KOMODIFIKASI MEDIA CETAK ANALISIS EKONOMI POLITIK PADA MEDIA INDONESIA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh: Tika Yulianti 1112051000048 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2 016 M ABSTRAK Tika Yulianti Komodifikasi Media Cetak: Analisis Ekonomi Politik Pada Media Indonesia Sejak pergantian pemerintahan, yaitu ketika rezim Orde Baru runtuh, era Reformasi pada akhirnya membawa keterbukaan informasi yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah media massa. Lepasnya masa orde baru menyebabkan memudarnya kontrol pemerintah sehingga demokratisasi pers semakin terbuka lebar. Pesatnya Industri Media massa di Indonesia menyebabkan persaingan ketat dalam hal menguasai pasar. Tokoh konglomerat pun masuk ke bisnis media yang memunculkan konglomerasi. Bahkan politisi sekalipunpun sengaja masuk ke bisnis media untuk kepentingan politiknya. Pada akhirnya, Media hanya dijadikan alat oleh pemiliknya sebagai komoditi yang bisa dijual dan menghasilkan keuntungan sebanyak-banyaknya dan menjadi alat propaganda untuk kepentingan politiknya. Media Indonesia sendiri merupakan surat kabar harian yang dimiliki oleh Surya Paloh, seorang pengusaha sekaligus politisi yang telah lama berkecimpung di dunia bisnis dan politik. Media Indonesia berada di bawah nauangan Media Group sebagai grup konglomerasi media atau entitas bisnis yang dimilikinya. Sebagai sebuah media yang dimiliki oleh pengusaha sekaligus politisi, Media Indonesia memiliki kepentingan untuk untuk mendapatkan keuntungan baik itu dalam bidang ekonomi maupun politik. Sehingga pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana komodifikasi yang dilakukan oleh Media Indonesia? Bagaimana komodifikasi yang dilakukan oleh Media Indonesia dijadikan sebagai kekuatan ekonomi dan politik pemiliknya? Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori Ekonomi Politik Media dari Vincent Moscow (1996), dengan mengambil salah satu entry concept nya yaitu komodifikasi. Komodifikasi berhubungan dengan bagaimana proses transformasi barang dan jasa beserta nilai gunanya menjadi suatu komoditas yang mempunyai nilai tukar di pasar. Dengan pendekatan kritis, penulis mencoba melihat relasi kuasa dibalik proses produksi, konsumsi, dan distribusi yang dilakukan oleh Media Indonesia melalui komodifikasi. Komodifikasi Media Indonesia dilakukan melalui tiga jenis komodifikasi, yaitu; komodifikasi isi, khalayak dan pekerja. Komodifikasi ini telah dijadikan kekuatan ekonomi dan politik pemiliknya, Surya Paloh yang dilakukan dalam bentuk integrasi unit usaha, atau sinergi antara semua unit usaha yang dimilikinya serta membangun citra positif bagi sosok Surya Paloh, NasDem dan melegitimasi pihaknya (power relation). KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat-Nya sehingga skripsi ini dapat Penulis selesaikan sesuai dengan harapan. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah kepada kekasih semesta, Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan seluruh umat manusia. Dalam perjalanan penulisan skripsi ini, berbagai kendala pernah dihadapi Penulis hingga terkadang Penulis kehilangan arah dan hampir putus asa. Bersyukur, Penulis dikelilingi oleh orang-orang yang selalu memberikan dukungannya hingga akhirnya skripsi ini bisa diselesaikan. Dukungan moril maupun materil tidak hanya Penulis dapatkan pada saat penulisan skripsi saja, tetapi jauh sebelum itu mereka turut hadir untuk mendukung proses belajar penulis. Maka, dalam kesempatan inilah Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Kedua orangtua, Bapak Sukandar dan Ibu Tuti Astuti, terimakasih atas cinta kasih tiada terhingga yang selalu tercurah tanpa pamrih dan mangalir deras dalam darah Penulis, hingga Penulis bisa sampai pada tahap ini. Kendati demikan Penulis yakin bahwa Penulis belum dapat membalasnya. Semoga setiap tetes keringat dari bapak serta cucuran doa dari ibu, di balas oleh Allah dengan Surga-Nya yang kekal. Teruntuk adik-adik kesayangan; Tia, tanti, dan Ajril, terimakasih telah menunggu Teteh lulus. 2. Pemerintah khususnya Kementrian Agama Republik Indonesia. Alhamdulillah melalui program Bidik Misi, peneliti bisa melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi dan bisa merajut asa dan cita-citanya. 3. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Prof. Komarudin Hidayat selaku mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya. Kemahasiswaan UIN yang telah mambantu Penulis dalam hal mengurus segala macam keperluan menyangkut beasiswa. 4. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Arief Subhan, M.Ag., Bapak Suparto, M. Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan 1 Bidang Akademik, Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag. selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, serta Dr. Suhaimi. M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama. 5. Ketua Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bapak Masran, M.Ag., dan Ibu Fita Fathurohkmah, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam. 6. Drs. H. S. Hamdani MA., selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu dan dengan sabar senantiasa memberikan motivasi hingga peneliti dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang S1. 7. Bapak Rachmat Baihaky, MA., selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabarnya memberikan arahan serta masukan untuk penelitian ini, sosok yang menjadi inspirasi penulis untuk bisa melanjutkan studi S2 di luar negeri, atas ilmu yang bermanfaat. 8. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 9. Seluruh Staff Tata Usaha dan Staff Perpustakaan Fakultas serta Perpustakaan Utama. 10. Prof. Deddy Mulyana, P.hD., dan Prof. Andi Faisal Bakti, MA., yang telah menginspirasi Penulis dalam setiap karya-karyanya. 11. Keluarga besar The Political Literacy, Dr. Gun Gun Haryanto, M.Si., yang telah mengajarkan kepada Penulis untuk senantiasa Berfikir, bergerak dan bermanfaat. Bapak Dedi Fahrudin, M. Ikom, atas waku yang diberikan kepada penulis untuk mendengarkan berbagai keluh kesah yang ada serta dengan sabarnya memberikan motivasi serta dorongan, Dr. Iding Rosyidin, Pak Deden, Pak Adi, Bu Pia, Bu Ana, Pak Sungaidi, Pak Halil, serta anggota The Policy lainnya yang selalu menginspirasi penulis. 12. Dr. Rulli Nasrullah, M.Si., sosok yang selalu memberikan penguatan dan motivasi, sosok yang selalu mempercayai bahwa Penulis bisa melalui rintangan yang ada, bahkan disaat Penulis sendiri ragu akan hal itu, Haturnuhun Kang Arul. 13. Mr. Mahbub Hafdziel Akbar, Mr. Firdaus, Mr. Yanto, Mr. Ibad, dan seluruh keluarga besar di Latanza English Institute yang telah memberikan ilmu kepada Penulis, bukan hanya tentang Bahasa Inggris, tetapi soal mindset dan karakter. 14. Teruntuk yang selalu memotivasi dan menginspirasi, Ghita Tamalia dan Putri Khairusa‟diah, semoga kita bisa berkumpul kembali di Jerman. 15. Teman-teman KPI angkatan 2012, terutama KPI B, teman-taman KKN Lebah 2015, keluarga besar Bidik Misi angkatan 2012, keluarga besar KAHFI BBC Motivator School, kelurga besar Gerakan Nurani Nusantara (GANN), keluarga besar Gerakan Anti Narkoba UIN (GAN), terimakasih sudah melibatkan penulis dalam university of life skill. 16. Kepada yang terdalam, yang tiada lelah mengingatkan dan menggenapkan segala mimpi dan cita-cita, yang tiada pernah meminta berhenti dikala lelah, bahkan senantiasa menyemangati untuk keluar dari rasa susah, senantiasa menemani disetiap fase dan langkah, dari memulai hingga menuai, terimakasih Usep Agustin, S.IIP. 17. Kepada Siapa saja yang pernah berkomunikasi dengan Penulis, untuk mereka yang mengajarkan cara dan arti berkomunikasi Akhir kata, tidak ada gading yang tak retak, tiada pula yang sempurna. Maka sesungguhnya kritik dan saran sangat Peneliti harapkan demi perbaikan di masa depan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat. Jakarta, 10 Juni 2016 Penulis DAFTAR ISI ABSTRAK ................................................................................................ i KATA PENGANTAR ............................................................................. ii DAFTAR ISI........................................................................................... vi DAFTAR TABEL ................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR .............................................................................. ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 B. Fokus Penelitian ..................................................................... 12 C. Rumusan Masalah .................................................................. 12 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................... 13 E. Kerangka Teori ....................................................................... 14 F. Metode Penelitian ................................................................... 16 G. Tinjauan Pustaka .................................................................... 22 H. Sistematika Penulisan ............................................................. 24 BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Ekonomi Politik Media ................................................. 25 B. Konseptualisasi Surat Kabar .................................................. 39 C. Industri Media ........................................................................ 43 D. Media Dan Kepentingan Bisnis .............................................. 50 BAB III GAMBARAN UMUM A. Surya Paloh dan Media Group ................................................. 53 B. Surya Paloh dan NesDem ........................................................ 73 C. Media Indonesia ....................................................................... 78 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Komodifikasi Informasi Media Inndonesia ............................. 88 1. Komodifikasi Isi Media Indonesia ................................... 88 2. Komodifikasi Khalayak Media Indonesia ...................... 103 3. Komodifikasi Pekerja Media Indonesia ......................... 115 B. Komodifikasi Media Indonesia Dijadikan Sebagai Kekuatan Ekonomi Dan Politik ............................................................. 124 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................... 146 B. Saran ..................................................................................... 151 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Konsep Ekonomi Politik Media Vincent Moscow ................ 15 Tabel 2.1 Komodifikasi Media .............................................................. 38 Tabel 3.1 Struktur Organisasi Media Group .......................................... 63 Tabel 3.2 Unit Usaha Media Group ....................................................... 63 Tabel 3.3 Rincian Unit Usaha Media Group ......................................... 65 Tabel 3.4 Struktur Organisasi Media Indonesia .................................... 84 Tabel 4.1 Distribusi Konten Media Indonesia ....................................... 92 Tabel 4.2 Pengelompokan Audiens berdasarkan kondisi SosioEkonomi dengan presentase jumlah pemabaca surat kabar...106 Tabel 4.3 Data Karyawan berdasarkan Latarbelakang Pendidikan ..... 116 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Grup Media di Indonesia...................................................... 6 Gambar 1.2 Struktur Jaringan Kepemilikan Media di Indonesia ............ 7 Gambar 2.1 Media, Ekonomi, Politik, dan Tekhnologi ......................... 46 Gambar 4.1 Pemberitaan Media Indonesia untuk Kepentingan Politik . 96 Gambar 4.2 Metro Hari Ini .................................................................... 98 Gambar 4.3 Ulasan Tayangan Kick Andy ............................................. 99 Gambar 4.4 Online Hari Ini ................................................................... 99 Gambar 4.5 Modal Otot Para Kartini Pemanggul Beras Bulog ........... 101 Gambar 4.6 Komodifikasi Kartini ....................................................... 101 Gambar 4.7 Komodifikasi Kesengsaraan ............................................ 103 Gambar 4.8 Sirkulasi dan Distrubisi .................................................... 109 Gambar 4.9 Komunitas Media Indonesia ............................................ 109 Gambar 4.10 Bedah Editorial .............................................................. 111 Gambar 4.11 Fanfage Media Indonesia (Harian Umum Media Indonesia) .............................................................................................. 112 Gambar 4.12 Twiitter Media Indonesia (@mediaindonesia)............... 112 Gambar 4.13 Komentar Fanfage Media Indonesia (Harian Umum Media Indonesia) ....................................................................... 114 Gambar 4.14 Timeline Twitter Media Indonesia (@mediaindonesiandonesia) .......................................... 114 Gambar 4.15 Data Jumlah Karyawan Berdasarkan Jneis Kelamin ..... 116 Gambar 4.16 Metro TV........................................................................ 127 Gambar 4.17 Iklan Bali Interconinental............................................... 128 Gambar 4.18 Iklan Bank Mandiri ........................................................ 131 Gambar 4.19 Partai Nasdem ikut berkomentar dalam kasus Narkoba yang menyangkut Kepala Daerah ........................................... 133 Gambar 4.20 Nasdem Pelopori Tes Urine ........................................... 134 Gambar 4.21 Putar Otak Cari Pendukung Ahok .................................. 136 Gambar 4.22 Konsultasi Politik Abang Adik ...................................... 136 Gambar 4.23 Iklan Mata Najwa On The Stage .................................... 137 Gambar 4.24 #JAKARTAMEMILIH .................................................. 138 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri media di Indonesia telah mengalami pasang surut, dari menjadi alat untuk revolusi kemerdekaan di masa awal Republik ini berdiri (1945-1955), menjadi pers partisan1 selama periode 1965-1980, dan kemudian menjadi industri yang menjanjikan pada akhir tahun 1980an.2 Semenjak pergantian kekuasaan dari orde lama ke orde baru, pemerintah memiliki aturan tersendiri dalam sistem pers. Presiden Soeharto yang berkuasa pada saat itu, sangat ketat dalam mengatur sistem pers yang berlaku, pemerintah menerapkan SIUPP (Surat Ijin usaha Perusahaan pers) serta dibentuknya Deppen sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah. Pemerintah memiliki wewenang untuk membubarkan perusahaan pers yang dianggap membuat pemberitaan yang mengganggu stabilitas pemerintahan yang berkuasa. Hal ini dapat dilihat dari pembredelan tiga penerbitan secara sekaligus pada tanggal 21 Juni 1994 1 Pers partisan adalah suatu kondisi di mana partai politik menjadi sponsor dari media. Suatu kondisi yang diatur dalam Peraturan Menteri No. 29/SK/M/65 di mana Departemen Penerangan menginstruksikan semua Koran untuk berafiliasi dengan partai politik,, organisasi fungsional, atau organisasi massa (Hill dan Sen, 2000:52) 2 Nugroho, Y., Putri, DA., Laksmi, S. 2012. Memetakan Lansekap Industri Media Kontemporer di Indonesia (Edisi Bahasa Indonesia). Laporan. Bermedia, Memberdayakan Masyarakat: Memahami kebijakan dan tatakelola media di Indonesia melalui kacamata hak warga negara. Riset kerjasama antara Centre for Innovation Policy and Governance dan HIVOS Kantor Regional Asia Tenggara, didanai oleh Ford Foundation. Jakarta: CIPG dan HIVOS, h. 37 yaitu Tempo, Editor, dan DeTIK. Artinya, pemerintah memiliki kontrol yang kuat terhadap sistem pers yang berlaku. Setelah tergulingnya pemerintahan masa Orde baru, dan dibubarkannya SIUPP. Mulailah diberlakukan Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Kemudian, pada masa pemerintahan Gus Dur, lembaga Deppen akhirnya dibubarkan. Sistem Pers di Indonesia akhirnya menghadapi babak baru dalam episode sejarahnya. Era Reformasi turut serta membawa kebebasan pers yang berlaku. Era Reformasi pada akhirnya membawa keterbukaan informasi. Lepasnya masa orde baru menyebabkan memudarnya kontrol pemerintah sehingga demokratisasi pers semakin terbuka lebar. Akibatnya, industri media massa di tanah air tumbuh sangat pesat. Banyak pengamat media meyakini, sejak reformasi bergulir di negeri ini, era kebebasan media (baik cetak maupun elektronik) kembali memasuki masa bulan madu.3 Namun, seiring perjalanan waktu, tampilnya kebebasan media juga tak luput dari bawah “kendali” negara, maka di era reformasi kita menyaksikan wajah institusi media (baik di level nasional maupun daerah) kini sepenuhnya berada di bawah kendali pasar, dengan para industrialis dan konglomerat media sebagai pemain, pemilik, sekaligus penguasa barunya.4 3 Lanna & M. Azman Fajar, Melawan Monopoli, Oligopoli, dan Pemusatan Kepemilikan Media. Jurnal Sosial Demokrasi – (Jakarta: Pergerakan Indonesia dan Komite Persiapan Yayasan Indonesia Kita) Vol.3 No.1 Juli - September 2008, h.4. 