Siaran Pers Belt and Road Initiatives untuk Memperkuat Kerja Sama Ekonomi Indonesia dan Tiongkok 22 Mei 2017 – Aturan baru Tiongkok yang memperketat arus modal keluar telah menimbulkan kekhawatiran di negara-negara tujuan investasi langsung keluar (outbound direct investment / ODI). Belt and Road Initiative kemudian menjadi kunci percepatan arus investasi langsung luar negeri oleh Tiongkok. Meski kebijakan Tiongkok tadi untuk memperketat keluarnya arus modal mengganggu beberapa negara, tampaknya hal ini memang diarahkan sebagai solusi jangka pendek untuk membawa dampak ekonomi positif yang lebih luas. Beijing memiliki keyakinan besar bahwa pendekatan baru ini tidak akan menghalangi atau menghambat tren investasi Tiongkok ke luar negeri dalam jangka panjang. Presiden Xi Jinping pun telah menegaskan bahwa Tiongkok akan tetap berinvestasi keluar, terutama pada sektor-sektor utama. Selain itu, selama 5 (lima) tahun ke depan, Tiongkok memperkirakan investasi senilai 750 milyar Dollar AS ke luar negeri, dengan ODI sebagai pilar utama untuk mendukung transisi ekonomi Tiongkok. ODI dari Tiongkok terlihat terus mengalami lonjakan, dengan pertumbuhan sebesar 44,1 persen secara tahunan (year-on-year / yoy) menjadi 170,11 milyar Dollar AS di 2016. Belt and Road Initiative akan lebih memperkuat kerja sama ekonomi antara Tiongkok dan perusahaan asing. Investasi keluar ke luar negeri melalui inisiatif ini mencapai 14,53 milyar Dollar AS pada tahun 2016. Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dari Januari hingga September 2016, ODI Tiongkok di Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan, tumbuh 300 persen di angka 1,5 milyar Dollar AS, dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2015. Sejalan dengan meningkatnya ODI, jumlah dan ukuran perusahaan swasta Tingkok juga terus bertumbuh. Nilai ODI dari gabungan Badan Usaha Milik Negara asal Tiongkok sejak Belt and Road Initiative diluncurkan, telah berkembang empat kali lipat selama beberapa tahun belakangan, terutama untuk investasi di area pertambangan dan infrastruktur. Investasi perusahaan swasta Tiongkok ke luar negeri, bahkan berkembang lebih pesat, yaitu 10,4 kali lipat jika dibandingkan dari periode 2009 – 2015. Belt and Road Initiative membuka banyak peluang baru terkait investasi Tiongkok ke luar negeri, terutama pada sektor infrastruktur – pembangunan jalan, rel kereta api, jembatan, dan pelabuhan di berbagai wilayah Asia. Tampak beberapa indikasi tentang adanya perluasan kerja sama Tiongkok dan Indonesia, dari sektor listrik, pertambangan, hingga ke sektor-sektor baru seperti e-dagang dan pariwisata. Pada kunjungan ke Tiongkok tahun 2016 lalu, Presiden Joko Widodo dan Presiden Xi Jinping telah menyepakati 3 (tiga) topik utama kerja sama antar kedua negara. Diskusi pertama menitikberatkan pada usaha masingmasing negara untuk meningkatkan perdagangan serta mengurangi defisit neraca dagang antara Indonesia dan Tiongkok. Hal lain yang menjadi pokok bahasan adalah bagaimana kedua negara berusaha meningkatkan nilai investasi, terutama di sektor manufaktur dan infrastruktur. Terakhir, terkait dengan industri pariwisata, Tiongkok akan mendorong warganya untuk lebih banyak mengunjungi Indonesia. Investasi khususnya di sektor infrastruktur, memang membutuhkan dukungan modal yang besar. Namun syarat untuk mendapatkan pinjaman (financing) terkadang memberikan tantangan tersendiri bagi hampir seluruh negara di Asia. Pemerintah Indonesia, dalam hal, arah kebijakan ekonomi, telah menetapkan pembangunan infrastruktur sebagai dasar pertumbuhan. Pemerintah telah mengumumkan proyek-proyek infrastruktur utama, termasuk pelabuhan, bandara, jalan tol, dan pembangkit listrik yang secara