1 Kata Pengantar Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya, kami sebagai penulis dapat menyelesaikan Makalah dengan judul “Kekuasaan dan Politik” ini tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat untuk tujuan akademis dan menunjang perkuliahan serta disusun secara sistematis agar mempermudah memahami materi yang disajikan didalamnya. Selama pencarian referensi dan penyusunan makalah ini, tidak sedikit kendala yang penulis hadapi. Namun, berkat arahan dan bimbingan dari pihak-pihak terkait, maka kendala tersebut dapat diatasi. Untuk itu, secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah Perilaku Keorganisasian yang telah memberikan kontribusi moral dan material dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dengan segala kerendahan hati kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kehidupan serta perkembangan ilmu pengetahuan serta mampu menjadi acuan dalam mata kuliah bersangkutan. Medan, Maret 2014 Penulis, Kelompok 9 2 Daftar Isi Kata Pengantar ................................................................................................................... .. 1 Daftar Isi .............................................................................................................................. .. 2 BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... . 3 1.1. Latar Belakang ............................................................................................................... 1.2. Tujuan Penulisan ............................................................................................................ 3 3 BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... . 4 DEFENISI KEKUASAAN....................................................................................... … TIPE KEKUASAAN .................................................................................................... DEPENDENSI. KUNCI KEKUASAAN .................................................................... PENGARUH TAKTIK ................................................................................................ PEMBERDAYAAN. MEMBERIKAN KEKUASAAN PADA KARYAWAN ....... 4 5 8 8 10 BAB III PENUTUP ............................................................................................................. 20 1. Kesimpulan ................................................................................................................... 2. Saran .............................................................................................................................. 20 20 Daftar Pustaka .................................................................................................................... 21 A. B. C. D. E. 3 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Orang-orang pada pucuk pimpinan suatu organisasi seperti manajer, direktur, kepala dan sebagainya, memiliki kekuasaan (power) dalam konteks memengaruhi perilaku orang-orang yang secara struktural organisasi berada di bawahnya. Sebagian pimpinan menggunakan kekuasaan dengan efektif, sehingga mampu menumbuhkan motivasi karyawan untuk bekerja dan melaksanakan tugas dengan lebih baik. Namun, sebahagian pimpinan lainnya tidak mampu memakai kekuasaan dengan efektif, sehingga aktivitas untuk melaksanakan pekerjaan dan tugas tidak dapat dilakukan dengan baik. Studi yang mempunyai hubungan dekat dengan kekuasaan dalam organisasi adalah politik. Politik seperti halnya kekuasaan adalah sesuatu yang nampak dan dialami dalam kehidupan setiap organisasi. Akan tetapi penting untuk dipelajari dalam perilaku keorganisasian, karena keberadaannya dapat memengaruhi perilaku orang-orang yang ada dalam organisasi. Untuk menyelesaikan konflik sesuai dengan keinginan individu atau subunit seringkali harus terlibat dalam perilaku politik untuk meningkatkan kekuasaan dan pengaruhnya. Oleh karena itu, kami kelompok Sembilan (9) membahas tentang kekuasaan dan politik agar kita dapat lebih mengetahui karakteristik kekuasaan yang baik dan hubungan politk dengan organisasi. 2. Tujuan Penulisan 2.1. Untuk mengetahui arti sebuah kekuasaan dalam organisasi. 2.2. Untuk mengetahui bagaimana menciptakan kekuasaan yang baik. 2.3. Untuk mengetahui hubungan politik dengan organisasi. 4 BAB II PEMBAHASAN Pengertian kekuasaan dalam organisasi serta pengertian politik dalam organisasi dalam perbincangan seputar organisasi dan manajemen adalah perkembangan paling mutakhir dalam studistudi organisasi dan manajemen. Tokoh-tokoh seperti James March dan Jeffrey Pfeiffer bertanggung jawab dalam mempopulerkan studi kekuasaan dan politik di dalam organisasi. Tulisan ini akan membahas masalah kekuasaan dan politik di dalam organisasi, bukan kekuasaan dan politik pada struktur kenegaraan yang biasa kita sebut “politik” sehari-hari. Mungkin saja akan banyak konsep yang serupa karena pinjam-meminjam konsep antarbidang ilmu adalah umum. A. DEFENISI KEKUASAAN Kekuasaan adalah kualitas yang melekat pada satu interaksi antara dua atau lebih individu. Jika setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan. Kekuasaan adalah gagasan politik yang berkisar pada sejumlah karakteristik. Karakteristik tersebut mengelaborasi kekuasaan selaku alat yang digunakan seseorang, yaitu pemimpin (juga pengikut) gunakan dalam hubungan interpersonalnya. Karakter kekuasaan, menurut Fairholm adalah: 1. Kekuasaan bersifat sengaja, karena meliputi kehendak, bukan sekadar tindakan acak; 2. Kekuasaan adalah alat (instrumen), ia adalah alat guna mencapai tujuan; 3. Kekuasaan bersifat terbatas, ia diukur dan diperbandingkan di aneka situasi atau dideteksi kemunculannya; 4. Kekuasaan melibatkan kebergantungan, terdapat kebebasan atau faktor kebergantunganketidakbergantungan yang melekat pada penggunaan kekuasaan. 