4 Lanna & M. Azman Fajar, Melawan monopoli, Oligopoli, dan Pemusatan Kepemilikan Media. Jurnal Sosial Demokrasi, h. 4 Untuk menjamin terjadinya diversity of ownership and diversity of content, pemusatan kepemilikan seharusnya dibatasi dengan sangat ketat. Namun sayangnya, lembaga-lembaga siaran maupun industri media massa lainnya yang telah ada tidak demikian halnya.5 Sebaliknya, justru telah terjadi pemusatan kepemilikan dalam lembaga siaran sehingga otoritarianisme sentralistik yang dilakukan oleh negara, sekarang bergeser ke arah otoritarianisme swasta atau korporasi.6 Bahkan para pemilik media mengekspansi usahanya ke dalam bentuk lain,seperti radio, surat kabar, dan bahkan di luar bisnis media seperti perhotelan. Padahal, otoritarianisme-sentralistik siapapun pelakunya akan membahayakan demokrasi. Ini karena otoritarianisme- sentralistik akan memunculkan monopoli, yang pada akhirnya akan mengancam keberagaman (diversity), baik diversity of ownership maupun diversity of content.7 Sejak era Reformasi tahun 1998 lanskap media di Indonesia berubah secara dramatis.8 Contohnya, sebelum tahun 1998, hanya ada 279 perusahaan media cetak dan hanya ada lima stasiun televisi swasta.9 Seperti yang dikutip Nugroho, Y., Putri, DA., dan Laksmi dalam Laksmi dan Haryanto pada tahun 2007, kurang dari satu dekade berikutnya, jumlah televisi swasta bertambah dua kali lipat (belum termasuk sekitar 20 5 Lanna & M. Azman Fajar Melawan Kepemilikan Media. Jurnal Sosial Demokrasi, h. 9 6 Lanna & M. Azman Fajar, Melawan Kepemilikan Media. Jurnal Sosial Demokrasi, h. 9 7 Lanna & M. Azman Fajar Melawan Kepemilikan Media. Jurnal Sosial, h. 9 8 Nugroho, Y., Putri, DA., Laksmi, S., Kontemporer di Indonesia, h.13 9 Nugroho, Y., Putri, DA., Laksmi, S., Kontemporer di Indonesia , h.13 monopoli, Oligopoli, dan Pemusatan monopoli, Oligopoli, dan Pemusatan monopoli, Oligopoli, dan Pemusatan Memetakan Lansekap Industri Media Memetakan Lansekap Industri Media stasiun televisi lokal) dan media cetak meningkat tiga kali lipat.10 Gabel da Brunner (2013), menyatakan bahwa hal Ini menjadi bukti dari dampak globalisasi media, tidak hanya berkaitan dengan pertumbuhan periklanan dunia dan peningkatan tekhnologi komunikasi yang mendorong operasi serta kontrol lintas batas tetapi juga keseragaman isi.11 Dhakidae dalam Bastian Nainggolan (2015) menyatakan bahwa media massa yang selanjutnya menjadi suatu industri lebih kental terbangun semenjak era Orde Baru. Pada masa ini negara bertindak dalam langkah dualistik, yaitu memberikan kemudahan ekonomi dan secara politik menjadi patron. Sebagai hasil, secara ekonomi, industri pers di Indonesia bertambah dan berjaya, namun secara politik terjadi dekapitalisasi fungsi dan peran pers.12 Selain itu, perkembangan pers yang pesat pasca Orde Lama juga telah melahirkan sejumlah kelompok usaha atau Grup. Spasialisasi usaha pun dilakukan baik itu memperluas unit usaha di bidang media (vertikal), maupun perluasan unit usaha di bidang non-media. Spasialisai dan Ekspansi ditujukan untuk meraih profit. Edward S. Herman dan Robert W. Mc Chesney dalam bukunya The Global Media: A New Missionaries to Corporate Capitalism (1997) menunjukkan bahwa sejak pertengahan tahun 1980-an industri media global menunjukkan perkembangan dimana terjadi kapitalisasi dan 10 Nugroho, Y., Putri, DA., Laksmi, S., Memetakan Lansekap Industri Media Kontemporer di Indonesia (Edisi Bahasa Indoneia), h.13 11 Nugroho, Y., Putri, DA., Laksmi, S. 2012. Memetakan Lansekap Industri Media Kontemporer di Indonesia, h.13 12 Bastian Nainggolan, Konglomerasi Media Nasional: Tipologi, Konsentrasi, dan Kompetisi Pasar, dimuat dalam buku Menegakan Kedaulatan, (Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, 2015), h. 13 industri media ini makin lama hanya dikuasai oleh beberapa pelaku industri saja. Pesatnya Industri Media massa di Indonesia menyebabkan persaingan ketat dalam hal menguasai pasar. Untuk menguasai pasar, para pemilik media berusaha untuk mengembangkan sayap industrinya ke berbagai bidang, baik itu bidang media maupun bidang lainnya. Akibatnya, tujuan pers yang semula dijadikan sebagai kontrol sosial dan fungsi pendidikan, menjadi hilang independensinya dan bahkan menjadi sebuah industri atau institusi ekonomi. Media hanya dijadikan alat oleh pemiliknya sebagai komoditi yang bisa dijual dan menghasilkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan mengesampingkan kepentingan publik. Untuk melihat sejauh mana model bisnis media yang berdampak pada lanskap sektor media di Indonesia, terlebih dahulu harus dilakukan pemetaan terhadap para pelakunya. Saat ini terdapat dua belas grup media besar di Indonesia. Grup-grup tersebut di tabulasikan di bawah ini menurut jaringan dan jumlah perusahaan media yang mereka miliki.13 13 Nugroho, Putri, dan Laksmi, Memetakan Lansekap Industri Media Kontemporer di Indonesia (Edisi Bahasa Indonesia), h. 40 Gambar 1.1. Grup Media di Indonesia Pertumbuhan sejumlah grup media pasca Reformasi menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan dimana hanya beberapa grup media saja yang praktis menguasai seluruh lansekap industri media di Indonesia. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nugroho, Y., Putri, DA., Laksmi, S., pada tahun 2012, setidaknya terdapat 12 grup besar yang menguasai pasar media di Indonesia, sedangkan menurut hasil penelitian Merlyna Liem, terdapat 13 grup. Gambar 1.2. Struktur Jaringan Kepemilikan Media di Indonesia14 Meskipun terdapat perbedaan antara hasil penelitian HIVOS dan Merlyna Liem, setidaknya gambar di atas menunjukkan struktur konsentrasi kepemilikan media di Indonesia, yang didominasi oleh dua belas atau tiga belas kelompok terbesar yang apabila dielaborasi, masingmasing grup konglomerasi tersebut memiliki berates media berjejaring. Selain itu, gambar tersebut juga mencerminkan sebuah kendali tinggi pada tindakan maupun aliran informasi dari titik pusat hingga ke periferal. Jaringan seperti yang digambarkan di atas tidak hanya menampilkan hubungan konsentrasi kepemilikan dalam kerja media, tetapi 14 Merlyna Liem, http://merlyna.org/2012/02/21/league-of-13-media-concen tration-in-indonesia/, (2012), diakses pada 3 Maret 2016 pkl 10.03 WIB juga memperlihatkan secara logis bagaimana kendali medium dan konten terjadi. Isu utama yang hendak dibahas di sini adalah masalah kepemilikan media, dimana makin membesarnya perusahaan media, bukan sematamata perkembangan bagus untuk bisnis, tapi memiliki dampak yang tidak baik bagi perkembangan masyarakat, karena industri media, berbeda dengan industri manufaktur atau industri jasa lainnya, mengandung unsur nilai, pendapat tertentu, informasi tertentu, dan lain sebagainya, yang bisa membawa pembaca atau konsumen media lainnya terpengaruh atas isi media tersebut. Dengan kata lain, akan sangat berdampak dan mengganggu hakikat media massa itu sendiri apabila isi media yang kita konsumsi dipenuhi dengan pemberitaan yang tidak memberikan informasi yang sesungguhnya kepada masyarakat, cenderung mengabaikan hak publik untuk mendapatkan informasi, cenderung menyajikan hiburan-hiburan yang tidak sehat bagi masyarakat, atau bahkan sibuk dengan mencitrakan pemilik dan kepentingannya daripada memberikan informasi yang mengandung pendidikan atau informasi yang berguna lainnya. Salah satu bentuk konglomerasi yang dilakukan oleh pemilik media adalah Media Group. Media Group merupakan kelompok konglomerasi berlatar belakang industri jasa yang selanjutnya berinvestasi pada bisnis media (Service conglomerates). Media Group adalah sebuah kelompok media yang dimiliki oleh Surya Paloh selaku pengusaha sekaligus politisi partai Nasdem (Nasional Demokrat) yang kini bahkan menjabat sebagai ketua umum partai tersebut. Media Group memiliki berbagai jenis usaha baik itu dalam bidang media massa maupun dalam bidang properti. Salah satu bidang usahanya dalam bidang media massa adalah surat kabar yang terbit secara harian, yaitu Media Indonesia. Media Indonesia merupakan surat kabar nasional yang terbit sejak 19 Januari 1970 yang pada awal penerbitannya termasuk kedalam jenis surat kabar kuning. Pada 1987, pendiri Media Indonesia Teuku Yousli Syah bekerja sama dengan Surya Paloh, mantan pemimpin surat kabar Prioritas. Dari kerja sama itu lahirlah Media Indonesia dengan manajemen baru di bawah PT Citra Media Nusa Purnama. Surya Paloh menjabat direktur utama, sedangkan Teuku Yousli Syah sebagai pemimpin umum.15 Media Indonesia dibeli oleh Surya Paloh atas dasar kekecewaannya terhadap pemerintah orde baru yang berkuasa pada saat itu yang telah membatalkan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) Surat Kabar Harian Prioritas, media cetak pertama yang dimilikinya pada saat itu. Harian Prioritas secara diametral dinilai sangat bertentangan dengan iklim rezim Orde Baru karena seringkali mengkritik pemerintah melalui pemberitaannya. Pada saat itu pula Surya Paloh merupakan Kader Golkar yang pada saat itu merupakan tulang punggung pemerintahan Orde Baru yang berkuasa. Sebagai kader Golkar, tentu saja Surya Paloh diharapkan dapat menopang kebijakan pemerintah melalui pemberitaan 15 http://mediaindonesia.com/about-us, diakses pada hari Rabu, 3 Februari 2016 pkl. 02.50 WIB surat kabarnya. Namun, Surya Paloh tak ingin kedekatannya dengan penguasa justru membunuh idealismenya untuk menumbuh kembangkan iklim demokrasi melalui perjuangan kebebasan pers. Sikap dan idealism itulah yang mewarnai karya-karya jurnalistik Harian Prioritas. Pembatalan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) Harian Prioritas membuat Surya Paloh semakin terobsesi untuk membangun „imperium pers‟. Surya Paloh mengambil alih pengelolaan Surat Kabar Harian media Indonesa dari pemilik SIUPP-nya setelah hampir setahun setelah mengelola kerjasama dengan majalah Vista.16 Sejak dikelola oleh Surya Paloh tahun 1989, Surya Paloh langsung menggariskan kebijakan pemberitaan Media Indonesia salah satunya adalah dengan memperjuangkan kebebasan pers dengan sejumlah langkah salah satunya dengan mendesak pemerintah mencabut Peraturan Mentri Penerangan (Permenpen) sekaligus merevisi UU Nomor 21 mtahun 1982 agar dapat menjamin kebebasan pers. Media Indonesia tampil dengan kritikannya dan terus memanuver pemerintah terkait kebebasan pers hingga Media Indonesia manjadi sorotan dan muncul dalam berbagai pemberitaan, terutama Surat kabar Kompas. Dalam catatan memperingati 25 tahun Media Indonesia, Harian kompas menulis, surat kabar dengan nama populer MI ini telah menjadi fenomena khusus dalam jajaran pers Indonesia. Tampil berwarna, dengan kepala-kepala berita yang agresif, tajuk rencana yang lugas, membuat banyak kalangan menyebut Media Indonesia sebagai surat kabar yang 16 Dikutip dari Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, yang dielaborasi oleh peneliti. „galak‟, bila dibandingkan dengan pers Indonesia umumnya yang gemar menggunakan bahasa eufimisme.17 Berdasarkan latar belakang sejarah tersebut, Media Indonesia menjadi sangat menarik untuk diteliti dan dikaji. Hal ini dikarenakan sebagai media yang lahir dari rahim seorang politisi Golkar, Media Indonesia dikenal sangat kritis terhadap pemerintah bahkan turut berjuang memerdekakan kebebasan pers hingga lahir UU No. 40 Tahun 1999. Melihat kenyataan tersebut dan realita yang ada pada saat ini, perjalanan panjang dan karir politik Surya Paloh hingga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem) dan bisnis serta obsesinya untuk membangun sebuah imperium pers yang demokratis, menjadikan Media Indonesia sebagai alat untuk mempertukarkan informasi yang bernilai jual untuk mendapatkan keuntungan secara materi maupun non materi. Materi disini tentu saja berbentuk keuntungan dari segi ekonomi sedangkan non meteri dalam bentuk menyebarluaskan gagasan dan ideologi pribadi dan kepentingannya. Hal ini terlihat dari sejak awal kehadirannya, Media Indonesia dijadikan alat untuk menyuarakan kepentingannya. Padahal Media Indonesia memiliki visi untuk menjadi sebuah harian yang independen dengan tagline “Jujur Bersuara”. Melihat kenyataan demokratisasi pers yang menyebabkan keterbukaan informasi, dan melihat bahwa Media Indonesia merupakan media cetak yang dimiliki oleh Pengusaha yang membentuk konglomerasi 17 Harian kompas, Media Indonesia 25 Tahun: Bergulat Melawan Kemapanan, edisi 20 Januari 1995, h. 1. Dikutip melalui Buku Editorial kehidupan Surya Paloh. sekaligus politisi yang terlibat dalam infrastruktur politik, namun disisi lain Media Indonesia merupakan media cetak yang memiliki visi untuk menjadi media yang independen dengan tagline jujur bersuara, sehingga kemudian peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, “Komodifikasi Informasi Media Cetak Analisis Ekonomi Politik pada Media Indonesia” B. Fokus Penelitian Dalam rancangan penelitian kualitatif, fokus kajian penelitian dan atau pokok soal yang hendak diteliti, mengandung penjelasan mengenai dimensi-dimensi apa yang menjadi pusat perhatian serta yang kelak akan dibahas secara mendalam dan tuntas.18 Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka peneliti memfokuskan penelitian agar lebih jelas, terarah, dan tidak meluas. Adapun fokus penelitiannya adalah pada komodifikasi yang terjadi di Media Indonesia, baik itu komodifikasi isi, khalayak, maupun komodifikasi pekerja. C. Rumusan Masalah Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana komodifikasi yang dilakukan oleh Media Indonesia? 18 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, cet. ke-8 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), h. 41. 2. Bagaimana komodifikasi yang dilakukan oleh media Indonesia dijadikan sebagai kekuatan ekonomi dan politik pemiliknya? D. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian Sesuai dengan fokus penelitian dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui komodifikasi yang dilakukan oleh Media Indonesia. Baik itu komodifikasi isi, khalayak, maupun pekerja. 2. Untuk mengetahui komodifikasi yang dilakukan oleh Media Indonesia dijadikan sebagai kekuatan ekonomi dan politik pemiliknya. b. Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan di atas, maka manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Akademis a. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan ilmiah ataupun sebagai referensi dalam pengembangan ilmu komunikasi, khususnya pada tatanan kajian ekonomi politik media. b. Mengetahui sejauh mana teori-teori komunikasi massa yang dikemukakan oleh beberapa ahli dapat diterapkan, sehingga penelitian dapat dijadikan pembuktian teori komunikasi massa dalam kenyataan yang sebenarnya. 2. Manfaat Praktis Adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang positif dalam perkembangan studi tentang analisis media saat ini, khususnya bagi penulis dan bagi akademisi, maupun praktisi komunikasi media lain, pada umumnya. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan mampu menginspirasi pembaca dan khalayak pada umumnya untuk selektif dan lebih cerdas untuk mengkonsumsi media dan konten pemberitaannya pada khususnya. E. Kerangka Teori Dalam hal ini, penulis menggunakan Tori ekonomi Politik Media dari Vincent Moscow. Teori ekonomi politik (Political economy theory) adalah pendekatan kritik sosial yang berfokus pada hubungan antara struktur ekonomi dan dinamika industri media, serta konten ideologis media. Dari sudut pandang ini, lembaga media dianggap sebagai bagian dari sistem ekonomi yang berhubungan erat dengan sistem politik.19 Critical Political Economy banyak dipengaruhi oleh pemikiran Karl Marx. Marx melihat keterkaitan antara kepemilikan ekonomi dan penyebaran pesan untuk legitimasi dan nilai-nilai dari kelompok dominan dalam masyarakat. Media dikuasai oleh kelas borjuis dalam masyarakat, dan media dijalankan untuk memenuhi tujuan mereka. Media merupakan alat produksi yang disesuaikan dengan tipe umum industri kapitalis beserta faktor produksi dan hubungan produksinya.20 Terdapat tiga konsep penting yang ditawarkan oleh Moscow untuk mengaplikasikan pendekatan ekonomi politik pada kajian komunikasi, yaitu komodifikasi (Commodification), spasialisasi (Spatialization), dan Strukturasi (Structuration).21 19 Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa McQuail, ed. 6, buku 1,Penerjemah Putri Iva izzati (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), h.105. 20 Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa, Penerjemah Agus Dharma, (Jakarta: Erlangga, 1991), cet.2, h.63. 21 Vincent Moscow. The Political Economy of Communication. (London: Sage Publications, 1996), h.139 Tabel 1. 1 Konsep Ekonomi Politik Vincent Moscow Ekonomi Politik Media Komodifikasi Spasialisasi - Isi - - Khalayak - Pekerja Strukturasi - Integrasi modal Vertikal - Pemilik - Integrasi Pemilik media Horizontal - Awak media Sumber: Vincent Moscow, The Political Economy of Communication22 a. Komodifikasi Komodifikasi berhubungan dengan bagaimana proses transformasi barang dan jasa beserta nilai gunanya menjadi mempunyai nilai tukar di suatu komoditas yang pasar.23 Komodifikasi terdiri dari komudifikasi isi, khalayak, dan pekerja. b. Spasialisasi “Communication processes and technologies are central to the spatialization process throughout the wider political economy. Spatialization is particulary significant in the communication industries”.24 22 Dedi Fahrudin, Konglomerasi Media Studi Ekonomi Politik Terhadap Media Group, yang dimuat dalam Jurnal Ilmu Sosial Indonesia (JISI), volume 1 nomor 2, September 2014, h. 91 yang dielaborasi oleh Penulis. 