Dialektologi

advertisement
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
BAB I
IHWAL
DIALEKTOLOGI
1
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Bahasa mempunyai sistem dan sub-sistem yang dipahami sama oleh
pendukungnya. Namun, karena pendukung bahasa merupakan kumpulan manusia
yang beragam, wujud bahasa menjadi tidak seragam. Bahasa itu menjadi bervariasi.
Untuk mengkaji hal variasi bahasa lahirlah cabang ilmu linguistik yang disebut
dialektologi. Kajian mengenai dialektologi ini dipaparkan mulai dari istilah yang
digunakan, sejarah lahir, sampai pada perkembangan kajian dialektologi.
A. Istilah Dialektologi
Dialek berasal dari kata Yunani dialektos yang berpadanan dengan logat. Kata
ini mula-mula digunakan untuk menyatakan sistem kebahasaan yang digunakan
oleh suatu masyarakat yang berbeda dari masyarakat lainnya yang bertetangga
tetapi menggunakan system yang erat hubungannya. Sementara itu, dialektologi
berasal dari paduan kata dialek yang berarti variasi bahasa dan logi berarti ilmu.
Berdasarkan etimologi kata itu, dialektologi adalah ilmu yang mempelajari dialek
atau ilmu yang mempelajari variasi bahasa. Chambers dan Trudgill (1980:3)
mengatakan bahwa dialektologi adalah suatu kajian tentang dialek atau dialekdialek. Sementara itu, Keraf (1996:143) menyatakan dengan menggunakan istilah
geografi dialek adalah cabang ilmu bahasa yang khusus mempelajari variasi-variasi
bahasa berdasarkan perbedaan lokal dari semua aspeknya. Aspek bahasa yang
dimaksud mencakupi fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon serta semantik.
Dilihat dari cakupan ilmu yang membawahinya, dialektologi merupakan
sebuah cabang dari kajian linguistik yang timbul antara lain karena dampak
kemajuan kajian linguistik komparatif atau linguistik diakronis. Dialektologi juga
dikenal dengan nama geografi dialek atau geolinguistik. Kedua nama itu muncul
karena adanya penyempitan bidang kajian dialektologi ‘ilmu tentang variasi bahasa’
kini menyempit menjadi telaah variasi bahasa secara spasial. Distribusi variasi
bahasa secara geografis pada dasarnya berhubungan erat dengan linguistik
bandingan karena keduanya sama-sama mempelajari hubungan yang terdapat di
dalam ragam-ragam bahasa. Dalam perkembangan selanjutnya, dialektologi
2
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
cenderung memaparkan hubungan antarragam bahasa dengan bertumpu pada
satuan ruang tempat terwujudnya ragam-ragam itu pada saat penelitian itu
dilakukan sehingga kesimpulan yang dihasilkan dapat diperiksa kebenarannya
(Lauder, 2001:1).
Dalam dialektologi, hasil akhir analisisnya secara diakronis
mengacu pada prabahasa yang berupa pemetaan bahasa sebagai visualisasi
sehingga kebenarannya dapat diperiksa, sedangkan linguistik bandingan, hasil
akhirnya mengacu pada proto bahasa yang berupa asumsi sebagai hasil
rekonstruksi sehingga kebenarannya sulit dibuktikan.
B. Sejarah Kelahiran Dialektologi
Dialektologi lahir pada waktu adanya pengaruh oleh aliran Romantik di Eropa
terhadap bidang linguistik yang mengilhami gagasan untuk melestarikan bahasabahasa yang dianggap lebih wajar dijumpai di dalam kehidupan sehari-hari. Pada
waktu itu terdapat pandangan yang berasumsi bahwa bahasa-bahasa baku tidak
mencerminkan keaslian karena terdapat banyak penyimpangan dari bahasa yang
wajar yang dipakai sehari-hari oleh masyarakat penuturnya. Hal itu terkait dengan
temuan hukum perubahan bunyi tanpa kecuali oleh Kaum Neogrammarian.
Perubahan bunyi tersebut dimungkinkan dapat menyebabkan suatu dialek
mengalami kepunahan. Jika dihubungkan dengan keadaan sebelumnya, hal itu
dapat dipahami karena terdapat penilaian tentang adanya bahasa yang bagus
(bahasa baku) dan bahasa yang tidak bagus (dialek). Kemudian timbul reaksi untuk
menentang pandangan serupa itu. Misalnya, di Italia ada upaya menerjemahkan
cerita klasik Italia berjudul de Cameron ke dalam dua belas dialek bahasa Italia.
Semula cerita itu tersimpan dalam bahasa Latin Klasik yang dipandang sebagai
bahasa yang indah, mulia, dan berprestise tinggi. Oleh karena itu, Italia dipandang
sebagai tempat awal lahirnya kajian dialektologi.
Dari kajian Linguistik Komparatif, sebagaimana dikemukakan oleh Meillet
(1967:69) mula-mula diperkirakan bahwa bahasa asal atau protobahasa dari bahasabahasa sekerabat merupakan bahasa yang satu atau seragam (ada suatu kesatuan).
3
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Hal itu berpengaruh terhadap pandangan untuk mengupayakan adanya suatu
bahasa baku yang lebih mendukung kesatuan dan persatuan. Selain itu, Meillet
(1967:69) juga menegaskan bahwa istilah dialek dipergunakan dalam hubungannya
dengan keadaan bahasa di Yunani yang terdapat perbedaan-perbedaan bahasa yang
dipergunakan
oleh
pendukungnya
masing-masing,
namun
tidak
sampai
menyebabkan mereka merasa mempunyai bahasa yang berbeda. Perbedaanperbedaan tersebut tidak menghalangi mereka untuk merasa memiliki satu bahasa
yang sama. Oleh karena itu, Meillet (1967:70) berpendapat bahwa ciri utama dialek
adalah perbedaan atau keragaman dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan.
Selain ciri khusus yang dikemukakan Meillet, ada dua ciri umum yang dimiliki
dialek, yaitu (1) dialek merupakan seperangkat bentuk ujaran lokal (setempat) yang
berbeda-beda yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih saling mirip
dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama, dan (2) dialek
tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa (Meillet, 1967:69).
Dialek-dialek tidak selalu meliputi semua bentuk ujaran suatu bahasa secara
lokal. Misalnya dialek bahasa Jawa di daerah Sragen, Karanganyar, dan Wonogiri
mempunyai ciri-ciri yang sama dengan dialek bahasa Jawa Solo-Yogyakarta, akan
tetapi bukan dialek bahasa Jawa Solo-Yogyakarta. Dialek-dialek tersebut merupakan
identitas daerah setempat meskipun terdapat kesamaan ciri-ciri akibat kontak
antarpendukung masing-masing dialek. Kemudian dalam perkembangannya, salah
satu dialek yang kedudukannya sederajat itu secara bertahap diterima sebagai
bahasa baku (standar) oleh seluruh penutur di daerah pakai (daerah yang
penuturnya menuturkan) dialek-dialek itu. Faktor-faktor yang menentukan dalam
penobatan atau pengakuan suatu dialek menjadi bahasa baku adalah politik,
budaya, dan ekonomi. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan adanya
faktor lain yang juga turut menentukan, misalnya faktor historis (Meillet, 1967:72;
Petyt, 1980:63). Dalam bahasa Jawa, dialek Solo-Yogya dinobatkan menjadi dialek
baku karena ditentukan oleh faktor politik, budaya, dan ekonomi pada saat kejayaan
kerajaan Jawa yang berpusat di Surakarta dan Yogyakarta. Karena faktor historis
4
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
tersebut, sampai sekarang dialek Solo-Yogya masih diakui sebagai dialek baku
dalam bahasa Jawa. Dalam bahasa Sunda, dialek Bandung dinobatkan sebagai
bahasa baku. Hal itu disebabkan oleh faktor politik, budaya, dan ekonomi. Bandung
atau ‘Bumi Siliwangi’ merupakan pusat politik, budaya, dan ekonomi pada masa
kerajaan Padjadjaran. Bahkan, sampai sekarang Bandung merupakan pusat budaya
Sunda sekaligus pusat budaya inovasi (pembaruan) dalam bahasa Sunda. Bahasa
Sunda di kota Bandung oleh Ayatrohaedi (1979:9) disebut sebagai basa sakola ‘bahasa
sekolah’ atau basa Sunda lulugu yang dapat dijadikan tolok ukur atau bahasa Sunda
standar.
C. Perkembangan Kajian (Mazhab) Dialektologi
Mula-mula kajian dialektologi berkembang di Eropa, yakni Italia kemudian
berkembang di Jerman dan Perancis. Karena itu Italia adalah tanah kelahiran
dialektologi. Kajian dialektologi kemudian menyebar ke India, Amerika, dan
berbagai negara lainnya termasuk Indonesia.
a. Perkembangan Kajian Dialektologi di Jerman
Kajian dialektologi mulai berkembang sesudah tahun 1875 semenjak upaya
pemahaman tentang perubahan bahasa secara diakronis terhadap sistem bahasa
yang meliputi berbagai tataran kebahasaan (meliputi fonetik-fonologi, leksikon,
gramatika, dan semantik) semakin maju. Lehmann (dalam Fernandez, 1993/1994:5)
menggunakan istilah geografi dialek (dialect geography) untuk menyebut kajian
dialektologi.
Tahun 1876 seorang filsuf Jerman bernama Gustav Wenker, pertama kali
membuat pemetaan dialek bahasa Jerman untuk membuktikan teori kelompok Jung
Grammatiker yang mencetuskan Ausnahmslasigkeit de Lautgesetze yaitu ‘hukum
perubahan bunyi tanpa pengecualian’. Pemetaan itu dilakukan dengan cara
mengirimkan angket yang berisi empat puluh kalimat melalui jasa pos kepada para
5
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
guru sekolah di Rhenian yang disertai dengan petunjuk pengisian. Kalimat-kalimat
itu diterjemahkan oleh para guru ke dalam dialek setempat, sehingga Wenker dapat
menjaring variasi fonetis bahasa Jerman dialek Rhenian. Kemudian hasil analisisnya
dipetakan ke dalam enam buah peta. Dengan metode yang sama, Wenker
melakukan penelitian lagi tahun 1877 di Westitik pengamatanhalia, tahun 1879 di
sebagian Jerman Utara dan Jerman Tengah, dan 1887 melakukan penelitian ke
daerah lain yang masih termasuk daerah kekuasaan Jerman.
Akhirnya, dengan cara tersebut Wenker berhasil menghimpun variasi fonetis
dari seluruh wilayah Jerman yang meliputi sekitar 40.000 titik pengamatan dan
menghasilkan sebuah peta bahasa Jerman yang disebut Deutscher Sprachatlas.
Pemetaan
itu
memerlukan
waktu
sekitar
lima
puluh
tahunan
untuk
menggeneralisasikan data sebelum dipetakan. Setelah itu, penelitiannya diarahkan
pada pencarian hubungan yang ada di antara masalah luar bahasa yang dapat
menyebabkan timbulnya ragam-ragam bahasa. Akan tetapi, upayanya dikecam oleh
banyak ahli karena hanya merupakan hasil rekonstruksi atau pupuan sinurat
menurut Ayatrohaedi (1978:31) yang hanya menggunakan empat puluh kalimat
sederhana sebagai alat penjaring keragaman fonetis, bukan didasarkan pada
penelitian lapangan atau pupuan lapangan (Ayatrohaedi 1978:33). Pemetaan dengan
sistem mengirimkan angket yang berupa daftar tanyaan yang jumlahnya kurang
dari 200 buah seperti itu dapat disebut pemetaan bahasa mazhab Jerman. Di
Indonesia, mazhab Jerman itu dianut oleh Ayatrohaedi (1978) dalam melakukan
penelitian dialek-dialek bahasa Sunda. Ia menamai cara penelitian mazhab Jerman
dengan istilah metode pupuan sinurat.
b. Perkembangan Kajian Dialektologi di Perancis
Tahun 1875 ada anjuran dari Gaston Paris agar melakukan penelitian yang
terperinci mengenai dialek-dialek di seluruh wilayah Perancis. Bahkan, Paris juga
menganjurkan agar membuat peta fonetik untuk seluruh Perancis. Pemikiran
6
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Gaston Paris inilah yang mendorong geografi dialek bertumpu pada peta-peta
bahasa sehingga geografi dialek tidak lagi menempel pada linguistik bandingan.
Tahun 1880, orang Swiss yang berbahasa Prancis bernama J.L. Gillieron
menyambut anjuran Gaston Paris dengan melakukan penelitian di daerah Vionnaz,
Swiss kemudian melanjutkan penelitian di daerah Rhone. Ia mengunjungi 43 desa
guna mencari keterangan tentang daftar tanyaan sebanyak 200 pertanyaan. Bidang
yang menjadi sasarannya adalah fonetik. Tahun 1897 Gillieron dan Edmont
melakukan penelitian geografi dialek di seluruh wilayah Perancis. Penelitian itu
menghasilkan peta bahasa Perancis yang disebut Atlas Linguistique de la France pada
tahun 1902-1910. Peta bahasa itu merupakan hasil penelitian lapangan secara
langsung yang dijaring dari 639 titk pengamatan (2% dari semua tempat yang
berbahasa Perancis) dengan menggunakan 1920 tanyaan leksikal dan 100 tanyaan
kalimat. Berbeda dengan peta bahasa Jerman, peta bahasa Perancis ini
membutuhkan waktu empat tahun untuk menyelesaikan proses pemetaan bahasa
tanpa digeneralisasikan terlebih dahulu (Pop dalam Lauder, 1993:28). Pemetaan
bahasa dengan melakukan penelitian lapangan secara langsung dan dengan
menggunakan daftar tanyaan leksikon dan kalimat yang berjumlah lebih dari 200
buah ini disebut pemetaan mazhab Perancis. Ayatrohaedi (1978) menggunakan
istilah metode pupuan lapangan untuk hal yang sama.
Dalam perkembangan selanjutnya, metode penelitian geografi dialek
mazhab Jerman hanya berkembang di beberapa negara saja, antara lain Swiss di
bawah pimpinan Stalder, Cekoslowakia di bawah pimpinan Vazny, Finlandia di
bawah pimpinan Lonnrot dan Castren, Hungaria di bawah pimpinan Zulnat dan
Erdely, Yunani di bawah pimpinan Pernot, dan Denmark di bawah pimpinan
Marius Kristensen. Sebaliknya, metode penelitian geografi dialek mazhab Perancis
berkembang di berbagai negara.
7
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
c. Perkembangan Kajian Dialektologi di India
Penelitian bahasa India dilakukan pada tahun 1927. Penelitian yang
dipimpin oleh Gierson itu bertujuan memetakan bahasa-bahasa di India. Dalam
penelitian itu, Gierson berhasil mengetahui bahwa di India terdapat 179 bahasa dan
544 dialek. Akhirnya, penelitian itu menghasilkan sebelas peta bahasa yang
mengikuti metode penelitian yang dikenal di Inggris, yaitu metode mazhab Perancis
(Chambers dan Trudgill, 1980:22). Di India, metode penelitian mazhab Perancis
lebih berkembang karena peneliti secara langsung dapat mengetahui konteks atau
jiwa data dialek yang dituturkan oleh informan. Bahkan, peneliti dapat
mengidentifikasi bunyi yang menjadi kekhasan dialek yang dituturkan oleh
informan sehingga analisis fonologis dengan cepat dapat segera dilakukan.
d. Perkembangan Kajian Dialektologi di Amerika
Tahun 1939 Amerika melakukan pemetaan bahasanya yang pertama di
bawah asuhan Hans Kurath. Pemetaan bahasa di Amerika bermula karena para
guru tidak tahu dengan pasti pelafalan mana yang dianggap baku dan yang
seharusnya diajarkan kepada para siswa. Masalah para guru itu berkembang
menjadi masalah “Manakah yang disebut dialek dan mana pula yang dapat disebut
bahasa baku?” Untuk itu, para ahli dialektologi Amerika segera melakukan
penelitian geogrefi dialek. Dalam pemetaan itu Kurath memasukkan strata sosial
sebagai dasar pemetaannya. Dengan demikian, Amerika adalah negara pertama
yang melakukan pemetaan bahasa berdasarkan strata sosial dengan menggunakan
metode penelitian mazhab Perancis (Kurath, 1972).
e. Perkembangan Kajian Dialektologi di Indonesia
Penelitian-penelitian geografi dialek bahasa daerah di Indonesia telah
banyak dilakukan meskipun jumlahnya belum sebanding dengan jumlah bahasa
daerah di Indonesia. Tahun 1990 baru 15 buku hasil penelitian geografi dialek yang
telah diterbitkan dari 54 penelitian yang telah dilakukan (Lauder, 1993:31)
8
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
mencakupi bahasa-bahasa di Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Kepulauan Nusa
Tenggara. Sementara itu, hasil-hasil penelitian geografi dialek yang belum
diterbitkan tercatat 39 buah, mencakupi bahasa-bahasa di Jawa (28,20%),
Bali
(25,65%), Sulawesi (23,08%), Sumatera (10,25%), Kepulauan Nusa Tenggara (7,69%),
dan Kalimantan (5,13%). Adapun bahasa-bahasa di wilayah kepulauan Maluku dan
Papua Barat belum tergarap.
D. Pertanyaan Penajaman
1. Dialektologi adalah ilmu tentang variasi bahasa berdasarkan perbedaan
geografis dan status sosial penuturnya. Jelaskan istilah-istilah yang berhubungan
dengannya berikut ini!
a. dialektos
b. logat
c. variasi bahasa
d. dialek
e. perbedaan
f.
geografi dialek
g. aspek kebahasaan
h. geolinguistik
i.
satuan ruang/tempat dan waktu
j.
sinkronis dan diakronis
k. prabahasa
2. Bagaimana sejarah kelahiran dialektologi?
3. Ilmu apakah yang paling berkaitan dalam sejarah kelahirannya?
4. Semboyan dialektologi yang menjadi ciri utamanya adalah perbedaaan dalam
kesatuan dan kesatuaan dalam perbedaaan. Apakah maksudnya?
5. Dalam dialektologi terdapat aliran atau mazhab Jerman dan mazhab Perancis.
Bagaimanakah perbedaan kedua mazhab tersebut?
9
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
6. Kajian dialektologi di India mengikuti mazhab apa? Siapakah yang pertama kali
mengembangkan kajian dialektologi di India? Hal-hal apakah yang menjadi
penanda keikutsertaannya pada mazhab tersebut?
7. Kajian dialektologi di Amerika mengikuti mazhab apa? Siapakah yang pertama
kali mengembangkan kajian dialektologi di Amerika? Hal-hal apakah yang
menjadi penanda keikutsertaannya pada mazhab tersebut?
8. Kajian dialektologi di Indonesia mengikuti mazhab apa? Hal-hal apakah yang
menjadi penanda keikutsertaannya pada mazhab tersebut?
9. Gambarkan hubungan interseksi antara dialektologi dengan linguistik, linguistik
historis komparatif, sosiolinguistik, geografi, dan sejarah! Berilah penjelasannya
secara singkat!
10
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
BAB II
INTERDISIPLIN
DIALEKTOLOGI
11
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Dialektologi merupakan ilmu interdisipliner, yaitu perpaduan dari berbagai
bidang ilmu. Untuk itu, dialektologi memiliki hubungan dengan linguistik,
linguistik historis komparatif, sosiolinguistik, geografi, dan sejarah.
A. Dialektologi dan Linguistik
Seiring dengan perkembangan teori linguistik, kajian dialektologi bertumpu
pada konsep-konsep yang dikembangkan dalam linguistik. Hal itu terjadi karena
dialektologi merupakan salah satu cabang linguistik. Konsep-konsep yang
dimaksud berkaitan dengan konsep-konsep linguistik umum, seperti konsep fonem
dan alofon, atau konsep fitur distingtif atau ciri pembeda (distingtive feature) untuk
bidang fonologi; konsep-konsep morf, morfem, alomorfemis dan morfofonemis
bidang morfologi; konsep-konsep frasa, klausa, dan morfosintaksis untuk bidang
sintaksis, dan seterusnya.
Dalam
bidang
fonologi,
konsep-konsep
tersebut
digunakan
untuk
mengidentifikasi unsur-unsur pembeda suatu dialek, seperti gejala penghilangan
atau pelesapan konsonan pada awal suku kedua sebelum akhir (penultima) dalam
Bahasa Jawa Kabupaten Semarang (BJKS) dari Bahasa Jawa Baku (BJB) berikut ini.
BJB
BJKS
Gloss
/wudl/ >
/udl/
‘pusar’
/wetan/ >
/etan/
‘timur”
/idu/
/idu/
‘meludah’
>
Pelesapan bunyi /w/ dan // pada awal kata itu merupakan salah satu bentuk
reduksi konsonan. Bunyi pada awal suku yang dilesapkan adalah konsonan yang
tergolong bunyi lemah.
12
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Dalam
bidang
morfologi,
konsep-konsep
tersebut
digunakan
untuk
mengidentifikasi unsur-unsur pembeda suatu dialek, seperti imbuhan di akhir
(sufiks) {-a} yang berfungsi sebagai pembentuk verba perintah (imperatif) yang
terjadi pada BJB tukunen > BJKS tukua ‘belilah’ dan gawanen > gawaa ‘bawalah’.
Sufiks tersebut melekat pada kata kerja (verba) yang berakhir dengan vokal (suku
terbuka). Dalam BJB, sufiks pemarkah imperatif yang melekat pada verba yang
berakhir dengan suku terbuka adalah {-nen}. Selain itu, identifikasi unsur pembeda
dialek pada tataran morfologi dapat berwujud pengulangan (reduplikasi) dan
pemajemukan.
Dalam
bidang
sintaksis,
konsep-konsep
tersebut
digunakan
untuk
mengidentifikasi unsur-unsur pembeda suatu dialek berwujud kata, frasa, dan
kalimat. Pembeda berwujud kata seperti kata tanya kapan ‘bilamana’ dalam BJKS
untuk menanyakan waktu pada kalimat tanya Kapan kowe lunga? ‘Bilamana kamu
pergi?’ Dalam BJB, kata tanya yang digunakan untuk menanyakan waktu ‘bilamana’
yaitu sesuk kapan. Pembeda berwujud frasa seperti frasa nomina konsep ‘rumah
ayah’ dalam bahasa Sunda Brebes (BSB) [imah baba?] sedangkan dalam bahasa
Sunda standar (BSS) [bumi bapa?]. Adapun pembeda berwujud kalimat tampak
pada kalimat bahasa Jawa standar (BJS) dan kalimat bahasa Jawa Brebes (BJB) yang
ditemukan Sasongko (1999:33) berikut.
