UNIVERSITAS GADJAH MADA PROGRAM STUDI FISIKA FMIPA Bahan Ajar 7: Teori Atom (Minggu ke 11) FISIKA DASAR II Semester 2/3 sks/MFF 1012 Oleh Muhammad Farchani Rosyid Dengan dana BOPTN P3-UGM tahun anggaran 2013 Nopember 2013 BAB 7: TEORI ATOM Seorang filsuf Yunani kuno yang bernama Thales (kira-kira 624-546 SM) melontarkan pertanyaan ”Dari bahan apa sajakah alam semesta ini dibangun?”. Dijawab sendiri olehnya : ‘Air’. Suatu jawaban yang sangat sederhana. Jauh lebih sederhana dibandingkan dengan pertanyaanya sendiri. Thales di kemudian hari ditasbihkan sebagai filsuf pertama justru karena lontaran pertanyaan tersebut, bukan karena jawaban atas pertanyaan itu. Sebuah pertanyaan hebat yang mampu menggerakkan sekian banyak orang untuk berusaha dengan tenaga dan dana untuk menjawabnya. Ya … sebab sekian banyak orang tertarik dan tergerak untuk mencari jawaban yang layak atas pertanyaan itu. Dari Demokritus dan Aristoteles, kemudian Jabir dan Dalton, sampai Thomson, Rutherford dan Bohr. Dan bahkan sampai detik ini, pertanyaan itu masih terus bergaung, memanggil jawaban memuaskan yang tiada kunjung datang. Berbagai fasilitas laboratorium dari kamar gelembung sampai akselerator yang harganya trilyunan rupiah dibangun guna mencari jawaban atas pertanyaan itu. Yang diketahui orang sekarang ini adalah teori tentang struktur materi (bahan) yang sesungguhnya telah mulai dikembangkan sejak zaman Yunani Kuno. Ya ... kira-kira 2500 tahun silam di Miletos, wilayah Ionia. Konon para filsuf selangkah lebih maju dibandingkan para pendeta kaum pagan. Tetapi dari semua filsuf yang bersemangat itu Thales-lah yang paling dikenang. Sejarah panjang dan berliku pengetahuan tentang struktur materi, berangkat dari pertanyaan yang diajukan oleh Thales ”Dari bahan apa sajakah alam semesta ini dibangun?”. Pertanyaan ini sama maknanya dengan teka-teki : apakah yang terjadi seandainya suatu bahan dipotong-potong terus? Akankah kegiatan potongmemotong itu akan terhenti, yakni sampai diperolehnya potongan paling kecil sehingga potongan terkecil ini tak dapat dipotong-potong lagi? Ataukah sebaliknya, akankah pemotongan itu dapat dilakukan terus-menerus tiada henti? Dua pandangan yang saling berseberangan ini dikemukakan orang pada waktu itu dalam nuansa filsafati yang cukup kental, jadi sangat spekulatif. Karena hanya pengaruh superioritas seorang filsuf yang lebih populer banyak orang cenderung mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa pemotongan semacam itu dapat dilakukan terus-menerus tanpa henti. Nama yang perlu disebut selanjutnya adalah Leukippos dan muridnya Demokritus. Mereka berpendapat bahwa alam ini tidak sinambung melainkan terdiri atas ruang-ruang kosong. Demokritus selanjutnya mengatakan bahwa materi tersusun atas partikel-partikel kecil yang disebut atom (atom berarti tidak dapat dipotong). Tetapi pendapat ini dipadamkan selama berabad-abad oleh karisma seorang Aristoteles yang lebih mendukung teori lama yang dikenal sebagai teori “empat unsur“. Setelah senyap beberapa lama pada abad kesembilan Masehi, seorang ilmuwan muslim menguraikan metode analisa penyusun suatu senyawa dan cara melakukan sintesa berbagai bahan. Baru di tangan para ahli kimia, teori tentang struktur materi dikembangkan secara ilmiah kealaman (bukan semata-mata filsafati). John Dalton pada tahun 1803 melalui teorinya tentang atom menghidupkan kembali keyakinan akan adanya bagian paling kecil dari materi yang ia namakan juga dengan atom. Lebih jauh ilmu Kimia telah berhasil mengembalikan materi yang beraneka ragam jenisnya menjadi atom-atom dari unsur-unsur yang hanya beberapa saja macamnya. Namun hanya sampai di sinilah ilmu kimia mampu menyelidiki struktur materi. Ilmu fisikalah yang membawa penyelidikan struktur materi lebih jauh hingga ditemukannya partikel-partikel elementer. Hal ini dikarenakan dalam kajian-kajian dan penyelidikannya ilmu fisika mampu membedah atom lebih jauh ke dalam dengan melibatkan tenaga yang jauh lebih tinggi. Melalui hari-hari panjang yang penuh dengan kerja keras, para fisikawan akhirnya mampu menunjukkan bahwa yang dikenal oleh Dalton dan para kimiawan semasanya sebagai atom sesungguhnya bukanlah partikel yang sudah tidak dapat dibagi-bagi lagi. Fisikawan mendapatkan bahwa atom tersusun atas inti atom dan elektron-elektron yang beredar di sekitarnya. Sementara inti atom ternyata bukanlah batas bagi usaha pencarian penyusun materi terkecil. Inti atom kemudian diketahui tersusun atas nukleon-nukleon. Sekarang diketahui bahwa nukleon-nukleon itu merupakan perpaduan dari partikel-pertikel yang lebih kecil lagi yang disebut quark. Dan seterusnya. 