23 Ismi Adila, Spasialisasi dalam Ekonomi Politik Komunikasi (Studi Kasus MRA Media), yang dimuat dalam Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.1, April 2011, h. 94 24 Vincet Moscow, The Political Economy of Communication, h. 173 Spasialisasi berhubungan dengan proses pengatasan atau paling tepat dikatakan sebagai transformasi batasan ruang dan waktu dalam kehidupan sosial. Dapat dikatakan juga bahwa spasialisasi merupakan proses perpanjangan institusional media melalui bentuk korporasi dan besarnya badan usaha media. Spasialisasi ini terdiri dari dua yaitu, spasialisasi vertikal dan horizontal. c. Strukturasi “Structuration belances the tendency in political economic analysis to feture structures, typically business and governmental institutions, by addressing and incorporating the ideas of agency, social relations, social process, and social practice”.25 Strukturasi berkaitan dengan relasi ide antar agen masyarakat, proses sosial dan praktik sosial dalam analisis struktur. Strukturasi dapat digambarkan sebagai proses dimana struktur sosial saling ditegakkan oleh para agen sosial, dan bahkan oleh masing-masing bagian dari struktur mampu bertindak melayani bagian yang lain.26 F. Metodelogi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Secara makro, Golding dan Murdock mengatakan bahwa persfektif ekonomi politik bisa dibedakan menjadi dua macam, yaitu liberal dan kritikal.27 Liberal Political Economy berfokus pada proses pertukaran di pasar, dimana konsumen mempunyai kebebasan untuk memilih komoditas-komoditas yang sedang berkompetisi berdasarkan manfaat dan 25 Vincet Moscow, The Political Economy of Communication, h. 213 Ismi Adila, Spasialisasi dalam Ekonomi Politik Komunikasi (Studi Kasus MRA Media), h. 95 27 Ismi Adila, Spasialisasi dalam Ekonomi Politik Komunikasi (Studi Kasus MRA Media), h. 95 26 kepuasan yang ditawarkan yang kemudian disebut dengan Ekonomi Media. Sebaliknya, critical political economy tertarik pada interaksi umum antara organisasi ekonomi dan kehidupan politik, serta sosial dan budaya. Dengan mengikuti Marx, critical political economy yang berfokus pada proses pertukaran28. Penelitian ini menggunakan pendekatan kritik sosial yang berfokus pada hubungan antara struktur ekonomi, dinamika industri media, dan konten ideologis media dimana akan terlihat dari hubungan antara media, khalayak, dan pengiklan. Oleh karena itu, paradigma ekonomi politik yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kritis. Teori ekonomi politik dengan paradigma kritis ini berusaha melakukan eksplanasi, namun eksplanasi dalam pengertian lain, yakni eksplanasi tentang adanya kondisi-kondisi seperti kesadaran palsu, untuk tujuan-tujuan pencerahan, emansipasi manusia, agar para perilaku sosial menyadari pemaksaan tersembunyi.29 2. Metode Penelitian Pendekatan penelitian lebih berbicara mengenai bagaimana cara peneliti untuk melihat dan mempelajari suatu gejala atau realitas sosial.30 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Bogdan dan Tylor mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan sejumlah data deskriptif berupa 28 Graham Murdock dan Peter Golding, “Culture, Communications and Political Economy,” dalam James Curran dan Michael Gurevitch, ed., Mass Media and Society (London: Bloomsbury, Academic, 2005), h. 60-61. 29 Dedy N. Hidayat. diakses dalam https://ashadisiregar.files.wordpress. com/2009/03 /microsoft-word-dedynurhidayat_teori-kritis3.pdf pada 30 Maret 2016 pukul 14.03 WIB, h. 2 30 Bambang Prasetyo dan Miftahul Jannah, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 42. kata-kata tertulis atau lisan dengan orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam hal ini individu atau organisasi harus dipandang sebagai bagian dari suatu keseluruhan. Artinya, tidak boleh diisolasikan ke dalam variabel atau hipotesis.31 Jenis penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Creswell dalam Indha Novianti mengatakan bahwa pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami32. 3. Jenis Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian eksplanatif. Jenis penelitian dengan tipe eksplanatif bertujuan untuk menjelaskan sebuah permasalahan yang telah memiliki gambaran yang jelas dan bermaksud menggali secara mendalam.33 Dengan penelitian eksplanatif, peneliti akan menjelaskan lebih mendalam tentang praktek komodifikasi informasi yang terjadi di Media Indonesia sebagai media cetak yang berada di bawah naungan Media Group yang dimiliki oleh Pengusaha sekaligus politisi, Surya Paloh. 4. Subjek dan Objek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah Media Indonesia yang berada di kompleks Delta Kedoya, Jalan Pilar Mas Raya Kav A-D, Kedoya Selatan, 31 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. ke-26 (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h.4. 32 Indha Novita Putri S.I.Kom. Spasialisasi Dan Konglomerasi Media (Analisis Deskriptif Ekonomi Politik Media pada Kelompok Kompas Gramedia). Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. h.4 33 Ipah Farihah, Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006) Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Adapun objek penelitiannya adalah komodifikasi yang dilakukan oleh Media Indonesia. 5. Tekhnik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa tekhnik untuk mendapat data-data yang diperlukan, yaitu: a) Dokumentasi Dokumentasi, yaitu pengambilan data yang diperoleh melalui dokumentasi tertulis. Dalam hal ini, peneliti berusaha untuk mengumpukan, membaca, dan mempelajari berbagai bentuk data yang diperoleh, seperi dokumen sekeretaris redaksi, Marketing - New Profile Presentation‟s Media Indonesia. b) Wawancara Mendalam (Depth Interview) Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara mendalam (depth interview), melalui metode tanya jawab berupa pertanyaanpertanyaan yang diajukan langsung baik dengan menggunakan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara (interview guide) kepada key person. Peneliti melakukan wawancara mendalam kepada para narasumber yang berhubungan dan menguasai tema yang relevan dengan substansi utama penelitian agar mendapatkan data yang lengkap dan mendalam. Dalam hal ini penelit melakukanwawancara dengan Usman Kansong selaku Direktur Pemberitaan Media Indonesia, Ade Alawi selaku Asisten Ketua Divisi Pemberitaan, Wendy Rizanto selaku Asisten Kepala Divisi Iklan, Wawa Karwati selaku Asisten Kepala HRD, dan Effy Zalfian Rusfian, M.Si., selaku Dosen FISIP Universitas Indonesia yang juga researcher Ekonomi Politik Media. c) Observasi tidak terstruktur (Unstructure Observation) Observasi merupakan kegiatan mengamati secara langsung (tanpa mediator) sesuatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan objek tertentu.34 Dalam penelitian melakukan observasi tidak terstruktur (Unstructure Observation) , yaitu observasi langsung yang tidak berstruktur dengan mengamati secara langsung Media Indonesia. Dalam hal ini, peneliti banyak bertindak sebagai observer (pengamat). Dalam hal ini, peneliti melakukan magang di Media Indonesia selama 2 bulan terhitung tanggal 10 Maret 2016-10 Mei 2016, peneliti ditempatkan di Polkam dan pada proses itulah peneliti ditempatkan sebagai reporter yang ditempat tugaskan di Mahkamah Konstitusi. Selain itu, peneliti juga ditugaskan dan bertanggungjawab untuk mengumpulkan informasi tentang Teman Ahok melalui merkas ataupun posko-posko yang ada di di Jakarta. 6. Sumber Data a) Data Primer Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.35 Pengumpulan data primer dalam penelitian ini melalui data yang diperoleh secara langsung dari narasumber dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan melalui wawancara. 34 Rachmat Kriyantono, Tekhnik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, cet. ke-3 (Jakarta: Kencana, 2008), h.108 35 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 137 b) Data Sekunder Data Sekunder adalah data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen 36. Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari berbagai literatur yang berhubungan dengan komodifikasi atau ekonomi politik media. 7. Teknik Analisis Data Menurut Jhon W. Creswell, analisis data dalam peneltian kualitatif terdiri dari langkah persiapan dan pengorganisasian data (data tekstual ke transkrip, data gambar ke dalam potograf) untuk dianalisis, kemudian mengurangi yang tidak penting, mengelompokan data ke dalam tema-tema tertentu (koding), dan mempersingkat kode-kode dan menyajikan data ke dalam gambaran, table atau sebuah pembahasan. Dalam penelitian ini, peneliti menyusun secara sistematis data yang telah diperoleh dari dokumentasi, hasil wawancara, dan catatan lapangan dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori yang sesuai dengan kerangka konsep komodifikasi pada Ekonomi Politik Media menurut Vincent Mosco untuk menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. Kemudian, menjabarkan ke dalam unit-unit, yang terdiri dari komodifikasi isi, khalayak, dan pekerja, yang dilakukan oleh Media Indonesia. Terakhir, membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain. 36 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, h. 137 G. Tinjauan Pustaka Setelah menelusuri skripsi di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) dan Perpustakaan Utama (PU) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis menemukan beberapa penelitian yang terkait dengan komodifikasi atau Ekonomi Politik Media, yaitu: 1. “Konglomerasi Industri Media Penyiaran di Indonesia: Analisis Ekonomi Politik PT. Visi Media Asia Tbk.”, oleh Ahmad Syaiful Alam, tahun 2011, jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI). Skripsi ini memiliki persamaan dengan penelitian penulis, yaitu analisisnya yang menggunakan Teori Ekonomi Politik Media Vincent Moscow. Sedangkan perbedaannya terletak pada subjek dan objek penelitiannya. 2. “Komodifikasi MNC Muslim Analisis Ekonomi Politik Media pada MNC Group,” oleh Yudid Dwi Septriani, tahun 2013. jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI). Skripsi ini memiliki persamaan dengan penelitian penulis, yaitu analisisnya yang menggunakan Teori Ekonomi Politik Media Vincent Moscow dan fokus pada salah satu entry concept nya, yaitu Komodifikasi. Sedangan perbedaannya terletak pada media yang di analisisnya. Selain skripsi atau penelitian di lingkungan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, peneliti juga menemukan beberapa penelitian yang terkait dengan Ekonomi Politik Media di tempat lain, yaitu: 1. “Studi Kritis Ekonomi Politik Komunikasi Aktivitas Bisnis Konsultan politik Melalui Konsep Komodifikasi”, disertasi yang ditulis oleh Nurhayati Suragih, tahun 2012, jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Padjajaran. Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian penulis, yaitu analisisnya yang menggunakan Teori Ekonomi Politik Media Vincent Moscow dan fokus pada salah satu entry concept nya, yaitu Komodifikasi. Sedangan perbedaannya terletak pada subjek penelitiannya. 2. “Komodifikasi Kemiskinan oleh Media Televisi”, jurnal yang ditulis oleh As‟ad Musthofah, tahun 2012. Terdapat persamaan antara Jurnal tersebut dengan penelitian penulis. Persamaannya terletak pada teori yang digunakan. sedangkan perbedaanya terletak pada subjekpenelitiannya. 3. “Komodifikasi Budaya Lokal dalam Televisi”, tesis yang ditulis oleh Sumantri Raharjo, tahun 2011. Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian penulis, yaitu analisisnya yang menggunakan Teori Ekonomi Politik Media Vincent Moscow dan fokus pada salah satu entry concept nya, yaitu Komodifikasi. Sedangan perbedaannya terletak pada subjek penelitiannya. H. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, penulis secara sistematis membagi dalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan meliputi; Latar Belakang Masalah, Fokus Penelitian, Rumusan masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka teori, Metodelogi Penelitian, dan Tinjauan Pustaka. BAB II : Landasan Teori, di dalamnya diuraikan tentang Teori Ekonomi Politik Media, konseptualisasi surat kabar, Industri Media, serta media dan kepentingan bisnis. BAB II : Gambaran umum yang mengemukakan dan mendeskripsikan tentang Surya Paloh dan Media Group, Surya Paloh dan NasDem, dan Media Indonesia yang memuat tentang sejarah, visi, misi, dan struktur organisasi. BAB IV : Tumuan dan Analisis Data, di dalamnya diuraikan tentang hasil temuan lapangan sesuai dengan pendekatan ekonomi politik media Vincent Moscow, yang terfokus pada komodifikasi. Baik itu komodifikasi isi, khalayak, maupun komodifikasi pekerja. BAB V : Penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran. BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Ekonomi Politik Media 1. Ekonomi Politik Media Vincent Moscow Pada perkembangannya ekonomi politik mengaitkan aspek ekonomi (seperti kepemilikan dan pengendalian media), keterkaitan kepemimpinan dan faktor-faktor lain yang menyatukan industri media dengan industri lainnya, serta hubungannya dengan elit-elit politik, ekonomi, dan sosial. Menurut Phillip Elliot, kajian ekonomi politik media melihat bahwa isi dan maksud- maksud yang terkandung dalam pesanpesan media yang ditentukan oleh dasar-dasar ekonomi dari organisasi media yang memproduksinya.37 Secara singkat Chris Barker mengemukakan pendapat tentang ekonomi politik sebagai: “A domain of knowledge concerned with power and at distribution of economic resources. Political economy explores the questions of who owns and controls the institutions of economy, society, and culture.” Sebuah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kekuatan distribusi daripada sumber daya ekonomi. Ekonomi politik membahas pertanyaan tentang siapa yang memiliki dan mengontrol institusi ekonomi, sosial, dan budaya38. 37 Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran (Jakarta: LKiS, 2000), h. 65 Sagitaning Tyas, Konglomerasi Industri Media Penyaiaran di Indonesia Analisis Ekonomi Politik Pada Group Media Nusantara, (Jakarta: Skripsi Komunikasi 38 Kajian ekonomi politik media dilandasi oleh pemikiran yang dikemukakan oleh Golding dan Murdorck (1991) bahwa letak kekuatan media berada pada struktur dan proses ekonomi media dalam memproduksi pesan. Oleh karena itu, penelitian-penelitian pada aspek ini lebih memfokuskan pada praktik peningkatan monopolisasi dalam industri budaya melalui konsentrasi dan diversifikasi.39 Menurut Murdorck dan Golding dalam Idi Subandy Ibrahim dana Bacharudin, Teori Ekonomi politik kritis (critical political economy) adalah salah satu jenis analisis media modern yang banyak memperoleh inspirasi dari gagasan Marxian.40 Teori Marxian mendorong hubungan langsung antara kepemilikan ekonomi dan penyebaran pesan yang meneguhkan legitimasi dan nilai dari masyarakat kelas. Pandangan ini didukung pada masa modern dengan bukti adanya kecenderungan konsentrasi kepemilikan media massa oleh pengusaha kapitalis.41 Menurut seorang ilmuan komunikasi massa, Dennis McQuail (2010), teori ekonomi politik adalah sebuah pendekatan kritik sosial yang memfokuskan pada hubungan antara struktur ekonomi dan dinamika industri media serta konten ideologis media. Dari sudut pandang ini, lembaga media dianggap sebagai bagian dari sistem ekonomi dalam hubungan erat dengan sistem politik. Konsekuensinya, seperti terlihat dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwahdan Ilmu Komunikasi UIN syarif Hidayatullah, 2010), h. 17 39 Udi Rusadi, Kajian Media, isu ideologis dalam persektif, teori dan metode, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), h. 15 40 Idi Subandy Ibrahim dan Bachrudin Ali Achmad, Komunikasi dan Komodifikasi (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014), h. 14 41 Idi Subandy Ibrahim dan Bachrudin Ali Achmad, Komunikasi dan Komodifikasi , h. 14 dengan berkurangnya sumber media independen, konsentrasi pada khalayak yang lebih besar, menghindari risiko, dan mengurangi penanaman modal pada tugas media yang kurang menguntungkan.42 Teori ekonomi politik adalah teori media yang dikembangkan dari pendekatan marxis sejauh ia memunculkan perhatian tentang bagaimana hegemoni media berfungsi untuk melayani kepentingan yang kuat (kuasa dan kapital). Teori ekonomi memfokuskan pada pemahaman mengenai arti penting basis ekonomi media. Teori-teori ekonomi politik menjelaskan bagaimana kepemilikan bentuk-bentuk media bisa memasukkan posisiposisi ideologis dan mitos-misos sosial orang-orang yang mengkreasi pesan media.43 Pengertian ekonomi politik secara sempit menurut Vincent Moscow, dapat diartikan sebagai kajian tentang hubungan sosial, khususnya yang berhubungan dengan kekuasaaan dalam bidang produksi, distribusi, dan konsumsi sumber daya dalam komunikasi.44 Kajian ekonomi politik sebenarnya juga menjadi fokus kajian pada perspektif klasik, yaitu untuk kajian yang memandang bahwa proses ekonomi pada media tersebut murni merupakan proses ekonomi yang terosiolasi dari faktor politik dan kekuasaan. Perspektif kajian ini disebut ekonomi politik liberalis yang kemudian disebut dengan ekonomi media. Media hanya dipandang sebagai saluran dalam proses pertukaran 42 Idi subandy Ibrahim dan Bachrudin Ali Achmad, Komunikasi dan Komodifikasi, h. 14 43 Hanno Hardt. Crittical Communication Studies, (Yogyakarta: Jalasutra, 2007), h. xvi 44 Vincent Moscow. The Political Economy of Communication. (London: Sage Publications, 1996), h. 25 komoditas dipasar bebas guna berkompetisi dan memberikan manfaat dan kepuasan terhadap khalayaknya. Berbeda dengan ekonomi politik liberalis, perspektif kajian ekonomi kritikal, memberikan perhatian pada interplay antara organisasi ekonomi dengan dimensi politik, sosial dan kehidupan kultural. Dengan kata lain, seperti yang diungkapkan Wasko Janet dalam Arianto, teori ini mengemukakan ketergantungan ideologi pada kekuatan ekonomi dan mengarahkan perhatian penelitian pada analisis empiris terhadap struktur pemilikan dan mekanisme kerja kekuatan pasar media komunikasi massa.45 Dalam hal ini Mosco merumuskan empat karakteristik penting mengenai ekonomi-politik46. Pertama, ekonomi-politik merupakan bagian dari studi mengenai perubahan sosial dan transformasi sejarah. Dimana ekonomi-politik kritis ini berusaha menjelaskan secara memadai bagaimana perubahan-perubahan dan dialektika yang berkaitan dengan posisi dan peranan media komunikasi dalam sistem kapitalisme global47. Kedua, ekonomi-politik mempunyai minat dalam menguji keseluruhan sosial atau totalitas dari hubungan sosial yang meliputi bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya dalam suatu masyarakat, serta menghindari dari kecenderungan mengabstraksikan realitas-realitas sosial ke dalam bidang teori ekonomi maupun teori politik. 