(a) Sega kuwi wis takpangan.
(b) Sega kuwe wis dipangan inyong.
‘Nasi itu sudah kumakan/saya makan’
Dalam kalimat tersebut tampak bahwa sega kuwi (a) dan sega kuwe (b) merupakan
subjek kalimat, sedangkan wis takpangan (a) dan wis dipangan (b) merupakan
predikat. Adapun inyong (b) merupakan pelengkap. Dengan demikian, kalimat (a)
atau BJS berstruktur S-P, sedangkan kalimat (b) BJB berstruktur S-P-Pel. Perbedaan
itu terjadi pada kalimat yang predikatnya berupa verba diri seperti kalimat (b).
Konsep-konsep tersebut
dimanfaatkan
dalam
kerangka (1)
deskripsi
perbedaan unsur kebahasaan antara daerah titik pengamatan dalam penelitian dan
13
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
(2) deskripsi ciri-ciri kebahasaan yang menjadi penanda atau pembeda antara
dialek/subdialek yang satu dengan lainnya dalam suatu bahasa yang diteliti
(Mahsun 1995:15). Kajian dialek yang demikian menekankan pada kajian sinkronis
dialek geografi yang tujuan utamanya adalah pemetaan dialek atau varian bahasa.
Dalam kajian dialektologi diakronis, pandangan seperti itu tidak dapat
diterima. Kajian dialektologi hendaknya menekankan kedua aspek, yaitu sinkronis
maupun diakronis. Dalam hal ini, kajian diakronis bertujuan menyusun kembali
prabahasa dengan cara membandingkan unsur-unsur dialeknya dan menyusun
kembali sejarah daerah yang dialek-dialeknya diteliti. Keduanya dilakukan secara
bersama-sama sehingga persoalan yang berkaitan dengan ‘apa dan bagaimana’
perbedaan isolek karena faktor geografis dapat diungkap secara deskriptif maupun
historis.
B. Dialektologi dan Linguistik Historis Komparatif
Sebagaimana diketahui bahwa dialektologi lahir sebagai reaksi terhadap teori
perubahan bunyi yang dikembangkan oleh kaun Neogrammarian yang merupakan
puncak perkembangan kajian linguistik historis komparatif pada abad ke-19. Untuk
itu, linguistik historis komparatif mempunyai andil terhadap lahirnya kajian
dialektologi. Keduanya memiliki persamaan dalam penggunaan metode. Meskipun
demikian, dialektologi dan linguistik historis komparatif memiliki perbedaan yang
mendasar berkaitan dengan (a) dasar pijakannya, (b) tingkat kekunaan bahasa purba
yang direkonstruksi, (c) bahan (eviden) yang digunakan dalam rekonstruksi bahasa
purba, dan (d) wujud unsur inovasi yang menjadi kajiannya (Mahsun 1995:17).
Dalam kajiannya, dialektologi berpijak pada pencarian perbedaan, sedangkan
linguistik historis komparatif berpijak pada pencarian persamaan (secara historis)
dari unsur-unsur kebahasaan dialek atau bahasa yang diperbandingkan. Berkaitan
dengan tingkat kekunaan bahasa purba yang direkonstruksi dalam dialektologi
adalah sampai pada tingkat prabahasa dan bahan yang digunakan untuk
14
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
rekonstruksi adalah bahan (evidensi) yang terdapat pada dialek-dialek atau
subdialek-subdialek yang mendukung bahasa tersebut, seperti terlihat pada gambar
berikut ini.
Bahasa Jawa
BJBY
BJPW BJK
BJP
BJPM BJTG BJSM BJKS
BJS
BJR
BJT
BJKR BJM
BJSB
BJBW
Bahasa Jawa dialek Banyumas (BJBY) memiliki subdialek Purwoketo (BJPW) dan
subdialek Kebumen (BJK); bahasa Jawa dialek Pesisir (BJP) memiliki subdialek
Pemalang (BJPM), Tegal (BJTG), Semarang (BJSM), dan Kabupaten Semarang
(BJKS), dan Rembang (BJR); bahasa Jawa dialek Surakarta (BJS) memiliki subdialek
Karanganyar (BJKR); dan bahasa Jawa dialek Jawa Timur (BJT) memiliki subdialek
Madiun (BJM), Surabaya (BJSB), dan Banyuwangi (BJBW).
Sementara itu, tingkat kekunaan bahasa purba yang direkonstruksi dalam
linguistik historis komparatif sampai di atas prabahasa, yaitu protobahasa dan
bahan yang digunakannya adalah evidensi yang terdapat pada bahasa-bahasa yang
diperbandingkan. Dengan demikian, linguistik historis komparatif memberikan
sumbangan terhadap kajian dialektologi, yakni ada hubungan timbal balik atau
interseksi terutama pada aspek diakronis (historis) dan metode penelitiannya, baik
secara kuantitatif maupun kualitatif.
C. Dialektologi dan Sosiolinguistik
Dialektologi dan sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang sama-sama
mempelajari perbedaan unsur kebahasaan yang terdapat dalam suatu bahasa. Akan
tetapi, dialektologi lebih memusatkan kepada variasi atau perbedaan bahasa
15
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
berdasarkan
faktor
geografi
yang
telah
terjadi,
sedangkan
sosiolinguistik
memusatkan perhatian pada variasi atau perbedaan bahasa berdasarkan faktor
sosial yang sedang terjadi, seperti dalam studi pengaruh antardialek. Mengapa
dialek yang satu lebih kuat dan mempengaruhi dialek yang lain. Untuk menjawab
persoalan itu diperlukan kajian dari aspek sosiolinguistik, yaitu adanya
kemungkinan dialek yang kuat itu adalah dialek kota atau dialek yang para
penuturnya berstartus sosial tinggi, sedangkan dialek yang dipengaruhi adalah
dialek desa yang para penuturnya berstatus sosial rendah. Selain itu, temuantemuan dua kata yang pemakaiannya berbeda, tetapi maknanya sama dalam
dialektologi (diatopik) dapat dijelaskan secara sosiolinguistik (sintopik). Dengan
demikian,
sosiolinguistik
memberikan
satu
perspektif
baru
dalam
kajian
dialektologi berupa variabel sosial penuturnya dan konteks pemakaiannya, baik
konteks penutur, tempat, situasi, dan sebagainya. Jadi, terdapat hubungan timbal
balik atau hubungan interseksi antara kajian dialektologi (sinkronis) dengan
sosiolinguistik.
D. Dialektologi dan Geografi
Dialektologi merupakan disiplin ilmu yang mengkaji perbedaaan unsurunsur kebahasaan yang berkaitan dengan faktor geografis yang salah satu aspeknya
adalah pemetaan perbedaan tersebut di antara daerah-daerah pengamatan dalam
penelitian. Dalam penelitian dialek diperlukan informasi dan pengetahuan yang
berhubungan dengan geografi, seperti monografi desa atau daerah yang dialeknya
diteliti (jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, agama,
pendidikan, dan sebagainya; jenis penyakit yang pernah mewabah di daerah yang
dialeknya diteliti, jenis transportasi yang mendukung mobilitas penduduknya; letak
geografis daerah yang dialeknya diteliti; luas wilayah daerah yang dialeknya diteliti,
dan sebagainya. Semua informasi dan pengetahuan berkaitan dengan ilmu geografi.
Oleh karena itu, dialektologi memerlukan kontribusi dari geografi, salah satunya
16
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
seperti terlihat pada pemetaan leksikon dialek yang dituturkan di suatu wilayah
tertentu sebagai berikut.
Fungsi pemetaan itu sebagai upaya memvisualisasi letak geografis tempat
digunakannya suatu bentuk variasi bahasa tertentu. Namun, dilihat dari segi fungsi
pemetaan dapat dikatakan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan bidang ilmu
geografi tidak terlalu penting dalam kajian dialektologi karena kita dapat saja
menyebutkan suatu bentuk penggunaan unsur-unsur kebahasaan tertentu yang
berbeda dengan unsur-unsur kebahasaan lainnya dalam menyatakan hal yang sama
yang digunakan penutur di daerah pengamatan tertentu dengan menyebut nama
yang diberikan pada satuan daerah pengamatan. Misalnya desa atau dusun A, B, C
sesuai dengan tingkat (secara administratif) satuan daerah pengamatannya.
E. Dialektologi dan Sejarah
Perbedaan unsur-unsur kebahasaan dalam suatu dialek atau subdialek
tidaklah terjadi secara serentak dalam satu waktu, melainkan melalui fase
perkembangan yang panjang yang dialami oleh penutur bahasa itu. Karena itu,
pembentukan dialek atau subdialek dalam suatu bahasa berkaitan dengan sejarah
17
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
yang dialami oleh penutur itu sendiri. Berkaitan dengan hal itu, dialektologi
berhubungan dengan sejarah dalam arti saling mengisi. Kontribusi ilmu sejarah
pada kajian dialektologi, misalnya berkaitan dengan penentuan bentuk yang
digunakan untuk merealisasi suatu makna dalam suatu dialek atau subdialek
tertentu sebagai bentuk asli atau pinjaman. Upaya itu dilakukan jika penelusuran
bentuk asli atau pinjaman itu tidak dapat dilakukan berdasarkan perubahan bunyi
dalam dialek atau subdialek itu. Sebaliknya, kontribusi dialektologi pada ilmu
sejarah berkaitan dengan rekonstruksi sejarah (dalam pengertian yang terbatas)
daerah yang batasannya diteliti. Sebagai contoh, dalam sejarah Sumbawa
disebutkan Mahsun (1995) bahwa pada tahun 1723 kerajaan Selaparang Lombok
diserang oleh Raja Karang Asem. Sebagai akibat dari hal itu sampai sekarang ini
terdapat perkampungan tertentu yang penduduknya mengaku berasal dari
Sumbawa. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sesungguhnya nenek moyang
orang Sumbawa yang tinggal di pulau Lombok tersebut berasal dari Jereweh (Datu
Jereweh). Mereka menyebut diri dan menamakan tempat tinggal mereka serupa
dengan nama kerajaan di Sumbawa (Datu Seran dan Datu Tilawang) berkaitan
dengan segi keamanaan. Hal ini disebabkan kedua kerajaan tersebut cukup terkenal
dengan prajurit yang berani di masa lalu yang salah satu buktinya keduanya pernah
menjalin hubungan dengan kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Hayam
Wuruk.
Zulaeha (2003) menemukan asal mula desa Ngoho yang berada di
Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang titik pengamatan 2, cikal bakalnya
adalah Kyai dan Nyai Ngoho. Kedua suami istri tersebut adalah seorang punggawa
kraton Solo yang mengasingkan diri karena terjadi peperangan. Karena itu, wajar
jika di daerah itu ditemukan unsur relik yang dituturkan penutur dan penduduk
asli , seperti [latu] dan [brm] pada konsep ‘api’. Kekhasan unsur relik itu sulit
dilacak di daerah yang dialeknya diteliti apabila tanpa bantuan sejarah.
18
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Dalam kajian dialektologi sinkronis dan diakronis atau historis kajian
dialektologi, ada dua bidang yang memberikan kontribusi kepada dialektologi,
yaitu sosiolinguistik dan linguistik historis komparatif. Sosiolinguistik memberikan
satu perspektif baru dalam kajian dialektologi sinkronis berupa variabel sosial
penutur dialek dalam kajian dialek sosial atau sosiodialektologi. Linguistik historis
komparatif
membidani lahirnya dialektologi terutama pada metode kajiannya,
seperti instrumen yang berupa daftar tanyaan, dan metode analisis data (metode
dan teknik leksikostatistik dan glotokronologi). Dengan demikian, ada hubungan
interseksi (‘interbagian’) antara kajian dialektologi dengan sosiolinguistik dan antara
lingustik historis komparatif dengan sosiolinguistik. Hubungan interseksi tersebut
digambarkan sebagai berikut.
Hubungan Interseksi Dialektologi, Sosiolinguistik,
dan Linguistik Historis Komparatif
Interseksi A adalah suatu butir linguistik dengan variannya dapat dipandang
sebagai identitas kelompok-kelompok sosial tertentu dalam suatu wilayah pakai
dialek tertentu (aspek sosiolinguistik). Hal tersebut memperlihatkan wujud konkrit
dari suatu dialek yang sebenarnya yang merupakan suatu system linguistik yang
tidak pernah seragam. Bersamaan dengan itu, varian-varian itu memiliki tempatnya
19
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
masing-masing, misalnya varian X merupakan unsur dari dialek P dan varian Y
merupakan unsur dari dialek Q dan seterusnya (aspek dialektologi).
Interseksi B memperlihatkan letak varian X dan Y dalam urutan
pembentukannya dalam lingkup bahasa-bahasa serumpun (aspek linguistik historis
komparatif). Kajian varian dari suatu system linguistik yang terletak dalam
interseksi B ini yang dapat membuktikan bahwa setiap kata mempunyai sejarahnya
sendiri, seperti dikemukakan Gillieron atau Hugo Schuchardt pada akhir abad XIX
atau awal abad XX.
F. Pertanyaan Penajaman
1. Bagaimana hubungan dialektologi dengan aspek-aspek kebahasaan di dalam
linguistik bidang:
a) fonologi
b) morfologi
c) sintaksis
d) leksikon
e) semantik ?
2. Bagaimana perbedaan yang mendasar antara dialektologi dengan linguistik
historis komparatif pada:
a) dasar pijakannya
b) tingkat kekunaan bahasa yang direkonstruksi
c) bahan (eviden) yang digunakan dalan rekonstruksi
d) wujud unsur inovasi yang menjadi kajiannya?
3. Apakah
kesamaan
dan
perbedaan
fokus
kajian
dialektologi
dengan
sosiolinguistik? Bagaimana hubungan interseksi antara keduanya?
4. Bagaimana hubungan antara dialektologi dengan geografi? Apakah fungsi
pemetaan dalam dialektologi?
5. Bagaimana kontribusi kontribusi sejarah terhadap dialektologi dan dialektologi
terhadap sejarah?
20
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
BAB III
PERTUMBUHAN
DAN
PERKEMBANGAN DIALEK
21
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua hal yang serupa tetapi
tidak sama. Sebagaimana tumbuhan, dialek juga mengalalami pertumbuhan dan
perkembangan. Faktor non-kebahasaan dan faktor kebahasaan sangat menentukan
pertumbuhan dan perkembangan dialek.
A. Pertumbuhan Dialek
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Alwi, dkk. (2005: 1220) menyatakan
konsep tumbuh adalah timbul (hidup) dan bertambah besar atau sempurna (tentang
benih tanaman, bagian tubuh seperti rambut, gigi, dan sebagainya). Pertumbuhan
bermakna ‘hal tumbuh’, ‘perkembangan kemajuan’. Pertumbuhan dialek adalah
timbul atau munculnya suatu dialek dan bertambah besar atau sempurna yang
mengarah pada kemajuan. Pertumbuhan suatu dialek disebabkan oleh faktor non
kebahasaan dan kebahasaan. Faktor non-kebahasaan, seperti keadaan alam, antara
lain daerah yang terpencil, mempengaruhi ruang gerak penduduk setempat untuk
dapat berkomunikasi dengan dunia laur sehingga mobilitasnya cenderung rendah.
Selain keadaan alam, batas alam, seperti batas politik, ekonomi, dan cara hidup
tercermin dalam dialek yang bersangkutan. Bahkan, timbulnya dialek disebabkan
oleh adanya hubungan dan keunggulan bahasa-bahasa yang terbawa oleh para
penuturnya ketika terjadi perpindahan penduduk, penyerbuan, atau penjajahan
suatu daerah atau bangsa. Seperti, pertumbuhan bahasa Jawa di Lampung yang
melahirkan bahasa Jawa dialek Lampung yang berbeda dengan bahasa Jawa SoloYogya akibat perpindahan penduduk (transmigrasi bedhol desa ‘penduduk seluruh
desa’) yang digalakkan pemerintah pada waktu itu.
Faktor kebahasaan yang menyebabkan pertumbuhan suatu dialek adalah
peranan dialek atau bahasa yang bertentangga. Dalam proses terjadinya dialek,
dialek atau bahasa yang bertetangga ini sangat menentukannya karena masuknya
anasir kosa kata, struktur, dan cara pengucapan atau pelafalan. Anasir, kosa kata,
struktur, dan pelafalan dialek atau bahasa tetangga berinteraksi dengan dialek atau
bahasa daerah tertentu sehingga pertemuan antara dua dialek atau bahasa yang
22
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
bertetangga memunculkan dialek atau bahasa yang berbaru atau berbeda, seperti
bahasa Jawa di Ketanggungan, Brebes yang bertetangga dengan bahasa Sunda
memunculkan varian baru atau dialek bahasa Jawa. Setelah di antara dialek tersebut
diangkat menjadi bahasa baku, peranan bahasa baku tidak dilupakan. Pada
gilirannya, bahasa baku juga terpengaruh oleh dialek atau bahasa daerah pakainya
maupun dari dialek atau bahasa tetangganya.
B. Perkembangan Dialek
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Alwi, dkk. (2005:538) menyatakan
konsep berkembang adalah ‘menjadi besar (luas, banyak, dan sebagainya)’ atau
‘menjadi banyak (merata, meluas, dan sebagainya)’. Adapun perkembangan adalah
‘ihwal berkembang’ atau ‘perihal menjadi banyak (merata, meluas)’. Perkembangan
dialek dimaksudkan adalah wilayah pemakai dialek meluas. Perkembangan dialek
dapat dikelompokkan menjadi dua arah, yaitu perkembangan membaik dan
perkembangan memburuk. Perkembangan membaik itu tampak apabila suatu
dialek mengalami perluasan wilayah pakai dan jumlah penuturnya bertambah dan
atau dinobatkan menjadi dialek baku. Sementara, perkembangan memburuk itu
terjadi jika suatu dialek semakin berkurang penuturnya dan semakin berkurang
pula wilayah pakainya atau malah lenyap. Kedua jenis perkembangan itu
dipengaruhi oleh faktor luar bahasa. Faktor-faktor luar bahasa sangat menentukan
perkembangan dialek, misalnya dalam hal peningkatan dan penobatannya menjadi
dialek baku dari bahasa yang bersangkutan.
Sama halnya dengan perkembangan membaik, perkembangan memburuk
juga disebabkan oleh berbagai faktor yang pada umumnya berupa faktor luar
bahasa. Faktor-faktor tersebut sebagai berikut.
1) Masuknya unsur-unsur bahasa nasional ke dalam bahasa daerah, dan masuknya
bahasa nasional dan bahasa baku bahasa daerah ke dalam dialek. Masukan atau
susupan itu dapat terjadi melalui berbagai saluran, baik resmi maupun tidak
resmi, seperti sekolah atau lembaga pendidikan dan saluran budaya.
23
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
(a) Sekolah atau lembaga pendidikan.
Di kota-kota ada kecenderungan untuk menjadikan bahasa Indonesia (BI)
sebagai bahasa pengantar di kelas pada sekolah dasar. Ironisnya, anak-anak
sekolah dasar merasa asing ketika mengikuti pelajaran bahasa daerah dan ketika
mereka diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan bahasa daerah. Gejala-gejala
itu menunjukkan adanya pergeseran bahasa daerah oleh bahasa nasional.
(b) Saluran budaya.
Susupan melalui saluran budaya terjadi antara lain oleh adanya surat kabar,
televisi, radio, buku, majalah, dan film. Surat kabar merupakan media cetak
yang cepat memberikan pengaruh terhadap budaya karena informasinya yang
mutakhir yang dapat dibaca oleh masyarakat luas dari kota sampai ke desa
karena adanya Koran masuk desa. Perubahan atau peristiwa apapun segera
dapat diperoleh oleh pembaca. Karena itu, surat kabar memberikan pengaruh
terhadap budaya daerah karena masuknya budaya internasional, nasional, atau
daerah lain. Sementara itu, media elektronik, seperti televisi dan radio
merupakan sarana informasi yang cepat terutama pengaruhnya terhadap
perubahan budaya. Hampir setiap rumah di desa, bahkan di kota memiliki
sarana elektronik itu. Dengan demikian, tidak mustakhil jika masyarakat
cenderung mudah beradaptasi dengan budaya baru karena setiap hari mereka
menikmati sajian yang menarik mulai berita sampai hiburan. Mereka tidak
sempat lagi membaca atau mendengarkan berita atau hiburan berbahasa daerah.
Bahkan, anak-anak cenderung mematikan atau memindahkan gelombang
televisi atau radio jika ada siaran berbahasa daerah. Fenomena inilah yang turut
menyebabkan perkembangan memburuk suatu dialek khususnya, dan bahasa
daerah umumnya.
2) Faktor sosial.
Seiring dengan semakin membaik taraf sosial-ekonomi masyarakat, semakin
membaik
pula
taraf
pendidikan
masyarakat.
Pada
umumnya mereka
meninggalkan kampung halaman untuk mencari ilmu atau bekerja, seperti
24
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
pedagang, buruh, pegawai daerah, dan sebagainya. Setiap pagi mereka datang
ke kota dan sorenya mereka kembali ke kampung halaman bagi pekerja yang
mobilitas sirkulasi. Sementara para mahasiswa (orang yang belajar di perguruan
tinggi) dari kampung itu merasa malu ketika menggunakan dialek di daerahnya.
Mereka cenderung menggunakan bahasa yang dianggapnya berprestise dalam
pergaulan sehari-hari. Kebiasaan itu juga dilakukannya dalam berbahasa seharihari ketika mereka kembali ke kampung halaman. Kebiasaan itu kemudian
diikuti oleh kelompoknya dan masyarakat di lingkungannya karena mereka
dipandang sebagai orang berpengalaman.
Dengan demikian, tingkat mobilitas suatu masyarakat cenderung tinggi
sehingga bahasa yang dituturkan juga turut terpengaruh oleh bahasa daerah lain
dan atau bahasa nasional, bahkan bahasa asing. Fenomena tersebut merupakan
faktor yang mempengaruhi perkembangan memburuk suatu dialek tertentu. Di
sisi lain, hal itu dapat menjadi faktor penyebab perkembangan membaik suatu
dialek yang mempengaruhi karena jumlah penuturnya bertambah dan wilayah
pakainya juga meluas. Perkembangan dialek membaik itu terjadi jika penutur
suatu dialek itu loyal (posisi dialek kuat) terhadap dialeknya sehingga dapat
mempengaruhi penutur dialek lain. Sebaliknya, perkembangan memburuk
terjadi jika penutur suatu dialek itu tidak loyal (posisi dialek lemah) sehingga
dapat dipengaruhi penutur dialek lain.