1. Penemuan Elektron Aspek kelistrikan atom telah dikenal sejak elektrolisis dikembangkan oleh Faraday, yaitu dikenalnya ion-ion pada suatu larutan. Dia berhasil menunjukkan bahwa satu satuan kelistrikan terkait dengan sebuah atom. Pada akhir abad ke-19 orang mengenal elektron melalui pengamatan pada tabung lucutan. Pada tekanan yang cukup rendah suatu gas dalam tabung akan mengalalmi lucutan bilamana pada kedua elektrodanya dipasang suatu tegangan tertentu. Dari katoda (elektroda negatif) akan memancar suatu sinar yang berarah menuju anoda (elektroda positif). Karena memancar dari katoda dan bergerak (baca : tertarik) ke arah anoda, mestinya sinar ini bermuatan negatif. Sinar ini disebut sebagai sejenis partikel bermuatan negatif yang akhirnya dikenal sebagai elektron. Sementara itu, pada tahun 1896 Henri Becquerel menemukan gejala radioaktivitas, yakni adanya radiasi bermuatan yang memancar dari uranium. Lalu dari manakah datangnya partikel-partikel bermuatan itu? Jawaban yang cukup beralasan adalah bahwa partikel-partikel datang dari dalam atom-atom. Tetapi, kalau memang betul bahwa partikel-partikel itu berasal dari dalam atom, maka atom-atom tentu tersusun oleh partikel-partikel itu. Dua gejala alamiah itu, tampaknya telah cukup membuat para ilmuwan berpikir kembali tentang atom, benarkah atom merupakan bagian dari zat yang paling kecil sehingga tidak dapat dibagi lagi? Pada tahun 1897 J.J. Thomson berhasil mengukur nisbah (rasio) antara muatan dan massa elektron sebagai Gambar 7.1 J.J. Thomson e = −1,7588196×1011 C/kg me dengan e merupakan muatan elektron dan m massa elektron. Setelah Thomson, A. Milikan pada tahun 1915 menyusun suatu eksperimen dengan tujuan untuk mengukur muatan elektron. Dari eksperimen ini Milikan memperoleh muatan elektron = − e = −1,60217733 ×10−19 coulomb. Dengan demikian maka massa elektron segera dapat dihitung, me = 9,1093897 × 10-31 kg. Yang diperoleh Milikan dari erksperimen yang dilakukan olehnya bukan hanya nilai muatan elektron itu saja, namun ia juga mendapatkan satu hal lagi yang tak kalah pentingnya dari nilai muatan elektron. Sebagaimana telah disinggung pada bab 3 buku ini, Milikan memeperoleh kenyataan bahwa nilai muatan elektron merupakan catu (paket) muatan keunsuran (elementer), yaitu paket muatan terkecil yang dapat dipunyai oleh setiap benda. Jadi, tidak ada materi yang memiliki muatan yang senilai dengan hasil kali antara suatu bilangan tengahan dengan nilai muatan −e = −1,60217733×10-19 coulomb ataupun e = 1,60217733 ×10−19 coulomb (Hal ini benar sepanjang anda tidak membuka tabel partikelpartikel elementer. Di sana anda temukan adanya partikel keunsuran yang memiliki muatan senilai (2/3)e) Dengan demikian, setiap benda bermuatan akan mempunyai muatan yang nilainya merupakan perkalian antara sebuah bilangan bulat dikalikan dengan ± 1,60217733 ×10−19 C. 2. Model Atom Thomson Atom merupakan sistem netral secara kelistrikan, artinya muatan netto sebuah atom adalah nol. Karena elektron telah diketahui bermuatan negatif, maka secara akal sehat mestinya bagian lain dari atom selain elektron harus bermuatan positif sedemikian rupa sehingga syarat kenetralan itu tetap terpenuhi. Syarat kenetralan ini selalu dipertimbangkan dalam penyusunan suatu teori atom. Model atom pertama diusulkan oleh J.J. Thomson pada tahun 1898. Dalam pandangan Thomson, atom tersusun atas beberapa elektron yang tersebar dalam sebuah bola bermuatan positif. Kerapatan muatan positif bola tersebut Gambar 7.2 Model Atom sama (seragam) di seluruh bagiannya. Bola bermuatan positif ini cukup lunak sehingga elektron dan partikel lain Thomson dapat menembus dan bergerak di dalamnya. Elektronelektron tersebut tersebar merata ke seluruh bola positif. Interaksi elektromagnetik dijalin antara elektron dan bola positif sedemikian rupa sehingga elektron tidak akan lari dari bola positif itu tanpa sebab. Nilai muatan positif yang dimaksud tergantung dari jumlah elektron yang dipunyai oleh atom yang bersangkutan. Jumlah elektron ini ditentukan oleh jenis unsur. Jadi, nilai muatan positif sama dengan jumlah elektron dikalikan dengan +1,60217733 × 10-19 C (Lihat Gambar 7.2). Model atom ini dikenal sebagai model atom kue kismis. Kalau elektron diandaikan kismisnya, bagaimana distribusi (penyebaran) elektron dalam bola positif itu? Satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah dengan melongok ke bagian dalam atom. Itu betul! Tetapi, bagaimana caranya? Pada tahun 1911, Hans Geiger dan Ernest Marsden, di bawah arahan Ernest Rutherford, membombardir (menembaki) atom-atom emas dengan partikel alpha dalam rangka untuk melihat bagian dalam atom emas (lihat gambar 7.3). Partikel adalah partikel bermuatan positif yang bertenaga tinggi dan dipancarkan oleh bahan radioaktif. Massa ZnS mikroskop diafragma Sumber Lembaran emas Gambar 7.3 Hamburan partikel alpha memendarkan lempeng Seng Sulfida (ZnS) yang pada gilirannya dapat dilihat dengan mikroskop. partikel empat kali massa atom hidrogen, sedang muatannya dua kali e. Dengan adanya muatan positif dalam atom, diharapkan partikel akan terbelokkan. Dengan menggunakan detektor partikel alpha sejauh mana pembelokan tersebut terjadi dapat diketahui. Nah, begitulah cara melihat ke dalam atom. Bagaimana hasilnya? Lintasan partikel r Gambar 7.4 Partikel menembus bola Thomson Jika model atom Thomson memang benar, maka partikel α yang dapat menembus masuk ke dalam bola positif itu akan mengalami gaya tolak sebesar F= − qQr , 40 R 3 (7.1) ketika partikel alpha itu berada sejauh r dari titik pusat bola positif, dengan q muatan partikel α dan Q muatan positif bola Thomson. Terlihat bahwa gaya tolak ini sebanding dengan jarak radial partikel α dari pusat bola positif. Semakin dekat ke pusat, semakin lemah gaya tolak ini. Sebaliknya di luar bola, gaya tolak ini berbanding terbalik dengan kuadrat jarak partikel α terhadap pusat bola : F= qQ . 