5. Kekuasaan adalah gagasan bertindak, ia bersifat samar dan tidak selalu dimiliki; 6. Kekuasaan ditentukan dalam istilah hasil, hasil menentukan kekuasaan yang kita miliki; 7. Kekuasaan bersifat situasional, taktik kekuasaan tertentu efektif di suatu hubungan tertentu, bukan seluruh hubungan; dan 8. Kekuasaan didasarkan pada oposisi atau perbedaan, partai harus berbeda sebelum mereka bisa menggunakan kekuasaan-nya. Dari manakah sumber-sumber kekuasaan? Para penulis berbeda pendapat – kendati punya banyak kesamaan satu sama lain – seputar sumber kekuasaan di dalam organisasi. Ada baiknya kita tinjau pendapat Gareth Morgan tentang sumber kekuasaan dalam organisasi, yang menurutnya berasal dari: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Otoritas formal; Kendali sumber daya langka; Penggunaan struktur, aturan, dan kebijakan organisasi; Kendali proses pembuatan keputusan; Kendali pengetahuan dan informasi’ Kendali batasan (boundary) organisasi; Kendali teknologi; 5 8. 9. 10. 11. 12. Aliansi interpersonal, jaringan, dan kendali atas “organisasi informal”; Simbolisme dan manajemen makna (filosofi organisasi); Gender dan manajemen hubungan berbasis gender; Faktor-faktor struktural yang menentukan tahap-tahap tindakan; dan Kekuasaan yang telah seorang miliki. B. TIPE KEKUASAAN Mungkin asek yang paling penting dari kekuasaan adalah fungsi ketergantungan. Ketergantungan adalah berdasarkan pada alternatif bahwa B dipersepsikan dan penting bahwa Z di tempatkan pada alternatif yang mengendalikan X. Mengukur jenis kekuasaan yaitu: Studi klasik seputar jenis kekuasaan ditemukan French and Raven tahun 1959. Keduanya membuat taksonomi yang membedakan 5 jenis kekuasaan, yaitu: 1. Coercive Power Coersive Powermerupakaan kekuasaan yang bertipe paksaan, lebih memusatkan pandangan kemampuan untuk memberikan hukuman kepada orang lain. Menurut David Lawless, jika tipe kekuasaan yang Coercive ini terlalu banyak digunakan akan membawa kemungkinan bawahan melakukan tindakan balas dendam atas perlakuan atau hukuman yang dirasakannya tidak adil, bahkan sangat mungkin bahwa bawahan atau karyawan akan meninggalkan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. 6 2. Reward Power Tipe kekuasan Reward power ini memusatkan perhatin kepada kemampuan untuk memberikan ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain. Kekuasaan ini terwujud melalui suatu kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain menemukan kepuasaan. 3. Referent Power Tipe ini didasarkan pada satu hubungan “kesukaan” atau liking, dalam arti seseorang mendefenisikan orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan seperti yang diinginkannya. 4. Expert Power Expert power merupakan tipe kekuasaan yang berdasarkan pada keahlihan , memfokuskan diri pada suatu keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai kekuaaan, pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlihan dan informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan. 5. Legitimate Power Legitimate power atau kekuasan yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya(actual power), ketika seseorngf melalui suatu peretujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan menentukan prilaku orang lain dalam suatu organisasi. Dari lima tipe kekuasaan di atas yang mana yang terbaik? Scoot dan mitchell menawarkan satu jawaban. Harus diingat bahwa kekuasaan hampir selalu berkaitan dengan praktik-praktik seperti penggunaan rangsangan (insentif) atau paksaan (coersive) guna mengamankan tindakan menuju tujuan yang telah ditetapkan. Cara-cara coersive dan insentif ini selalu lebih mahal , dibandingkan jika karyawan selalu spontan termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi yang mereka pahami berasal dari kewenangan yang sah (Legitimate authority). 6. Information Power Kekuasaan informasi berasal dari akses u ntuk mengendalikam informasi yang lebih. Orang dalam suatu organisasi memiliki data atau pengetahuan yang dibutuhkan untuk membuat yang lainnya tergantung pada mereka. 7 Revisi atas taksonomi French and Raven dilakukan oleh Ronald J. Stupak and Peter M. Leitner dalam Handbook of Public Quality Management tahun 2001, di mana mereka menerima 5 jenis kekuasaan French and Raven tetapi menambahkannya menjadi: Taksonomi French and Raven juga diadopsi oleh Stephen P. Robbins. Bagi Robbins, sumber kekuasaan dikategorikan ke dalam 2 lokus, yaitu: (1) Kekuasaan Formal dan (2) Kekuasaan Personal. Kekuasaan Formal didasarkan posisi individu dalam organisasi. Kekuasaan formal juga bisa datang dari kemampuan seorang pejabat melakukan tindak koersif, reward, juga otoritas. Kekuasaan personal datang dari individu sendiri. Mereka tidak harus punya posisi formal untuk berkuasa. Orang-orang yang kompeten bekerja, kendati bukan manajer atau pimpinan, bisa berkuasa. Kekuasaan ini datang dari karakteristik unik mereka. Taksonomi jenis dan sumber kekuasaan dari Robbins adalah sebagai berikut: 8 C. DEPENDENSI: KUNCI KEKUASAAN Kita membahas tentang bagaimana sebuah pemahaman ketergantungan adalah pusat untuk melanjutkan pemahaman anda tentang kekuasaan diri. Berikut beberapa penjelasan mengenai konsep ketergantungan. 