C. Pertanyaan Penajaman
1. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan hal yang serupa, tetapi tidak sama.
Jelaskan konsep dasarnya!
2. Pertumbuhan suatu dialek dipengaruhi oleh faktor nonkebahasaan dan
kebahasaan.
Bagaimana
faktor-faktor
nonkebahasaan
mempengaruhi
pertumbuhan suatu dialek? Bagaimana faktor kebahasaan mempengaruhi
pertumbuhan suatu dialek?
25
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
3. Perkembangan dialek dapat dikelompokkan menjadi dua arah, perkembangan
membaik dan memburuk. Berilah contoh
perkembangan membaik! Berilah
contoh perkembangan memburuk!
26
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
BAB IV
KEANEKAAN DIALEK
27
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Berdasarkan objek kajiannya, dialek dibedakan atas dialek geografi dan
dialek sosial. Dialek geografi merupakan awal mula kajian dialektologi yang
mendasarkan pada variasi bahasa secara struktural geografis. Adapun dialek sosial
mendasarkan pada variasi bahasa pada kelompok-kelompok sosial masyarakat
penuturnya.
A. Dialek Geografi
Dialek Geografi merupakan cabang linguistik yang bertujuan mengkaji
semua gejala kebahasaan secara cermat yang disajikan berdasarkan peta bahasa
yang ada. Keraf (1996:143) menyebutnya dengan istilah geografi dialek. Karena itu,
salah satu tujuan umum dalam kajian ini yaitu pemetaan gejala kebahasaan dari
semua data yang diperoleh dalam daerah penelitian. Garis yang memisahkan setiap
gejala kebahasaan dari lingkungan varietas bahasa berdasarkan wujud atau sistem
kedua lingkungan yang berbeda disebut dengan istilah heteroglos (Hans Kurath,
1972). Chambers dan Trudgill (1980) menggunakan istilah isoglos untuk mengacu
pada garis yang ditarik antara titik pengamatan yang satu dengan titik pengamatan
yang lain yang sepanjang batas yang tidak termasuk ciri-ciri linguistik yang khas.
Istilah isoglos mula-mula digunakan oleh Masica (1976 dalam Lauder 2001:7).
Heteroglos berguna sebagai garis pemisah yang dapat memberikan
gambaran
situasi isoglos dalam daerah penelitian. Adapun gambaran isoglos
adalah menunjang inventarisasi bahasa-bahasa daerah di Indonesia yang
sedemikian banyaknya. Tujuan umum dialek geografi ini adalah tersedianya data
bahasa bagi peneliti linguistik lain, seperti bagi linguistik histroris komparatif. Selain
data, telaah dialek berguna sebagai sumbangan berharga bagi usaha rekonstruksi
dan pengelompokan bahasa (Kaswanti Purwo dan Collins 1985 : 11).
Sejarah penelitian dialek geografi di Indonesia mencatat adanya minat
sejumlah sarjana yang telah melakukan penelitian geografi dialek dibeberapa bahasa
di Indonesia. Perkembangan kajian dialektologi di Indoneeia dimulai dengan kajian
dialek geografi bahasa sasak di Lombok oleh A. A. Teeuw (1958). Kajian geografis
28
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
dialek bahasa Sunda dilakukan oleh Bernd Nothofer (1975). Bernd Nothofer
melakukan pula kajian geografi dialek bahasa di daerah Jawa Barat dan Jawa
Tengah dilengkapi dengan pemetaan bahasa dan penjelasannya (Nothofer 1980).
Sebagai kelanjutannya, kajian dialek geografi bahasa Jawa di Jawa Tengah
dilengkapi dengan pemetaan bahasa dilakukan pula (Nothofer 1981).
Kemudian kajian dialek dilakukan oleh Ayatrohaedi (1978) terhadap dialek
bahasa Sunda di Cirebon. Pada waktu yang hampir bersamaan dengan Grijns
melakukan penelitian dialek geografi Melayu Jakarta. Terbitan karya Grijns baru
muncul pada tahun 1990 dengan Judul kajian bahasa Melayu-Betawi. Analisis
Geografi Dialek Bahasa Bali dikerjakan Bawa (!983). Demikian pula kajian tentang
Bahasa Using, dialek bahasa Jawa di Banyuwangi. dilakukan oleh Herusantosa
(1987). Kajian geografi dialek di Minahasa Timur laut dilakukan oleh Akundani
(1991). Demikian pula kajian lain tentang geografi dialek oleh Multamia Lauder
dilakukan terhadap bahasa Sunda, Jawa, dan Melayu di Kabupaten Tangerang, Jawa
Barat (1990).
B. Dialek Sosial
Dialek sosial adalah ragam
bahasa yang dipergunakan oleh kelompok
tertentu yang membedakannya dari kelompok masyarakat lainnya. Kelompok itu
terdiri atas pekerjaan, usia, kegiatan, jenis kelamin, pendidikan, dan sebagainya. Ciri
yang paling khusus dikenal adalah argot atau slang. Sampai dengan akhir abad ke19 argot masih diartikan sebagai bahasa khusus kaum petualang, pencuri dan
pengemis dan hanya dipergunakan untuk dan oleh mereka saja. Kemudian meluas
menjadi lebih atau kurang teknis, lebih atau kurang kaya, lebih atau kurang indah
dan dipergunakan oleh mereka yang berasal dari kelompok profesi yang sama.
Dalam perkembangannya, dialek sosial dalam kajian dialektologi mengacu
pada dialek yang dituturkan oleh penutur di daerah tertentu berdasarkan variabel
sosial penuturnya. Dialek ini dimungkinkan mengalami perbedaan antara penutur
29
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
dari variabel sosial tertentu dengan variabel sosial yang lain meskipun mereka
berada dan berasal di daerah yang sama.
Zulaeha (2000) dalam penelitiannya tentang pemakaian bahasa Jawa di
Kabupaten Semarang menemukan adanya variasi bunyi [U] dan [] yang
merupakan alofon fonem /u/ dalam
konsep ‘getah’ pada kata tlutuh terdapat
variasi [tlutUh] dan [tluth]. Variasi bunyi [tlutUh] >[U] cenderung dituturkan oleh
pegawai yang berpendidikan tinggi berusia tua maupun muda. Sebaliknya, variasi
bunyi [tluth] > [] cenderung dituturkan oleh pegawai maupun non-pegawai
berpendidikan rendah berusia tua maupun muda di titik pengamatan kota. Di titik
pengamatan desa, variasi bunyi [] juga dituturkan oleh non-pegawai yang
berpendidikan tinggi berusia tua maupun muda. Penuturan itu terjadi karena
penutur non-pegawai yang berpendidikan tinggi berusia tua dalam kehidupan
sehari-hari bekerja sebagai petani yang memiliki ladang sendiri. Ladang tersebut
dikerjakannya dengan dibantu oleh para buruh tani. Karena itu, dialek atau isolek
yang dituturkan mencerminkan lingkungannya dengan tujuan tuturannya dalat
dipahami dan diterima oleh lingkungannya. Dengan demikian, dialek yang
dituturkan oleh penutur berdasarkan variabel sosial mencerminkan lingkungan dan
budaya masing-masing. Dialek yang dituturkan disebut isolek.
C. Pertanyaan Penajaman
1. Apakah kajian dialek geografi?
2. Jelaskan tujuan kajian dialek geografi sinkronis dan diakronis!
3. Apakah kajian dialek sosial?
4. Apa yang dimaksud isolek?
5. Bagaimana perkembangan kajian dialek sosial dalam dialektologi?
30
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
BAB V
CIRI PEMBEDA DAN PENENTU
DIALEK DAN BAHASA
31
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Dialek merupakan subbahasa. Sebagai subbahasa, dialek memiliki ciri-ciri
yang dimiliki bahasa. Untuk menentukan apakah evidensi yang dituturkan suatu
masyarakat di daerah tertentu adalah bahasa ataukah dialek, perlu diketahui cirriciri yang dapat membedakan keduanya secara jelas. Kapan evidensi itu disebut
bahasa dan kapan evidensi itu disebut dialek.
A. Pembeda dan Penentu Dialek
Dalam bahasa Indo-Eropa, Meillet (1967:74) mencatat bahwa dialek tidak
dapat ditentukan secara pasti kecuali ditetapkan berdasarkan sistem fonetisfonologis, morfologis, sintaktis, dan leksikal. Sejalan dengan hal itu, Guiraud (1970
dalam Ayatrohaedi 1978:3-5) menyatakan bahwa ada lima macam ciri pembeda
dialek. Kelima perbedaan itu diuraikan sebagai berikut.
1) Perbedaan fonetik (Guiraud, 1970:12), polimorfemis (Seguy, 1973:6), atau
alofonik (Dubois, dkk., 1973:21). Perbedaan ini berada di bidang fonologi dan
umumnya penutur dialek atau bahasa itu tidak menyadari adanya perbedaan
tersebut, seperti:
BJStandar
BJKudus
sumsum [sumsUm]
sungsum [susUm]
‘isi tulang’
gendeng [gnD]
kenteng [knT]
‘genting’
Konsonan nasal [m] sumsum dalam bahasa Jawa standar dilafalkan nasal []
susum oleh informan bahasa Jawa Kudus. Selain itu, kleman marekan [klman
markan] dilafalkan klemang marekan [klma markan] oleh informan dalam bahasa
Jawa Kabupaten Semarang. Perbedaan pelafalan bunyi nasal [m] dengan [g] dan
nasal [n] dengan [] tersebut tidak sampai membedakan maknanya. Dalam bahasa
Melayu, terdapat pelafalan yang berbeda, antara [merah] dengan [mirah] (Melayu
Bangka) ‘merah’. Perbedaan pelafalan bunyi vokal [e] dengan [i] itu juga tidak
membedakan maknanya.
32
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Perbedaan fonetik dalam suatu dialek dapat terjadi pada vokal maupun
konsonan. Sasangka (1999) menemukan perbedaan fonetik vokal antara bahasa Jawa
Standar (BJS) dengan bahasa Jawa Brebes (BJB), seperti berikut.
BJS
BJB
Makna
[manU?]
[manuk]
‘burung’
[bibIt]
[bibit]
‘benih’
[waluku]
[wluku]
‘alat membajak sawah’
[coro]
[cr]
‘kecoak’
Perbedaan fonetik itu berupa variasi vokal belakang /u/ berposisi rendah
[U] dalam BJS dengan /u/ tinggi [u] dalam BJB. Perbedaan fonetik juga terjadi pada
konsonan, berupa variasi konsonan, yakni variasi fonem [?] dalam BJS dengan [k]
dalam BJB dan fonem [k] dalam BJS dengan [g] dalam BJB.
BJS
BJB
Makna
[busa?]
[busk]
‘hapus’
[ana?]
[anak]
‘anak’
[karo]
[gar]
‘dengan’
[ktak]
[gtak]
‘jitak’
[manU?]
[manuk]
‘burung’
2) Perbedaan semantik, yaitu terciptanya kata-kata baru berdasarkan perubahan
fonologis atau geseran bentuk dan bentuk kata yang berbeda. Dalam peristiwa
tersebut, biasanya terjadi pula geseran makna kata itu. Geseran tersebut
bertalian dengan dua corak, yaitu sinonimi dan homonimi. Dalam hal ini,
sinonimi atau padan kata atau sama makna adalah pemberian nama (penanda)
yang berbeda untuk suatu objek (petanda) yang sama di beberapa tempat yang
berbeda. Misalnya, [siym] BJKudus, [jipa] BJSemarang dengan [Jpan]
BJStandar ‘labu siyam’ dan [klr] BJStandar dengan [smapUt] BJKudus
‘pingsan’. Geseran yang dikenal dengan homonimi yaitu pemberian nama yang
sama untuk hal yang berbeda di beberapa tempat yang berbeda. Seperti [mari]
33
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
BJSolo berarti ‘sembuh dari sakit’ dengan [mari] BJMalang untuk konsep
‘setelah/sesudah/sudah/telah’ dan [bayah] untuk ‘itik jantan muada’ dan ‘itik
betina muda’ dalam BJ Kabupaten Semarang.
3) Perbedaan onomasiologis yang menunjukkan nama yang berbeda berdasarkan
satu konsep yang diberikan di beberapa tempat yang berbeda (Guiraud,
1970:16). Menghadiri kenduri, misalnya di beberapa daerah BJ tertentu biasanya
disebut [kajatan], sedangkan di tempat lain disebut [kondaan], [kndaan]. Hal
ini disebabkan oleh tafsiran atau tanggapan yang berbeda terhadap peristiwa
tersebut. [kondaan] dan [kndaan] didasarkan pada tanggapan bahwa
kehadiran di situ karena diundang, sedangkan [kajatan] didasarkan pada tafsiran
bahwa kehadiran di situ karena ada orang yang mempunyai hajat dan mereka
ingin mendukung dan memberi doa restu agar hajatnya terkabul. Jadi,
perbedaan itu terjadi karena perbedaan sudut pandang yang digunakan dalam
menyikapi suatu peristiwa yang terjadi atau dialami.
4) Perbedaan
semasiologis
yang
merupakan
kebalikan
dari
perbedaan
onomasiologis, yaitu pemberian nama yang sama untuk beberapa konsep yang
berbeda (Guiraud, 1970:17-18), misalnya, kata rondo dan ngukur dalam bahasa
Jawa. Kata rondo [rnd], mengandung makna (1) status wanita yang sudah
tidak bersuami, (2) wanita yang sudah tidak berpasangan (kerja) dengan lakilaki, (3) nama sebuah makanan yang terbuat dari tapai singkong. Kata ngukur
[ukUr] mengandung makna (1) menghitung jarak antara kota A dan B;
menghitung panjang kain atau menghitung luas tanah, (2) menggaruk kulit atau
bagian kepala yang terasa gatal
atau gestur yang dapat bermakna orang
tersebut ragu-ragu.
5) Perbedaan morfologis, yang dibatasi oleh adanya sistem tata bahasa yang
bersangkutan oleh frekuensi morfem-morfem yang berbeda, oleh kegunaannya
34
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
yang berkerabat, oleh wujud fonetisnya, oleh daya rasanya, dan oleh sejumlah
faktor lainnya (Guiraud, 1970). Misalnya, pada jentik dengan jentikan ‘kelingking’
terdapat penambahan sufiks –an pada nomina jentik. Akan tetapi, penambahan
itu tidak mengubah kelas katanya. Selain itu, pada ponakan dengan keponakan
‘anak dari saudara kandung terdapat penambahan prefiks ke- yang berasal dari
bahasa Indonesia konfiks ke-/-an untuk penominalan atau pembendaan. Dalam
bahasa Jawa Baku digunakan ponakan. Adapun pada pemekno dengan pemekke
dengan pemekake ‘jemurkan’ terdapat perbedaan yang disebabkan oleh imperatif
–no, -ke, dan -ake.
Semua hal tersebut menunjang pemahaman lahirnya suatu inovasi atau
pembaharuan. Karena itu, di dalam inovasi dialek/bahasa harus dibedakan menjadi
dua tahap, yaitu penciptaan yang bersifat perorangan dan penerimaan oleh
masyarakat bahasa yang merupakan suatu kenyataan sosial.
B. Perangkat Analisis Dialek
Perangkat analisis yang dapat digunakan dalam penelitian dialek adalah
garis isogloss, heteroglos, atau watas kata, dialektometri, dan tolok ukur saling
memahami (mutual intelligibility). Perangkat analisis tersebut digunakan untuk
membedakan berian atau bentuk bahasa yang berbeda antara dialek satu dengan
lainnya yang diteliti.
a. Isoglos, Heteroglos atau Watas Kata
Masalah pemilahan bahasa sampai saat ini masih diperbincangkan. Para ahli
dialektologi cenderung melakukan pemilahan bahasa berdasarkan berkas isoglos.
Isoglos adalah sebuah garis imajiner yang diterakan di atas sebuah peta bahasa
untuk menyatukan titik-titik pengamatan yang menggunakan gejala kebahasaan
yang serupa, berian yang sama atau berasal dari etimon yang sama di dalam
pemetaan. Isoglos digunakan untuk menganalisis distribusi gejala kebahasaan.
Istilah tersebut pertama kali digunakan oleh Masica (1976 dalam Lauder 2001:7)
35
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
pada abad XIX dan dipopulerkan oleh Bielenstein, seorang ahli dialek Latvia
kelompok bahasa Baltika pada tahun 1892.
Pada tahun 1972, Kurath, pelopor dialektologi Amerika, memperkenalkan
istilah heteroglos di samping isoglos. Heteroglos adalah garis imajiner yang
diterakan di atas sebuah peta bahasa untuk memisahkan munculnya setiap gejala
bahasa berdasarkan ujud atau sistem yang berbeda. Ujud seperti itu sampai
sekarang hanya populer di Amerika dan di Inggris.
Pada akhirnya kedua garis itu adalah sama, hanya sudut pandang
pembuatan dan fungsi garis itu yang berbeda.
Garis isoglos berfungsi untuk
menyatukan titik-titik pengamatan yang menampilkan gejala kebahasaan yang
serupa. Garis heteroglos berfungsi untuk memisahkan titik-titik pengamatan yang
menampilkan gejala kebahasaan yang berbeda.
Para ahli bahasa berhasil menemukan alat bantu yang sangat penting untuk
memperjelas persoalan. Alat bantu tersebut isoglos atau (garis) watas kata, yaitu
garis yang memisahkan dua lingkungan dialek atau bahasa berdasarkan wujud atau
sistem kedua lingkupan itu yang berbeda yang dinyatakan di dalam peta bahasa
(Dubois dkk. 1973:270). Garis watas kata itu kadang-kadang juga disebut heteroglos.
Watas kata yang merangkum segala segi kebahasaan (fonologi, morfologi, semantik,
leksikon, sintaksis) dari hal-hal yang diperkirakan akan memberikan hasil yang
memuaskan. Irama atau gerak garis yang sama disebut berkas watas kata. Garis
heteroglos yang memisahkan berian yang berbeda seperti terlihat pada peta
leksikon ‘gigi rusak berwarna hitam’ seperti berikut.
36
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
b. Dialektometri
Untuk dapat menentukan apakah sejumlah anasir termasuk bahasa atau
dialek ataukah subdialek perlu dilakukan penghitungan atas kemunculan aspek
kebahasaan. Seguy melontarkan gagasan dialektometri. Cara itu sampai sekarang
masih dianggap mampu melakukan pemilahan bahasa secara objektif. Untuk
memperoleh gambaran yang utuh mengenai situasi kebahasaan, seharusnya
diadakan penelitian pada semua tataran linguistik. Rumus yang diajukan Seguy
(1971 dalam Lauder 2001:8), yaitu:
(s x 100) = d%
n
s = jumlah beda dengan titik pengamatan lain
n = jumlah peta yang diperbandingkan
d = jarak kosakata dalam %.
Dengan memperhitungkan jumlah beda pemakaian kosakata di satu titik
pengamatan dengan titik pengamatan lainnya yang dikalikan 100 lalu dibagi
37
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
dengan jumlah nyata banyaknya peta yang dibandingkan, diperoleh persentase
jarak kosakata di antara kedua titik pengamatan itu. Jika penghitungan
menghasilkan persentase:
di bawah 20% dianggap tidak ada perbedaan (negligeable),
antara 21% - 30% dianggap ada perbedaan wicara (parler);
antara 31% - 50% dianggap ada perbedaan subdialek (sousdialecte);
antara 51%-80%dianggap ada perbedaan dialek (dialecte); dan
di atas 80% dianggap sudah mewakili dua bahasa (langue) yang berbeda
(Guiter 1973 dalam Luder 2001:9).
Akan tetapi dalam pelaksanaannnya di Indonesia, Lauder (2001:10)
menyesuaikannya dengan kondisi kebahasaan di Indonesia dengan memodifikasi
persentase pemilahan bahasa tersebut menjadi:
tidak berbeda ≤ 30%;
beda wicara 31%-40%;
beda subdialek 41%-50%;
beda dialek 51%-69%;
beda bahasa ≥ 70%.
Dasar pemilahan ini telah diterapkan dan diujicobakan untuk wilayah Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi, dan Kalimantan. Ternyata, hasilnya lebih mencerminkan
kenyataan di lapangan dibandingkan dengan pemilahan Guiter. Hasil penghitungan
dengan rumus dialektometri menghasilkan jarak beda berian atau data di titik
pengamatan satu dengan lainnya, seperti tampak pada peta dialektometri berikut.
38
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Jarak kosakata titik pengamatan satu dengan titik pengamatan yang lain
yang
berdekatan
dihitung
dan
diwujudkan
dalam
bentuk
garis
yang
menghubungkan antara kedua titik pengamatan tersebut, sehingga tampak seperti
jaring-jaring segitiga atau jarring-jaring laba-laba.
c. Tolok Ukur Saling Memahami (Mutual Intelligibility)
Pada dua bahasa atau dialek yang bertetangga tidak dapat dihindari proses
pinjam-meminjam unsur kosakata, struktur, dan cara pelafalan (Guiraud 1978 dalam
Lauder 2001:26). Masuknya unsur itu dapat searah atau dua arah. Mungkin juga
terdapat arah ganda di antara dua wilayah bahasa atau dialek yang bertetangga,
namun mengarah pada arus tunggal. Jika arus masuk unsur kebahasaan dari satu
tempat “lebih deras” dibandingkan arah sebaliknya, maka arus yang lemah itu
pengaruhnya tidak begitu berarti secara keseluruhan. Arus tunggal itu mungkin saja
terjadi jika dua wilayah bahasa atau dialek yang bertetangga tidak setara, dalam arti
salah satu tempat itu merupakan pusat kegiatan ekonomi, budaya, agama, atau
kegiatan lainnya kalau ditinjau dari satuan wilayah yang lebih besar, misalnya pada
39
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
tingkat kecamatan atau kabupaten. Pemikiran tersebut menyiratkan adanya mata
rantai pemahaman timbal balik di antara sesama bahasa atau dialek yang
bertetangga tanpa melupakan faktor “keterbukaan” lingkungan alam dan faktor
jarak waktu. Apabila dua dialek yang bertetangga yang masing-masing berbeda
karena pengaruh dari bahasa atau dialek tetangganya yang lain, namun pemakainya
masih dapat saling memahami dalam berkomunikasi, maka kedua varian itu adalah
dialek yang berbeda, bukan bahasa. Apabila sudah menjadi dua bahasa yang
berbeda, maka pemakainya tidak dapat saling memahami.