40 r 2 (7.2) Sekali lagi, jika model Atom Thomson ini benar, partikel-partikel α yang menembus atom itu tidak akan mengalami deflaksi (pembelokan) yang ekstrim. Tidak akan ada partikel yang terbelokkan sehingga sudut hamburan () melebihi 90º. Harapannya adalah sebagaimana menembaki selembar kertas tisu dengan senapan. Tidak mungkin ada peluru yang dipentalkan oleh kertas itu kembali ke senapan. Tetapi apa kenyataanya? Negatif! Ternyata, walaupun ada partikel alpha yang dibelokkan dengan sudut hambur sangat kecil, namun terdapat pula partikel α yang disimpangkan melebihi sudut 90º. Bahkan ada yang disimpangkan sampai 180º. Dengan demikian maka model atom Thomson sudah selesai di sini. 3. Model Atom Rutherford Dari kajian terhadap berbagai hasil eksperimen hamburan sinar alpha yang telah dilakukan, maka sampailah Rutherford pada pemikiran bahwa tidak seharusnya sesuatu yang bermuatan positif dalam atom berupa bola lunak sebagaimana yang diusulkan oleh Thomson. Massa dan muatan positif atom seharusnya tidak tersebar merata pada seluruh atom, melainkan terkonsentrasi pada wilayah yang sangat terbatas berdiameter sekitar 10-14 m di pusat atom. Hal ini mendorong Rutherford untuk mengusulkan sebuah model atomnya sendiri. Model atom Rutherford disebut pula model atom inti. Sama Gambar 7.5 Model Atom Rutherford dengan model sebelumnya, model atom inipun juga melibatkan elektron-elektron sebagai partikel-partikel penyusunnya. Jadi, konsep elektron masih dipakai. Tidak dibuang sama sekali. Bedanya, Rutherford masih perlu menghadirkan sebuah “partikel” lagi, yakni partikel bermuatan positif sebagai penyumbang muatan positif dan sebagai ganti bola Thomson. “Partikel” ini disebut inti atom (nukleus). Inti atom bersifat pejal, keras, dan masif. Tidak seperti bola Thomson, inti atom tidak dapat ditembus oleh partikel seperti elektron dan lain-lain. Inti atom mempnyai massa yang relatif besar sehingga massa elektron dapat diabaikan terhadapnya. Inti atom sangatlah kecil dibandingkan dengan atom. Yang terakhir ini mengakibatkan sebagian besar dari atom merupakan ruang kosong. Menurut Rutherford, inti atom diselubungi oleh “awan” elektron. Elektron-elektron itu bergerak memutari inti atom. Besarnya muatan positif inti mengikuti jumlah elektron. Jadi, dalam angan-angan Rutherford, atom merupakan miniatur dari sistem tata surya kita. Inti atom sebagai matahari sedang elektron-elektron sebagai planet-planetnya. Model atom Rutherford diilustrasikan oleh Gambar 7.5. Tetapi banyak fisikawan berkeberatan terhadap model atom ini. Mereka beralasan dengan menggunakan elektromag-netika klasik. Elektron yang berinteraksi secara elektromagnetik dengan inti atom dan bergerak dipercepat (dengan percepatan sentripetalnya) akan memancarkan radiasi elektromagnetik. Ini berarti bahwa elektronelektron itu secara terus-menerus akan kehilangan energi. Ini berarti pula bahwa elektron itu semakin lama semakin lambat. Jika elektron-elektron itu semakin lambat, maka jari-jari lintasannya akan semakin menyusut. Dan pada akhirnya, elektron-elektron itu akan segera jatuh ke inti atom. Jadi, atom tidak memiliki kesetabilan. Kalau ini terjadi, maka seharusnya sudah sejak dahulu dunia ini hancur. Sebelum beranjak ke model atom berikutnya, kita bicarakan lebih dahulu perihal jari-jari inti. Jari-jari inti atom berbeda dari satu unsur ke unsur lain. Dari eksperimen diketahui bahwa jari-jari inti tergantung pada nomor massa (A) unsur tersebut. Nomor massa suatu unsur adalah bilangan bulat yang paling dekat dengan massa atom unsur itu. Sedangkan nomor atom (Z) suatu unsur adalah jumlah elektron yang dimiliki oleh setiap atom unsur itu. Berdasarkan hasil eksperimen jari-jari inti sebuah atom dengan nomor massa A secara penghampiran diberikan oleh Rn = r0A1/3, (7.3) dengan R0 suatu tetapan dengan nilai sekitar 1,20 × 10-15 meter. Contoh: Perkirakanlah jari-jari inti sebuah atom uranium dengan nomor massa 235! Jawab : Inti atom uranium berjari-jari Rn = (1,20 × 10-15 meter)(235)1/3 = 7,40 ×10-15 meter. Contoh: Hitunglah secara penghampiran tenaga kinetik minimum partikel yang ditembakkan pada sebuah atom suatu unsur dengan nomor massa A dan nomor atom Z agar partikel alpha itu mampu menyentuh permukaan inti atom itu, bila atom tersebut cukup masif! Jawab :Andaikan Ek0 tenaga kinetik partikel alpha itu tepat ketika ditembakkan. Sebagai bola bermuatan listrik, inti atom menebarkan potensial di sekitarnya, sehingga pada jarak r dari pusat inti terdapat potensial sebesar Ze . 40 r Bila partikel alpha berada pada jarak r dari inti atom itu, maka tenaga potensialnya adalah V(r) = 1 Ep(r) = (2e)V(r) = 2 Ze 2 . 4 0 r 1 Bila gravitasi bumi dan berbagai bentuk interaksi lain selain gaya Coulomb dianggap tidak berpengaruh, maka tenaga mekanik total partikel alpha, yakni E = Ek + Ep, bersifat tetap. Bila sumber pertikel alpha boleh dianggap berada pada jarak yang cukup jauh, maka tenaga mekanik total partikel alpha adalah Ek0. Partikel alpha itu mampu menyentuh permukaan inti atom paling tidak bila tenaga kinetiknya bernilai nol pada saat menyentuh permukaan inti. Jadi, Ek0 = 0 + Ep(Rn) = 2 Ze 2 . 