1. Postulate Umum Ketergantungan Ketergantungan adalah kebalikan proporsional terhadap sumber alternatif dari persediaan. Jika sesuatu berlimpah, kepemilikan tidak aka meningkatkan kekuasaan. Jika setiap orang adalah cerdas, kecerdasan tidak memberikan manfaat khusus. Dengan cara yang sama, dari siklus kakayaan, uang tidak menghasilkan kekuasaan. Tetap[i jika anda dapat menciptakan monopoli dengan mengendalikan informasi, prestise, atau setiap permohonan orang lain, mereka menjadi bergantung pada anda. 2. Apa Yang Menciptakan Ketergantungan? Ketergantungan meningkat ketika pengendalian sumber daya adalah penting, langka, dan tidak dapat digantikan. Beberapa hal yang merupakan determinan dari kriteria yang menciptakan ketergantungan. a. Kepentingan Dalam beberapa organisasi, orang –orang yang mengendalikan anggaran memiliki sebagian kepentingan. Pada organisasi lain, siapa yang menguasai pengetahuan untuk mempertahankan pekerjaan teknologi dengan lancar dipandang sebagai hal yang penting. b. Kelangkaan Kelangkaan dapat membantu menjelaskan bagaimana karyawan tergolong rendah kekuasaannya jika mereka memiliki pengetahuan penting yang tidak tersedia dari karyawan golongan tinggi. D. PENGARUH TAKTIK Individu atau subunit menggunakan beberapa taktik politik untuk memperoleh kekuasaan dalam mencapai tujuan.terutama mereka harus mengembangkan kemampuan dan keterampilannya tidak hanya wewenang formalnya saja, tetapi juga kekuasaan yang mereka hasilkan dari semua sumber kekuasaan. Taktik untuk memainkan politik dalam organisasi seperti: 1. Meningkatkan Ketidakmampuan Pengganti Jika dalam suatu organisasi hanya ada satu-satunya orang atau subunit yang mampu melakukan tugas yang dibutuhkan oleh subunit atau organisasi, maka ia atau subunit tersebut dikatakan seagai memiliki ketidakmampuan mengganti. Mereka memiliki kemampuan untuk mengendalikan proses pengambilan keputusan sehingga meningkatkan status dan prestisenya. 2. Dekat Dengan Manejer Yang Berkuasa Cara lain untuk memperoleh kekuasaan adalah dengan mengadakan pendekatan dengan menejer yang berkuasa. Bagi manajer tingkat bawah yang memiliki cita-cita tinggi, mengadakan 9 pendekatan dengan memberikan dukungan atas pelaksanaan tugas manajer puncak adalah merupakan cara yang penting menaiki tangga organisasi, karena perencanaan keberhasilan kepemimpinan merupakan tugas keorganisasian yang penting bagi serang manajer puncak. 3. Membangun Koalisi Melakukan koalisi dengan individu atau subunit lain yang memiliki kepentingan yang berbeda merupakan taktik politik yang dipakai oleh manajer untuk memperoleh kekuasaan guna mengatasi konflik sesuai dengan keinginannya. 4. Mempengaruhi Proses Pengambilan Keputusan Proses dan penggunaan kekuasaan bukan satu-sataunya ketermpilan yang diperlukan dalam memainkan politik, akan tetapi memahami bagaimana dan kapan menggunakan kekuasaan merupakan faktor penting lainnya yang harus dilakukan. Dua taktik mengendalikan proses pengambilan keputusan agar penggunaan kekuasaan kelihatan memiliki legitimasi dan sesuai dengan kepentingan organisasi, yaitu: a. Mengendalikan agenda dengan mengendalikan agenda mereka akan mampu untuk menentukan isu-isu dan masalah yang dipandang penting oleh penganbil keputusan. b. Menghadirkan ahli dari luar menghadirkan ahli dari luar dalam melakukan restrukturisasi tersebut maka diharapkan akan timbul kesan dimana ahli dari luar akan bersifat netral. 5. Menyalahkan Atau Menyerang Pihak Lain Manajer biasanya melakukan ini ketika ada yang tidak beres atau mereka tidak dapat menerima kegagalannya dengan cara menyalahkan pihak lain yang mereka anggap sebagai pesaingnya. 6. Memanipulasi Informasi Manajer menahan informasi, menyampaikan informasi kepada pihak lain secara selektif, mengubah informasi untuk melindungi dirinya. 7. Menciptakan Dan Menjaga Image Yang Baik Taktik positif yang sering dilakukan adalah menjaga citra yang baik dalam organisasi tersebut. Hal ini meliputi penampilan yang baik, sopan, berinteraksi dan menjaga hubungan baik dengan semua orang, menciptakan kesan bahwa mereka dekat dengan orang-orang penting dan yang sejenisnya. 10 E. PEMBERDAYAAN KARYAWAN : MEMBERIKAN KEKUASAAN PADA Perubahan dan perkembangan dalam lingkungan makro seperti industri , perekonomian dan teknologi dari masa ke masa memberi pengaruh pada organisasi /perubahan dalam berbagai bidang . Pemberdayaan pada karyawan adalah pemberian wewenamg kepada karyawan untuk merencanakan , mengendalikan dan membuat keputusan tentang pekerjaan ,mengendalikan dan membuat keputusan tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya . Defenisi pemberdayaan Pemberdayaan adalah suatu proses , mekanisme dimana dilakukan oleh orang-orang , organisasi-organisasi , dan pengurus-pengurus untuk memperoleh kelebihan dan keuntungan dari urusan-urusan mereka. Menurut noe et al (1994) , pemberdayaan adalah merupakan pemberian tangung jawab dan wewenang terhadap pekerjaan untuk mengambil keputusan menyangkut semua pengembangan produk dan pengambilan keputusan . Menurut khan (1997), pemberdayaan merupakan hubungan antar personal yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antar karyawan dan manajemen . Pemberdayaan di Tempat Kerja Konsep pemberdayaan telah menyebabkan banyak sifat sinis pada beberapa tempat kerja . karyawan memberitahukan bahwa mereka diberdayakan dan namun mereka tidak merasakan bahwa mereka memiliki otoritas untuk bertindak , mereka merasakan bahwa manajer mereka masih mengatur kinerja mreka . Beberapa manajer segan untuk memberdayakan karyawan mereka karena ini berarti berbagi atau bahkan melepaskan kekusaan mereka sendiri , manajer yang lain cemas akan pemberdayaan karyawan mungkin memtuskan untuk mengerjakn tujuan dan pekerjaan yang tidak lagi sejajar dengan tujuan organisasi . Pemberdayaan di Tempat Kerja Konsep pemberdayaan telah menyebabkan banyak sifat sinis pada beberapa tempat kerja. Karyawan memberitahukan bahawa mereka diberdayakan namun mereka tidak merasakan bahwa mereka memiliki otoritas unutk bertindak atau mereka