45 Arianto, Ekonomi Politik Lembaga Media Komunikasi, (Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.2, Oktober 2011), h. 194 46 Graham Murdock dan Peter Golding, Political Economy of Mass Communication, In Curan, James and Gurevitch, Michael (eds.) Mass Media and Society, Edward Arnold: A Devision of Holder & Stoughten, 1992. h. 16-18. 47 Sagitaning Tyas, Konglomerasi Industri Media Penyaiaran di Indonesia Analisis Ekonomi Politik Pada Group Media Nusantara, h. 19-20 Ketiga, berhubungan dengan filsafat moral, artinya hal ini mengacu kepada nilai-nilai sosial (wants about wants) dan konsepsi mengenai praktek sosial. Prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan dan public good merupakan referensi utama dari pertanyaan moral mendasar ekonomi-politik. Perhatian ini tidak hanya ditujukan pada “what is” (apa itu), tetapi “what ought be” (apa yang seharusnya). Misalnya saja studi ekonomi pilitik kritis yang concern terhadap peranan media dalam membangun konsesus dalam masyarakat kapitalis yang ternyata penuh distorsi. Dalam masyarakat yang tidak sepenuhnya egaliter, kelompokkelompok marginal tidak mempunyai banyak pilihan selain menerima dan bahkan mendukung sistem yang memelihara subordinasi mereka terhadap kelompok dominan48. Keempat, karakteristiknya praxis, yakni suatu ide mengacu kepada aktivitas manusia dan secara khusus mengacu pada aktivitas kreatif dan bebas dimana orang dapat menghasikan dan mengubah dunia dan diri mereka49. Jadi bisa dikatakan bahwa titik perhatian ekonom politik adalah terhadap alokasi sumber daya didalam masyarakat yang kapitalis, misalnya menganalisis mengenai kepemilikan dan kontrol berarti menganalisa mengenai hubungan kekuasaan, sistem kelas, dan bentuk ketidakadilan struktur.50 McQuail dalam buku Idi Subandy Ibrahim dan Bacharudin, menyatakan bahwa dalam satu dekade terakhir, relevansi teori ekonomi 48 Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran, (Yogyakarta: LkiS, 2004), Cet-1, h. 8-9 49 Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h. 27-37. 50 Arianto, Ekonomi Politik Lembaga Media Komunikasi, h. 193 politik makin meningkat dengan adanya beberapa kecenderungan dalam bisnis dan tekhnologi media disamping barangkali juga didorong oleh runtuhnya analisis Marx sendiri. Hal ini, misalnya, bisa dilihat dari hal-hal berikut51: Pertama, adanya pertumbuhan konsentrasi media di seluruh dunia dengan lebih banyak kekuatan kepemilikan yang terpusat pada segelintir pemegang dan kecenderungan penggabungan antara industri perangkat keras dan lunak. Kedua, adanya pertumbuhan ekonomi informasi secara global yang melibatkan konvergensi yang makin meningkat antara telekomunikasi dan penyiaran. Ketiga, adanya penurunan sektor publik media massa dan kontrol telekomunikasi kepada publik secara langsung terutama di Eropa Barat, di bawah tajuk “deregulasi”. “privatisasi”, atau “liberalisasi”. Keempat, adanya perkembangan masalah mengenai. ketidaksetaraan informasi. Golding dan Murdorck (1991) dalam buku Udi Rusadi, memandang bahwa kajian ekonomi politik memiliki tiga varian, yaitu instrumentalis, strukturalis, dan konstruktivis.52 Ekonomi politik instrumentalis, memandang bahwa media merupakan instrumen dari kelas yang berkuasa yaitu pemilik media agar isi media sesuai dengan kepentingannya. Varian ini dikemukakan oleh 51 Idi Subandy Ibrahim dan Bacharudin Ali Akhmad, Komunikasi dan komodifikasi, h. 15 52 Udi Rusadi, Kajian Media, isu ideologis dalm persektif, teori dan metode, h. 15 Edward S. Herman dan Noam Chomsky, dalam karyanya Manufacturing Consent: The Political Economy of The Mass Media, tahun 1988. Ekonomi politik strukturalis menganggap kekuatan strukturlah yang menguasai media dan struktur yang dimaksud, sebagaimana dikemukakan Gidden, ialah aturan dan sumber daya yang melekat dan dimiliki media. Dalam pendekatan ini kekuatan struktur sangat besar dalam mengendalikan media. Ekonomi politik konstruktivis, memandang bahwa para pemilik media ada dalam struktur yang memberikan fasilitas dan berbagai batasanbatasan. Namun demikian, struktur itu sendiri bukanlah sebuah bangunan yang kokoh, kaku dan tidak dapat berubah.Varian konstruktivis melihat media dikendalikan tidak saja oleh kekuatan strukturnya, tetapi juga oleh para agen serta faktor-faktor sosial dan budaya yang ada di lingkungannya. 2. Entry Concept Ekonomi Politik Untuk melaksanakan kajian ekonomi politik komunikasi, Vincent Moscow mengemukakan kerangka kerja (frame work) teoritik, yaitu komodifikasi, spasialisasi dan srukturasi. Ketiganya saling berkaitan dan kajian komodifikasi menjadi titik masuk (entry point) dalam kajian ekonomi politik53. a. Commodification (Komodifikasi) 53 18 Udi Rusadi, Kajian Media, isu ideologis dalm persektif, teori dan metode, h. Menurut Moscow, komodifikasi yaitu proses mengubah makna dari sistem fakta atau data yang merupakan pemanfaatan isi media dilihat dari kegunaannya sebagai komoditi yang dapat dipasarkan.54 Menurut Vincet Moscow, terdapat tiga bentuk komodifikasi dalam media55: 1. Komodifikasi Isi, yakni proses mengubah pesan dan sekumpulan data ke dalam system makna sedemikian rupa sehingga menjadi produk yang dapat dipasarkan. 2. Komodifiasi Khalayak, yakni proses media menghasilkan khalayak untuk kemudian „menyerahkanya‟ kepada pengiklan. 3. Komodifikasi Tenaga Kerja, yakni proses pemanfaatan pekerja sebagai penggerak kegiatan produksi, sekaligus distribusi dalam rangka menghasilkan komoditas barang dan jasa. b. Spacialization (Spasialisasi) Spasialisasi, yakni proses untuk mengatasi hambatan ruang dan waktu dalam kehidupan sosial oleh perusahaan media dalam benyak perluasan usaha guna meningkatkan keuntungan perusahaan atau industri media56. Dapat dikatakan juga bahwa spasialisasi merupakan proses perpanjangan institusional media melalui bentuk korporasi dan besarnya badan usaha media. Dalam ekonomi politik media, spasialisasi sebagai suatu cara untuk memahami hubungan power-geometris bagi proses menetapkan 54 Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h. 156 Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h. 133-141 56 Udi Rusadi, Kajian Media, isu ideologis dalm persektif, teori dan metode, h. 55 18 ruang, khususnya ruang yang dilalui arus komunikasi.57 Lebih lanjut, Moscow membahas spasialisasi dengan integrasi secara vertikal dan horizontal. Integrasi vertikal adalah konsentrasi perusahaan dalam satu jalur usaha atau garis bisnis yang memperluas kendali sebuah perusahaan atas produksi. Pada prakteknya, integrasi vertikal adalah cross-ownership (kepemilikan silang) beberapa jenis media seperti surat kabar, stasiun radio, majalah, dan tabloid oleh suatu grup perusahaan media massa. Integrasi horizontal adalah ketika sebuah perusahaan yang berada di jalur media yang sama membeli sebagain besar saham pada media lan, yang tidak ada hubungannya langsung dengan bisnis aslinya atau ketika perusahaan mengambil alih sebagain besar saham atau perusahaan yang sama sekali tidak bergerak dalam bidang media58. Misalnya Media Group yang memiliki usaha di bidang perhotelan dan katering. c. Structuration (Strukturasi) Strukturasi, yakni proses penggabungan agensi manusia (human agency) dengan proses perubahan sosial ke dalam jenis struktur-struktur. Dengan kata lain, strukturasi merupakan keterkaitan antar struktur dan human agency sebagai dualitas yang bisa menjamin keberlangsungan suatu sitem (media). Dengan memberikan posisi-posisi jabatan struktur yang adala dalam kelompok tersebut, diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam setiap bidang yang telah diembannya. 57 Dedi Fahrudin, Konglomerasi Media, Studi Ekonomi Politik Terhadap Media Group, (Jakarta: Jurnal Ilmu Sosial Indonesia (JISI), volume 1 nomor 2, September, 2014), h. 97 58 Gun Gun Heryanto, Komuniasi Politik di era Industri Citra (Jakarta: PT. Lasswell Visitama, 2010), h. 282 Strukturasi ini menyeimbangkan kecenderungan dalam analisis ekonommi politik untuk menggambarkan struktur seperti lembaga bisnis dan pemerintahan dengan menunjukan dan menggambarkan ide-ide agensi, hubungan sosial dan proses serta praktek sosial.59 3. Bentuk-bentuk Komodifikasi Komodifikasi adalah proses perubahan barang dan jasa yang semula dinilai semata-mata karena nilai kegunaannya menjadi komoditas yang dinilai karena ia laku di pasar sehingga menguntungkan. Dalam ekonomi politik, komodifikasi didefinisikan secara sederhana oleh Vincent Moscow, sebagai proses perubahan nilai guna menjadi nilai tukar.60 Komodifikasi menjadi titik masuk untuk memahami praktikpraktik dan institusi-institusi komunikasi yang khusus. Seperti adanya ekspansi komodifikasi yang umum dan mengglobal pada era1980-an, sebagai tanggapan atas kemerosotan pertumbuhan ekonomi global, yang berakibat pada peningkatan komersialisasi program media, privatisasi institusi telekomunikasi dan media publik, serta liberalisasi pasar komunikasi, termasuk tempat-tempat yang semula dipandang sebagai wilayah dengan rezim tertutup, seperti di Timur Tengah dan Cina, dimana komodifikasi dibatasi.61 Dengan beroperasinya praktik ideologi kapitalisme dalam berbagai ranah kehidupan dan budaya sehari-hari, kita bisa melihat berbagai wajah 59 Dedi Fahrudin, Konglomerasi Media, Studi Ekonomi Politik Terhadap Media Group), h. 99 60 Dalam kata-kata Moscow, “Commudification is the process of transforming use values into exchange values.” Lihat Moscow, h. 129 61 Syaiful Halim. Poskomodifikasi Media, (dalam kata pengantar dari Idi Subandy Ibrahim),(Jakarta: Jalalasutra,2013), h. viii komodifiasi yang berlangsung, termasuk dalam bidang media dan komunikasi. Vincent Moscow memformulasikam komodifikasi yang terjadi di media menjadi tiga bentuk komodifikasi, yakni62: a. Content Commodification (Komodifikasi Isi) Komodifikasi isi, yakni proses mengubah pesan dan sekumpulan data ke dalam sistem makna menjadi produk-produk yang dapat dipasarkan.63 Sebagai contoh, beberapa media massa sengaja menyajikan informasi-informsi bertema sensasional, mistik maupun informasi yang mengandung sensualitas untuk mendapatkan keuntungan sebanyakbanyaknya. Komodifikasi isi menjadi pusat perhatian kajian ekonomi politik media dan komunikasi. Ketika pesan atau isi komunikasi diperlakukan sebagai komoditas, ekonomi politik cenderung memusatkan kajian pada konten media. Tekanan pada struktur dan konten media ini bisa dipahami terutama bila dilihat dari kepentingan perusahaan media global dan pertumbuhan dalam nilai konten media.64 Menurut pandangan Marxisme klasik, isi media merupakan komoditas untuk dijual di pasaran, dan informasi yang disebatkan diatur oleh apa yang akan diambil oleh pasar.65 62 Vincent Moscow, The Political Economy of Communication, h. 168-170 Gun-Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, h. 281 64 Idi Subandy Ibrahim dan Bachruddin Ali Akhmad, Komunikasi dan Komodifikasi , h. 20 65 Stephen W. Litteljohn dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi, edisi 9 (Jakarta: Salemba Humanika, 2011). h. 433 63 b. Audience Commodification (Komodifikasi Khalayak) Selain pada isi, komodifikasi juga diterapkan pada khalayak. Ekonomi politik menaruh beberapa perhatian pada khalayak, khususnya dalam upaya untuk memahami praktik umum dengan cara pengiklan membayar untuk ukuran dan kualitas (kecenderungan untuk konsumsi) khalayak yang dapat diraih surat kabar, majalah, website, radio, atau program televisi.66 Media Massa merupakan konsep sebuah proses yang sebenarnya memproduksi penonton dan mengantarkannya kepada pihak pengiklan.67 Dengan memakai wacana yang di populerkan oleh Smythe (1977) dalam the audience commodity, komodifikasi khalyak ini menjelaskan bagaimana sebenarnya khalayak tidak secara bebas hanya sebagai penikmat dan konsumen dari budaya yang didistribusikan melalui media. Khalayak pada dasarnya merupakan entitas komoditi itu sendiri yang bisa dijual.68 c. Labour Commodification (Komodifikasi Pekerja) Selanjutnya untuk mengkaji proses komodifikasi isi dan khalayak media, penting untuk mempertimbangkan komodifikasi tenaga kerja media. Tenaga kerja komunikasi yang juga dikomodifikasi sebagai buruh upahan telah tumbuh secara signifikan dalam pasar tenanga kerja media.69 Tenaga kerja merupakan sebuah kekuatan untuk membayangkan, menggambarkan, 66 mendesain suatu pekerjaan, dan kemudian Idi Subandy Ibrahim dan Bachruddin Ali Akhmad, Komunikasi dan Komodifikasi, h. 20 67 Vincent Moscow, The Political Economy of Communication, h. 136-137 68 Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 169 69 Idi Subandy Ibrahim dan Bachruddin Ali Akhmad, Komunikasi dan Komodifikasi, h. 21 mewujudkannya dalam kenyataan70. Bahwa perusahaan media massa pada kenyataannya tak berbeda dengan pabrik-pabrik. Para pekerja tidak hanya memproduksi konten dan mendapatkan penghargaan terhadap upaya menyenangkan khalayak melalui konten tersebut, melainkan juga menciptakan khalayak sebagai pekerja yang terlibat mendistribusikan konten sebagai suatu komoditas71. 70 71 Vincent Moscow, The Political Economy of Communication, h. 139 Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber, h. 170 dalam Bila digambarkan dalam sebuah bagan/tabel, maka model komodifikasinya akan seperti di bawah ini: Tabel 2.1. Komodifikasi Media72 Proses transformasi menggunakan nilainilai hidup yang digunakan manusia yang menjadi nilai yang bisa ditukarkan, seperti nilai tukar mata uang Dolar Komodifikasi Isi Khalayak Pekerja 72 Pesan sebagai komoditas yang menyenangkan khalayak, mengundang para pemasang iklan, dan memeperpanjang bisnis media yang ditandai dengan penyajian informasiinsformasi bertema sensasional meliputi kehidupan seputar artis dan selebritas, mistik atau takhayul, serba-serbi seks, juga remeh-temeh yang dilakukan politisi atau pejabat, serta dikemas secara spektakuler. Khalayak sebagai komoditas yang ditawarkan kepada pengiklan, dengan menempatkannya dalam segmentasi, target, dan positioning sebuah kegiatan pemasaran, sekaligus aset pasar yang dapat menyerap produk-produk yang diiklankan. Pekerja sebagai pendukung kegiatan produksi yang tidak diperhitungkan kemampuan konseptual dan kreativitasnya, karena peran itu diambil alih oleh kelas manajerial. Syaiful Halim, Postkomodifikasi Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2013), h. 48 Dalam konteks penelitian ini, peneliti menggunakan teori ekonomi politik media dari Vincent Moscow dengan memfokuskan salah satu entry concept nya yaitu komodifikasi untuk meneliti komodifikasi yang terjadi pada Media Indonesia, baik itu komodifikasi isi, khalayak, maupun pekerja. Selain itu, dalam konteks ini pula komodifikasi ekonomi politik media dijadikan pisau analisis untuk melihat bagaimana komodifikasi yang dilakukan oleh Media Indonesia dijadikan sebagai kekuatan Ekonomi dan Politik dari pemiliknya yang merupakan politisi sekaligus pengusaha, Surya Paloh. B. Konseptualisasi Surat kabar Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, surat kabar diartikan sebagai lembaran kertas yang bertuliskan kabar atau berita dan sebagainya, terbagi dalam kolom-kolom (8-9 kolom), yang terbit setiap hari atau periodik.73 Onong Uchyana Effendy berpendapat bahwa surat kabar adalah lembaran yang dicetak yang memuat laporan yang terjadi di masyarakat, dengan ciri-ciri terbit secara periodik, bersifat umum, isinya teraktual, mengenai apa saja dan dari mana saja dari seluruh dunia, yang mengandung nilai untuk diketahui khalyaak pembaca.74 Dalam membahas sejarah media massa biasanya semua macam media cetak dijadikan satu, karena surat kabar, majalah, dan tabloid 73 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 28 74 Onong Uchyana Effendy, Leksikan Komunikasi, (Bandung: Mandar Maju, 1989), h. 241. terutama hanya dibedakan dari segi formatnya, sedang perangkatnya sama, yaitu kertas yang dicetak.75 Surat kabar bisa dikatakan merupakan media massa tertua di dunia, setelah buku. Pada zaman Romawi kuno sudah ada surat kabar, yang disebut Acta Diurna. Acta Diurna tentu saja merupakan media untuk menyampaikan informasi politik. Pada awalnya surat kabar merupakan media untuk menyampaikan informasi politik, sosial, dan kultural. Di Amerika Serikat, pada masa-masa awal, surat kabar merupakan media penyampaian informasi politik. Saat itu belum muncul kecenderungan media menjadi suatu institusi ekonomi yang mencari keuntungan. Surat kabar Boston News-Letter yang berdiri pada 1704, misalnya, bisa bertahan hidup karena hanya disubsidi pemerintah.76 Akan tetapi, perkembangan berikutnya memeperlihatkan bahwa surat kabar telah menjadi institusi bisnis yang menjual informasi. Di Amerika, menjelang abad ke-19, surat kabar The New York Sun sudah menjadi institusi ekonomi. Banyak perusahaan penerbit surat kabar yang kemudian menjelma menjadi korporasi besar.77 Di Indonesia, di masa-masa kemerdekaan, banyak surat kabar yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda. Surat kabar menjadi alat propaganda pemerintah kolonoial kala itu, di samping surat kabar-surat kabar kaum nasionalis yang menjadi media politik yang memberikan kritik atau perlaewanan terhadap pemerintah colonial.78 75 Sudirman Tebba dan Cecep Castrawijaya, Bisnis Media Massa di Indonesia, (Jakarta: Pustaka irVan, 2015), h. 44 76 Usman, Ks, Ekonomi Media, h. 51 77 Usman, Ks, Ekonomi Media, h. 51 78 Usman, Ks, Ekonomi Media, h. 51 Di masa demokrasi liberal, surat kabar di Indonesia banyak yang bersifat partisan, mereka berafiliasi pada partai politik tertentu; Harian Rakjat berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), Pedoman berafiliasi dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI), Abadi berafiliasi dengan partai Masyumi, serta Kompas berafiliasi dengan Partai Katolik, dan lain sebagainya. Sejak masa-masa awal kemerdekaan hingga awal orde baru, pers Indonesia pun belum menjadi suatu industri yang menjanjikan keuntungan. Belum masuknya surat kabar ke dalam dunia industri tampaknya terkait dengan kondisi ekonomi, yang ketika itu sangat buruk.79 Titik awal pers Indonesia memasuki era industri adalah ketika diterbitkannya Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri pada Juli 1968. Undang-Undang ini memasukkan pers sebagai industri yang berhak mendapat pinjaman pemerintah, insentif pajak, dan insentif barang impor (kertas surat kabar).80 Surat kabar adalah medium massa utama bagi orang untuk memperoleh berita. Di sebagian besar kota, tak ada sumber yang bisa menyamai keluasan dan kedalaman liputan berita surat kabar. Ini memperkuat popularitas dan pengaruh surat kabar81. Hal ini pulalah yang menyebabkan surat kabar masih mampu bertahan di era komunikasi virtual. Surat kabar mengandung isi yang amat beragam. Berita, saran, komik, opini, teka-teki silang, dan data. Semuanya ada untuk dibaca 79 Usman, Ks, Ekonomi Media, h. 51 Usman, Ks, Ekonomi Media, h. 51 81 John Vivian, Teori Komunikasi massa, ( Jakarta: Prenada Media Group. 