4 0 Rn 1 Karena Rn = R0A1/3, maka Ek0 = 2 Ze 2 . 4 0 R0 A1 / 3 1 4. Model Atom Rutherford dan Bohr Inilah momen yang menandai awal pendobrakan terhadap pandangan-pandangan klasik. Niels Bohr tampil membela model atom Rutherford dengan mengajukan beberapa postulatnya. Sejalan dengan berkembangnya teori atom, secara terpisah ilmu spektroskopi pun mencapai tingkat kemajuan yang sangat menggembirakan. Semula tidak disadari adanya keterkaitan yang sangat erat antara spektroskopi dengan usaha manusia memahami bangunan atom. Dua dunia yang sekilas tampak berbeda ini ternyata, memiliki hilir yang sama. J.R. Rydberg, J. Balmer dan lain-lainnya telah sebegitu jauh mengembangkan ilmu ini. Gambar 7.6 memperlihatkan sketsa peralatan yang lazim dipergunakan dalam pengamatan spektrum unsur-unsur. Yang dimaksud dengan sumber dalam gambar itu adalah sumber radiasi elektromagnetik dari uap/gas unsur-unsur yang akan diamati Sumber kolimator prisma Plat fotografik Gambar 7.6 spektrumnya. Radiasi dari sumber tersebut lalu dilewatkan kolimator yang berupa celah sempit sehingga diperoleh berkas yang tajam dan sejajar. Setelah melewati kolimator berkas radiasi elektromagnetik itu dijatuhkan pada permukaan prisma sehingga akan mengalami dispersi (penguraian). Pada akhirnya plat fotografik digunakan untuk menangkap spektrum unsur-unsur yang diamati itu. Dalam kenyataan prisma dapat diganti dengan peranti apapun (kekisi difraksi, misalnya) yang mampu menguraikan radiasi elektromagnetik atas komponen-komponennya. Ada tiga jenis spektrum, yaitu spektrum kontinyu, spektrum pancaran dan spektrum serapan. Jenis spektrum yang akan terlihat pada plat fotogarfik pada spektroskopi (Gambar 7.7) bergantung pada cara menyiapkan sumber radiasi. Bila sumber berupa bola lampu tanpa ada perlakuan khusus, maka akan dihasikan radiasi kontinyu. Bila sumbar radiasi berupa gas yang bersuhu tinggi, maka akan dihasilkan spektrum pancaran. Selanjutnya, bila sumber radiasi berupa cahaya bola lampu yang dilewatkan pada gas yang bersuhu rendah, maka akan dihasilkan spektrum serapan. Pola garis-garis spektrum (baik serapan maupun pancaran) tergantung dari gas unsur apa yang digunakan. Oleh karena itu, spektrum suatu unsur merupakan karakter unsur itu. Jadi, spektrum merupakan sesuatu yang khas bagi unsur itu. Spektrum unsur hidrogen memiliki pola yang berbeda dari polapola spektrum Helium. Pola-pola spektrum unsur helium berbeda dari pola-pola spektrum unsur Karbon dan lain sebagainya. Gambar 7.8 memperlihatkan sebagian spektrum pancaran hidrogen, Helium dan Karbon. Gambar 7.7 Spektrum serapan Hidrogen, Helium, Karbon. Contoh: Spektrum suatu unsur boleh dikatakan sebagai sidik jari bagi unsur itu. Keberadaan suatu unsur di suatu benda dapat dipelajari dari spektrum radiasi yang dipancarkan oleh bahan-bahan itu. Sebagai contoh adalah penentuan kandungan unsurunsur yang ada di berbagai benda angkasa terutama pada bintang-bintang. Dengan cara mempelajari spektrum radiasi yang dipancarkan oleh benda-benda angkasa dan mencocokkannya dengan spektrum unsur-unsur yang telah dikenal, kita dapat mengetahui komposisi unsur-unsur yang ada di dalam benda angkasa itu. Ternyata, unsur Helium, misalnya, pertama kali ditemukan terdapat dalam matahari sebelum benar-benar ditemukan di bumi. Nama “Helium“ berasal dari istilah Yunani “Helios“ yang berarti matahari. Dari garis-garis spektrum pula para astrofisikawan dapat menentukan rapat massa unsur-unsur yang ada di suatu bintang serta mengukur temperatur benda-benda angkasa. Garis-garis spektrum pancaran dapat pula memberi informasi kepada kita tentang medan magnet Gambar 7.8 Deret Balmer atom hidrogen sebuah bintang. Ketebalan garis-garis spektrum suatu bintang menandakan keberadaan angin bintang (stellar wind). Jika garis-garis spektrum bintang itu bergeser bolak-balik, maka bisa jadi bintang itu mengorbit sebuah bintang lain. Spektrum suatu bintang juga dapat memberi informasi kepada kita untuk memperkirakan massa dan ukuran suatu sistem tatasurya. Di antara yang telah didapatkan oleh ilmu spektroskopi adalah deret-deret spektrum garis atom Hidrogen dan pola-pola keteraturannya yang mereka sajikan dalam bentuk hubungan empiris antara deret satu dengan deret yang lain. Hubungan empiris ini dituangkan oleh Rydberg dalam bentuk persamaan sebagai berikut 1 1 RH 2 2 , n n' 1 (7.4) dengan RH tetapan Rydberg untuk hidrogen yang memiliki nilai sebesar 10972160 m-1 dan λ panjang gelombang garis spektrum. Untuk n’ = 2 diperoleh deret Balmer, dalam hal mana n bernilai labih dari atau sama dengan 3. Untuk n’ = 3 diperoleh deret Paschen. Untuk n’= 1 dan n ≥ 2 diperoleh deret Lyman. Untuk n’= 4 dan n ≥ 5 diperoleh deret Bracket. Niels Bohr-lah orang pertama yang menyadari keterkaitan antara hal-hal yang telah diperoleh dalam spektroskopi dengan struktur atom. Kemudian dia merenovasi bangunan teori atom Rutherford. Maka jadilah teori atom Bohr-Rutherford. Berikut adalah postulat-postulat Bohr tentang atom : 1. Sebuah elektron dalam sebuah atom bergerak memutari inti pada suatu orbit (lintasan) yang berbentuk lingkaran. Elektron itu mengalami gaya tarik Coulomb dan memenuhi teori mekanika klasik. 