ISU DAN TANTANGAN PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DI MALAYSIA Dr Anuar bin Sopian [email protected] Akademi Pengajian Bahasa Universitas Teknologi MARA Melaka (UiTM) Abstrak Tujuan utama dari makalah ini adalah untuk membahas pembelajaran bahasa Arab di Malaysia. Bahasa Arab dewasa ini sedang menghadapi tantangan globalisasi yang disebabkan oleh pola hidup dan penjajahan barat. Meskipun penjajahan ini belum sampai untuk menggantikan bahasa Arab, namun umumnya mereka ingin mengurangi penggunaan dan minat untuk mempelajari bahasa Arab di kalangan generasi muda. Hal ini terjadi karena terlalu derasnya gelombang kelemahan akidah, akhlak, dan makin jauhnya generasi muda Islam dari sumber-sumber ajaran Islam melalui gambaran buruk terhadap bahasa Arab. Dalam waktu yang sama terjadi kampanye besar-besaran atas nama globalisasi untuk menyebarkan dan menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa yang paling kompatibel dengan kemajuan teknologi. Jadi, kertas ini mencoba memberikan pemikiran ulang dan refleksi (rethinking and reflecting) tentang tantangan dan prospek penelitian dan pendidikan bahasa Arab di dunia umumnya dan di Malaysia khasnya. Selain itu melihat isu pengajaran dan pembelajaran bahasa Arab di Malaysia dan rekomendasi penyelesaiannya. Kata Kunci: Isu, Tantangan, Pendidikan, Bahasa Arab. 1.0 Pendahuluan Bahasa Arab adalah bahasa ilmu yang telah digunakan sejak 1400 tahun dahulu, dimulai dari zaman Nabi Muhammad (SAW) menyebarkan Islam. Perbendaharaan peradaban Islam membutuhkan pengetahuan bahasa Arab yang baik untuk menerokainya. Ia juga menjadi bahasa kedua yang dipelajari sebagai bahasa asing di kebanyakan negara yang memiliki penduduk beragama Islam dan bahasa tersebut juga diakui sebagai bahasa resmi perhubungan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (Ab.Gani Bin Jalil, 2000). Kemajuan dan perkembangan pesat bahasa Arab ini dimulai sejak penurunan al-Quran dalam bahasa Arab yang merupakan mukjizat yang paling agung di dunia ini. Justru itu, bahasa Arab secara tidak langsung menjadi bahasa komunikasi seluruh umat Islam di dunia di samping hadis Rasulullah s.a.w juga diabadikan dalam bahasa Arab. Semua ilmu Islam di peringkat permulaan ditulis dalam bahasa ini dan penyebaran dakwah Islam di seluruh dunia di tingkat awal juga dengan menggunakan bahasa Arab (Abdul Raof 2004: 12). 2.0 Latar Belakang bahasa Arab di Kepulauan Melayu Tanggal kedatangan bahasa Arab ke kepulauan Melayu umumnya masih belum dapat dipastikan dengan tepat. Namun, oleh karena bahasa Arab adalah bahasa al-Quran dan alHadis yang menjadi sumber hukum Islam, tanggal kedatangannya tidaklah sulit ditentukan jika ia dikaitkan dengan tanggal kedatangan Islam. 1 Kedatangan Islam berarti kedatangan bahasa Arab karena keduanya tidak dapat dipisahkan. Bahkan keduanya saling melengkapi satu sama lain. Islam tidak akan dapat disebarkan tanpa bahasa Arab sebagai perantara. Tanpa Islam sebagai isi, bahasa Arab kemungkinan besar tidak membawa apa-apa arti dan tidak akan berkembang seperti sekarang. Sebenarnya berbagai teori kedatangan Islam ke alam Melayu telah diajukan dan dibahas secara panjang lebar oleh sarjana lokal dan sarjana barat. Perbedaan antara teori tersebut adalah terkait dengan tanggal, daerah dan faktor kedatangannya. Umumnya ada tiga teori utama tentang bagaimana cara kedatangan Islam dan tanggalnya yaitu apakah melalui pedagang dan misionaris Arab atau pedagang India atau pedagang Cina. Teori-teori tersebut memiliki argumen tersendiri bagi membuktikan dari mana sebenarnya Islam di bawa ke Tanah Melayu. Namun antara ketiga teori tersebut, teori dari arab yang dianggap paling kokoh berdasarkan pandangan peneliti sejarah Melayu seperti Al Marhum Prof Hamka dan Syed Muhammad Naquib Al-Attas (Mohd Faizal P Rameli: 2009). Bahasa Arab merupakan suatu bahasa yang sangat unik serta memiliki karakteristik tersendiri jika hendak dibandingkan dengan bahasa-bahasa yang lain di dunia. Ia juga merupakan bahasa yang tertua di dunia dan juga tidak pernah sekali pun mengalami bentuk perubahan atau modifikasi seperti yang terjadi dalam beberapa bahasa lainnya. Menurut Zainal Abidin (1983: 13), asal usul bahasa Arab adalah dari rumpun keturunan Sam