2008), h.71 80 sekehendak hati. Beberapa orang langsung membaca tabel pasar saham, yang lainnya langsung membuka berita olahraga atau tulisan kolumnis favorit. Berbeda dengan radio dan televisi, Anda tidak harus menunggu untuk melihat berita yang Anda inginkan.82 Awalnya surat kabar adalah lawan, baik nyata maupun potensial dari pemerintah berkuasa, terutama yang berkaitan dengan persepsi diri. Gambaran yang kuat dalam sejarah pers merujuk pada kekerasan yang dilakukan terhadap para pencetak, penyunting, dan wartawan. Pergulatan demi kebebasan berpendapat seringkali merupakan bagian dari pergerakan hak-hak kebebasan, demokrasi, dan warga negara yang lebih besar yang ditekankan dalam mitologi jurnalisme itu sendiri. Peranan yang dilakukan oleh oleh pers bawah tanah di bawah kependudukan asing atau diktator juga dirayakan. Penguasa yang sah juga sering membenarkan persepsi diri pers ini dengan menanggap mereka sebagai pihak yang menyulitkan dan menyebalkan (walaupun sering kali menjadi lembek dan dalam perlindungan terakhir, sangat rentan terhadap kekerasan). Schroeder dalam Mc Quail mengatakan bahwa bagaimanapun, surat kabar pada awalnya tidak secara umum bekerja melawan pemerintah, dan terkadang malah bekerja untuk pemerintah. Pada saat itu, seperti saat ini, surat kabar sering kali diidentifikasikan berdasarkan pembaca yang dituju.83 Penemuan penyiaran pada awal abad ke-20 mengubah akses ekslusif surat kabar ke berita karena penyiaran memberikan akses ke informasi yang lebih cepat, Namun, walaupun persaiangan untuk 82 John Vivian, Teori Komunikasi massa, h. 72 Denis Mc Quail. Teori Komunikasi Massa , (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), h. 244 83 mendapatkan khalayak kian meningkat, surat kabar kian terus menjadi sumber informasi dan berita yang signifikan.84 Industri surat kabar berdasarkan sejarah juga memainkan peran penting dalam mendefinisikan konsep budaya dari pers independen, didasarkan keyakinan bahwa pers harus tetap independen dari kontrol pemerintah demi memenuhi tanggung jawabnya dalam menginformasikan kepada masyarakat.85 C. Industri Media Wilbur Schram, seorang ilmuan komunikasi menyebutkan bahwa media massa sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Akan tetapi, kecenderungan dewasa ini memperlihatkan media telah menjadi industri atau institusi ekonomi. Perkembangan global dewasa ini tak ayal telah menjadikan media massa bukan hanya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial, melainkan juga sebagai industri atau institusi ekonomi.86 Banyak pengusaha besar yang menanamkan modalnya dalam bisnis media massa. Para pengusaha yang terjun ke industri media tertentu berharap modal yang mereka sudah tanamkan bisa kembali, bahkan menghasilkan keuntungan. Terjunnya pengusaha besar dalam industri media memunculkan fenomena konglomerasi media.87 Hal tersebut sangat erat dengan bentuk komunikasi massa sebagai bentuk pelayanan (the service mode) yang merupakan bentuk paling 84 Shierly Biagi. Media/Impact Pengantar Media Massa, (Jakarta: Salemba Humanika 2010), h. 65 85 Shierly Biagi. Media/Impact Pengantar Media Massa, h. 65 86 Usman Ks, Ekonomi Media, h.5 87 Usman Ks, Ekonomi Media, h. 5 umum dan paling sering berlaku dalam hubungan pengirim dan penerima. Kedua belah pihak diikat oleh kepentingan bersama dalam situasi pasar atau semacamnya (penawaran dan permintaan jasa simbolik). Maka tak heran logika yang dipakainya pun merupakan logika MCM (MoneyCommodity-More Money). Herman dan Chomsky, menyebutkan media massa sebagai mesin atau pabrik penghasil berita (news manufacture) yang sangat efektif dan mendatangkan keuntungan besar dari sisi ekonomi. Menurut mereka, saat ini media massa telah menjadi industri88. Jurgen Habermas, dalam buku The Theory of Communicative Action, menyebut media sebagai industri sosial-politik sekaligus sebagai industri ekonomi. Sebagai institusi sosial-politik, media berupaya menjembatani publik dalam menyampaikan aspirasi sosial-politik mereka terhadap penguasa dan kekuasaan. Sebagai institusi ekonomi, media bekerja berdasarkan rasionalitas ekonomi atau bisnis, yakni mencari keuntungan.89 Media massa berada dalam kehidupan masyarakat dan karena itu ia memiliki keterkaitan dengan sistem dan praktik kehidupan masyarakat itu sendiri. Sebagai lembaga komunikasi yang memproduksi dan medistribusikan informasi, ia memiliki dua posisi kelembagaan yaitu sebagai lembaga kemasyarakatan atau social institution90 dan sebagai lembaga bisnis. 88 Usman Ks, Ekonomi Media, h. 6 Usman Ks, Ekonomi Media, h. 7 90 Social Institution diterjemahkan sebagai lembaga kemasyarakatan dikemukakan oleh Sukanto (1982), dan istilah lain yang biasa dipakai ialah pranata sosial. Keduanya, merujuk kepada adanya unsur-unsur yangmengatur perikelakuan para anggota masyarakat.. Istilah tersebut menunjukan bahwa lembaga kemasyarakatsebagai sebuah 89 Sebagai lembaga kemasyarakatan media massa memiliki posisi dan fungsi yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat yang diharapkan akan memperkuat kehidupan masyarakat itu sendiri. Sebagai lembaga bisnis media tumbuh dan berkembang dalam arena pasar media untuk bisa membiayai kehidupan dirinya dan bisa mengakumulasi keuntungan. Media cetak lahir diawali dengan penemuan mesin cetak di Inggris sebagai bagaian dari babak sejarah industrialisasi, jadi sejatinya media massa lahir sebagai sebuah bisnis, sebuah upaya pengembangan teknologi dalam rangka menggulirkan proses industrialisasi. Sebagai institusi bisnis media massa melakukan proses ekonomi yaitu melakukan transaksi di pasar media, Tarik menarik antar volume dan kualitas supply dan dimand menjadi inti bisnis industri media sebagaimana juga transaksi komoditas lain. Artinya disinilah letak kesamaan antara industri media dengan industri lainnya yang bukan media. Aspek supply media ialah produk media yaitu mediadan isi medianya. Untuk media cetak, medianya itu sendiri merupakan komoditas yang diperjualbelikan walaupun sebenarnya orang membeli isi media yang dibawa oleh lembaran kertas yang diisi tinta cetak berupa tulisan atau gambar.91 Supplay-demand juga bisa mencakup aspek SDM, karena produsen media melakukan kalkulasi aktivitas kebutuhan SDM untuk menajalankan media, dan supply-nya dari pasar kerja, yaitu masyarakat sebagai bentuk, tetapi juga mengandung pengertian-pengertian yang abstrak mengenai normanorma dan peraturan-peraturan dari lembaga tersebut. Dikutip dalam Udi Rusadi. Kajian Media Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode , (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2015), h. 29 91 Udi Rusadi. Kajian Media Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode h. 29 konsumen, dan produsen media berada pada lembaga yang membutuhkan SDMada dalam posisi demand. Dengan demikian, konsumen menjalankan fungsi demand dalam konteks produk isi media dan supplier untuk sumber daya manusia atau pekerja media. Sebaliknya produsen menjalankan fungsi supplier untuk produk dan demand untuk SDM.92 Produk media sebagai sebuah industri memiliki keunikan dibandingkan dengan produk pada industri menufaktur lainnya, karena media memproduksi dan mereproduksi gambaran kehidupan sosial (social life) dan kesadaran (consciousness) kemudian mendistribusikan kepada khalayak. Kehidupan sosial yang diproduksi media bisa berupa praktik sebagai liputan atau representasi suatu realitas, atau merupakan suatu fiksi dalam sajian-sajian hiburan. Kesadaran yang diproduksi media merupakan nilai-nilai ideologis, yang dicerminkan dalam setiap program media baik berupa realitas maupun fiksi.93 Kunci bagi karakter institusi media yang tidak biasa dalah bahwa aktivitasnya tidak terpisahkan secara ekonomi maupun politik, sekaligus sangat tergantung dari tekhnologi yang terus-menerus berubah. Aktivitas ini melibatkan produksi barang dan layanan yang sering kali bersifat pribadi (konsumsi bagi kepuasan pribadi individu) dan publik (dipandang perlu bagi bekerjanya masyarakat sebagai keseluruhan dan juga pada ranah publik). Karakter publik media diturunkan terutama dari fungsi politik media dalam demokrasi, tetapi juga dari fakta bahwa informasi, budaya, dan gagasan dianggap sebagai kepemilikan kolektif. Seperti 92 Udi Rusadi. Kajian Media Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode , 93 Udi Rusadi. Kajian Media Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode , h. 29 h. 43 benda-benda publik lain, misalnya udara dan sinar matahari, kegunaan media tidak mengurangi ketersediaannya untuk yang lain.94 Oleh sebab itu, media memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kepentingan publik yang termasuk dalam aspek politik dari media. Namun demikian, media sebagai sebuah industri mengembangkan dirinya dalam kerangka kerja bidang ekonomi, serta ada tuntutan untuk selalu mengikuti perkembangan tekhnologi. Gambar 2.1 Media, Ekonomi, Politik, dan Tekhnologi95 Politik Ekonomi MEDIA Teknologi Ketiga lembaga, yaitu: Ekonomi, politik dan teknologi saling bertumpu dan memperngaruhi. pengaruh ekonomi baik makro maupun mikro yang terkait pada media ikut memperngaruhi dinamika media. ekonomi moneter, kebijakan perdagangan dan industri sebagai elemen ekonomi makro akan mempengaruhi kebijakan pengelola media. ekonomi mikro yaitu berintraksi antara struktur pasar, prilaku pasar akan 94 Denis Mc Quail. Teori Komunikasi Massa , (Jakarta: Salemba Humanika , 2011), h. 244 95 Denis Mc Quail. Teori Komunikasi Massa , h. 245 memengaruhi kinerja media. Aspek politik, berkaitan dengan pengaruh situasi politik meliputi kebijakan politik dan pertarungan kekuatan politik akan memberikan tekanan pada media baik melalui interVensi politik maupun melalui regulasi media. Perkembangan teknologi khususnya teknologi dan informasi, memberikan dorongan pada media untuk mengubah strategi bisnisnya. dengan perkembangan teknologi konvergensi, media dituntun untuk menyesuaikan diri dengan mendistribusikan konten melalui banyak platform dalam waktu yang bersamaan. Menurut Gordon sebagaimana dikutip oleh Rahayu, ada tiga hal penting yang dapat digunakan sebagai patokan untuk mengidentifikasi karakteristik suatu industry. Ketiga hal tersebut berkaitan dengan Costumer Requirements, Competitive Environment, dan Social Expectation96. 1. Customer requirments : merujuk pada harapan konsumen tentang produk media yang mencakup aspek kualitas, diversitas dan ketersediaan 2. Competitive environment : yakni lingkungan pesaing yang dihadapi perusahaan, jika dilihat melalui televisi, hal ini dapat terlihat dari media berlomba-lomba dalam menyajikan program yang sedang ramai digandrungi oleh khalayaknya. 3. Social expectations : berhubungan dengan tingkat harapan masyarakat terhadap keberadaan industri media. Semakin tersedia 96 Rahayu, Analisis Dampak Pergeseran Karakteristik Industri Pers pada Strategi Perusahaan dan Pembangunan Sumber Daya Manusia. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), h. 26 program yang bagus, maka akan semakin beragam format acaranya dan semakin bagus kualitasnya Sementara itu, Dennis McQuail memberikan sepuluh prinsip yang menunjukan media sebagai institusi ekonomi: 1. Media masih dibedakan menurut kepemilikan struktur biaya tetap (fixed) atau variable (variable cost). 2. Pasar media mempunyai karakter ganda, yaitu dibiayai oleh konsumen dana tau oleh para pengiklan. 3. Media berbasis pendapatan iklan lebih rentan terhadap pengaruh eksternalyang tidak diinginkan atas konten. 4. Media berbasis pendapatan konsumen rentan terhadap menipisnya dana. 5. Perbedaan utama dalam penghasilan media akan menuntut perbedaan ukuran kinerja media. 6. Kinerja media dalam satu pasar akan berpengaruh pada kinerja di tempat lain (pasar lain). 7. Ketergantungan pada iklan dalam media massa berpengaruh pada masalah homogenitas program media.97 8. Iklan dalam media khusus dapat mempromosikan keragaman suplai. 9. Jenis iklan tertentu akan mendapatkan manfaat dan konsentrasi pasar khalayak. 10. Persaingan demi sumber pendapatan yang sama berujung pada keseragaman. 97 Denis Mc Quail. Teori Komunikasi Massa , h. 253 D. Media dan Kepentingan Bisnis Dalam pengertian bisnis modern industri adalah suatu konsep Barat sebagai usaha untuk mengejar keuntungan, prestasi dan pendapatan yang besar akhirnya membawa pertumbuhan ekonomi dan kenaikan produk nasional bruto (Gross National Product/ GNP) suatu negara. Produk nasional bruto itu merupakan alat statistik yang dipakai untuk mengukur pertumbuhan ekonomi yang didefinisikan sebagai nilai total dari seluruh barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam satu tahun di sebuah negara tertentu.98 Tujuan suatu sistem bisnis yang tergantung pada media massa sebagai sumber informasi antara lain mencakup: 1. Menanamkan dan menegakkan nilai-nilai kebebasan berusaha (free enterprise) 2. Menegakkan dan memelihara pertautan antara produsen atau penjual dengan konsumen dengan maksud menginformasikan kepada konsumen tentang produk yang tersedia dan merangsang konsumen untuk membeli produk itu. 3. Mengendalikan dan memenangkan konflik internal antara pihak manajemen perusahaan dengan serikat pekerja atau terhadap konflik eksternal . Kemapanan institusi bisnis ekonomi akan terancam apabila media massa menyerang nilai-nilai dasar dan melandasi sistem free enterprise. Sistem bisnis tidak dapat beroperasi secara besar-besaran jika media 98 Sudirman Tebba dan Cecep Sastrawijaya, Bisnis Media Massa di Indonesia, (Tangerang: Pustaka IrVan, 2015), h. 96 massa tidak menyediakan periklanan dalam skala besar antara produsen, distributor dengan konsumen.99 Dalam perkembangannya, industry surat kabar sebagai media komunikasi dan iklan memiliki karakteristik yang relatif berbeda dengan industri atau bisnis pada umumnya, yaitu: Bila ada dua atau lebih surat kabar di suatu daerah, maka surat kabar kedua atau pendatang berikutnya suklit untuk berkembang (disadvantages) melebihi yang pertama karena disproporsional, walaupun tirasnya tidak banyak berbeda., Ini disebut dengan istilah Circulation Elasticity of Demand. Hal ini akan melahirkan Circulation Spiral. Circulation Spiral adalah suratkabar yang tiras atau sirkulasinya besar cenderung lebih kuat dan seterusnya.100 Model bisnis surat kabar adalah didaarkan pada penjualan dua produk atau dual market, yaitu penjualan surat kabar itu sendiri dan iklan. Saat ini pendapatan iklan menempati hampir 60-70%pendapatan surat kabar, sementara pendapatan surat kaba ritu sendiri hanya mendapatkan pendapatan antara 30-40% pendapatan karena dalam praktik sehari-hari banyak surat kabar yang dijual di bawah biaya produksi, untuk mendorong tiras penjualan. Dalam bisnis surat kabar berlaku hukum meningkatkan tiras, mengundang makin banyak pemasang iklan, dan sebaliknya. Selanjutnya makin banyak tiras, makin kecil biaya per-unit, sehingga pendapatan iklan semakin besar.101 99 Sudirman Tebba dan Cecep Sastrawijaya, Bisnis Media Massa di Indonesia, h. 97 100 Henry Faizal Noor, Ekonomi Media, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), 101 Henry Faizal Noor, Ekonomi Media, 321 h. 320 BAB III GAMBARAN UMUM A. Surya Paloh dan Media Group Surya Dharma Paloh atau yang lebih dikenal dengan Surya Paloh, lahir di Kutaraja, Banda Aceh, pada tanggal 16 Juli 1951. Ia lahir dari pasangan suami-istri, Muhammad Daud Paloh dan Hj. Nursiah. Surya Paloh merupakan anak ke empat dari delapan bersaudara. Kakaknya bernama Rohana Paloh, Usman Paloh, dan Rusli Paloh serta adiknya yaitu Darmawati Paloh, Kemalawati Paloh, Mutiah Paloh, dan Indrawati Paloh. Nama Paloh sendiri merupakan nama keluarga yang diambil dari nama belakang ayahnya. Pada tahun 1957, Muhammad Daud Paloh merupakan Komandan Distrik Kepolisian Labuan Ruku, yang terletak di Kecamatan Talawi, Kabupaten Asahan, Sumatra Utara, yang kemudian pada awal orde baru ia menjabat sebagai Komandan Resort Kepolisian Resort Tapanuli Utara102. Karir ayahnya ini turut serta membentuk karakter dan kepribadian Surya Paloh sebagi seorang pengusaha dan politisi. Tahun 1967, Surya Paloh hijrah ke Medan. Sambil menuntut ilmu di Sekolah Menangah Atas, Surya Paloh menjadi Manajer Travel biro Seulawah Air Service. lima tahun berselang, sambal menuntut 102 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, (Jakarta: Dharmapena, 2007), h. 20 ilmu di perguruan tinggi, bersama kakak iparnya, Jusuf Gading, ia mengembangkan usaha distributor Mobil Ford dan Volkswagen, dengan bendera PT. Ika Diesel Bros, Medan. Surya Paloh dipercaya untuk menjabat sebagai direktur utama.103 Setahun sebelumnya, Surya Paloh juga dipercayai oleh pemilik Wisma Pariwisata Medan, Baharuddin Datuk Bagindo, untuk mengelola hotel tersebut. Bahkan tahun 1975 ia ditunjuk menjadi kuasa direksi Hotel ika Daroy, Banda Aceh, merangkap sebagai Direktur Link Up Coy, Singapore, yang bergerak dalam bidang perdagangan umum. Dari sinilah Surya mulai mengenal liku-liku bisnis perhotelan.104 Pekerjaan itu terpaksa ditinggalkannya, ketika ia harus berhijrah ke Jakarta tahun 1977. Tetapi, 20 tahun kemudian, ia mulai merambah bisnis perhotelan dengan membangun Media Sheraton Hotel di Jakarta. Beberapa tahun kemudian, ia mengambangkan sayap. Surya Paloh mengambil alih kepemilikan saham Bali Intercontinental hotel, di Jembaran Bali yang awalnya dimiliki oleh Bambang Trihatmodjo, serta Papandayan Hotel di Bandung. Dengan track record dan pengalaman seperti itulah, Surya Paloh membangun bisnis persnya. Pada awalnya Surya Paloh memiliki surat kabar yang disebut dengan Harian Prioritas. Prioritas dibentuk pada tanggal 2 Mei 1986. Namun, Priorirtas akhirnya mendapatkan pembatalan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) pada tanggal 29 Juni 1987. 