BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika perekonomian suatu negara mengalami depresiasi mata uang, maka bisa dikatakan bahwa fundamental negara tersebut dinilai buruk dan biasanya ditandai oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi. Saat ini sedang terjadi fenomena depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Dampak negatif dari pelemahan nilai tukar rupiah yaitu bertambahnya beban hutang luar negeri yang berbentuk dollar AS, memperlambat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta meningkatnya harga barang dan jasa yang di impor oleh Indonesia. Dampak positif dari depresiasi nilai tukar rupiah yaitu pemerintah Indonesia dan sektor swasta dapat memperbaiki neraca perdagangan dengan mengurangi impor dan melakukan peningkatkan ekspor karena harga barang dan jasa yang di ekspor lebih murah dibandingkan negara pengimpor. Hal ini dapat berdampak pada meningkatnya permintaan pasar. Berfluktuasinya nilai tukar rupiah yang terjadi pada akhir tahun 2014 dipengaruhi oleh faktor eksternal (luar negeri) dan faktor internal (dalam negeri). Faktor eksternal yang terjadi dikarenakan tren penguatan perekonomian Amerika Serikat. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mencapai 2,5% bahkan lebih tinggi 1 dari perkiraan yaitu 2%. Inflasi di Amerika Serikat juga dikatakan baik yakni hanya 1,6%. Tingkat pengangguran di Amerika Serikat juga menurun tajam. Pemulihan perekonomian Amerika yang semakin konsisten pada tahun ini membuat sebagian besar mata uang negara berkembang terdepresiasi dan ekspektasi perbaikan ekonomi Amerika yang lebih cepat dari perkiraan, membuat investor menarik dananya di negara berkembang dan mulai menanamkannya di Amerika. Jumlah dollar di Indonesia yang semakin menipis menyebabkan rupiah terus terkoreksi dari nilai fundamentalnya. (www.tempo.com). Faktor internal yang membuat semakin terdepresiasinya nilai tukar rupiah adalah pasar modal Indonesia mendapatkan tekanan inflasi domestik. Sejak dilantiknya Jokowi menjadi presiden, nilai tukar rupiah terus melemah. Mungkin juga tidak lepas dari kebijakan Jokowi yang membuat perekonomian Indonesia tidak mengalami perubahan. Beberapa kebijakan yang dilakukan yaitu menaikkan harga BBM pada bulan November dan menurunkan kembali harga BBM pada bulan Desember, janji-janji pemerintah dalam membangun infrastruktur yang belum kelihatan hasilnya, dan terdapat rencana kenaikan tarif dasar listrik dan tarif kereta api. Depresiasi rupiah terhadap dollar AS menjadi sorotan. Di antara negara-negara di ASEAN, Indonesia berada dalam urutan keempat dengan nilai tukar mata uang yang paling rendah terhadap dollar AS. Nilai rupiah bahkan lebih buruk bila dibandingkan leone, mata uang Sierra Leone, dengan kurs 4.363 per dollar AS. 2 Adapun riel, mata uang Kamboja, kursnya setara dengan 4.058 per dollar AS (www.tempo.com). Fenomena pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah terjadi pada tanggal 16 Desember 2014, saat itu kurs tengah rupiah berada pada posisi Rp12.900, dimana hampir mendekati posisi Rp13.000 per dollar Amerika Serikat dan terendah selama krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan kawasan Asia 1998 lalu (www.bbc.com). Gambar1.1. Grafik perkembangan nilai tukar rupiah. (Sumber:www.bi.go.id) Pada tanggal 15 Desember 2014, pelemahan rupiah secara harian mencapai 2%. Namun tak hanya rupiah yang mengalami depresiasi, negara-negara di Asia dan Eropa juga mengalami hal yang sama, seperti mata uang Rusia yaitu rubel melemah hingga 10,2%, mata uang Turki yaitu lyra melemah 3,4%, mata uang Brasil yaitu peso mengalami pelemahan sebesar 1,6%, dan mata uang Jepang yaitu yen bahkan mengalami depresiasi sampai 15% (www.tempo.com). Depresiasi rupiah terhadap dollar AS juga diikuti dengan jatuhnya IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) di BEI (Bursa Efek Indonesia). Perdagangan 3 pada tanggal 16 Desember 2014 ditutup