatu peretujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan menentukan
prilaku orang lain dalam suatu organisasi.
Dari lima tipe kekuasaan di atas yang mana yang terbaik? Scoot dan mitchell menawarkan
satu jawaban. Harus diingat bahwa kekuasaan hampir selalu berkaitan dengan praktik-praktik seperti
penggunaan rangsangan (insentif) atau paksaan (coersive) guna mengamankan tindakan menuju tujuan
yang telah ditetapkan. Cara-cara coersive dan insentif ini selalu lebih mahal , dibandingkan jika
karyawan selalu spontan termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi yang mereka pahami berasal
dari kewenangan yang sah (Legitimate authority).
6. Information Power
Kekuasaan informasi berasal dari akses u ntuk mengendalikam informasi yang lebih. Orang
dalam suatu organisasi memiliki data atau pengetahuan yang dibutuhkan untuk membuat yang lainnya
tergantung pada mereka.
7
Revisi atas taksonomi French and Raven dilakukan oleh Ronald J. Stupak and Peter M. Leitner dalam
Handbook of Public Quality Management tahun 2001, di mana mereka menerima 5 jenis kekuasaan
French and Raven tetapi menambahkannya menjadi:
Taksonomi French and Raven juga diadopsi oleh Stephen P. Robbins. Bagi Robbins, sumber
kekuasaan dikategorikan ke dalam 2 lokus, yaitu: (1) Kekuasaan Formal dan (2) Kekuasaan Personal.
Kekuasaan Formal didasarkan posisi individu dalam organisasi. Kekuasaan formal juga bisa datang
dari kemampuan seorang pejabat melakukan tindak koersif, reward, juga otoritas. Kekuasaan personal
datang dari individu sendiri. Mereka tidak harus punya posisi formal untuk berkuasa. Orang-orang
yang kompeten bekerja, kendati bukan manajer atau pimpinan, bisa berkuasa. Kekuasaan ini datang
dari karakteristik unik mereka. Taksonomi jenis dan sumber kekuasaan dari Robbins adalah sebagai
berikut:
8
C. DEPENDENSI: KUNCI KEKUASAAN
Kita membahas tentang bagaimana sebuah pemahaman ketergantungan adalah pusat untuk
melanjutkan pemahaman anda tentang kekuasaan diri. Berikut beberapa penjelasan mengenai konsep
ketergantungan.
1. Postulate Umum Ketergantungan
Ketergantungan adalah kebalikan proporsional terhadap sumber alternatif dari persediaan. Jika
sesuatu berlimpah, kepemilikan tidak aka meningkatkan kekuasaan. Jika setiap orang adalah cerdas,
kecerdasan tidak memberikan manfaat khusus. Dengan cara yang sama, dari siklus kakayaan, uang
tidak menghasilkan kekuasaan. Tetap[i jika anda dapat menciptakan monopoli dengan mengendalikan
informasi, prestise, atau setiap permohonan orang lain, mereka menjadi bergantung pada anda.
2. Apa Yang Menciptakan Ketergantungan?
Ketergantungan meningkat ketika pengendalian sumber daya adalah penting, langka, dan tidak
dapat digantikan. Beberapa hal yang merupakan determinan dari kriteria yang menciptakan
ketergantungan.
a. Kepentingan
Dalam beberapa organisasi, orang –orang yang mengendalikan anggaran memiliki
sebagian kepentingan. Pada organisasi lain, siapa yang menguasai pengetahuan untuk
mempertahankan pekerjaan teknologi dengan lancar dipandang sebagai hal yang penting.
b. Kelangkaan
Kelangkaan dapat membantu menjelaskan bagaimana karyawan tergolong rendah
kekuasaannya jika mereka memiliki pengetahuan penting yang tidak tersedia dari karyawan
golongan tinggi.
D. PENGARUH TAKTIK
Individu atau subunit menggunakan beberapa taktik politik untuk memperoleh kekuasaan
dalam mencapai tujuan.terutama mereka harus mengembangkan kemampuan dan keterampilannya
tidak hanya wewenang formalnya saja, tetapi juga kekuasaan yang mereka hasilkan dari semua sumber
kekuasaan. Taktik untuk memainkan politik dalam organisasi seperti:
1. Meningkatkan Ketidakmampuan Pengganti
Jika dalam suatu organisasi hanya ada satu-satunya orang atau subunit yang mampu
melakukan tugas yang dibutuhkan oleh subunit atau organisasi, maka ia atau subunit tersebut
dikatakan seagai memiliki ketidakmampuan mengganti. Mereka memiliki kemampuan untuk
mengendalikan proses pengambilan keputusan sehingga meningkatkan status dan prestisenya.
2. Dekat Dengan Manejer Yang Berkuasa
Cara lain untuk memperoleh kekuasaan adalah dengan mengadakan pendekatan dengan
menejer yang berkuasa. Bagi manajer tingkat bawah yang memiliki cita-cita tinggi, mengadakan
9
pendekatan dengan memberikan dukungan atas pelaksanaan tugas manajer puncak adalah merupakan
cara yang penting menaiki tangga organisasi, karena perencanaan keberhasilan kepemimpinan
merupakan tugas keorganisasian yang penting bagi serang manajer puncak.