103 104 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 42 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 43 Pembatalan SIUPP Prioritas tersebut dalam pandangan Surya jauh lebih kejam dari sebuah pembredelan. Pada zaman kolonial, pembredelan surat kabar dapat berlangsung hanya beberapa saat, dalam waktu tertentu bisa hidup kembali. Sedangkan pembatalan SIUPP mengakibatkan penerbitan pers tersebut terkulai, mati seterusnya.105 Dibatalkannya SIUPP Prioritas membuat pengusaha yang sekaligus politisi, Surya Paloh ini membuat ia berfikir bahwa „Arogansi kekuasaan hasus dilawan, demokrasi harus ditegakan dan Pers nasional harus bebas dari belenggu kematian‟106. Ia juga berpikir bahwa ia harus dapat mendobrak ketidakberdayaan pers nasional dari kepentingan penguasa.107 Dalam perspektif seperti itulah, Surya menghadapi sebuah dilema. Pada satu sisi, tekad, semangat, dan idealismenya sebagai insan pers mendesak dirinya untuk membebaskan pers nasional dari belanggu penguasa. Pada sisi lain, ia sulit memungkiri bahwa sebagai politikus, dirinya masih berada dalam lingkaran kekuasaan. Setidaknya ia tercatat sebagai politikus muda yang lahir dari lingkungan Golkar (Golongan Karya) yang waktu itu sebagai tulang punggung pemerintahan Orde Baru yang berkuasa.108 Terhitung sejak 1984, ia menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat AMPI (Angkatan Muda Pembaruan Indonesia), ormas pemuda yang merupakan salah satu pilar Golkar. Pada saat yang 105 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, 107 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, 108 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, 106 h. 15 h. 15 h. 16 h. 19 bersamaan, ia pun menduduki jabatan Ketua Dewan Pertimbangan Pimpinan Pusat FKPPI (Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri ABRI). Organisasi ini dikenal pula sebagai salah satu tiang penyangga jalur ABRI dalam sistem kekuasaan Orde Baru yang ditopang oleh tiga jalur, yakni jalur A-B-G (ABRI, Birokrasi dan Golkar). Malahan pada tahun 1977, dalam usia relatif muda, 25 tahun, ia terpilih sebagai anggota MPR dari FKP (Fraksi Karya Pembangunan), melalui pencalonan di daerah pemilihan Provinsi Lampung.109 Menjelang dibatalkannya SIUPP Prioritas dicabut, tirasnya sudah mencapai 116.000 eksemplar per hari. Pada saat dibredel itulah Prioritas memiliki piutang sekitar Rp. 900 juta, terbesar dari iklan dan sirkulasi. Padahal Surya hanya memanfaatkan kucuran kredit perbankan sebesar Rp. 275 juta untuk menambah biaya operasional Prioritas.110 Setelah SIUPP Prioritas dicabut, Surya Paloh tak ingin para karyawannya hengkang begitu saja. Ia tetap berupaya membangun kebersamaan. Para karyawan yang masih setia bergabung di perusahaannya, tetap digaji penuh, dan diberi kesempatan mengikuti serangkaian pendidikan manajemen di LPPM (Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Manajemen). Menjelang penghujung tahun 1987, Surya menjajaki kemungkinan pengelolaan majalah Vista. Pada saat itu, secara 109 110 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 19 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 30 kebetulan pemimpin redaksi dan pemilik SIUPP Vista, Achmad Taufik Toha, kekurangan modal untuk mengembangkan majalahnya. Bagi Surya Paloh, Vista merupakan media untuk menjaga semangat kebersamaan dan keterampilan jurnalistik para wartawannya. Ia khawatir, tanpa memiliki media untuk aktualisasi diri, eks wartawan Prioritas satu-per satu hijrah ke media lain. Sejak saat itu, ia pun memiliki obsesi untuk membangun „imperium pers‟.111 Model kerjasama ala Vista, dalam waktu singkat dikembangkannya. Apalagi model kerjasama ini dapat dibenarkan oleh undang-undang. Inilah jurus baru yang diterapkan Surya Paloh. Karena Departemen Penerangan sulit mencegah kerjasama kepemilikan modal. Hampir setahun setelah mengelola Vista, Surya Paloh mengambil alih pengelolaan Surat Kabar Harian Media Indonesia dari pemilik SIUPP-nya Tengku Yousli Syah. Sejak tahun 1989 ia mulai merambah bisnis pers secara spektakuler. Untuk mewujudkan obsesinya, ia mendirikan PT. Surya Persindo. Surya Paloh melakukan terobosan baru, muncul dengan gagasan „hadir langsung di daerah melalui surat kabar daerah‟. Sejumlah 10 penerbitan dikelolanya melalui kerjasama kepemilikan saham, ditambah satu tabloid berita mingguan Detik yang terbit di Jakarta.112 Sepuluh penerbitan harian dan satu mingguan itu adalah Harian Atjeh Post dan Mingguan Peristiwa di banda Aceh, Harian Mimbar Umum di Medan, Harian Sumatra Ekspres di Palembang, Harian Lampung Pos di Bandar Lampung, Harian Gala di Bandung, Harian 111 112 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 37 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 38 Yogya Pos di Yogyakarta. Harian Nusa Tenggara dan Bali News di Denpasar, Harian Dinamika Berita di Banjarmasin, serta Harian Cahaya Siang di Manado. Pada awal dekade 1999-an, dalam waktu singkat Surya Paloh mampu mewujudkan ekpansi bisnis persnya. Penerbitan tersebut langsung berada di bawah PT. Surya Persindo, sebagai holding company.113 Dengan meguasai pengelolaan sejumlah penerbitan pers secara nasional melalui PT. Surya Persindo pada tahap-tahap awal langsung melejitkan namanya. Masyarakat langsung mengenal sosok Surya Paloh sebagai pengusaha di bidang pers. Padahal, bagi kalangan yang mengenal dekat, mereka lebih mengakui bahwa Surya Paloh adalah seorang pengusaha katering yang mencatat sukses. Dengan jumlah pegawai 4.000 orang, PT. Indocater memiliki jaringan katering secara nasional dengan melayani perusahaan multinasional maupun nasional114. Bahkan Indocater mampu menjadi salah satu perusahaan katering terbesar dan terbaik di Indonesia. Sebagai bukti keberhasilan Indocater dalam menjaga dan meningkatkan mutu, pada tahun 1995 perusahaan ini memperoleh sertifikat ISO 2002. Ini pertanda kualitas pelayanan dan mutu makanan sudah memenuhi standar internasional.115 Dari aspek bisnis, usaha yang dibangun Surya Paloh sejak 1975 dengan bendera PT. Ika Mataram Coy dan empat tahun kemudian Surya Paloh membeli penuh saham PT. Indocater, menjadi mesin 113 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 38 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 39 115 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 39 114 pencetak uang yang sangat menguntungkan. Keuntungan bisnis katering inilah yang digunakan Surya Paloh untuk melakukan ekpansi usahanya, termasuk menjajal bisnis pers dengan mendirikan Prioritas serta PT. Surya Persindo. Bahkan ketika Media Indonesia ditimpa krisis keungan pada tahun 1992 dan kemudian tahun 1997, PT. Indocater yang menjadi kasir sebagai juru selamat.116 Ketika pertama kali akan terjun ke bisis pers, Surya Paloh mendapatkan tantangan dari para direksinya. Adalah Lily Harahap, Direktur Operasi PT. Indocater saat itu, yang semula cukup keras menentangnya. Lily tak setuju bila ekpansi bisnis yang dikembangkan merambah ke bisnis pers. Selain penuh risiko, bisnis pers tak terkait sedikitpun dengan bisnis katering. Tetapi sebagai owner sekaligus Direktur utama PT. Indocater, Surya Paloh memiliki pandangan sendiri. Untuk memenuhi impian Surya Paloh berkecimpung dalam bisnis pers, PT Indocater memang mengalami kerugian yang cukup besar. Kerugian itu terutama terjadi pada PT. Surya Persindo yang mengembangkan 13 penerbitan media cetak, dan sebagian besar menggunkaan fresh money dari PT. Indocater.117 Keuntungan dari bisnis katering ini pula yang membuat Surya Paloh sebagai pengusaha lebih leluasa melakukan ekspansi usaha ke bidang lainnya, tak terkecuali ke bisnis pers. Tahun 1981, ia mengambil alih sepenuhnya kepemilikan saham PT. Astri Line, yang bergerak dalam bidang pelayaran. Badan usaha ini memiliki lima kapal 116 117 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 39 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 41 angkut barang yang beroperasi pada jalur pelayaran nasional. Namun, bisnis pelayaran ternyata tidak memberikan keberuntungan. Perusahaan ini terempas, akibat regulasi yang dikeluarkan Pemerintah tahun 1983, sehingga seluruh kapalnya terpaksa dibersituakan.118 Nasib PT. Surya Persindo ternyata tidak secemerlang pemikiran Surya Paloh. Dalam tempo dua-tiga tahun, 10 dari 14 penerbitan pers yang dikelolanya terpuruk satu per satu. Sekalipun dari segi tiras dan oplah penjualan jauh mengalami peningkatan, tetapi dalam perjalannanya masalah demi masalah muncul, baik aspek manajemen, sumber daya manusia maupun keuangan. Bahkan belakangan terjadi perbedaan visi antara Surya selaku pemegang saham mayoritas dan beberapa pemilik SIUPP. Pada saat bersamaan, media televisi swasta diizinkan bersiaran, dan secara drastis mampu menyerap porsi iklan media massa cetak. Belum lagi situasi dan kondisi ekonomi nasional yang berkembang kurang menguntungkan Pemerintah tiba-tiba mengayunkan paket kebijakan uang ketat atau tight money policy. Semua itu mangakibatkan surat kabar-surat kabar di daerah babak belur. Pasalnya, harga kertas melambung tinggi, dan perusahaan besar memperketat belanja iklannya.119 Dalam tempo tiga-empat tahun, Surya paloh melepaskan satu per satu kepemilikan sahamnya di sebagian besar surat kabar daerah, kecuali Mimbar Umum maupun Dinamika Berita menyusul nasib surat kabar-surat kabar daerah lainnya. Kedua surat kabar itupun terseok118 119 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 41 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 44 seok, sehingga dilepas tahun 1996 dan 1999. Surya paloh hanya mempertahankan dua penerbitan pers, yakni Lampung Pos dan Media Indonesia.120 Perjalanan Surya Paloh dalam dunia bisnis, memang tak selalu mencatat keberhasilan. Ia menorehkan pula sejumlah kegagalan. Dengan investasi miliaran rupiah, ia mempertaruhkan bisnisnya di bidang katering untuk mendukung obsesinya menjadi publisher.121 Berbagai pengalamannya di bidang bisnis, semakin membuat ia terobsesi untuk mengembangkan bisnisnya. Untuk mensinergikan semua unit usahanya, Surya Paloh membentuk Media Group. Media Group bukan badan hukum. Ini adalah kelompok manajemen yang mengontrol, mengawasi, mengkoordinasikan, dan memelihara integrasi dan sinergi dari semua unit bisnis dan perusahaan yang dimiliki oleh Surya Paloh.122 Seperti dikemukakan di atas, sejarah dimulai dengan pembentukan Indocater. Sejak itu bisnis telah berkembang secara signifikan dan terus berkembang ke industri lain termasuk perhotelan, media cetak dan televisi, sumber daya alam industri berbasis, seperti minyak / gas dan energi, pertambangan batubara dan tembaga eksplorasi, bisnis agro dan lain-lain. Unit bisnis Media Group adalah bisnis yang tersebar di lebih dari 30 provinsi, pulau-pulau dan daerah terpencil di seluruh Indonesia. 120 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 44 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 43 122 http://www.mediagroup.co.id/about-us/overview/, diakses pada 14 Mei 2016, pkl. 11.03 WIB 121 Selain itu Media Group juga memberikan kesempatan kepada guru, siswa dalam program pendidikan dan sekolah, memberikan jutaan buku dan menjangkau banyak "pahlawan tanpa tanda jasa", bekerja bergandengan tangan membangun kembali fasilitas sekolah setelah bencana alam. Media Group sebagai bagian dari warga perusahaan yang baik dengan antusias dan percaya berupaya bahwa kebijakan bisnis untuk menggabungkan sepuluh prinsip Global Compact. Visi “Making This Company And Its‟ Resources Into Nation‟s Assets” Misi “Becoming A Leader In Each Of Its Work Field Corporate Values” Tabel 3.1 Struktur Organisasi Media Group123 123 http://www.mediagroup.co.id/about-us/organization-structure/, diakses pada 14 Mei 2016, pkl. 11.06 WIB Berikut ini unit usaha yang dimiliki oleh Surya Paloh atau yang dikenal dengan entitas bisnis „Media Group‟: Tabel 3.2. Unit Usaha Media Group124 BISNIS MEDIA BISNIS KATERING MEDIA GROUP HOSPITALITY SUMBER DAYA & ENERGI FOUNDATION 124 - MEDIA GROUP FOUNDATION - SUKMA FOUNDATION - KICK ANDY FOUNDATION http://www.mediagroup.co.id/our-business/, diakses pada 14 Mei 2016, pkl 11.13 WIB Atau, jika lebih dirincikan, maka: Tabel 3.3 Rincian Unit Usaha Media Group Foundation: PT. Citra Media Nusa Purnama - Media Group Sukma Kick Andy Media Indonesia, mediaindonesia.com Media Indonesia Publishing Citra Activation MEDIA GROUP PT. Media Televis Indonesia Metro Tv, metrotvnews.com PT. Indoenergi Platinum PT. Masa Kini Mandiri: Lampung Pos, lampungpos.co PT. Pustaka Marmer Indah raya (Pumarin), PT. Indocater Pangansari Utama Media Store Hotel Borneo News 1. PT. Citra Jimbaran Indah hotel: Bali Interconental hotel 2. The Papandayan 3. The Sheraton Media Hotel 1. PT. Citra Media Nusa Purnama PT. Citra Media Nusa Purnama merupakan sebuah perseroan terbatas yang menaungi harian Media Indonesia, mediaindonesia.com, Media Indonesia Publishing dan Citra Activation. Media Indonesia merupakan surat kabar atau surat kabar nasional yang terbit setiap hari (harian) Surat kabar nasional dengan tagline „Jujur Bersuara‟ yang menjadi referensi pembaca dalam bentuk cetak dan digital interaktif (e-paper). Sedangkan Mediaindonesia.com merupakan portal online terintegrasi yang masih merupakan bagian dari Harian Media Indonesia. Media Indonesia Publishing adalah percetakan atau One stop publishing services yang menghasilkan produk majalah, buku dan digital publication. Citra Activation adalah event organizer (EO) Yang merupakan Penyelenggara aktivasi terpadu yang didukung oleh surat kabar, televisi nasional, serta social media broadcast. Hal ini merupakan program sinergi anatar EO dengan Media Indonesia, mediaindonesia.com dan Metro Tv. 2. PT. Media Televisi Indonesia PT. Media Televisi Indonesia merupakan sebuah perseroan terbatas yang menaungi Metro Tv atau stasiun televisi berita yang bersifat free to air dan metrotvnews.com. PT. Media Televisi Indonesia memperoleh lisensi penyiaran untuk Metro TV pada 25 Oktober 1999. Pada 25 November 2000. Metro TV mengudara untuk pertama kalinya dalam serangkaian uji coba siaran ke tujuh kota. Pada awalnya ditayangkan hanya dua belas jam sehari sampai 1 April 2001, ketika 24 jam siaran dimulai125. Sedangkan metrotvnews.com merupakan portal berita yang terintegrasi dengan Metro Tv dan merupakan Video portal pertama di Indonesia. 