merasakan bahwa manajer masih mengatur kinerja mereka. Dalam tabel berikut akan ditampilkan tentang perbedaan karyawan yang diberdayakan dengan yang tidak. Karyawan yang Diberdayakan Karyawan yang Tidak Diberdayakan Mengambil inisiatif dalam situasi yang ambigu Menunggu otoritas yang diberikan unutk dan menentukan masalah dengan cara yang menentukan masalah dalam pelimpahan 11 memungkinkan analisis atau keputusan lebih tanggung jawab. lanjut Mengidentifikasikan kesempatan dalam situasi Menentukan masalah secara efektif tapi gagal yang ambigu seperti ketika pelanggan mengeluh untuk mengenali kesempatan yang mungkin atau munculnya ancaman kompetitif. ada. Menerapkan keterampilan berfikir kritis, seperti Menerima informasi, alasan atau kesimpulan mencari atau menguji asumsi atau menilai tanpa menguji organisasi. Menawarkan penilaian tentang bagaimana dan Mendiskusikan tetapi tidak dapat menerapkan mengapa keputusan atau tindakan tertentu informasi yang ada tentang tujuan bersama. mendukung tujuan bersama. Membangun consensus unutk keputusan dan Mengharapkan upaya penyusunan consensus tindakan, baik dalam maupun lintas kelompok tetapi meminta wewenang hirarki bila upaya itu fungsional. gagal. Bertindak atas kesempatan untuk mensistemkan aktifitas, mendokumentasikan dan mengkomunikasikan sistem informasi, mengidentifikasikan dan memecahkan masalah sistematis dan beradaptasi/ membuang sistem yang tidak lagi menambah nilai. Fookus pada penigkatan efektifitas individu atau tim, tetapi gagal unutk mengenali masalah yang berkembang diluar kelompok, menciptakan pemecahan satu waktu yang baik tetapi gagal unutk mensistemkannya atau bergantung pada sistem yang ada meskipun mereka kurang bernilai. Mengoptimalkan sumber-sumber dengan Focus pada mempertanyakan sumber-sumber mengurangi pengeluaran dan mencari hanya bila diarahkan oleh otoritas yang kesempatan untuk menanamkan sumber-sumber ditentukan. baru. Salah satu cara untuk mendorong pemberdayaan di tempat kerja adalah dengan mengidentifikasikan dan menghilangkan faktor-faktor yang dapat menyebabakan timbulnya perasaan tidak punya kekuasaan dan menggantikannya dengan faktor-faktor yang mempromosikan kepemimpinan, selfefficacy dan motivasi internal. Agar dalam penerpaan pemberdayaan berjalan dengan baik, perlu kondisi yang disyaratkan unutk memberdayakan karyawan, yaitu: 1. Partisipasi, dalam arti pemberdayaan adalah keinginan seluruh karyawan apapaun jabatannya unutk selalu memperbaiki proses kerja dan hubungan antar sesama rekan. 2. Inovasi, sebenarnya merupakan inti pemberdayaan karena karyawan memiliki kewenangan untuk mencoba berbagai ide yang bisa diputuskan sendirian 3. Adanya kesempatan mengakses langsung semua informasi yang dibutuhkan, karyawan merasa didorong unutk mengembangkan ide-idenya melalui karya inovasi yang bermanfaat. 4. Adanya akuntabilitas yang memungkinkan setiap karyawan memiliki perasaan harus mempertanggungjawabkan segala hasil yang telah diperolehnya kepada atasan. Kondisi lain yang dapat mendukung pemberdayaan karyawan yaitu: 1. Partisipasi, mengandung pengertian keterlibatan semua pihak yang terkait. 12 2. Komunikasi, menjelaskan bahwa perlu adanya interaksi dua arah yang terbuka antara kedua belah pihak, tasan maupun bawahan. 3. Kepercayaan, yang dimaksud di sini adalah lebih pada kepercayaan yang dibangun berdasarkan unsure keterbukaan. 4. Kemandirian, merupakan salah satu dari aspek yang menunjajng untuk tercapainya proses pemberdayaan secara optimal. 5. Pertanggungjawaban, yang dimaksud pertanggungjawaban disini lebih menunjuk kepada sesuatu bentuk bagaimana para karyawan mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya yang selama ini telah dibebankan kepada seseorang akan mendorong atau memotivasi seseorang untuk bekerja lebih maksimal 6. Keterbukaan, merupakan prsayarat yang tidak boleh diabaikan dalam proses pemberdayaan. Pengendali dalam Pemberdayaan Para manajer cenderung mengartikan pengendalian secara sempit seperti mengukur kemajuan terhadap rencana unutk menjamin pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Suatu sistem pengendalian diagnostic hanya merupakan salah satu unsure pengendalian. Tiga unsur lain yang sama pentingnya dalam lingkungan bisnis dewasa ini adalah 1. Sistem kepercayaan, Sistem kepercayaan memberdayakn dan mendorong individu unutk mencari kesempatankesempatan baru 2. Sistem batasan, Sistem tersebut megkomunikasikan nilai-nilai inti dan mengilhami semua yang terlibat untuk melaksanakan tujuan organisasi 3. Sistem pengendalian interaktif. sistem pengendalian interaktif memungkinkan para manajer unutk memfokuskan perhatiannya pada ketidakpastian strategis dan tidak membiarkannya begitu saja supaya dapat mencapai tujuan. Setiap unsur tersebut memiliki tujuan yang berbeda bagi manajer yang berupaya menajamkan kreatifitas karyawan. Sistem Pengendalian Diagnostik Kebanyakan bisnis mengunakan sistem pengendalian diagnostic unutk membantu manajer mengetahui kemajuan individu, departemen, atau fasilitas produksi kearah tujuan-tujuan yang penting secara strategis. Para manajer menggunakan sistem pengendalian diagnostic unutk memonitor tujuan dan profibilitas serta memastikan kemajuan kea rah target, seperti pertumbuhan laba dan pangsa pasar. Salah satu tujuan utama sistem penilaian diagnostic adalah menghilangkan beban manajer terhadap pengawasan yang konstan. Sekali tujuan ditetapkan, penghargaan akan didasarkan pada tujuan tersebut. Dengan demikian, banyak para manajer yang yakin bahwa mereka dapat mengalihkan perhatiannya ke masalah-masalah lain karena mereka mengetahui bahwa para pekerja akan bekerja dengan rajin unutk mencapai tujuan yang telah disepakati. 