3. Membangun Koalisi
Melakukan koalisi dengan individu atau subunit lain yang memiliki kepentingan yang berbeda
merupakan taktik politik yang dipakai oleh manajer untuk memperoleh kekuasaan guna mengatasi
konflik sesuai dengan keinginannya.
4. Mempengaruhi Proses Pengambilan Keputusan
Proses dan penggunaan kekuasaan bukan satu-sataunya ketermpilan yang diperlukan dalam
memainkan politik, akan tetapi memahami bagaimana dan kapan menggunakan kekuasaan merupakan
faktor penting lainnya yang harus dilakukan.
Dua taktik mengendalikan proses pengambilan keputusan agar penggunaan kekuasaan
kelihatan memiliki legitimasi dan sesuai dengan kepentingan organisasi, yaitu:
a. Mengendalikan agenda
dengan mengendalikan agenda mereka akan mampu untuk menentukan isu-isu dan
masalah yang dipandang penting oleh penganbil keputusan.
b. Menghadirkan ahli dari luar
menghadirkan ahli dari luar dalam melakukan restrukturisasi tersebut maka
diharapkan akan timbul kesan dimana ahli dari luar akan bersifat netral.
5. Menyalahkan Atau Menyerang Pihak Lain
Manajer biasanya melakukan ini ketika ada yang tidak beres atau mereka tidak dapat
menerima kegagalannya dengan cara menyalahkan pihak lain yang mereka anggap sebagai
pesaingnya.
6. Memanipulasi Informasi
Manajer menahan informasi, menyampaikan informasi kepada pihak lain secara selektif,
mengubah informasi untuk melindungi dirinya.
7. Menciptakan Dan Menjaga Image Yang Baik
Taktik positif yang sering dilakukan adalah menjaga citra yang baik dalam organisasi tersebut.
Hal ini meliputi penampilan yang baik, sopan, berinteraksi dan menjaga hubungan baik dengan semua
orang, menciptakan kesan bahwa mereka dekat dengan orang-orang penting dan yang sejenisnya.
10
E. PEMBERDAYAAN
KARYAWAN
:
MEMBERIKAN
KEKUASAAN
PADA
Perubahan dan perkembangan dalam lingkungan makro seperti industri , perekonomian dan
teknologi dari masa ke masa memberi pengaruh pada organisasi /perubahan dalam berbagai bidang .
Pemberdayaan pada karyawan adalah pemberian wewenamg kepada karyawan untuk
merencanakan , mengendalikan dan membuat keputusan tentang pekerjaan ,mengendalikan dan
membuat keputusan tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya .
Defenisi pemberdayaan
Pemberdayaan adalah suatu proses , mekanisme dimana dilakukan oleh orang-orang ,
organisasi-organisasi , dan pengurus-pengurus untuk memperoleh kelebihan dan keuntungan dari
urusan-urusan mereka.
Menurut noe et al (1994)
, pemberdayaan adalah merupakan pemberian tangung jawab dan
wewenang terhadap pekerjaan untuk mengambil keputusan menyangkut semua pengembangan
produk dan pengambilan keputusan .
Menurut khan (1997), pemberdayaan merupakan hubungan antar personal yang berkelanjutan untuk
membangun kepercayaan antar karyawan dan manajemen .
Pemberdayaan di Tempat Kerja
Konsep pemberdayaan telah menyebabkan banyak sifat sinis pada beberapa tempat kerja .
karyawan memberitahukan bahwa mereka diberdayakan dan namun mereka tidak merasakan bahwa
mereka memiliki otoritas untuk bertindak , mereka merasakan bahwa manajer mereka masih mengatur
kinerja mreka .
Beberapa manajer segan untuk memberdayakan karyawan mereka karena ini berarti berbagi
atau bahkan melepaskan kekusaan mereka sendiri , manajer yang lain cemas akan pemberdayaan
karyawan mungkin memtuskan untuk mengerjakn tujuan dan pekerjaan yang tidak lagi sejajar dengan
tujuan organisasi .
Pemberdayaan di Tempat Kerja
Konsep pemberdayaan telah menyebabkan banyak sifat sinis pada beberapa tempat kerja. Karyawan
memberitahukan bahawa mereka diberdayakan namun mereka tidak merasakan bahwa mereka
memiliki otoritas unutk bertindak atau mereka merasakan bahwa manajer masih mengatur kinerja
mereka.
Dalam tabel berikut akan ditampilkan tentang perbedaan karyawan yang diberdayakan dengan yang
tidak.
Karyawan yang Diberdayakan
Karyawan yang Tidak Diberdayakan
Mengambil inisiatif dalam situasi yang ambigu Menunggu otoritas yang diberikan unutk
dan menentukan masalah dengan cara yang menentukan masalah dalam pelimpahan
11
memungkinkan analisis atau keputusan lebih tanggung jawab.
lanjut
Mengidentifikasikan kesempatan dalam situasi Menentukan masalah secara efektif tapi gagal
yang ambigu seperti ketika pelanggan mengeluh untuk mengenali kesempatan yang mungkin
atau munculnya ancaman kompetitif.
ada.
Menerapkan keterampilan berfikir kritis, seperti Menerima informasi, alasan atau kesimpulan
mencari atau menguji asumsi atau menilai tanpa menguji
organisasi.