3. PT. Masa Kini Mandiri Lampost.co adalah situs berita yang diterbitkan oleh PT Masa Kini Mandiri, perusahaan yang juga menerbitkan Harian Umum Lampung Post. Harian Umum Lampung Post hampir seusia Provinsi Lampung. Lampung resmi menjadi provinsi setelah memekarkan diri dari Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor: 3 Tahun 1964 tanggal 18 Maret 1964 (Titian Pers Lampung, Etos Perjuangan di Tanah Tapis, 1996: 3). Lampung Post berdiri berkat imbauan Menteri Penerangan Republik Indonesia. Pada waktu itu, tiga surat kabar yang terbit di Lampung, Pusiban, Indevenden, dan Post Ekonomi, belum memiliki percetakan sendiri dan belum mempunyai manajemen yang profesional dalam mengelola persuratkabaran. Untuk menidaklanjuti imbauan Menteri, para pemimpin redaksi dari ketiga surat kabar tersebut sepakat menyatukan visi dan misi mereka ke dalam satu wadah yang bernama Lampung Post. Lampung Post terbit pertama kali pada tanggal 10 Agustus 1974, berdasarkan surat keputusan MENPEN RI No: 0148 SK 125 http://www.metrotvnews.com/aboutus, diakses pada 13 mei 2016 pkl 21.02 WIB DIRJEN P 6 SIT 1974. Lampung Post diterbitkan oleh PT Masa Kini Mandiri dengan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP) nomor 150/SK/Men Pen/SIUP/a 7/1986. Alamat redaksi Lampung Post di Jalan Soekarno Hatta nomor 108, Rajabasa, Bandarlampung. Dengan mottonya, "Teruji Tepercaya", Lampung Post berkeinginan untuk menjadi surat kabar terdepan yang jujur, jernih, bermutu, dan paling berpengaruh di Provinsi Lampung.126 4. PT. Indocater PT Indocater merupakan perusahaan katering yang didirikan pada tahun 1978 yang melayani Catering Commissary, Camp services and Maintence 127 . Bahkan Indocater mampu menjadi salah satu perusahaan catering terbesar dan terbaik di Indonesia. Sebagai bukti keberhasilan Indocater dalam menjaga dan meningkatkan mutu, pada tahun 1995 perusahaan ini memperoleh sertifikat ISO 2002. Ini pertanda kualitas pelayanan dan mutu makanan sudah memenuhi standar internasional.128 Keuntungan bisnis katering inilah yang digunakan Surya Paloh untuk melakukan ekpansi usahanya, termasuk menjajal bisnis pers dengan mendirikan Prioritas serta PT. Surya Persindo. Bahkan ketika Media Indonesia ditimpa krisis keungan pada tahun 1992 dan kemudian tahun 1997, PT. Indocater yang menjadi kasir sebagai juru selamat.129 126 http://www.lampost.co/page/tentangkami, diakses pada 13 mei 2016, pkl 21.13 WIB 127 http://www.indocater.co.id/ , diakses pada 13 mei 201, pkl 21.31 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 14 129 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 13 128 5. Pangansari Utama PT. Pangansari Utama merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industrial catering dengan klien terbesarnya adalah PT.Freeport Indonesia.130 Pertama kali PT.Pangansari Utama didirikan tahun 1976 di Kalimantan Timur tepatnya di Bontang, yang bertujuan untuk memenuhi keperluan pada PT.Pertamina Bontang khususnya dalam pelayanan cateringdan food distribution. Perusahaan ini juga melayani kateringp ada proyek – proyek oil company lainnya yang berada di wilayah Kalimantan Timur.131 Pada tahun 1996, pimpinan PT.Pangansari Utama melakukan perluasan yang pertama kali di Surabaya, lalu membuka cabang lagi di Lombok, Balik Papan, Jambi, Pekan Baru, Irian Jaya dan Medan. 6. PT. Pusaka Marmer Indah Raya (Pumarin) PT. Pustaka Marmer Indah Raya (Pumarin), didirikan pada tahun 1990, yang sebelumnya bernama PD. Gunung Murud sejak tahun 1980, sebagai salah satu perusahaan manufaktur marmer terbesar. PT Pumarin. memiliki dua tambang marmer di Desa Citatah , Padalarang Jawa Barat, yaitu: Meyud dan Sanghyang tambang. Selain 130 http://eprints.binus.ac.id/23262/1/2011-2-00535-AK%20Abstrak001.pdf , diakses pada 13 mei 2016, pkl 21.40 WIB 131 Siska Malisa Nasution.. Pengaruh kesejahteraan karyawan terhadap semangat kerja karyawan pada PT. Pangansari Utama Medan , (Medan: Fakultas Ekonomi, Universitas sumatera utara, 2009), h. 24 yang diakses melalui http://repository.usu.ac.id /bitstream /123456789/11248/1/10e00317.pdf , pada 13 mei 2015 pkl 21.51 WIB itu, Perusahaan ini juga memiliki tiga tambang yang terletak di desa Sulawesi Selatan: di Pangkep, di Balochi dan di Desa Bantimala.132 7. PT. Indoenergi Platinum dan PT. Surya Energi Raya PT Indoenergi platinum dan PT Surya Energi Raya, perusahaan minyak milik Surya Paloh. Tahun 2009, Surya Energi mendapat pinjaman modal dari China Sonangol International Holding Ltd. Anak usaha Sonangol EP tersebut menyuntikkan dana US$ 200 juta ke Surya Energi untuk menggarap Blok Cepu. Surya Energi adalah pemilik 75% saham PT Asri Darma Sejahtera. Sementara 25% saham perusahaan ini dikuasai oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Asri Darma inilah yang mendekap 4,5% saham blok minyak jumbo di Cepu.133 8. BorneoNews Berneo News adalah surat kabar yang diterbitkan di Kalimantan yang memiliki borneonews.co.id 9. Hospitality Bermodalkan kredit dari BNI serta uang pribadinya, tahun 1994 Surya Paloh mulai membangun hotel.134 Perjalanan membangun Sheraton Media Hotel and Towers memang menguras tenaga dan pikiran. Namun Surya Paloh menjadi lega ketika Rabu, 15 Januari 1997, hotel tersebut resmi beroperasi.135 133 Agustinus Beo Da Costa, Surya Paloh dibalik Impor Minyak Angola, (Jumat, 07 November 2014 / 07:11 WIB), diakses melalui http://industri.kontan.co.id/news/surya-paloh-di-balik-impor-minyak-angola, diakses pada 13 mei 2016 pkl 20.29 WIB 134 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 252 135 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 260 Surya Paloh memilih Sheraton karena memiliki pengalaman mengelola 420 hotel di hampir seluruh dunia. Sebagai operator, Sheraton tak hanya menjual lisensi, tetapi juga pengelola. Jadi, karyawan yang bekerja diHotel Sheraton Media merupakan karyawan Sheraton.136 Setelah membangun Sheraton Media, Surya Paloh kemudian mengambil alih Hotel Panpandayan di Bandung.137 Sedangkan Bali Intercontinental telah sah menjadi milik Surya Paloh sejak 23 Januari 1999.138 Hotel yang terletak di kawasan Jimbaran, bali ini semula milik Bambang Trihatmodjo. Pengelola hotel ini adalah PT. Citra Jimbaran Indah Hotel.139 10. Foundation a. Yayasan Media Group Dompet Kemanusiaan Media Group melalui Yayasan Media Group adalah bentuk kepedulian sosial kelompok usaha Media Group kepada masyarakat Indonesia. Bencana tsunami yang mengguncang Indonesia pada tahun 2004 menjadi cikal bakal lahirnya Dompet Kemanusiaan Media Group. Selain penanganan tanggap bencana, Yayasan Media Group saat ini memfokuskan kegiatannya pada masalah penuntasan buta katarak dan bibir sumbing.140 b. Yayasan Sukma Yayasan Sukma adalah yayasan yang bergerak dalam bidang kemanusiaan yang dilatarbelakangi oleh bencana yang melanda Aceh 136 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 262 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 276 138 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 282 139 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 275 140 http://www.mediagroup.co.id/foundation/media-group-foundation/ diakses pada 13 Mei 2016, pkl 23.01 WIB 137 dan Nias pada 24 Desember 2005. Yayasan ini terbentuk karena programnya dalam „Indonesia Menangis‟ di Metro Tv yang mendapat rspon baik di masyarakat melalaui partisipasi aktif seperti memberikan bantuan dana. Sebagai tindak lanjut, pengelolaan seluruh dana yang dihimpun dari masyarakat melalui "Dompet Kemanusiaan Indonesia Menangis". Dengan demikian, Ketua Kelompok Media memutuskan untuk mendirikan sebuah yayasan untuk mengurus pengelolaan dana di bawah SUKMA Foundation. Yayasan ini didirikan di Jakarta berdasarkan Akta nomor Notaris 15 tanggal 25 Februari 2005 yang dibuat oleh Notaris, P.S.A. Tampubolon. Visi Sukma yayasan adalah melakukan investasi sumber daya manusia dengan menyimpan satu Aceh generasi intelektual melalui pendidikan.141 c. Kick Andy Foundation Melalui tagline “menonton dengan hati”, Kick Andy tidak hanya menjadi sebuah tayangan televisi, tetapi juga merasa dan memaknai apa yang disaksikan. Semangat dan inspirasi dari para narasumber yang hadir telah menggerakkan para penontonnya untuk turut berbagi. Hal inilah yang melahirkan Kick Andy Foundation sebagai jembatan untuk berbagi dan memberi kesempatan yang sama untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Kick Andy Foudation memfokuskan kegiatannya pada pendidikan dan anak. Pendidikan menjadi fokus kegiatan dengan kesadaran bahwa untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik tentunya diperlukan pendidikan yang baik pula untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Melalui 141 http://www.mediagroup.co.id/foundation/sukma-foundation/, diakses pada 13 Mei 2016, pkl. 23.10 WIB kemitraan dengan berbagai pihak, baik korporasi, pemerintah dan juga masyarakat dalam menjalankan kegiatan-kegiatannya berbagai program terus bergulir. Berbagai program yang dijalankan diantaranya adalah Program Kaki Palsu Gratis, Program Buku dan Perpustakaan, Program Books For The Blinds, Program Sepatu Untuk Anak Indonesia, dan Program Sejuta Bola Untuk Anak Indonesia142. 11. Media Store Media Store adalah toko atau store yang menjual merchandise dari Media Group tertutama dari unit bisnis media seperti Metro Tv, Media Indonesia atau produk dari unit bisnis Media Group seperti Kick Andy, Mata Najwa, dan lain sebagainya. Media Store menjual tas, kaos, ataupun buku yang diterbitkan oleh Media Indonesia Publising. Media Store dapat ditemui di komplek perkantoran Metro Tv atau Media Indonesia yang beralamat di Jl. Pilar Mas Raya Kav. A-D, Kedoya - Kebon Jeruk, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, atau bisa pula diakses melalui laman http://store.mediagroup.co.id/. B. Surya Paloh dan NasDem Selain dikenal sebagai seorang pengusaha, sejak usianya masih remaja Surya Paloh juga sudah dikenal dengan seorang aktivis yang juga aktif sebagai politisi. Keikutsertaannya dalam berbagai organisasi seperti HIPMI, FKPPI, GPP, AMPI dan Golongan Karya/Golkar), ia juga sudah terpilih sebagai anggota MPR RI termuda pada tahun 1977 142 http://www.mediagroup.co.id/foundation/kick-andy-foundation/, diakses pada 13 Mei 2016 pkl. 23.12 WIB hingga 1982, membawa pengaruh karakter dan keikutsertaannya dalam bidang politik sehingga ia menjadi Ketua partai NasDem. Nasional Demokrat atau NasDem sendiri pada awalnya merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan yang ada di Indonesia. Di latar belakangi oleh ketidakpuasan terhadap reformasi yang telah bergulir sejak tahun 1998 silam. Masalah yang muncul bagaimana strategi komunikasinya yang akan diterapkan untuk mempersuasi khalayak, membangun citra positif ormas nasdem, menciptakan image yang baik supaya dapat meraih simpati publik sehingga kepercayaan masyarakat dapat diraih kembali setelah berkembangnya isu kejenuhan atas ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja yang dicapai pemerintah sehingga efeknya masyarakat merasa kecewa sehingga dapat menimbulkan pencitraan yang buruk terhadap partai politik bagi masyarakat.143 Pada pra pendirian, Ormas Nasional Demokrat sebagai lembaga yang melahirkan para pendiri Partai NasDem harus mengalami masamasa sulit yakni ditinggalkan oleh insiatornya Sri Sultan Hamengkubuwono X, serta non aktifnya beberapa deklaratornya seperti Khofifah Indarparawansa, Anies Baswedan, Ahmad Syafii Maarif, Didik J. Rachbini, dan Budiman Sudjatmiko serta penguruspengurus daerah lainnya. Sebabnya adalah dalam perjalanan membangun dan memperkuat Ormas Nasional Demokrat kemudian 143 Maya Manoarfa. Memahami Strategi Komunikasi Ormas Nasional Demokrat Sebagai Embrio Partai Politik di Indonesia . (Semarang: Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro, 2011), h. 24. Diakses dalam https://core.ac.uk/download/files/379/11727698.pdf , pada 12 Mei 2016, pkl. 21.15 WIB lahir partai NasDem yang mempunyai tujuan, ide dan gagasan yang sama dengan Ormas NasDem serta sekretariat di alamat yang sama pula.144 Di tengah praktek politik transaksi, politik citra, politik mahar, politik dinasti, yang menjadi dekorasi buruk dalam panggung kehidupan demokrasi; di tengah krisis kepercayaan rakyat terhadap partai lama, Partai NasDem hadir untuk menggelorakan semangat dan harapan bahwa perubahan harus terjadi. Harapan untuk memutus lingkaran setan tersebut terletak di tangan kaum muda pergerakan. Maka mau tak mau harus ada partai politik baru yang bisa menyegarkan kembali kompetisi sekaligus memberikan alternatif kepada rakyat. Oleh karena itu Partai NasDem didirikan sebagai jalan baru untuk Indonesia baru.145 Partai NasDem diinisiasi oleh kaum muda pergerakan untuk membumikan Restorasi Indonesia. Diantara mereka ada tiga serangkai, yakni Patrice Rio Capella seorang politisi, Sugeng Suparwoto seorang jurnalis, dan Ahmad Rofiq seorang aktifis gerakan, yang menjadi motornya. Selain mereka ada eksponen aktivis ‟98, kaum muda profesional, advokat, LSM, Serikat Buruh, Organisasi Tani, dan lain sebagainya.146 Terdapat alasan-alasan pendukung yang bisa diperdebatkan ketika berbicara perjalanan Partai NasDem. Dalam perspektif 144 Yudistira, Pelembagaan Partai NasDem, (Malang: Jurnal Ilmu Politik program studi Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya), h.3,diakses melalui: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=276511&val=6497&title=PELE MBAGAAN%20PARTAI%2NASDEM 145 NasDem, AD-ART Partai NasDem, (Jakarta: Dewan Pimpinan Pusat Partai NasDem, 2011), h. 18 146 NasDem, AD-ART Partai NasDem, h. 19 pragmatis, Partai NasDem merupakan bentuk fragmentasi dari Partai Golkar dimana Surya Paloh bernaung lebih dari 43 tahun. Pasca konvensi Calon Presiden Partai Golkar, justru Prabowo dan Wiranto memilih untuk membentuk partai politik. Hal ini pula yang dilakukan oleh Surya Paloh dengan membentuk partai NasDem setelah rentetan politik yang ia alami pasca Munas ke 7 di Bali dan Munas ke 8 di Riau. Sedangkan dalam perspektif idealis, Partai NasDem lahir dari perjalanan politik Surya Paloh dan gagasan politiknya mengenai Restorasi Indonesia. Belakangan, gagasan politik itu menjadi sebuah guide line bagi dua organisasi besar yaitu Ormas Nasional Demokrat dan Partai NasDem. Restorasi Indonesia dinilai sebagai sebuah gerakan sosial yang menandakan kembalinya politik gagasan ditengahtengah fragmatisnya partai politik saat ini. Sehingga, dalam perjalannnya Partai NasDem mendapatkan atensi yang cukup baik dari masyarakat.147 Hal ini terbukti dengan terpilihnya NasDem sebagai satu-satunya partai baru yang lolos sebagai partai politik peserta Pemilu 2014. Hal ini tidak mudah bagi partai baru karena ketatnya syarat dan ketentuan teknis yang tertuang di dalam UU No. 2 tahun 2011 tentang partai politik dan UU no 8 tahun 2012 tentang Pemilu DPR RI, DPRD, dan DPD. Uniknya, Partai NasDem mampu melewati tahapan demi tahapan hingga akhirnya pada tanggal 6 Maret 2013 ditetapkan oleh KPU menjadi partai politik peserta Pemilu oleh KPU dan Kemenkumham melalui surat resminya Nomor : M.HH- 147 Yudistira, Pelembagaan Partai NasDem, h.11 03.AH.11.01 TAHUN 2013. Di dalam surat tersebut juga meresmikan Partai NasDem dengan nomor urut 1.148 Cerita kesuksesan dari Partai NasDem tersebut memang tidak bisa dipungkiri berkat ditunjangnya oleh para tokoh yang berpengalaman dalam mengurus partai politik. Selain Surya Paloh ada beberapa nama yang memang memiliki latar belakang politisi yang sudah malang melintang di kancah politik. Adalah Patrice Rio Capella, Ahmad Roffiq, dan Sugeng Suparwoto yang langsung memimpin secara teknis dari awal hingga lolos verifikasi KPU. Patrice Rio Capella sebelumnya adalah kader Partai Amanat Nasional (PAN) yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Lampung. Sedangkan Ahmad Roffiq merupakan mantan Ketua Umum PP Mahasiswa Muhammadiyah, pernah juga sebagai kader Partai Amanat Nasional hingga akhirnya mendirikan partai baru Partai Matahari Bangsa (PMB). Dan Sugeng Suparwoto adalah jurnalis senior Surat kabar Prioritas dan Metro TV.149 148 Yudistira, Pelembagaan Partai NasDem, h. 12 149 Yudistira, Pelembagaan Partai NasDem, h. 12 C. Media Indonesia Media Indonesia merupakan surat kabar nasional yang terbit sejak 19 Januari 1970. Awalnya Media Indonesia hanya terdiri dari empat halaman dengan tiras yang masih terbatas dan dikenal dengan koran kuning. Kantor pertamanya saat itu beralamat di Jalan Letnan Jenderal MT Haryono, Jakarta, dengan lembaga yang menerbitkan ialah Yayasan Warta Indonesia. Pada awalnya Media Indonesia memiliki periode terbit 7 x seminggu dengan sistem cetak Letter Press. Oplah pertamanya sebesar 5.000 ekslempar. Pada tahun-tahun pertama penerbitan, Harian umum Media Indonesia bukanlah suatu harian politik atau bisnis, akan tetapi suatu harian yang isi pemberitaannya lebih banyak ke bidang hiburan, seperti cerita artis dan lain sebagainya. Tak heran pada saat itu Harian Umum Media Indonesia dikatakan sebagai surat kabar kuning yang penuh dengan cerita gosip.150 Dalam rangka memajukan penerbitan Harian Umum Media Indonesia, ketua Yayasan Badan Penerbit telah melakukan konsolidasi dan usaha pembenahan di segala bidang untuk meningkatkan mutu penerbitan Harian Umum Media Indonesia telah dapat meningkatkan mutu penerbitaan Harian Umum Media Indonesia telah dapat meningkatkan jumlah halamannya yaitu dari empat halaman menjadi 150 Dokumen Sekretaris Redaksi Media Indonesia delapan halaman setiap hari151 yaitu pada 1976. Pada tahun yang sama, Media Indonesia juga sudah memiliki surat izin usaha penerbitan pers (SIUPP). Perjalanan hidup Harian Umum Media Indonesia seperti kehidupan pers nasional pada umumnya waktu itu tak lepas dari berbagai kendala dan kesulitan baik dibidang Sumber Daya Manusia (SDM) maupun financial. Untuk mempertahankan hidup dari berbagai kesulitan, Harian Umum Media Indonesia pernah mengambil alternatif terbit secara tidak teratur.152 Selanjutnya, karena jaman yang semakin kritis dan kehidupan yang semakin sulit. Maka Harian Umum Media Indonesia terpaksa harus menghentikan penerbitannya setiap hari dan diganti dengan terbit 1 x seminggu sehingga nama yang digunakan tidak lagi surat kabar harian namun menjadi surat kabar mingguan.153 Sebagai konsekuensi