DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL BAB I IHWAL DIALEKTOLOGI 1 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Bahasa mempunyai sistem dan sub-sistem yang dipahami sama oleh pendukungnya. Namun, karena pendukung bahasa merupakan kumpulan manusia yang beragam, wujud bahasa menjadi tidak seragam. Bahasa itu menjadi bervariasi. Untuk mengkaji hal variasi bahasa lahirlah cabang ilmu linguistik yang disebut dialektologi. Kajian mengenai dialektologi ini dipaparkan mulai dari istilah yang digunakan, sejarah lahir, sampai pada perkembangan kajian dialektologi. A. Istilah Dialektologi Dialek berasal dari kata Yunani dialektos yang berpadanan dengan logat. Kata ini mula-mula digunakan untuk menyatakan sistem kebahasaan yang digunakan oleh suatu masyarakat yang berbeda dari masyarakat lainnya yang bertetangga tetapi menggunakan system yang erat hubungannya. Sementara itu, dialektologi berasal dari paduan kata dialek yang berarti variasi bahasa dan logi berarti ilmu. Berdasarkan etimologi kata itu, dialektologi adalah ilmu yang mempelajari dialek atau ilmu yang mempelajari variasi bahasa. Chambers dan Trudgill (1980:3) mengatakan bahwa dialektologi adalah suatu kajian tentang dialek atau dialekdialek. Sementara itu, Keraf (1996:143) menyatakan dengan menggunakan istilah geografi dialek adalah cabang ilmu bahasa yang khusus mempelajari variasi-variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal dari semua aspeknya. Aspek bahasa yang dimaksud mencakupi fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon serta semantik. Dilihat dari cakupan ilmu yang membawahinya, dialektologi merupakan sebuah cabang dari kajian linguistik yang timbul antara lain karena dampak kemajuan kajian linguistik komparatif atau linguistik diakronis. Dialektologi juga dikenal dengan nama geografi dialek atau geolinguistik. Kedua nama itu muncul karena adanya penyempitan bidang kajian dialektologi ‘ilmu tentang variasi bahasa’ kini menyempit menjadi telaah variasi bahasa secara spasial. Distribusi variasi bahasa secara geografis pada dasarnya berhubungan erat dengan linguistik bandingan karena keduanya sama-sama mempelajari hubungan yang terdapat di dalam ragam-ragam bahasa. Dalam perkembangan selanjutnya, dialektologi 2 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL cenderung memaparkan hubungan antarragam bahasa dengan bertumpu pada satuan ruang tempat terwujudnya ragam-ragam itu pada saat penelitian itu dilakukan sehingga kesimpulan yang dihasilkan dapat diperiksa kebenarannya (Lauder, 2001:1). Dalam dialektologi, hasil akhir analisisnya secara diakronis mengacu pada prabahasa yang berupa pemetaan bahasa sebagai visualisasi sehingga kebenarannya dapat diperiksa, sedangkan linguistik bandingan, hasil akhirnya mengacu pada proto bahasa yang berupa asumsi sebagai hasil rekonstruksi sehingga kebenarannya sulit dibuktikan. B. Sejarah Kelahiran Dialektologi Dialektologi lahir pada waktu adanya pengaruh oleh aliran Romantik di Eropa terhadap bidang linguistik yang mengilhami gagasan untuk melestarikan bahasabahasa yang dianggap lebih wajar dijumpai di dalam kehidupan sehari-hari. Pada waktu itu terdapat pandangan yang berasumsi bahwa bahasa-bahasa baku tidak mencerminkan keaslian karena terdapat banyak penyimpangan dari bahasa yang wajar yang dipakai sehari-hari oleh masyarakat penuturnya. Hal itu terkait dengan temuan hukum perubahan bunyi tanpa kecuali oleh Kaum Neogrammarian. Perubahan bunyi tersebut dimungkinkan dapat menyebabkan suatu dialek mengalami kepunahan. Jika dihubungkan dengan keadaan sebelumnya, hal itu dapat dipahami karena terdapat penilaian tentang adanya bahasa yang bagus (bahasa baku) dan bahasa yang tidak bagus (dialek). Kemudian timbul reaksi untuk menentang pandangan serupa itu. Misalnya, di Italia ada upaya menerjemahkan cerita klasik Italia berjudul de Cameron ke dalam dua belas dialek bahasa Italia. Semula cerita itu tersimpan dalam bahasa Latin Klasik yang dipandang sebagai bahasa yang indah, mulia, dan berprestise tinggi. Oleh karena itu, Italia dipandang sebagai tempat awal lahirnya kajian dialektologi. Dari kajian Linguistik Komparatif, sebagaimana dikemukakan oleh Meillet (1967:69) mula-mula diperkirakan bahwa bahasa asal atau protobahasa dari bahasabahasa sekerabat merupakan bahasa yang satu atau seragam (ada suatu kesatuan). 3 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Hal itu berpengaruh terhadap pandangan untuk mengupayakan adanya suatu bahasa baku yang lebih mendukung kesatuan dan persatuan. Selain itu, Meillet (1967:69) juga menegaskan bahwa istilah dialek dipergunakan dalam hubungannya dengan keadaan bahasa di Yunani yang terdapat perbedaan-perbedaan bahasa yang dipergunakan oleh pendukungnya masing-masing, namun tidak sampai menyebabkan mereka merasa mempunyai bahasa yang berbeda. Perbedaanperbedaan tersebut tidak menghalangi mereka untuk merasa memiliki satu bahasa yang sama. Oleh karena itu, Meillet (1967:70) berpendapat bahwa ciri utama dialek adalah perbedaan atau keragaman dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan. Selain ciri khusus yang dikemukakan Meillet, ada dua ciri umum yang dimiliki dialek, yaitu (1) dialek merupakan seperangkat bentuk ujaran lokal (setempat) yang berbeda-beda yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih saling mirip dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama, dan (2) dialek tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa (Meillet, 1967:69). Dialek-dialek tidak selalu meliputi semua bentuk ujaran suatu bahasa secara lokal. Misalnya dialek bahasa Jawa di daerah Sragen, Karanganyar, dan Wonogiri mempunyai ciri-ciri yang sama dengan dialek bahasa Jawa Solo-Yogyakarta, akan tetapi bukan dialek bahasa Jawa Solo-Yogyakarta. Dialek-dialek tersebut merupakan identitas daerah setempat meskipun terdapat kesamaan ciri-ciri akibat kontak antarpendukung masing-masing dialek. Kemudian dalam perkembangannya, salah satu dialek yang kedudukannya sederajat itu secara bertahap diterima sebagai bahasa baku (standar) oleh seluruh penutur di daerah pakai (daerah yang penuturnya menuturkan) dialek-dialek itu. Faktor-faktor yang menentukan dalam penobatan atau pengakuan suatu dialek menjadi bahasa baku adalah politik, budaya, dan ekonomi. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan adanya faktor lain yang juga turut menentukan, misalnya faktor historis (Meillet, 1967:72; Petyt, 1980:63). Dalam bahasa Jawa, dialek Solo-Yogya dinobatkan menjadi dialek baku karena ditentukan oleh faktor politik, budaya, dan ekonomi pada saat kejayaan kerajaan Jawa yang berpusat di Surakarta dan Yogyakarta. Karena faktor historis 4 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL tersebut, sampai sekarang dialek Solo-Yogya masih diakui sebagai dialek baku dalam bahasa Jawa. Dalam bahasa Sunda, dialek Bandung dinobatkan sebagai bahasa baku. Hal itu disebabkan oleh faktor politik, budaya, dan ekonomi. Bandung atau ‘Bumi Siliwangi’ merupakan pusat politik, budaya, dan ekonomi pada masa kerajaan Padjadjaran. Bahkan, sampai sekarang Bandung merupakan pusat budaya Sunda sekaligus pusat budaya inovasi (pembaruan) dalam bahasa Sunda. Bahasa Sunda di kota Bandung oleh Ayatrohaedi (1979:9) disebut sebagai basa sakola ‘bahasa sekolah’ atau basa Sunda lulugu yang dapat dijadikan tolok ukur atau bahasa Sunda standar. C. Perkembangan Kajian (Mazhab) Dialektologi Mula-mula kajian dialektologi berkembang di Eropa, yakni Italia kemudian berkembang di Jerman dan Perancis. Karena itu Italia adalah tanah kelahiran dialektologi. Kajian dialektologi kemudian menyebar ke India, Amerika, dan berbagai negara lainnya termasuk Indonesia. a. Perkembangan Kajian Dialektologi di Jerman Kajian dialektologi mulai berkembang sesudah tahun 1875 semenjak upaya pemahaman tentang perubahan bahasa secara diakronis terhadap sistem bahasa yang meliputi berbagai tataran kebahasaan (meliputi fonetik-fonologi, leksikon, gramatika, dan semantik) semakin maju. Lehmann (dalam Fernandez, 1993/1994:5) menggunakan istilah geografi dialek (dialect geography) untuk menyebut kajian dialektologi. Tahun 1876 seorang filsuf Jerman bernama Gustav Wenker, pertama kali membuat pemetaan dialek bahasa Jerman untuk membuktikan teori kelompok Jung Grammatiker yang mencetuskan Ausnahmslasigkeit de Lautgesetze yaitu ‘hukum perubahan bunyi tanpa pengecualian’. Pemetaan itu dilakukan dengan cara mengirimkan angket yang berisi empat puluh kalimat melalui jasa pos kepada para 5 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL guru sekolah di Rhenian yang disertai dengan petunjuk pengisian. Kalimat-kalimat itu diterjemahkan oleh para guru ke dalam dialek setempat, sehingga Wenker dapat menjaring variasi fonetis bahasa Jerman dialek Rhenian. Kemudian hasil analisisnya dipetakan ke dalam enam buah peta. Dengan metode yang sama, Wenker melakukan penelitian lagi tahun 1877 di Westitik pengamatanhalia, tahun 1879 di sebagian Jerman Utara dan Jerman Tengah, dan 1887 melakukan penelitian ke daerah lain yang masih termasuk daerah kekuasaan Jerman. Akhirnya, dengan cara tersebut Wenker berhasil menghimpun variasi fonetis dari seluruh wilayah Jerman yang meliputi sekitar 40.000 titik pengamatan dan menghasilkan sebuah peta bahasa Jerman yang disebut Deutscher Sprachatlas. Pemetaan itu memerlukan waktu sekitar lima puluh tahunan untuk menggeneralisasikan data sebelum dipetakan. Setelah itu, penelitiannya diarahkan pada pencarian hubungan yang ada di antara masalah luar bahasa yang dapat menyebabkan timbulnya ragam-ragam bahasa. Akan tetapi, upayanya dikecam oleh banyak ahli karena hanya merupakan hasil rekonstruksi atau pupuan sinurat menurut Ayatrohaedi (1978:31) yang hanya menggunakan empat puluh kalimat sederhana sebagai alat penjaring keragaman fonetis, bukan didasarkan pada penelitian lapangan atau pupuan lapangan (Ayatrohaedi 1978:33). Pemetaan dengan sistem mengirimkan angket yang berupa daftar tanyaan yang jumlahnya kurang dari 200 buah seperti itu dapat disebut pemetaan bahasa mazhab Jerman. Di Indonesia, mazhab Jerman itu dianut oleh Ayatrohaedi (1978) dalam melakukan penelitian dialek-dialek bahasa Sunda. Ia menamai cara penelitian mazhab Jerman dengan istilah metode pupuan sinurat. b. Perkembangan Kajian Dialektologi di Perancis Tahun 1875 ada anjuran dari Gaston Paris agar melakukan penelitian yang terperinci mengenai dialek-dialek di seluruh wilayah Perancis. Bahkan, Paris juga menganjurkan agar membuat peta fonetik untuk seluruh Perancis. Pemikiran 6 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Gaston Paris inilah yang mendorong geografi dialek bertumpu pada peta-peta bahasa sehingga geografi dialek tidak lagi menempel pada linguistik bandingan. Tahun 1880, orang Swiss yang berbahasa Prancis bernama J.L. Gillieron menyambut anjuran Gaston Paris dengan melakukan penelitian di daerah Vionnaz, Swiss kemudian melanjutkan penelitian di daerah Rhone. Ia mengunjungi 43 desa guna mencari keterangan tentang daftar tanyaan sebanyak 200 pertanyaan. Bidang yang menjadi sasarannya adalah fonetik. Tahun 1897 Gillieron dan Edmont melakukan penelitian geografi dialek di seluruh wilayah Perancis. Penelitian itu menghasilkan peta bahasa Perancis yang disebut Atlas Linguistique de la France pada tahun 1902-1910. Peta bahasa itu merupakan hasil penelitian lapangan secara langsung yang dijaring dari 639 titk pengamatan (2% dari semua tempat yang berbahasa Perancis) dengan menggunakan 1920 tanyaan leksikal dan 100 tanyaan kalimat. Berbeda dengan peta bahasa Jerman, peta bahasa Perancis ini membutuhkan waktu empat tahun untuk menyelesaikan proses pemetaan bahasa tanpa digeneralisasikan terlebih dahulu (Pop dalam Lauder, 1993:28). Pemetaan bahasa dengan melakukan penelitian lapangan secara langsung dan dengan menggunakan daftar tanyaan leksikon dan kalimat yang berjumlah lebih dari 200 buah ini disebut pemetaan mazhab Perancis. Ayatrohaedi (1978) menggunakan istilah metode pupuan lapangan untuk hal yang sama. Dalam perkembangan selanjutnya, metode penelitian geografi dialek mazhab Jerman hanya berkembang di beberapa negara saja, antara lain Swiss di bawah pimpinan Stalder, Cekoslowakia di bawah pimpinan Vazny, Finlandia di bawah pimpinan Lonnrot dan Castren, Hungaria di bawah pimpinan Zulnat dan Erdely, Yunani di bawah pimpinan Pernot, dan Denmark di bawah pimpinan Marius Kristensen. Sebaliknya, metode penelitian geografi dialek mazhab Perancis berkembang di berbagai negara. 7 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL c. Perkembangan Kajian Dialektologi di India Penelitian bahasa India dilakukan pada tahun 1927. Penelitian yang dipimpin oleh Gierson itu bertujuan memetakan bahasa-bahasa di India. Dalam penelitian itu, Gierson berhasil mengetahui bahwa di India terdapat 179 bahasa dan 544 dialek. Akhirnya, penelitian itu menghasilkan sebelas peta bahasa yang mengikuti metode penelitian yang dikenal di Inggris, yaitu metode mazhab Perancis (Chambers dan Trudgill, 1980:22). Di India, metode penelitian mazhab Perancis lebih berkembang karena peneliti secara langsung dapat mengetahui konteks atau jiwa data dialek yang dituturkan oleh informan. Bahkan, peneliti dapat mengidentifikasi bunyi yang menjadi kekhasan dialek yang dituturkan oleh informan sehingga analisis fonologis dengan cepat dapat segera dilakukan. d. Perkembangan Kajian Dialektologi di Amerika Tahun 1939 Amerika melakukan pemetaan bahasanya yang pertama di bawah asuhan Hans Kurath. Pemetaan bahasa di Amerika bermula karena para guru tidak tahu dengan pasti pelafalan mana yang dianggap baku dan yang seharusnya diajarkan kepada para siswa. Masalah para guru itu berkembang menjadi masalah “Manakah yang disebut dialek dan mana pula yang dapat disebut bahasa baku?” Untuk itu, para ahli dialektologi Amerika segera melakukan penelitian geogrefi dialek. Dalam pemetaan itu Kurath memasukkan strata sosial sebagai dasar pemetaannya. Dengan demikian, Amerika adalah negara pertama yang melakukan pemetaan bahasa berdasarkan strata sosial dengan menggunakan metode penelitian mazhab Perancis (Kurath, 1972). e. Perkembangan Kajian Dialektologi di Indonesia Penelitian-penelitian geografi dialek bahasa daerah di Indonesia telah banyak dilakukan meskipun jumlahnya belum sebanding dengan jumlah bahasa daerah di Indonesia. Tahun 1990 baru 15 buku hasil penelitian geografi dialek yang telah diterbitkan dari 54 penelitian yang telah dilakukan (Lauder, 1993:31) 8 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL mencakupi bahasa-bahasa di Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Kepulauan Nusa Tenggara. Sementara itu, hasil-hasil penelitian geografi dialek yang belum diterbitkan tercatat 39 buah, mencakupi bahasa-bahasa di Jawa (28,20%), Bali (25,65%), Sulawesi (23,08%), Sumatera (10,25%), Kepulauan Nusa Tenggara (7,69%), dan Kalimantan (5,13%). Adapun bahasa-bahasa di wilayah kepulauan Maluku dan Papua Barat belum tergarap. D. Pertanyaan Penajaman 1. Dialektologi adalah ilmu tentang variasi bahasa berdasarkan perbedaan geografis dan status sosial penuturnya. Jelaskan istilah-istilah yang berhubungan dengannya berikut ini! a. dialektos b. logat c. variasi bahasa d. dialek e. perbedaan f. geografi dialek g. aspek kebahasaan h. geolinguistik i. satuan ruang/tempat dan waktu j. sinkronis dan diakronis k. prabahasa 2. Bagaimana sejarah kelahiran dialektologi? 3. Ilmu apakah yang paling berkaitan dalam sejarah kelahirannya? 4. Semboyan dialektologi yang menjadi ciri utamanya adalah perbedaaan dalam kesatuan dan kesatuaan dalam perbedaaan. Apakah maksudnya? 5. Dalam dialektologi terdapat aliran atau mazhab Jerman dan mazhab Perancis. Bagaimanakah perbedaan kedua mazhab tersebut? 9 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 6. Kajian dialektologi di India mengikuti mazhab apa? Siapakah yang pertama kali mengembangkan kajian dialektologi di India? Hal-hal apakah yang menjadi penanda keikutsertaannya pada mazhab tersebut? 7. Kajian dialektologi di Amerika mengikuti mazhab apa? Siapakah yang pertama kali mengembangkan kajian dialektologi di Amerika? Hal-hal apakah yang menjadi penanda keikutsertaannya pada mazhab tersebut? 8. Kajian dialektologi di Indonesia mengikuti mazhab apa? Hal-hal apakah yang menjadi penanda keikutsertaannya pada mazhab tersebut? 9. Gambarkan hubungan interseksi antara dialektologi dengan linguistik, linguistik historis komparatif, sosiolinguistik, geografi, dan sejarah! Berilah penjelasannya secara singkat! 10 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL BAB II INTERDISIPLIN DIALEKTOLOGI 11 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Dialektologi merupakan ilmu interdisipliner, yaitu perpaduan dari berbagai bidang ilmu. Untuk itu, dialektologi memiliki hubungan dengan linguistik, linguistik historis komparatif, sosiolinguistik, geografi, dan sejarah. A. Dialektologi dan Linguistik Seiring dengan perkembangan teori linguistik, kajian dialektologi bertumpu pada konsep-konsep yang dikembangkan dalam linguistik. Hal itu terjadi karena dialektologi merupakan salah satu cabang linguistik. Konsep-konsep yang dimaksud berkaitan dengan konsep-konsep linguistik umum, seperti konsep fonem dan alofon, atau konsep fitur distingtif atau ciri pembeda (distingtive feature) untuk bidang fonologi; konsep-konsep morf, morfem, alomorfemis dan morfofonemis bidang morfologi; konsep-konsep frasa, klausa, dan morfosintaksis untuk bidang sintaksis, dan seterusnya. Dalam bidang fonologi, konsep-konsep tersebut digunakan untuk mengidentifikasi unsur-unsur pembeda suatu dialek, seperti gejala penghilangan atau pelesapan konsonan pada awal suku kedua sebelum akhir (penultima) dalam Bahasa Jawa Kabupaten Semarang (BJKS) dari Bahasa Jawa Baku (BJB) berikut ini. BJB BJKS Gloss /wudl/ > /udl/ ‘pusar’ /wetan/ > /etan/ ‘timur” /idu/ /idu/ ‘meludah’ > Pelesapan bunyi /w/ dan // pada awal kata itu merupakan salah satu bentuk reduksi konsonan. Bunyi pada awal suku yang dilesapkan adalah konsonan yang tergolong bunyi lemah. 12 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Dalam bidang morfologi, konsep-konsep tersebut digunakan untuk mengidentifikasi unsur-unsur pembeda suatu dialek, seperti imbuhan di akhir (sufiks) {-a} yang berfungsi sebagai pembentuk verba perintah (imperatif) yang terjadi pada BJB tukunen > BJKS tukua ‘belilah’ dan gawanen > gawaa ‘bawalah’. Sufiks tersebut melekat pada kata kerja (verba) yang berakhir dengan vokal (suku terbuka). Dalam BJB, sufiks pemarkah imperatif yang melekat pada verba yang berakhir dengan suku terbuka adalah {-nen}. Selain itu, identifikasi unsur pembeda dialek pada tataran morfologi dapat berwujud pengulangan (reduplikasi) dan pemajemukan. Dalam bidang sintaksis, konsep-konsep tersebut digunakan untuk mengidentifikasi unsur-unsur pembeda suatu dialek berwujud kata, frasa, dan kalimat. Pembeda berwujud kata seperti kata tanya kapan ‘bilamana’ dalam BJKS untuk menanyakan waktu pada kalimat tanya Kapan kowe lunga? ‘Bilamana kamu pergi?’ Dalam BJB, kata tanya yang digunakan untuk menanyakan waktu ‘bilamana’ yaitu sesuk kapan. Pembeda berwujud frasa seperti frasa nomina konsep ‘rumah ayah’ dalam bahasa Sunda Brebes (BSB) [imah baba?] sedangkan dalam bahasa Sunda standar (BSS) [bumi bapa?]