C. Pertanyaan Penajaman
1. Apa wujud ciri pembeda dialek pada tataran fonologi?
2. Apa saja perbedaan semantik yang merupakan ciri pembeda dialek?
3. Apakah perbedaan onomasiologis dan semasiologis sebagai ciri pembeda
dialek tataran leksikon?
4. Jelaskan perbedaan isoglos dan heteroglos!
5. Perangkat analisis apa yang tepat untuk mengetahui jarak beda antara
dialek A dan B? Jelaskan dengan cara memberikan contoh data dan
analisisnya pada penelitian dialek !
40
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
BAB VI
PERBEDAAN
UNSUR-UNSUR KEBAHASAAN
DALAM DIALEKTOLOGI
41
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Deskripsi perbedaan unsur-unsur kebahasaan dalam dialektologi mencakup
semua bidang dalam kajian linguistik, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon,
dan semantik. Ihwal deskripsi perbedaan unsur kebahasaan itu secara berturut-turut
diuraikan berikut.
A. Perbedaan Fonologi
Perbedaan fonologi yang dimaksudkan menyangkut perbedaan fonetik atau
perbedaan fonologis. Perbedaan yang berupa korespondensi bunyi sangat
sempurna. Perbedaan itu perlu dibedakan dengan perbedaan leksikon mengingat
dalam penentuan isolek atau subdialek dengan menggunakan dialektometri pada
tataran leksikon, perbedaan-perbedaan fonologi (termasuk morfologi) yang muncul
dianggap tidak ada. Perbedaan fonologi yang berupa korespondensi bunyi dapat
diklasifikasi
atas:
korespondensi
korespondensi
kurang
sempurna
sempurna,
sesuai
dan
perbedaan
dengan
kriteria
yang
berupa
penjenjangan
korespondensi bunyi tersebut.
Selanjutnya, perbedaan fonologi dapat pula dikelompokkan atas 4
kelompok, yaitu perbedaan yang berupa korespondensi vokal, variasi vokal,
korespondensi konsonan, dan variasi konsonan, seperti pembagian dalam jenis-jenis
perubahan bunyi. Leksem-leksem yang merupakan realisasi dari suatu makna yang
terdapat di daerah-daerah pengamatan itu ditentukan sebagai perbedaan fonologi.
1. Korespondensi Vokal dan Konsonan
Korespondensi vokal dan konsonan dalam bahasa Jawa Kabupaten
Semarang yang ditemukan Zulaeha (2003) sebagai berikut.
Perbedaan yang terdapat pada leksem-leksem yang menyatakan makna yang
sama itu muncul secara teratur atau merupakan korespondensi penurunan bunyi,
penggantian, dan penghilangan bunyi.
42
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Korespondensi Vokal
a) Penurunan bunyi vokal pada suku kata tertutup, seperti:
BJS
(1) /I/ ~ //, misal
BJKS
/gtIh/
/gth/
‘darah’
/grIh/
/grh /
‘ikan laut/ asin’
/winIh/
/winh/
‘biji’
(2) /i/ ~ //, misal
/prih/
/prh/
(3) /U/ ~ //, misal
/burUh/
/burh/
‘buruh’
/tlutUh/
/tluth/
’getah’
‘pedih’
Korespondensi Konsonan
b) Penggantian konsonan pada suku akhir.
Fonem /n/ pada BJB berkorespondensi dengan // pada suku akhir dalam
BJKS, seperti:
BJS
BJKS
/kuluban/
/kuban/ /kuba/
‘daun (kacang panjang)’
/telo/
/klman/ /klma/
‘ubi (jalar/kayu)’
c) Penghilangan, yaitu:
(a) penghilangan konsonan pada suku awal, seperti:
BJS
/wudl/
BJKS
/udl/
‘pusar’
/wetan/
/etan/
‘timur’
/idu/
/idu/
‘meludah’
(b) penghilangan suku yang bertekanan lemah, seperti:
BJS
BJKS
/mburitan/
/mbitan/
‘halaman belakang’
/arp/
/amh/ /mh/
‘akan’
/kuluban/
/kuban, kuba/
‘daun (kacang panjang)’
43
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
d) Penambahan konsonan pada suku awal atau tengah, seperti:
BJS
BJKS
/dalu/
/ndalu/
‘malam’
/sandal/
/srandal/
‘alas kaki’
/gurU/
/gurU/
‘kerongkongan’
/lombok rawit/
/lmb? rawIt/
‘cabai kecil’
/winih/
/winh/
‘benih’
/grih/
/grh/
‘ikan asin’
2. Variasi Fonem
Perbedaan di antara leksem-leksem yang menyatakan makna yang sama
itu berupa variasi dan perbedaan itu hanya terjadi pada satu atau dua bunyi
yang sama urutannya.
Variasi fonem sebagai pembeda dialek bahasa Jawa Brebes (BJB) dari bahasa
Jawa Standar (BJS) yang ditemukan (Sasangka 1999) berwujud variasi vokal dan
variasi konsonan. Variasi vokal dalam BJB seperti berikut.
BJS
BJB
[buntUt]
[buntut]
‘ekor’
[sg]
[sga]
‘nasi’
[lr]
[lara]
‘sakit’
Adapun variasi konsonan dalan bahasa Jawa Brebes seperti berikut.
BJS
BJB
[manU?]
[manu?]
‘burung’
[ana?]
[anak]
‘anak’
[ktak]
[gtak]
‘jitak’
Korespondensi dan variasi fonem yang terjadi dalam dialek-dialek tersebut
tidak membedakan makna, meskipun dalam BJKS dan BJB fonem-fonem tersebut
dapat membedakan bentuk dan makna pada lingkungan yang lain.
44
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
B. Perbedaan Morfologi
Perbedaan ini dapat menyangkut aspek afiksasi, reduplikasi, komposisi
(pemajemukan) dan morfofonemik. Perbedaan dalam aspek afiksasi, misalnya
perbedaan wujud afiks yang menyatakan makna kausatif, benefaktif yang terdapat
di antara penutur bahasa Jawa di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Perbedaan
dalam aspek afiksasi dapat terjadi karena penambahan akhiran –an pada jentikan
[jnti?an] ‘kelingking’ dan jempolan [jmplan] ‘ibu jari’. Dalam bahasa Jawa Standar
berbentuk jentik [jnti?] ‘kelingking’ dan jempol [jmpl] ‘ibu jari’. Perbedaan jenis
morfologis ini terjadi karena tidak jelasnya fungsi gramatika akhiran –an kedua
bentuk tersebut. Selain itu, terdapat perbedaan yang berupa penambahan awalan Ndalam bentuk, seperti ndalu [ndalu] ‘malam’ yang dalam BJB dalu [dalu] ‘malam’.
Perbedaan tersebut terlihat karena ada N- yang fungsi gramatikalnya tidak jelas.
Perbedaan dalam aspek reduplikasi, seperti perbedaan tipe reduplikasi yang
digunakan untuk membentuk nomina dari bentuk dasar yang berupa prakategorial
yang ditemukan dalam Bahasa Sunda modern. Pemajemukan atau komposisi
menyangkut perbedaan bentuk pada kata yang merupakan hasil proses komposisi
tersebut, seperti kuban kangkung ‘daun kangkung’ yang dalam bahasa Jawa Standar
kangkung. Adapun perbedaan pada aspek morfofonemik menyangkut perbedaan
dalam merealisasikan suatu afiks yang menyatakan makna yang sama.
C. Perbedaan Sintaksis
Perbedaan sintaksis menyangkut perbedaan struktur klausa atau frasa yang
digunakan untuk menyatakan makna yang sama, seperti perbedaan konstruksi frasa
yang menyatakan kepemilikan. Misalnya, pada konsep ‘Ambilkan rokok Bapak di
saku baju’ ditemukan tuturan yang struktur kalimat dan pilihan kata yang
digunakan berbeda pada kalimat-kalimat berikut.
a) Jupukna rokoke Bapak nyang sak klambi!
‘Ambilkan rokok (milik) Bapak di saku baju’
b) Jupukna rokoke Bapak ana kantong klambi!
45
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
‘Ambilkan rokok (milik) Bapak di dalam kantong baju’
c) Jupukna rokokku nonggon kantong klambi!
‘Ambilkan rokok (milik) saya di dalam kantong baju’
Dalam kalimat (a) dan (b) terdapat perbedaan pilihan kata depan atau
preposisi nyang dan ana ‘pada’, sedangkan pada kalimat (c) digunakan preposisi
nonggon yang merupakan gabungan ana panggon ‘di tempat’.
D. Perbedaan Leksikon
Terdapat
perbedaan
leksikon,
jika
leksem
yang
digunakan
untuk
merealisasikan suatu makna yang sama tidak berasal dari satu etimon prabahasa.
Semua perbedaan bidang leksikon selalu berupa variasi,. Misalnya terdapat gejala
onomasiologis dan semasiologis dalam berian yang terdapat dalam dialek yang
diteliti yang disebabkan oleh adanya pinjaman (borrowing) dari dialek atau bahasa
lain.
BJS
BJKS
wulu kalong
wulu kalong [wulu kal]
[wulu kal]
wulu [wulu]
Gloss
‘bulu kuduk’
wulu gitok [wulu giT?]
rambut cengel [rambUt cl]
gigis [gigIs]
gigis [gigIs]
‘gigi rusak berwarna hitam’
sisik [sisI?]
griwing [griwI]
kropos [krps]
krowong [krw]
Perbedaan leksikon tersebut terjadi karena sudut pandang yang berbeda
antara penutur satu dengan lainnya. Selain itu, status sosial penutur juga
mempengaruhi perbedaan leksikon yang dituturkan.
46
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
E. Perbedaan Semantik
Perbedaan tersebut masih memiliki pertalian antara makna yang digunakan
di daerah pengamatan tertentu dengan makna yang digunakan pada daerah
pengamatan yang lainnya. Perbedaan itu terjadi karena pemberian makna yang
berbeda pada linambang yang sama atau karena pemberian konsep lebih dari satu
pada linambang (signifie) yang sama (Ayatrohaedi 1979). Kata wadon [wadn] dan
lanang [lana] dalam bahasa Jawa Brebes (BJB) ditemukan Sasangka (1999)
mempunyai makna lebih dari satu. Kata wadon dapat bermakna ‘perempuan’ dan
dapat pula bermakna ‘istri’, sedangkan kata lanang [lana] dapat bermakna ‘jenis
kelamin laki-laki’ dan dapat pula bermakna ‘suami’, seperti pada kalimat berikut.
(1) a. Anake Wage lanang apa wadon?
b. Anake Wage lanang apa wedok?
‘Anak Wage laki-laki atau perempuan?’
(2) a. Kang, apa kowe lanange Parmi?
b. Kang, apa kowe bojone Parmi?
‘Kak, apakah kamu suami Parmi?’
(3) a. Kiye wadhone Jono, Kang.
b. Iki bojone Jono, Kang.
‘Ini istri Jono, Kak.’
Perbedaan itu mengarah pada relasi makna yang berjenis homonim, yakni
kesamaan nama kata wadhone dalam konsep yang berbeda ‘perempuan’ dan ‘istri’;
kata lanang dalam konsep yang berbeda ‘laki-laki’ dan ‘suami’.
F. Pertanyaan Penajaman
1. Jelaskan perbedaan fonologi yang berupa korespondensi vokal dan konsonan dan
variasi vokal dan konsonan dengan contoh-contohnya!
2. Jelaskan unsur pembeda dialek pada tataran morfologi!
3. Jelaskan unsur pembeda dialek pada tataran sintaksis!
4. Jelaskan unsur pembeda dialek pada tataran leksikon dan semantik!
47
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
BAB VII
PENDEKATAN DAN SUMBER
PENELITIAN DIALEK
48
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Dialektologi dapat dikaji secara sinkronik dan diakronik. Hal ini terkait
dengan tujuan penelitian dialektologi. Kajian sinkronik bersifat sintopik pada
bahasa secara linier, sedangkan kajian diakronik bersifat diatopik yang mengarah
pada penelusuran kesejarahan dialek yang diteliti. Adapun sumber penelitian yang
dapat digunakan adalah sumber lisan dan tulis.
A. Pendekatan Sinkronis dan Diakronis
Kajian dialektologi, terutama dialek geografi, secara sinkronis atau
deskriptif, lazimnya ditempuh pemerian atau deskripsi varian berbagai tataran
kebahasaan, yang meliputi fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, leksikal, dan
semantik. Selanjutnya, dilakukan pula pemetaan geografi dialek berdasarkan hasil
pemerian masing-masing tataran yang variasinya diamati.
Selain itu, dilakukan pemerian terhadap keadaan dialek, pengenalan dialek
dan pengelompokan dialek ke dalam bahasa atau dialek di suatu daerah. Di
samping itu, dilakukan juga pengamatan dari aspek sosiolinguistik yang disebut
dialektologisosiolinguistik atau sosiodialektologi.
Dalam melakukan penelitian dialek geografi berdasarkan aspek sinkronis,
Nothofer (1987) mengemukakan beberapa hal yang perlu mendapat perhatian bagi
para peneliti dialektologi, sebagai berikut.
(1)
Deskripsi varian berbagai tataran kebahasaan seperti varian fonologi, sintaksis,
leksikal, maupun semantik perlu dibuat selengkap mungkin. Untuk itu harus
diketahui lebih dahulu tentang terjadinya variasi pada tataran kebahasaan itu
sebelum penelitian dimulai dilokasi penelitian. Daftar tanyaan perlu disusun
selengkap mungkin untuk menampung sebanyak mungkin informasi yang
tersaring di dalam data bahasa yang dialeknya diteliti.
(2)
Penelitian lapangan perlu dilaksanaan untuk menjaring data dengan
pengamatan kualitatif baik dengan menggunakan rekaman maupun mencatat
secara cermat. Dalam kesempatan kunjungan lapangan pemancingan data
49
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
tambahan sebagai perluasan daftar tanyaan adakalanya berguna melengkapi
berbagai informasi kebahasaan mengenai dialek bahasa yang diteliti.
(3)
Sesudah penelitian lapangan usai, perlu segera dipetakan varian-varian
berbagai tataran kebahasaan yang menarik yang sudah diperoleh dalam tahap
penelitian lapangan berdasarkan data yang ada. Perlu dicatat bahwa beberapa
contoh pemetaan varian fonologi, morfologi, dan leksikal (yang terlampir pada
bagian akhir uraian) dipandang bermanfaat sebagai bagian yang integral dari
studi dialektologi secara teoretis.
(4)
Langkah-langkah penelitian dialek geografi yang dapat ditetapkan meliputi:
(a) menentukan daerah pemakaian bahasa yang bersangkutan;
(b) mempersiapkan instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan yang isinya
menyangkut beberapa hal seperti daftar kosa kata Swadesh (200 kosa kata),
meliputi medan makna anggota tubuh, bilangan, binatang, tumbuhan,
alam, musim, warna, dan sebagainya; perbedaan linguistik yang pernah
diamati peneliti sendiri; kata-kata tertentu yang maknanya mungkin lebih
dari satu unsur yang dipinjam; bentuk-bentuk kalimat; variasi tingkat tutur
(pada bahasa Jawa, seperti bentuk ngoko dan karma, karma inggil); di
antara variasi tingkat tutur, umumnya bentuk krama merupakan
pembaharuan (unsur inovasi);
(c) penelusuran kamus bahasa yang bersangkutan dan karangan-karangan
yang berhubungan dengan bahasa yang dialek-dialeknya diteliti.
(5)
Pemerian mengenai keadaan dialek, pengenalan dialek, dan pengelompokan
dialek. Pemerian fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon dialek.
Dalam dialektologi, terutama geografi dialek, tujuan kajian dengan
pendekatan diakronis atau historis adalah merekonstruksi protobahasa dari bahasa
yang dialek-dialeknya diteliti. Dengan demikian, evidensi yang digunakan dalam
rekonstruksi bahasa untuk bidang dialektologi adalah evidensi dialek dan
subdialek. Gambaran struktur atau silsilah hasil rekonstruksi dialek atau bahasa
disajikan pada diagram berikut.
50
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
*X - - - - - - - -
A1
C
prabahasa
A
B
D - - - - - - dialek
A2
A3 - - - - - - - - - - - - - - - - subdialek
Bahasa *X dibagi dalam empat dialek, yaitu dialek A, B, C, dan D. Bahasa *X
merupakan prabahasa dalam dialek-dialek yang berada dibawahnya. Bahasa A
memiliki sub-subdialek di bawahnya.
B. Sumber Penelitian Dialek
Berdasarkan sifatnya, sumber penelitian dialek dapat dibagi menjadi dua
bagian besar, yaitu sumber lisan dan sumber tulis. Sumber lisan berkaitan dengan
masih adanya bahasa atau dialek yang sampai sekarang belum terdapat dokumendokumen yang tertulis. Pemakaian bahasa atau dialek yang ada terbatas pada lisan
saja. Sumber lisan itu berupa bahasa atau dialek itu sendiri maupun hal-hal yang
terkandung di dalamnya, seperti cerita rakyat, adat istiadat, kepercayaan, dan
perundangan (Guiraud 1970 dalam Ayatrohaedi 1979:11). Pada saat ini, anasir
penting dari sumber lisan itu banyak yang menghilang sehingga memerlukan upaya
untuk mengumpulkan kembali atau rekonstruksi. Rekontsruksi itu bertujuan
menelusuri sumber-sumber tersebut untuk menemukan unsur-unsur arkais dalam
dialek yang diteliti.
Sementara sumber tulis memberikan bantuan di dalam usaha penelitian
sumber lisan. Bahkan, kadang-kadang penelitian dialektologi hanya dapat
dilakukan dengan menggunakan sumber tulis saja, seperti naskah-naskah kuno,
kamus, atlas bahasa, dan dokumen-dokumen lain dalam dialek yang diteliti.
51
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
C. Pertanyaan Penajaman
1. Apasaja pendekatan yang dapat digunakan dalam penelitian dialek?
2. Apakah tujuan sinkronis penelitian dialek geografi?
3. Apakah tujuan diakronis penelitian dialek geografi?
4. Apasaja yang termasuk sumber lisan penelitian dialek?
5. Apasaja yang termasuk sumber tulis penelitian dialek?
52
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
BAB VIII
INFORMAN
DAN TITIK PENGAMATAN
DALAM PENELITIAN DIALEK
53
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Dalam penelitian dialek informan merupakan hal penting yang perlu dipilih
dan ditentukan sesuai dengan tujuan penelitian. Informan tersebut terkait dengan
titik pengamatan. Karena itu, sebelum menentukan informan, peneliti dialek lebih
dahulu menentukan titik pengamatan di dalam daerah yang akan diteliti dialeknya.
Penentuan titik pengamatan ini didasarkan pada gejala-gejala dialektal maupun
gejala-gejala sosial yang mengarah pada kemenarikan dan keunikan dialek yang
akan diteliti.
A. Informan Penelitian
Informan penelitian adalah orang yang memberikan informasi data dialek
bahasa yang diteliti. Informan disebut juga pembahan oleh Ayatrohaedi (1979).
Informan penelitian dialektologi dipilih dengan menggunakan kriteria tertentu.
Dalam memilih informan, peneliti dapat menggunakan kriteria yang dikemukakan
oleh Nothofer (1991:5) dan Fernandez (1992:2).
Dalam penelitian dialek geografi, informan penelitian dipilih dengan kriteria:
(1)
berjenis kelamin laki-laki atau perempuan,
(2)
berusia + 30 s.d. + 60 tahun,
(3)
lahir dan besar di desa setempat,
(4)
dapat berbahasa Jawa,
(5)
dapat berbahasa Indonesia, dan
(6)
sehat rohani dan jasmani dalam arti alat bicaranya sempurna.
Kriteria tersebut terutama digunakan dalam penelitian dialek geografi. Setiap titik
pengamatan dipilih tiga informan, satu informan utama dan dua orang informan
pendamping.
Dalam penelitian dialek sosial, kriteria tersebut belum menjangkau variabel
sosial penelitian ini. Karena itu, informan dalam penelitian dialek sosial dipilih
berdasarkan kriteria yang berkaitan dengan variabel yang diangkat dalam penelitian
itu, seperti variabel jenis pekerjaan (pegawai dan nonpegawai), variabel tingkat
pendidikan (tinggi dan rendah), variabel usia (tua dan muda), dan sebagainya.
54
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Kriteria variabel pegawai adalah pegawai negeri atau pegawai swasta di suatu
instansi atau perusahaan, sedangkan variabel nonpegawai adalah pedagang, buruh,
petani, dan pengusaha kecil. Kriteria pendidikan tinggi adalah serendah-rendahnya
SMU, sedangkan pendidikan rendah adalah setinggi-tingginya sekolah dasar (SD).
Kriteria ini dapat berubah sesuai dengan kondisi pendidikan penduduk pada
masing-masing titik pengamatan. Adapun variabel usia tua 50 s.d. 60 tahun dan usia
muda 30 s.d. 49 tahun. Dalam penelitian dialek, hendaknya tidak memilih informan
yang berusia dibawah tiga puluh tahun karena pada usia ini diasumsikan seseorang
belum mengalami kesetabilan dalam emosi maupun dalam pemakaian bahasanya.
Mereka cenderung masih senang mengikuti mode atau mudah terpengaruh oleh
perubahan situasi dan kondisi, baik dalam pola pikir maupun dalam pemakaian
bahasa.
Kriteria tersebut digunakan oleh Zulaeha (2000) dalam penelitiannya
“Pemakaian Bahasa Jawa, Studi Sosiodialektologi”. Berdasarkan variabel jenis
pekerjaan, tingkat pendidikan, dan usia penutur dialek dipilih 24 informan dari 3
titik pengamatan dari variabel sosial yang berbeda. Tiap-tiap titik pengamatan
terdiri dari 8 informan, seperti terlihat pada tabel berikut.
Informan pada Satu Titik Pengamatan
Pekerjaan
Pegawai
Pendidikan
Usia
Informan
Tinggi
Nonpegawai
Rendah
Tinggi
Rendah
Tua
Muda
Tua
Muda
Tua
Muda
Tua
Muda
1
1
1
1
1
1
1
1
Dalam pelaksanaannya di lapangan, kriteria yang telah ditetapkan tersebut
dimungkinkan tidak dapat diterapkan secara keseluruhan, karena kondisi masingmasing titik pengamatan berbeda, seperti tingkat pendidikannya, usianya,
pekerjaannya, dan sebagainya. Oleh karena itu, peneliti perlu menentukan informan
yang mendekati kriteria yang ideal.