2. Tetapi, lintasan-lintasan yang dimugkinkan bagi sebuah elektron tidaklah sembarang lintasan (seperti yang diijinkan oleh mekanika klasik). Lintasan yang dimungkinkan bagi sebuah elektron adalah lintasan-lintasan pada mana momentum sudut elektron merupakan perkalian antara bilangan bulat positif n dengan h/2 : Ln = nh = nħ, 2 (7.5) dengan Ln momentum sudut elektron, n bilangan asli dan h tetapan Planck senilai 6,63 × 10-34 J.s serta ħ = h/2. 3. Tenaga elektron dalam memutari inti tidak berubah. Jadi, dalam memutari int,i elektron tidak kehilangan tenaga dalam bentuk radiasi elektromagnetik. 4. Radiasi elektromagnetik dipancarkan jika elektron diganggu dari geraknya pada suatu orbit sehingga elektron itu pindah ke orbit lain. Misalnya Ei adalah tenaga elektron pada orbit awal. Lalu elektron itu diberi tenaga dari luar (dipanasi, misalnya) sehingga tenaganya bertambah menjadi Ef dengan meloncat ke suatu orbit dengan tenaga Ef. Dalam hal ini dikatakan bahwa elektron itu dieksitasi. Tetapi elektron itu cenderung untuk kembali ke lintasan semula dengan memancarkan radiasi elektromagnetik dengan frekuensi : V= E f Ei . (7.6) h Postulat pertama Bohr didasarkan pada keberadaan inti sebagai “matahari” dalam “tata surya atom” dan elektron-elektron sebagai “planet-planet” dalam “tata surya” itu. Postulat kedua menyatakan kuantisasi momentum sudut elektron-elektron dalam peredaran mereka mengelilingi inti atom. Kuantisasi ini pada gilirannya mengimbas kuantisasi tenaga, yakni bahwa elektron-elektron dalam suatu atom tidak dapat mengambil orbit dengan tenaga yang bernilai sembarang. Hanya orbit dengan tenagatenaga tertentu saja yang diijinkan. Jadi, orbit adalah sesuatu yang disediakan oleh atom, bukan dimiliki oleh elektron itu sendiri secara pribadi. Dan atom hanya menyediakan orbitorbit tertentu saja bagi elektron-elektron. Orbit-orbit yang cenderung ditempati oleh elektron-elektron pada saat tidak ada usikan disebut orbit stationer. Dalam keadaan semacam itu dikatakan bahwa elektron berada pada keadaan dasar (ground state). Karena orbit elektron tidak sembarangan, maka tenaga elektron dalam atom pun tidak boleh sembarangan, dikatakan elektron itu mempunyai aras-aras tenaga. Aras-aras tenaga atom sering disebut pula sebagai kulit-kulit atom. Nanti akan ditunjukkan bahwa tenaga suatu aras (tingkat) tenaga berkaitan dengan bilangan bulat positif n yang disebut bilangan kuantum utama. Bahwa tenaga yang dimiliki oleh elektron-elektron dalam atom bersifat diskret dibuktikan oleh eksperimen Franck-Hertz (lihat bab selanjutnya). Postulat ketiga dengan sendirinya menjawab keraguan orang akan stabilitas atom. Dengan postulat ketiga itu atom Bohr terhindar dari ketakutan akan keruntuhannya. Tetapi ini merupakan pemikiran radikal dan tidak mudah menjelaskannya pada segenap ilmuwan kala itu. 5. Atom Hidrogen menurut Bohr Atom hidrogen menyediakan “try-out“ bagi model atom Bohr. Pengetahuan yang cukup mapan tentang atom hidrogen yang didapat dari “try-out” itu menjadi penting terkait dengan berbagai alasan berikut ini : 1. Secara teoretis atom hidrogen merupakan sistem atomik dengan permasalahan matematik yang dapat diselesaikan secara eksak (tanpa penghampiran). 2. Banyak pengetahuan yang diperoleh dari atom hidrogen, yang hanya memiliki satu elektron, dapat pula diterapkan ataupun diperluas untuk ion-ion dengan satu elektron seperti He+ dan Li++. 3. Atom Hidrogen merupakan sistem ideal untuk menguji teori secara tepat dan untuk meningkatkan pemahaman menyeluruh tentang bangunan atom. 4. Bilangan kuantum yang digunakan untuk menandai aras-aras (level-level) tenaga atom hidrogen dapat pula digunakan untuk menggambarkan aras-aras tenaga atomatom kompleks yang memiliki banyak elektron dan hal itu tentu saja memungkinkan kita dapat memahami tabel periodik unsur-unsur. 5. Gagasan mendasar tentang bangunan atom harus dapat dimengerti dengan baik terlebih dahulu sebelum menghadapi kerumitan bangunan suatu molekul dan struktur elektronik zat padat. Oleh karena itulah dalam bab ini kita bicarakan bagaimana model Bohr mampu menjelaskan hasil-hasil ekperimen spektroskopi hidrogen. Atom hidrogen diketahui tersusun atas sebuah elektron dan sebuah proton sebagai intinya. Berdasarkan postulat pertama, elektron itu mengalami gaya Coulomb sebagai gaya sentripetal. Bila elektron mengorbit inti atom pada jarak r, maka mudah untuk dipahami bahwa e2 4 0 r 2 =m v2 . r (7.7) Oleh sebab itu, kecepatan orbit elektron mentaati persamaan v 2 e2 4 0 mr . (7.8) Dengan demikian, tenaga mekanik (non relativistik) elektron keseluruhan diberikan oleh Etotal = Ekinetik + Epotensial = ½ mv2 + V e2 = 8 0 r Etotal = e2 4 0 r atau e2 . (7.9) 8 0 r Tanda negatif menunjukkan bahwa elektron tersebut terikat. Menurut postulat kedua, karena L = mvr, maka mvr = nh 2 atau n2h2 . v 4 2 m 2 r 2 2 (7.10) Berdasarkan persamaan (7.8), diperoleh e2 n2h2 = 4 0 mr 4 2 m 2 r 2 atau 0h2n2 r a0 n 2 , 2 me (7.11) dengan a0 0h2 0,05 nanometer. me2 Tetapan a0 disebut jejari Bohr. Megingat r tergantung pada bilangan kuantum n, maka selanjutnya ditulis sebagai rn dan dibaca sebagai jari-jari orbit nomor n. Oleh karena itu, n = 1, 2,… rn a 0 n 2 (7.12) Dari persamaan (7.10) didapatkan vn nh . 