yaitu anak Nuh yang dikenal dengan bahasa Samiyah. Bahasa Arab juga dikatakan dipengaruhi oleh bahasa asing karena sikap orang-orang Arab suka hidup berpindah randah. Namun kebenarannya masih diperdebatkan. Bahasa arab diakui sebagai bahasa ilmu serta bahasa peradaban Islam sejak sekitar 14 abad yang lalu dan ia juga merupakan bahasa tertua yang tidak mengalami bentuk perubahan atau penambahan maupun kekurangan. Pandangan lainnya menyatakan sesungguhnya bahasa Arab berkembang berdasarkan kepada dua bentuk dialek yang utama. Pertama, dialek yang digunakan oleh keturunan Adnani yang mendiami di bagian utara Semenanjung Arab sedangkan bentuk yang kedua pula digunakan oleh keturunan Qahtan yaitu kelompok Arab yang menetap di bagian selatan semenanjung yang sama. Menurut Ismail Hamid (1982), kedua-kedua dialek tersebut berisi fitur-fitur istimewa yang khas serta berbeda antara satu dengan yang lain. Dia juga menyatakan bahwa bahasa Arab yang diadopsi di dalam al-Quran yaitu bahasa Arab fushah adalah bahasa Arab yang diakui dan disahkan penggunaannya. Menurutnya menunjukkan kepada kita bahwa bahasa Arab bukanlah calang-calang bahasa jika hendak dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain di dunia ini karena memiliki unsur klasik tersendiri yang masih tetap dan berlaku sampai hari ini. Selain itu, bahasa Arab baku dan bahasa ilmu hanya digunakan sebagai bahasa pengantar di dalam pembelajaran di kelas dan tidak mengandung kata-kata bahasa pasar. Ini adalah karena bahasa Arab baku memiliki aturan dalam penuturannya dibandingkan dengan bahasa Arab pasar. Kata-kata yang digunakan di dalam bahasa Arab baku didasarkan kaedahkaedah nahu yang benar dan rapi (Al-Khuli, 1982). Secara keseluruhan, bahasa Arab terdiri dari 28 huruf dan kebanyakan huruf-huruf tersebut akan berubah bentuk tergantung pada posisinya di dalam kata atau ayat sama ada di awal, di tengah atau di akhirnya. 2 Proses penulisan bahasa Arab juga berbeda dengan penulisan bahasa-bahasa lain di mana ia dimulai dari bagian kanan ke bagian kiri. Selain itu juga, bahasa Arab mengandung tanda baris yang terdiri dari tiga simbol yaitu fathah (atas), dhammah (depan) dan kasrah (bawah). Baris-baris tersebut dibuat bertujuan untuk mewakili suara yang berbeda bagi setiap sebutan dan sebutan yang berbeda memiliki maksud berbeda meskipun hurufnya adalah sama (Osman Khalid, 1987: 36). 3.0 Sejarah Pendidikan Bahasa Arab di Malaysia Pengajaran bahasa Arab secara tidak langsung mengiringi pengajian Islam. Siswa mengetahui bahasa Arab sebelum memahami ilmi-ilmu isalm dan juga kitab-kitabnya. mulai berkembang di alam Melayu sekitar abad ke-14 dan seterusnya pengajaran berakar di istana-istana (Ismail Hamid, 1991). Pengajaran Islam secara resmi jelas dilihat dalam masyarakat Melayu khususnya selama munculnya pusat-pusat studi Islam. harus Islam Islam dapat Kedatangan Islam berarti kedatangan bahasa Arab karena keduanya tidak dapat dipisahkan. Bahkan keduanya saling melengkapi satu sama lain. Islam tidak akan dapat disebarkan tanpa bahasa Arab sebagai perantara. Tanpa Islam sebagai isi, bahasa Arab kemungkinan besar tidak membawa apa-apa arti dan tidak akan berkembang seperti sekarang. Namun demikian, jika dibandingkan dengan bahasa Inggeris, mengapa bahasa ini agak kurang diminati sedangkan masyarakat Malaysia majoriti penduduknya adalah beragama Islam. Apakah kedudukan bahasa Arab sebagai bahasa al-Quran dan sunnah Nabi Muhammad saw. Masih belum dapat memberikan dorongan (inspirasi dan motivasi) bagi umat Islam untuk mengkajinya secara lebih mendalam? Apakah kajian basaha Arab di Malaysia ini hanya sekadar dipandu oleh semangat (motivasi) untuk memahami ajaran Islam semata-mata, dan hanya terbatas di kalangan kaum tradisional "pondok dan madrasah" sahaja, sehingga kajian bahasa Arab kurang mendapatkan momentum untuk berkembang sebagai sebuah disiplin ilmu dan menarik minat ramai orang? Persoalan-persoalan ini amat menarik untuk diketengahkan kerana selama ini kita sebagai pengkaji atau pendidik bahasa Arab nampaknya baru sekadar meletakkan bahasa Arab sebagai alat (wasilah) untuk memahami kitab-kitab Islam yang berbahasa Arab - dan tidak memfungsikannya sebagai sebuah disiplin ilmu yang perlu dikembangkan melalui