Menawarkan penilaian tentang bagaimana dan Mendiskusikan tetapi tidak dapat menerapkan
mengapa keputusan atau tindakan tertentu informasi yang ada tentang tujuan bersama.
mendukung tujuan bersama.
Membangun consensus unutk keputusan dan Mengharapkan upaya penyusunan consensus
tindakan, baik dalam maupun lintas kelompok tetapi meminta wewenang hirarki bila upaya itu
fungsional.
gagal.
Bertindak atas kesempatan untuk mensistemkan
aktifitas,
mendokumentasikan
dan
mengkomunikasikan
sistem
informasi,
mengidentifikasikan dan memecahkan masalah
sistematis dan beradaptasi/ membuang sistem
yang tidak lagi menambah nilai.
Fookus pada penigkatan efektifitas individu
atau tim, tetapi gagal unutk mengenali masalah
yang
berkembang
diluar
kelompok,
menciptakan pemecahan satu waktu yang baik
tetapi gagal unutk mensistemkannya atau
bergantung pada sistem yang ada meskipun
mereka kurang bernilai.
Mengoptimalkan
sumber-sumber
dengan Focus pada mempertanyakan sumber-sumber
mengurangi
pengeluaran
dan
mencari hanya bila diarahkan oleh otoritas yang
kesempatan untuk menanamkan sumber-sumber ditentukan.
baru.
Salah satu cara untuk mendorong pemberdayaan di tempat kerja adalah dengan mengidentifikasikan
dan menghilangkan faktor-faktor yang dapat menyebabakan timbulnya perasaan tidak punya
kekuasaan dan menggantikannya dengan faktor-faktor yang mempromosikan kepemimpinan, selfefficacy dan motivasi internal. Agar dalam penerpaan pemberdayaan berjalan dengan baik, perlu
kondisi yang disyaratkan unutk memberdayakan karyawan, yaitu:
1. Partisipasi, dalam arti pemberdayaan adalah keinginan seluruh karyawan apapaun jabatannya
unutk selalu memperbaiki proses kerja dan hubungan antar sesama rekan.
2. Inovasi, sebenarnya merupakan inti pemberdayaan karena karyawan memiliki kewenangan
untuk mencoba berbagai ide yang bisa diputuskan sendirian
3. Adanya kesempatan mengakses langsung semua informasi yang dibutuhkan, karyawan
merasa didorong unutk mengembangkan ide-idenya melalui karya inovasi yang bermanfaat.
4. Adanya akuntabilitas yang memungkinkan setiap karyawan memiliki perasaan harus
mempertanggungjawabkan segala hasil yang telah diperolehnya kepada atasan.
Kondisi lain yang dapat mendukung pemberdayaan karyawan yaitu:
1. Partisipasi, mengandung pengertian keterlibatan semua pihak yang terkait.
12
2. Komunikasi, menjelaskan bahwa perlu adanya interaksi dua arah yang terbuka antara kedua
belah pihak, tasan maupun bawahan.
3. Kepercayaan, yang dimaksud di sini adalah lebih pada kepercayaan yang dibangun
berdasarkan unsure keterbukaan.
4. Kemandirian, merupakan salah satu dari aspek yang menunjajng untuk tercapainya proses
pemberdayaan secara optimal.
5. Pertanggungjawaban, yang dimaksud pertanggungjawaban disini lebih menunjuk kepada
sesuatu bentuk bagaimana para karyawan mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya yang
selama ini telah dibebankan kepada seseorang akan mendorong atau memotivasi seseorang
untuk bekerja lebih maksimal
6. Keterbukaan, merupakan prsayarat yang tidak boleh diabaikan dalam proses pemberdayaan.
Pengendali dalam Pemberdayaan
Para manajer cenderung mengartikan pengendalian secara sempit seperti mengukur kemajuan
terhadap rencana unutk menjamin pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Suatu sistem
pengendalian diagnostic hanya merupakan salah satu unsure pengendalian. Tiga unsur lain yang sama
pentingnya dalam lingkungan bisnis dewasa ini adalah
1. Sistem kepercayaan,
Sistem kepercayaan memberdayakn dan mendorong individu unutk mencari kesempatankesempatan baru
2. Sistem batasan,
Sistem tersebut megkomunikasikan nilai-nilai inti dan mengilhami semua yang terlibat untuk
melaksanakan tujuan organisasi
3. Sistem pengendalian interaktif.
sistem pengendalian interaktif memungkinkan para manajer unutk memfokuskan
perhatiannya pada ketidakpastian strategis dan tidak membiarkannya begitu saja supaya dapat
mencapai tujuan.
Setiap unsur tersebut memiliki tujuan yang berbeda bagi manajer yang berupaya menajamkan
kreatifitas karyawan.
Sistem Pengendalian Diagnostik
Kebanyakan bisnis mengunakan sistem pengendalian diagnostic unutk membantu manajer
mengetahui kemajuan individu, departemen, atau fasilitas produksi kearah tujuan-tujuan yang penting
secara strategis. Para manajer menggunakan sistem pengendalian diagnostic unutk memonitor tujuan
dan profibilitas serta memastikan kemajuan kea rah target, seperti pertumbuhan laba dan pangsa
pasar.