. Adapun pembeda berwujud kalimat tampak pada kalimat bahasa Jawa standar (BJS) dan kalimat bahasa Jawa Brebes (BJB) yang ditemukan Sasongko (1999:33) berikut. (a) Sega kuwi wis takpangan. (b) Sega kuwe wis dipangan inyong. ‘Nasi itu sudah kumakan/saya makan’ Dalam kalimat tersebut tampak bahwa sega kuwi (a) dan sega kuwe (b) merupakan subjek kalimat, sedangkan wis takpangan (a) dan wis dipangan (b) merupakan predikat. Adapun inyong (b) merupakan pelengkap. Dengan demikian, kalimat (a) atau BJS berstruktur S-P, sedangkan kalimat (b) BJB berstruktur S-P-Pel. Perbedaan itu terjadi pada kalimat yang predikatnya berupa verba diri seperti kalimat (b). Konsep-konsep tersebut dimanfaatkan dalam kerangka (1) deskripsi perbedaan unsur kebahasaan antara daerah titik pengamatan dalam penelitian dan 13 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL (2) deskripsi ciri-ciri kebahasaan yang menjadi penanda atau pembeda antara dialek/subdialek yang satu dengan lainnya dalam suatu bahasa yang diteliti (Mahsun 1995:15). Kajian dialek yang demikian menekankan pada kajian sinkronis dialek geografi yang tujuan utamanya adalah pemetaan dialek atau varian bahasa. Dalam kajian dialektologi diakronis, pandangan seperti itu tidak dapat diterima. Kajian dialektologi hendaknya menekankan kedua aspek, yaitu sinkronis maupun diakronis. Dalam hal ini, kajian diakronis bertujuan menyusun kembali prabahasa dengan cara membandingkan unsur-unsur dialeknya dan menyusun kembali sejarah daerah yang dialek-dialeknya diteliti. Keduanya dilakukan secara bersama-sama sehingga persoalan yang berkaitan dengan ‘apa dan bagaimana’ perbedaan isolek karena faktor geografis dapat diungkap secara deskriptif maupun historis. B. Dialektologi dan Linguistik Historis Komparatif Sebagaimana diketahui bahwa dialektologi lahir sebagai reaksi terhadap teori perubahan bunyi yang dikembangkan oleh kaun Neogrammarian yang merupakan puncak perkembangan kajian linguistik historis komparatif pada abad ke-19. Untuk itu, linguistik historis komparatif mempunyai andil terhadap lahirnya kajian dialektologi. Keduanya memiliki persamaan dalam penggunaan metode. Meskipun demikian, dialektologi dan linguistik historis komparatif memiliki perbedaan yang mendasar berkaitan dengan (a) dasar pijakannya, (b) tingkat kekunaan bahasa purba yang direkonstruksi, (c) bahan (eviden) yang digunakan dalam rekonstruksi bahasa purba, dan (d) wujud unsur inovasi yang menjadi kajiannya (Mahsun 1995:17). Dalam kajiannya, dialektologi berpijak pada pencarian perbedaan, sedangkan linguistik historis komparatif berpijak pada pencarian persamaan (secara historis) dari unsur-unsur kebahasaan dialek atau bahasa yang diperbandingkan. Berkaitan dengan tingkat kekunaan bahasa purba yang direkonstruksi dalam dialektologi adalah sampai pada tingkat prabahasa dan bahan yang digunakan untuk 14 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL rekonstruksi adalah bahan (evidensi) yang terdapat pada dialek-dialek atau subdialek-subdialek yang mendukung bahasa tersebut, seperti terlihat pada gambar berikut ini. Bahasa Jawa BJBY BJPW BJK BJP BJPM BJTG BJSM BJKS BJS BJR BJT BJKR BJM BJSB BJBW Bahasa Jawa dialek Banyumas (BJBY) memiliki subdialek Purwoketo (BJPW) dan subdialek Kebumen (BJK); bahasa Jawa dialek Pesisir (BJP) memiliki subdialek Pemalang (BJPM), Tegal (BJTG), Semarang (BJSM), dan Kabupaten Semarang (BJKS), dan Rembang (BJR); bahasa Jawa dialek Surakarta (BJS) memiliki subdialek Karanganyar (BJKR); dan bahasa Jawa dialek Jawa Timur (BJT) memiliki subdialek Madiun (BJM), Surabaya (BJSB), dan Banyuwangi (BJBW). Sementara itu, tingkat kekunaan bahasa purba yang direkonstruksi dalam linguistik historis komparatif sampai di atas prabahasa, yaitu protobahasa dan bahan yang digunakannya adalah evidensi yang terdapat pada bahasa-bahasa yang diperbandingkan. Dengan demikian, linguistik historis komparatif memberikan sumbangan terhadap kajian dialektologi, yakni ada hubungan timbal balik atau interseksi terutama pada aspek diakronis (historis) dan metode penelitiannya, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. C. Dialektologi dan Sosiolinguistik Dialektologi dan sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang sama-sama mempelajari perbedaan unsur kebahasaan yang terdapat dalam suatu bahasa. Akan tetapi, dialektologi lebih memusatkan kepada variasi atau perbedaan bahasa 15 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL berdasarkan faktor geografi yang telah terjadi, sedangkan sosiolinguistik memusatkan perhatian pada variasi atau perbedaan bahasa berdasarkan faktor sosial yang sedang terjadi, seperti dalam studi pengaruh antardialek. Mengapa dialek yang satu lebih kuat dan mempengaruhi dialek yang lain. Untuk menjawab persoalan itu diperlukan kajian dari aspek sosiolinguistik, yaitu adanya kemungkinan dialek yang kuat itu adalah dialek kota atau dialek yang para penuturnya berstartus sosial tinggi, sedangkan dialek yang dipengaruhi adalah dialek desa yang para penuturnya berstatus sosial rendah. Selain itu, temuantemuan dua kata yang pemakaiannya berbeda, tetapi maknanya sama dalam dialektologi (diatopik) dapat dijelaskan secara sosiolinguistik (sintopik). Dengan demikian, sosiolinguistik memberikan satu perspektif baru dalam kajian dialektologi berupa variabel sosial penuturnya dan konteks pemakaiannya, baik konteks penutur, tempat, situasi, dan sebagainya. Jadi, terdapat hubungan timbal balik atau hubungan interseksi antara kajian dialektologi (sinkronis) dengan sosiolinguistik. D. Dialektologi dan Geografi Dialektologi merupakan disiplin ilmu yang mengkaji perbedaaan unsurunsur kebahasaan yang berkaitan dengan faktor geografis yang salah satu aspeknya adalah pemetaan perbedaan tersebut di antara daerah-daerah pengamatan dalam penelitian. Dalam penelitian dialek diperlukan informasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan geografi, seperti monografi desa atau daerah yang dialeknya diteliti (jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, agama, pendidikan, dan sebagainya; jenis penyakit yang pernah mewabah di daerah yang dialeknya diteliti, jenis transportasi yang mendukung mobilitas penduduknya; letak geografis daerah yang dialeknya diteliti; luas wilayah daerah yang dialeknya diteliti, dan sebagainya. Semua informasi dan pengetahuan berkaitan dengan ilmu geografi. Oleh karena itu, dialektologi memerlukan kontribusi dari geografi, salah satunya 16 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL seperti terlihat pada pemetaan leksikon dialek yang dituturkan di suatu wilayah tertentu sebagai berikut. Fungsi pemetaan itu sebagai upaya memvisualisasi letak geografis tempat digunakannya suatu bentuk variasi bahasa tertentu. Namun, dilihat dari segi fungsi pemetaan dapat dikatakan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan bidang ilmu geografi tidak terlalu penting dalam kajian dialektologi karena kita dapat saja menyebutkan suatu bentuk penggunaan unsur-unsur kebahasaan tertentu yang berbeda dengan unsur-unsur kebahasaan lainnya dalam menyatakan hal yang sama yang digunakan penutur di daerah pengamatan tertentu dengan menyebut nama yang diberikan pada satuan daerah pengamatan. Misalnya desa atau dusun A, B, C sesuai dengan tingkat (secara administratif) satuan daerah pengamatannya. E. Dialektologi dan Sejarah Perbedaan unsur-unsur kebahasaan dalam suatu dialek atau subdialek tidaklah terjadi secara serentak dalam satu waktu, melainkan melalui fase perkembangan yang panjang yang dialami oleh penutur bahasa itu. Karena itu, pembentukan dialek atau subdialek dalam suatu bahasa berkaitan dengan sejarah 17 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL yang dialami oleh penutur itu sendiri. Berkaitan dengan hal itu, dialektologi berhubungan dengan sejarah dalam arti saling mengisi. Kontribusi ilmu sejarah pada kajian dialektologi, misalnya berkaitan dengan penentuan bentuk yang digunakan untuk merealisasi suatu makna dalam suatu dialek atau subdialek tertentu sebagai bentuk asli atau pinjaman. Upaya itu dilakukan jika penelusuran bentuk asli atau pinjaman itu tidak dapat dilakukan berdasarkan perubahan bunyi dalam dialek atau subdialek itu. Sebaliknya, kontribusi dialektologi pada ilmu sejarah berkaitan dengan rekonstruksi sejarah (dalam pengertian yang terbatas) daerah yang batasannya diteliti. Sebagai contoh, dalam sejarah Sumbawa disebutkan Mahsun (1995) bahwa pada tahun 1723 kerajaan Selaparang Lombok diserang oleh Raja Karang Asem. Sebagai akibat dari hal itu sampai sekarang ini terdapat perkampungan tertentu yang penduduknya mengaku berasal dari Sumbawa. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sesungguhnya nenek moyang orang Sumbawa yang tinggal di pulau Lombok tersebut berasal dari Jereweh (Datu Jereweh). Mereka menyebut diri dan menamakan tempat tinggal mereka serupa dengan nama kerajaan di Sumbawa (Datu Seran dan Datu Tilawang) berkaitan dengan segi keamanaan. Hal ini disebabkan kedua kerajaan tersebut cukup terkenal dengan prajurit yang berani di masa lalu yang salah satu buktinya keduanya pernah menjalin hubungan dengan kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Zulaeha (2003) menemukan asal mula desa Ngoho yang berada di Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang titik pengamatan 2, cikal bakalnya adalah Kyai dan Nyai Ngoho. Kedua suami istri tersebut adalah seorang punggawa kraton Solo yang mengasingkan diri karena terjadi peperangan. Karena itu, wajar jika di daerah itu ditemukan unsur relik yang dituturkan penutur dan penduduk asli , seperti [latu] dan [brm] pada konsep ‘api’. Kekhasan unsur relik itu sulit dilacak di daerah yang dialeknya diteliti apabila tanpa bantuan sejarah. 18 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Dalam kajian dialektologi sinkronis dan diakronis atau historis kajian dialektologi, ada dua bidang yang memberikan kontribusi kepada dialektologi, yaitu sosiolinguistik dan linguistik historis komparatif. Sosiolinguistik memberikan satu perspektif baru dalam kajian dialektologi sinkronis berupa variabel sosial penutur dialek dalam kajian dialek sosial atau sosiodialektologi. Linguistik historis komparatif membidani lahirnya dialektologi terutama pada metode kajiannya, seperti instrumen yang berupa daftar tanyaan, dan metode analisis data (metode dan teknik leksikostatistik dan glotokronologi). Dengan demikian, ada hubungan interseksi (‘interbagian’) antara kajian dialektologi dengan sosiolinguistik dan antara lingustik historis komparatif dengan sosiolinguistik. Hubungan interseksi tersebut digambarkan sebagai berikut. Hubungan Interseksi Dialektologi, Sosiolinguistik, dan Linguistik Historis Komparatif Interseksi A adalah suatu butir linguistik dengan variannya dapat dipandang sebagai identitas kelompok-kelompok sosial tertentu dalam suatu wilayah pakai dialek tertentu (aspek sosiolinguistik). Hal tersebut memperlihatkan wujud konkrit dari suatu dialek yang sebenarnya yang merupakan suatu system linguistik yang tidak pernah seragam. Bersamaan dengan itu, varian-varian itu memiliki tempatnya 19 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL masing-masing, misalnya varian X merupakan unsur dari dialek P dan varian Y merupakan unsur dari dialek Q dan seterusnya (aspek dialektologi). Interseksi B memperlihatkan letak varian X dan Y dalam urutan pembentukannya dalam lingkup bahasa-bahasa serumpun (aspek linguistik historis komparatif). Kajian varian dari suatu system linguistik yang terletak dalam interseksi B ini yang dapat membuktikan bahwa setiap kata mempunyai sejarahnya sendiri, seperti dikemukakan Gillieron atau Hugo Schuchardt pada akhir abad XIX atau awal abad XX. F. Pertanyaan Penajaman 1. Bagaimana hubungan dialektologi dengan aspek-aspek kebahasaan di dalam linguistik bidang: a) fonologi b) morfologi c) sintaksis d) leksikon e) semantik ? 2. Bagaimana perbedaan yang mendasar antara dialektologi dengan linguistik historis komparatif pada: a) dasar pijakannya b) tingkat kekunaan bahasa yang direkonstruksi c) bahan (eviden) yang digunakan dalan rekonstruksi d) wujud unsur inovasi yang menjadi kajiannya? 3. Apakah kesamaan dan perbedaan fokus kajian dialektologi dengan sosiolinguistik? Bagaimana hubungan interseksi antara keduanya? 4. Bagaimana hubungan antara dialektologi dengan geografi? Apakah fungsi pemetaan dalam dialektologi? 5. Bagaimana kontribusi kontribusi sejarah terhadap dialektologi dan dialektologi terhadap sejarah? 20 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL BAB III PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN DIALEK 21 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua hal yang serupa tetapi tidak sama. Sebagaimana tumbuhan, dialek juga mengalalami pertumbuhan dan perkembangan. Faktor non-kebahasaan dan faktor kebahasaan sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan dialek. A. Pertumbuhan Dialek Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Alwi, dkk. (2005: 1220) menyatakan konsep tumbuh adalah timbul (hidup) dan bertambah besar atau sempurna (tentang benih tanaman, bagian tubuh seperti rambut, gigi, dan sebagainya). Pertumbuhan bermakna ‘hal tumbuh’, ‘perkembangan kemajuan’. Pertumbuhan dialek adalah timbul atau munculnya suatu dialek dan bertambah besar atau sempurna yang mengarah pada kemajuan. Pertumbuhan suatu dialek disebabkan oleh faktor non kebahasaan dan kebahasaan. Faktor non-kebahasaan, seperti keadaan alam, antara lain daerah yang terpencil, mempengaruhi ruang gerak penduduk setempat untuk dapat berkomunikasi dengan dunia laur sehingga mobilitasnya cenderung rendah. Selain keadaan alam, batas alam, seperti batas politik, ekonomi, dan cara hidup tercermin dalam dialek yang bersangkutan. Bahkan, timbulnya dialek disebabkan oleh adanya hubungan dan keunggulan bahasa-bahasa yang terbawa oleh para penuturnya ketika terjadi perpindahan penduduk, penyerbuan, atau penjajahan suatu daerah atau bangsa. Seperti, pertumbuhan bahasa Jawa di Lampung yang melahirkan bahasa Jawa dialek Lampung yang berbeda dengan bahasa Jawa SoloYogya akibat perpindahan penduduk (transmigrasi bedhol desa ‘penduduk seluruh desa’) yang digalakkan pemerintah pada waktu itu. Faktor kebahasaan yang menyebabkan pertumbuhan suatu dialek adalah peranan dialek atau bahasa yang bertentangga. Dalam proses terjadinya dialek, dialek atau bahasa yang bertetangga ini sangat menentukannya karena masuknya anasir kosa kata, struktur, dan cara pengucapan atau pelafalan. Anasir, kosa kata, struktur, dan pelafalan dialek atau bahasa tetangga berinteraksi dengan dialek atau bahasa daerah tertentu sehingga pertemuan antara dua dialek atau bahasa yang 22 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL bertetangga memunculkan dialek atau bahasa yang berbaru atau berbeda, seperti bahasa Jawa di Ketanggungan, Brebes yang bertetangga dengan bahasa Sunda memunculkan varian baru atau dialek bahasa Jawa. Setelah di antara dialek tersebut diangkat menjadi bahasa baku, peranan bahasa baku tidak dilupakan. Pada gilirannya, bahasa baku juga terpengaruh oleh dialek atau bahasa daerah pakainya maupun dari dialek atau bahasa tetangganya. B. Perkembangan Dialek Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Alwi, dkk. (2005:538) menyatakan konsep berkembang adalah ‘menjadi besar (luas, banyak, dan sebagainya)’ atau ‘menjadi banyak (merata, meluas, dan sebagainya)’. Adapun perkembangan adalah ‘ihwal berkembang’ atau ‘perihal menjadi banyak (merata, meluas)’. Perkembangan dialek dimaksudkan adalah wilayah pemakai dialek meluas. Perkembangan dialek dapat dikelompokkan menjadi dua arah, yaitu perkembangan membaik dan perkembangan memburuk. Perkembangan membaik itu tampak apabila suatu dialek mengalami perluasan wilayah pakai dan jumlah penuturnya bertambah dan atau dinobatkan menjadi dialek baku. Sementara, perkembangan memburuk itu terjadi jika suatu dialek semakin berkurang penuturnya dan semakin berkurang pula wilayah pakainya atau malah lenyap. Kedua jenis perkembangan itu dipengaruhi oleh faktor luar bahasa. Faktor-faktor luar bahasa sangat menentukan perkembangan dialek, misalnya dalam hal peningkatan dan penobatannya menjadi dialek baku dari bahasa yang bersangkutan. Sama halnya dengan perkembangan membaik, perkembangan memburuk juga disebabkan oleh berbagai faktor yang pada umumnya berupa faktor luar bahasa. Faktor-faktor tersebut sebagai berikut. 1) Masuknya unsur-unsur bahasa nasional ke dalam bahasa daerah, dan masuknya bahasa nasional dan bahasa baku bahasa daerah ke dalam dialek. Masukan atau susupan itu dapat terjadi melalui berbagai saluran, baik resmi maupun tidak resmi, seperti sekolah atau lembaga pendidikan dan saluran budaya. 23 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL (a) Sekolah atau lembaga pendidikan. Di kota-kota ada kecenderungan untuk menjadikan bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa pengantar di kelas pada sekolah dasar. Ironisnya, anak-anak sekolah dasar merasa asing ketika mengikuti pelajaran bahasa daerah dan ketika mereka diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan bahasa daerah. Gejala-gejala itu menunjukkan adanya pergeseran bahasa daerah oleh bahasa nasional. (b) Saluran budaya. Susupan melalui saluran budaya terjadi antara lain oleh adanya surat kabar, televisi, radio, buku, majalah, dan film. Surat kabar merupakan media cetak yang cepat memberikan pengaruh terhadap budaya karena informasinya yang mutakhir yang dapat dibaca oleh masyarakat luas dari kota sampai ke desa karena adanya Koran masuk desa. Perubahan atau peristiwa apapun segera dapat diperoleh oleh pembaca. Karena itu, surat kabar memberikan pengaruh terhadap budaya daerah karena masuknya budaya internasional, nasional, atau daerah lain. Sementara itu, media elektronik, seperti televisi dan radio merupakan sarana informasi yang cepat terutama pengaruhnya terhadap perubahan budaya. Hampir setiap rumah di desa, bahkan di kota memiliki sarana elektronik itu. Dengan demikian, tidak mustakhil jika masyarakat cenderung mudah beradaptasi dengan budaya baru karena setiap hari mereka menikmati sajian yang menarik mulai berita sampai hiburan. Mereka tidak sempat lagi membaca atau mendengarkan berita atau hiburan berbahasa daerah. Bahkan, anak-anak cenderung mematikan atau memindahkan gelombang televisi atau radio jika ada siaran berbahasa daerah. Fenomena inilah yang turut menyebabkan perkembangan memburuk suatu dialek khususnya, dan bahasa daerah umumnya. 2) Faktor sosial. Seiring dengan semakin membaik taraf sosial-ekonomi masyarakat, semakin membaik pula taraf pendidikan masyarakat. Pada umumnya mereka meninggalkan kampung halaman untuk mencari ilmu atau bekerja, seperti 24 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL pedagang, buruh, pegawai daerah, dan sebagainya. Setiap pagi mereka datang ke kota dan sorenya mereka kembali ke kampung halaman bagi pekerja yang mobilitas sirkulasi. Sementara para mahasiswa (orang yang belajar di perguruan tinggi) dari kampung itu merasa malu ketika menggunakan dialek di daerahnya. Mereka cenderung menggunakan bahasa yang dianggapnya berprestise dalam pergaulan sehari-hari. Kebiasaan itu juga dilakukannya dalam berbahasa seharihari ketika mereka kembali ke kampung halaman. Kebiasaan itu kemudian diikuti oleh kelompoknya dan masyarakat di lingkungannya karena mereka dipandang sebagai orang berpengalaman. Dengan demikian, tingkat mobilitas suatu masyarakat cenderung tinggi sehingga bahasa yang dituturkan juga turut terpengaruh oleh bahasa daerah lain dan atau bahasa nasional, bahkan bahasa asing. Fenomena tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan memburuk suatu dialek tertentu. Di sisi lain, hal itu dapat menjadi faktor penyebab perkembangan membaik suatu dialek yang mempengaruhi karena jumlah penuturnya bertambah dan wilayah pakainya juga meluas. Perkembangan dialek membaik itu terjadi jika penutur suatu dialek itu loyal (posisi dialek kuat) terhadap dialeknya sehingga dapat mempengaruhi penutur dialek lain. Sebaliknya, perkembangan memburuk terjadi jika penutur suatu dialek itu tidak loyal (posisi dialek lemah) sehingga dapat dipengaruhi penutur dialek lain. C. Pertanyaan Penajaman 1. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan hal yang serupa, tetapi tidak sama. Jelaskan konsep dasarnya! 2. Pertumbuhan suatu dialek dipengaruhi oleh faktor nonkebahasaan dan kebahasaan. Bagaimana faktor-faktor nonkebahasaan mempengaruhi pertumbuhan suatu dialek? Bagaimana faktor kebahasaan mempengaruhi pertumbuhan suatu dialek? 25 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 3. Perkembangan dialek dapat dikelompokkan menjadi dua arah, perkembangan membaik dan memburuk. Berilah contoh perkembangan membaik! Berilah contoh perkembangan memburuk! 