2ma0 n 2 n = 1, 2,… (7.13) Dan berdasarkan persamaan (7.9) didapatkan tenaga elektron menurut En e2 13,6eV , 2 8e0 a 0 n n2 n = 1, 2,… (7.14) Persamaan (7.14) memberi petunjuk kepada kita bahwa tenaga elektron pada suatu orbit tergantung pada bilangan bulat positif n, yakni nomor orbit. Bilangan bulat positif ini menandai aras-aras Gambar 7.9 Aras-aras tenaga (tingkatan-tingkatan) tenaga elektron dalam atom atom hidrogen Hidrogen. Gambar 7.9 memperlihatkan aras-aras tenaga atom hidrogen. Jika sebuah elektron berpindah dari sebuah aras n ke aras lainnya, katakanlah n’, maka elektron itu akan memperoleh tambahan tenaga sebesar E E n' E n 1 1 2 2 8 0 a 0 n' n e2 atau E 1 1 2. 2 8 0 a 0 n n' e2 (7.15) Bila ∆E bernilai negatif berarti bahwa elektron itu memancarkan tenaga dalam bentuk radiasi elektromagnetik dengan frekuensi E e2 1 1 v 2. 2 h 8 0 a 0 h n' n Juga, karena v c maka 1 1 v , sehingga c E e2 1 1 2. 2 h 8 0 a 0 hc n' n (7.16) (7.17) Bila dihitung, e2 10972160 m-1. 8 0 a 0 hc Nilai ini sama dengan konstanta Rydberg dalam ilmu spektroskopi. Jadi, diperoleh kembali persamaan empiris Rydberg (persamaan (7.4)). Menakjubkan bukan? Gambar 7.10 memperlihatkan deret-deret garis spektrum atom hidrogen dan locatan-loncatan atau transisi-transisi elektron yang terkait dengan garis-garis spektrum itu. Sampai di sini, teori Atom Bohr mampu memberi penjelasan yang sangat memuaskan perihal sepktrum atom hidrogen. Perkembangan selajutnya dalam dunia spektroskopi menuntut modifikasi teori atom Bohr ini. Perkembangan tersebut ialah ditemukannya struktur halus. Dengan meningkatnya resolusi spektrometer, sebuah garis spektrum yang semula dianggap sebagai satu panjang gelombang, ternyata tersusun atas beberapa garis spektrum yang berbeda panjang gelombangnya. Inilah yang disebut struktur halus. Jumlah garis-garis penyusun ini sangat teratur. Jika hanya bersandar pada teori atom Bohr-Rutherford saja tidaklah cukup untuk menerangkan struktur halus tersebut. Modifikasi pertama dilakukan oleh Sommerfeld dengan memasukkan koreksi relativistik. Namun hal ini kurang memuaskan. Penjelasan yang cukup memuaskan diberikan oleh teori baru yang dikenal sebagai mekanika kuantum. Gambar 7.10 Deret-deret garis spektrum atom hidrogen dikaitkan dengan loncatanlincatan elektron dari/ke arasaras tenaga atom hidrogen. 7.6 Efek Zeeman Dan Momentum Sudut Orbital Pada tahun 1896 Pieter Zeeman menemukan dalam eksperimennya bahwa garisgaris spektrum atom terpecah menjadi beberapa garis manakala sampel gas yang dipelajari diletakkan dalam pengaruh medan 121,5 nm 121,5 nm magnetik. Sebagai contoh adalah garis spektrum atom Hidrogen dalam deret Lyman dengan panjang gelombang 121,5 nm. Garis ini terkait dengan transisi dari kulit n = 2 ke kulit n = 1. Garis spektrum ini pecah menjadi tiga garis (lihat Gambar 7.11). B=0 B≠0 Jarak pemisah antara garis-garis pecahan itu ternyata berbanding Gambar 7.11 lurus dengan besarnya medan magnetik yang ditebarkan. Gejala pecahnya garis-garis spektrum menjadi tiga garis akibat adanya pengaruh medan magnet semacam itu disebut efek Zeeman normal. Sedangkan efek Zeeman anomali adalah pecahnya garis-garis spektrum menjadi beberapa garis (jumlahnya tidak sama dengan tiga). Sekarang, bagaimnakah teori atom Bohr dapat menjelaskan gejala ini? Sebuah elektron yang mengelilingi inti atom pada kulit nomor n, menurut postulat kedua Bohr, memiliki momentum sudut senilai Ln = nh = nħ. 2 (7.18) Dalam bab 3 buku ini telah dijelaskan bahwa benda-benda bermuatan yang bergerak dalam lintasan tertutup selalu merupakan dwikutub magnetik dengan momen dwikutub magnetik sebanding dengan momentum sudutnya. Oleh karena itu, elektron yang bergerak mengelilingi inti atom pada kulit nomor n tentu juga merupakan dwikutub magnetik dengan momen dwikutub senilai Ln = e en Ln = 2me 2me (7.19) Arah momen dwikutub elektron berlawanan dengan arah momentum sudut elektron karena muatan elektron yang negatif. Menurut elektromagnetikat, sebuah dwikutub magnetik dengan momen yang berada dalam medan magnetik B memiliki tenaga sebesar E = − •B. (7.20) Jadi, untuk elektron yang bergerak dalam atom pada kulit nomor n di bawah pengaruh medan magnetik luar B akan memiliki tambahan tenaga sebesar En = ± LnB = ± eB n. 2me Tanda plus-minus tergantung pada arah medan magnet yang dipakai dan orientasi atom. Jadi, timbul kenaikan maupun penurunan nilai tenaga pada masing-masing kulit atom. Tetapi, apakah ini sudah menyelesaikan masalah? Tentu saja belum. Kalau tiap aras tenaga berubah nilai tenaganya, maka kemungkinan-kemungkinan transisi elektron tetap sama. Yang mungkin terjadi hanyalah pergeseran garis spektrum saja. Bila garis spektrum dipahami sebagai akibat loncatan elektron dari satu aras tenaga ke aras tenaga yang lain, maka kemungkinan pecahnya garis-garais spektrum sehingga muncul garis-garis baru, hanya dimungkinkan kalau ada aras-aras tenaga baru akibat pendedahan medan magnet itu. Maka munculah gagasan subkulit kulit atom yang dilegitimasi nantinya oleh Schroedinger dan Heisenberg