Salah satu tujuan utama sistem penilaian diagnostic adalah menghilangkan beban manajer terhadap
pengawasan yang konstan. Sekali tujuan ditetapkan, penghargaan akan didasarkan pada tujuan
tersebut. Dengan demikian, banyak para manajer yang yakin bahwa mereka dapat mengalihkan
perhatiannya ke masalah-masalah lain karena mereka mengetahui bahwa para pekerja akan bekerja
dengan rajin unutk mencapai tujuan yang telah disepakati.
13
Saluran komunikasi politik
Saluran komunikasi adalah alat serta sarana yang memudahkan penyampaian pesan. Pesan di
sini bisa dalam bentuk lambang-lambang pembicaraan seperti kata, gambar, maupun tindakan. Atau
bisa pula dengan melakukan kombinasi lambang hingga menghasilkan cerita, foto (still picture atau
motion picture), juga pementasan drama. Alat yang dimaksud di sini tidak hanya berbicara sebatas
pada media mekanis, teknik, dan sarana untuk saling bertukar lambang, namun manusia pun
sesungguhnya bisa dijadikan sebagai saluran komunikasi. Jadi, lebih tepatnya saluran komunikasi itu
adalah pengertian bersama tentang siapa dapat berbicara kepada siapa, mengenai apa, dalam keadaan
bagaimana, sejauh mana dapat dipercaya.
Komunikator politik, siapapun ia dan apapun jabatannya, menjalani proses komunikasinya
dengan mengalirkan pesan dari struktur formal dan non-formal menuju sasaran (komunikan) yang
berada dalam berbagai lapisan masyarakat. Saluran komunikasi politik ada 3 (tiga) jenisnya, (1)
Media komunikasi massa, di mana saluran ini menekankan adanya komunikasi satu-kepada-banyak;
bisa dalam bentuk komunikasi tatap muka yang dijalankan komunikator pada saat berbicara di
hadapan khalayak, seperti pidato kepresidenan yang disiarkan melalui media televisi, rapat umum
atau berbicara pada saat konferensi pers, (2) Komunikasi yang memiliki hubungan satu-kepada-satu
atau biasa disebut komunikasi interpersonal; bisa dalam bentuk tatap muka maupun berperantara, (3)
Komunikasi Organisasi, yakni menggabungkan penyampaian satu-kepada-satu dan satu-kepadabanyak.
Pembahasan saluran komunikasi politik tidak hanya sebatas pada bentuk proses penyampaian
politik ketika komunikator sudah duduk di kursi pemerintahan. Namun, akan lebih menarik lagi jika
pembahasan saluran komunikasi politik terhadap persuasi politik pada saat kampanye pemilihan
diikutsertakan, dengan menganalisa kasus kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2004 di Indonesia
yang telah lalu serta Pilkada Banten yang tampaknya masih hangat untuk dibicarakan sebagai studi
kasusnya. Mengapa Pilpres 2004? Berbagai pihak beranggapan bahwa Pilpres inilah yang dinilai
cukup demokratis dibanding pemilihan-pemilihan presiden sebelumnya. Proses pemilihan presiden
yang untuk pertama kalinya dilakukan dengan memilih pasangan presiden beserta wakilnya secara
langsung. Walaupun harus diakui memang masih saja terdapat kekurangan di sana-sini. Semisal,
mencuatnya kasus korupsi di tubuh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang hingga kini masih dalam
proses hukum. Namun, hal tersebut tidaklah mengurangi substansi dari nilai-nilai demokratis dari
terselenggaranya Pilpres itu sendiri. Yang menjadi perhatian adalah, seperti apakah proses kampanye
yang telah dilakukan oleh masing-masing kandidat pada masa itu sehingga Pilpres 2004 ini disebutsebut sebagai bagian dari proses politik yang demokratis; jujur dan adil.
Adapun Pilkada Banten, meskipun cakupan wilayah pemilihannya tidak seluas pemilihan
presiden, namun proses politik yang terdapat di dalamnya menarik untuk dicermati. Selain Pilkada ini
merupakan pemilihan gubernur yang pertama kalinya dilakukan secara langsung di daerah Banten
(daerah yang baru saja memiliki hak otonomi daerah dengan memisahkan diri dari wilayah Jawa
Barat), Pilkada ini pun banyak mengundang minat elite politik yang duduk di kursi anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) untuk kembali ke daerahnya menjadi salah satu
kandidat dari partai yang bukan mengangkatnya menjadi anggota dewan.
Disertai persaingan
yang ketat dari Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Banten sementaranya yang turut pula mencalonkan
diri. Kampanye yang dilakukannya pun terbilang cukup unik, hingga kerap menggunakan media
14
infotainment untuk saling “menjatuhkan” disertai dengan mobilisasi artis untuk bergabung dalam
sebuah paguyuban yang masih harus dipertanyakan lagi masa depannya.