55
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
B. Titik Pengamatan Penelitian
Dalam menentukan titik pengamatan, penelitian ini menggunakan kriteria
Nothofer (1987:5), yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif, kriteria
yang digunakan adalah (1) mobilitas penduduk tergolong rendah (untuk sampel
desa) dan tidak terlalu tinggi (untuk sampel kota), (2) jumlah penduduk maksimal
6.000 jiwa, dan (3) usia desa paling rendah 30 tahun. Secara kuantitatif, penentuan
titik pengamatan dilakukan dengan melihat jarak antar-titik pengamatan, yaitu + 20
km, jika isolek yang digunakan bersifat homogen atau diduga terdapat pemakaian
bahasa Jawa yang menarik. Dengan perkataan lain, jika isolek yang digunakan
bersifat heterogen, ukuran jarak tidak dipermasalahkan.
Selain kriteria dialektologis, penelitian ini juga menggunakan kriteri
penentuan titik pengamatan yang berkaitan dengan aspek sosiolinguistik, yaitu
kontras daerah kota-desa, seperti yang dikemukakan oleh Nothofer (1987:128).
Kriteria itu mencakupi (1) kontras antara dialek kota dan dialek desa, dan (2)
pengaruh dialek pusat budaya atas dialek lain.
Berdasarkan pada kriteria di atas, titik pengamatan dalam penelitian Zulaeha
(2000) tentang “Pemakaian bahasa Jawa di Kabupaten Semarang” dipilih 3 titik
pengamatan, yaitu (1) Kelurahan Bandarjo, Kecamatan Ungaran, (2) Desa Pager,
Kecamatan Susukan, dan (3) Desa Kemitir, Kecamatan Sumowono. Pemilihan ketiga
titik pengamatan di wilayah Kabupaten Semarang tersebut didasarkan pada
pertimbangan sebagai berikut.
1) Titik pengamatan-1, Kelurahan Bandarjo, Kecamatan Ungaran merupakan desa
yang berada di wilayah kecamatan kota dan berbatasan dengan Kota Semarang.
Desa ini diasumsikan mewakili wilayah kota karena mendapat pengaruh dari
Kota Semarang yang merupakan daerah ibukota propinsi Jawa Tengah yang
memiliki budaya pesisiran.
2) Titik pengamatan-2, Desa Pager, Kecamatan Susukan adalah desa yang letaknya
paling selatan dan berbatasan dengan Kabupaten Boyolali. Meskipun termasuk
wilayah
Kabupaten Semarang, segala fasilitas, seperti transportasi, telepon,
56
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
penerangan, dan perdagangan lebih banyak diperoleh dari Kabupaten Boyolali.
Sementara, Boyolali lebih dekat dengan Solo dan wilayah penutur dialek Solo.
Oleh karena itu, desa Pager diduga terpengaruh oleh BJ dialek Solo.
3) Titik pengamatan-3, Desa Kemitir, Kecamatan Sumowono merupakan desa yang
berbatasan dengan Kabupaten Temanggung, yakni 7 km dari perbatasan
Temanggung dan 7 km dari Kecamatan Sumowono. Desa ini diasumsikan
mewakili desa yang jauh dari keramaian kota. Karena berbatasan dengan daerah
pemakain BJ dialek Banyumas, maka desa ini diduga terpengaruh oleh bahasa
Jawa dialek Banyumas.
Ketiga titik pengamatan yang telah ditentukan dapat dilihat secara jelas letak
dan jaraknya pada peta lokasi titik pengamatan dan dilampirkan dalam propsal
penelitian. Berdasarkan pertimbangan pemilihan ketiga titik pengamatan itu,
kemudian ditentukan variabel sosial yang melatarbelakangi penutur atau informan
terhadap pemakaian bahasa Jawa mereka.
C. Pertanyaan Penajaman
1. Apasaja kriteria pemilihan informan dalam penelitian dialek geografi?
2. Bagaimana kriteria pemilihan informan dalam penelitian dialek sosial?
3. Apa kriteria kualitatif penentuan titik pengamatan dalam penelitian dialek?
4. Kapan kriteria kualitatif digunakan untuk menentukan titik pengamatan?
5. Kapan criteria kuantitatif digunakan untuk menentukan titik pengamatan?
57
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
BAB IX
INSTRUMEN
DALAM PENELITIAN DIALEK
58
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Penelitian
dialek
memerlukan
instrumen
yang
digunakan
dalam
pengambilan data, terutama data primer. Instrumen penelitian ini disusun bersama
dengan penyusunan proposal. Instrumen ini kemudian diujicobakan dengan cara
melakukan observasi awal atau prasurvei. Berdasarkan observasi awal itu, peneliti
dapat merevisi instrumen penelitian sehingga pengamatannya terhadap suatu
subjek penelitian tepat mengenai sasaran.
A. Daftar Tanyaan
Alat yang dipandang utama dalam penelitian dialek geografi dan dialek
sosial adalah daftar pertanyaan kebahasaan dan wawancara. Daftar pertanyaan itu
sebagai pedoman wawancara dalam menggali data yang diperlukan di lapangan
yaitu data kebahasaan bahasa Jawa atau bahasa lainnya sesuai dengan tujuan
penelitian, baik ngoko, krama, maupun krama inggil yang meliputi kosakata, frase,
dan kalimat. Daftar pertanyaan yang diajukan kepada informan itu didasarkan pada
daftar 200 kosa kata dasar Swadesh. daftar tanyaan itu dapat dikembangkan
menjadi 450 pertanyaan atau lebih banyak lagi yang tersebar dalam medan makna
(1) bagian-bagian tubuh manusia, (2) kata ganti, sapaan, dan acuan, (3) sistem
kekerabatan, (4) rumah dan bagian-bagiannya, (5) waktu, musim, keadaan, alam,
benda alam, arah dan warna, (6) pakaian dan perhiasan, (7) jabatan, pemerintahan
desa, dan pekerjaan, (8) binatang dan hewan, (9) tumbuhan, bagian-bagian, buah,
dan hasil olahannya, (10) aktivitas, (11) penyakit, dan (12) bilangan dan ukuran
(lihat Fernandez, 1993/1994:52; Tawangsih Lauder dalam Mahsun, 1995:110). Medan
makna yang dialeknya diteliti adalah medan makna budaya yang cenderung
mengalami inovasi atau pembaharuan dalam kurun waktu yang relatif lama. Tujuan
digunakannya daftar pertanyaan itu adalah untuk mendapatkan data konkrit yang
lengkap dengan pencatatan dan perekaman.
59
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
B. Pertanyaan Penajaman
1. Apa yang dimaksud kosa kata dasar Swadesh?
2. Medan makna apasajakah yang cenderung tidak mudah terpengaruh oleh
perkembangan budaya dalam waktu yang relatif lama?
3. Daftar tanyaan yang digunakan sebagai panduan wawancara kepada informan
terdiri dari aspek kebahasaan apasaja?
4. Medan makna apasaja yang cenderung mengalami pembaharuan atau inovasi?
5. Apa tujuan digunakannya daftar tanyaan dalam penelitian dialek?
60
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
BAB X
METODE DAN TEKNIK
PENELITIAN DIALEK
61
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Sebelum diuraikan metode dan teknik dalam penelitian dialek, lebih dahulu
diuraikan langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian dialek, sebagai berikut.
A. Langkah-Langkah Penelitian Dialek
1) Menentukan daerah pemakaian bahasa yang akan diteliti.
2) Mempersiapkan instrumen penelitian yang berupa daftar pertanyaan.
3) Mengurus perijinan.
4) Menyiapkan peta lokasi penelitian yang akan dikunjungi.
5) Survei awal ke lokasi sebelum penelitian lapangan dimulai.
6) Pelaksanaan penelitian lapangan.
7) Menyiapkan peta dasar yang memuat titik pengamatan dan lokasi desa
penelitian.
8) Transkripsi fonetis data dari rekaman dan catatan.
9) Memerikan sistem fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, dan tingkat tutur
dari titik pengamatan dan membandingkannya dengan BJB dan variabel
sosial untuk mendapatkan variasi dialektal dan variasi sosial.
10) Menyusun laporan penelitian.
Berdasarkan langkah-langkah di atas, kegiatan ilmiah dalam penelitian pada
semua disiplin ilmu termasuk dialektologi dibagi atas tiga tahap, yaitu (a)
pengumpulan data, (b) analisis data, dan (c) penyajian hasil analisis. Untuk lebih
jelasnya metode-metode tersebut diuraikan berikut.
B. Metode Pengumpulan Data
a. Metode Pupuan Sinurat (Penelitian tan-lapangan)
Metode pupuan sinurat merupakan metode pengambilan data yang
dilakukan dengan cara mengirim angket kepada pembahan. Angket tersebut berisi
sejumlah daftar tanyaan kebahasan yang harus diisi oleh pembahan – istilah yang
digunakan Ayatrohaedi -- atau informan di daerah penelitian yang dialeknya
diteliti. Metode itu pada dasarnya mudah, cepat, tetapi agak mahal, sementara para
62
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
pembahan akan memusatkan perhatian dan mengorbankan waktu mereka agar
dapat memberikan jawaban yang baik. Pada umumnya metode ini digunakan oleh
negara atau daerah yang penduduknya sudah bebas dari buta huruf. Agar
pelaksanan metode ini dapat mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan, harus
terlebih dulu memperhitungkan adanya tiga faktor yang menentukan nilai ilmiah
metode itu. Ketiga faktor tersebut adalah (1) daftar pertanyaan, (2) pembahan, dan
(3) alih tulis fonetis. Daftar tanyaan harus jelas tanpa menimbulkan penafsiran
ganda, pembahan dipilih sesuai dengan kriteria, dan pembahan dapat menuliskan
dengan transkripsi fonetis jawaban yang telah diberikan. Faktor ketiga ini
tampaknya sulit dipenuhi karena transkripsi fonetis hanya dapat dilakukan oleh
peneliti itu sendiri.
b. Metode Pupuan Lapangan (Penelitian Lapangan)
Di dalam pelaksanaannya, metode pupuan lapangan dianggap jauh lebih
ilmiah. Cara pengumpulan bahan menggunakan dua cara, yaitu (1) pencatatan
langsung dan (2) perekaman. Peneliti tinggal di titik pengamatan satu persatu
selama pengambilan data. Peneliti juga mengumpulkan data skunder atau data
yang tidak terdapat dalam daftar tanyaan atau instrumen. Dengan demikian,
peneliti dapat mengetahui jiwa data penelitian itu yang sangat diperlukan dalam
analisis hasil secara lengkap.
C. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengunakan metode simak dan
metode cakap (wawancara) yaitu percakapan antara peneliti dengan informan yang
dialeknya diteliti yang disertai dengan aneka tekniknya.
Metode simak adalah cara yang digunakan peneliti untuk memperoleh data
dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Metode simak digunakan untuk
menyimak pemakaian bahasa oleh informan. Dalam hal ini, peneliti ikut
berpartisipasi dalam pembicaraan sambil menyimak berian dari informan dan
63
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
sekaligus merekam dan mencatat hal-hal yang dipandang penting guna melengkapi
data. Rekaman dan catatan itu saling melengkapi dalam rangka mengontrol data.
Selain itu, digunakan juga metode cakap semuka (lihat Sudaryanto, 1993:7). Peneliti
wawancara langsung dengan informan disertai perekaman dan pencatatan (teknik
catat dan rekam) hal-hal yang penting dalam data. Perekaman sangat penting untuk
mengecek keaslian data.
Metode cakap adalah cara yang ditempuh dalam pengumpulan data berupa
percakapan antara peneliti dengan informan. Metode cakap ini memiliki teknik
dasar berupa teknik pancing. Pancingan atau stimulasi itu biasanya berupa maknamakna yang tersusun dalam daftar pertanyaan. Teknik dasar tersebut dijabarkan ke
dalam empat teknik lanjutan, sebagai berikut:
(1)
Teknik cakap semuka, yakni peneliti langsung mendatangi setiap daerah
pengamatan dan melakukan percakapan (bersumber pada pancingan yang
berupa daftar pertanyaan) dengan para informan.
(2)
Teknik cakap tansemuka, yakni peneliti tidak langsung melakukan percakapan
dengan informan pada setiap daerah pengamatan, melainkan dilakukan
melalui surat menyurat.
(3) Teknik catat
Peneliti memilih menggunakan salah satu dari kedua teknik di atas, maka
terbayang pula penggunaan teknik catat. Teknik catat itu dilakukanapeneliti
atau pembantu peneliti.
(4) Teknik rekam
Teknik ini dapat digunakan pada saat penerapan teknik cakap semuka. Status
teknik ini bersifat melengkapi teknik mencatat. Maksudnya, apa yang dicatat
itu dapat dicek kembali dengan rekaman yang dihasilkan.
D. Metode dan Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data, penelitian dialektologi menggunakan metode
analisis satuan lingual yang pada hakikatnya sama dengan menentukan aspekaspek satuan lingual itu berdasarkan teknik-teknik tertentu sebagai penjabaran dari
64
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
metode yang digunakan dengan membedakan data-data yang digunakan untuk
tujuan itu (Sudaryanto 1993:2).
Pada tahap analisis data digunakan metode padan (Sudaryanto 1993:22)
dengan aneka tekniknya yang disesuaikan dengan karakter data yang diperoleh dan
tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, metode padan digunakan untuk
menganalisis adanya perbedaan-perbedaan unsur kebahasaan BJKS dengan
BJStandar. Pada langkah permulaan akan mendeskripsikan perbedaan fonetikfonologi
(korespondensi
dan
variasi
vokal
dan
konsonan),
morfologi
(morfosintaksis), sintaksis, dan leksikon, serta tingkat tutur.
Analisis perbandingan BJKS dengan BJB dimaksudkan untuk mendapatkan
gambaran yang jelas tentang variasi dialektal dan tingkat pengaruh BJS terhadap
BJKS. Tingkat pengaruh itu dapat dianalisis berdasarkan 3 hal, yaitu presentase
perbedaan, kemiripan, dan kesamaan dalam unsur fonetis-fonologi, morfologis
(morfofonemik), sintaksis, dan leksikal (Fernandez, 1995). Kemudian data
dibandingkan berdasarkan variabel sosial untuk mendapatkan variasi sosial
pemakaian BJ, yaitu berdasarkan pekerjaan, pendidikan, dan usia.
E. Metode Pemaparan Hasil Analisis Data
Dalam pemaparan hasil analisis data digunakan metode formal dan metode
informal. Metode formal digunakan pada pemaparan hasil analisis data yang
berupa kaidah-kaidah atau lambang-lambang, sedangkan metode informal
digunakan pada pemaparan hasil analisis data yang berupa kata-kata atau uraian.
F. Pertanyaan Penajaman
1. Jika Saudara akan melakukan penelitian geografi dialek, apa saja langkah-langkah
yang harus Anda lakukan?
2. Apakah perbedaan pupuan sinurat dengan pupuan lapangan dalam penelitian
dialek?
3. Apasaja teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian dialek?
65
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
BAB XI
KEANEKARAGAMAN SOSIAL
DALAM PENELITIAN DIALEK
66
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Dialektososiolinguistik
atau
yang
disebut
Fernandez
(1993/1994)
sosiodialektologi, sebagaimana namanya mengisyaratkan, adalah interdisipliner
antara dialektologi dan sosiolinguistik. Dialektologi menurut Chambers dan
Trudgill (1980:3) adalah suatu kajian tentang dialek dan dialek-dialek, sedangkan
menurut Keraf (1984:143) yang menggunakan istilah geografi dialek, adalah (ilmu
yang) mempelajari variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal suatu wilayah
bahasa. Dengan demikian terdapat dua ciri dialek, yakni (1) ciri pembedanya:
variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal, (2) ciri penyamanya terdapat
pemahaman timbal-balik antarpemakai dua dialek yang berbeda.
Dialektologi memiliki dua macam tujuan, yakni sinkronis dan diakronis
(Nothofer, 1987:128). Tujuan sinkronis atau deskriptifnya, antara lain pemerian
keadaan dialek berdasarkan pengamatan dari aspek sosiolinguistik. Aspek ini
memberikan satu perspektif baru dalam kajian dialektologi, yakni bahwa
ada.hubungan timbal-balik, atau lebih tepat dikatakan bahwa ada interaksi antara
kajian dialektologi dengan kajian sosiolinguistik. Suatu butir linguistik dengan
variannya dapat dipandang sebagai identitas kelompok-kelompok sosial tertentu
(pendidikan dan usia) dalam suatu wilayah pakai dialek tertentu (aspek
sosiolinguistik). Bersama dengan itu, varian-varian itu memiliki tempatnya masingmasing, seperti varian X merupakan unsur dari dialek P (aspek dialektologi).
Berkaiatan dengan hal itu, sosiolinguistik adalah kajian terhadap bahasa dalam
hubungannya dengan masyarakat (Hudson, 1990:1). Untuk itu, dialek dalam suatu
wilayah pakai tidaklah berwujud seragam dalam tingkat parole, bahkan dalam
tingkat langue. Pernyataan itu menjadi jelas apabila dikaitkan dengan kenyataan
bahwa suatu wilayah geografis tertentu-pemakai bahasa atau dialek tertentu,
terdapat variasi antara kelompok tertentu dengan kelompok sosial tertentu yang
lain. Pemahaman yang lebih dalam terhadap latar belakang sosial pemakainya,
seperti kelas sosial dan usia akan membantu pemahaman yang lebih dalam pula
terhadap sifat dasar dialek.
67
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Dalam tulisan ini hendak dikemukakan dua variabel sosial, yaitu kelas sosial
dan usia yang merupakan variabel bebas dalam penelitian sosiodialektologi.
Tujuannya adalah memperlihatkan beberapa hasil penelitian dan pandangan para
ahli terhadap korelasi kedua variabel yang dimaksudkan dengan pemakaian bahasa
(dialek). Variabel-variabel yang lain akan dibahas dalam kesempatan lain.
A. Kelas Sosial Penutur dan Pemakaian Bahasa
Perbedaan internal masyarakat manusia dicerminkan di dalam bahasanya.
Kelompok-kelompok sosial yang berbeda menggunakan variasi bahasa yang
berbeda (Trudgill, 1974:34 dalam Sunarso, 1997:82). Kajian variasi yang paling awal
dilakukan oleh Fischer (1958) mengenai variabel [] yang digunakan oleh
sekelompok sosial tingkat atas dan bawah dalam kata singing sehingga
menghasilkan variasi ucapan singing [] dan singin [n]. Kajian itu menunjukkan
bahwa kelompok sosial tingkat atas mengucapkan singing, shooting, dan fishing,
sedangkan kelompok sosial tingkat bawah mengucapkan singin, shootin, dan fishin.
Labov juga telah membuktikan kenyataan tersebut antara lain lewat penelitiannya
mengenai variabel /r/ di kota New York (Wardhaugh, 1986:157-163). Salah satu
temuannya adalah ucapan kata-kata semacam car dan guard dengan /r/ diucapkan
dinilai tinggi. Ucapan dengan /r/ tersebut diasosiasikan dengan kelas menengah
atas meskipun anggota-anggota kelas tersebut tidak selalu menggunakannya pada
setiap kesempatan. Penelitian senada juga telah dilakukan oleh Trudgill (1974:43-44
dalam Sunarso, 1997:83) yang mengkaji kemungkinan adanya korelasi langsung
antara kelas sosial penutur dengan penggunaan /-s/ sebagai penenda verba simple
present tense untuk orang ketiga tunggal.
Teori Bernstein mengenai kode lengkap (elaborated code) dan kode ringkas
(restricted code) juga menunjukkan adanya kaitan yang erat antara bahasa dengan
kelas sosial (Bernstein, dalam Giglioli (peny.), 1972:157-178). Menurutnya, kode
lengkap cenderung digunakan dalam situasi-situasi debat resmi atau diskusi
akademik. Kode ini bersifat bebas konteks, yaitu tidak bergantung pada ciri-ciri
68
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
konteks ekstralinguistik. Sebaliknya, kode ringkas cenderung digunakan dalam
situasi-situasi informal, di dalam keluarga, dan di antara teman serta menekankan
keanggotaan penutur dalam sebuah kelompok. Kode ini terikat konteks, yakni
sejumlah asumsi bersama dari kelompok dalam memahami bentuk-bentuk bahasa
yang digunakan.
B. Usia Penutur dan Pemakaian Bahasa
Selain kelas sosial, faktor sosial yang jelas berpengaruh terhadap wujud
pemakaian dialek adalah usia penutur. Dengan mudah dapat dilihat ciri-ciri
pemakaian bahasa yang beragam menurut umur yang berbeda. Nada, ucapan, kosa
kata, dan tata bahasa dapat memilahkan kelompok-kelompok usia. Terdapat polapola yang cocok untuk usia muda dan tua. Pemakaian kosakata pada usia muda
agaknya berubah sesuai dengan pertambahan usia mereka.
Penelitian dialek sosial telah memberikan informasi tentang pola ucapan dan
tata bahasa yang digunakan oleh kelompok usia yang berbeda-beda. Kebanyakan
peneliti dialek sosial telah menemukan bahwa anak-anak remaja memakai bentukbentuk vernakular dengan frekuensi yang tinggi terutama jika bentuk-bentuk
tersebut diamggap sebagai bentuk nonstandar. Bentuk-bentuk itu merupakan
pemarkah solidaritas. Anggota-anggota gang New York sebagai contoh, sering
melesapkan bentuk –ed yang menandai kala lampau pada akhir kata dari pada
orang dewasa yang berasal dari kelompok sosial yang sama. Mereka lebih sering
memakai miss daripada missed (dalam ujaran seperti he missed the bus yesterday) dan
pass daripada passed ( it pass him). Mereka juga lebih banyak menggunakan negasi
ganda daripada orang dewasa yang berasal dari kelas sosial yang sama (Holmes,
1994:184).
Pola-pola ciri kebahasaan tertentu mungkin berbeda dari suatu masyarakat ke
masyarakat lain, tetapi terdapat kesepakatan umum bahwa dalam usia pertangahan
paling besar kemungkinannya penutur mengenal dan mengakui norma-norma
bahasa masyarakatnya dan paling sedikit memakai bentuk-bentuk vernakular.