pelbagai kajian dan pembacaan semula secara kritis. Pandangan kita terhadap bahasa Arab selama ini boleh jadi juga "termakan" oleh pendapat ulama masa lalu bahawa bahasa Arab itu terutamanya ilmu nahwu dan sharaf telah "matang dan terbakar"(Al-Khuli, 1982), dalam erti sebenarnya bahawa ilmu ini sudah sudah tidak mungkin lagi dikembangkan dan diperbaharui. Betulkan demikian? Hal ini mungkin juga benar , terutamanya jika dihubungkan dengan pendapat sebahagian besar masyarakat kita termasuklah para pelajar bahawa bahasa Arab itu susah (dipelajari, difahami, dipraktikkan, tidak seperti bahasa Inggeris atau Mandarin).Tahap kesukaran dalam mempelajari bahasa Arab diduga kuat kerana ilmu bahasa Arab itu sudah cukup matang, dan kompleks. 4.0 Cabaran Pendidikan Bahasa Arab Bahasa Arab di negara-negara Timur Tengah, seperti: Arab Saudi, Mesir, Syria, Iraq, Jordan, Qatar, Kuwait, dapat dibezakan menjadi dua ragam, iaitu Arab fushha dan Arab cammyah. Kedua-duanya digunakan dalam realiti sosial dengan konteks dan situasi yang berbeza. 3 Bahasa Arab fushha digunakan dalam forum rasmi (kenegaraan, ilmiah, akademik, jurnalistik, termasuk khutbah); sedangkan bahasa Arab cammiyah digunakan dalam komunikasi yang tidak rasmi, intrapersonal, dan dalam interaksi sosial di pelbagai tempat (rumah, pasar, pejabat, lapangan terbang, dan sebagainya). Kekerapan dan kecenderungan penggunaan bahasa Arab cammiyah nampaknya lebih sering dan lebih luas, tidak hanya di kalangan masyarakat umum, tetapi juga kalangan masyarakat terpelajar dan pejabat (jika mereka berkomunikasi dengan orang ramai). Penggunaan bahasa Arab fushha hanya digunakan jika sekiranya audien bukan dari kalangan mereka. Menurut cAbd al-Shābur Syāhin (2006) , pendidikan bahasa Arab dewasa ini dihadapkan pada berbagai cabaran yang serius. Penggunaan bahasa Arab fushha di kalangan masyarakat Arab sendiri mulai berkurang kekerapan dan perkadarannya, mereka lebih cenderung menggunakan bahasa Arab cammiyah atau dialek tempatan (al-lahajāt almahalliyah). Akibatnya, jika sekiranya negara Arab berjumlah 22 buah negara, maka secara tidak langsung sekurang-kurangnya akan terdapat 22 ragam bahasa cammiyah. Hal ini tidak termasuk dialek suku-suku dan kawasan-kawasan tertentu. Misalnya, di Mesir dialek masyarakat tempatan di Iskandaria (Alexandria) tidak sama dengan dialek masyarakat di Thantha, dan sebagainya. Dewasa ini, terutama di kalangan generasi muda Arab, terdapat kecenderungan baru, iaitu munculnya fenomena al-fuscamiyyah ()الفصعمية, campuran ragam fushha dan cammiyah. Gejala ini merupakan cabaran serius bagi dunia pendidikan kerana terjadi penghapusan beberapa tatabahasa (qawācid). Kaedah-kaedah bahasa yang baku kurang diperhatikan, sementara pembelajaran Qawācid pada umumnya tidak berkesan. Budaya alfuscamiyyah lebih kuat pengaruhnya daripadi budaya akademik yang memegang teguh kepada kaedah-kaedah bahasa Arab. Bahkan di Institut-institut pengajian Tinggi di Mesir sebagai contohnya, seperti di Fakulti Adab, kebanyakan pensyarahnya menggunakan ragam baru ini. Selain itu, bahasa Arab dewasa ini juga dihadapkan dengan cabaran globalisasi, akibat corak hidup dan penjajahan Barat, mereka tidak mahu berkembangnya penyebaran bahasa Arab di dunia Islam. Sekalipun penjajahan ini tidak sampai untuk menggatikan bahasa Arab, namun secara umumnya mereka mahu memanimalkan penggunaan dan minat untuk mempelajari bahasa Arab di kalangan generasi muda. Hal ini terjadi disebabkan terlalu derasnya gelombang kedangkalan akidah, akhlak, dan makin jauhnya generasi muda Islam dari sumber-sumber ajaran Islam melalui gambaran buruk terhadap bahasa Arab. Dalam waktu yang sama berlaku kempen besar-besaran atas nama globalisasi untuk menyebarkan dan menjadikan bahasa Inggeris sebagai bahasa yang paling serasi dengan kemajuan teknologi. (cAbd al-Shābur Syahīn, 2009) Farid al-Anshārī (2007) menambah bahawa agenda globalisasi penjajahan baru (alisticmār al-cawlamī al-jadīd) yang dilancarkan Barat terhadap dunia Islam dewasa ini memang bertujuan untuk "membunuh sifat dan identiti budaya", terutama Arab. Hal ini, antara lain, dapat dilihat dari kekuasaan Amerika Syarikat, sama ada berkaitan polisi politik luar negerinya mahupun perilaku politiknya, terhadap dunia Islam, khususnya Timur Tengah. Mereka kelihatannya seringkali mencampuri urusan dalam negara-negara Islam, sama ada melalui "campur tangan secara langsung" atau melalui operasi agen-agen rahsianya yang terkenal pintar dan licik. Salah satu agenda yang "diseludup" ke dunia Arab adalah menghilangkan identiti bahasa dan budaya Arab, menghapuskan sumber-sumber ajaran Islam dari sistem pendidikan di dunia Islam, dan pensekularan dalam pelbagai aspek kehidupan. 