Sebagaimana yang sudah diketahui, varian dari saluran komunikasi politik terbagi menjadi 3 (tiga),
yakni:
1. Komunikasi Massa
Dalam sistem pemerintahan yang bagaimana pun, media komunikasi (dalam hal ini media massa)
selalu tidak luput dari perhatian. Dikarenakan sifatnya yang memang sanggup menjangkau
komunikan dalam skala besar di wilayah mana pun dan kapan pun. Media massa merupakan alat
komunikasi politik yang berdimensi dua, yaitu bagi pemerintah dan bagi masyarakat. Dalam dimensi
pemerintah, maka media massa berfungsi sebagai :
(1) Untuk menyebarluaskan informasi-informasi seputar:
a. Kebijaksanaan pemerintah.
b. Program-program untuk mensejahterakan rakyat.
c. Kondisi politik dalam negeri.
d. Aktivitas jalinan komunikasi dengan Negara-negara lain sebagai kebijaksanaan politik luar negeri.
(2) Untuk membentuk karakter bangsa melalui fungsi pendidikan.
(3) Untuk melakukan fungsi sosialisasi dalam kaitan pelestarian sistem politik (sekaligus sistem nilai).
(4) Menumbuhkan kepercayaan Negara lain melalui sajian-sajian berita yang direncanakan dan ditata
secara baik, (sebagai alat promosi atau propaganda).
Sedang dimensi bagi masyarakat, media massa berfungsi sebagai sarana kontrol sosial terhadap
kebijaksanaan yang dilakukan pemerintah.
Teori Perseptual
Bagi McLuhan, setiap media komunikasi mempunyai gramatika. Gramatika adalah aturan
kerja yang erat hubungannya dengan gabungan indera (penglihatan, sentuhan, suara, penciuman, dan
lain sebagainya) yang berkaitan dengan penggunaan media oleh seseorang. Atau bisa dikatakan media
merupakan perpanjangan dari indera manusia: bicara sebagai panjangan indera untuk suara, cetakan
merupakan perpanjangan dari indera untuk penglihatan, dan media elektronik tertentu –terutama
televisi– adalah perpanjangan indera peraba (perasaan, sentuhan, sistem saraf).
McLuhan berargumentasi, dikarenakan setiap media dibiaskan terhadap indera tertentu dan
penggunaannya menghasilkan pengandalan yang berlebihan dalam keseluruhan pola indera manusia,
maka hal ini akan mengakibatkan media mempunyai akibat yang sangat kuat terhadap masing-masing
penggunanya. Dalam budaya lisan, medianya adalah bicara dan bias terhadap suara. Hasilnya adalah
budaya keakraban sosial. Kemudian datang budaya cetak yang memaksa tatanan konseptualperseptual yang berbeda; dalam tatanan itu orang-orang datang mengharapkan, mencari, dan menuntut
linearitas, yaitu keteraturan, koordinasi, dan ketertiban. Sebuah budaya yang sangat
mengindividualkan; membaca dan menulis serta menerbitkan. Akibat politiknya adalah suatu sistem
demokrasi individual yang menekankan kemampuan pribadi dan titik pandang warga Negara
15
perseorangan yang mengambil bagian dalam proses yang tampaknya dapat dipengaruhi dengan cara
yang tertib.
Sedangkan media televisi dalam pandangan McLuhan berkaitan dengan demokrasi kolektif.
Ia beralasan, bahwa orang tidak hanya menonton televisi, akan tetapi turut pula terlibat di dalamnya.
Televisi merupakan media yang informasinya rendah: hanya menayangkan implus elektronik kepada
penontonnya; penonton dibebaskan untuk menafsirkan, menentukan pola, dan membuat implusimplus itu bermakna. Sedangkan media lisan dan tulisan (radio dan media cetak) memaksakan makna
terhadap pembaca dan pendengarnya.
Teori Fungsional
Fokus dari teori fungsional ini adalah mengamati berbagai jenis fungsi media bagi pembaca,
pendengar, dan penonton. Teori inilah yang nantinya akan menyadarkan kita, bahwasanya media
massa turut pula berperan dalam berbagai dampak politik, semisal mengubah pemberian suara, tingkat
dukungan publik terhadap kebijakan, dan mampu menambah informasi yang dimiliki rakyat tentang
politik. Untuk lebih jelasnya, mari kita cermati varian dari teori fungsional yang diantaranya adalah:
a. Teori Persuasi dan Informasi/Penyebaran
Teori ini mengungkap berbagai kemungkinan tentang keinginan orang yang menggunakan media
massa untuk menambah khazanah pengetahuannya (informasi) dan atau mendapatkan bimbingan
(opini). Dipandang dari fungsi ini, media massa mendifusikan informasi dan mempersuasi.
Dalam teori informasi, komunikasi massa terdiri atas serangkaian sistem yang menyampaikan
informasi dengan cara bersambung dan berurutan (1) dari sebuah sumber, (2) melalui penyandi yang
menerjemahkan unsur-unsur pesan ke dalam serangkaian tanda ke dalam implus elektronik, (3)
melalui sebuah saluran, (4) melalui penyandi balik, dan (5) kepada penerima. Teori ini menetapkan
informasi menurut kemampuannya mengurangi ketakpastian atau keteraturan situasi pada penerima.