26 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL BAB IV KEANEKAAN DIALEK 27 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Berdasarkan objek kajiannya, dialek dibedakan atas dialek geografi dan dialek sosial. Dialek geografi merupakan awal mula kajian dialektologi yang mendasarkan pada variasi bahasa secara struktural geografis. Adapun dialek sosial mendasarkan pada variasi bahasa pada kelompok-kelompok sosial masyarakat penuturnya. A. Dialek Geografi Dialek Geografi merupakan cabang linguistik yang bertujuan mengkaji semua gejala kebahasaan secara cermat yang disajikan berdasarkan peta bahasa yang ada. Keraf (1996:143) menyebutnya dengan istilah geografi dialek. Karena itu, salah satu tujuan umum dalam kajian ini yaitu pemetaan gejala kebahasaan dari semua data yang diperoleh dalam daerah penelitian. Garis yang memisahkan setiap gejala kebahasaan dari lingkungan varietas bahasa berdasarkan wujud atau sistem kedua lingkungan yang berbeda disebut dengan istilah heteroglos (Hans Kurath, 1972). Chambers dan Trudgill (1980) menggunakan istilah isoglos untuk mengacu pada garis yang ditarik antara titik pengamatan yang satu dengan titik pengamatan yang lain yang sepanjang batas yang tidak termasuk ciri-ciri linguistik yang khas. Istilah isoglos mula-mula digunakan oleh Masica (1976 dalam Lauder 2001:7). Heteroglos berguna sebagai garis pemisah yang dapat memberikan gambaran situasi isoglos dalam daerah penelitian. Adapun gambaran isoglos adalah menunjang inventarisasi bahasa-bahasa daerah di Indonesia yang sedemikian banyaknya. Tujuan umum dialek geografi ini adalah tersedianya data bahasa bagi peneliti linguistik lain, seperti bagi linguistik histroris komparatif. Selain data, telaah dialek berguna sebagai sumbangan berharga bagi usaha rekonstruksi dan pengelompokan bahasa (Kaswanti Purwo dan Collins 1985 : 11). Sejarah penelitian dialek geografi di Indonesia mencatat adanya minat sejumlah sarjana yang telah melakukan penelitian geografi dialek dibeberapa bahasa di Indonesia. Perkembangan kajian dialektologi di Indoneeia dimulai dengan kajian dialek geografi bahasa sasak di Lombok oleh A. A. Teeuw (1958). Kajian geografis 28 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL dialek bahasa Sunda dilakukan oleh Bernd Nothofer (1975). Bernd Nothofer melakukan pula kajian geografi dialek bahasa di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah dilengkapi dengan pemetaan bahasa dan penjelasannya (Nothofer 1980). Sebagai kelanjutannya, kajian dialek geografi bahasa Jawa di Jawa Tengah dilengkapi dengan pemetaan bahasa dilakukan pula (Nothofer 1981). Kemudian kajian dialek dilakukan oleh Ayatrohaedi (1978) terhadap dialek bahasa Sunda di Cirebon. Pada waktu yang hampir bersamaan dengan Grijns melakukan penelitian dialek geografi Melayu Jakarta. Terbitan karya Grijns baru muncul pada tahun 1990 dengan Judul kajian bahasa Melayu-Betawi. Analisis Geografi Dialek Bahasa Bali dikerjakan Bawa (!983). Demikian pula kajian tentang Bahasa Using, dialek bahasa Jawa di Banyuwangi. dilakukan oleh Herusantosa (1987). Kajian geografi dialek di Minahasa Timur laut dilakukan oleh Akundani (1991). Demikian pula kajian lain tentang geografi dialek oleh Multamia Lauder dilakukan terhadap bahasa Sunda, Jawa, dan Melayu di Kabupaten Tangerang, Jawa Barat (1990). B. Dialek Sosial Dialek sosial adalah ragam bahasa yang dipergunakan oleh kelompok tertentu yang membedakannya dari kelompok masyarakat lainnya. Kelompok itu terdiri atas pekerjaan, usia, kegiatan, jenis kelamin, pendidikan, dan sebagainya. Ciri yang paling khusus dikenal adalah argot atau slang. Sampai dengan akhir abad ke19 argot masih diartikan sebagai bahasa khusus kaum petualang, pencuri dan pengemis dan hanya dipergunakan untuk dan oleh mereka saja. Kemudian meluas menjadi lebih atau kurang teknis, lebih atau kurang kaya, lebih atau kurang indah dan dipergunakan oleh mereka yang berasal dari kelompok profesi yang sama. Dalam perkembangannya, dialek sosial dalam kajian dialektologi mengacu pada dialek yang dituturkan oleh penutur di daerah tertentu berdasarkan variabel sosial penuturnya. Dialek ini dimungkinkan mengalami perbedaan antara penutur 29 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL dari variabel sosial tertentu dengan variabel sosial yang lain meskipun mereka berada dan berasal di daerah yang sama. Zulaeha (2000) dalam penelitiannya tentang pemakaian bahasa Jawa di Kabupaten Semarang menemukan adanya variasi bunyi [U] dan [] yang merupakan alofon fonem /u/ dalam konsep ‘getah’ pada kata tlutuh terdapat variasi [tlutUh] dan [tluth]. Variasi bunyi [tlutUh] >[U] cenderung dituturkan oleh pegawai yang berpendidikan tinggi berusia tua maupun muda. Sebaliknya, variasi bunyi [tluth] > [] cenderung dituturkan oleh pegawai maupun non-pegawai berpendidikan rendah berusia tua maupun muda di titik pengamatan kota. Di titik pengamatan desa, variasi bunyi [] juga dituturkan oleh non-pegawai yang berpendidikan tinggi berusia tua maupun muda. Penuturan itu terjadi karena penutur non-pegawai yang berpendidikan tinggi berusia tua dalam kehidupan sehari-hari bekerja sebagai petani yang memiliki ladang sendiri. Ladang tersebut dikerjakannya dengan dibantu oleh para buruh tani. Karena itu, dialek atau isolek yang dituturkan mencerminkan lingkungannya dengan tujuan tuturannya dalat dipahami dan diterima oleh lingkungannya. Dengan demikian, dialek yang dituturkan oleh penutur berdasarkan variabel sosial mencerminkan lingkungan dan budaya masing-masing. Dialek yang dituturkan disebut isolek. C. Pertanyaan Penajaman 1. Apakah kajian dialek geografi? 2. Jelaskan tujuan kajian dialek geografi sinkronis dan diakronis! 3. Apakah kajian dialek sosial? 4. Apa yang dimaksud isolek? 5. Bagaimana perkembangan kajian dialek sosial dalam dialektologi? 30 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL BAB V CIRI PEMBEDA DAN PENENTU DIALEK DAN BAHASA 31 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Dialek merupakan subbahasa. Sebagai subbahasa, dialek memiliki ciri-ciri yang dimiliki bahasa. Untuk menentukan apakah evidensi yang dituturkan suatu masyarakat di daerah tertentu adalah bahasa ataukah dialek, perlu diketahui cirriciri yang dapat membedakan keduanya secara jelas. Kapan evidensi itu disebut bahasa dan kapan evidensi itu disebut dialek. A. Pembeda dan Penentu Dialek Dalam bahasa Indo-Eropa, Meillet (1967:74) mencatat bahwa dialek tidak dapat ditentukan secara pasti kecuali ditetapkan berdasarkan sistem fonetisfonologis, morfologis, sintaktis, dan leksikal. Sejalan dengan hal itu, Guiraud (1970 dalam Ayatrohaedi 1978:3-5) menyatakan bahwa ada lima macam ciri pembeda dialek. Kelima perbedaan itu diuraikan sebagai berikut. 1) Perbedaan fonetik (Guiraud, 1970:12), polimorfemis (Seguy, 1973:6), atau alofonik (Dubois, dkk., 1973:21). Perbedaan ini berada di bidang fonologi dan umumnya penutur dialek atau bahasa itu tidak menyadari adanya perbedaan tersebut, seperti: BJStandar BJKudus sumsum [sumsUm] sungsum [susUm] ‘isi tulang’ gendeng [gnD] kenteng [knT] ‘genting’ Konsonan nasal [m] sumsum dalam bahasa Jawa standar dilafalkan nasal [] susum oleh informan bahasa Jawa Kudus. Selain itu, kleman marekan [klman markan] dilafalkan klemang marekan [klma markan] oleh informan dalam bahasa Jawa Kabupaten Semarang. Perbedaan pelafalan bunyi nasal [m] dengan [g] dan nasal [n] dengan [] tersebut tidak sampai membedakan maknanya. Dalam bahasa Melayu, terdapat pelafalan yang berbeda, antara [merah] dengan [mirah] (Melayu Bangka) ‘merah’. Perbedaan pelafalan bunyi vokal [e] dengan [i] itu juga tidak membedakan maknanya. 32 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Perbedaan fonetik dalam suatu dialek dapat terjadi pada vokal maupun konsonan. Sasangka (1999) menemukan perbedaan fonetik vokal antara bahasa Jawa Standar (BJS) dengan bahasa Jawa Brebes (BJB), seperti berikut. BJS BJB Makna [manU?] [manuk] ‘burung’ [bibIt] [bibit] ‘benih’ [waluku] [wluku] ‘alat membajak sawah’ [coro] [cr] ‘kecoak’ Perbedaan fonetik itu berupa variasi vokal belakang /u/ berposisi rendah [U] dalam BJS dengan /u/ tinggi [u] dalam BJB. Perbedaan fonetik juga terjadi pada konsonan, berupa variasi konsonan, yakni variasi fonem [?] dalam BJS dengan [k] dalam BJB dan fonem [k] dalam BJS dengan [g] dalam BJB. BJS BJB Makna [busa?] [busk] ‘hapus’ [ana?] [anak] ‘anak’ [karo] [gar] ‘dengan’ [ktak] [gtak] ‘jitak’ [manU?] [manuk] ‘burung’ 2) Perbedaan semantik, yaitu terciptanya kata-kata baru berdasarkan perubahan fonologis atau geseran bentuk dan bentuk kata yang berbeda. Dalam peristiwa tersebut, biasanya terjadi pula geseran makna kata itu. Geseran tersebut bertalian dengan dua corak, yaitu sinonimi dan homonimi. Dalam hal ini, sinonimi atau padan kata atau sama makna adalah pemberian nama (penanda) yang berbeda untuk suatu objek (petanda) yang sama di beberapa tempat yang berbeda. Misalnya, [siym] BJKudus, [jipa] BJSemarang dengan [Jpan] BJStandar ‘labu siyam’ dan [klr] BJStandar dengan [smapUt] BJKudus ‘pingsan’. Geseran yang dikenal dengan homonimi yaitu pemberian nama yang sama untuk hal yang berbeda di beberapa tempat yang berbeda. Seperti [mari] 33 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL BJSolo berarti ‘sembuh dari sakit’ dengan [mari] BJMalang untuk konsep ‘setelah/sesudah/sudah/telah’ dan [bayah] untuk ‘itik jantan muada’ dan ‘itik betina muda’ dalam BJ Kabupaten Semarang. 3) Perbedaan onomasiologis yang menunjukkan nama yang berbeda berdasarkan satu konsep yang diberikan di beberapa tempat yang berbeda (Guiraud, 1970:16). Menghadiri kenduri, misalnya di beberapa daerah BJ tertentu biasanya disebut [kajatan], sedangkan di tempat lain disebut [kondaan], [kndaan]. Hal ini disebabkan oleh tafsiran atau tanggapan yang berbeda terhadap peristiwa tersebut. [kondaan] dan [kndaan] didasarkan pada tanggapan bahwa kehadiran di situ karena diundang, sedangkan [kajatan] didasarkan pada tafsiran bahwa kehadiran di situ karena ada orang yang mempunyai hajat dan mereka ingin mendukung dan memberi doa restu agar hajatnya terkabul. Jadi, perbedaan itu terjadi karena perbedaan sudut pandang yang digunakan dalam menyikapi suatu peristiwa yang terjadi atau dialami. 4) Perbedaan semasiologis yang merupakan kebalikan dari perbedaan onomasiologis, yaitu pemberian nama yang sama untuk beberapa konsep yang berbeda (Guiraud, 1970:17-18), misalnya, kata rondo dan ngukur dalam bahasa Jawa. Kata rondo [rnd], mengandung makna (1) status wanita yang sudah tidak bersuami, (2) wanita yang sudah tidak berpasangan (kerja) dengan lakilaki, (3) nama sebuah makanan yang terbuat dari tapai singkong. Kata ngukur [ukUr] mengandung makna (1) menghitung jarak antara kota A dan B; menghitung panjang kain atau menghitung luas tanah, (2) menggaruk kulit atau bagian kepala yang terasa gatal atau gestur yang dapat bermakna orang tersebut ragu-ragu. 5) Perbedaan morfologis, yang dibatasi oleh adanya sistem tata bahasa yang bersangkutan oleh frekuensi morfem-morfem yang berbeda, oleh kegunaannya 34 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL yang berkerabat, oleh wujud fonetisnya, oleh daya rasanya, dan oleh sejumlah faktor lainnya (Guiraud, 1970). Misalnya, pada jentik dengan jentikan ‘kelingking’ terdapat penambahan sufiks –an pada nomina jentik. Akan tetapi, penambahan itu tidak mengubah kelas katanya. Selain itu, pada ponakan dengan keponakan ‘anak dari saudara kandung terdapat penambahan prefiks ke- yang berasal dari bahasa Indonesia konfiks ke-/-an untuk penominalan atau pembendaan. Dalam bahasa Jawa Baku digunakan ponakan. Adapun pada pemekno dengan pemekke dengan pemekake ‘jemurkan’ terdapat perbedaan yang disebabkan oleh imperatif –no, -ke, dan -ake. Semua hal tersebut menunjang pemahaman lahirnya suatu inovasi atau pembaharuan. Karena itu, di dalam inovasi dialek/bahasa harus dibedakan menjadi dua tahap, yaitu penciptaan yang bersifat perorangan dan penerimaan oleh masyarakat bahasa yang merupakan suatu kenyataan sosial. B. Perangkat Analisis Dialek Perangkat analisis yang dapat digunakan dalam penelitian dialek adalah garis isogloss, heteroglos, atau watas kata, dialektometri, dan tolok ukur saling memahami (mutual intelligibility). Perangkat analisis tersebut digunakan untuk membedakan berian atau bentuk bahasa yang berbeda antara dialek satu dengan lainnya yang diteliti. a. Isoglos, Heteroglos atau Watas Kata Masalah pemilahan bahasa sampai saat ini masih diperbincangkan. Para ahli dialektologi cenderung melakukan pemilahan bahasa berdasarkan berkas isoglos. Isoglos adalah sebuah garis imajiner yang diterakan di atas sebuah peta bahasa untuk menyatukan titik-titik pengamatan yang menggunakan gejala kebahasaan yang serupa, berian yang sama atau berasal dari etimon yang sama di dalam pemetaan. Isoglos digunakan untuk menganalisis distribusi gejala kebahasaan. Istilah tersebut pertama kali digunakan oleh Masica (1976 dalam Lauder 2001:7) 35 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL pada abad XIX dan dipopulerkan oleh Bielenstein, seorang ahli dialek Latvia kelompok bahasa Baltika pada tahun 1892. Pada tahun 1972, Kurath, pelopor dialektologi Amerika, memperkenalkan istilah heteroglos di samping isoglos. Heteroglos adalah garis imajiner yang diterakan di atas sebuah peta bahasa untuk memisahkan munculnya setiap gejala bahasa berdasarkan ujud atau sistem yang berbeda. Ujud seperti itu sampai sekarang hanya populer di Amerika dan di Inggris. Pada akhirnya kedua garis itu adalah sama, hanya sudut pandang pembuatan dan fungsi garis itu yang berbeda. Garis isoglos berfungsi untuk menyatukan titik-titik pengamatan yang menampilkan gejala kebahasaan yang serupa. Garis heteroglos berfungsi untuk memisahkan titik-titik pengamatan yang menampilkan gejala kebahasaan yang berbeda. Para ahli bahasa berhasil menemukan alat bantu yang sangat penting untuk memperjelas persoalan. Alat bantu tersebut isoglos atau (garis) watas kata, yaitu garis yang memisahkan dua lingkungan dialek atau bahasa berdasarkan wujud atau sistem kedua lingkupan itu yang berbeda yang dinyatakan di dalam peta bahasa (Dubois dkk. 1973:270). Garis watas kata itu kadang-kadang juga disebut heteroglos. Watas kata yang merangkum segala segi kebahasaan (fonologi, morfologi, semantik, leksikon, sintaksis) dari hal-hal yang diperkirakan akan memberikan hasil yang memuaskan. Irama atau gerak garis yang sama disebut berkas watas kata. Garis heteroglos yang memisahkan berian yang berbeda seperti terlihat pada peta leksikon ‘gigi rusak berwarna hitam’ seperti berikut. 36 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL b. Dialektometri Untuk dapat menentukan apakah sejumlah anasir termasuk bahasa atau dialek ataukah subdialek perlu dilakukan penghitungan atas kemunculan aspek kebahasaan. Seguy melontarkan gagasan dialektometri. Cara itu sampai sekarang masih dianggap mampu melakukan pemilahan bahasa secara objektif. Untuk memperoleh gambaran yang utuh mengenai situasi kebahasaan, seharusnya diadakan penelitian pada semua tataran linguistik. Rumus yang diajukan Seguy (1971 dalam Lauder 2001:8), yaitu: (s x 100) = d% n s = jumlah beda dengan titik pengamatan lain n = jumlah peta yang diperbandingkan d = jarak kosakata dalam %. Dengan memperhitungkan jumlah beda pemakaian kosakata di satu titik pengamatan dengan titik pengamatan lainnya yang dikalikan 100 lalu dibagi 37 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL dengan jumlah nyata banyaknya peta yang dibandingkan, diperoleh persentase jarak kosakata di antara kedua titik pengamatan itu. Jika penghitungan menghasilkan persentase: di bawah 20% dianggap tidak ada perbedaan (negligeable), antara 21% - 30% dianggap ada perbedaan wicara (parler); antara 31% - 50% dianggap ada perbedaan subdialek (sousdialecte); antara 51%-80%dianggap ada perbedaan dialek (dialecte); dan di atas 80% dianggap sudah mewakili dua bahasa (langue) yang berbeda (Guiter 1973 dalam Luder 2001:9). Akan tetapi dalam pelaksanaannnya di Indonesia, Lauder (2001:10) menyesuaikannya dengan kondisi kebahasaan di Indonesia dengan memodifikasi persentase pemilahan bahasa tersebut menjadi: tidak berbeda ≤ 30%; beda wicara 31%-40%; beda subdialek 41%-50%; beda dialek 51%-69%; beda bahasa ≥ 70%. Dasar pemilahan ini telah diterapkan dan diujicobakan untuk wilayah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, dan Kalimantan. Ternyata, hasilnya lebih mencerminkan kenyataan di lapangan dibandingkan dengan pemilahan Guiter. Hasil penghitungan dengan rumus dialektometri menghasilkan jarak beda berian atau data di titik pengamatan satu dengan lainnya, seperti tampak pada peta dialektometri berikut. 38 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Jarak kosakata titik pengamatan satu dengan titik pengamatan yang lain yang berdekatan dihitung dan diwujudkan dalam bentuk garis yang menghubungkan antara kedua titik pengamatan tersebut, sehingga tampak seperti jaring-jaring segitiga atau jarring-jaring laba-laba. c. Tolok Ukur Saling Memahami (Mutual Intelligibility) Pada dua bahasa atau dialek yang bertetangga tidak dapat dihindari proses pinjam-meminjam unsur kosakata, struktur, dan cara pelafalan (Guiraud 1978 dalam Lauder 2001:26). Masuknya unsur itu dapat searah atau dua arah. Mungkin juga terdapat arah ganda di antara dua wilayah bahasa atau dialek yang bertetangga, namun mengarah pada arus tunggal. Jika arus masuk unsur kebahasaan dari satu tempat “lebih deras” dibandingkan arah sebaliknya, maka arus yang lemah itu pengaruhnya tidak begitu berarti secara keseluruhan. Arus tunggal itu mungkin saja terjadi jika dua wilayah bahasa atau dialek yang bertetangga tidak setara, dalam arti salah satu tempat itu merupakan pusat kegiatan ekonomi, budaya, agama, atau kegiatan lainnya kalau ditinjau dari satuan wilayah yang lebih besar, misalnya pada 39 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL tingkat kecamatan atau kabupaten. Pemikiran tersebut menyiratkan adanya mata rantai pemahaman timbal balik di antara sesama bahasa atau dialek yang bertetangga tanpa melupakan faktor “keterbukaan” lingkungan alam dan faktor jarak waktu. Apabila dua dialek yang bertetangga yang masing-masing berbeda karena pengaruh dari bahasa atau dialek tetangganya yang lain, namun pemakainya masih dapat saling memahami dalam berkomunikasi, maka kedua varian itu adalah dialek yang berbeda, bukan bahasa. Apabila sudah menjadi dua bahasa yang berbeda, maka pemakainya tidak dapat saling memahami. C. Pertanyaan Penajaman 1. Apa wujud ciri pembeda dialek pada tataran fonologi? 2. Apa saja perbedaan semantik yang merupakan ciri pembeda dialek? 3. Apakah perbedaan onomasiologis dan semasiologis sebagai ciri pembeda dialek tataran leksikon? 4. Jelaskan perbedaan isoglos dan heteroglos! 5. Perangkat analisis apa yang tepat untuk mengetahui jarak beda antara dialek A dan B? Jelaskan dengan cara memberikan contoh data dan analisisnya pada penelitian dialek ! 40 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL BAB VI PERBEDAAN UNSUR-UNSUR KEBAHASAAN DALAM DIALEKTOLOGI 41 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Deskripsi perbedaan unsur-unsur kebahasaan dalam dialektologi mencakup semua bidang dalam kajian linguistik, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, dan semantik. Ihwal deskripsi perbedaan unsur kebahasaan itu secara berturut-turut diuraikan berikut. A. Perbedaan Fonologi Perbedaan fonologi yang dimaksudkan menyangkut perbedaan fonetik atau perbedaan fonologis. Perbedaan yang berupa korespondensi bunyi sangat sempurna. Perbedaan itu perlu dibedakan dengan perbedaan leksikon mengingat dalam penentuan isolek atau subdialek dengan menggunakan dialektometri pada tataran leksikon, perbedaan-perbedaan fonologi (termasuk morfologi) yang muncul dianggap tidak ada. Perbedaan fonologi yang berupa korespondensi bunyi dapat diklasifikasi atas: korespondensi korespondensi kurang sempurna sempurna, sesuai dan perbedaan dengan kriteria yang berupa penjenjangan korespondensi bunyi tersebut. Selanjutnya, perbedaan fonologi dapat pula dikelompokkan atas 4 kelompok, yaitu perbedaan yang berupa korespondensi vokal, variasi vokal, korespondensi konsonan, dan variasi konsonan, seperti pembagian dalam jenis-jenis perubahan bunyi. Leksem-leksem yang merupakan realisasi dari suatu makna yang terdapat di daerah-daerah pengamatan itu ditentukan sebagai perbedaan fonologi. 1. Korespondensi Vokal dan Konsonan Korespondensi vokal dan konsonan dalam bahasa Jawa Kabupaten Semarang yang ditemukan Zulaeha (2003) sebagai berikut. Perbedaan yang terdapat pada leksem-leksem yang menyatakan makna yang sama itu muncul secara teratur atau merupakan korespondensi penurunan bunyi, penggantian, dan penghilangan bunyi. 