melemah sebesar 82,40 poin atau 1,62 persen ke posisi 5.026, dengan aktivitas volume perdagangan saham sebesar 6.795.053.600. Hal itu membuktikan bahwa pada tanggal depresiasi rupiah terjadi, IHSG juga mengalami penurunan. Kurs rupiah pada perdagangan rabu, 12 agustus 2015 ditutup melemah sebesar 1,42% atau sekitar 193 point ke level Rp 13.758 dan sempat menyentuh posisi tertinggi Rp13.917 dan posisi terendah sebesar Rp13.685. Alasan rupiah terdepresiasi pada tanggal 12 Agustus 2015 dikarenakan rupiah mendapatkan tekanan dari dalam negeri yakni setelah Presiden Jokowi mengumumkan 6 menteri baru. Diharapkan reshuffle tersebut dapat memberikan sentimen positif, namun pada hari itu rupiah malah semakin terdepresiasi karena pasar mengharapkan sosok yang mampu mengamankan rupiah dan memberikan perubahan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Gambar1.2. Grafik perkembangan nilai tukar rupiah. (Sumber:www.bi.go.id). 4 Puncak dari depresiasi rupiah terjadi pada hari Selasa, 29 September 2015. Pagi itu kurs rupiah dibuka melemah sekitar 0,04% ke posisi 96,069, sedangkan pada penutupan perdagangan rupiah ditutup melemah sebesar 0,24 persen ke posisi 96,034. Namun pada siang harinya, rupiah diperdagangkan melemah sebesar 0,57 persen atau merosok 84 poin. Tren pelemahan rupiah akan terus berlanjut dikarenakan dollar AS pada hari itu mengalami penguatan di wilayah Asia dan depresiasi mata uang juga diikuti oleh mata uang di negara ASEAN lainnya seperti dollar Singapura merosot sekitar 0,23 persen, peso Filipina merosot 0,32 persen, ringgit Malaysia 1,25 persen, dan mata uang baht Thailand sebesar 0,22 persen (market.bisnis.com). Target pertumbuhan ekonomi yang sampai saat ini belum tercapai, membuat kinerja pemerintahan Jokowi menjadi sorotan publik. Pada hari yang sama, Pemerintah Indonesia bersama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan paket kebijakan ekonomi tahap II. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan perekonomian nasional dengan melakukan investasi, berupa kebijakan deregulasi, debirokratisasi, penegakan hukum dan memberikan kepastian usaha untuk meningkatkan daya saing. Namun semakin mendekati pengumuman paket kebijakan ekonomi tahap II, rupiah semakin terdepresiasi dan merosot ke posisi 14.811. Rupiah sempat menguat dan menyentuh posisi Rp13.000an pada bulan Oktober hingga awal Desember, namun pada tanggal 14 Desember 2015 rupiah 5 mennyentuh posisi Rp 14.076 dengan pelemahan sebesar 139 poin atau sekitar 1%. Diikuti oleh mata uang Asia lainnya seperti Won yang melemah 0,56% dan ringgit Malaysia yang juga bergerak melemah sebesar 0,52%. Sentimen dari pasar disebabkan pasar menunggu pengumuman dari The Fed mengenai suku bunga acuan yang akan berlangsung selama tanggal 16-17 Desember 2015 dan membuat Bursa AS yang ditutup negatif menjadi salah satu sentimen negatif bagi Bursa Indonesia. Sedangkan dari domestik dikerenakan adanya pengumuman dari Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral berencana membentuk dana energi untuk membangun ketahanan energi nasional pada tahun 2016. (www.bisnis.com). Indeks harga saham merupakan sebuah indikator dari pergerakan harga saham dan pedoman bagi investor untuk berinvestasi di pasar modal. Saat ini Bursa Efek Indonesia terdiri dari 10 sektor dan salah satunya yaitu sektor manufaktur. Sektor manufaktur merupakan sektor ekonomi yang memiliki peranan yang cukup penting di Indonesia, apalagi sebagian besar industri manufaktur di Indonesia menggunakan bahan baku yang di impor dari negara lain. Kegiatan ekspor dan impor di Indonesia mempunyai peran penting dimana berperan dalam penentuan nilai mata uang yakni rupiah. Saat ini penurunan ekspor lebih rendah dibandingkan penurunan impor. Penurunan ekspor ini merupakan salah satu faktor rupiah terdepresiasi. Pelemahan nilai tukar rupiah pasti akan mempengaruhi harga-harga produk industri domestik. Sebagai contoh, harga bahan baku tahu dan tempe yakni kedelai yang mengalami peningkatan akibat harga kedelai yang diimpor dari luar negeri meningkat drastis. 