4 Selain ada usaha penggantian huruf Arab dengan latin, bahasa Arab pada institusi pendidikan di dunia Islam juga sudah mula ditolak sekalipun belum sampai dengan menggantikan bahasa Inggeris atau Perancis sebagai bahasa pengantar untuk pembelajaran sains. Pelbagai siaran langsung acara sukan di dunia Arab, terutama bola sepak, yang disiarkan dari Barat (kumpulan Inggeris, Sepanyol, Itali, Perancis, atau Belanda) telah menggunakan bahasa Inggeris. Begitu juga, program televisyen di dunia Arab juga sudah banyak dipengaruhi oleh gaya dan pola hidup Barat yang sekular dan materialistik. Akibatnya, minat dan motivasi untuk mempelajari bahasa Arab secara serius menjadi menurun. (Manshūr ibn Shālih al-Yūsuf, 2007) Sementara itu, di Malaysia, kita lebih cenderung mempelajari bahasa Arab fushha, dengan alasan bahawa bahasa Arab fushha itu merupakan bahasa Al-Qur'an dan Al-Sunnah, kerana tujuan utama kajian bahasa Arab adalah untuk kepentingan memahami sumber-sumber ajaran Islam. Sebahagian di kalangan lulusan agama disebabkan tidak memahami bahasa Arab cammiyah mereka lebih cenderung anti kepada bahasa Arab' Ammiyah ini, mereka berpendapat mempelajari bahasa Arab cammiyah itu boleh merosakkan bahasa Arab fushha. Betulkah demikian? Menurut penulis, anggapan itu tidak sepenuhnya benar, kerana dalam kenyataannya, masyarakat Arab yang terpelajar pun tetap menggunakan dua jenis bahasa Arab tersebut secara profesional, sesuai dengan situasi dan keadaan. Banyak para guru atau pensyarah di universiti di Mesir, Arab Saudi, Syria, dan lain-lain tetap fasih berbahasa fushha, sekalipun dalam pergaulan mereka lebih cenderung menggunakan cammiyah. Oleh hal yang demikian perlu ditegaskan bahawa pengajaran dan pembelajaran bahasa Arab sekolah-sekolah dan di universiti-universiti di Malaysia tidak hanya berorientasikan penguasaan bahasa Arab fushha tetapi bahasa Arab cammiyah juga perlu mendapat "ruang dan waktu" sekalipun hanya sebagai pengenalan dialek, agar para pelajar dan mahasiswa juga mampu berkomunikasi secara semulajadi dan berkesan dengan penutur bahasa Arab dalam situasi formal dan tidak formal. Kecenderungan berbahasa Arab cammiyah kelihatannya lebih menjurus ke arah kepentingan dan tujuan pragmatik, iaitu: komunikasi lisan yang lebih mudah, ringkas dan cepat. Namun demikian, maraknya penggunaan bahasa Arab cammiyah tetap merupakan cabaran yang boleh mengancam atau setidak-tidaknya mengurangkan mutu kefashihan bagi orang atau bangsa Arab pada umumnya (Nazîr Muhammad: 1991). 5.0 Isu Pengajaran Bahasa Arab di Malaysia Di Malaysia pengajaran dan pembelajaran bahasa Arab masih belum berada di tahap yang memuaskan. Oleh hal yang demikian, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Antaranya melihat kembali permasalahan yang menjadi batu sandungan dan berusaha mengatasinya. Ada beberapa isu yang ditimbulkan sehubungan dengan pendekatan pengajaran dan kurang kemampuan siswa serta mereka tidak mampu bersaing di tingkat internasional khususnya seperti gagal di universitas di negara-negara Arab. Antara isu yang muncul adalah: 5.1 Pengajaran Berbasis Kepada Guru Pengajaran di sekolah-sekolah agama pada hari ini banyak terpengaruh dengan pendekatan pengajaran di sekolah-sekolah bersistem pondok. Pendekatan tersebut berpusat kepada guru yang melaksanakan semua tugas pengajaran dari awal kelas sampai tamat. Guru merupakan penggerak utama dalam proses tersebut. Tanpa guru, proses pengajaran tidak berhasil. Siswa hanya bersifat pasif dan menunggu serta mendengar apa yang disampaikan oleh guru. Mereka tidak berkontribusi bersama dalam proses tersebut. 