13 Saluran komunikasi politik Saluran komunikasi adalah alat serta sarana yang memudahkan penyampaian pesan. Pesan di sini bisa dalam bentuk lambang-lambang pembicaraan seperti kata, gambar, maupun tindakan. Atau bisa pula dengan melakukan kombinasi lambang hingga menghasilkan cerita, foto (still picture atau motion picture), juga pementasan drama. Alat yang dimaksud di sini tidak hanya berbicara sebatas pada media mekanis, teknik, dan sarana untuk saling bertukar lambang, namun manusia pun sesungguhnya bisa dijadikan sebagai saluran komunikasi. Jadi, lebih tepatnya saluran komunikasi itu adalah pengertian bersama tentang siapa dapat berbicara kepada siapa, mengenai apa, dalam keadaan bagaimana, sejauh mana dapat dipercaya. Komunikator politik, siapapun ia dan apapun jabatannya, menjalani proses komunikasinya dengan mengalirkan pesan dari struktur formal dan non-formal menuju sasaran (komunikan) yang berada dalam berbagai lapisan masyarakat. Saluran komunikasi politik ada 3 (tiga) jenisnya, (1) Media komunikasi massa, di mana saluran ini menekankan adanya komunikasi satu-kepada-banyak; bisa dalam bentuk komunikasi tatap muka yang dijalankan komunikator pada saat berbicara di hadapan khalayak, seperti pidato kepresidenan yang disiarkan melalui media televisi, rapat umum atau berbicara pada saat konferensi pers, (2) Komunikasi yang memiliki hubungan satu-kepada-satu atau biasa disebut komunikasi interpersonal; bisa dalam bentuk tatap muka maupun berperantara, (3) Komunikasi Organisasi, yakni menggabungkan penyampaian satu-kepada-satu dan satu-kepadabanyak. Pembahasan saluran komunikasi politik tidak hanya sebatas pada bentuk proses penyampaian politik ketika komunikator sudah duduk di kursi pemerintahan. Namun, akan lebih menarik lagi jika pembahasan saluran komunikasi politik terhadap persuasi politik pada saat kampanye pemilihan diikutsertakan, dengan menganalisa kasus kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2004 di Indonesia yang telah lalu serta Pilkada Banten yang tampaknya masih hangat untuk dibicarakan sebagai studi kasusnya. Mengapa Pilpres 2004? Berbagai pihak beranggapan bahwa Pilpres inilah yang dinilai cukup demokratis dibanding pemilihan-pemilihan presiden sebelumnya. Proses pemilihan presiden yang untuk pertama kalinya dilakukan dengan memilih pasangan presiden beserta wakilnya secara langsung. Walaupun harus diakui memang masih saja terdapat kekurangan di sana-sini. Semisal, mencuatnya kasus korupsi di tubuh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang hingga kini masih dalam proses hukum. Namun, hal tersebut tidaklah mengurangi substansi dari nilai-nilai demokratis dari terselenggaranya Pilpres itu sendiri. Yang menjadi perhatian adalah, seperti apakah proses kampanye yang telah dilakukan oleh masing-masing kandidat pada masa itu sehingga Pilpres 2004 ini disebutsebut sebagai bagian dari proses politik yang demokratis; jujur dan adil. Adapun Pilkada Banten, meskipun cakupan wilayah pemilihannya tidak seluas pemilihan presiden, namun proses politik yang terdapat di dalamnya menarik untuk dicermati. Selain Pilkada ini merupakan pemilihan gubernur yang pertama kalinya dilakukan secara langsung di daerah Banten (daerah yang baru saja memiliki hak otonomi daerah dengan memisahkan diri dari wilayah Jawa Barat), Pilkada ini pun banyak mengundang minat elite politik yang duduk di kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) untuk kembali ke daerahnya menjadi salah satu kandidat dari partai yang bukan mengangkatnya menjadi anggota dewan. Disertai persaingan yang ketat dari Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Banten sementaranya yang turut pula mencalonkan diri. Kampanye yang dilakukannya pun terbilang cukup unik, hingga kerap menggunakan media 14 infotainment untuk saling “menjatuhkan” disertai dengan mobilisasi artis untuk bergabung dalam sebuah paguyuban yang masih harus dipertanyakan lagi masa depannya. Sebagaimana yang sudah diketahui, varian dari saluran komunikasi politik terbagi menjadi 3 (tiga), yakni: 1. Komunikasi Massa Dalam sistem pemerintahan yang bagaimana pun, media komunikasi (dalam hal ini media massa) selalu tidak luput dari perhatian. Dikarenakan sifatnya yang memang sanggup menjangkau komunikan dalam skala besar di wilayah mana pun dan kapan pun. Media massa merupakan alat komunikasi politik yang berdimensi dua, yaitu bagi pemerintah dan bagi masyarakat. Dalam dimensi pemerintah, maka media massa berfungsi sebagai : (1) Untuk menyebarluaskan informasi-informasi seputar: a. Kebijaksanaan pemerintah. b. Program-program untuk mensejahterakan rakyat. c. Kondisi politik dalam negeri. d. Aktivitas jalinan komunikasi dengan Negara-negara lain sebagai kebijaksanaan politik luar negeri. (2) Untuk membentuk karakter bangsa melalui fungsi pendidikan. (3) Untuk melakukan fungsi sosialisasi dalam kaitan pelestarian sistem politik (sekaligus sistem nilai). (4) Menumbuhkan kepercayaan Negara lain melalui sajian-sajian berita yang direncanakan dan ditata secara baik, (sebagai alat promosi atau propaganda). Sedang dimensi bagi masyarakat, media massa berfungsi sebagai sarana kontrol sosial terhadap kebijaksanaan yang dilakukan pemerintah. Teori Perseptual Bagi McLuhan, setiap media komunikasi mempunyai gramatika. Gramatika adalah aturan kerja yang erat hubungannya dengan gabungan indera (penglihatan, sentuhan, suara, penciuman, dan lain sebagainya) yang berkaitan dengan penggunaan media oleh seseorang. Atau bisa dikatakan media merupakan perpanjangan dari indera manusia: bicara sebagai panjangan indera untuk suara, cetakan merupakan perpanjangan dari indera untuk