42 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Korespondensi Vokal a) Penurunan bunyi vokal pada suku kata tertutup, seperti: BJS (1) /I/ ~ //, misal BJKS /gtIh/ /gth/ ‘darah’ /grIh/ /grh / ‘ikan laut/ asin’ /winIh/ /winh/ ‘biji’ (2) /i/ ~ //, misal /prih/ /prh/ (3) /U/ ~ //, misal /burUh/ /burh/ ‘buruh’ /tlutUh/ /tluth/ ’getah’ ‘pedih’ Korespondensi Konsonan b) Penggantian konsonan pada suku akhir. Fonem /n/ pada BJB berkorespondensi dengan // pada suku akhir dalam BJKS, seperti: BJS BJKS /kuluban/ /kuban/ /kuba/ ‘daun (kacang panjang)’ /telo/ /klman/ /klma/ ‘ubi (jalar/kayu)’ c) Penghilangan, yaitu: (a) penghilangan konsonan pada suku awal, seperti: BJS /wudl/ BJKS /udl/ ‘pusar’ /wetan/ /etan/ ‘timur’ /idu/ /idu/ ‘meludah’ (b) penghilangan suku yang bertekanan lemah, seperti: BJS BJKS /mburitan/ /mbitan/ ‘halaman belakang’ /arp/ /amh/ /mh/ ‘akan’ /kuluban/ /kuban, kuba/ ‘daun (kacang panjang)’ 43 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL d) Penambahan konsonan pada suku awal atau tengah, seperti: BJS BJKS /dalu/ /ndalu/ ‘malam’ /sandal/ /srandal/ ‘alas kaki’ /gurU/ /gurU/ ‘kerongkongan’ /lombok rawit/ /lmb? rawIt/ ‘cabai kecil’ /winih/ /winh/ ‘benih’ /grih/ /grh/ ‘ikan asin’ 2. Variasi Fonem Perbedaan di antara leksem-leksem yang menyatakan makna yang sama itu berupa variasi dan perbedaan itu hanya terjadi pada satu atau dua bunyi yang sama urutannya. Variasi fonem sebagai pembeda dialek bahasa Jawa Brebes (BJB) dari bahasa Jawa Standar (BJS) yang ditemukan (Sasangka 1999) berwujud variasi vokal dan variasi konsonan. Variasi vokal dalam BJB seperti berikut. BJS BJB [buntUt] [buntut] ‘ekor’ [sg] [sga] ‘nasi’ [lr] [lara] ‘sakit’ Adapun variasi konsonan dalan bahasa Jawa Brebes seperti berikut. BJS BJB [manU?] [manu?] ‘burung’ [ana?] [anak] ‘anak’ [ktak] [gtak] ‘jitak’ Korespondensi dan variasi fonem yang terjadi dalam dialek-dialek tersebut tidak membedakan makna, meskipun dalam BJKS dan BJB fonem-fonem tersebut dapat membedakan bentuk dan makna pada lingkungan yang lain. 44 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL B. Perbedaan Morfologi Perbedaan ini dapat menyangkut aspek afiksasi, reduplikasi, komposisi (pemajemukan) dan morfofonemik. Perbedaan dalam aspek afiksasi, misalnya perbedaan wujud afiks yang menyatakan makna kausatif, benefaktif yang terdapat di antara penutur bahasa Jawa di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Perbedaan dalam aspek afiksasi dapat terjadi karena penambahan akhiran –an pada jentikan [jnti?an] ‘kelingking’ dan jempolan [jmplan] ‘ibu jari’. Dalam bahasa Jawa Standar berbentuk jentik [jnti?] ‘kelingking’ dan jempol [jmpl] ‘ibu jari’. Perbedaan jenis morfologis ini terjadi karena tidak jelasnya fungsi gramatika akhiran –an kedua bentuk tersebut. Selain itu, terdapat perbedaan yang berupa penambahan awalan Ndalam bentuk, seperti ndalu [ndalu] ‘malam’ yang dalam BJB dalu [dalu] ‘malam’. Perbedaan tersebut terlihat karena ada N- yang fungsi gramatikalnya tidak jelas. Perbedaan dalam aspek reduplikasi, seperti perbedaan tipe reduplikasi yang digunakan untuk membentuk nomina dari bentuk dasar yang berupa prakategorial yang ditemukan dalam Bahasa Sunda modern. Pemajemukan atau komposisi menyangkut perbedaan bentuk pada kata yang merupakan hasil proses komposisi tersebut, seperti kuban kangkung ‘daun kangkung’ yang dalam bahasa Jawa Standar kangkung. Adapun perbedaan pada aspek morfofonemik menyangkut perbedaan dalam merealisasikan suatu afiks yang menyatakan makna yang sama. C. Perbedaan Sintaksis Perbedaan sintaksis menyangkut perbedaan struktur klausa atau frasa yang digunakan untuk menyatakan makna yang sama, seperti perbedaan konstruksi frasa yang menyatakan kepemilikan. Misalnya, pada konsep ‘Ambilkan rokok Bapak di saku baju’ ditemukan tuturan yang struktur kalimat dan pilihan kata yang digunakan berbeda pada kalimat-kalimat berikut. a) Jupukna rokoke Bapak nyang sak klambi! ‘Ambilkan rokok (milik) Bapak di saku baju’ b) Jupukna rokoke Bapak ana kantong klambi! 45 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL ‘Ambilkan rokok (milik) Bapak di dalam kantong baju’ c) Jupukna rokokku nonggon kantong klambi! ‘Ambilkan rokok (milik) saya di dalam kantong baju’ Dalam kalimat (a) dan (b) terdapat perbedaan pilihan kata depan atau preposisi nyang dan ana ‘pada’, sedangkan pada kalimat (c) digunakan preposisi nonggon yang merupakan gabungan ana panggon ‘di tempat’. D. Perbedaan Leksikon Terdapat perbedaan leksikon, jika leksem yang digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama tidak berasal dari satu etimon prabahasa. Semua perbedaan bidang leksikon selalu berupa variasi,. Misalnya terdapat gejala onomasiologis dan semasiologis dalam berian yang terdapat dalam dialek yang diteliti yang disebabkan oleh adanya pinjaman (borrowing) dari dialek atau bahasa lain. BJS BJKS wulu kalong wulu kalong [wulu kal] [wulu kal] wulu [wulu] Gloss ‘bulu kuduk’ wulu gitok [wulu giT?] rambut cengel [rambUt cl] gigis [gigIs] gigis [gigIs] ‘gigi rusak berwarna hitam’ sisik [sisI?] griwing [griwI] kropos [krps] krowong [krw] Perbedaan leksikon tersebut terjadi karena sudut pandang yang berbeda antara penutur satu dengan lainnya. Selain itu, status sosial penutur juga mempengaruhi perbedaan leksikon yang dituturkan. 46 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL E. Perbedaan Semantik Perbedaan tersebut masih memiliki pertalian antara makna yang digunakan di daerah pengamatan tertentu dengan makna yang digunakan pada daerah pengamatan yang lainnya. Perbedaan itu terjadi karena pemberian makna yang berbeda pada linambang yang sama atau karena pemberian konsep lebih dari satu pada linambang (signifie) yang sama (Ayatrohaedi 1979). Kata wadon [wadn] dan lanang [lana] dalam bahasa Jawa Brebes (BJB) ditemukan Sasangka (1999) mempunyai makna lebih dari satu. Kata wadon dapat bermakna ‘perempuan’ dan dapat pula bermakna ‘istri’, sedangkan kata lanang [lana] dapat bermakna ‘jenis kelamin laki-laki’ dan dapat pula bermakna ‘suami’, seperti pada kalimat berikut. (1) a. Anake Wage lanang apa wadon? b. Anake Wage lanang apa wedok? ‘Anak Wage laki-laki atau perempuan?’ (2) a. Kang, apa kowe lanange Parmi? b. Kang, apa kowe bojone Parmi? ‘Kak, apakah kamu suami Parmi?’ (3) a. Kiye wadhone Jono, Kang. b. Iki bojone Jono, Kang. ‘Ini istri Jono, Kak.’ Perbedaan itu mengarah pada relasi makna yang berjenis homonim, yakni kesamaan nama kata wadhone dalam konsep yang berbeda ‘perempuan’ dan ‘istri’; kata lanang dalam konsep yang berbeda ‘laki-laki’ dan ‘suami’. F. Pertanyaan Penajaman 1. Jelaskan perbedaan fonologi yang berupa korespondensi vokal dan konsonan dan variasi vokal dan konsonan dengan contoh-contohnya! 2. Jelaskan unsur pembeda dialek pada tataran morfologi! 3. Jelaskan unsur pembeda dialek pada tataran sintaksis! 4. Jelaskan unsur pembeda dialek pada tataran leksikon dan semantik! 47 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL BAB VII PENDEKATAN DAN SUMBER PENELITIAN DIALEK 48 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Dialektologi dapat dikaji secara sinkronik dan diakronik. Hal ini terkait dengan tujuan penelitian dialektologi. Kajian sinkronik bersifat sintopik pada bahasa secara linier, sedangkan kajian diakronik bersifat diatopik yang mengarah pada penelusuran kesejarahan dialek yang diteliti. Adapun sumber penelitian yang dapat digunakan adalah sumber lisan dan tulis. A. Pendekatan Sinkronis dan Diakronis Kajian dialektologi, terutama dialek geografi, secara sinkronis atau deskriptif, lazimnya ditempuh pemerian atau deskripsi varian berbagai tataran kebahasaan, yang meliputi fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, leksikal, dan semantik. Selanjutnya, dilakukan pula pemetaan geografi dialek berdasarkan hasil pemerian masing-masing tataran yang variasinya diamati. Selain itu, dilakukan pemerian terhadap keadaan dialek, pengenalan dialek dan pengelompokan dialek ke dalam bahasa atau dialek di suatu daerah. Di samping itu, dilakukan juga pengamatan dari aspek sosiolinguistik yang disebut dialektologisosiolinguistik atau sosiodialektologi. Dalam melakukan penelitian dialek geografi berdasarkan aspek sinkronis, Nothofer (1987) mengemukakan beberapa hal yang perlu mendapat perhatian bagi para peneliti dialektologi, sebagai berikut. (1) Deskripsi varian berbagai tataran kebahasaan seperti varian fonologi, sintaksis, leksikal, maupun semantik perlu dibuat selengkap mungkin. Untuk itu harus diketahui lebih dahulu tentang terjadinya variasi pada tataran kebahasaan itu sebelum penelitian dimulai dilokasi penelitian. Daftar tanyaan perlu disusun selengkap mungkin untuk menampung sebanyak mungkin informasi yang tersaring di dalam data bahasa yang dialeknya diteliti. (2) Penelitian lapangan perlu dilaksanaan untuk menjaring data dengan pengamatan kualitatif baik dengan menggunakan rekaman maupun mencatat secara cermat. Dalam kesempatan kunjungan lapangan pemancingan data 49 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL tambahan sebagai perluasan daftar tanyaan adakalanya berguna melengkapi berbagai informasi kebahasaan mengenai dialek bahasa yang diteliti. (3) Sesudah penelitian lapangan usai, perlu segera dipetakan varian-varian berbagai tataran kebahasaan yang menarik yang sudah diperoleh dalam tahap penelitian lapangan berdasarkan data yang ada. Perlu dicatat bahwa beberapa contoh pemetaan varian fonologi, morfologi, dan leksikal (yang terlampir pada bagian akhir uraian) dipandang bermanfaat sebagai bagian yang integral dari studi dialektologi secara teoretis. (4) Langkah-langkah penelitian dialek geografi yang dapat ditetapkan meliputi: (a) menentukan daerah pemakaian bahasa yang bersangkutan; (b) mempersiapkan instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan yang isinya menyangkut beberapa hal seperti daftar kosa kata Swadesh (200 kosa kata), meliputi medan makna anggota tubuh, bilangan, binatang, tumbuhan, alam, musim, warna, dan sebagainya; perbedaan linguistik yang pernah diamati peneliti sendiri; kata-kata tertentu yang maknanya mungkin lebih dari satu unsur yang dipinjam; bentuk-bentuk kalimat; variasi tingkat tutur (pada bahasa Jawa, seperti bentuk ngoko dan karma, karma inggil); di antara variasi tingkat tutur, umumnya bentuk krama merupakan pembaharuan (unsur inovasi); (c) penelusuran kamus bahasa yang bersangkutan dan karangan-karangan yang berhubungan dengan bahasa yang dialek-dialeknya diteliti. (5) Pemerian mengenai keadaan dialek, pengenalan dialek, dan pengelompokan dialek. Pemerian fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon dialek. Dalam dialektologi, terutama geografi dialek, tujuan kajian dengan pendekatan diakronis atau historis adalah merekonstruksi protobahasa dari bahasa yang dialek-dialeknya diteliti. Dengan demikian, evidensi yang digunakan dalam rekonstruksi bahasa untuk bidang dialektologi adalah evidensi dialek dan subdialek. Gambaran struktur atau silsilah hasil rekonstruksi dialek atau bahasa disajikan pada diagram berikut. 50 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL *X - - - - - - - - A1 C prabahasa A B D - - - - - - dialek A2 A3 - - - - - - - - - - - - - - - - subdialek Bahasa *X dibagi dalam empat dialek, yaitu dialek A, B, C, dan D. Bahasa *X merupakan prabahasa dalam dialek-dialek yang berada dibawahnya. Bahasa A memiliki sub-subdialek di bawahnya. B. Sumber Penelitian Dialek Berdasarkan sifatnya, sumber penelitian dialek dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu sumber lisan dan sumber tulis. Sumber lisan berkaitan dengan masih adanya bahasa atau dialek yang sampai sekarang belum terdapat dokumendokumen yang tertulis. Pemakaian bahasa atau dialek yang ada terbatas pada lisan saja. Sumber lisan itu berupa bahasa atau dialek itu sendiri maupun hal-hal yang terkandung di dalamnya, seperti cerita rakyat, adat istiadat, kepercayaan, dan perundangan (Guiraud 1970 dalam Ayatrohaedi 1979:11). Pada saat ini, anasir penting dari sumber lisan itu banyak yang menghilang sehingga memerlukan upaya untuk mengumpulkan kembali atau rekonstruksi. Rekontsruksi itu bertujuan menelusuri sumber-sumber tersebut untuk menemukan unsur-unsur arkais dalam dialek yang diteliti. Sementara sumber tulis memberikan bantuan di dalam usaha penelitian sumber lisan. Bahkan, kadang-kadang penelitian dialektologi hanya dapat dilakukan dengan menggunakan sumber tulis saja, seperti naskah-naskah kuno, kamus, atlas bahasa, dan dokumen-dokumen lain dalam dialek yang diteliti. 51 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL C. Pertanyaan Penajaman 1. Apasaja pendekatan yang dapat digunakan dalam penelitian dialek? 2. Apakah tujuan sinkronis penelitian dialek geografi? 3. Apakah tujuan diakronis penelitian dialek geografi? 4. Apasaja yang termasuk sumber lisan penelitian dialek? 5. Apasaja yang termasuk sumber tulis penelitian dialek? 52 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL BAB VIII INFORMAN DAN TITIK PENGAMATAN DALAM PENELITIAN DIALEK 53 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Dalam penelitian dialek informan merupakan hal penting yang perlu dipilih dan ditentukan sesuai dengan tujuan penelitian. Informan tersebut terkait dengan titik pengamatan. Karena itu, sebelum menentukan informan, peneliti dialek lebih dahulu menentukan titik pengamatan di dalam daerah yang akan diteliti dialeknya. Penentuan titik pengamatan ini didasarkan pada gejala-gejala dialektal maupun gejala-gejala sosial yang mengarah pada kemenarikan dan keunikan dialek yang akan diteliti. A. Informan Penelitian Informan penelitian adalah orang yang memberikan informasi data dialek bahasa yang diteliti. Informan disebut juga pembahan oleh Ayatrohaedi (1979). Informan penelitian dialektologi dipilih dengan menggunakan kriteria tertentu. Dalam memilih informan, peneliti dapat menggunakan kriteria yang dikemukakan oleh Nothofer (1991:5) dan Fernandez (1992:2). Dalam penelitian dialek geografi, informan penelitian dipilih dengan kriteria: (1) berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, (2) berusia + 30 s.d. + 60 tahun, (3) lahir dan besar di desa setempat, (4) dapat berbahasa Jawa, (5) dapat berbahasa Indonesia, dan (6) sehat rohani dan jasmani dalam arti alat bicaranya sempurna. Kriteria tersebut terutama digunakan dalam penelitian dialek geografi. Setiap titik pengamatan dipilih tiga informan, satu informan utama dan dua orang informan pendamping. Dalam penelitian dialek sosial, kriteria tersebut belum menjangkau variabel sosial penelitian ini. Karena itu, informan dalam penelitian dialek sosial dipilih berdasarkan kriteria yang berkaitan dengan variabel yang diangkat dalam penelitian itu, seperti variabel jenis pekerjaan (pegawai dan nonpegawai), variabel tingkat pendidikan (tinggi dan rendah), variabel usia (tua dan muda), dan sebagainya. 54 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Kriteria variabel pegawai adalah pegawai negeri atau pegawai swasta di suatu instansi atau perusahaan, sedangkan variabel nonpegawai adalah pedagang, buruh, petani, dan pengusaha kecil. Kriteria pendidikan tinggi adalah serendah-rendahnya SMU, sedangkan pendidikan rendah adalah setinggi-tingginya sekolah dasar (SD). Kriteria ini dapat berubah sesuai dengan kondisi pendidikan penduduk pada masing-masing titik pengamatan. Adapun variabel usia tua 50 s.d. 60 tahun dan usia muda 30 s.d. 49 tahun. Dalam penelitian dialek, hendaknya tidak memilih informan yang berusia dibawah tiga puluh tahun karena pada usia ini diasumsikan seseorang belum mengalami kesetabilan dalam emosi maupun dalam pemakaian bahasanya. Mereka cenderung masih senang mengikuti mode atau mudah terpengaruh oleh perubahan situasi dan kondisi, baik dalam pola pikir maupun dalam pemakaian bahasa. Kriteria tersebut digunakan oleh Zulaeha (2000) dalam penelitiannya “Pemakaian Bahasa Jawa, Studi Sosiodialektologi”. Berdasarkan variabel jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, dan usia penutur dialek dipilih 24 informan dari 3 titik pengamatan dari variabel sosial yang berbeda. Tiap-tiap titik pengamatan terdiri dari 8 informan, seperti terlihat pada tabel berikut. Informan pada Satu Titik Pengamatan Pekerjaan Pegawai Pendidikan Usia Informan Tinggi Nonpegawai Rendah Tinggi Rendah Tua Muda Tua Muda Tua Muda Tua Muda 1 1 1 1 1 1 1 1 Dalam pelaksanaannya di lapangan, kriteria yang telah ditetapkan tersebut dimungkinkan tidak dapat diterapkan secara keseluruhan, karena kondisi masingmasing titik pengamatan berbeda, seperti tingkat pendidikannya, usianya, pekerjaannya, dan sebagainya. Oleh karena itu, peneliti perlu menentukan informan yang mendekati kriteria yang ideal. 55 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL B. Titik Pengamatan Penelitian Dalam menentukan titik pengamatan, penelitian ini menggunakan kriteria Nothofer (1987:5), yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif, kriteria yang digunakan adalah (1) mobilitas penduduk tergolong rendah (untuk sampel desa) dan tidak terlalu tinggi (untuk sampel kota), (2) jumlah penduduk maksimal 6.000 jiwa, dan (3) usia desa paling rendah 30 tahun. Secara kuantitatif, penentuan titik pengamatan dilakukan dengan melihat jarak antar-titik pengamatan, yaitu + 20 km, jika isolek yang digunakan bersifat homogen atau diduga terdapat pemakaian bahasa Jawa yang menarik. Dengan perkataan lain, jika isolek yang digunakan bersifat heterogen, ukuran jarak tidak dipermasalahkan. Selain kriteria dialektologis, penelitian ini juga menggunakan kriteri penentuan titik pengamatan yang berkaitan dengan aspek sosiolinguistik, yaitu kontras daerah kota-desa, seperti yang dikemukakan oleh Nothofer (1987:128). Kriteria itu mencakupi (1) kontras antara dialek kota dan dialek desa, dan (2) pengaruh dialek pusat budaya atas dialek lain. Berdasarkan pada kriteria di atas, titik pengamatan dalam penelitian Zulaeha (2000) tentang “Pemakaian bahasa Jawa di Kabupaten Semarang” dipilih 3 titik pengamatan, yaitu (1) Kelurahan Bandarjo, Kecamatan Ungaran, (2) Desa Pager, Kecamatan Susukan, dan (3) Desa Kemitir, Kecamatan Sumowono. Pemilihan ketiga titik pengamatan di wilayah Kabupaten Semarang tersebut didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut. 1) Titik pengamatan-1, Kelurahan Bandarjo, Kecamatan Ungaran merupakan desa yang berada di wilayah kecamatan kota dan berbatasan dengan Kota Semarang. Desa ini diasumsikan mewakili wilayah kota karena mendapat pengaruh dari Kota Semarang yang merupakan daerah ibukota propinsi Jawa Tengah yang memiliki budaya pesisiran. 2) Titik pengamatan-2, Desa Pager, Kecamatan Susukan adalah desa yang letaknya paling selatan dan berbatasan dengan Kabupaten Boyolali. Meskipun termasuk wilayah Kabupaten Semarang, segala fasilitas, seperti transportasi, telepon, 56 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL penerangan, dan perdagangan lebih banyak diperoleh dari Kabupaten Boyolali. Sementara, Boyolali lebih dekat dengan Solo dan wilayah penutur dialek Solo. Oleh karena itu, desa Pager diduga terpengaruh oleh BJ dialek Solo. 3) Titik pengamatan-3, Desa Kemitir, Kecamatan Sumowono merupakan desa yang berbatasan dengan Kabupaten Temanggung, yakni 7 km dari perbatasan Temanggung dan 7 km dari Kecamatan Sumowono. Desa ini diasumsikan mewakili desa yang jauh dari keramaian kota. Karena berbatasan dengan daerah pemakain BJ dialek Banyumas, maka desa ini diduga terpengaruh oleh bahasa Jawa dialek Banyumas. Ketiga titik pengamatan yang telah ditentukan dapat dilihat secara jelas letak dan jaraknya pada peta lokasi titik pengamatan dan dilampirkan dalam propsal penelitian. Berdasarkan pertimbangan pemilihan ketiga titik pengamatan itu, kemudian ditentukan variabel sosial yang melatarbelakangi penutur atau informan terhadap pemakaian bahasa Jawa mereka. C. Pertanyaan Penajaman 1. Apasaja kriteria pemilihan informan dalam penelitian dialek geografi? 2. Bagaimana kriteria pemilihan informan dalam penelitian dialek sosial? 3. Apa kriteria kualitatif penentuan titik pengamatan dalam penelitian dialek? 4. Kapan kriteria kualitatif digunakan untuk menentukan titik pengamatan? 5. Kapan criteria kuantitatif digunakan untuk menentukan titik pengamatan? 57 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL BAB IX INSTRUMEN DALAM PENELITIAN DIALEK 58 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Penelitian dialek memerlukan instrumen yang digunakan dalam pengambilan data, terutama data primer. Instrumen penelitian ini disusun bersama dengan penyusunan proposal. Instrumen ini kemudian diujicobakan dengan cara melakukan observasi awal atau prasurvei. Berdasarkan observasi awal itu, peneliti dapat merevisi instrumen penelitian sehingga pengamatannya terhadap suatu subjek penelitian tepat mengenai sasaran. A. Daftar Tanyaan Alat yang dipandang utama dalam penelitian dialek geografi dan dialek sosial adalah daftar pertanyaan kebahasaan dan wawancara. Daftar pertanyaan itu sebagai pedoman wawancara dalam menggali data yang diperlukan di lapangan yaitu data kebahasaan bahasa Jawa atau bahasa lainnya sesuai dengan tujuan penelitian, baik ngoko, krama, maupun krama inggil yang meliputi kosakata, frase, dan kalimat. Daftar pertanyaan yang diajukan kepada informan itu didasarkan pada daftar 200 kosa kata dasar Swadesh. daftar tanyaan itu dapat dikembangkan menjadi 450 pertanyaan atau lebih banyak lagi yang tersebar dalam medan makna (1) bagian-bagian tubuh manusia, (2) kata ganti, sapaan, dan acuan, (3) sistem kekerabatan, (4) rumah dan bagian-bagiannya, (5) waktu, musim, keadaan, alam, benda alam, arah dan warna, (6) pakaian dan perhiasan, (7) jabatan, pemerintahan desa, dan pekerjaan, (8) binatang dan hewan, (9) tumbuhan, bagian-bagian, buah, dan hasil olahannya, (10) aktivitas, (11) penyakit, dan (12) bilangan dan ukuran (lihat Fernandez, 1993/1994:52; Tawangsih Lauder dalam Mahsun, 1995:110). Medan makna yang dialeknya diteliti adalah medan makna budaya yang cenderung mengalami inovasi atau pembaharuan dalam kurun waktu yang relatif lama. Tujuan digunakannya daftar pertanyaan itu adalah untuk mendapatkan data konkrit yang lengkap dengan pencatatan dan perekaman. 59 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL B. Pertanyaan Penajaman 1. Apa yang dimaksud kosa kata dasar Swadesh? 2. Medan makna apasajakah yang cenderung tidak mudah terpengaruh oleh perkembangan budaya dalam waktu yang relatif lama? 3. Daftar tanyaan yang digunakan sebagai panduan wawancara kepada informan terdiri dari aspek kebahasaan apasaja? 4. Medan makna apasaja yang cenderung mengalami pembaharuan atau inovasi? 5. Apa tujuan digunakannya daftar tanyaan dalam penelitian dialek? 