5 Pengaruh tersebut terjadi dengan alasan guru yang mengajar di sekolah mewarisi pendekatan yang telah digunakan oleh guru-guru mereka terdahulu. Warisan tersebut terjadi dari satu generasi ke generasi yang lain. Efek dari warisan tersebut pendekatan pengajaran tidak banyak berubah meskipun guru-guru generasi sekarang sudah mengikuti kursus perguruan. Begitu juga guru-guru tersebut terpengaruh dengan pendekatan pengajaran selama mereka belajar di sekolah terdahulu dan mengikuti kursus di universitas. Ini karena kebanyakan sekolah agama berorientasi pendidikan yang berbasis kepada guru saja. Begitu juga mereka terpengaruh dengan pendekatan pengajaran selama mereka belajar di universitas. Kebiasaan pengajaran di universitas berpusat kepada dosen khususnya dalam bidang studi Islam dan bahasa Arab. Kebanyakan sekolah-sekolah Arab masih berorientasi proses pengajaran yang berpusat pada guru semata-mata. Siswa hanya mendengarkan dan mencatat apa yang perlu untuk mereka. Pandangan dan kontribusi mereka dalam proses tersebut tidak diberi penekanan. Ada juga siswa yang tidak pernah membaca langsung kutipan di dalam kelas. Begitu juga mereka tidak pernah bertanya atau ditanya. Ada juga siswa yang tidak pernah mengeluarkan pendapatnya atau memberi kesimpulan terhadap apa yang dipelajarinya (Rosni bin Samah, 2007). Hasil dari proses pengajaran seperti ini siswa menjadi lembab dan tidak aktif khususnya untuk menyuarakan pendapat dan pandangan. Ini jelas terlihat ketika diajukan pertanyaan kepada mereka. Dampak dari proses ini juga, siswa tidak memiliki keyakinan diri dalam memahami pelajaran yang dipelajarinya secara mandiri. Mereka hanya mengandalkan guru saja. Dampak yang buruk kepada mereka adalah kurangnya keterampilan berkomunikasi dan keterampilan diri. Guru-guru pula ada yang berpendapat bahwa proses pengajaran satu arah ini perlu karena pengetahuan siswa terlalu terbatas. Mereka tidak mampu untuk berbicara dan mengeluarkan isi diskusi pada teks. Begitu juga mereka tidak dapat memahami teks dengan membaca secara sendirian. Mereka ini butuhkan untuk terjemahan murni yang harus diberikan oleh guru. Sebenarnya proses pengajaran yang berpusat pada siswa dapat dilaksanakan dengan bimbingan dari guru. Siswa harus diberi kesempatan untuk berinteraksi dan mengemukakan pandangan. Begitu juga mereka harus diajukan beberapa persoalan yang terkait dengan subjek mereka. Guru hanya berperan sebagai fasilitator saja di dalam kelas. 5.2 Pengajaran Berteraskan Kepada Terjemahan Teks Terjemahan merupakan pendekatan lama yang digunakan dalam pengajaran bahasa Latin dan Yunani. Antara tujuan pendekatan ini adalah untuk memudahkan siswa memahami. Begitu juga ia bertujuan untuk memasok siswa dengan isi-isi penting yang banyak dan melatih mereka untuk membuat kesimpulan dari teks yang dibaca (Al-Naqah, 1985). Pengajaran di sekolah-sekolah agama lebih difokuskan pada sudut terjemahan. Hal ini karena subjek yang diajarkan itu berbahasa Arab. Langkah yang mudah kepada guru-guru untuk memahamkan siswanya adalah dengan menerjemahkan teks Arab ke dalam bahasa Melayu. Terjemahan ini banyak membantu siswa untuk memahami subjek yang dipelajarinya. Proses terjemahan ini mengambil masa yang banyak dalam proses pengajaran. Boleh dikatakan kesemua sekolah Arab berpegang kepada terjemahan bagi memudahkan proses pengajaran dan pelajar dapat memahami subjek yang dipelajari dengan mudah. Proses terjemahan ini berlaku dengan sebab pengajian lebih berpusat kepada guru. Terjemahan ini tidak membantu pelajar untuk menguasai ilmu yang mereka belajar dengan sendiri dan juga 6 tidak membantu untuk aktif dan berinteraksi di dalam kelas. Ia lebih menyumbang kepada bersikap pasif. Terjemahan ini boleh diatasi dengan memberi tugas kepada pelajar bagi mencari isi penting atau membentangkan kefahaman mereka. Begitu juga penggunaan kamus yang efektif boleh membantu pelajar untuk cuba memahami sendiri subjek yang dipelajari. Bagi guru-guru yang menggunakan proses terjemahan ini pula, mereka berpendapat bahwa siswa tidak memiliki kemampuan sendiri untuk membaca dan memahami. Hasil dari tanggapan mereka inilah proses terjemahan berlangsung sampai ke hari ini. Sewajarnya siswa harus diberi tugas dan kesempatan untuk berinteraksi dalam kelas untuk menyuntikkan keyakinan ke dalam jiwa mereka. Untuk menggantikan terjemahan ini, pendekatan harus diperkenalkan. Pendekatan tersebut harus dapat