melalui mekanika kuantum. Pada prinsipnya, masing-masing kulit atom tersusun atas subkulit-subkulit. Tenaga elektron yang menghuni masing-masing subkulit pada kulit yang sama bernilai sama bila tidak ada pengaruh luar. Jumlah subkulit yang dimiliki oleh masing-masing kulit terbatas. Kulit dengan bilangan kuantum n memiliki n lapis subkulit. Masing-masing subkulit ini diberi lebel dari 0 sampai n − 1 dan diberi lambang l. Jadi, l = 0,1,2,…, n − 1. Bilangan kuantum l ini disebut bilangan kuantum orbital. Bilangan kuantum orbital terkait dengan momentum sudut orbital masing-masing elektron yang menempati subkulit. Bila sebuah elektron menempati subkulit dengan bilangan kuantum l, maka elektron itu memiliki momentum sudut orbital sebesar |Ll| = l (l 1) . (7.21) Subkulit dengan l = 0 oleh para fisikawan spketroskopi disebut subkulit s (sharp), subkulit dengan l = 1 disebut subkulit p (principal), subkulit l = 2 disebut subkulit d (diffuse), subkulit dengan l = 3 disebut subkulit f (fundamental), dlsb. Jadi, keberadaan sebuah elektron dalam atom dapat dipahami melalui tiga atribut, yakni bilangan kuantum utama (n), bilangan kuantum orbital (l) dan bilangan kuantum magnetik (ml). Bila suatu atom diletakkan dalam suatu kondisi tertentu, masing-masing aras-aras tenaga akan pecah menjadi beberapa subaras dengan nilai tenaga yang berbeda. Tetapi, ternyata hal ini belum cukup untuk menjelaskan efek Zeeman. Kemudian, oleh para fisikawan masing-masing subkulit masih diasumsikan tersusun atas struktur yang lebih kecil lagi, yakni subsubkulit. Jumlah subsubkulit masing-masing subkulit juga terbatas dan tergantung dari bilangan kuantum orbital. Untuk subkulit dengan bilangan kuantum orbital l, jumlah subsubkulit yang dimilikinya adalah 2l + 1. Bilangan kuantum yang digunakan untuk melabeli subsubkulit suatu kulit disebut bilangan kuantum magnetik dan diberi lambang ml. Bilangan ml memiliki kisaran nilai dari −l sampai dengan l. Bilangan kuantum magnetik terkait dengan komponen momentum sudut orbital ke arah sumbu-z, yakni Lz. Bila suatu elektron berada pada subsubkulit ml, maka komponen momentum sudut orbital elektron itu diberikan oleh (ml = −l, −l + 1, ..., l − 1, l). (7.22) Lz = ml , Bila atom itu diletakkan dalam medan megnetik konstant yang berarah ke sumbu-z positif, maka elektron yang berada pada subsubkulit ml akan mendapatkan tambahan tenaga sebesar E = − L•B = − ( e LzB 2me e = B mlħ. 2me e Ll) • B 2me = (7.23) Tanpa medan magnet Dengan medan magnet n = 2, l = 1 ml = 1 n = 2, l = 1, ml = − 1, 0, 1 n = 2, l = 1 ml = 0 Jadi, masing-masing subkulit pecah menjadi beberapa aras tenaga. Untuk subkulit dengan bilangan kuantum orbital l, maka terdapat 2l + 1 aras pecahan. Beda tenaga antara aras-aras baru yang terbentuk adalah n = 2, l = 1 ml = −1 e Bħ. 2me Penjelasan semacam ini ternyata sangat mencukupi bagi efek Zeeman normal. Sebagai contoh adalah garis n = 1, l = 0 ml = 0 spektrum pada deret Lyman n = 1, l = 0 ml = 0 di atas. Sebuah elektron yang tereksitasi ke kulit dengan n = 2 dan l = 1, kemungkinan memiliki tiga nilai bilangan kuantum magnetik yakni : ml = − 1, 0, 1. Oleh karena itu, terdapat tiga kemungkinan transisi dari keadaan dengan n = 2 dan l = 1 ke keadaan dengan n = 1 (lihat gambar 7.15). Tiga transisi itu terkait dengan tiga garis spektrum. Tetapi bagaimana dengan efek Zeeman anomali? Terlihat bahwa model di atas belum mencukupi. Lalu, atribut apalagi yang dibutuhkan? Masihkah atribut ini terkait dengan momentum sudut dan momen dwikutub magnetik? Jawabnya positif!. Tetapi, momentum sudut apalagi? Gagasan radikal dibutuhkan lagi dalam hal ini. Gagasan itu adalah gagasan momentum sudut intrisik elektron atau spin elektron, yakni momentum sudut yang selalu dimiliki oleh elektron dalam keadaan apapun dan momentum sudut ini tidak terkait dengan posisi dan momentum linier elektron. Bilangan kuantum yang terkait dengan spin ini adalah dilambangkan dengan s yang nilainya selalu ½ untuk elektron. Terkait dengan bilangan ini adalah bilangan magnetik spin dan dilambangkan dengan ms. Hanya ada dua nilai bagi ms, yakni −½ dan ½. Besar momentum sudut spin elektron adalah Gambar 7.13 |s| = s(s 1) = 3 . 4 (7.24) Komponen momentum sudut spin elektron ke arah sumbu-z diberikan oleh sz = msħ = ±½ħ. (7.25) Bila elektron memiliki komponen spin ½ħ maka elektron itu dikatakan berada pada keadaan spin up. Di lain pihak, bila elektron memiliki komponen spin −½ħ maka elektron itu dikatakan berada pada keadaan spin down. Dengan memperkenalkan konsep spin ini efek Zeeman anomali dan beberapa masalah lain dapat dijelaskan dengan tuntas. Tetapi masalah itu belum menjadi bahasan buku ini. Maaf. 7.7 Penerapan Fisika Atom : Laser Sekarang ini, istilah laser sudah begitu familier (sangat dikenal) bagi kita. Berbagai peranti yang kita manfaatkan keseharian banyak melibatkan laser, dari CD player, laser pointer sampai mainan anak-anak. Tetapi apakah sesungguhnya sinar laser itu dan bagaimana cara menghasilkannya? Teori dasar tentang laser sesungguhnya telah diusulkan sejak tahun 1920-an oleh Albert Einstein, akan tetapi realisasinya baru setelah tahun 1950 oleh fisikawan bernama C.H. Townes dan A. M. Prokorov