69
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Sebaliknya di dalam usia pertengahan inilah mereka paling banyak menggunakan
bentuk-bentuk standar. Pemakaian bentuk-bentuk standar atau berprestise
mencapai puncaknya pada usia tiga puluh sampai dengan lima puluh tahun ketika
penutur mengalami tekanan maksimum dari masyrakat untuk menyesuaikan diri
dengan norma yang berlaku (Holmes, 1994:186).
Selain itu, contoh yang memperrlihatkan korelasi antara usia penutur dengan
pemakaian bahasa adalah penelitian William Labov mengenai perubahan bunyi
bahasa. Dalam penelitiannya mengenai motivasi sosial perubahan bunyi bahasa di
Martha’s Vineyard, yaitu sentralisasi bunyi pertama dalam diftong /ay/ dan /aw/,
Labov (1977:21-22, 36) mengemukakan bahwa sentralisasi tersebut tampak
menunjukkan peningkatan yang teratur sesuai dengan tingkat usia yang mencapai
puncaknya pada kelompok usia tiga puluh satu sampai dengan empat puluh lima
tahun. Lebih lanjut dikemukakan bahwa peningkatan tersebut merupakan
tanggapan kelompok umur itu terhadap tantangan akan status asli mereka sebagai
“Vineyarder”. Makna langsung ciri fonetis tersebut merupakan ciri yang menandai
bahwa penuturnya adalah penduduk Martha Vineyard.
Uraian di atas menyatakan dengan jelas bahwa ada kaitan yang erat antara
pemakaian bahasa dengan kelas sosial dan usia penutur. Kedua variabel ini
mempengaruhi wujud bentuk-bentuk dialek yang digunakan. Karena itu, sudah
selayaknya jika para peneliti bahasa mempertimbangkan variabel kelas sosial dan
usia di dalam penelitian sosiodialektologi jika menginginkan pemahaman yang
lebih dalam atas sifat dasar dan mekanisme kerja dialek yang ditelitinya. Dengan
demikiaan akan memberikan informasi yang lengkap mengenai wujud dialek yang
diteliti dan latar belakang sosial penuturnya.
C. Pertanyaan Penajaman
1. Apa tujuan memasukan variabel sosial dalam penelitian dialek?
2. Apasaja yang termasuk variabel sosial yang dapat diteliti dalam penelitian dialek?
70
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
BAB XII
PROPOSAL PENELITIAN DIALEK
71
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
A. JUDUL PENELITIAN
: PEMAKAIAN BAHASA JAWA DI KABUPATEN
SEMARANG (Kajian Sosiodialektologi)
B. BIDANG ILMU
: Sastra / Filsafat
C. PENDAHULUAN
Bahasa Jawa (BJ) merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang
jumlah pemakainya cukup besar, yaitu sekitar 50% dari seluruh penduduk
Indonesia. Bahasa ini digunakan sebagai bahasa ibu oleh suku Jawa, terutama yang
tinggal di Propinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Jawa
Timur. Nothofer (1975:8) dalam
"The Reconstruction of Proto-Malayo-Javanic"
memaparkan bahwa daerah pemakai BJ meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah
Istimewa Yogyakarta, dan daerah-daerah bagian utara Jawa Barat, kecuali daerah
Pemanukan dan Jakarta. Di samping itu, BJ dipakai juga oleh etnik Sunda yang
tinggal di pantai utara Cirebon, Indramayu, Serang (Banten utara), dan pantai
selatan Pangandaran yang merupakan wilayah Propinsi Jawa Barat serta beberapa
daerah transmigrasi suku Jawa yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DIY
(Sudaryono dan Devi, dkk. 1990:1).
Pemakaian BJ yang wilayahnya luas itu secara tidak disadari dipengaruhi oleh
lingkungannya masing-masing, antara lain (1) politik dan budaya (keraton), (2)
lingkungan alam, seperti alam pegunungan di wilayah Gunung Bromo yang
mempengaruhi terbentuknya BJ dialek Tengger; dan (3) bahasa-bahasa daerah lain,
seperti bahasa Sunda yang berdekatan dengan BJ di wilayah Jawa Tengah bagian
barat mempengaruhi BJ dialek Banyumas. Pengaruh-pengaruh seperti itu
menyebabkan BJ memiliki variasi fonologi, morfologi, sintaksis, dan
leksikon.
Namun , BJ tersebut masih dapat dipahami oleh pemakainya dalam berkomunikasi
dan mereka tetap merasa memiliki bahasa yang satu, yakni BJ. Karena itu, luasnya
wilayah pemakaian BJ tersebut merupakan salah satu penyebab munculnya
72
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
berbagai varian atau dialek BJ, di antaranya dialek Banyumas, Kebumen,
Pekalongan, Purworejo, Yogyakarta, dan Solo (lihat Fernandez, 1993/1994:10).
Berdasarkan letak geografis pemakai BJ dengan titik tumpu BJ wilayah
Yogyakarta dan Solo ke timur dan ke barat, Uhlenbeck (1982:75) menyatakan bahwa
BJ mempunyai 4 dialek dan 13 subdialek. Keempat dialek BJ itu adalah (1)
Banyumas, (2) Pesisir, (3) Surakarta, dan (4) Jawa Timur. Adapun ketiga belas
subdialek BJ itu adalah (1) Purwokerto, (2) Kebumen, (3) Pemalang, (4) Banten
Utara, (5) Tegal, (6) Semarang, (7) Rembang, (8) Surakarta (Solo), (9) Yogyakarta, (10)
Madiun, (11) Surabaya, (12) Banyuwangi, dan (13) Cirebon. Dialek Yogyakarta dan
Solo merupakan dialek BJ yang dianggap baku.
Pada abad pertama millenium ketiga ini kedudukan BJ dengan dialek dan sub
dialeknya mengalami pergeseran sebagai akibat dari pengaruh arus globalisasi
(Gunarwan, 1999). Fungsi BJ yang semula sebagai bahasa pengantar dalam tradisi
sastra yang besar, dewasa ini hanya sebagai bahasa pengantar untuk aspek-aspek
kehidupan tidak resmi, kedaerahan, kekeluargaan, dan hal-hal yang bersifat
tradisional. Beberapa fungsinya yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat
kedinasan, keilmuan, dan aspek kehidupan yang bersifat resmi telah digantikan
oleh bahasa Indonesia. Hal ini terjadi sejak ditetapkannya Bahasa Indonesia (BI)
sebagai bahasa Resmi Negara pada tanggal 18 Agustus 1945 (Fernandez, 1998:2).
Kondisi tersebut berlanjut dengan digunakannya BI dalam setiap peristiwa
komunikasi, seperti komunikasi di sekolah, lingkungan pekerjaan, rumah, maupun
masyarakat yang mengakibatkan kemampuan berbahasa Jawa mereka semakin
menurun. Faktor-faktor yang diduga melatarbelakangi hal tersebut, antara lain: (1)
makin tingginya frekuensi komunikasi tatap muka yang terjadi di masyarakat akibat
semakin membaiknya sistem komunikasi, (2) makin terbinanya kehidupan yang
demokratis, (3) semakin tingginya tingkat mobilitas sosial, dan (4) akibat
digunakannya BI dalam setiap peristiwa komunikasi (Poedjosoedarmo, 1979:10).
Kecenderungan
menjalin
hubungan
perseorangan
secara
informal
dengan
menggunakan BI terjadi antara orang-orang dari berbagai lapisan. Hal ini tampak
73
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
jelas terjadi pada pemuda, pelajar, buruh, pegawai maupun non-pegawai serta
orang-orang yang baru dikenal.
Keadaan seperti itu juga terjadi di dalam kehidupan masyarakat suku Jawa di
Kabupaten Semarang. Hal ini didukung oleh letak Kabupaten ini yang bersebelahan
(utara) dengan Kotamadia Semarang dan Kabupaten Demak; Kabupaten Grobogan
dan Boyolali (sebelah timur); Kabupaten Boyolali dan Magelang (sebelah selatan);
Kabupaten Kendal dan Temanggung (sebelah barat); dan Kotamadia Salatiga
ditengah wilayah kabupaten tersebut. Kotamadia Semarang, Demak, dan Kendal
merupakan daerah pemakaian dialek pesisiran, sedangkan Temanggung merupakan
daerah pemakaian dialek Banyumas. Adanya kontak bahasa dengan penutur dialekdialek di sekitarnya, menyebabkan bahasa Jawa di Kabupaten Semarang kemasukan
unsur-unsur bahasa Jawa dialek di sekitarnya dan bahasa Indonesia. Wilayah
administrasinya meliputi lima belas kecamatan, yaitu (1) Ungaran, (2) Bergas, (3)
Pringapus, (4) Ambarawa, (5) Bawen, (6) Jambu, (7) Sumowono, (8) Banyubiru, (9)
Pabelan, (10) Tuntang, (11) Bringin, (12) Getasan, (13) Tengaran, (14) Suruh, dan (15)
Susukan (BPS Kabupaten Semarang, 1998). Dengan adanya Proyek Pengembangan
Kota Semarang-Surakarta yang akan menjadikan kota Semarang-Surakarta dan
sekitarnya menjadi kawasan metropolitan (BPPD Prop. Daerah Tingkat I Jawa
Tengah, 1998), maka Kabupaten Semarang menjadi daerah satelit (jalur perhubungan
utama) Semarang-Surakarta dan mengalami kemajuan yang pesat. Kondisi semacam
ini diikuti juga dengan masuknya budaya pesisiran dari utara dan 'budaya
pedalaman' dari selatan (Solo-Yogya-Banyumas).
Berkaitan dengan keadaan di atas, masyarakat Kabupaten Semarang
dimungkinkan memiliki latar belakang sosial yang berbeda-beda. Hal ini mengarah
pada munculnya pelapisan dalam masyarakat (stratifikasi sosial), yaitu suatu sistem
yang berlapis-lapis yang membagi warga-warga masyarakat ke dalam beberapa
lapisan secara bertingkat. Artinya, suatu lapisan tertentu kedudukannya lebih tinggi
dari lapisan lainnya (Soekanto, 1982:29). Karena itu, pemakaian BJ tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor geografis, melainkan juga oleh faktor sosial. Faktor sosial
74
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
yang dimaksud antara lain kelas sosial, pendidikan, pekerjaan, usia, jenis kelamin,
dan sebagainya. Labov dan Bernstein (dalam Giglioli, 1972) mengatakan bahwa
faktor-faktor sosial itu dapat mempengaruhi aktivitas berbahasa sehingga
memunculkan variasi bahasa.
Pertanyaan yang menarik adalah bagaimanakah pemakaian BJ di Kabupaten
Semarang? Adakah kekhasan BJ di kabupaten Semarang jika dibandingkan dengan
dengan BJ baku (Solo-Yogya)? Adakah kecenderungan variasi pemakaian BJ di
Kabupaten Semarang berkaitan dengan faktor-faktor sosial: pekerjaan, pendidikan,
dan usia pemakai? Masalah pemakaian BJ di Kabupaten Semarang ini terasa penting
dilakukan manakala dihadapkan pada kondisi industrialisasi dan globalisasi yang
cenderung menyebabkan orang memandang bahasa dalam keterpakaiannya secara
praktis.
Pemilihan Kabupaten Semarang sebagai lokasi penelitian pemakaian BJ
dengan tinjauan sosiodialektologi didasarkan pada beberapa alasan yang
diperlihatkan dalam
pengamatan sementara (pra-survei) di lapangan sebagai
berikut.
Pertama, letak Kabupaten Semarang yang strategis di jalur perhubungan
Kodia Semarang-Solo-Yogyakarta menjadikan Kabupaten Semarang sebagai daerah
perluasan
kawasan Semarang metropolitan. Hal ini membawa konsekuensi
bercampurnya berbagai budaya (pesisiran dan 'pedalaman') yang menyebabkan
munculnya variasi pemakaian bahasa Jawa di Kabupaten Semarang (BJSM) yang
merupakan kekhasan bila dibandingkan dengan bahasa Jawa standar (BJS).
Kedua, penelitian pemakaian BJ di Kabupaten Semarang menarik untuk
dilakukan
mengingat adanya
variasi
kebahasaan
yang
ditemukan
dalam
pengamatan sementara di dua desa titik pengamatan di dua kecamatan. Fenomena
kebahasaan yang menarik perhatian itu terdapat pada tataran fonologi dan leksikal.
Tataran Fonologi. Dalam BJS, fonem vokal /i / memiliki dua alofon, yaitu [i]
dan [I] bergantung pada distribusinya seperti terlihat pada ati [ati] 'hati' dan pitik
[pitI?] 'ayam'. Dalam BJSM, fonem / i / memperlihatkan tiga alofon, yaitu [i], [I],
75
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
dan [] seperti terlihat pada [silih] X [silIh] X [silh] 'pinjam' dan [pitih] X [putIh] X
[puth] 'putih'. Dilihat dari
penuturnya, bunyi [i] cenderung diucapkan oleh
penutur yang berusia-muda. Sebaliknya, bunyi [] cenderung diucapkan oleh
penutur usia-tua dan penutur yang berpendidikan rendah, sedangkan bunyi [I]
cenderung
diucapkan
oleh
penutur
dari
golongan
pegawai-berusia-tua-
berpendidikan tinggi.
Fonem konsonan /b/ dalam BJSM --pada kata tertentu --bervariasi dengan
fonem semivokal /w/, seperti terlihat pada data bengi [bi] X wengi [wi] 'malam'
dan bening [bnI] X wening [wnI] 'jernih'. Dilihat dari penuturnya, bunyi [b]
cenderung diucapkan oleh penutur yang tergolong dalam variabel pendidikan
rendah-muda, sedangkan bunyi [w] cenderung diucapkan oleh penutur yang
tergolong dalam variabel pendidikan rendah-tua.
Bunyi [r ] seperti terlihat pada [srandal] X [sandal] 'alas kaki' dan bunyi []
seperti terlihat pada [tlabu?a] 'pelupuk mata', [lapaa] 'lapangan', dan [jnti?a]
'kelingking' cenderung diucapkan pada kata yang berakhiran -an. Bunyi [r] dan []
tersebut cenderung diucapkan oleh penutur yang tergolong dalam variabel pegawai
dan non-pegawai-pendidikan rendah-tua dan muda.
Tataran Leksikal. Pada tataran ini ditemukan beberapa variasi bentuk BJSM
setidaknya jika dikontraskan dengan BJS, seperti terlihat pada bentuk njagong
[njag] 'duduk', bromo [brm] 'api', nyong [ñ] 'saya, dhe'e [dhε?e] 'kamu', mbok
tuwa [mb? tuw]
'nenek', manding [madi] 'petai cina', mbedhel [mbdhl]
'mencangkul', gurung [gurU] dan gorokan [gr? an] 'kerongkongan', jipang [jipa]
'labu siam', temloncong [tmlnc] 'ayam betina muda', sak cliwik [sa? cliwI?]
'sawah satu petak kecil', sak kothak [sa? kotha?] 'sawah satu petak besar', kebetheng
[kbth] 'tidak bisa pulang karena hujan', dan sebagainya.
Ketiga, penelitian berdasarkan kajian sosiodialektologi terhadap pemakaian
bahasa Jawa di Kabupaten Semarang, sepengetahuan penulis, sampai saat ini belum
dilakukan. Kalaupun ada, penelitian bahasa Jawa dialek Semarang yang dilakukan
76
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Sudjati (1977) dan Baribin (1987) adalah penelitian geografi dialek dengan
populasinya di Kotamadia Semarang, Oleh karena itu, penelitian ini perlu
dilaksanakan dengan populasi di Kabupaten Semarang.
D. PERUMUSAN MASALAH
Sehubungan
dengan
hasil
pengamatan
sementara
di
lapangan,
ada
permasalahan kebahasaan yang perlu diteliti di wilayah Kabupaten Semarang
dengan pendekatan sosiodialektologi. Pengkajian ditekankan pada variabel
kebahasaan, meliputi fonologi dan leksikal, dan variabel sosial yang diduga
berpengaruh terhadap pemakaian bahasa Jawa di wilayah tersebut. Variabel sosial
yang dimaksud dibatasi pada variabel pekerjaan, pendidikan, dan usia. Adapun
permasalahan tersebut dapat dirumuskan dengan pertanyaan sebagai berikut.
(1) Bagaimanakah pemakaian bahasa Jawa di Kabupaten Semarang dalam bidang
fonologi dan leksikal ?
(2) Adakah kekhasan BJ di Kabupaten Semarang dalam bidang fonologi dan
leksikal?
(2) Bagaimanakah variasi pemakaian BJ di Kabupaten Semarang ditinjau dari
variabel pekerjaan, pendidikan, dan usia?
E. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam tinjauan pustaka ini diuraikan (1) pemakaian bahasa, (2) pemakaian
bahasa
dan kelas sosial penutur, (3) pemakaian bahasa dan usia penutur, (4)
pemakaian bahasa Jawa, dan (5) penelitian terdahulu yang terkait.
1. Pemakaian Bahasa
Pada hakikatnya dalam kenyataan pemakaiannya, bahasa tidaklah monolitik,
melainkan bervariasi. Berdasarkan sumbernya, kevariatifan bahasa dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu variasi internal dan eksternal (Nababan, 1984:16). Variasi
internal adalah variasi yang disebabkan oleh faktor-faktor yang terdapat dalam
77
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
bahasa itu sendiri, misalnya variasi fonologis, suatu fonem sebagai akibat pengaruh
fonem lain yang mendahului atau mengikutinya yang merupakan ciri alamiah suatu
sistem bahasa (Samsuri, 1982:130). Sementara, variasi eksternal adalah variasi yang
disebabkan oleh faktor-faktor di luar bahasa, seperti daerah asal penutur, kelompok
sosial penutur, topik tuturan, suasana tutur, dan sebagainya. Halliday (1968)
membedakan variasi ini berdasarkan dua hal, yakni pemakai dan pemakaiannya.
Berdasarkan pemakainya, variasi bahasa dibedakan menjadi variasi bahasa
perseorangan yang disebut idiolek dan variasi kelompok yang disebut dialek.
Variasi bahasa berdasarkan kelompok dapat dipilah lagi berdasarkan daerah asal
pemakai (dialek geografis) dan faktor sosial pemakai (dialek sosial). Berdasarkan
pemakaiannya, variasi bahasa itu dikenal dengan istilah ragam atau register.
2. Pemakaian Bahasa dan Kelas Sosial Penutur
Perbedaan internal masyarakat manusia dicerminkan di dalam bahasanya.
Kelompok-kelompok sosial yang berbeda menggunakan variasi bahasa yang
berbeda (Trudgill, 1874:34 dalam Sunarso, 1997:82). Kajian variasi yang paling awal
dilakukan oleh Fischer (1958) mengenai variabel [] yang digunakan oleh
sekelompok sosial tingkat atas dan bawah dalam kata singing sehingga
menghasilkan variasi ucapan singing [] dan singin [n]. Kajian itu menunjukkan
bahwa kelompok sosial tingkat atas mengucapkan singing, shooting, dan fishing,
sedangkan kelompok sosial tingkat bawah mengucapkan singin, shootin, dan fishin.
Labov juga telah membuktikan kenyataan tersebut antara lain lewat penelitiannya
mengenai variabel /r/ di kota New York (Wardhaugh, 1986:157-163). Salah satu
temuannya adalah ucapan kata-kata semacam car dan guard dengan /r/ diucapkan
dinilai tinggi. Ucapan dengan /r/ tersebut diasosiasikan dengan kelas menengah
atas meskipun anggota-anggota kelas tersebut tidak selalu menggunakannya pada
setiap kesempatan. Penelitian senada juga telah dilakukan oleh Trudgill (1974:43-44
dalam Sunarso, 1997:83) yang mengkaji kemungkinan adanya korelasi langsung
78
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
antara kelas sosial penutur dengan penggunaan /-s/ sebagai penenda verba simple
present tense untuk orang ketiga tunggal.
Teori Bernstein mengenai kode lengkap (elaborated code) dan kode ringkas
(restricted code) juga menunjukkan adanya kaitan yang erat antara bahasa dengan
kelas sosial (Bernstein, dalam Giglioli (peny.), 1972:157-178). Menurutnya, kode
lengkap cenderung digunakan dalam situasi-situasi debat resmi atau diskusi
akademik. Kode ini bersifat bebas konteks, yaitu tidak bergantung pada ciri-ciri
konteks ekstralinguistik. Sebaliknya, kode ringkas cenderung digunakan dalam
situasi-situasi informal, di dalam keluarga, dan di antara teman serta menekankan
keanggotaan penutur dalam sebuah kelompok. Kode ini terikat konteks, yakni
sejumlah asumsi bersama dari kelompok dalam memahami bentuk-bentuk bahasa
yang digunakan.
3. Pemakaian Bahasa dan Usia Penutur
Selain kelas sosial, faktor sosial yang berpengaruh terhadap wujud pemakaian
bahasa adalah usia penutur. Penelitian dialek sosial telah memeberikan banyak
informasi tentang pola ucapan dan tata bahasa yang digunakan oleh kelompok
umur yang berbeda-beda.
Kebanyakan peneliti dialek sosial telah menemukan
bahwa anak-anak remaja memakai bentuk-bentuk vernakular dengan frekuensi
yang tertinggi terutama jika bentuk-bentuk tersebut dianggap sebagai bentuk
nonstandar. Bentuk-bentuk itu merupakan pemarkah solidaritas. Anggota-anggota
gang New York, misalnya, lebih sering melesapkan bentuk -ed yang menandai kala
lampau pada akhir kata daripada orang dewasa yang berasal dari kelompok sosial
yang sama (Holmes, 1994:184).
Pola-pola ciri kebahasaan tertentu mungkin berbeda dari satu masyarakat ke
masyarakat lain, tetapi terdapat kesepakatan umum bahwa dalam usia pertengahan
paling besar kemungkinannya penutur mengenal dan mengakui norma-norma
bahasa masyarakatnya dan paling sedikit memakai bentuk-bentuk vernakular.
Sebaliknya, di dalam usia pertengahan inilah bentuk-bentuk standar paling banyak
79
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
digunakan. Pemakaian bentuk standar dan bentuk berprestise mencapai puncaknya
pada umur tiga puluh sampai dengan lima puluh tahun ketika penutur mengalami
tekanan maksimum dari masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan norma yang
berlaku (Holmes, 1994:186).