memberikan efek yang baik dalam penguasaan ilmu. Antara pendekatan yang bisa diaplikasi adalah pengajaran harus berpusat kepada siswa. Siswa harus didedahkan dengan strategi mandiri sehingga mereka dapat melakukan kegiatan pembelajaran dengan sendiri. Guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk membaca, mencari makna, membuat pemahaman, kesimpulan dan presentasi. Peran guru hanyalah membahas isi penting yang disajikan oleh siswa. Proses pembelajaran berlangsung dengan diskusi di antara siswa yang dipimpin oleh guru. Dengan banyak berusaha sendiri siswa akan dapat menguasai ilmu dengan cepat dan baik. 5.3 Kurang Latihan dan Pertanyaan Latihan dan pertanyaan merupakan unsur utama dalam menyukseskan proses pembelajaran. Ini merupakan pilar untuk mengetahui efektivitas pembelajaran. Setiap periode pembelajaran harus diadakan latihan dan pertanyaan untuk menguji prestasi siswa. Latihan dan pertanyaan juga merupakan dorongan untuk siswa terus belajar dan menanam semangat untuk terus sukses. Ini dapat merangsang dan mengaktifkan siswa. Begitu juga ia dapat membentuk sikap positif di kalangan siswa (Abdul Alim Ibrahim, 1994). Dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah di atas, pelatihan dan juga pelatihan mendadak secara tiba-tiba untuk menguji kesiapan siswa dalam mempelajari subjek mereka kurang dilakukan. Pertanyaan dalam kelas juga kurang disampaikan kepada siswa. Ini mendorong siswa kurangnya persiapan bagi subjek tersebut. Latihan dan latihan secara mendadak perlu untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk selalu peka dengan subjek yang dipelajarinya. Begitu juga mengajukan pertanyaan secara acak dalam kelas adalah perlu untuk menilai kepekaan siswa terhadap mata pelajaran yang dipelajari. Guru harus selalu memberikan pelatihan kepada siswa terhadap mata pelajaran yang dipelajarinya dan memperbaiki pelatihan tersebut untuk memberi paparan siswa terhadap kesalahan yang biasa dilakukan. Dari kesalahan ini siswa akan dapat meningkatkan penguasaan ilmu mereka. Tes mendadak juga perlu untuk menyuntikkan kesadaran dan kepekaan terhadap subjek yang dipelajari. Siswa akan selalu berada dalam kondisi siap untuk menghadapi tes tersebut. Persoalan juga harus selalu dikemukakan oleh guru kepada siswa di dalam kelas secara acak untuk menimbulkan minat dan perihatin mereka. Untuk menyukseskan kegiatan pembelajaran guru disarankan agar memperbanyak latihan kepada siswa dan memperbaiki kelemahan mereka melalui pelatihan tersebut. Begitu juga mereka harus memperbanyak pertanyaan yang diajukan kepada siswa di dalam kelas. Pertanyaan ini akan dapat memberi perhatian dan juga kesadaran kepada siswa untuk terus belajar. Begitu juga ia dapat menambahkan pengetahuan dan usaha siswa untuk terus belajar. 7 5.4 Kurang Penggunaan Alat Bantu Mengajar dan Bahan Bacaan Tambahan Untuk menarik minat dan menambah pengetahuan dan penguasaan siswa, alat bantu mengajar harus digunakan dan juga bahan bacaan luar harus diversifikasi. Alat bantu mengajar yang selalu digunakan oleh guru-guru di sekolah-sekolah tersebut adalah papan putih atau hitam saja untuk menjelas dan menguraikan subjek yang diajarkan. Penggunaan laboratorium bahasa untuk meningkatkan bahasa kurang digunakan. Begitu juga alat-alat ICT bantu mengajar yang lain. Pada hari ini ICT menjadi kebutuhan bagi semua lapisan masyarakat untuk mendapatkan dan menyalurkan informasi. Begitu juga ia menjadi satu kebutuhan dalam bidang kehidupan modern saat ini seperti bisnis, perdagangan, industri, hiburan, medis dan administrasi. Begitu juga kebutuhannya dalam bidang pendidikan tidak terbantahkan (Zainuddin Abu Bakar & dll, 2007). Selain alat-alat bantu mengajar, bahan bacaan terduga harus diversifikasi. Bahanbahan tersebut tersedia melalui berbagai sumber. Internet merupakan sumber utama bagi mendapatkan berbagai bahan bacaan. Guru harus mendorong siswa mencari dan membaca bahan samping sehingga dapat membantu penguasaan bahasa mereka. Begitu juga ada berbagai majalah yang membahas isuisu Islam saat. 5.5 Kurang Aktivitas Untuk membantu siswa untuk menguasai bahasa berbagai kegiatan bahasa harus diadakan. Aktivitas ini dapat membantu siswa untuk membangun identitas diri dan jati diri. Ilmu yang dipelajari