Ada gagasan-gagasan lain yang penting dalam teori informasi, yakni: entropi adalah tingkat
ketakpastian atau ketakteraturan dalam peristiwa; redudansi adalah kepastian relatif dalam situasi;
gangguan adalah segala sesuatu yang mengganggu informasi.
b. Teori Permainan
Teori permainan seperti yang dirumuskan oleh psikolog William Stephenson, berargumentasi bahwa
kita berkomunikasi hanyalah demi kesenangan yang kita peroleh dari tindakan itu sendiri. Permainan
adalah kegiatan yang dilakukan orang untuk kesenangan, bukan untuk menyelesaikan sesuatu seperti
bererja. Teori ini diturunkan dari gagasan kesenangan berkomunikasi, kegembiraan yang diperoleh
orang dari mengobrol tanpa tujuan, atau kepuasan dalam membaca komik atau kolom tulisan Ann
Landers. Berbeda dengan teori informasi yang dilukiskan Stephenson sebagai derita berkomunikasi,
berkomunikasi agar lebih berpengetahuan, berpendidikan, untuk memecahkan masalah, dan lain
sebagainya.
Lebih jauh lagi Stephenson menjelaskan, bahwasanya politik dari titik pandang publik dilihatnya
sebagai permainan. Dengan mengeksploitasi sifat-sifat estetik komunikasi politik yang mirip dengan
16
permainan, para pemimpin politik menggunakan saluran massa untuk membangkitkan gerakan rakyat
dan diam-diam menerima keputusan pemerintah, yaitu penggunaan simbolisme politik sebagai
penolong.
c. Teori Parasosial
Kelompok lain perumus teori berargumentasi bahwa komunikasi massa berfungsi memenuhi
kebutuhan manusia akan interaksi sosial. Hal ini tercapai jika media massa memberi peluang bagi
hubungan tatap muka tanpa terjadinya hubungan langsung. Secara khas para anggota khalayak radio,
televisi, atau film berhubungan dengan tokoh di dalam media massa itu seakan-akan tokoh tersebut
hadir
di
dalam
lingkungan
sosial
mereka.
Banyak dari format ini yang digunakan oleh para komunikator politik untuk membangun jembatan
parasosial yang menghubungkan pemimpin dan pengikutnya. Banyak usaha hubungan masyarakat
dari kepentingan terorganisasi yang menempatkan juru bicara mereka dalam pertunjukan bicara yang
popular dengan harapan mengidentifikasi pemimpin acara pertunjukkan dengan tujuan-tujuan seperti
pelestarian lingkungan, reformasi penjara, boikot konsumen, penghentian pembangunan pembangkit
tenaga nuklir, dan lain sebagainya.
d. Teori Guna dan Kepuasan
Pendekatan guna dan kepuasan dimulai dari anggapan bahwa anggota khalayak media adalah peserta
aktif dan selektif dalam keseluruhan proses komunikasi. Mereka bukan hanya penerima pesan yang
pasif, melainkan dengan bertujuan memasuki pengalaman komunikasi sebagai makhluk yang
berarahkan tujuan. Media massa hanyalah suatu cara yang digunakan orang untuk mencapai pemuas
kebutuhannya.
2. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal merupakan bentukan hubungan satu-kepada-satu; terdiri atas saling tukar
kata lisan di antara dua orang atau lebih. Saluran ini bisa berbentuk tatap muka maupun berperantara.
Beberapa teoritisi dan ilmuwan komunikasi seperti: Joseph Klapper, Elihu Katz, Paul Lazarfeld, dan
Ithil de La Solapool telah mencatat, betapa efektifnya komunikasi interpersonal, terutama bagi
Negara-negara berkembang yang lebih tinggi tingkat frekuensinya dalam menggunakan tenaga
manusia dibanding menggunakan produk teknologi canggih. Walaupun komunikasi interpersonal
terdapat kelemahan, seperti jangkauan sasaran (komunikan) terlalu luas atau karena dibatasi geo
nature (letak geografis) yang sulit dijangkau, namun di sisi lain memiliki nilai lebih yaitu:
1) Pengaruh Pribadi dalam Politik
Kita telah mengenal varian dari komunikator politik, yakni politikus, profesional, dan aktivis. Dalam
kategori aktivis kita berbicara tentang pemuka pendapat (opinion leader), yakni orang yang menaruh
perhatian terhadap media massa, memilih pesan, dan menyampaikan informasi serta opini baik
kepada teman, tetangga, maupun kawan bekerja dan lain-lain melalui percakapan tatap muka. Melalui
17
pengaruh pribadi, para pemuka pendapat merupakan saluran yang menghubungkan jaringan massa
dan komunikasi interpersonal.
Terlepas dari perannya dalam memimpin pendapat dan dalam menyebarkan informasi, sebenarnya
banyak sekali pembicaraan politik yang dilakukan oleh komunikator politik mengalir terutama
melalui saluran interpersonal. Inilah gelanggang terpenting bagi pembicaraan kekuasaan, pengaruh,
dan otoritas, tempat pembicaraan dilakukan dari mulut ke mulut, bukan kepada khalayak massa.
Argumentasi para pengamat benar, bahwa pembicaraan di belakang layar di antara para pejabat
memberikan gambaran yang lebih tepat tentang apa yang terjadi dalam pemerintahan ketimbang yang
dikatakan oleh para pejabat kepada khalayak massa: “Lamabang politik beredar di antara para
pemegang kekuasaan,” tulis Lasswell dan Kaplan, “Lebih sesuai dengan kenyataan kekuasaan
daripada lambang-lambang yang disajikan bagi bidang itu.”