penglihatan, dan media elektronik tertentu –terutama televisi– adalah perpanjangan indera peraba (perasaan, sentuhan, sistem saraf). McLuhan berargumentasi, dikarenakan setiap media dibiaskan terhadap indera tertentu dan penggunaannya menghasilkan pengandalan yang berlebihan dalam keseluruhan pola indera manusia, maka hal ini akan mengakibatkan media mempunyai akibat yang sangat kuat terhadap masing-masing penggunanya. Dalam budaya lisan, medianya adalah bicara dan bias terhadap suara. Hasilnya adalah budaya keakraban sosial. Kemudian datang budaya cetak yang memaksa tatanan konseptualperseptual yang berbeda; dalam tatanan itu orang-orang datang mengharapkan, mencari, dan menuntut linearitas, yaitu keteraturan, koordinasi, dan ketertiban. Sebuah budaya yang sangat mengindividualkan; membaca dan menulis serta menerbitkan. Akibat politiknya adalah suatu sistem demokrasi individual yang menekankan kemampuan pribadi dan titik pandang warga Negara 15 perseorangan yang mengambil bagian dalam proses yang tampaknya dapat dipengaruhi dengan cara yang tertib. Sedangkan media televisi dalam pandangan McLuhan berkaitan dengan demokrasi kolektif. Ia beralasan, bahwa orang tidak hanya menonton televisi, akan tetapi turut pula terlibat di dalamnya. Televisi merupakan media yang informasinya rendah: hanya menayangkan implus elektronik kepada penontonnya; penonton dibebaskan untuk menafsirkan, menentukan pola, dan membuat implusimplus itu bermakna. Sedangkan media lisan dan tulisan (radio dan media cetak) memaksakan makna terhadap pembaca dan pendengarnya. Teori Fungsional Fokus dari teori fungsional ini adalah mengamati berbagai jenis fungsi media bagi pembaca, pendengar, dan penonton. Teori inilah yang nantinya akan menyadarkan kita, bahwasanya media massa turut pula berperan dalam berbagai dampak politik, semisal mengubah pemberian suara, tingkat dukungan publik terhadap kebijakan, dan mampu menambah informasi yang dimiliki rakyat tentang politik. Untuk lebih jelasnya, mari kita cermati varian dari teori fungsional yang diantaranya adalah: a. Teori Persuasi dan Informasi/Penyebaran Teori ini mengungkap berbagai kemungkinan tentang keinginan orang yang menggunakan media massa untuk menambah khazanah pengetahuannya (informasi) dan atau mendapatkan bimbingan (opini). Dipandang dari fungsi ini, media massa mendifusikan informasi dan mempersuasi. Dalam teori informasi, komunikasi massa terdiri atas serangkaian sistem yang menyampaikan informasi dengan cara bersambung dan berurutan (1) dari sebuah sumber, (2) melalui penyandi yang menerjemahkan unsur-unsur pesan ke dalam serangkaian tanda ke dalam implus elektronik, (3) melalui sebuah saluran, (4) melalui penyandi balik, dan (5) kepada penerima. Teori ini menetapkan informasi menurut kemampuannya mengurangi ketakpastian atau keteraturan situasi pada penerima. Ada gagasan-gagasan lain yang penting dalam teori informasi, yakni: entropi adalah tingkat ketakpastian atau ketakteraturan dalam peristiwa; redudansi adalah kepastian relatif dalam situasi; gangguan adalah segala sesuatu yang mengganggu informasi. b. Teori Permainan Teori permainan seperti yang dirumuskan oleh psikolog William Stephenson, berargumentasi bahwa kita berkomunikasi hanyalah demi kesenangan yang kita peroleh dari tindakan itu sendiri. Permainan adalah kegiatan yang dilakukan orang untuk kesenangan, bukan untuk menyelesaikan sesuatu seperti bererja. Teori ini diturunkan dari gagasan kesenangan berkomunikasi, kegembiraan yang diperoleh orang dari mengobrol tanpa tujuan, atau kepuasan dalam membaca komik atau kolom tulisan Ann Landers. Berbeda dengan teori informasi yang dilukiskan Stephenson sebagai derita berkomunikasi, berkomunikasi agar lebih berpengetahuan, berpendidikan, untuk memecahkan masalah, dan lain sebagainya. Lebih jauh lagi Stephenson menjelaskan, bahwasanya politik dari titik pandang publik dilihatnya sebagai permainan. Dengan mengeksploitasi sifat-sifat estetik komunikasi politik yang mirip dengan 16 permainan, para pemimpin politik menggunakan saluran massa untuk membangkitkan gerakan rakyat dan diam-diam menerima keputusan pemerintah, yaitu penggunaan simbolisme politik sebagai penolong. c. Teori Parasosial Kelompok lain perumus teori berargumentasi bahwa komunikasi massa berfungsi memenuhi kebutuhan manusia akan interaksi sosial. Hal ini tercapai jika media massa memberi peluang bagi hubungan tatap muka tanpa terjadinya hubungan langsung. Secara khas para anggota khalayak radio, televisi, atau film berhubungan dengan tokoh di dalam media massa itu seakan-akan tokoh tersebut hadir di dalam lingkungan sosial mereka. Banyak dari format ini yang digunakan oleh para komunikator politik untuk membangun jembatan parasosial yang menghubungkan pemimpin dan pengikutnya. Banyak usaha hubungan masyarakat dari kepentingan terorganisasi yang menempatkan juru bicara mereka dalam pertunjukan bicara yang popular dengan harapan mengidentifikasi pemimpin acara pertunjukkan dengan tujuan-tujuan seperti pelestarian lingkungan, reformasi penjara, boikot konsumen, penghentian pembangunan pembangkit tenaga nuklir, dan lain sebagainya. d. Teori Guna dan Kepuasan Pendekatan guna dan kepuasan dimulai dari anggapan bahwa anggota khalayak media adalah peserta aktif dan selektif dalam keseluruhan proses komunikasi. Mereka bukan hanya penerima pesan yang pasif, melainkan dengan bertujuan memasuki pengalaman komunikasi sebagai makhluk yang berarahkan tujuan. Media massa hanyalah suatu cara yang digunakan orang untuk mencapai pemuas kebutuhannya. 2. Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpersonal merupakan bentukan hubungan satu-kepada-satu; terdiri atas saling tukar kata lisan di antara dua orang atau lebih. Saluran ini bisa berbentuk tatap muka maupun berperantara. Beberapa teoritisi dan ilmuwan komunikasi seperti: Joseph Klapper, Elihu Katz, Paul Lazarfeld, dan Ithil de La Solapool telah mencatat, betapa efektifnya komunikasi interpersonal, terutama bagi Negara-negara berkembang yang lebih tinggi tingkat frekuensinya dalam menggunakan tenaga manusia dibanding menggunakan produk teknologi canggih. Walaupun komunikasi interpersonal terdapat kelemahan, seperti jangkauan sasaran (komunikan) terlalu luas atau karena dibatasi geo nature (letak geografis) yang sulit dijangkau, namun di sisi lain memiliki nilai lebih yaitu: 1) Pengaruh Pribadi dalam Politik Kita telah mengenal varian dari komunikator politik, yakni politikus, profesional, dan aktivis. Dalam kategori aktivis kita berbicara tentang pemuka pendapat (opinion leader), yakni orang yang menaruh perhatian terhadap media massa, memilih pesan, dan menyampaikan informasi serta opini baik kepada teman, tetangga, maupun kawan bekerja dan lain-lain melalui percakapan tatap muka. Melalui 17 pengaruh pribadi, para pemuka pendapat merupakan saluran yang menghubungkan jaringan massa dan komunikasi interpersonal. Terlepas dari perannya dalam memimpin pendapat dan dalam menyebarkan informasi, sebenarnya banyak sekali pembicaraan politik yang dilakukan oleh komunikator politik mengalir terutama melalui saluran interpersonal. Inilah gelanggang terpenting bagi pembicaraan kekuasaan, pengaruh, dan otoritas, tempat pembicaraan dilakukan dari mulut ke mulut, bukan kepada khalayak massa. Argumentasi para pengamat benar, bahwa pembicaraan di belakang layar di antara para pejabat memberikan gambaran yang lebih tepat tentang apa yang terjadi dalam pemerintahan ketimbang yang dikatakan oleh para pejabat kepada khalayak massa: “Lamabang politik beredar di antara para pemegang kekuasaan,” tulis Lasswell dan Kaplan, “Lebih sesuai dengan kenyataan kekuasaan daripada lambang-lambang yang disajikan bagi bidang itu.” 2) Karakteristik Percakapan Politik Komunikasi interpersonal mengenai politik, atau komunikasi apa pun mengenai maslaah itu, adalah pertemuan terpusat. Artinya, sangat sedikit orang yang mengambil bagian, pihak-pihak saling memberi hak untuk mengakui dan menjawab dalam pertukaran itu, dan percakapan berlangsung dengan cara orang-orang bergiliran mengatakan segala sesuatu. Sifat terpusat ini menghasilkan kemampuan koorientasi, seperti pada pertandingan, dan negosiasi. a. Koorientasi Penyebutan ini hanya menunjukkan bahwa orang saling bertukar pandangan tentang masalah; pertukaran itu menimbulkan serangkaian pesan dan tindakan, dan melalui urutannya para peserta serempak mengorientasikan diri terhadap obyek yang dibahas dan terhadap satu sama lain. Orientasi gabungan terhadap pesan dan peserta komunikasi interpersonal mengandung arti bahwa pesan yang dipertukarkan itu memiliki dimensi isi maupun dimensi hubungan. Isi pesan itu terdiri atas informasi tentang pokok masalah yang sedang dibahas. Dimensi hubungan membawa informasi tentang bagaimana pandangan para peserta dalam percakapan itu terhadap satu sama lain. Senyuman, kerutan dahi, nada suara, pertemuan pandangan, bahasa tubuh –semuanya merupakan tanda yang dibaca orang untuk mengetahui kesan apa yang dimiliki mereka tentang orang lain dalam percakapan itu. Bahkan diam pun bisa menjadi sebuah strategi komunikasi. Di mana mantan Presiden Megawati adalah “pelopor’-nya. Mantan Presiden Megawati yang mempelajari komunikasi presiden-presiden sebelumnya menganggap bahwa komunikasi kepresidenan Soekarno dan Abdurrahman Wahid tidak sesuai dengan iklim Indonesia yang sedang menjalani proses demokratisasi. Maka, jadilah diam itu sebagai strategi komunikasinya. Walaupun strateginya tersebut menjadikan dirinya sebagai presiden paling tidak komunikatif sepanjang sejarah kepresidenan Republik Indonesia. Koorientasi menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal melibatkan percakapan tentang masalah-masalah –pajak, kebijakan energi, biaya penghidupan, dan sebagainya– dan pesan-pesan yang rawan seperti bagaimana perasaan orang terhadap satu sama lain. Setiap komunikator 18 menunjukkan apakah ia menerima, menolak, atau begitu saja mengabaikan yang lain; lebih dari itu, seseorang menyingkapkan apakah ia menerima, menolak, atau merasa apatis terhadap keterlibatan dirinya ke dalam wacana itu. b. Percakapan sebagai Permainan Maksud percakapan sebagai permainan di sini adalah transaksi yang di dalamnya para peserta komunikasi (1) mempunyai motif yang terbuka dan tersembunyi dan (2) dalam proses itu memperoleh imbalan atau menderita kerugian. Lyman dan Scott mengemukakan empat tipologi permainan yang sesuai untuk menjelaskan sifat-sifat yang menyerupai permainan dalam komunikasi politik interpersonal. Permainan dibedakan menurut tujuan yang dikerjar-nya. Permainan wajah, misalnya, merefleksikan upaya peserta untuk menetapkan indentifikasi masing-masing dengan cara-cara yang dihargai. Suatu permainan wajah bisa defensive; dalam permainan ini pemain berusaha melindungi suatu identitas dari ancaman. c. Kontur saling tukar interpersonal Beberapa hal memengaruhi makna yang diberikan orang kepada pesan-pesan yang mengalir melalui saluran-saluran interpersonal. Kita akan mengemukakan tiga dari yang terpenting, yakni: - Prinsip Homofili Riset mengemukakan tiga dalil yang jika digabungkan membentuk prinsip homofili dalam komunikasi; (1) Orang-orang yang mirip dan sesuai satu sama lain lebih sering berkomunikasi daripada orang-orang yang tidak serupa sifat dan pandangannya. (2) Komunikasi yang lebih efektif terjadi bila sumber dan penerima homofilitik; orang-orang yang mirip cenderung menemukan makna yang sama dan diakui bersama dalam pesan-pesan yang dipertukarkan oleh mereka. (3) Homofili dan komunikasi saling memelihara; makin banyak komunikasi di antara orang-orang, mereka makin cenderung berbagi pandangan dan melanjutkan komunikasi. Prinsip homofili terlalu menyederhanakan. - Empati Kemampuan memproyeksikan diri sendiri ke dalam titik pandang dan empati orang lain memberikan peluang kepada komunikator untuk berhasil dalam bercakap-cakap. Empati adalah suatu sifat yang sangat dekat asosiasinya dengan citra seseorang tentang diri dan tentang orang lain, dan karena itu bisa dinegosiasikan melalui media interpersonal. 