harus mengupas untuk membangun keterampilan komunikasi. Begitu juga penggunaan bahasa dapat dicapai melalui kegiatan bahasa. Aktivitas ini dapat dilakukan melalui kegiatan pembelajaran dalam kelas dengan mengadakan kelompok. Begitu juga ia dapat dilakukan melalui kuis. Aktivitas juga bisa diadakan di luar kelas seperti berkemah dan sebagainya. Begitu juga akting atau pementasan memiliki manfaat yang besar dalam menyumbang keterampilan komunikasi dan kemasyarakatan. Aktivitas perdebatan juga banyak membantu siswa dalam membangun pemikiran kritis dan kreatif. Guru harus banyak berperan dalam menyukseskan kegiatan seperti ini. Siswa akan dapat itu terjadi melalui dorongan guru. Setiap kegiatan harus disertai oleh siswa yang berbeda untuk memberi kesempatan kepada mereka. Turut menjadi favorit mereka kegiatan study tour. 5.6 Sikap Pasif Pelajar Beberapa kekurangan yang disebutkan di atas sebenarnya membentuk kepribadian atau sikap siswa yang pasif. Kurangnya aktivitas pembelajaran akan mendorong siswa bersikap pasif. Sikap ini tidak banyak membantu siswa untuk menguasai ilmu pengetahuan. Mereka dapat berhasil dalam ujian dengan menghafal isi-isi penting. Sebaliknya mereka tidak mampu untuk menghadapi dunia luar. Sikap ini dapat dilihat melalui tindakan siswa dalam kelas. Mereka hanya duduk mendengarkan pelajaran yang diajarkan oleh guru. Mereka tidak banyak mengajukan pertanyaan, berinteraksi dengan guru dan sesama mereka, tidak membuat persiapan untuk belajar dan tidak banyak berbicara dalam kelas khususnya membaca teks. Sikap seperti ini membuat mereka tidak mahir menggunakan bahasa. Mereka akan mencoba mengelak jika guru banyak bertanya. Sikap seperti ini juga tidak membantu mereka dalam penguasaan Kemahiran Insaniah bahkan memperburuk keadaan. Keterampilan komunikasi siswa turut lemah, khususnya 8 berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Arab. Mereka lebih nyaman berdiam diri dan menunggu pelajaran yang diberikan oleh guru saja. Untuk mengatasi sikap seperti ini, proses pengajaran dan pembelajaran harus diubah dan dibentuk untuk membolahkan siswa bersikap aktif. Ini dapat dibentuk melalui proses pembelajaran yang berpusat pada siswa. Kebanyakan aktivitas dalam proses pembelajaran harus dilakukan oleh mereka. Guru hanya berperan sebagai fasilitator saja. Selain itu juga, guru harus banyak mengajukan pertanyaan kepada mereka dan banyak memberikan pelatihan berkala dan secara tiba-tiba. Presentasi dan presentasi dari mereka harus diberi prioritas. Begitu juga kegiatan luar harus diperbanyak untuk membangun keterampilan mereka. Dengan adanya perubahan pengajaran ini, sikap siswa akan dapat dibentuk dan Kemahiran Insaniah mereka akan dapat dibangun dan ditingkatkan (Rosni bin Samah, 2007). 5.7 Kurang Komunikasi Arab Lingkungan yang tidak membantu dalam pembelajaran bahasa adalah tidak menggunakan bahasa Arab dalam berkomunikasi. Persekiran berkomunikasi bahasa Arab akan diciptakan untuk membantu penguasaan bahasa yang baik. Lingkungan ini dapat dibentuk melalui penyampaian subjek di dalam kelas, reuni siswa dengan guru dan interaksi sesama siswa dan guru. Siswa yang belajar bahasa akan dapat menggunakan bahasa tersebut saat berkomunikasi. Lingkungan ini akan dapat membantu siswa untuk memahirkan penggunaan bahasa dalam situasi yang berbeda. Penggunaan bahasa Arab dalam proses pengajaran adalah penting bagi memahirkan siswa dengan bahasa. Siswa yang selalu mendengarkan kata dan ayat yang selalu digunakan oleh guru akan dapat menguasainya dengan lebih baik. Guru harus menggunakan bahasa Arab dalam kelas dan di luar kelas. Dengan penggunaan ini siswa juga akan turut menggunakannya. Dengan adanya penggunaan dari kedua belah pihak, suasana berkomunikasi dalam bahasa Arab akan dapat dihidupkan. 6.0 Rekomendasi 6.1 Solusi Kepada Guru Rekomendasi guru untuk memberikan kerja kelompok dan siswa diminta berdiskusi serta membuat presentasi mendapat pandangan tertinggi dari guru-guru. Rekomendasi guru bagi kegiatan pengajaran yang paling banyak dapat digunakan seperti di bawah: 1) Perbanyak soal jawab di antara guru dan siswa. 2) Guru memberikan penjelasan secara mendalam. 3) Diskusi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru. 4) Para siswa membuat presentasi di depan kelas. 