60 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL BAB X METODE DAN TEKNIK PENELITIAN DIALEK 61 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Sebelum diuraikan metode dan teknik dalam penelitian dialek, lebih dahulu diuraikan langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian dialek, sebagai berikut. A. Langkah-Langkah Penelitian Dialek 1) Menentukan daerah pemakaian bahasa yang akan diteliti. 2) Mempersiapkan instrumen penelitian yang berupa daftar pertanyaan. 3) Mengurus perijinan. 4) Menyiapkan peta lokasi penelitian yang akan dikunjungi. 5) Survei awal ke lokasi sebelum penelitian lapangan dimulai. 6) Pelaksanaan penelitian lapangan. 7) Menyiapkan peta dasar yang memuat titik pengamatan dan lokasi desa penelitian. 8) Transkripsi fonetis data dari rekaman dan catatan. 9) Memerikan sistem fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, dan tingkat tutur dari titik pengamatan dan membandingkannya dengan BJB dan variabel sosial untuk mendapatkan variasi dialektal dan variasi sosial. 10) Menyusun laporan penelitian. Berdasarkan langkah-langkah di atas, kegiatan ilmiah dalam penelitian pada semua disiplin ilmu termasuk dialektologi dibagi atas tiga tahap, yaitu (a) pengumpulan data, (b) analisis data, dan (c) penyajian hasil analisis. Untuk lebih jelasnya metode-metode tersebut diuraikan berikut. B. Metode Pengumpulan Data a. Metode Pupuan Sinurat (Penelitian tan-lapangan) Metode pupuan sinurat merupakan metode pengambilan data yang dilakukan dengan cara mengirim angket kepada pembahan. Angket tersebut berisi sejumlah daftar tanyaan kebahasan yang harus diisi oleh pembahan – istilah yang digunakan Ayatrohaedi -- atau informan di daerah penelitian yang dialeknya diteliti. Metode itu pada dasarnya mudah, cepat, tetapi agak mahal, sementara para 62 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL pembahan akan memusatkan perhatian dan mengorbankan waktu mereka agar dapat memberikan jawaban yang baik. Pada umumnya metode ini digunakan oleh negara atau daerah yang penduduknya sudah bebas dari buta huruf. Agar pelaksanan metode ini dapat mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan, harus terlebih dulu memperhitungkan adanya tiga faktor yang menentukan nilai ilmiah metode itu. Ketiga faktor tersebut adalah (1) daftar pertanyaan, (2) pembahan, dan (3) alih tulis fonetis. Daftar tanyaan harus jelas tanpa menimbulkan penafsiran ganda, pembahan dipilih sesuai dengan kriteria, dan pembahan dapat menuliskan dengan transkripsi fonetis jawaban yang telah diberikan. Faktor ketiga ini tampaknya sulit dipenuhi karena transkripsi fonetis hanya dapat dilakukan oleh peneliti itu sendiri. b. Metode Pupuan Lapangan (Penelitian Lapangan) Di dalam pelaksanaannya, metode pupuan lapangan dianggap jauh lebih ilmiah. Cara pengumpulan bahan menggunakan dua cara, yaitu (1) pencatatan langsung dan (2) perekaman. Peneliti tinggal di titik pengamatan satu persatu selama pengambilan data. Peneliti juga mengumpulkan data skunder atau data yang tidak terdapat dalam daftar tanyaan atau instrumen. Dengan demikian, peneliti dapat mengetahui jiwa data penelitian itu yang sangat diperlukan dalam analisis hasil secara lengkap. C. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan mengunakan metode simak dan metode cakap (wawancara) yaitu percakapan antara peneliti dengan informan yang dialeknya diteliti yang disertai dengan aneka tekniknya. Metode simak adalah cara yang digunakan peneliti untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Metode simak digunakan untuk menyimak pemakaian bahasa oleh informan. Dalam hal ini, peneliti ikut berpartisipasi dalam pembicaraan sambil menyimak berian dari informan dan 63 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL sekaligus merekam dan mencatat hal-hal yang dipandang penting guna melengkapi data. Rekaman dan catatan itu saling melengkapi dalam rangka mengontrol data. Selain itu, digunakan juga metode cakap semuka (lihat Sudaryanto, 1993:7). Peneliti wawancara langsung dengan informan disertai perekaman dan pencatatan (teknik catat dan rekam) hal-hal yang penting dalam data. Perekaman sangat penting untuk mengecek keaslian data. Metode cakap adalah cara yang ditempuh dalam pengumpulan data berupa percakapan antara peneliti dengan informan. Metode cakap ini memiliki teknik dasar berupa teknik pancing. Pancingan atau stimulasi itu biasanya berupa maknamakna yang tersusun dalam daftar pertanyaan. Teknik dasar tersebut dijabarkan ke dalam empat teknik lanjutan, sebagai berikut: (1) Teknik cakap semuka, yakni peneliti langsung mendatangi setiap daerah pengamatan dan melakukan percakapan (bersumber pada pancingan yang berupa daftar pertanyaan) dengan para informan. (2) Teknik cakap tansemuka, yakni peneliti tidak langsung melakukan percakapan dengan informan pada setiap daerah pengamatan, melainkan dilakukan melalui surat menyurat. (3) Teknik catat Peneliti memilih menggunakan salah satu dari kedua teknik di atas, maka terbayang pula penggunaan teknik catat. Teknik catat itu dilakukanapeneliti atau pembantu peneliti. (4) Teknik rekam Teknik ini dapat digunakan pada saat penerapan teknik cakap semuka. Status teknik ini bersifat melengkapi teknik mencatat. Maksudnya, apa yang dicatat itu dapat dicek kembali dengan rekaman yang dihasilkan. D. Metode dan Teknik Analisis Data Dalam menganalisis data, penelitian dialektologi menggunakan metode analisis satuan lingual yang pada hakikatnya sama dengan menentukan aspekaspek satuan lingual itu berdasarkan teknik-teknik tertentu sebagai penjabaran dari 64 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL metode yang digunakan dengan membedakan data-data yang digunakan untuk tujuan itu (Sudaryanto 1993:2). Pada tahap analisis data digunakan metode padan (Sudaryanto 1993:22) dengan aneka tekniknya yang disesuaikan dengan karakter data yang diperoleh dan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, metode padan digunakan untuk menganalisis adanya perbedaan-perbedaan unsur kebahasaan BJKS dengan BJStandar. Pada langkah permulaan akan mendeskripsikan perbedaan fonetikfonologi (korespondensi dan variasi vokal dan konsonan), morfologi (morfosintaksis), sintaksis, dan leksikon, serta tingkat tutur. Analisis perbandingan BJKS dengan BJB dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang variasi dialektal dan tingkat pengaruh BJS terhadap BJKS. Tingkat pengaruh itu dapat dianalisis berdasarkan 3 hal, yaitu presentase perbedaan, kemiripan, dan kesamaan dalam unsur fonetis-fonologi, morfologis (morfofonemik), sintaksis, dan leksikal (Fernandez, 1995). Kemudian data dibandingkan berdasarkan variabel sosial untuk mendapatkan variasi sosial pemakaian BJ, yaitu berdasarkan pekerjaan, pendidikan, dan usia. E. Metode Pemaparan Hasil Analisis Data Dalam pemaparan hasil analisis data digunakan metode formal dan metode informal. Metode formal digunakan pada pemaparan hasil analisis data yang berupa kaidah-kaidah atau lambang-lambang, sedangkan metode informal digunakan pada pemaparan hasil analisis data yang berupa kata-kata atau uraian. F. Pertanyaan Penajaman 1. Jika Saudara akan melakukan penelitian geografi dialek, apa saja langkah-langkah yang harus Anda lakukan? 2. Apakah perbedaan pupuan sinurat dengan pupuan lapangan dalam penelitian dialek? 3. Apasaja teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian dialek? 65 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL BAB XI KEANEKARAGAMAN SOSIAL DALAM PENELITIAN DIALEK 66 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Dialektososiolinguistik atau yang disebut Fernandez (1993/1994) sosiodialektologi, sebagaimana namanya mengisyaratkan, adalah interdisipliner antara dialektologi dan sosiolinguistik. Dialektologi menurut Chambers dan Trudgill (1980:3) adalah suatu kajian tentang dialek dan dialek-dialek, sedangkan menurut Keraf (1984:143) yang menggunakan istilah geografi dialek, adalah (ilmu yang) mempelajari variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal suatu wilayah bahasa. Dengan demikian terdapat dua ciri dialek, yakni (1) ciri pembedanya: variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal, (2) ciri penyamanya terdapat pemahaman timbal-balik antarpemakai dua dialek yang berbeda. Dialektologi memiliki dua macam tujuan, yakni sinkronis dan diakronis (Nothofer, 1987:128). Tujuan sinkronis atau deskriptifnya, antara lain pemerian keadaan dialek berdasarkan pengamatan dari aspek sosiolinguistik. Aspek ini memberikan satu perspektif baru dalam kajian dialektologi, yakni bahwa ada.hubungan timbal-balik, atau lebih tepat dikatakan bahwa ada interaksi antara kajian dialektologi dengan kajian sosiolinguistik. Suatu butir linguistik dengan variannya dapat dipandang sebagai identitas kelompok-kelompok sosial tertentu (pendidikan dan usia) dalam suatu wilayah pakai dialek tertentu (aspek sosiolinguistik). Bersama dengan itu, varian-varian itu memiliki tempatnya masingmasing, seperti varian X merupakan unsur dari dialek P (aspek dialektologi). Berkaiatan dengan hal itu, sosiolinguistik adalah kajian terhadap bahasa dalam hubungannya dengan masyarakat (Hudson, 1990:1). Untuk itu, dialek dalam suatu wilayah pakai tidaklah berwujud seragam dalam tingkat parole, bahkan dalam tingkat langue. Pernyataan itu menjadi jelas apabila dikaitkan dengan kenyataan bahwa suatu wilayah geografis tertentu-pemakai bahasa atau dialek tertentu, terdapat variasi antara kelompok tertentu dengan kelompok sosial tertentu yang lain. Pemahaman yang lebih dalam terhadap latar belakang sosial pemakainya, seperti kelas sosial dan usia akan membantu pemahaman yang lebih dalam pula terhadap sifat dasar dialek. 67 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Dalam tulisan ini hendak dikemukakan dua variabel sosial, yaitu kelas sosial dan usia yang merupakan variabel bebas dalam penelitian sosiodialektologi. Tujuannya adalah memperlihatkan beberapa hasil penelitian dan pandangan para ahli terhadap korelasi kedua variabel yang dimaksudkan dengan pemakaian bahasa (dialek). Variabel-variabel yang lain akan dibahas dalam kesempatan lain. A. Kelas Sosial Penutur dan Pemakaian Bahasa Perbedaan internal masyarakat manusia dicerminkan di dalam bahasanya. Kelompok-kelompok sosial yang berbeda menggunakan variasi bahasa yang berbeda (Trudgill, 1974:34 dalam Sunarso, 1997:82). Kajian variasi yang paling awal dilakukan oleh Fischer (1958) mengenai variabel [] yang digunakan oleh sekelompok sosial tingkat atas dan bawah dalam kata singing sehingga menghasilkan variasi ucapan singing [] dan singin [n]. Kajian itu menunjukkan bahwa kelompok sosial tingkat atas mengucapkan singing, shooting, dan fishing, sedangkan kelompok sosial tingkat bawah mengucapkan singin, shootin, dan fishin. Labov juga telah membuktikan kenyataan tersebut antara lain lewat penelitiannya mengenai variabel /r/ di kota New York (Wardhaugh, 1986:157-163). Salah satu temuannya adalah ucapan kata-kata semacam car dan guard dengan /r/ diucapkan dinilai tinggi. Ucapan dengan /r/ tersebut diasosiasikan dengan kelas menengah atas meskipun anggota-anggota kelas tersebut tidak selalu menggunakannya pada setiap kesempatan. Penelitian senada juga telah dilakukan oleh Trudgill (1974:43-44 dalam Sunarso, 1997:83) yang mengkaji kemungkinan adanya korelasi langsung antara kelas sosial penutur dengan penggunaan /-s/ sebagai penenda verba simple present tense untuk orang ketiga tunggal. Teori Bernstein mengenai kode lengkap (elaborated code) dan kode ringkas (restricted code) juga menunjukkan adanya kaitan yang erat antara bahasa dengan kelas sosial (Bernstein, dalam Giglioli (peny.), 1972:157-178). Menurutnya, kode lengkap cenderung digunakan dalam situasi-situasi debat resmi atau diskusi akademik. Kode ini bersifat bebas konteks, yaitu tidak bergantung pada ciri-ciri 68 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL konteks ekstralinguistik. Sebaliknya, kode ringkas cenderung digunakan dalam situasi-situasi informal, di dalam keluarga, dan di antara teman serta menekankan keanggotaan penutur dalam sebuah kelompok. Kode ini terikat konteks, yakni sejumlah asumsi bersama dari kelompok dalam memahami bentuk-bentuk bahasa yang digunakan. B. Usia Penutur dan Pemakaian Bahasa Selain kelas sosial, faktor sosial yang jelas berpengaruh terhadap wujud pemakaian dialek adalah usia penutur. Dengan mudah dapat dilihat ciri-ciri pemakaian bahasa yang beragam menurut umur yang berbeda. Nada, ucapan, kosa kata, dan tata bahasa dapat memilahkan kelompok-kelompok usia. Terdapat polapola yang cocok untuk usia muda dan tua. Pemakaian kosakata pada usia muda agaknya berubah sesuai dengan pertambahan usia mereka. Penelitian dialek sosial telah memberikan informasi tentang pola ucapan dan tata bahasa yang digunakan oleh kelompok usia yang berbeda-beda. Kebanyakan peneliti dialek sosial telah menemukan bahwa anak-anak remaja memakai bentukbentuk vernakular dengan frekuensi yang tinggi terutama jika bentuk-bentuk tersebut diamggap sebagai bentuk nonstandar. Bentuk-bentuk itu merupakan pemarkah solidaritas. Anggota-anggota gang New York sebagai contoh, sering melesapkan bentuk –ed yang menandai kala lampau pada akhir kata dari pada orang dewasa yang berasal dari kelompok sosial yang sama. Mereka lebih sering memakai miss daripada missed (dalam ujaran seperti he missed the bus yesterday) dan pass daripada passed ( it pass him). Mereka juga lebih banyak menggunakan negasi ganda daripada orang dewasa yang berasal dari kelas sosial yang sama (Holmes, 1994:184). Pola-pola ciri kebahasaan tertentu mungkin berbeda dari suatu masyarakat ke masyarakat lain, tetapi terdapat kesepakatan umum bahwa dalam usia pertangahan paling besar kemungkinannya penutur mengenal dan mengakui norma-norma bahasa masyarakatnya dan paling sedikit memakai bentuk-bentuk vernakular. 69 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Sebaliknya di dalam usia pertengahan inilah mereka paling banyak menggunakan bentuk-bentuk standar. Pemakaian bentuk-bentuk standar atau berprestise mencapai puncaknya pada usia tiga puluh sampai dengan lima puluh tahun ketika penutur mengalami tekanan maksimum dari masyrakat untuk menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku (Holmes, 1994:186). Selain itu, contoh yang memperrlihatkan korelasi antara usia penutur dengan pemakaian bahasa adalah penelitian William Labov mengenai perubahan bunyi bahasa. Dalam penelitiannya mengenai motivasi sosial perubahan bunyi bahasa di Martha’s Vineyard, yaitu sentralisasi bunyi pertama dalam diftong /ay/ dan /aw/, Labov (1977:21-22, 36) mengemukakan bahwa sentralisasi tersebut tampak menunjukkan peningkatan yang teratur sesuai dengan tingkat usia yang mencapai puncaknya pada kelompok usia tiga puluh satu sampai dengan empat puluh lima tahun. Lebih lanjut dikemukakan bahwa peningkatan tersebut merupakan tanggapan kelompok umur itu terhadap tantangan akan status asli mereka sebagai “Vineyarder”. Makna langsung ciri fonetis tersebut merupakan ciri yang menandai bahwa penuturnya adalah penduduk Martha Vineyard. Uraian di atas menyatakan dengan jelas bahwa ada kaitan yang erat antara pemakaian bahasa dengan kelas sosial dan usia penutur. Kedua variabel ini mempengaruhi wujud bentuk-bentuk dialek yang digunakan. Karena itu, sudah selayaknya jika para peneliti bahasa mempertimbangkan variabel kelas sosial dan usia di dalam penelitian sosiodialektologi jika menginginkan pemahaman yang lebih dalam atas sifat dasar dan mekanisme kerja dialek yang ditelitinya. Dengan demikiaan akan memberikan informasi yang lengkap mengenai wujud dialek yang diteliti dan latar belakang sosial penuturnya. C. Pertanyaan Penajaman 1. Apa tujuan memasukan variabel sosial dalam penelitian dialek? 2. Apasaja yang termasuk variabel sosial yang dapat diteliti dalam penelitian dialek? 70 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL BAB XII PROPOSAL PENELITIAN DIALEK 71 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL A. JUDUL PENELITIAN : PEMAKAIAN BAHASA JAWA DI KABUPATEN SEMARANG (Kajian Sosiodialektologi) B. BIDANG ILMU : Sastra / Filsafat C. PENDAHULUAN Bahasa Jawa (BJ) merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang jumlah pemakainya cukup besar, yaitu sekitar 50% dari seluruh penduduk Indonesia. Bahasa ini digunakan sebagai bahasa ibu oleh suku Jawa, terutama yang tinggal di Propinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Jawa Timur. Nothofer (1975:8) dalam "The Reconstruction of Proto-Malayo-Javanic" memaparkan bahwa daerah pemakai BJ meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan daerah-daerah bagian utara Jawa Barat, kecuali daerah Pemanukan dan Jakarta. Di samping itu, BJ dipakai juga oleh etnik Sunda yang tinggal di pantai utara Cirebon, Indramayu, Serang (Banten utara), dan pantai selatan Pangandaran yang merupakan wilayah Propinsi Jawa Barat serta beberapa daerah transmigrasi suku Jawa yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DIY (Sudaryono dan Devi, dkk. 1990:1). Pemakaian BJ yang wilayahnya luas itu secara tidak disadari dipengaruhi oleh lingkungannya masing-masing, antara lain (1) politik dan budaya (keraton), (2) lingkungan alam, seperti alam pegunungan di wilayah Gunung Bromo yang mempengaruhi terbentuknya BJ dialek Tengger; dan (3) bahasa-bahasa daerah lain, seperti bahasa Sunda yang berdekatan dengan BJ di wilayah Jawa Tengah bagian barat mempengaruhi BJ dialek Banyumas. Pengaruh-pengaruh seperti itu menyebabkan BJ memiliki variasi fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Namun , BJ tersebut masih dapat dipahami oleh pemakainya dalam berkomunikasi dan mereka tetap merasa memiliki bahasa yang satu, yakni BJ. Karena itu, luasnya wilayah pemakaian BJ tersebut merupakan salah satu penyebab munculnya 72 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL berbagai varian atau dialek BJ, di antaranya dialek Banyumas, Kebumen, Pekalongan, Purworejo, Yogyakarta, dan Solo (lihat Fernandez, 1993/1994:10). Berdasarkan letak geografis pemakai BJ dengan titik tumpu BJ wilayah Yogyakarta dan Solo ke timur dan ke barat, Uhlenbeck (1982:75) menyatakan bahwa BJ mempunyai 4 dialek dan 13 subdialek. Keempat dialek BJ itu adalah (1) Banyumas, (2) Pesisir, (3) Surakarta, dan (4) Jawa Timur. Adapun ketiga belas subdialek BJ itu adalah (1) Purwokerto, (2) Kebumen, (3) Pemalang, (4) Banten Utara, (5) Tegal, (6) Semarang, (7) Rembang, (8) Surakarta (Solo), (9) Yogyakarta, (10) Madiun, (11) Surabaya, (12) Banyuwangi, dan (13) Cirebon. Dialek Yogyakarta dan Solo merupakan dialek BJ yang dianggap baku. Pada abad pertama millenium ketiga ini kedudukan BJ dengan dialek dan sub dialeknya mengalami pergeseran sebagai akibat dari pengaruh arus globalisasi (Gunarwan, 1999). Fungsi BJ yang semula sebagai bahasa pengantar dalam tradisi sastra yang besar, dewasa ini hanya sebagai bahasa pengantar untuk aspek-aspek kehidupan tidak resmi, kedaerahan, kekeluargaan, dan hal-hal yang bersifat tradisional. Beberapa fungsinya yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat kedinasan, keilmuan, dan aspek kehidupan yang bersifat resmi telah digantikan oleh bahasa Indonesia. Hal ini terjadi sejak ditetapkannya Bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa Resmi Negara pada tanggal 18 Agustus 1945 (Fernandez, 1998:2). Kondisi tersebut berlanjut dengan digunakannya BI dalam setiap peristiwa komunikasi, seperti komunikasi di sekolah, lingkungan pekerjaan, rumah, maupun masyarakat yang mengakibatkan kemampuan berbahasa Jawa mereka semakin menurun. Faktor-faktor yang diduga melatarbelakangi hal tersebut, antara lain: (1) makin tingginya frekuensi komunikasi tatap muka yang terjadi di masyarakat akibat semakin membaiknya sistem komunikasi, (2) makin terbinanya kehidupan yang demokratis, (3) semakin tingginya tingkat mobilitas sosial, dan (4) akibat digunakannya BI dalam setiap peristiwa komunikasi (Poedjosoedarmo, 1979:10). Kecenderungan menjalin hubungan perseorangan secara informal dengan menggunakan BI terjadi antara orang-orang dari berbagai lapisan. Hal ini tampak 73 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL jelas terjadi pada pemuda, pelajar, buruh, pegawai maupun non-pegawai serta orang-orang yang baru dikenal. Keadaan seperti itu juga terjadi di dalam kehidupan masyarakat suku Jawa di Kabupaten Semarang. Hal ini didukung oleh letak Kabupaten ini yang bersebelahan (utara) dengan Kotamadia Semarang dan Kabupaten Demak; Kabupaten Grobogan dan Boyolali (sebelah timur); Kabupaten Boyolali dan Magelang (sebelah selatan); Kabupaten Kendal dan Temanggung (sebelah barat); dan Kotamadia Salatiga ditengah wilayah kabupaten tersebut. Kotamadia Semarang, Demak, dan Kendal merupakan daerah pemakaian dialek pesisiran, sedangkan Temanggung merupakan daerah pemakaian dialek Banyumas. Adanya kontak bahasa dengan penutur dialekdialek di sekitarnya, menyebabkan bahasa Jawa di Kabupaten Semarang kemasukan unsur-unsur bahasa Jawa dialek di sekitarnya dan bahasa Indonesia. Wilayah administrasinya meliputi