Penelitian lain yang memperlihatkan korelasi antara usia penutur dengan
pemakaian bahasa adalah penelitian William Labov mengenai perubahan bunyi
bahasa. Di dalam penelitiannya mengenai motivasi sosial perubahan bunyi bahasa
di Martha's Vineyard, yaitu sentralisasi bunyi pertama dalam diftong /ay/ dan
/aw/. Sentralisasi tersebut menunjukkan peningkatan yang teratur sesuai dengan
tingkat umur yang mencapai puncaknya pada usia 31 sampai dengan 45 tahun.
Peningkatan tersebut merupakan tanggapan kelompok umur itu terhadap tantangan
akan status asli mereka sebagai "Vineyarder" atau penduduk Martha's Vineyard
(Labov, 1977:21-22,36).
4. Pemakaian Bahasa Jawa
Bahasa Jawa, seperti halnya bahasa pada umumnya, juga memiliki variasivariasi, baik variasi internal maupun eksternal. Variasi internal dalam bahasa Jawa,
misalnya bidang fonologi, tampak pada adanya pengubahan bunyi karena tuturan
guru lagu, faktor jenis kelamin, perubahan ragam, dan sebagainya. Misalnya,
perubahan fonem /o/ menjadi /i/ pada kata-kata janmo > janmi 'manusia', warto >
warti 'kabar'; penambahan fonem /a/ di depan kata misalnya, mung > amung
'hanya', margo > amargo 'sebab'. Dalam bidang morfologi, variasi internal itu tampak
pada pembentukan kata berawalan {N-} yang mempunyai lima alomorf, yaitu //,
/m/, /n/, //, dan /ñ/, seperti pada kata-kata cet 'cat' > ngecet 'mengecat', pacul
'cangkul' > macul 'mencangkul', dudut 'tarik' > ndudut 'menarik', kukur 'garuk' >
ngukur 'menggaruk', jaluk 'minta' > njaluk 'meminta', dan seterusnya (lihat
Poedjosoedarmo, 1979:186-187).
Variasi eskternal dapat terjadi karena pengaruh-pengaruh daerah asal penutur
dan faktor sosial. Karena pengaruh daerah asal, bahasa Jawa memiliki beberapa
80
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
dialek geografis, seperti dialek Yogya-Solo, Banyumas, Tegal, Osing, Tengger, dan
sebagainya. Sementara karena faktor sosial, bahasa Jawa memiliki dialek sosial
berdasarkan pekerjaan, pendidikan, usia, jenis kelamin, agama, keturunan, dan
sebagainya.
5. Penelitian Terdahulu
Sudjati (1977:27-28) dalam laporan penelitiannya menyinggung suatu
fenomena yang menarik untuk ditindaklanjuti. Dikemukakan bahwa ada beberapa
leksikon yang merupakan ciri yang menandai dialek Semarang yang berbeda dari
dialek-dialek di sekitarnya, seperti [l gas] 'minyak tanah', [kcaar] 'tertipu'.
Temuan lainnya, penduduk (Kotamadia) Semarang asli tidak dapat menggunakan
bahasa Jawa krama sesuai dengan kaidah. Bahkan, kebiasaan menggunakan bentuk
krama yang salah, misalnya Kula badhe siram, agaknya berlaku umum pada
masyarakat Semarang asli, terutama golongan tua dan yang berpendidikan relatif
rendah.
Berkenaan dengan penelitian kata sapaan eyang oleh Sukardjo (1995)
ditemukan bahwa sehubungan dengan adanya gaya bahasa pesisiran, yaitu istilah
"barang siapa meninggikan diri akan direndahkan dan barang siapa merendahkan
diri akan ditinggikan". Dalam gaya bahasa itu tercermin pula gaya bahasa
Semarangan: Kula badhe siram dan Kula badhe dhahar.
Fernandez (1993),(1997), dan (1998) telah melakukan penelitian dengan kajian
sosiodialektologi. Data dalam penelitian pertama diambil di Blora, kedua diambil di
perbatasan Yogya-Purworejo, dan ketiga diambil di Klaten. Ketiga penelitian
Fernandez inilah yang memberikan inspirasi kepada peneliti -terdapat kontribusi
sosiolinguistik dan dialektologi yang saling menguntungkan- untuk melakukan
penelitian dengan pendekatan yang sama dengan judul Pemakaian Bahasa Jawa di
Kabupaten Semarang (Kajian Sosiodialektologi).
81
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
F. TUJUAN PENELITIAN
Berkaitan dengan latar belakang dan perumusan masalah di atas, penelitian ini
bertujuan mendeskripsikan pemakaian bahasa Jawa pada penutur asli dan
penduduk asli atau sekurang-kurangnya telah tinggal selama sepuluh tahun di
Kabupaten Semarang dengan kajian sosiodialektologi. Dalam hal ini mencakup (1)
deskripsi pemakaian bahasa Jawa di bidang fonologi dan leksikal, dan (2) deskripsi
kekhasan BJ di Kabupaten Semarang, dan (3) deskripsi variasi pemakaian BJ ditinjau
dari variabel pekerjaan, pendidikan, dan usia.
G. KONTRIBUSI PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan dua faedah, yaitu teoretis dan
praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini akan memberikan faedah bagi
perkembangan teori linguistik terutama dialektologi dan sosiolinguistik. Hal ini
terjadi karena bahasa Jawa di Kabupaten Semarang merupakan lambang nilai dan
sosial budaya yang mencerminkan kebudayaan yang hidup di masyarakat Jawa di
Kabupaten
Semarang.
Sebagai
bahasa
yang
hidup,
pemakaiannya
selalu
berkembang. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber acuan
yang akurat bagi penelitian selanjutnya.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan bagi
pembinaan dan pengembangan bahasa Jawa, terutama pemertahanan BJ di
Kabupaten Semarang. Pemertahanan ini penting artinya mengingat relevansinya
dengan masalah perencanaan bahasa nasional dan program pemerintah daerah
Kabupaten Semarang untuk mengembangkan BJ, sebagai jatidiri dan kekayaan
budaya Kabupaten Semarang pada khususnya dan Jawa Tengah pada umumnya
yang kini semakin gencar dilakukan.
.
H. METODE PENELITIAN
Dalam metode penelitian ini diuraikan (1) populasi, (2) sampel, (3) titik
pengamatan, (4) informan, (5) alat penelitian, dan (6) prosedur penelitian.
82
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
1. Populasi
Objek yang menjadi data penelitian ini adalah tuturan bahasa Jawa yang
dipakai oleh penutur dan penduduk asli atau sekurang-kurangnya telah tinggal di
Kabupaten Semarang selama sepuluh tahun. Karena itu, populasi penelitian ini
adalah semua tuturan bahasa Jawa dengan aspek-aspeknya di wilayah Kabupaten
Semarang.
2. Sampel
Sehubungan dengan populasi di atas, sampel yang dipilih adalah tuturan
bahasa Jawa yang telah ditetapkan dalam butir H.5 alat penelitian, yang berupa
daftar pertanyaan berkaitan dengan pemakaian bahasa Jawa di Kabupaten
Semarang.
3. Titik Pengamatan (TP)
Titik pengamatan ditentukan dengan kriteria yang dikemukakan oleh
Nothofer (1981:5), yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif, kriteria
yang digunakan adalah (1) mobilitas penduduk tergolong rendah (untuk sampel
desa) dan tidak terlalu tinggi (untuk sampel kota), (2) jumlah penduduk maksimal
6.000 jiwa, dan (3) usia desa paling rendah 30 tahun. Secara kuantitatif, penentuan
dilakukan dengan melihat ukuran jarak antar-titik pengamatan, yaitu + 20 km, jika
isolek yang digunakan bersifat homogen atau diduga memiliki masalah pemakaian
bahasa Jawa yang menarik. Dengan demikian, jika isolek yang digunakan bersifat
heterogen, ukuran jarak tidak menjadi masalah.
Selain itu, karena penelitian ini melibatkan aspek sosiolinguistik, maka titik
pengamatan ditentukan berdasarkan kontras daerah kota-desa. Kriteria penentuan
ini sesuai dengan yang diajukan Nothofer (1987:128) bahwa deskripsi aspek
sosiollinguisti meliputi (1) kontras antara dialek kota dan dialek desa dan (2)
pengaruh dialek pusat kebudayaan atas dialek lain. Dalam hal ini, yang
dimaksudkan kota adalah desa yang terdapat di wilayah kecamatan kota,
83
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
sedangkan desa adalah desa yang terdapat di wilayah kecamatan yang jauh dari
keramaian kota atau kecamatan pinggiran. Berkaitan dengan itu, maka titik
pengamatan sebagai lokasi penelitian yang dipilih adalah (1) Desa Bandarjo,
Kecamatan Ungaran, dan (2) Desa Kemitir, Kecamatan Sumowono.
Dipilihnya dua desa di wilayah Kabupaten Semarang ini didasarkan pada
pertimbangan sebagai berikut.
1) Titik pengamatan 1, Desa Bandarjo, Kecamatan Ungaran merupakan desa yang
berada di wilayah kecamatan kota dan berbatasan dengan Kotamadia Semarang.
Desa ini diasumsikan mewakili wilayah kota karena mendapat pengaruh dari
Kotamadia Semarang yang memiliki budaya pesisiran.
2) Titik pengamatan 2, Desa Kemitir, Kecamatan Sumowono merupakan desa yang
berbatasan dengan Kabupaten Temanggung, yakni 7 km dari perbatasan
Temanggung. Karena berbatasan dengan daerah pemakaian BJ dialek
banyumas, maka desa ini diduga terpengaruh oleh BJ dialek Banyumas.
Berdasarkan pertimbangan pemilihan kedua desa itu, selanjutnya ditentukan
variabel-variabel
sosial
yang
melatarbelakangi
penutur/informan
terhadap
pemakaian BJ mereka.
4. Informan
Informan dipilih dengan kriteria (1) laki-laki atau perempuan, (2) berusia + 30
s.d. + 60 tahun, (3) lahir dan besar di desa setempat, (4) mobilitasnya tidak terlalu
tinggi (untuk kota) dan rendah (untuk desa), (5) dapat berbahasa Jawa, (6) sehat
rohani dan jasmani dalam arti alat bicaranya sempurna, dan (7) dapat berbahasa
Indonesia (bandingkan Nothofer, 1991:5; Fernandez, 1992:2).
Selain itu, penelitian ini menggunakan variabel sosial yang meliputi
pendidikan (tinggi-rendah), usia (tua-mua), dan pekerjaan (pegawai dan nonpegawai). Kriteria variabel usia muda lebih kurang berusia + 30 tahun dan usia tua
lebih kurang + 60 tahun. Kriteria pendidikan tinggi adalah serendah-rendahnya
SMU, sedangkan pendidikan rendah adalah setinggi-tingginya SD. Namun kriteria
84
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
ini dapat berubah sesuai dengan kondisi pendidikan di desa titik pengamatan.
Adapun variabel pegawai adalah pegawai negeri atau pegawai swasta dan non
pegawai adalah pedagang, buruh, petani. Informan yang diperlukan sejumlah: 16
informan x 2 titik pengamatan = 32 informan.
Tabel 1. Informan pada I Titik Pengamatan
Pekerjaan
Pegawai
Pendidikan
Non-Pegawai
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
Usia
Tua
Muda
Tua
Muda
Tua
Muda
Tua
Muda
Informan
2
2
2
2
2
2
2
2
5. Alat Penelitian
Alat penelitian ini berupa daftar pertanyaan kebahasaan yang ditujukan
kepada informan untuk menjaring data kebahasaan BJ, baik ngoko maupun krama
yang meliputi kosa kata, frase, dan kalimat. Daftar pertanyaan kebahasaan yang
diajukan kepada informan didasarkan pada daftar 200 kosa kata Swadesh yang
dikembangkan menjadi 540 tanyaan meliputi kosakata yang mengandung makna (a)
sistem kekerabatan, (b) kata ganti dan sapaan, (c) kehidupan desa dan masyarakat,
(d) bagian tubuh, (d) rumah dan bagian-bagiannya, (e) alat-alat, (f) makanan dan
minuman, (g) musim dan keadaan alam, (h) binatang, (i) warna, (j) aktivitas
(Fernandez, 1993/1994: 52).
6. Prosedur Penelitian
Penelitian
ini
dilakukan
dengan
prosedur
dalam
penelitian
dialek
sebagaimana dikemukakan Fernandez (1993/1994:38-39), yaitu (1) menentukan
daerah pemakaian bahasa Jawa yang akan diteliti, (2) mempersiapkan instrumen
yang berupa daftar tanyaan, (3) mengurus perijinan, (4) menyiapkan peta lokasi
penelitian yang akan dikunjungi, (5) survai awal ke lokasi sebelum kunjungan resmi
dilakukan, (6) menyiapkan peta dasar yang memuat titik pengamatan dan lokasi
kelurahan dan desa yang didatangi, (7) pelaksanaan penelitian lapangan (8) menata
85
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
data hasil catatan dan rekaman dalam bentuk transkripsi, (9) menganalisis data
sesuai dengan tujuan penelitian, dan (10) menyajikan hasil analisis data.
7. Metode dan Teknik Penelitian
Penyediaan data dilakukan dengan menggunakan metode pupuan lapangan
(Ayatrohaedi, 1979:34). Untuk mendapatkan data yang akurat, digunakan juga
metode simak, dengan teknik catat, teknik rekam, teknik pemancingan, dan teknik
sadap. Teknik catat digunakan untuk mencatat jawaban atau keterangan informan.
Teknik rekam digunakan untuk pengecekan ulang jika terdapat kekurangjelasan
dalam catatan (Sudaryanto, 1993:17; Mahsun, 1995:94).
Teknik pemancingan
digunakan bila data tidak muncul (kurang lengkap). Teknik sadap digunakan untuk
mencocokan jawaban atau keterangan informan dengan pemakaian bahasa seharihari. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penjaringan data dilakukan dengan
metode observasi-partisipatif. Penerapan metode ini menyertakan teknik libat cakap
maupun bebas libat cakap (Sudaryanto, 1993:133-134).
Data yang telah tersedia dikelompokkan sesuai dengan bidang, fonologi dan
leksikal beserta tipe-tipenya. Data yang telah diklasifikasikan itu, kemudian
dibandingkan dengan BJ standar dengan memanfaatkan kamus dan tata bahasa
baku BJ serta literatur BJ. Selanjutnya, data dianalisis untuk menemukan kekhasan
BJ di Kabupaten Semarang dan variasi pemakaian BJ berdasarkan variabel sosial
pekerjaan, pendidikan, dan usia dengan memanfaatkan sejarah desa dari para
sesepuh desa dan latar belakang kehidupan informan yang telah dijaring dalam data
informan. Analisis itu dilakukan untuk menemukan dan menjawab permasalahan
sebagaimana terurai pada rumusan masalah.
Hasil analisis data akan disajikan dengan metode informal dan formal. Metode
informal karena penyajiannya dengan kata-kata biasa, sedangkan metode formal
karena dirumuskan dengan menggunakan tanda atau lambang (Sudaryanto,
1993:145).
86
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
I. JADWAL PELAKSANAAN
Jadwal penelitian ini dipilah menjadi tiga tahap, yaitu (1) tahap persiapan, (2)
tahap penelitian, dan (3) tahap pelaporan. Jadwal secara rinci terlihat berikut.
Tahap-Tahap Penelitian
Tahun
Bulan
2009
2
3
4
5
x
x
x
x
x
6
7
I. Tahap persiapan
1. Prasurvei dan penyediaan data
x
2. Studi Pustaka
x
3. Penyusunan Usulan Penelitian
x
II. Tahap Penelitian
1. Penyediaan data lanjutan
2. Klasifikasi data
3. Analisis data
x
III. Tahap Pelaporan
1. Penyusunan Laporan
x
2. Penggandaan
x
L. Daftar Pustaka
Ayatrohaedi. 1979. Dialektologi. Jakarta: Depdikbud.
Baribin, Raminah.1978. Dialek Semarang. Semarang: FKSS IKIP Semarang.
B P S.1998. Kabupaten Semarang dalam Angka. Semarang: BPS Kabupaten Semarang.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 1998. Semarang Surakarta Urban
Development Project Tecnical Assistance for Urban Management Support for
Infrastructure Development Programmes in the Greater Semarang Surakarta Urban
Areas. Semarang: Bina Pudia Inti dan Geosys Intipiranti.
Fernandez, Inyo Yos (koord).1992. Sosiodialektologi Diakronis. Laporan Praktik Studi
Lapangan Mahasiswa S2 UGM Yogyakarta.
87
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
_________. (Koord). 1993. "Penguasaan Bentuk Halus Bahasa Jawa Studi Kasus Pada
Masyarakat di Kabupaten Blora". Makalah dari Laporan Praktik Studi
Lapangan Mahasiswa S2 UGM.
_________.1993/1994. Dialektologi. Yogyakarta: Program Pascasarjana UGM.
_________ (Koord.). 1997. Bahasa Jawa di Kebumen Jawa Tengah. Laporan Praktik Studi
Lapangan Mahasiswa S2 UGM Yogyakarta.
_________ (Koord.). 1998. Sosiodialektologi Bahasa Jawa di Kabupaten Daerah Tingkat II
Klaten. Laporan Penelitian Praktik Studi Lapangan Mahasiswa S2 UGM
Yogyakarta.
Fischer, John L. 1985. Social Influences on the Choice of a Linguistic Variant. Word 14.
47-46.
Giglioli, Pier Paolo. (Peny.) 1972. Language and Social Context. Harmondsworth,
Middlesex England. Penguin Books Ltd.
Gunarwan, Asim. 1999. "Kedudukan Bahasa Daerah dan Tantangan pada Abad
yang akan datang" dalam Buku Panduan Kongres Linguistik Nasional IX.
Jakarta: MLI, P3B, dan Unika Atma Jaya.
Halliday, M.A.K. 1968. "The Users and Use of Lnguage", Fishman, J.A. (ed), Reading
in the Sociology of Language, Mouton, The Hauge-Paris.
Holmes, Janet. 1994. An Introduction to Sociolinguistics. London: Longman.
Labov, William. 1977. Sociolinguistics Patterns. Philadelphia: University
of
Pennsylvania Press.
Mahsun. 1993. Dialektologi Diakronis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
88
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Nababan, PWJ. 1984. Sosiolinguistik, Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Nothofer, Bernd. 1975."The Reconstruction of Proto Malayo Javanic". VKI.
Granenhage: Martinus Nijhoff.
Nothofer, Bernd. 1981. Dialektatlas Von Zentral-Java. Wiesbaden: Otto Harranssowitz.
Nothofer, Bernd. 1987. "Cita--Cita Penelitian Dialek" dalam Dewan Bahasa 31,2 .
Nothofer, Bernd. 1991. "Tinjauan Sonkronis dan Diakronis Dialek-Dialek Bahasa
Jawa di Jawa Barat dan Jawa Tengah (bagian barat)". (Makalah). Diskusi
Bahasa-bahasa Asia tenggara-Pasifik. Yogyakarta: PSI Fakultas Sastra UGM,
Tanggal 8 Desember 1990.
Poedjosoedarmo, Soepomo. 1979. Tingkat Tutur Bahasa Jawa. Jakarta: Depdikbud.
Samsuri. 1982. Analisa Bahasa. Jakarta: Erlangga.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana
University Press.
Sudaryono, Kemala Devi, Maria Anggrahini, dan Siti Subariah. 1990. Geografi Dialek
Bahasa Jawa Di Kabupaten Demak. Jakarta: Depdikbud.
Sudjati. 1977. Bahasa Jawa Dialek Semarang. Semarang: Fakultas Sastra Budaya
Universitas Diponegoro.
Uhlenbeck. 1982. Kajian Morfologi Bahasa Jawa. Jakarta: Djambatan.
Wardhaugh, Ronald. 1986. An Introduktion to Sociolinguistics. Cambridge USA: Basil
Blackwell.
89
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
DAFTAR PUSTAKA
Ayotrahaedi. 1979. Dialektologi. Jakarta: Depdikbud.
Fernandez, Inyo Yos (koord).1992. Sosiodialektologi Diakronis. Laporan Praktik Studi
Lapangan Mahasiswa S2 UGM Yogyakarta.
_________. (Koord). 1993. "Penguasaan Bentuk Halus Bahasa Jawa Studi Kasus Pada
Masyarakat di Kabupaten Blora". Makalah dari Laporan Praktik Studi
Lapangan Mahasiswa S2 UGM.
_________.1993/1994. Dialektologi. Yogyakarta: Program Pascasarjana UGM.
_________ (Koord.). 1997. Bahasa Jawa di Kebumen Jawa Tengah. Laporan Praktik Studi
Lapangan Mahasiswa S2 UGM Yogyakarta.
_________ (Koord.). 1998. Sosiodialektologi Bahasa Jawa di Kabupaten Daerah Tingkat II
Klaten. Laporan Penelitian Praktik Studi Lapangan Mahasiswa S2 UGM
Yogyakarta.
Fischer, John L. 1985. Social Influences on the Choice of a Linguistic Variant. Word 14.
47-46.
Giglioli, Pier Paolo. (Peny.) 1972. Language and Social Context. Harmondsworth,
Middlesex England. Penguin Books Ltd.
Gunarwan, Asim. 1999. "Kedudukan Bahasa Daerah dan Tantangan pada Abad
yang akan datang" dalam Buku Panduan Kongres Linguistik Nasional IX.
Jakarta: MLI, P3B, dan Unika Atma Jaya.
Halliday, M.A.K. 1968. "The Users and Use of Lnguage", Fishman, J.A. (ed), Reading
in the Sociology of Language, Mouton, The Hauge-Paris.
90
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Holmes, Janet. 1994. An Introduction to Sociolinguistics. London: Longman.
Kurath, Hans. 1972. Studies in Area Linguistics. Bloomington: Indiana University
Press.
Labov, William. 1977. Sociolinguistics Patterns. Philadelphia: University
of
Pensylvania Press.
Lauder, Multamia R.M.T. “Perkembangan Kajian Dialektologi di Indonesia”.
Makalah Pelbba 15, Jakarta 24-25 Juli 2001.
Mahsun. 1993. Dialektologi Diakronis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Meillet, Antoine. 1970. The Comparative Method in Historical Linguistics. Paris:
Librairie Honore Champion.
Nababan, PWJ. 1984. Sosiolinguistik, Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Nothofer, Bernd. 1975."The Reconstruction of Proto Malayo Javanic". VKI.
Granenhage: Martinus Nijhoff.