5) Kerja kelompok untuk menjawab pertanyaan. 6) Latih tubi. 7) Menggunakan ABM seperti LCD untuk menarik perhatian siswa agar tidak bosan dan mengantuk di dalam kelas. 6.2 Solusi kepada pelajar Pandangan dan saran siswa turut diperhitungkan untuk menyukseskan kegiatan pembelajaran yang efektif. Diantaranya adalah kegiatan berkelompok dalam kelas yang dijalankan dan aktivitas luar yang disertai. Rekomendasi siswa bagi kegiatan pengajaran yang efektif bagi mereka diantaranya 1) Komunikasi menggunakan bahasa Arab 2) Diskusi antara sesama 9 siswa dan siswa dengan guru 3) Membuat latih tubi pertanyaan-pertanyaan format ujian 4) Presentasi di depan kelas 5) Guru menjelaskan secara mendalam 6) Hafalkan kata, istilah bahasa Arab dengan maknanya dan isi-isi penting. 7) Membuat catatan sendiri (Rosni bin Samah, 2007). 7.0 Kesimpulan Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa banyak persoalan dan tantangan pendidikan bahasa Arab yang harus dihadapi, disikapi, dan dicarikan solusinya secara akademis. Isu pencitraan buruk terhadap bahasa Arab, penggantian fushhah dengan cammiyyah, rendahnya minat dan motivasi sebagian peserta didik dalam belajar bahasa Arab seharusnya menyadarkan kita semua bahwa kita masih harus berpikir, bersikap, dan berdedikasi lebih optimal (dedicate more and more) untuk kemajuan pendidikan bahasa Arab khususnya di Malaysia. Tantangan internal dan eksternal pendidikan bahasa Arab harus dijadikan sebagai peluang yang bisa memberikan prospek yang lebih cerah dan menjanjikan bagi penggemar dan penggiat studi bahasa Arab di masa depan. Epistemologi keilmuan dan kurikulum harus diselesaikan dan diorientasikan kepada pembentukan kamahiran yang kompetitif di era global ini. Semua itu menuntut banyak pihak untuk bersinergi dalam menyatukan visi, misi, arah kebijakan dan pembangunan yang dilandasi oleh penelitian akademik yang mendalam. Setiap tantangan pasti memberikan peluang dan prospek jika kita berusaha untuk menghadapi tantangan itu dengan berpikir positif (al-Tafkīr al-ijābī) dan bersikap penuh kesungguhan dan kearifan, termasuk tantangan yang kini dihadapi pendidikan bahasa Arab. Dari sudut permasalahan pengajaran dan pembelajaran bahasa Arab pula kegiatan pengajaran harus terbarukan dan diversifikasi untuk menarik minat siswa. Ini perlu untuk pemurnian untuk menjamin pencapaian siswa yang lebih baik lagi. Isu bekaitan dengan proses pengajaran banyak berpusat pada guru, kurang bahan referensi, alat bantu mengajar tidak memadai, guru banyak menerjemahkan, aktivitas kurang dijalankan dan pelatihan harus diperbanyak. Untuk meningkatkan proses pengajaran dan pembelajaran, solusi untuk masalah yang ditimbulkan di atas perlu dicari. Pihak terlibat harus memberikan pendekatan yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut sehingga pengajaran bahasa Arab dapat kuasa untuk melahir generasi yang dapat berinteraksi dalam arus utama pendidikan dan pasar kerja. Daftar Pustaka Al Nāqah, Mahmud Kāmil, 1985, Taclīm al-Lughah al cArabiyyah Linnātiqīna Bihā, Universiti Ummul Qura. Saudi Abdul cAlīm Ibrāhīm, 1994, Al-Muwājih al-Fanni Li mudarrisī al-Lughah al-cArabiyyah, Darul Macārif, Kaherah. Anshārī, Farīd, “Ishlāh al-Taclīm wa cAzmah al-Lughah al-cArabiyyah fi al-cᾹlam al-Islāmī,” diakses dari Http//:www.albayan-magazine.com/Dialogues/12.htm, 20 Agustus 2007. Ismail Hamid. 1991, Masyarakat Dan Budaya Melayu, DBP, Kuala Lumpur 10 Naẓīr Muhammad, al-Fusha fi Muwāahāt al-Tahaddiyāt, Beirut: Dār al-Basyāir alIslāmiyyah, 1991. Manshūr ibn Shālih al-Yūsuf, “al-Lughah al- cArabiyyah wa Tahaddiyat al-cAshr”, diakses dari http://www.suhuf.net.sa/2000jaz/dec/10/ar8.htm, 23 Oktober 2007. Rosni bin Samah. 2007. Pendekatan Pengajaran Bahasa Arab di Sekolah-Sekolah Agama, Prosiding Seminar Penyelidikan Dalam Pengajian Islam Ke 4 2007, Fakulti Pengajian Islam, UKM Bangi. . Syāhīn, cAbd al-Shabūr, “al-Tahaddiyā al-lati Tuwājihu al-Lughah al-cArabiyyah”, dalam alTuwaijirī (Ed.), al-Lughah al-cArabiyyah… ilā aina?, Rabāth: Isesco, 2006. Zainuddin Abu Bakar, Muhamad Rashid Rajudin, Mohd Ali Ibrahim, Nurhusna Abdul Wahid dan Zainuddin Hassan,2007, Kemahiran ICT Di Kalangan Guru Pelatih IPTA Malaysia, Shah Alam, Arah Publications 11