19 - Menyingkap Diri Penyingkapan diri terjadi bila seseorang memberitahukan kepada orang lain apa yang dipikirkan, dirasakan, atau diinginkannya, itulah cara yang paling langsung untuk memperlihatkan citra diri dan identifikasi dihargai. Kondisi ini terbilang cukup langka dalam arena politik. Yang terjadi justru malah sebaliknya, yakni ajang menutup diri; strategi komunikasi yang digunakan seseorang untuk mencegah diketahui oleh orang lain, adalah kekhasan komunikasi politik interpersonal. 3. Komunikasi Organisasi Jaringan komunikasi dari organisasi menggabungkan sifat-sifat saluran massa dan saluran interpersonal. Tentu saja ada jenis-jenis organisasi yang sangat berbeda dalam politik, baik formal maupun informal. Yang dimaksud kelompok informal adalah keluarga seseorang, kelompok sebaya, dan rekan kerja yang kesemuanya memainkan peran penting dalam mengembangkan opini politik orang itu. Sedangkan kelompok formal meliputi partai politik dan berbagai organisasi kepentingan khusus, seperti serikat buruh, asosiasi perusahaan, pembela konsumen, organisasi hak sipil, dan koalisi kebebasan wanita. Akhirnya, pada ujung yang paling formal dari kontinuum ini terdapat organisasi birokratik. Birokrasi adalah organisasi besar yang terdiri atas pekerja purnawaktu (full-time) yang terikat dan bergantung pada organisasi itu dengan mengandalkan kriteria prestasi dalam menilai pekerja dan memiliki relatif sedikit penilaian eksternal atas produk yang dihasilkannya secara sinambung dan dengan alat-alat yang teliti. Agar pelaksanaan upaya ini berhasil, pada gilirannya diperlukan komunikasi yang terorganisasi. Dalam komunikasi organisasi terdapat dua tipe umum saluran komunikasi, yakni saluran internal dan saluran eksternal. Proses saluran komunikasi birokratik internal memiliki tiga aspek. Pertama, orang-orang harus memiliki informasi sebagai dasar untuk membuat keputusan. Kedua, putusan dan dasar alasannya harus disebarkan agar anggota-anggota organisasi itu melaksanakannya. Ketiga, ada saluran-saluran untuk “pembicaraan keorganisasi-an”, percakapan sehari-hari yang biasa dalam menjalankan pekerjaan; hal ini akan menciptakan keanggotaan yang bermakna dalam tatanan sosial yang sedang berlangsung. Selain itu, ada pula saluran komunikasi eksternal, misalnya media ini mencakup saluran untuk berkomunikasi kepada warga Negara pada umumnya serta jawatan-jawatan organisasi pemerintahan lainnya. 20 BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Kekuasaan adalah kualitas yang melekat pada satu interaksi antara dua atau lebih individu. Jika setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan. Kekuasaan adalah gagasan politik yang berkisar pada sejumlah karakteristik. Karakteristik tersebut mengelaborasi kekuasaan selaku alat yang digunakan seseorang, yaitu pemimpin (juga pengikut) gunakan dalam hubungan interpersonalnya. Ada enam dasar atau atau sumber dari kekuasaan yaitu coercive, reward, legimate, expert, referent, dan information. Coercive power adalah kekuasaan yang bertipe paksaan, lebih memusatkan padandangan pada kemampuan untuk member hukuman kepada orang lain. Reward power memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain. Referent power ini didasarkan pada satu hubungan kesukaan atau liking dalam arti bila seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan seperti yang diiinginkan. Expert power merupakaan tipe kekuasaan berdasarkan keahlian, memfokuskan diri pada suatu keyakinan bahwa seseorang mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian serta informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan. Legitimate power atau kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya (actual power), ketika seseorang melalui sesuatu persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan menentukan perilaku orang laindalam suatu organisasi. Perilaku politik adalah sesuatu di luar kebutuhan pekerjaan yang ditetapkan. Usaha perilaku untuk menggunakan seseorang berdasarkan kekuasaan. Defenisi ini juga meliputi upaya untuk memengaruhi tujuan, kriteria atau proses yang digunakan untuk membuat keputusan ketika kita menyatakan bahwa politik terkait dengan ‘distribusi dari keuntungan dan kerugian bagi organisasi’. Perilaku politik dalam organisasi ditentukan oleh beberapa faktor. Secar garis besar dapat dibedakan dalam du faktor yaitu faktor-faktor yang melekat pada diri anggota organisasi dan faktor lingkungan intern organisasi. 2. Saran Ketika menjadi seorang pemimpin suatu organisasi, kita sebagai seseorang yang memiliki kekuasaan hendaknya menggunakan kekuasaan tersebut secara efektif bukan menyalahgunakannya. Melakukan perbaikan pada hal yang tidak baik, melakukan perawatan pada hal yang sudah baik. 21 DAFTAR PUSTAKA 1. Ikhsan, Arfan., Indra Maipita. Perilaku Organisasi. Madenatera. 2. http://vauzier.wordpress.com/2011/12/13/kekuasaan/ 3. http://setabasri01.blogspot.com/2011/01/kekuasaan-dan-politik-dalam-organisasi.html/