keseluruhan membutuhkan dana investasi sebesar 450 milyar Dollar AS. Indonesia harus mengejar ketertinggalan infrastruktur tadi. Yang untuk memenuhi semuanya, membutuhkan setidaknya 400 milyar Dollar AS selama 5 (lima) tahun ke depan. Presiden Joko Widodo bahkan terus berkomitmen untuk mengubah iklim investasi, terutama untuk investasi di sektor infrastruktur. Usaha Indonesia tadi, telah mampu mengamankan investasi senilai total 74 milyar Dollar AS, dari Tiongkok (68 milyar) dan Jepang. PUBLIC Siaran Pers “Dengan meningkatnya urbanisasi di kawasan ASEAN, infrastruktur telah menjadi prioritas utama untuk negara-negara ini. Di sinilah Belt and Road Initiative dari Tiongkok membuka peluang dan potensi baru untuk perkembangan bisnis,” ujar Sumit Dutta, Presiden Direktur (yang ditunjuk) PT Bank HSBC Indonesia. Melalui Nawacita, Presiden Joko Widodo menginisiasi pemerataan pembangunan di daerah-daerah dan upaya peningkatan taraf hidup masyarakat. Agenda ini didukung dengan pembangunan infrastruktur seperti jalan raya, jalan tol, MRT, LRT, dan tol laut. Pembangunan pun tidak hanya dilakukan di Pulau Jawa, tetapi juga Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Hingga saat ini, semua program pembangunan masih dalam tahap penyelesaian dan terus dilakukan percepatan. Belt and Road Initiative kemudian hadir membantu mengamankan dukungan finansial yang dibutuhkan, termasuk dari bank-bank di mana Tiongkok menjadi motornya, seperti Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dan New Development Bank, juga permodalan lain dari Tiongkok, seperti Silk Road Fund. Milyaran Dollar telah disiapkan untuk menyukseskan Belt and Road Initiative senilai milyaran Dollar AS. Institusi keuangan Tiongkok dan bank komersial asing juga selanjutnya menjadi pemain penting dalam memfasilitasi keuangan ini. Menyikapi perkembangan yang ada, Indonesia dapat mengharapkan lebih banyak investasi di masa depan, khususnya di bidang infrastruktur guna membantu mempercepat pertumbuhan ekonomi negeri ini, tentu berkaitan dengan program Nawacita dari Presiden Joko Widodo. Beberapa proyek seperti infrastruktur pelabuhan dan transportasi laut pasti menjamin adanya produksi berkelanjutan di bidang sumber daya maritim. Perbaikan infrastruktur juga akan mendukung industri maritim Indonesia guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Bersamaan dengan keinginan pemerintah menarik investasi asing, lembaga pemeringkat global S&P telah menaikkan rating kredit Indonesia ke level layak investasi. Kenaikan peringkat ini sejalan dengan 2 (dua) lembaga pemeringkat global lain yang juga menaikkan rating kredit Indonesia. “Dengan naiknya rating Indonesia dari BB+ menjadi BBB- dengan outlook stabil, hal ini menjadi sinyal akan lebih banyaknya investasi mengalir ke Indonesia, sebagai ekonomi terbesar di kawasan ASEAN,” tambah Dutta. Belt and Road Initiative menjadi momentum yang tepat untuk kemitraan yang menguntungkan Indonesia, tidak hanya untuk memperkuat hubungan dengan Tiongkok, tetapi juga untuk menjamin tersedianya pendanaan bagi proyek-proyek infrastruktur. Seperti disampaikan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Indonesia harus secara proaktif turut serta dalam inisiatif Belt and Road, terutama untuk proyek-proyek infrastruktur yang menjadi fokus pemerintah. Dengan melakukan hal tersebut, Indonesia bisa mendapatkan manfaat dari inisiatif ini, untuk selanjutnya mampu memimpin pertumbuhan ekonomi saat ini, terutama di kawasan ASEAN. "Bila dikaitkan dengan kebutuhan pembangunan ASEAN, Belt and Road Initiative bisa menjadi peluang terbesar untuk merangsang perdagangan internasional, dengan Indonesia sebagai penggeraknya," tutup Dutta. --- selesai --- PUBLIC