2) Karakteristik Percakapan Politik
Komunikasi interpersonal mengenai politik, atau komunikasi apa pun mengenai maslaah itu, adalah
pertemuan terpusat. Artinya, sangat sedikit orang yang mengambil bagian, pihak-pihak saling
memberi hak untuk mengakui dan menjawab dalam pertukaran itu, dan percakapan berlangsung
dengan cara orang-orang bergiliran mengatakan segala sesuatu. Sifat terpusat ini menghasilkan
kemampuan koorientasi, seperti pada pertandingan, dan negosiasi.
a. Koorientasi
Penyebutan ini hanya menunjukkan bahwa orang saling bertukar pandangan tentang masalah;
pertukaran itu menimbulkan serangkaian pesan dan tindakan, dan melalui urutannya para peserta
serempak mengorientasikan diri terhadap obyek yang dibahas dan terhadap satu sama lain.
Orientasi gabungan terhadap pesan dan peserta komunikasi interpersonal mengandung arti bahwa
pesan yang dipertukarkan itu memiliki dimensi isi maupun dimensi hubungan. Isi pesan itu terdiri atas
informasi tentang pokok masalah yang sedang dibahas. Dimensi hubungan membawa informasi
tentang bagaimana pandangan para peserta dalam percakapan itu terhadap satu sama lain. Senyuman,
kerutan dahi, nada suara, pertemuan pandangan, bahasa tubuh –semuanya merupakan tanda yang
dibaca orang untuk mengetahui kesan apa yang dimiliki mereka tentang orang lain dalam percakapan
itu.
Bahkan diam pun bisa menjadi sebuah strategi komunikasi. Di mana mantan Presiden Megawati
adalah “pelopor’-nya. Mantan Presiden Megawati yang mempelajari komunikasi presiden-presiden
sebelumnya menganggap bahwa komunikasi kepresidenan Soekarno dan Abdurrahman Wahid tidak
sesuai dengan iklim Indonesia yang sedang menjalani proses demokratisasi. Maka, jadilah diam itu
sebagai strategi komunikasinya. Walaupun strateginya tersebut menjadikan dirinya sebagai presiden
paling tidak komunikatif sepanjang sejarah kepresidenan Republik Indonesia.
Koorientasi menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal melibatkan percakapan tentang
masalah-masalah –pajak, kebijakan energi, biaya penghidupan, dan sebagainya– dan pesan-pesan
yang rawan seperti bagaimana perasaan orang terhadap satu sama lain. Setiap komunikator
18
menunjukkan apakah ia menerima, menolak, atau begitu saja mengabaikan yang lain; lebih dari itu,
seseorang menyingkapkan apakah ia menerima, menolak, atau merasa apatis terhadap keterlibatan
dirinya ke dalam wacana itu.
b. Percakapan sebagai Permainan
Maksud percakapan sebagai permainan di sini adalah transaksi yang di dalamnya para peserta
komunikasi (1) mempunyai motif yang terbuka dan tersembunyi dan (2) dalam proses itu memperoleh
imbalan atau menderita kerugian.
Lyman dan Scott mengemukakan empat tipologi permainan yang sesuai untuk menjelaskan
sifat-sifat yang menyerupai permainan dalam komunikasi politik interpersonal. Permainan dibedakan
menurut tujuan yang dikerjar-nya. Permainan wajah, misalnya, merefleksikan upaya peserta untuk
menetapkan indentifikasi masing-masing dengan cara-cara yang dihargai. Suatu permainan wajah
bisa defensive; dalam permainan ini pemain berusaha melindungi suatu identitas dari
ancaman.
c. Kontur saling tukar interpersonal
Beberapa hal memengaruhi makna yang diberikan orang kepada pesan-pesan yang mengalir
melalui saluran-saluran interpersonal. Kita akan mengemukakan tiga dari yang terpenting, yakni:
- Prinsip Homofili
Riset mengemukakan tiga dalil yang jika digabungkan membentuk prinsip homofili dalam
komunikasi; (1) Orang-orang yang mirip dan sesuai satu sama lain lebih sering berkomunikasi
daripada orang-orang yang tidak serupa sifat dan pandangannya. (2) Komunikasi yang lebih efektif
terjadi bila sumber dan penerima homofilitik; orang-orang yang mirip cenderung menemukan makna
yang sama dan diakui bersama dalam pesan-pesan yang dipertukarkan oleh mereka. (3) Homofili dan
komunikasi saling memelihara; makin banyak komunikasi di antara orang-orang, mereka makin
cenderung berbagi pandangan dan melanjutkan komunikasi. Prinsip homofili terlalu
menyederhanakan.
- Empati
Kemampuan memproyeksikan diri sendiri ke dalam titik pandang dan empati orang lain
memberikan peluang kepada komunikator untuk berhasil dalam bercakap-cakap. Empati adalah suatu
sifat yang sangat dekat asosiasinya dengan citra seseorang tentang diri dan tentang orang lain, dan
karena itu bisa dinegosiasikan melalui media interpersonal.