lima belas kecamatan, yaitu (1) Ungaran, (2) Bergas, (3) Pringapus, (4) Ambarawa, (5) Bawen, (6) Jambu, (7) Sumowono, (8) Banyubiru, (9) Pabelan, (10) Tuntang, (11) Bringin, (12) Getasan, (13) Tengaran, (14) Suruh, dan (15) Susukan (BPS Kabupaten Semarang, 1998). Dengan adanya Proyek Pengembangan Kota Semarang-Surakarta yang akan menjadikan kota Semarang-Surakarta dan sekitarnya menjadi kawasan metropolitan (BPPD Prop. Daerah Tingkat I Jawa Tengah, 1998), maka Kabupaten Semarang menjadi daerah satelit (jalur perhubungan utama) Semarang-Surakarta dan mengalami kemajuan yang pesat. Kondisi semacam ini diikuti juga dengan masuknya budaya pesisiran dari utara dan 'budaya pedalaman' dari selatan (Solo-Yogya-Banyumas). Berkaitan dengan keadaan di atas, masyarakat Kabupaten Semarang dimungkinkan memiliki latar belakang sosial yang berbeda-beda. Hal ini mengarah pada munculnya pelapisan dalam masyarakat (stratifikasi sosial), yaitu suatu sistem yang berlapis-lapis yang membagi warga-warga masyarakat ke dalam beberapa lapisan secara bertingkat. Artinya, suatu lapisan tertentu kedudukannya lebih tinggi dari lapisan lainnya (Soekanto, 1982:29). Karena itu, pemakaian BJ tidak hanya dipengaruhi oleh faktor geografis, melainkan juga oleh faktor sosial. Faktor sosial 74 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL yang dimaksud antara lain kelas sosial, pendidikan, pekerjaan, usia, jenis kelamin, dan sebagainya. Labov dan Bernstein (dalam Giglioli, 1972) mengatakan bahwa faktor-faktor sosial itu dapat mempengaruhi aktivitas berbahasa sehingga memunculkan variasi bahasa. Pertanyaan yang menarik adalah bagaimanakah pemakaian BJ di Kabupaten Semarang? Adakah kekhasan BJ di kabupaten Semarang jika dibandingkan dengan dengan BJ baku (Solo-Yogya)? Adakah kecenderungan variasi pemakaian BJ di Kabupaten Semarang berkaitan dengan faktor-faktor sosial: pekerjaan, pendidikan, dan usia pemakai? Masalah pemakaian BJ di Kabupaten Semarang ini terasa penting dilakukan manakala dihadapkan pada kondisi industrialisasi dan globalisasi yang cenderung menyebabkan orang memandang bahasa dalam keterpakaiannya secara praktis. Pemilihan Kabupaten Semarang sebagai lokasi penelitian pemakaian BJ dengan tinjauan sosiodialektologi didasarkan pada beberapa alasan yang diperlihatkan dalam pengamatan sementara (pra-survei) di lapangan sebagai berikut. Pertama, letak Kabupaten Semarang yang strategis di jalur perhubungan Kodia Semarang-Solo-Yogyakarta menjadikan Kabupaten Semarang sebagai daerah perluasan kawasan Semarang metropolitan. Hal ini membawa konsekuensi bercampurnya berbagai budaya (pesisiran dan 'pedalaman') yang menyebabkan munculnya variasi pemakaian bahasa Jawa di Kabupaten Semarang (BJSM) yang merupakan kekhasan bila dibandingkan dengan bahasa Jawa standar (BJS). Kedua, penelitian pemakaian BJ di Kabupaten Semarang menarik untuk dilakukan mengingat adanya variasi kebahasaan yang ditemukan dalam pengamatan sementara di dua desa titik pengamatan di dua kecamatan. Fenomena kebahasaan yang menarik perhatian itu terdapat pada tataran fonologi dan leksikal. Tataran Fonologi. Dalam BJS, fonem vokal /i / memiliki dua alofon, yaitu [i] dan [I] bergantung pada distribusinya seperti terlihat pada ati [ati] 'hati' dan pitik [pitI?] 'ayam'. Dalam BJSM, fonem / i / memperlihatkan tiga alofon, yaitu [i], [I], 75 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL dan [] seperti terlihat pada [silih] X [silIh] X [silh] 'pinjam' dan [pitih] X [putIh] X [puth] 'putih'. Dilihat dari penuturnya, bunyi [i] cenderung diucapkan oleh penutur yang berusia-muda. Sebaliknya, bunyi [] cenderung diucapkan oleh penutur usia-tua dan penutur yang berpendidikan rendah, sedangkan bunyi [I] cenderung diucapkan oleh penutur dari golongan pegawai-berusia-tua- berpendidikan tinggi. Fonem konsonan /b/ dalam BJSM --pada kata tertentu --bervariasi dengan fonem semivokal /w/, seperti terlihat pada data bengi [bi] X wengi [wi] 'malam' dan bening [bnI] X wening [wnI] 'jernih'. Dilihat dari penuturnya, bunyi [b] cenderung diucapkan oleh penutur yang tergolong dalam variabel pendidikan rendah-muda, sedangkan bunyi [w] cenderung diucapkan oleh penutur yang tergolong dalam variabel pendidikan rendah-tua. Bunyi [r ] seperti terlihat pada [srandal] X [sandal] 'alas kaki' dan bunyi [] seperti terlihat pada [tlabu?a] 'pelupuk mata', [lapaa] 'lapangan', dan [jnti?a] 'kelingking' cenderung diucapkan pada kata yang berakhiran -an. Bunyi [r] dan [] tersebut cenderung diucapkan oleh penutur yang tergolong dalam variabel pegawai dan non-pegawai-pendidikan rendah-tua dan muda. Tataran Leksikal. Pada tataran ini ditemukan beberapa variasi bentuk BJSM setidaknya jika dikontraskan dengan BJS, seperti terlihat pada bentuk njagong [njag] 'duduk', bromo [brm] 'api', nyong [ñ] 'saya, dhe'e [dhε?e] 'kamu', mbok tuwa [mb? tuw] 'nenek', manding [madi] 'petai cina', mbedhel [mbdhl] 'mencangkul', gurung [gurU] dan gorokan [gr? an] 'kerongkongan', jipang [jipa] 'labu siam', temloncong [tmlnc] 'ayam betina muda', sak cliwik [sa? cliwI?] 'sawah satu petak kecil', sak kothak [sa? kotha?] 'sawah satu petak besar', kebetheng [kbth] 'tidak bisa pulang karena hujan', dan sebagainya. Ketiga, penelitian berdasarkan kajian sosiodialektologi terhadap pemakaian bahasa Jawa di Kabupaten Semarang, sepengetahuan penulis, sampai saat ini belum dilakukan. Kalaupun ada, penelitian bahasa Jawa dialek Semarang yang dilakukan 76 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Sudjati (1977) dan Baribin (1987) adalah penelitian geografi dialek dengan populasinya di Kotamadia Semarang, Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilaksanakan dengan populasi di Kabupaten Semarang. D. PERUMUSAN MASALAH Sehubungan dengan hasil pengamatan sementara di lapangan, ada permasalahan kebahasaan yang perlu diteliti di wilayah Kabupaten Semarang dengan pendekatan sosiodialektologi. Pengkajian ditekankan pada variabel kebahasaan, meliputi fonologi dan leksikal, dan variabel sosial yang diduga berpengaruh terhadap pemakaian bahasa Jawa di wilayah tersebut. Variabel sosial yang dimaksud dibatasi pada variabel pekerjaan, pendidikan, dan usia. Adapun permasalahan tersebut dapat dirumuskan dengan pertanyaan sebagai berikut. (1) Bagaimanakah pemakaian bahasa Jawa di Kabupaten Semarang dalam bidang fonologi dan leksikal ? (2) Adakah kekhasan BJ di Kabupaten Semarang dalam bidang fonologi dan leksikal? (2) Bagaimanakah variasi pemakaian BJ di Kabupaten Semarang ditinjau dari variabel pekerjaan, pendidikan, dan usia? E. TINJAUAN PUSTAKA Dalam tinjauan pustaka ini diuraikan (1) pemakaian bahasa, (2) pemakaian bahasa dan kelas sosial penutur, (3) pemakaian bahasa dan usia penutur, (4) pemakaian bahasa Jawa, dan (5) penelitian terdahulu yang terkait. 1. Pemakaian Bahasa Pada hakikatnya dalam kenyataan pemakaiannya, bahasa tidaklah monolitik, melainkan bervariasi. Berdasarkan sumbernya, kevariatifan bahasa dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu variasi internal dan eksternal (Nababan, 1984:16). Variasi internal adalah variasi yang disebabkan oleh faktor-faktor yang terdapat dalam 77 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL bahasa itu sendiri, misalnya variasi fonologis, suatu fonem sebagai akibat pengaruh fonem lain yang mendahului atau mengikutinya yang merupakan ciri alamiah suatu sistem bahasa (Samsuri, 1982:130). Sementara, variasi eksternal adalah variasi yang disebabkan oleh faktor-faktor di luar bahasa, seperti daerah asal penutur, kelompok sosial penutur, topik tuturan, suasana tutur, dan sebagainya. Halliday (1968) membedakan variasi ini berdasarkan dua hal, yakni pemakai dan pemakaiannya. Berdasarkan pemakainya, variasi bahasa dibedakan menjadi variasi bahasa perseorangan yang disebut idiolek dan variasi kelompok yang disebut dialek. Variasi bahasa berdasarkan kelompok dapat dipilah lagi berdasarkan daerah asal pemakai (dialek geografis) dan faktor sosial pemakai (dialek sosial). Berdasarkan pemakaiannya, variasi bahasa itu dikenal dengan istilah ragam atau register. 2. Pemakaian Bahasa dan Kelas Sosial Penutur Perbedaan internal masyarakat manusia dicerminkan di dalam bahasanya. Kelompok-kelompok sosial yang berbeda menggunakan variasi bahasa yang berbeda (Trudgill, 1874:34 dalam Sunarso, 1997:82). Kajian variasi yang paling awal dilakukan oleh Fischer (1958) mengenai variabel [] yang digunakan oleh sekelompok sosial tingkat atas dan bawah dalam kata singing sehingga menghasilkan variasi ucapan singing [] dan singin [n]. Kajian itu menunjukkan bahwa kelompok sosial tingkat atas mengucapkan singing, shooting, dan fishing, sedangkan kelompok sosial tingkat bawah mengucapkan singin, shootin, dan fishin. Labov juga telah membuktikan kenyataan tersebut antara lain lewat penelitiannya mengenai variabel /r/ di kota New York (Wardhaugh, 1986:157-163). Salah satu temuannya adalah ucapan kata-kata semacam car dan guard dengan /r/ diucapkan dinilai tinggi. Ucapan dengan /r/ tersebut diasosiasikan dengan kelas menengah atas meskipun anggota-anggota kelas tersebut tidak selalu menggunakannya pada setiap kesempatan. Penelitian senada juga telah dilakukan oleh Trudgill (1974:43-44 dalam Sunarso, 1997:83) yang mengkaji kemungkinan adanya korelasi langsung 78 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL antara kelas sosial penutur dengan penggunaan /-s/ sebagai penenda verba simple present tense untuk orang ketiga tunggal. Teori Bernstein mengenai kode lengkap (elaborated code) dan kode ringkas (restricted code) juga menunjukkan adanya kaitan yang erat antara bahasa dengan kelas sosial (Bernstein, dalam Giglioli (peny.), 1972:157-178). Menurutnya, kode lengkap cenderung digunakan dalam situasi-situasi debat resmi atau diskusi akademik. Kode ini bersifat bebas konteks, yaitu tidak bergantung pada ciri-ciri konteks ekstralinguistik. Sebaliknya, kode ringkas cenderung digunakan dalam situasi-situasi informal, di dalam keluarga, dan di antara teman serta menekankan keanggotaan penutur dalam sebuah kelompok. Kode ini terikat konteks, yakni sejumlah asumsi bersama dari kelompok dalam memahami bentuk-bentuk bahasa yang digunakan. 3. Pemakaian Bahasa dan Usia Penutur Selain kelas sosial, faktor sosial yang berpengaruh terhadap wujud pemakaian bahasa adalah usia penutur. Penelitian dialek sosial telah memeberikan banyak informasi tentang pola ucapan dan tata bahasa yang digunakan oleh kelompok umur yang berbeda-beda. Kebanyakan peneliti dialek sosial telah menemukan bahwa anak-anak remaja memakai bentuk-bentuk vernakular dengan frekuensi yang tertinggi terutama jika bentuk-bentuk tersebut dianggap sebagai bentuk nonstandar. Bentuk-bentuk itu merupakan pemarkah solidaritas. Anggota-anggota gang New York, misalnya, lebih sering melesapkan bentuk -ed yang menandai kala lampau pada akhir kata daripada orang dewasa yang berasal dari kelompok sosial yang sama (Holmes, 1994:184). Pola-pola ciri kebahasaan tertentu mungkin berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain, tetapi terdapat kesepakatan umum bahwa dalam usia pertengahan paling besar kemungkinannya penutur mengenal dan mengakui norma-norma bahasa masyarakatnya dan paling sedikit memakai bentuk-bentuk vernakular. Sebaliknya, di dalam usia pertengahan inilah bentuk-bentuk standar paling banyak 79 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL digunakan. Pemakaian bentuk standar dan bentuk berprestise mencapai puncaknya pada umur tiga puluh sampai dengan lima puluh tahun ketika penutur mengalami tekanan maksimum dari masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku (Holmes, 1994:186). Penelitian lain yang memperlihatkan korelasi antara usia penutur dengan pemakaian bahasa adalah penelitian William Labov mengenai perubahan bunyi bahasa. Di dalam penelitiannya mengenai motivasi sosial perubahan bunyi bahasa di Martha's Vineyard, yaitu sentralisasi bunyi pertama dalam diftong /ay/ dan /aw/. Sentralisasi tersebut menunjukkan peningkatan yang teratur sesuai dengan tingkat umur yang mencapai puncaknya pada usia 31 sampai dengan 45 tahun. Peningkatan tersebut merupakan tanggapan kelompok umur itu terhadap tantangan akan status asli mereka sebagai "Vineyarder" atau penduduk Martha's Vineyard (Labov, 1977:21-22,36). 4. Pemakaian Bahasa Jawa Bahasa Jawa, seperti halnya bahasa pada umumnya, juga memiliki variasivariasi, baik variasi internal maupun eksternal. Variasi internal dalam bahasa Jawa, misalnya bidang fonologi, tampak pada adanya pengubahan bunyi karena tuturan guru lagu, faktor jenis kelamin, perubahan ragam, dan sebagainya. Misalnya, perubahan fonem /o/ menjadi /i/ pada kata-kata janmo > janmi 'manusia', warto > warti 'kabar'; penambahan fonem /a/ di depan kata misalnya, mung > amung 'hanya', margo > amargo 'sebab'. Dalam bidang morfologi, variasi internal itu tampak pada pembentukan kata berawalan {N-} yang mempunyai lima alomorf, yaitu //, /m/, /n/, //, dan /ñ/, seperti pada kata-kata cet 'cat' > ngecet 'mengecat', pacul 'cangkul' > macul 'mencangkul', dudut 'tarik' > ndudut 'menarik', kukur 'garuk' > ngukur 'menggaruk', jaluk 'minta' > njaluk 'meminta', dan seterusnya (lihat Poedjosoedarmo, 1979:186-187). Variasi eskternal dapat terjadi karena pengaruh-pengaruh daerah asal penutur dan faktor sosial. Karena pengaruh daerah asal, bahasa Jawa memiliki beberapa 80 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL dialek geografis, seperti dialek Yogya-Solo, Banyumas, Tegal, Osing, Tengger, dan sebagainya. Sementara karena faktor sosial, bahasa Jawa memiliki dialek sosial berdasarkan pekerjaan, pendidikan, usia, jenis kelamin, agama, keturunan, dan sebagainya. 5. Penelitian Terdahulu Sudjati (1977:27-28) dalam laporan penelitiannya menyinggung suatu fenomena yang menarik untuk ditindaklanjuti. Dikemukakan bahwa ada beberapa leksikon yang merupakan ciri yang menandai dialek Semarang yang berbeda dari dialek-dialek di sekitarnya, seperti [l gas] 'minyak tanah', [kcaar] 'tertipu'. Temuan lainnya, penduduk (Kotamadia) Semarang asli tidak dapat menggunakan bahasa Jawa krama sesuai dengan kaidah. Bahkan, kebiasaan menggunakan bentuk krama yang salah, misalnya Kula badhe siram, agaknya berlaku umum pada masyarakat Semarang asli, terutama golongan tua dan yang berpendidikan relatif rendah. Berkenaan dengan penelitian kata sapaan eyang oleh Sukardjo (1995) ditemukan bahwa sehubungan dengan adanya gaya bahasa pesisiran, yaitu istilah "barang siapa meninggikan diri akan direndahkan dan barang siapa merendahkan diri akan ditinggikan". Dalam gaya bahasa itu tercermin pula gaya bahasa Semarangan: Kula badhe siram dan Kula badhe dhahar. Fernandez (1993),(1997), dan (1998) telah melakukan penelitian dengan kajian sosiodialektologi. Data dalam penelitian pertama diambil di Blora, kedua diambil di perbatasan Yogya-Purworejo, dan ketiga diambil di Klaten. Ketiga penelitian Fernandez inilah yang memberikan inspirasi kepada peneliti -terdapat kontribusi sosiolinguistik dan dialektologi yang saling menguntungkan- untuk melakukan penelitian dengan pendekatan yang sama dengan judul Pemakaian Bahasa Jawa di Kabupaten Semarang (Kajian Sosiodialektologi). 81 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL F. TUJUAN PENELITIAN Berkaitan dengan latar belakang dan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pemakaian bahasa Jawa pada penutur asli dan penduduk asli atau sekurang-kurangnya telah tinggal selama sepuluh tahun di Kabupaten Semarang dengan kajian sosiodialektologi. Dalam hal ini mencakup (1) deskripsi pemakaian bahasa Jawa di bidang fonologi dan leksikal, dan (2) deskripsi kekhasan BJ di Kabupaten Semarang, dan (3) deskripsi variasi pemakaian BJ ditinjau dari variabel pekerjaan, pendidikan, dan usia. G. KONTRIBUSI PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan memberikan dua faedah, yaitu teoretis dan praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini akan memberikan faedah bagi perkembangan teori linguistik terutama dialektologi dan sosiolinguistik. Hal ini terjadi karena bahasa Jawa di Kabupaten Semarang merupakan lambang nilai dan sosial budaya yang mencerminkan kebudayaan yang hidup di masyarakat Jawa di Kabupaten Semarang. Sebagai bahasa yang hidup, pemakaiannya selalu berkembang. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber acuan yang akurat bagi penelitian selanjutnya. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan bagi pembinaan dan pengembangan bahasa Jawa, terutama pemertahanan BJ di Kabupaten Semarang. Pemertahanan ini penting artinya mengingat relevansinya dengan masalah perencanaan bahasa nasional dan program pemerintah daerah Kabupaten Semarang untuk mengembangkan BJ, sebagai jatidiri dan kekayaan budaya Kabupaten Semarang pada khususnya dan Jawa Tengah pada umumnya yang kini semakin gencar dilakukan. . H. METODE PENELITIAN Dalam metode penelitian ini diuraikan (1) populasi, (2) sampel, (3) titik pengamatan, (4) informan, (5) alat penelitian, dan (6) prosedur penelitian. 82 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 1. Populasi Objek yang menjadi data penelitian ini adalah tuturan bahasa Jawa yang dipakai oleh penutur dan penduduk asli atau sekurang-kurangnya telah tinggal di Kabupaten Semarang selama sepuluh tahun. Karena itu, populasi penelitian ini adalah semua tuturan bahasa Jawa dengan aspek-aspeknya di wilayah Kabupaten Semarang. 2. Sampel Sehubungan dengan populasi di atas, sampel yang dipilih adalah tuturan bahasa Jawa yang telah ditetapkan dalam butir H.5 alat penelitian, yang berupa daftar pertanyaan berkaitan dengan pemakaian bahasa Jawa di Kabupaten Semarang. 3. Titik Pengamatan (TP) Titik pengamatan ditentukan dengan kriteria yang dikemukakan oleh Nothofer (1981:5), yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif, kriteria yang digunakan adalah (1) mobilitas penduduk tergolong rendah (untuk sampel desa) dan tidak terlalu tinggi (untuk sampel kota), (2) jumlah penduduk maksimal 6.000 jiwa, dan (3) usia desa paling rendah 30 tahun. Secara kuantitatif, penentuan dilakukan dengan melihat ukuran jarak antar-titik pengamatan, yaitu + 20 km, jika isolek yang digunakan bersifat homogen atau diduga memiliki masalah pemakaian bahasa Jawa yang menarik. Dengan demikian, jika isolek yang digunakan bersifat heterogen, ukuran jarak tidak menjadi masalah. Selain itu, karena penelitian ini melibatkan aspek sosiolinguistik, maka titik pengamatan ditentukan berdasarkan kontras daerah kota-desa. Kriteria penentuan ini sesuai dengan yang diajukan Nothofer (1987:128) bahwa deskripsi aspek sosiollinguisti meliputi (1) kontras antara dialek kota dan dialek desa dan (2) pengaruh dialek pusat kebudayaan atas dialek lain. Dalam hal ini, yang dimaksudkan kota adalah desa yang terdapat di wilayah kecamatan kota, 83 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL sedangkan desa adalah desa yang terdapat di wilayah kecamatan yang jauh dari keramaian kota atau kecamatan pinggiran. Berkaitan dengan itu, maka titik pengamatan sebagai lokasi penelitian yang dipilih adalah (1) Desa Bandarjo, Kecamatan Ungaran, dan (2) Desa Kemitir, Kecamatan Sumowono. Dipilihnya dua desa di wilayah Kabupaten Semarang ini didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut. 1) Titik pengamatan 1, Desa Bandarjo, Kecamatan Ungaran merupakan desa yang berada di wilayah kecamatan kota dan berbatasan dengan Kotamadia Semarang. Desa ini diasumsikan mewakili wilayah kota karena mendapat pengaruh dari Kotamadia Semarang yang memiliki budaya pesisiran. 2) Titik pengamatan 2, Desa Kemitir, Kecamatan Sumowono merupakan desa yang berbatasan dengan Kabupaten Temanggung, yakni 7 km dari perbatasan Temanggung. Karena berbatasan dengan daerah pemakaian BJ dialek banyumas, maka desa ini diduga terpengaruh oleh BJ dialek Banyumas. Berdasarkan pertimbangan pemilihan kedua desa itu, selanjutnya ditentukan variabel-variabel sosial yang melatarbelakangi penutur/informan terhadap pemakaian BJ mereka. 