Nothofer, Bernd. 1981. Dialektatlas Von Zentral-Java. Wiesbaden: Otto Harranssowitz.
Nothofer, Bernd.. 1987. "Cita--Cita Penelitian Dialek" dalam Dewan Bahasa 31,2 .
Nothofer, Bernd.. 1991. "Tinjauan Sonkronis dan Diakronis Dialek-Dialek Bahasa
Jawa di Jawa Barat dan Jawa Tengah (bagian barat)". (Makalah). Diskusi
Bahasa-bahasa Asia tenggara-Pasifik. Yogyakarta: PSI Fakultas Sastra UGM,
Tanggal 8 Desember 1990.
Nothofer, Bernd. 1997. Dialek Melayu Bangka. Malaysia: Universitas Kebangsaan
Malaysia.
Poedjosoedarmo, Soepomo. 1979. Tingkat Tutur Bahasa Jawa. Jakarta: Depdikbud.
91
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
Samsuri. 1982. Analisa Bahasa. Jakarta: Erlangga.
Sasangka, Sry Satriya Tjatur Wisnu. 1999. “Bahasa-Bahasa Daerah di Kabupaten
Brebes” dalam Linguistik Indonesia, Masyarakat Linguistik Indonesia, Juni,
Tahun 17, No. 1, hal. 23 s.d. 39.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana
University Press.
Sudaryono, Kemala Devi, Maria Anggrahini, dan Siti Subariah. 1990. Geografi Dialek
Bahasa Jawa Di Kabupaten Demak. Jakarta: Depdikbud.
Sudjati. 1977. Bahasa Jawa Dialek Semarang. Semarang: Fakultas Sastra Budaya
Universitas Diponegoro.
Uhlenbeck. 1982. Kajian Morfologi Bahasa Jawa. Jakarta: Djambatan.
Wardhaugh, Ronald. 1986. An Introduktion to Sociolinguistics. Cambridge USA: Basil
Blackwell.
92
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
DATA INFORMAN
1. Nama
: ____________________
2. Jenis kelamin
: ____________________
3. Tempat lahir
: ____________________
4. Umur
: ____________________
5. Pendidikan terakhir
: ____________________
6. Pekerjaan
: ____________________
7. Tinggal di tempat ini sejak
: ____________________
8. Orang tua berasal dari
: ____________________
9. Bahasa pertama/ bahasa ibu
: ____________________
10. Bahasa lain yang Anda kuasai
digunakan dalam kesempatan
:_____________________
: ____________________
11. Daerah/tempat yang pernah dikunjungi
: ____________________
12. Keperluan berkunjung
: ____________________
13. Kedudukan dalam masyarakat
:_____________________
14. Bacaan (setiap hari/yang pernah dibaca)
: ____________________
15. Apakah (pernah/biasa) menonton acara TV
: ____________________
16. Apakah (pernah/biasa) mendengarkan siaran radio: ____________________
93
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
KONDISI DAERAH TITIK PENGAMATAN
Nama Daerah Pengamatan
Kecamatan
....................................................................
: ...........................................................................................
A. Keadaan Sekitar
Desa
1. Sebelah Timur
Bahasa
....................................
............................................
2. Sebelah Selatan
....................................
............................................
3. Sebelah Barat
....................................
............................................
4. Sebelah Utara
.................................... .............................................
B. Luas Daerah Pengamatan
1. Sawah
........................................................... Ha
2. Kebun
............................................................ Ha
3. Perkampungan
4. Hutan
5. Gunung
........................................................... Ha
............................................................ Ha
............................................................Ha
C. Jumlah Penduduk
Laki-laki
1. < dari 20 tahun
...................
Perempuan
.......................
Jumlah
............................
2. 20 - 40 tahun
..................
........................
............................
3. > 40 tahun
..................
.......................
...........................
4. Penduduk asli
5. Pendatang
..................
..................
........................
........................
...........................
.............................
94
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
D. Mata Pencaharian Penduduk
1. Tani
:.............................................. %
2. Dagang
:.............................................. %
3. Buruh
: ............................................. %
4. Pegawai
:.............................................. %
5. Lain-lain
:.............................................. %
E. Pendidikan Penduduk
1. Tidak sekolah
:.............…….…...................... %
2. SD
: .................…...………............ %
3. SLTP
: ..................…...........………... %
4. SLTA
:....................….............. ……...%
5. Perguruan Tinggi
:.....................…...........………. %
F. Agama Penduduk
1. Islam
:......................…........... ………%
2. Kristen
:.......................…………......... .%
3. Hindu / Budha
:............…………….................. %
4. lain-lain
:………….............…................. %
G. Usia Daerah Pengamatan +...............…............... tahun
H. Riwayat Daerah Pengamatan
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.....................................................
95
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
DAFTAR PERTANYAAN
Nama bahasa: __________________ Informan : ___________________
A. Bagian Tubuh
1. alis ............................................
2. bahu .........................................
3. betis .........................................
4. bibir .........................................
5. bulu dada ................................
6. bulu kuduk ..............................
7. bulu roma ................................
8. dada ........................................
9. dagu ........................................
10. dahi........................................
11. darah .....................................
12. geraham ...............................
13. gigi ......................................
14. gigi seri .................................
15. gigi yang tumbuhnya bertumpuk
16. gigi rusak berwarna hitam ....
17. gusi ......................................
18. hati ..................................…..
19. hidung ...................................
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
96
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
20. ibu jari ...............................….
21. isi tulang ................................
22. jantung ..................................
23. janggut ..................................
24. jari ........................................
25. (jari) penunjuk ........................
26. jari manis ...............................
27. jari tengah ..............................
28. kelingking ...............................
29. kaki ...... .................................
30. kepala ....................................
31. kerongkongan .........................
32. ketiak ......................................
33. kuku .......................................
34. kulit ........................................
35. kumis ......................................
36. kutu ........................................
37. leher ........................................
38. lemak .......................................
39. lengan ....................................
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
40. lidah .........................................
Ng. __________________________
Kr. __________________________
97
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
41. ludah .......................................
42. lutut .........................................
43. mata ........................................
44. mata kaki .................................
45. muka .......................................
46. mulut .......................................
47. otak .........................................
48. paha .......................................
49. pantat .....................................
50. paru-paru ................................
51. pelipis .....................................
52. pelupuk mata ..........................
53. pergelangan tangan ................
54. perut ..... ..................................
55. pinggang ..................................
56. punggung .................................
57. pusar ........................................
58. payudara ..................................
59. rambut .....................................
60. rusuk .......................................
61. siku .........................................
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng.__________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. ___________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. ___________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
98
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
62. telapak tangan ….....................
63. telinga …..................................
64. tengkuk ....................................
65. tulang rahang ..........................
66. tumit ........................................
67. ubun-ubun ..............................
68. urat .........................................
69. usus .........................................
70. warna hitam di kulit sejak lahir.
B. Kata Ganti, Sapaan, dan Acuan
71. saya ........................................
72. kamu .......................................
73. dia ..........................................
74. kami ........................................
75. kita .........................................
76. panggilan untuk anak laki-laki kecil ..
77. panggilan untuk gadis kecil....…..
78. panggilan untuk gadis remaja..
79. panggilan untuk laki-laki remaja
80. panggilan untuk laki-laki tua ....
81. panggilan untuk perempuan tua
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. _________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
99
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
C. Sistem Kekerabatan
82. adik .........................................
83. adik dari istri ...........................
84. adik dari suami .......................
85. adik laki-laki ayah/ibu .............
86. adik perempuan ayah/ibu .......
87. anak kandung .........................
88. anak tiri ...................................
89. anak dari anak ........................
90. anak dari cucu ........................
91. anak dari saudara kandung ....
92. anak dari saudara ayah/ibu ....
93. anak yang tertua ....................
94. anak yang termuda ...............
95. anak laki-laki ............................
96. ayah dari ayah/ibu .................
97. ayah tiri ....................................
98. ibu ...........................................
99. ibu dari ayah/ibu .....................
100. ibu tiri ....................................
101. istri ........................................
102. istri/suami dari saudara kandung
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. ___________________________
Ng. __________________________
Kr. ___________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
100
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
103. istri/suami saudara suami/istri
104. istri kakak laki-laki/perempuan
ayah/ibu .................................
105. istri/suami dari anak ...............
106. kakak laki-laki …….................
107. kakak perempuan ..................
108. kakak laki-laki ayah ……….....
D. Rumah dan Bagian-bagiannya
109. atap ........................................
110. atap dari bambu .....................
111. dapur .....................................
112. dinding dari bambu ................
113. dinding dari kayu …................
114. genting ..................................
115. halaman depan ......................
116. halaman belakang ..................
117. jendela ...................................
118. kamar tidur .............................
119. kamar mandi ..................... ....
120. kandang ayam .......................
121. kandang kambing ..................
122. kain penutup jendela kaca ....
123. langit-langit ..........................
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. ___________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. _________________________
Kr. __________________________
Ng.__________________________
Kr. __________________________
Ng.__________________________
Kr. __________________________
Ng.__________________________
Kr. __________________________
Ng.__________________________
Kr. __________________________
Ng.__________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng.__________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
101
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
124. pagar ....................................
125. parit ........................................
126. pelimbahan .............................
127. penampung air hujan .............
128. pintu …...................................
129. ruang tamu ............................
130. teras .......................................
131. tiang .......................................
132. tungku ....................................
133. lantai ......................................
E. Waktu, Musim, Keadaan Alam, Benda
Alam, dan Arah
134. air ...........................................
135. api ........................................
136. arang ....................................
137. arus ........................................
138. asap .......................................
139. atas .......................................
140. awan ......................................
141. bara ....................................
142. barat …….. ............................
143. batu ………….........................
Ng. _________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. ___________________________
Ng.___________________________
Kr.___________________________
Ng.__________________________
Kr. __________________________
Ng. _________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. ___________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. ___________________________
Ng.___________________________
Kr. ___________________________
Ng. __________________________
Kr. ___________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. __________________________
Ng. __________________________
Kr. ___________________________
Ng.___________________________
Kr. ___________________________
Ng.___________________________
Kr. ___________________________
Ng.___________________________
Kr.___________________________
102
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
144. bawah .....................................
145. besi .........................................
146. besok ......................................
147. bintang seperti bajak ...............
148. bintang tanda keluar fajar .......
149. bukit .......................................
150. bulan (dalam tahun) ................
151. bulan purnama ........................
152. bulan terbit ..............................
153. darat ......................................
154. datar .......................................
155. deras (hujan) ...........................
156. deras (arus sungai/mata air) ...
157. desa .........................................
158. di atas ......................................
159. di bawah ..................................
160. di samping ..............................
161. di sana ....................................
162. di sini .......................................
163. dua hari mendatang ................
164. dua hari yang lalu ....................
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng.________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. _______________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
103
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
165. dusun ......................................
166. emas .......................................
167. embun ......................................
168. empat hari mendatang .............
169. empat hari yang lalu .................
170. fajar ..........................................
171. garam .......................................
172. gerhana ....................................
173. gunung .....................................
174. guntur .......................................
175. hari ..........................................
176. hujan ........................................
177. hutan ........................................
178. ini ..............................................
179. itu .............................................
180. jalan (lebar) ..............................
181. jalan (sempit) ...........................
182. jurang .......................................
183. kabut ......................................
184. kanan .....................................
185. kemarin ....................................
186. kilat ..........................................
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
104
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
187. kiri ..........................................
188. kolam (renang/pancing) ............
189. ladang .......................................
190. lahar ..........................................
191. langit .........................................
192. lapangan ...................................
193. lereng .........................................
194. malam .......................................
195. mata air ......................................
196. mega (hitam) .............................
197. mega (putih) ............................
198. putih ……….. .............................
199. musim hujan .............................
200. musim kemarau .......................
201. pagi ..........................................
202. pagi sekali ..................................
203. pasir (halus/kasar) ....................
204. pelangi .....................................
205. pematang (sawah/ladang) ........
206. sebentar ...................................
207. selatan ......................................
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
105
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
208. senja .........................................
209. siang .........................................
210. sore .............................…...........
211. sungai ....................................
212. tanah ..........................................
213. tebing .........................................
214. tenggara ...................................
215. timur .....…..................................
216. timur laut ....................................
217. utara ..........................................
F. Pakaian dan Perhiasan
218. anting ........................................
219. alas kaki .....................................
220. jarik .........................................
221. kalung ........................................
222. kaos kaki ....................................
223. kebaya .......................................
224. kopiah ........................................
225. sanggul ......................................
226. sarung .......................................
G. Jabatan Pemerintahan Desa dan
Pekerjaan
227. buruh .......................................
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. ________________________
Kr. ________________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. ________________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
106
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
228. dukun sunat ...............................
229. juragan .......................................
230. kepala desa ..............................
231. kaur pemerintahan ....................
232. kaur kesejahteraan ...................
233. kaur pembangunan ...................
234. makelar (rumah, kendaraan) ....
235. makelar (kambing, sapi) ........
236. penghulu ....................................
237. pedagang besar (grosir) ...........
238. pedagang kecil (pengecer ) .......
H. Binatang dan Hewan
239. anjing .......................................
240. anak anjing .............................
241. ayam jantan muda ....................
242. ayam betina muda .....................
243. ayam jantan dewasa ..................
244. ayam betina dewasa ..................
245. itik jantan muda ........................
246. itik betina muda .........................
247. ikan laut/tambak ........................
248. ikan sungai/tambak ....................
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. ________________________
Ng. _______________________
Kr. ________________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
107
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
I. Tumbuhan, Bagian-Bagian, Buah,
dan Hasil Olahannya
249. akar ........................................
250. anak dahan ..............................
251. bambu …...................................
252. batang .......................................
253. bawang merah ..........….............
254. bawang putih ............................
255. benih .........................................
256. beras .........................................
257. beras (kecil-kecil) ......................
258. bunga ........................................
259. cabai merah ..............................
260. cabai hijau ................................
261. cabai kecil ................................
262. cabang .....................................
263. daun .........................................
264. daun kacang panjang ................
265. daun ketela ..............................
266. daun kangkung ..........................
267. getah ........................................
268. jerami .........................…............
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. ________________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
108
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
269. jambu batu ................................
270. jambu monyet ...........................
271. kulit kayu ...................................
272. kelapa (buah) yang masih kecil
273. labu siam …...............................
274. minyak kelapa ............................
275. minyak tanah .............................
276. petay cina …...............................
277. sisir pisang ................................
278. tempurung .................................
279. ubi jalar .....................................
280. ubi kayu ....................................
J. Aktivitas
281. bangun dari tidur .......................
282. bekerja ......................................
283. berbaring ...................................
284. berbicara ...................................
285. berenang ..................................
286. berjalan ....................................
287. berjongkok ................................
288. berkelahi (dengan tangan) ......
289. berkelahi (dengan kata-kata) ..
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. ________________________
109
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
290. berkembang (pohon) ...............
291. berkembang (binatang) ............
292. berlari ......................................
293. berludah ...................................
294. berubah ....................................
295. berobat ......................................
296. bertanya ...................................
297. bertemu ....................................
298. cuci (tangan) ............................
299. cuci (pakaian) .........................
300. datang .....................................
301. duduk .....................................
302. ingat .......................................
303. jatuh (daun, buah, dan lain-lain).
304. jatuh (orang) .........................…
.
305. kencing ................................….
306. lari-lari kecil ..............................
307. makan (nasi) .............................
308. makan (selain nasi) ......…........
309. marah ........................…............
310. melempar..................................
Ng. _______________________
Kr. ________________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. ________________________
Kr. _______________________
110
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
311. melihat ...............…...................
Ng. _______________________
Kr. _______________________
312. memasak (nasi) .........................
Ng. _______________________
Kr. _______________________
313. memasak (sayur) .......................
Ng. _______________________
Kr. _______________________
314. membakar (ikan) …....................
Ng. _______________________
Kr. _______________________
315. membawa .................................
Ng. _______________________
Kr. _______________________
316. membawa dengan ketiak ...........
Ng. _______________________
Kr. _______________________
317. membawa dengan punggung ....
Ng. _______________________
Kr. ________________________
318. membawa dengan tangan Ng. _______________________
(jinjing)……………………………
Kr. _______________________
319. membawa dengan tangan di Ng. _______________________
depan ……………………………
Kr. _______________________
320. membawa di kepala ...................
Ng. _______________________
Kr. _______________________
321. membawa di pinggang …...........
Ng. _______________________
Kr. _______________________
322. membawa di pundak …………..
Ng. _______________________
Kr. _______________________
323. membersihkan ………………….
Ng. _______________________
Kr. _______________________
324. memberi …………………………
Ng. _______________________
Kr. _______________________
325. memberi tahu ……………………
Ng. _______________________
Kr. _______________________
326. membunuh ………………………
Ng. _______________________
Kr. _______________________
327. mencangkul ……………………..
Ng. _______________________
Kr. _______________________
328. memotong (kayu) ……………….
Ng. _______________________
Kr. _______________________
329.
memperoleh
(sesuatu, Ng. _______________________
hadiah, dll) ……………………………….
Kr. _______________________
330. menakutkan …………………….
Ng. _______________________
Kr. _______________________
331. menarik benda dengan hewan..
Ng. _______________________
Kr. _______________________
332. mencium (bau) …………………
Ng. _______________________
111
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
333. mendengar………………………
334. memejamkan mata ……………..
335. memegang ……………………..
336. mengambil daging sekerat ….
337. mengalir (air) ………………….
338. menggali ……………………….
339. menggaruk (kepala, kulit) …….
340. menggenggam ………………..
341. mengotori (lantai, baju)………
342. mengulangi ……………………
343. menggigit ………………………
344. menjemur (baju, jagung, kayu)
345. memeras (kelapa, susu sapi)
346. menggosok (gigi, lain)………….
347. menguburkan (bangkai binatang)
348. menguburkan (jenazah)……….
349. menghitung…………………….
350. menghidupkan (api) ……………
351. menyuruh ……………………….
352. merumputi (tanaman) …………
K. Penyakit
353. batuk ………………………….
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. ________________________
Ng. _______________________
Kr. ________________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. ________________________
Ng. _______________________
Kr. ________________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
112
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
354. bekas luka …………………….
355. bisu …………………………….
356. bisul …………………………….
357. luka yang infeksi ……………….
358. buta ……………………………..
359. demam …………………………
360. gondok …………………………
361. nanah ……………………………
362. obat …………………………….
363. panu ……………………………..
364. pingsan ………………………..
365. pusing ……………………………
366. sembuh dari sakit ………………
L. Bilangan dan Ukuran
367. empat ……………………………
368. empat belas ……………………
369. lima belas …..………………….
370. lima belas ………………………
371. enam …………………………..
372. enam puluh. ………………….
373. delapan ………………………
374. delapan belas ………………
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
113
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
375. satu petak kecil (sawah, ladang)
376. satu petak besar (sawah, ladang)
377. ukuran kacang tanah ………..
IV. FRASE DAN KALIMAT
378. ayah saya ………………………..
379. baju dia ………………………….
380. batang kayu……………………..
381. tangan kamu…………………….
382. kaki Udin………………………..
383. kambing paman…………………
384. kepala Amir……………………..
385. membicarakan orang…………..
386. menjelekkan teman……………..
387. rumah bibi……………………….
388. saya kekenyangan………………
389. Ali diberi uang oleh paman ….
390. Apa yang saudara beli?.............
391. Apakah Anda pernah ke Jakarta..
392. Ayah memberi saya uang sepuluh
ribu rupiah
393. Bagaimana cara membuat sirup?...
394. Berapa harga madu satu botol?.....
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. ________________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. ________________________
Ng. _______________________
Kr. ________________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
114
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
395. Bilamana kamu pergi?......................
Ng. _______________________
Kr. _______________________
396. Di kampung tidak ada Matahari
(plaza)
397. Dia dibelikan baju oleh ibunya…
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. ________________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
398. Dia akan membuat rumah baru..
399. Dia tidak pernah datang ke mari
400. Bapakmu menjual kursi………..
401. Hari ini terlalu panas, mungkin
akan turun hujan
402. Hujan turun hingga sore………
403. Ibu baru saja pulang dari Semarang
404. Ibu sedang makan……………….
405. Bapak sudah berangkat kerja……
406. Jangan membuang sampah
sembarangan
407. Kambing itu hampir mati……….
408. Kapan kamu dating ke rumah saya
409. Saya akan membeli baju baru
410. Saya tidak jadi datang, kalau hari
hujan
411. Saya melempar mangga ………..
412. Siapa yang lebih dulu datang, saya
beri uang ………………………..
413. Paman memberi hadiah kepada Ali
414. Belilah garam di pasar!
415. Bakarlah ayam itu!
115
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
416. Tidurkanlah bayimu!
Ng. _______________________
Kr. _______________________
417. Kembalikanlah tikar itu!
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. ________________________
Ng. _______________________
Kr. ________________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. ________________________
Ng. _______________________
Kr. ________________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
418 Saya tidak tahu sama sekali
419. Mau ke mana?
420. Boleh saya minum?
421. Dari mana Mir?
422. Jangan makan terlalu kenyang!
423. Jemurlah baju itu!
424. Panaskanlah air itu!
425. Saya tertidur
426. Saya terjatuh dari pohon kelapa
427. Bapak sedang membaca Koran
428. Bapak memakai kacamata
429. Tanpa berkata sesuatu, dia pergi
430. Kamu membeli minyak tanah atau
minyak kelapa?
431. Mengapa kamu memarahkan
ibumu?
432. Mengapa ibumu memerahi kamu?
433. Saya memberikan rokok kepadamu
434. Saya sudah datang tiga kali ke sini
435. Saya minum air putih satu gelas
436. Bapak minum kopi satu cangkir
116
DIALEKTOLOGI, DIALEK GEOGRAFI DAN DIALEK SOSIAL
437. Kita harus menghormati orang tua
kita
438. Saya akan mandi sebentar
439. Bapak akan mandi sebentar
440. Bapak tidur dengan pulas
441. Ibunya meninggal dua hari yang
lalu
442. Tiap hari dia datang ke sini
443. Tiap hari Bapak datang ke sini
444. Berjalan di sebelah kiri
445. Bawalah pisang itu!
446. Ambilkan rokok Bapak di saku baju
447. Berikan sayur ini kepada nenek !
448. Tunggu sebentar! Saya akan
membeli permen
449. Saya menunggu kedatangan Bapak
450. Pelan-pelan asal selamat
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. ________________________
Ng. _______________________
Kr. ________________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
Ng. _______________________
Kr. _______________________
117
Download