19
- Menyingkap Diri
Penyingkapan diri terjadi bila seseorang memberitahukan kepada orang lain apa yang
dipikirkan, dirasakan, atau diinginkannya, itulah cara yang paling langsung untuk memperlihatkan
citra diri dan identifikasi dihargai. Kondisi ini terbilang cukup langka dalam arena politik. Yang
terjadi justru malah sebaliknya, yakni ajang menutup diri; strategi komunikasi yang digunakan
seseorang untuk mencegah diketahui oleh orang lain, adalah kekhasan komunikasi politik
interpersonal.
3. Komunikasi Organisasi
Jaringan komunikasi dari organisasi menggabungkan sifat-sifat saluran massa dan saluran
interpersonal. Tentu saja ada jenis-jenis organisasi yang sangat berbeda dalam politik, baik formal
maupun informal. Yang dimaksud kelompok informal adalah keluarga seseorang, kelompok sebaya,
dan rekan kerja yang kesemuanya memainkan peran penting dalam mengembangkan opini politik
orang itu. Sedangkan kelompok formal meliputi partai politik dan berbagai organisasi kepentingan
khusus, seperti serikat buruh, asosiasi perusahaan, pembela konsumen, organisasi hak sipil, dan
koalisi kebebasan wanita. Akhirnya, pada ujung yang paling formal dari kontinuum ini terdapat
organisasi birokratik.
Birokrasi adalah organisasi besar yang terdiri atas pekerja purnawaktu (full-time) yang terikat
dan bergantung pada organisasi itu dengan mengandalkan kriteria prestasi dalam menilai pekerja dan
memiliki relatif sedikit penilaian eksternal atas produk yang dihasilkannya secara sinambung dan
dengan alat-alat yang teliti.
Agar pelaksanaan upaya ini berhasil, pada gilirannya diperlukan komunikasi yang
terorganisasi. Dalam komunikasi organisasi terdapat dua tipe umum saluran komunikasi, yakni
saluran internal dan saluran eksternal. Proses saluran komunikasi birokratik internal memiliki tiga
aspek. Pertama, orang-orang harus memiliki informasi sebagai dasar untuk membuat keputusan.
Kedua, putusan dan dasar alasannya harus disebarkan agar anggota-anggota organisasi itu
melaksanakannya. Ketiga, ada saluran-saluran untuk “pembicaraan keorganisasi-an”, percakapan
sehari-hari yang biasa dalam menjalankan pekerjaan; hal ini akan menciptakan keanggotaan yang
bermakna dalam tatanan sosial yang sedang berlangsung.
Selain itu, ada pula saluran komunikasi eksternal, misalnya media ini mencakup saluran untuk
berkomunikasi kepada warga Negara pada umumnya serta jawatan-jawatan organisasi pemerintahan
lainnya.
20
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kekuasaan adalah kualitas yang melekat pada satu interaksi antara dua atau lebih individu.
Jika setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang
muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan.
Kekuasaan adalah gagasan politik yang berkisar pada sejumlah karakteristik. Karakteristik
tersebut mengelaborasi kekuasaan selaku alat yang digunakan seseorang, yaitu pemimpin (juga
pengikut) gunakan dalam hubungan interpersonalnya.
Ada enam dasar atau atau sumber dari kekuasaan yaitu coercive, reward, legimate, expert,
referent, dan information. Coercive power adalah kekuasaan yang bertipe paksaan, lebih memusatkan
padandangan pada kemampuan untuk member hukuman kepada orang lain. Reward power
memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau
tugas yang dilakukan orang lain. Referent power ini didasarkan pada satu hubungan kesukaan atau
liking dalam arti bila seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau
persyaratan seperti yang diiinginkan. Expert power merupakaan tipe kekuasaan berdasarkan keahlian,
memfokuskan diri pada suatu keyakinan bahwa seseorang mempunyai kekuasaan, pastilah ia
memiliki pengetahuan, keahlian serta informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan. Legitimate
power atau kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya (actual power), ketika seseorang
melalui sesuatu persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan menentukan perilaku
orang laindalam suatu organisasi.
Perilaku politik adalah sesuatu di luar kebutuhan pekerjaan yang ditetapkan. Usaha perilaku
untuk menggunakan seseorang berdasarkan kekuasaan. Defenisi ini juga meliputi upaya untuk
memengaruhi tujuan, kriteria atau proses yang digunakan untuk membuat keputusan ketika kita
menyatakan bahwa politik terkait dengan ‘distribusi dari keuntungan dan kerugian bagi organisasi’.
Perilaku politik dalam organisasi ditentukan oleh beberapa faktor. Secar garis besar dapat dibedakan
dalam du faktor yaitu faktor-faktor yang melekat pada diri anggota organisasi dan faktor lingkungan
intern organisasi.
2. Saran
Ketika menjadi seorang pemimpin suatu organisasi, kita sebagai seseorang yang memiliki
kekuasaan hendaknya menggunakan kekuasaan tersebut secara efektif bukan menyalahgunakannya.
Melakukan perbaikan pada hal yang tidak baik, melakukan perawatan pada hal yang sudah baik.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikhsan, Arfan., Indra Maipita. Perilaku Organisasi. Madenatera.
2. http://vauzier.wordpress.com/2011/12/13/kekuasaan/
3. http://setabasri01.blogspot.com/2011/01/kekuasaan-dan-politik-dalam-organisasi.html/
Download