serta N. Basov. Sebuah atom dikatakan tereksitasi ke aras tenaga yang lebih tinggi jika elektronelektron atom itu (karena menyerap tenaga/radiasi) meloncat ke aras-aras tenaga atom yang lebih tinggi. Secara umum, sebuah atom dikatakan melakukan transisi dari suatu aras tenaga ke aras tenaga yang lain jika elektron-elektronnya mengalami transisi antar aras tenaga dalam atom itu. Paling tidak ada tiga macam interaksi antara foton (radiasi elektromagnetik). Sebuah atom dalam keadaan tereksitasi di suatu aras tenaga, berpindah ke aras tenaga yang lebih rendah dengan jalan memancarkan sebuah foton. Tenaga foton yang dipancarkan ini, sesuai dengan postulat Bohr, memiliki tenaga sebesar selisih tenaga yang dimiliki oleh kedua aras tenaga itu. Peristiwa ini dikenal sebagai pancaran spontan dan dapat dituliskan sebagai atom* → atom + foton, dengan tanda asterik menunjukkan bahwa atom tersebut dalam keadaan tereksitasi dari keadaan dasarnya. Interaksi kedua adalah serapan terimbas. Sebuah atom yang berada pada aras dasar (keadaan dasar) menyerap foton dengan tenaga yang mencukupi (sesuai) dan melompat ke aras tenaga yang lebih tinggi (keadaan tereksitasi). Interaksi ini dilambangkan dengan persamaan atom + foton → atom*. Interaksi yang ketiga adalah pancaran terangsang (terimbas). Pada proses ini sebuah atom yang berada pada keadaan tereksitasi di suatu aras tenaga meloncat atau melakukan transisi ke aras tenaga yang lebih rendah dengan memancarkan foton karena terangsang oleh sebuah foton yang memiliki tenaga sebesar selisih tenaga dua aras tenaga itu. Kenyataan penting yang perlu dicatat dalam hal ini adalah bahwa foton yang dipancarkan oleh atom sebagai hasil perangsangan itu memiliki tenaga yang sama, fase yang sama dan arah pancaran yang sama dengan foton yang merangsangnya. Jadi, hasil pancaran terangsang adalah dua buah foton dengan tenaga yang sama, fase yang sama dan arah pancaran yang sama. Seandainya sekarang ada sekian banyak atom yang berada pada keadaan tereksitasi di suatu aras tenaga yang sama dan andaikan pula bahwa sebuah foton datang dan menyebabkan pancaran terangsang pada sebuah atom. Maka proses pertama ini tentu menghasilkan dua foton dengan tenaga yang sama, fase yang sama dan arah pancaran yang sama. Masing-masing foton itu pada gilirannya akan menyebabkan (merangsang) dua atom lain mengalami pancaran terangsang. Hasilnya dalah empat foton dengan tenaga yang sama, fase yang sama dan arah pancaran yang sama. Proses serupa akan terjadi dan dapat berlangsung terus sehingga karena foton yang dihasilkan memiliki fase yang sama dan tenaga (tentu saja juga ferkuensi yang sama) maka foton-foton itu akan saling menguatkan (superposisi konstruktif). Hasil penguatan ini adalah berkas cahaya yang memiliki intensitas sangat tinggi dan sangat terarah sehingga membawa daya yang cukup tinggi atau sering disebut laser. Istilah laser sendiri adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated Emision of Radiation. Tetapi pada kenyataannya laser bekerja tidak sesederhana itu. Ada dua kesulitan untuk menerapkan rancangan di atas : (1) Cukup sulit untuk mempertahankan atom-atom dalam keadaan tereksitasi sampai datangnya foton perangsang. (2) Foton-foton perangsang dimungkinkan segera diserap oleh atom-atom yang berada pada keadaan dasar. Untuk mengatasi kesulitan pertama orang dapat memilih atom-atom aras berumur pendek yang memiliki tiga aras tenaga yang salah satunya bersifat metastabil. Atomatom pada mulanya di“pompa“ sehingga aras metastabil naik ke aras tenaga tertinggi dengan menggunakan pulsa listrik ataupun flash lamp. Atom-atom yang berada pada laser keadaan tereksitasi itu akan segera turun ke keadaan metastabil dengan cara pancaran spontan. Atom-atom yang aras berumur pendek berada pada aras metastabil akan berada di sana dalam waktu yang relatif panjang. Atom-atom tersebut akhirnya dirangasang untuk melakukan transisi aras dasar sambil memancarkan laser. Untuk mengatasi kesulitan kedua, Gambar 7.14 atom-atom dengan tiga aras itu ternnyata tidak cukup. Untuk itu diperlukan atomatom dengan empat aras tenaga dengan aras tambahan yang berada tepat di atas aras dasar memiliki umur yang cukup pendek (artinya atom-atom yang berada pada aras itu akan segera turun ke aras dasar). Daftar Pustaka 1. Baiquni, A. 1987. Fisika Modern, Edisi pertama, PN Balai Pustaka. Jakarta. 2. Blatt, F.D., 1983, Principles of Physics, second edition, Allyn and Bacon Inc., Boston. 3. Brehm, J.J. dan Mullin, W.J. 1989. Introduction to The Structure of Matter, Edisi pertama. John Wiley & Son. New York. 4. Eisberg, R.M. 1961. Fundamentals of Modern Physics, Edisi pertama. John Wiley & Son. Toronto. 5. Halliday, D., Resnick, R., & Walker, J., 1997, Fundamental of Physics, fifth edition, John Wiley & Sons, Inc., New York. 6. Haken, H., Wolf, H.C. 1984. Atomic and Quantum Physics. Springer-Verlag. Berlin. 7. Hewitt, P.G., 2002, Conceptual Physics, ninth edition, Addison Wesley, New York. 8. Krane, K.S., 1983, Modern Physics, John Wiley & Sons, New York. 9. Serway, R. A. dan Beichner, R.J., 2000, Phyisics for Scientists and Engineers with Modern Physics, Saunders College Publishing, New York.