6 Oleh karena itu, perusahaan manufaktur yang berorientasi impor lebih banyak mendapatkan dampak dari depresiasi nilai tukar rupiah dibandingkan oleh sektor lainnya. Depresiasi rupiah akan menyebabkan kenaikan biaya produksi, sehingga berdampak pada penurunan profitabilitas perusahaan (Darminto,2008). Nilai tukar rupiah memiliki pengaruh utama terhadap perusahaan yang mengandalkan bahan baku impor, karena harga bahan baku impor dipatok dengan mata uang dari negara asalnya. Hal ini akan mempengaruhi kinerja dari suatu perusahaan, sehingga nilai tukar dipertimbangkan sebagai faktor risiko yang pengembalian saham (Gunsel dan Cukur, 2007). akan mempengaruhi tingkat Nilai tukar mata uang yang melemah akan mengakibatkan sentimen negatif di pasar modal sehingga mendorong harga saham di pasar modal mengalami penurunan secara umum (Dhanardhono, 2008). Berdasarkan uraian di atas, pokok permasalahan utama yang menjadi pembahasan pada penelitian ini adalah pengaruh depresiasi nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dollar AS. Pengaruh yang dimaksud dalam hal ini adalah mencari hubungan antara pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia khususnya pada sektor manufaktur yang berorientasi impor, dengan perubahan nilai tukar mata uang terhadap dollar AS. 7 1.2. Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh depresiasi nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dollar AS yang mengakibatkan reaksi di pasar modal pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia khususnya pada perusahaan di sektor manufaktur yang berorientasi impor. 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terhadap reaksi pasar modal pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia khususnya pada perusahaan di sektor manufaktur yang berorientasi impor? 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk menguji reaksi pasar modal terhadap pengaruh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada tanggal 16 Desember 2014, 12 Agustus 2015, 29 September 2015 dan 14 Desember 2015 pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia khususnya pada perusahaan di sektor manufaktur yang berorientasi impor. 8 1.5.Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat dalam beberapa hal sebagai berikut. a. Manfaat teoritis dari penelitian ini yaitu dapat memberikan tambahan bukti empiris mengenai reaksi pasar terhadap depresiasi nilai tukar rupiah di Indonesia. b. Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu dapat memberikan informasi berdasar pada bukti empiris bagi perusahaan, terutama perusahaan sektor manufaktur yang berorientasi pada impor bahwa depresiasi nilai tukar rupiah (kurs) dapat menimbulkan beragam reaksi pasar. 1.6. Sistematika Penulisan Agar memudahkan penyampaian hasil penelitian kelak, laporan penelitian ini ditulis dan dipaparkan dengan sistematika penulisan sebagai berikut. Bab I: Pendahuluan Bab I memaparkan latar belakang, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II: Tinjauan Pustaka Bab II memaparkan penjelasan mengenai berbagai landasan teori yang digunakan dan pengembangan hipotesis yang terkait. Selain itu, bab ini juga menjabarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini. 9 Bab III: Metode Penelitian Bab III memaparkan mengenai rancangan penelitian, alat analisis, objek penelitian, jenis data, teknik analisis data, populasi dan pemilihan sampel, dan definisi operasional untuk variabel-variabel yang digunakan. Bab IV: Analisis Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV memaparkan penjelasan tentang analisis data, pembahasan hasil pengolahan data, dan analisis pengujian hipotesis. Bab V: Kesimpulan dan Saran Bab V memaparkan mengenai kesimpulan, saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya, dan keterbatasan penelitian. 10