4. Informan Informan dipilih dengan kriteria (1) laki-laki atau perempuan, (2) berusia + 30 s.d. + 60 tahun, (3) lahir dan besar di desa setempat, (4) mobilitasnya tidak terlalu tinggi (untuk kota) dan rendah (untuk desa), (5) dapat berbahasa Jawa, (6) sehat rohani dan jasmani dalam arti alat bicaranya sempurna, dan (7) dapat berbahasa Indonesia (bandingkan Nothofer, 1991:5; Fernandez, 1992:2). Selain itu, penelitian ini menggunakan variabel sosial yang meliputi pendidikan (tinggi-rendah), usia (tua-mua), dan pekerjaan (pegawai dan nonpegawai). Kriteria variabel usia muda lebih kurang berusia + 30 tahun dan usia tua lebih kurang + 60 tahun. Kriteria pendidikan tinggi adalah serendah-rendahnya SMU, sedangkan pendidikan rendah adalah setinggi-tingginya SD. Namun kriteria 84 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL ini dapat berubah sesuai dengan kondisi pendidikan di desa titik pengamatan. Adapun variabel pegawai adalah pegawai negeri atau pegawai swasta dan non pegawai adalah pedagang, buruh, petani. Informan yang diperlukan sejumlah: 16 informan x 2 titik pengamatan = 32 informan. Tabel 1. Informan pada I Titik Pengamatan Pekerjaan Pegawai Pendidikan Non-Pegawai Tinggi Rendah Tinggi Rendah Usia Tua Muda Tua Muda Tua Muda Tua Muda Informan 2 2 2 2 2 2 2 2 5. Alat Penelitian Alat penelitian ini berupa daftar pertanyaan kebahasaan yang ditujukan kepada informan untuk menjaring data kebahasaan BJ, baik ngoko maupun krama yang meliputi kosa kata, frase, dan kalimat. Daftar pertanyaan kebahasaan yang diajukan kepada informan didasarkan pada daftar 200 kosa kata Swadesh yang dikembangkan menjadi 540 tanyaan meliputi kosakata yang mengandung makna (a) sistem kekerabatan, (b) kata ganti dan sapaan, (c) kehidupan desa dan masyarakat, (d) bagian tubuh, (d) rumah dan bagian-bagiannya, (e) alat-alat, (f) makanan dan minuman, (g) musim dan keadaan alam, (h) binatang, (i) warna, (j) aktivitas (Fernandez, 1993/1994: 52). 6. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan prosedur dalam penelitian dialek sebagaimana dikemukakan Fernandez (1993/1994:38-39), yaitu (1) menentukan daerah pemakaian bahasa Jawa yang akan diteliti, (2) mempersiapkan instrumen yang berupa daftar tanyaan, (3) mengurus perijinan, (4) menyiapkan peta lokasi penelitian yang akan dikunjungi, (5) survai awal ke lokasi sebelum kunjungan resmi dilakukan, (6) menyiapkan peta dasar yang memuat titik pengamatan dan lokasi kelurahan dan desa yang didatangi, (7) pelaksanaan penelitian lapangan (8) menata 85 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL data hasil catatan dan rekaman dalam bentuk transkripsi, (9) menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian, dan (10) menyajikan hasil analisis data. 7. Metode dan Teknik Penelitian Penyediaan data dilakukan dengan menggunakan metode pupuan lapangan (Ayatrohaedi, 1979:34). Untuk mendapatkan data yang akurat, digunakan juga metode simak, dengan teknik catat, teknik rekam, teknik pemancingan, dan teknik sadap. Teknik catat digunakan untuk mencatat jawaban atau keterangan informan. Teknik rekam digunakan untuk pengecekan ulang jika terdapat kekurangjelasan dalam catatan (Sudaryanto, 1993:17; Mahsun, 1995:94). Teknik pemancingan digunakan bila data tidak muncul (kurang lengkap). Teknik sadap digunakan untuk mencocokan jawaban atau keterangan informan dengan pemakaian bahasa seharihari. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penjaringan data dilakukan dengan metode observasi-partisipatif. Penerapan metode ini menyertakan teknik libat cakap maupun bebas libat cakap (Sudaryanto, 1993:133-134). Data yang telah tersedia dikelompokkan sesuai dengan bidang, fonologi dan leksikal beserta tipe-tipenya. Data yang telah diklasifikasikan itu, kemudian dibandingkan dengan BJ standar dengan memanfaatkan kamus dan tata bahasa baku BJ serta literatur BJ. Selanjutnya, data dianalisis untuk menemukan kekhasan BJ di Kabupaten Semarang dan variasi pemakaian BJ berdasarkan variabel sosial pekerjaan, pendidikan, dan usia dengan memanfaatkan sejarah desa dari para sesepuh desa dan latar belakang kehidupan informan yang telah dijaring dalam data informan. Analisis itu dilakukan untuk menemukan dan menjawab permasalahan sebagaimana terurai pada rumusan masalah. Hasil analisis data akan disajikan dengan metode informal dan formal. Metode informal karena penyajiannya dengan kata-kata biasa, sedangkan metode formal karena dirumuskan dengan menggunakan tanda atau lambang (Sudaryanto, 1993:145). 86 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL I. JADWAL PELAKSANAAN Jadwal penelitian ini dipilah menjadi tiga tahap, yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap penelitian, dan (3) tahap pelaporan. Jadwal secara rinci terlihat berikut. Tahap-Tahap Penelitian Tahun Bulan 2009 2 3 4 5 x x x x x 6 7 I. Tahap persiapan 1. Prasurvei dan penyediaan data x 2. Studi Pustaka x 3. Penyusunan Usulan Penelitian x II. Tahap Penelitian 1. Penyediaan data lanjutan 2. Klasifikasi data 3. Analisis data x III. Tahap Pelaporan 1. Penyusunan Laporan x 2. Penggandaan x L. Daftar Pustaka Ayatrohaedi. 1979. Dialektologi. Jakarta: Depdikbud. Baribin, Raminah.1978. Dialek Semarang. Semarang: FKSS IKIP Semarang. B P S.1998. Kabupaten Semarang dalam Angka. Semarang: BPS Kabupaten Semarang. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 1998. Semarang Surakarta Urban Development Project Tecnical Assistance for Urban Management Support for Infrastructure Development Programmes in the Greater Semarang Surakarta Urban Areas. Semarang: Bina Pudia Inti dan Geosys Intipiranti. Fernandez, Inyo Yos (koord).1992. Sosiodialektologi Diakronis. Laporan Praktik Studi Lapangan Mahasiswa S2 UGM Yogyakarta. 87 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL _________. (Koord). 1993. "Penguasaan Bentuk Halus Bahasa Jawa Studi Kasus Pada Masyarakat di Kabupaten Blora". Makalah dari Laporan Praktik Studi Lapangan Mahasiswa S2 UGM. _________.1993/1994. Dialektologi. Yogyakarta: Program Pascasarjana UGM. _________ (Koord.). 1997. Bahasa Jawa di Kebumen Jawa Tengah. Laporan Praktik Studi Lapangan Mahasiswa S2 UGM Yogyakarta. _________ (Koord.). 1998. Sosiodialektologi Bahasa Jawa di Kabupaten Daerah Tingkat II Klaten. Laporan Penelitian Praktik Studi Lapangan Mahasiswa S2 UGM Yogyakarta. Fischer, John L. 1985. Social Influences on the Choice of a Linguistic Variant. Word 14. 47-46. Giglioli, Pier Paolo. (Peny.) 1972. Language and Social Context. Harmondsworth, Middlesex England. Penguin Books Ltd. Gunarwan, Asim. 1999. "Kedudukan Bahasa Daerah dan Tantangan pada Abad yang akan datang" dalam Buku Panduan Kongres Linguistik Nasional IX. Jakarta: MLI, P3B, dan Unika Atma Jaya. Halliday, M.A.K. 1968. "The Users and Use of Lnguage", Fishman, J.A. (ed), Reading in the Sociology of Language, Mouton, The Hauge-Paris. Holmes, Janet. 1994. An Introduction to Sociolinguistics. London: Longman. Labov, William. 1977. Sociolinguistics Patterns. Philadelphia: University of Pennsylvania Press. Mahsun. 1993. Dialektologi Diakronis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 88 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Nababan, PWJ. 1984. Sosiolinguistik, Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia. Nothofer, Bernd. 1975."The Reconstruction of Proto Malayo Javanic". VKI. Granenhage: Martinus Nijhoff. Nothofer, Bernd. 1981. Dialektatlas Von Zentral-Java. Wiesbaden: Otto Harranssowitz. Nothofer, Bernd. 1987. "Cita--Cita Penelitian Dialek" dalam Dewan Bahasa 31,2 . Nothofer, Bernd. 1991. "Tinjauan Sonkronis dan Diakronis Dialek-Dialek Bahasa Jawa di Jawa Barat dan Jawa Tengah (bagian barat)". (Makalah). Diskusi Bahasa-bahasa Asia tenggara-Pasifik. Yogyakarta: PSI Fakultas Sastra UGM, Tanggal 8 Desember 1990. Poedjosoedarmo, Soepomo. 1979. Tingkat Tutur Bahasa Jawa. Jakarta: Depdikbud. Samsuri. 1982. Analisa Bahasa. Jakarta: Erlangga. Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Sudaryono, Kemala Devi, Maria Anggrahini, dan Siti Subariah. 1990. Geografi Dialek Bahasa Jawa Di Kabupaten Demak. Jakarta: Depdikbud. Sudjati. 1977. Bahasa Jawa Dialek Semarang. Semarang: Fakultas Sastra Budaya Universitas Diponegoro. Uhlenbeck. 1982. Kajian Morfologi Bahasa Jawa. Jakarta: Djambatan. Wardhaugh, Ronald. 1986. An Introduktion to Sociolinguistics. Cambridge USA: Basil Blackwell. 89 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL DAFTAR PUSTAKA Ayotrahaedi. 1979. Dialektologi. Jakarta: Depdikbud. Fernandez, Inyo Yos (koord).1992. Sosiodialektologi Diakronis. Laporan Praktik Studi Lapangan Mahasiswa S2 UGM Yogyakarta. _________. (Koord). 1993. "Penguasaan Bentuk Halus Bahasa Jawa Studi Kasus Pada Masyarakat di Kabupaten Blora". Makalah dari Laporan Praktik Studi Lapangan Mahasiswa S2 UGM. _________.1993/1994. Dialektologi. Yogyakarta: Program Pascasarjana UGM. _________ (Koord.). 1997. Bahasa Jawa di Kebumen Jawa Tengah. Laporan Praktik Studi Lapangan Mahasiswa S2 UGM Yogyakarta. _________ (Koord.). 1998. Sosiodialektologi Bahasa Jawa di Kabupaten Daerah Tingkat II Klaten. Laporan Penelitian Praktik Studi Lapangan Mahasiswa S2 UGM Yogyakarta. Fischer, John L. 1985. Social Influences on the Choice of a Linguistic Variant. Word 14. 47-46. Giglioli, Pier Paolo. (Peny.) 1972. Language and Social Context. Harmondsworth, Middlesex England. Penguin Books Ltd. Gunarwan, Asim. 1999. "Kedudukan Bahasa Daerah dan Tantangan pada Abad yang akan datang" dalam Buku Panduan Kongres Linguistik Nasional IX. Jakarta: MLI, P3B, dan Unika Atma Jaya. Halliday, M.A.K. 1968. "The Users and Use of Lnguage", Fishman, J.A. (ed), Reading in the Sociology of Language, Mouton, The Hauge-Paris. 90 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Holmes, Janet. 1994. An Introduction to Sociolinguistics. London: Longman. Kurath, Hans. 1972. Studies in Area Linguistics. Bloomington: Indiana University Press. Labov, William. 1977. Sociolinguistics Patterns. Philadelphia: University of Pensylvania Press. Lauder, Multamia R.M.T. “Perkembangan Kajian Dialektologi di Indonesia”. Makalah Pelbba 15, Jakarta 24-25 Juli 2001. Mahsun. 1993. Dialektologi Diakronis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Meillet, Antoine. 1970. The Comparative Method in Historical Linguistics. Paris: Librairie Honore Champion. Nababan, PWJ. 1984. Sosiolinguistik, Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia. Nothofer, Bernd. 1975."The Reconstruction of Proto Malayo Javanic". VKI. Granenhage: Martinus Nijhoff. Nothofer, Bernd. 1981. Dialektatlas Von Zentral-Java. Wiesbaden: Otto Harranssowitz. Nothofer, Bernd.. 1987. "Cita--Cita Penelitian Dialek" dalam Dewan Bahasa 31,2 . Nothofer, Bernd.. 1991. "Tinjauan Sonkronis dan Diakronis Dialek-Dialek Bahasa Jawa di Jawa Barat dan Jawa Tengah (bagian barat)". (Makalah). Diskusi Bahasa-bahasa Asia tenggara-Pasifik. Yogyakarta: PSI Fakultas Sastra UGM, Tanggal 8 Desember 1990. Nothofer, Bernd. 1997. Dialek Melayu Bangka. Malaysia: Universitas Kebangsaan Malaysia. Poedjosoedarmo, Soepomo. 1979. Tingkat Tutur Bahasa Jawa. Jakarta: Depdikbud. 91 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL Samsuri. 1982. Analisa Bahasa. Jakarta: Erlangga. Sasangka, Sry Satriya Tjatur Wisnu. 1999. “Bahasa-Bahasa Daerah di Kabupaten Brebes” dalam Linguistik Indonesia, Masyarakat Linguistik Indonesia, Juni, Tahun 17, No. 1, hal. 23 s.d. 39. Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Sudaryono, Kemala Devi, Maria Anggrahini, dan Siti Subariah. 1990. Geografi Dialek Bahasa Jawa Di Kabupaten Demak. Jakarta: Depdikbud. Sudjati. 1977. Bahasa Jawa Dialek Semarang. Semarang: Fakultas Sastra Budaya Universitas Diponegoro. Uhlenbeck. 1982. Kajian Morfologi Bahasa Jawa. Jakarta: Djambatan. Wardhaugh, Ronald. 1986. An Introduktion to Sociolinguistics. Cambridge USA: Basil Blackwell. 92 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL DATA INFORMAN 1. Nama : ____________________ 2. Jenis kelamin : ____________________ 3. Tempat lahir : ____________________ 4. Umur : ____________________ 5. Pendidikan terakhir : ____________________ 6. Pekerjaan : ____________________ 7. Tinggal di tempat ini sejak : ____________________ 8. Orang tua berasal dari : ____________________ 9. Bahasa pertama/ bahasa ibu : ____________________ 10. Bahasa lain yang Anda kuasai digunakan dalam kesempatan :_____________________ : ____________________ 11. Daerah/tempat yang pernah dikunjungi : ____________________ 12. Keperluan berkunjung : ____________________ 13. Kedudukan dalam masyarakat :_____________________ 14. Bacaan (setiap hari/yang pernah dibaca) : ____________________ 15. Apakah (pernah/biasa) menonton acara TV : ____________________ 16. Apakah (pernah/biasa) mendengarkan siaran radio: ____________________ 93 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL KONDISI DAERAH TITIK PENGAMATAN Nama Daerah Pengamatan Kecamatan .................................................................... : ........................................................................................... A. Keadaan Sekitar Desa 1. Sebelah Timur Bahasa .................................... ............................................ 2. Sebelah Selatan .................................... ............................................ 3. Sebelah Barat .................................... ............................................ 4. Sebelah Utara .................................... ............................................. B. Luas Daerah Pengamatan 1. Sawah ........................................................... Ha 2. Kebun ............................................................ Ha 3. Perkampungan 4. Hutan 5. Gunung ........................................................... Ha ............................................................ Ha ............................................................Ha C. Jumlah Penduduk Laki-laki 1. < dari 20 tahun ................... Perempuan ....................... Jumlah ............................ 2. 20 - 40 tahun .................. ........................ ............................ 3. > 40 tahun .................. ....................... ........................... 4. Penduduk asli 5. Pendatang .................. .................. ........................ ........................ ........................... ............................. 94 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL D. Mata Pencaharian Penduduk 1. Tani :.............................................. % 2. Dagang :.............................................. % 3. Buruh : ............................................. % 4. Pegawai :.............................................. % 5. Lain-lain :.............................................. % E. Pendidikan Penduduk 1. Tidak sekolah :.............…….…...................... % 2. SD : .................…...………............ % 3. SLTP : ..................…...........………... % 4. SLTA :....................….............. ……...% 5. Perguruan Tinggi :.....................…...........………. % F. Agama Penduduk 1. Islam :......................…........... ………% 2. Kristen :.......................…………......... .% 3. Hindu / Budha :............…………….................. % 4. lain-lain :………….............…................. % G. Usia Daerah Pengamatan +...............…............... tahun H. Riwayat Daerah Pengamatan ............................................................................................................................................. ............................................................................................................................................. ............................................................................................................................................. ..................................................... 95 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL DAFTAR PERTANYAAN Nama bahasa: __________________ Informan : ___________________ A. Bagian Tubuh 1. alis ............................................ 2. bahu ......................................... 3. betis ......................................... 4. bibir ......................................... 5. bulu dada ................................ 6. bulu kuduk .............................. 7. bulu roma ................................ 8. dada ........................................ 9. dagu ........................................ 10. dahi........................................ 11. darah ..................................... 12. geraham ............................... 13. gigi ...................................... 14. gigi seri ................................. 15. gigi yang tumbuhnya bertumpuk 16. gigi rusak berwarna hitam .... 17. gusi ...................................... 18. hati ..................................….. 19. hidung ................................... Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ 96 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 20. ibu jari ...............................…. 21. isi tulang ................................ 22. jantung .................................. 23. janggut .................................. 24. jari ........................................ 25. (jari) penunjuk ........................ 26. jari manis ............................... 27. jari tengah .............................. 28. kelingking ............................... 29. kaki ...... ................................. 30. kepala .................................... 31. kerongkongan ......................... 32. ketiak ...................................... 33. kuku ....................................... 34. kulit ........................................ 35. kumis ...................................... 36. kutu ........................................ 37. leher ........................................ 38. lemak ....................................... 39. lengan .................................... Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ 40. lidah ......................................... Ng. __________________________ Kr. __________________________ 97 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 41. ludah ....................................... 42. lutut ......................................... 43. mata ........................................ 44. mata kaki ................................. 45. muka ....................................... 46. mulut ....................................... 47. otak ......................................... 48. paha ....................................... 49. pantat ..................................... 50. paru-paru ................................ 51. pelipis ..................................... 52. pelupuk mata .......................... 53. pergelangan tangan ................ 54. perut ..... .................................. 55. pinggang .................................. 56. punggung ................................. 57. pusar ........................................ 58. payudara .................................. 59. rambut ..................................... 60. rusuk ....................................... 61. siku ......................................... Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng.__________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. ___________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. ___________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ 98 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 62. telapak tangan …..................... 63. telinga ….................................. 64. tengkuk .................................... 65. tulang rahang .......................... 66. tumit ........................................ 67. ubun-ubun .............................. 68. urat ......................................... 69. usus ......................................... 70. warna hitam di kulit sejak lahir. B. Kata Ganti, Sapaan, dan Acuan 71. saya ........................................ 72. kamu ....................................... 73. dia .......................................... 74. kami ........................................ 75. kita ......................................... 76. panggilan untuk anak laki-laki kecil .. 77. panggilan untuk gadis kecil....….. 78. panggilan untuk gadis remaja.. 79. panggilan untuk laki-laki remaja 80. panggilan untuk laki-laki tua .... 81. panggilan untuk perempuan tua Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. _________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ 99 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL C. Sistem Kekerabatan 82. adik ......................................... 83. adik dari istri ........................... 84. adik dari suami ....................... 85. adik laki-laki ayah/ibu ............. 86. adik perempuan ayah/ibu ....... 87. anak kandung ......................... 88. anak tiri ................................... 89. anak dari anak ........................ 90. anak dari cucu ........................ 91. anak dari saudara kandung .... 92. anak dari saudara ayah/ibu .... 93. anak yang tertua .................... 94. anak yang termuda ............... 95. anak laki-laki ............................ 96. ayah dari ayah/ibu ................. 97. ayah tiri .................................... 98. ibu ........................................... 99. ibu dari ayah/ibu ..................... 100. ibu tiri .................................... 101. istri ........................................ 102. istri/suami dari saudara kandung Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. ___________________________ Ng. __________________________ Kr. ___________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ 100 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 103. istri/suami saudara suami/istri 104. istri kakak laki-laki/perempuan ayah/ibu ................................. 105. istri/suami dari anak ............... 106. kakak laki-laki ……................. 107. kakak perempuan .................. 108. kakak laki-laki ayah ………..... D. Rumah dan Bagian-bagiannya 109. atap ........................................ 110. atap dari bambu ..................... 111. dapur ..................................... 112. dinding dari bambu ................ 113. dinding dari kayu …................ 114. genting .................................. 115. halaman depan ...................... 116. halaman belakang .................. 117. jendela ................................... 118. kamar tidur ............................. 119. kamar mandi ..................... .... 120. kandang ayam ....................... 121. kandang kambing .................. 122. kain penutup jendela kaca .... 123. langit-langit .......................... Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. ___________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. _________________________ Kr. __________________________ Ng.__________________________ Kr. __________________________ Ng.__________________________ Kr. __________________________ Ng.__________________________ Kr. __________________________ Ng.__________________________ Kr. __________________________ Ng.__________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng.__________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ 101 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 124. pagar .................................... 125. parit ........................................ 126. pelimbahan ............................. 127. penampung air hujan ............. 128. pintu …................................... 129. ruang tamu ............................ 130. teras ....................................... 131. tiang ....................................... 132. tungku .................................... 133. lantai ...................................... E. Waktu, Musim, Keadaan Alam, Benda Alam, dan Arah 134. air ........................................... 135. api ........................................ 136. arang .................................... 137. arus ........................................ 138. asap ....................................... 139. atas ....................................... 140. awan ...................................... 141. bara .................................... 142. barat …….. ............................ 143. batu …………......................... Ng. _________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. ___________________________ Ng.___________________________ Kr.___________________________ Ng.__________________________ Kr. __________________________ Ng. _________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. ___________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. ___________________________ Ng.___________________________ Kr. ___________________________ Ng. __________________________ Kr. ___________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. __________________________ Ng. __________________________ Kr. ___________________________ Ng.___________________________ Kr. ___________________________ Ng.___________________________ Kr. ___________________________ Ng.___________________________ Kr.___________________________ 102 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 144. bawah ..................................... 145. besi ......................................... 146. besok ...................................... 147. bintang seperti bajak ............... 148. bintang tanda keluar fajar ....... 149. bukit ....................................... 150. bulan (dalam tahun) ................ 151. bulan purnama ........................ 152. bulan terbit .............................. 153. darat ...................................... 154. datar ....................................... 155. deras (hujan) ........................... 156. deras (arus sungai/mata air) ... 157. desa ......................................... 158. di atas ...................................... 159. di bawah .................................. 160. di samping .............................. 161. di sana .................................... 162. di sini ....................................... 163. dua hari mendatang ................ 164. dua hari yang lalu .................... Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng.________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. _______________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ 103 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 165. dusun ...................................... 166. emas ....................................... 167. embun ...................................... 168. empat hari mendatang ............. 169. empat hari yang lalu ................. 170. fajar .......................................... 171. garam ....................................... 172. gerhana .................................... 173. gunung ..................................... 174. guntur ....................................... 175. hari .......................................... 176. hujan ........................................ 177. hutan ........................................ 178. ini .............................................. 179. itu ............................................. 180. jalan (lebar) .............................. 181. jalan (sempit) ........................... 182. jurang ....................................... 183. kabut ...................................... 184. kanan ..................................... 185. kemarin .................................... 186. kilat .......................................... Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ 104 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 187. kiri .......................................... 188. kolam (renang/pancing) ............ 189. ladang ....................................... 190. lahar .......................................... 191. langit ......................................... 192. lapangan ................................... 193. lereng ......................................... 194. malam ....................................... 195. mata air ...................................... 196. mega (hitam) ............................. 197. mega (putih) ............................ 198. putih ……….. ............................. 199. musim hujan ............................. 200. musim kemarau ....................... 201. pagi .......................................... 202. pagi sekali .................................. 203. pasir (halus/kasar) .................... 204. pelangi ..................................... 205. pematang (sawah/ladang) ........ 206. sebentar ................................... 207. selatan ...................................... Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ 105 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 208. senja ......................................... 209. siang ......................................... 210. sore .............................…........... 211. sungai .................................... 212. tanah .......................................... 213. tebing ......................................... 214. tenggara ................................... 215. timur .....….................................. 216. timur laut .................................... 217. utara .......................................... F. Pakaian dan Perhiasan 218. anting ........................................ 219. alas kaki ..................................... 220. jarik ......................................... 221. kalung ........................................ 222. kaos kaki .................................... 223. kebaya ....................................... 224. kopiah ........................................ 225. sanggul ...................................... 226. sarung ....................................... G. Jabatan Pemerintahan Desa dan Pekerjaan 227. buruh ....................................... Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. ________________________ Kr. ________________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. ________________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ 106 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 228. dukun sunat ............................... 229. juragan ....................................... 230. kepala desa .............................. 231. kaur pemerintahan .................... 232. kaur kesejahteraan ................... 233. kaur pembangunan ................... 234. makelar (rumah, kendaraan) .... 235. makelar (kambing, sapi) ........ 236. penghulu .................................... 237. pedagang besar (grosir) ........... 238. pedagang kecil (pengecer ) ....... H. Binatang dan Hewan 239. anjing ....................................... 240. anak anjing ............................. 241. ayam jantan muda .................... 242. ayam betina muda ..................... 243. ayam jantan dewasa .................. 244. ayam betina dewasa .................. 245. itik jantan muda ........................ 246. itik betina muda ......................... 247. ikan laut/tambak ........................ 248. ikan sungai/tambak .................... Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. ________________________ Ng. _______________________ Kr. ________________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ 107 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL I. Tumbuhan, Bagian-Bagian, Buah, dan Hasil Olahannya 249. akar ........................................ 250. anak dahan .............................. 251. bambu …................................... 252. batang ....................................... 253. bawang merah ..........…............. 254. bawang putih ............................ 255. benih ......................................... 256. beras ......................................... 257. beras (kecil-kecil) ...................... 258. bunga ........................................ 259. cabai merah .............................. 260. cabai hijau ................................ 261. cabai kecil ................................ 262. cabang ..................................... 263. daun ......................................... 264. daun kacang panjang ................ 265. daun ketela .............................. 266. daun kangkung .......................... 267. getah ........................................ 268. jerami .........................…............ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. ________________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ 108 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 269. jambu batu ................................ 270. jambu monyet ........................... 271. kulit kayu ................................... 272. kelapa (buah) yang masih kecil 273. labu siam …............................... 274. minyak kelapa ............................ 275. minyak tanah ............................. 276. petay cina …............................... 277. sisir pisang ................................ 278. tempurung ................................. 279. ubi jalar ..................................... 280. ubi kayu .................................... J. Aktivitas 281. bangun dari tidur ....................... 282. bekerja ...................................... 283. berbaring ................................... 284. berbicara ................................... 285. berenang .................................. 286. berjalan .................................... 287. berjongkok ................................ 288. berkelahi (dengan tangan) ...... 289. berkelahi (dengan kata-kata) .. Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. ________________________ 109 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 290. berkembang (pohon) ............... 291. berkembang (binatang) ............ 292. berlari ...................................... 293. berludah ................................... 294. berubah .................................... 295. berobat ...................................... 296. bertanya ................................... 297. bertemu .................................... 298. cuci (tangan) ............................ 299. cuci (pakaian) ......................... 300. datang ..................................... 301. duduk ..................................... 302. ingat ....................................... 303. jatuh (daun, buah, dan lain-lain). 304. jatuh (orang) .........................… . 305. kencing ................................…. 306. lari-lari kecil .............................. 307. makan (nasi) ............................. 308. makan (selain nasi) ......…........ 309. marah ........................…............ 310. melempar.................................. Ng. _______________________ Kr. ________________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. ________________________ Kr. _______________________ 110 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 311. melihat ...............…................... Ng. _______________________ Kr. _______________________ 312. memasak (nasi) ......................... Ng. _______________________ Kr. _______________________ 313. memasak (sayur) ....................... Ng. _______________________ Kr. _______________________ 314. membakar (ikan) ….................... Ng. _______________________ Kr. _______________________ 315. membawa ................................. Ng. _______________________ Kr. _______________________ 316. membawa dengan ketiak ........... Ng. _______________________ Kr. _______________________ 317. membawa dengan punggung .... Ng. _______________________ Kr. ________________________ 318. membawa dengan tangan Ng. _______________________ (jinjing)…………………………… Kr. _______________________ 319. membawa dengan tangan di Ng. _______________________ depan …………………………… Kr. _______________________ 320. membawa di kepala ................... Ng. _______________________ Kr. _______________________ 321. membawa di pinggang …........... Ng. _______________________ Kr. _______________________ 322. membawa di pundak ………….. Ng. _______________________ Kr. _______________________ 323. membersihkan …………………. Ng. _______________________ Kr. _______________________ 324. memberi ………………………… Ng. _______________________ Kr. _______________________ 325. memberi tahu …………………… Ng. _______________________ Kr. _______________________ 326. membunuh ……………………… Ng. _______________________ Kr. _______________________ 327. mencangkul …………………….. Ng. _______________________ Kr. _______________________ 328. memotong (kayu) ………………. Ng. _______________________ Kr. _______________________ 329. memperoleh (sesuatu, Ng. _______________________ hadiah, dll) ………………………………. Kr. _______________________ 330. menakutkan ……………………. Ng. _______________________ Kr. _______________________ 331. menarik benda dengan hewan.. Ng. _______________________ Kr. _______________________ 332. mencium (bau) ………………… Ng. _______________________ 111 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 333. mendengar……………………… 334. memejamkan mata …………….. 335. memegang …………………….. 336. mengambil daging sekerat …. 337. mengalir (air) …………………. 338. menggali ………………………. 339. menggaruk (kepala, kulit) ……. 340. menggenggam ……………….. 341. mengotori (lantai, baju)……… 342. mengulangi …………………… 343. menggigit ……………………… 344. menjemur (baju, jagung, kayu) 345. memeras (kelapa, susu sapi) 346. menggosok (gigi, lain)…………. 347. menguburkan (bangkai binatang) 348. menguburkan (jenazah)………. 349. menghitung……………………. 350. menghidupkan (api) …………… 351. menyuruh ………………………. 352. merumputi (tanaman) ………… K. Penyakit 353. batuk …………………………. Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. ________________________ Ng. _______________________ Kr. ________________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. ________________________ Ng. _______________________ Kr. ________________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ 112 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 354. bekas luka ……………………. 355. bisu ……………………………. 356. bisul ……………………………. 357. luka yang infeksi ………………. 358. buta …………………………….. 359. demam ………………………… 360. gondok ………………………… 361. nanah …………………………… 362. obat ……………………………. 363. panu …………………………….. 364. pingsan ……………………….. 365. pusing …………………………… 366. sembuh dari sakit ……………… L. Bilangan dan Ukuran 367. empat …………………………… 368. empat belas …………………… 369. lima belas …..…………………. 370. lima belas ……………………… 371. enam ………………………….. 372. enam puluh. …………………. 373. delapan ……………………… 374. delapan belas ……………… Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ 113 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 375. satu petak kecil (sawah, ladang) 376. satu petak besar (sawah, ladang) 377. ukuran kacang tanah ……….. IV. FRASE DAN KALIMAT 378. ayah saya ……………………….. 379. baju dia …………………………. 380. batang kayu…………………….. 381. tangan kamu……………………. 382. kaki Udin……………………….. 383. kambing paman………………… 384. kepala Amir…………………….. 385. membicarakan orang………….. 386. menjelekkan teman…………….. 387. rumah bibi………………………. 388. saya kekenyangan……………… 389. Ali diberi uang oleh paman …. 390. Apa yang saudara beli?............. 391. Apakah Anda pernah ke Jakarta.. 392. Ayah memberi saya uang sepuluh ribu rupiah 393. Bagaimana cara membuat sirup?... 394. Berapa harga madu satu botol?..... Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. ________________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. ________________________ Ng. _______________________ Kr. ________________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ 114 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 395. Bilamana kamu pergi?...................... Ng. _______________________ Kr. _______________________ 396. Di kampung tidak ada Matahari (plaza) 397. Dia dibelikan baju oleh ibunya… Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. ________________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ 398. Dia akan membuat rumah baru.. 399. Dia tidak pernah datang ke mari 400. Bapakmu menjual kursi……….. 401. Hari ini terlalu panas, mungkin akan turun hujan 402. Hujan turun hingga sore……… 403. Ibu baru saja pulang dari Semarang 404. Ibu sedang makan………………. 405. Bapak sudah berangkat kerja…… 406. Jangan membuang sampah sembarangan 407. Kambing itu hampir mati………. 408. Kapan kamu dating ke rumah saya 409. Saya akan membeli baju baru 410. Saya tidak jadi datang, kalau hari hujan 411. Saya melempar mangga ……….. 412. Siapa yang lebih dulu datang, saya beri uang ……………………….. 413. Paman memberi hadiah kepada Ali 414. Belilah garam di pasar! 415. Bakarlah ayam itu! 115 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 416. Tidurkanlah bayimu! Ng. _______________________ Kr. _______________________ 417. Kembalikanlah tikar itu! Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. ________________________ Ng. _______________________ Kr. ________________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. ________________________ Ng. _______________________ Kr. ________________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ 418 Saya tidak tahu sama sekali 419. Mau ke mana? 420. Boleh saya minum? 421. Dari mana Mir? 422. Jangan makan terlalu kenyang! 423. Jemurlah baju itu! 424. Panaskanlah air itu! 425. Saya tertidur 426. Saya terjatuh dari pohon kelapa 427. Bapak sedang membaca Koran 428. Bapak memakai kacamata 429. Tanpa berkata sesuatu, dia pergi 430. Kamu membeli minyak tanah atau minyak kelapa? 431. Mengapa kamu memarahkan ibumu? 432. Mengapa ibumu memerahi kamu? 433. Saya memberikan rokok kepadamu 434. Saya sudah datang tiga kali ke sini 435. Saya minum air putih satu gelas 436. Bapak minum kopi satu cangkir 116 DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL 437. Kita harus menghormati orang tua kita 438. Saya akan mandi sebentar 439. Bapak akan mandi sebentar 440. Bapak tidur dengan pulas 441. Ibunya meninggal dua hari yang lalu 442. Tiap hari dia datang ke sini 443. Tiap hari Bapak datang ke sini 444. Berjalan di sebelah kiri 445. Bawalah pisang itu! 446. Ambilkan rokok Bapak di saku baju 447. Berikan sayur ini kepada nenek ! 448. Tunggu sebentar! Saya akan membeli permen 449. Saya menunggu kedatangan Bapak 450. Pelan-pelan asal selamat Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. ________________________ Ng. _______________________ Kr. ________________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ Ng. _______________________ Kr. _______________________ 117