akibat terbit tidak teratur pada tahun 1981 Departemen Penerangan mengeluarkan sangsi dengan menerbitkan Surat Pembatalan Semantara terhadap Surat Izin Terbit (SIT) Harian Media Indonesia melalui Surat Keputusan Mentri penerangan RI No. 36/SK/Ditjen/-PPG/1981, tertanggal 01 Desember 1981.154 Ketua Badan Penerbit berusaha mengajukan permohonan kepada Departemen Penerangan, untuk meninjau kembali pembatalan 151 Dokumen Dokumen 153 Dokumen 154 Dokumen 152 Sekretaris Redaksi Media Indonesia Sekretaris Redaksi Media Indonesia Sekretaris Redaksi Media Indonesia Sekretaris Redaksi Media Indonesia sementara Surat Izin Terbit harian Umum Media Indonesia melalui surat Keputusan Menteri Penerangan RI No. 986/Ditjen-PPG/1982.155 Berdasarkan keputusan Sidang Pleno XXXI Dewan Pers tahun 1988 di Pulau Batam, Riau, dalam membantu penerbit pers yang masih dalam keadaan lemah dengan memberikan kesempatan kepada penerbit pers nasional untuk melakukan kerjasama baik di bidang teknik, manajemen, maupun permodalan dengan pihak lain. Pada 1987, pendiri Media Indonesia Teuku Yousli Syah bekerja sama dengan Surya Paloh, mantan pemimpin surat kabar Prioritas. Dari kerja sama itu lahirlah Media Indonesia dengan manajemen baru di bawah PT Citra Media Nusa Purnama. Surya Paloh menjabat direktur utama, sedangkan Teuku Yousli Syah sebagai pemimpin umum. Lokasi kantor juga pindah ke Jalan Gondangdia Lama No 46, Jakarta. Tindak lanjut kerjasama manajemen baru Harian Umum Media Indonesia telah ditingkatkan status badan hukum penerbit dari „Yayasan Warta Indonesia‟ menjadi PT. Citra Media Nusa Purnama dengan susuanan dewan redaksi dan komisaris sebagai berikut: 155 Komisaris Utama : Harry Kuntoro Komisaris : Teuku Yously Syah Direktur Utama : Surya Paloh Dokumen Sekretaris Redaksi Media Indonesia Direktur : Lestari Luhur Tantangan berat yang dihadapi Surya Paloh tak cuma pengembangan surat kabar di daerah. Melainkan juga surat kabar yang sangat diandalkannya, Media Indonesia. Tahun 1992 penerbit surat kabar Media Indonesia mengalami puncak krisis manajemen, bahkan sangat parah. Cash Flow perusahaan mengalami defisit, daftar gaji karyawan yang berbeda-beda beredar luas sehingga menimbulkan gejolak perusahaan.156 Gejolak ini merambat menjadi konflik terselubung di bidang redaksi, terutama antara karyawan Media Indonesia manajemen lama, karyawan eks Prioritas, dan karyawan baru yang pernah ditempatkan di surat kabar-surat kabar daerah. Akibatnya suasana kerja menjadi tak nyaman. Ibarat manusia, Media Indonesia mengidap penyakit kronis, baik di bidang usaha maupun di bidang redaksi.157 Saat itulah Surya Paloh melakukan operasi besar. Ia mengambil langkah yang sangat berani. Sejumlah 12 manajer di bidang usaha dicopot, termasuk pemimpin perusahaannya, dan mengganti dengan wajah-wajah baru. Lestary Luhur, yang semula menjabat pemimpin perusahaan, kemudian diangkat menjadi Corporate Secretary PT. Surya Persindo, kembali dipercayakan pada jabatan semula, pemimpin perusahaan. Di bidang redaksi, Surya Paloh juga melakukan 156 157 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 46 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 46 penyegaran. terutama di jajaran redaktur eksekutif, redaktur, asisten redaktur, serta merekrut sejumlah wartawan baru.158 Setelah mengalami masa sulit selama dua-tiga tahun, penerbit Media Indonesia, PT. Citra Media Nusa Purnama mulai sehat. Apalagi ia melakukan ekspansi, mengembangkan investasi di bidang percetakan. Tahun 1994, ia membeli mesin cetak tercanggih yang dimiliki penerbitan pers di Indonesia.159 Awal 1995, Media Indonesia mulai berkantor di kompleks Delta Kedoya, Jalan Pilar Mas Raya Kav A-D, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, dan bertahan hingga saat ini. Pergantian kepemimpinan, baik di bagian redaksi maupun usaha, terjadi seiring berjalannya waktu. Dari sinilah tiras dan peredaran Media Indonesia dapat ditingkatkan. Sejak awal tahun 2001, Media Indonesia mampu menerobos papan atas kompetisi surat kabar nasional. Baik tiras maupun porsi iklannya, Media Indonesia berada pada urutan kedua setelah Kompas.160 Dengan tagline 'Jujur Bersuara', Media Indonesia terus berupaya menampilkan berita-berita aktual untuk memenuhi kebutuhan informasi para pembacanya. Visi untuk membangun sebuah harian independen serta menatap hari esok yang lebih baik tetap tidak berubah. 158 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 56 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 46 160 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, h. 47 159 Visi: “Menjadi Surat kabar yang independen, inovatif, lugas, terpercaya, dan paling berpengaruh” Uraian Visi: Independen, yaitu menjaga sikap non-partisipan; dimana karyawan tidak menjadi pengurus partai politik, menolak semua bentuk pemberian yang dapat mempengaruhi objektivitas, dan mempunyai keberanian untuk bersikap beda. Inovatif, yaitu terus-menerus menyempurnakan dan mengembangkan kemampuan tekhnologi dan Sumber Daya Manusia; serta secara terus-menerus mengembangkan rubrik, halaman dan penyempurnaan perwajahan. Lugas, yaitu menggunakan bahasa yang terang-terangan dan langsung. Terpercaya, yaitu selalu melakukan check and recheck; meliputi berita dari dua pihak dan seimbang, serta selalu melakukan investigasi dan pendalaman. Paling berpengaruh, yaitu dibaca oleh pengambil keputusan, memiliki kualitas editorial yang dapat mempengaruhi pengambil keputusan, mampu membangun kemampuan antisipatif, mampu membangun network pemasaran/distribusi yang handal . narasumber; dan memiliki Misi: 1. Menyajikan informasi terpercaya secara nasional dan regional serta berpengaruh bagi pengambil keputusan. 2. Mempertajam isi yang relevan untuk pengembangan 3. Membangun Sumber Daya Manusia dan manajemen pasar. yang profesional dan unggul, mampu mengembangkan perusahaan penerbitan yang sehat dan menguntungkan. Tabel 3.4. Struktur Organisasi Media Indonesia161 161 Dokumen sekretaris redaksi Media Indonesia terbaru, Rabu, 13 Januari 2016 Pendiri : Drs. H. Teuku Yousli Syah MSi (Alm) Direktur Utama : Lestari Moerdijat Direktur Pemberitaan/Penanggung Jawab : Usman Kansong Deputi Direktur Pemberitaan : Gaudensius Suhardi Direktur Pengembangan Bisnis : Shanty Nurpatria Dewan Redaksi Media Group : Bambang Eka Wijaya, Djadjat Sudradjat, Elman Saragih, Gaudensius Suhardi, Laurens Tato, Lestari Moerdijat, Najwa Shihab, Putra Nababan, Rahni Lowhur Schad, Saur Hutabarat, Suryopratomo, Usman Kansong Redaktur Senior : Djadjat Sudradjat, Elman Saragih, Laurens Tato Kepala Divisi Pemberitaan : Teguh Nirwahyudi Kepala Divisi Content Enrichment : Abdul Kohar Kepala Divisi Artistik & Foto : Hariyanto Asisten Kepala Divisi Pemberitaan : Ade Alawi, Haryo Prasetyo, Jaka Budisantosa, Ono Sarwono, Rosmery C. Sihombing, Tjahyo Utomo Kepala Sekretariat Redaksi : Sadyo Kristiarto Redaktur : Agus Mulyawan, Agus Triwibowo, Ahmad Punto, Anton Kustedja, Aries Wijaksena, Basuki Eka P, Bintang Krisanti, Cri Qanon Ria Dewi, Denny Parsaulian Sinaga, Eko Rahmawanto, Eko Suprihatno, Hapsoro Poetro, Henri Salomo, Ida Farida, Iis Zatnika, Irana Shalindra, M. Soleh, Mathias S. Brahmana, Mirza Andreas, Patna Budi Utami, Soelistijono, Sitria Hamid, Widhoroso, Windy Dyah Indriantari Staf Redaksi : Abdillah M. Marzuqi, Adam Dwi Putra, Agung Wibowo, Ahmad Maulana, Akhmad Mustain, Anata Syah Fitri, Anshar Dwi Wibowo, Arief Hulwan Muzayyin, Asni Harismi, Astri Novaria, Budi Ernanto, Cornelius Eko, Christian Dior Simbolon, Deri Dahuri, Dwi Tupani Gunarwati, Dzulfikri, Emir Chairullah, Eni Kartinah, Fario Untung, Fathia Nurul Haq, Gana Buana, Ghani Nurcahyadi, Golda Eksa, Haufan H. Salengke, Hera Khaerani, Heryadi, Hillarius U. Gani, Iqbal Musyaffa, Irene Harty, Irvan Sihombing, Iwan Kurniawan, Jajang Sumantri, Jonggi Pangihutan M, Maggie Nuansa Mahardika, Mohamad Irfan, Muhamad Fauzi, Nurtjahyadi, Nurulia Juwita, Panca Syurkani, Permana Pandega Jaya, Raja Suhud V.H.M, Ramdani, Retno Hemawati, Richaldo Yoelianus Hariandja, Rommy Pujianto, Rudy Polycarpus, Sabam Sinaga, Selamat Saragih, Sidik Pramono, Siswantini Suryandari, Siti Retno Wulandari, Sugeng Sumariyadi, Sulaiman Basri, Sumaryanto, Susanto, Syarief Oebaidillah, Tesa Oktiana Surbakti, Thalatie Yani, Thomas Harming Suwarta, Usman Iskandar, Wibowo, Wisnu AS, Zubaedah Hanum Mediaindonesia.com Asisten Kepala Divisi Staf Redaksi : Victor Nababan :Budi Haryanto, Dedy Priyanto, Fazri Al Fauza, Heru Handoko, Muhammad Syaifullah, Panji Arimurti, R.M Zen, Ricky Julian, Vicky Gustiawan BAB IV ANLISIS HASIL TEMUAN A. Komodifikasi Informasi Media Indonesia Komodifikasi berkaitan dengan proses transformasi barang dan jasa dari nilai gunanya menjadi komoditas yang berorientasi pada nilai tukarnya di pasar atau dapat dipasarkan.162 Berdasarkan hal tersebut, karena nilai tukarnya berkaitan dengan pasar atau konsumen, maka proses komodifikasi pada dasarnya adalah mengubah barang/jasa agar sesuai dengan keinginan atau kebutuhan khalayak. Dengan kata lain, media hanya akan memproduksi konten yang disukai oleh khalayak atau menjadi kebutuhan khalayak. Terkait dengan komodifikasi yang terjadi di media, Moscow memformulasikan tiga bentuk komodifikasi, yakni komodifikasi isi, komodifikasi khalayak, dan komodifikasi pekerja. 1. Komodifikasi Isi Media Indonesia Proses komodifikasi pada komunikasi selalu melibatkan transformasi pesan, mulai dari mengubah data ke sistem pemikiran yang berarti, yang kemudian akan menjadi sebuah produk yang dapat dipasarkan.163 Komodifikasi isi ini menjelaskan bagaimana konten 162 Vincent Moscow, The Political Economy of Comminication, (London: SAGE Publications, 1996), h. 140. 163 Vincent Moscow, The Political Economy of Comminication, (London: SAGE Publications, 2009), h. 133. 1st ed. 2nd ed. atau isi media yang diproduksi merupakan komoditas yang ditawarkan.164 Transformasi pesan menjadi produk yang bisa diterima pasar menjadi konsep kunci Moscow. Dalam bahasa yang lebih sederhana, konsep kunci bisa diartikan sebagai perlakuan atas pesan media sebagai komoditas yang bisa diterima pasar.165 Media Indonesia merupakan media cetak yang dimiliki oleh Media Group. Sebuah Grup Media yang besar yang dimiliki oleh pengusaha sekaligus politisi dari partai NasDem (Nasional Demokrat), yaitu Surya Paloh. Dalam hal ini, Media Indonesia sebagai media cetak, tentulah di dalamnya akan mentransformasikan pesan-pesan atau nilai-nilai yang menjadi sebuah produk yang dapat dipasarkan. Media Indonesia memfokuskan pada konten berita Politik dan Ekonomi dengan porsi jumlah halaman yang lebih banyak dibandingkan konten lainnya. Seperti yang telah diketahui bahwa era Reformasi turut membawa demokratisasi pemerintahan sehingga kehidupan perpolitikan turut demokratis dan semakin menarik untuk diikuti, tak terkecuali para figur politik di dalamnya sehingga selalu menarik untuk menjadi sorotan karena tak luput dari nilai berita (news value) di dalamnya. Menariknya dunia perpolitikan dan perekonomian yang selalu dinamis karena menyangkut hajat hidup orang banyak membuat khalayak merasa selalu membutuhkan informasi tersebut 164 165 h.48 Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber, h.168 Syaiful Halim, Postkomodifikasi Media, (Yogyakarta: Jalalasutra, 2013), sehingga dengan potensi konsumsi pembaca, khalayak akan sangat tertarik untuk memasang iklan. Meskipun begitu, hal ini tidak turut dikesampingkannya konten berita lain seperti selekta, hukum, megapolitan, nusantara, internasional, humaniora, olahraga, hiburan, maupun selebritas. Pemilihan konten tersebut merupakan atas pertimbangan kesenangan atau ketidaksenangan khalayak akan suatu topik berita (favorability). Dengan kata lain, khalayak memiliki kesenangan sendiri terhadap suatu topik berita yang belum tentu disenangi oleh yang lainnya sehingga meskipun Media Indonesia memfokuskan berita pada Politik maupun Ekonomi, konten yang berhubungan dengan topik lainnya tetap di sajikan. Selain itu, meskipun Media Indonesia berfokus pada isu politik dan ekonomi, Media Indonesia juga tetap memasukan kolom Selebritas di dalamnya. Hal ini dilakukan karena jajaran redaksi menganggap bahwa Media Indonesia terlalu maskulin, sementara itu ada hasil survey yang mengatakan bahwa penentu belanja merupakan kaum perempuan, sehingga melalui kesepakatan bersama, Media Indonesia tanpa bermaksud untuk menghilangkan karakternya Media Indonesia menambahkan kolom Selebritas yang bisa dibaca di halaman terakhir setiap harinya, seperti hasil wawancara Penulis dengan Direktur Pemberitaan, Usman Kansong, sebagai berikut: “Karena asumsi itu kita berfikir waktu itu bahwa Media Indonesia itu terlalu lelaki, jadi maskulin. Sementara waktu itu ada survey yang mengatakan bahwa penentu belanja itu perempuan, tapi kita juga tidak mau berubah jadi perempuan, makanya kita sisipi yang ringan-ringan yang kira-kira perempuan mau baca, makanya kita masukan kolom selebritas, tadinya tidak ada, lelaki banget lah”.166 Hal ini sangat bertolak belakang atau kontradiktif dengan pernyataan Asisten Kepala Divisi Pemberitaan yaitu Ade Alawi saat Peneliti wawancarai, seperti pernyataan di bawah ini: “Itu termasuk pada strategi bisnis karena pada prinsipnya ketika surat kabar dilempar ke ruang publik atau ke massa, orang ada bosennya juga, kali-kali ya baca Krisdayanti, kalikali baca Syahrini, tetapi tidak semua selebritas masuk kesitu, cuma dia yang menjadi pejabat publik, aktif di kegiatan sosial atau dia yang punya prestasi lah, bukan gosipin kehidupan rumah tangganya”.167 Dengan demikian, Peneliti melihat bahwasanya pada dasarnya kolom selebritas dihadirkan oleh Media Indonesia di halaman akhir atau belakang adalah untuk menarik konsumen atau pembaca perempuan untuk kepentingan bisnis, baik itu menaikan pendapatan/ oplah ataupun menarik pengiklan. Format berita yang disajikan Media Indonesia juga berbeda setiap harinya. Hal ini dilakukan atas dasar kepentingan dan analisis psikologis dari khalayak sehingga keinginan dan kebutuhan khalayak menjadi fokus perhatian utama. Konsistensi dalam penyajian format berita juga dilakukan oleh Media Indonesia dengan pertimbangan pelayanan dan upaya untuk mempertahankan pembaca, seperti yang disampaikan oleh Bapak Usman Kansong, Direktur Pemberitaan/Penanggung Jawab Media Indonesia sebagai berikut: 166 Wawancara Pribadi dengan Direktur Pemberitaan/ Penanggung Jawab harian Media Indonesia, Usman Kansong, Jakarta, 1 April 2016 167 Wawancara Pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Pemberitaan, Ade Alawi. Jakarta, 18 April 2016. “Jadi begini, waktu saya baru gabung dari Metro TV ke Media Indonesia pada tahun 2009, saya melihat ada ketidak konsisiten-an, kadang-kadang halaman opini adannya di belakang, kadang-kadang halamannya berpindah-pindah, saya tanya „kenapa begitu?‟ karena memang tergantung iklan. kenapa tidak kita fix-kan? karena saya berfikir begini, kita kita membangun sebuah surat kabar,membuat berita sebetulnya kita berjanji dengan pembaca „janjian yuk, ketemu baca opini di halaman 6‟ jadi janjian tempat sama hal nya janjian nonton Kick Andy dihari Jumat jam 20, kita gak boleh pindah-pindah, kalau kita pindah-pindah pononton akan lari gak tau”.168 Sebagai media cetak yang senantiasa mempertimbangkan rutinitas dan psikologi khalayak, Media Indonesia menerapkan strategi dengan membagi format kontennya yang berbeda setiap harinya, seperti yang terlihat dalam tabel berikut ini: Tabel 4.1. Distribusi Konten Media Indonesia169 No. Konten Waktu 1. Fokus Polkam Setiap hari Senin 2. Fokus Internasional Setiap hari Selasa 3. Fokus Nusantara Setiap hari Rabu 4. Fokus Otomotif Setiap hari Kamis 5. Fokus Megapolitan Setiap hari Jumat 6. Fokus Olahraga Setiap hari Sabtu 7. Muda dan Anak Setiap hari Minggu 8. Travelista Setiap hari Kamis, minggu ke 4 dalam setiap bulan 168 Wawancara Pribadi dengan Direktur Pemberitaan/ penanggung Jawab harian Media Indonesia, Usman Kansong, Jakarta, 1 April 2016 169 Wawancara Pribadi dengan Direktur Pemberitaan/ penanggung Jawab harian Media Indonesia, Usman Kansong, Jakarta, 1 April 2016 dan hasil observasi yang dielaborasi oleh Peneliti. Sebagai contoh, fokus polkam ditempatkan di hari Senin dengan pertimbangan bahwa hari Senin merupakan hari untuk memulai aktifitas dalam bekerja maupun sekolah/kuliah sehingga paa hari Senin, khalayak dianggap membutuhkan referensi. Fokus Otomotif di tempatkan di hari Kamis, karena dianggap bahwa khalayak akan membeli otomotif di hari Jumat, Sabtu, atau Minggu, sehingga khalayak dianggap membutuhkan referensi untuk membeli otomotif di hari Kamis. Fokus Olahraga yang di tempatkan di hari Sabtu, karena dianggap pada hari Sabtu khalayak yang bekerja ataupun bersekolah sedang menikmati waktu libur bersama keluarga dan akan berolahraga bersama. Muda dan Anak di hari minggu karena pada hari minggu khalayak membutuhkan informasi yang ringan dan surat kabar bisa di baca oleh anak muda dan anak-anak. Travelista di hari Kamis, minggu ke-4 atau minggu terakhir dalam setiap bulan di tempatkan dengan pertimbangan kebiasaan khalayak yang akan berlibur di akhir atau di awal bulan sehingga dianggap membutuhkan referensi tempat hiburan. Selain pertimbangan akan kebutuhan khalayak, fokus atau positioning konten seperti ini, akan memudahkan pengiklan untuk menempatkan atau memasang produknya sesuai dengan psikologis khalayak di harihari tersebut. Dengan tagline „Jujur Bersuara‟, Media Indonesia berupaya untuk selalu memberikan informasi atau berita dengan apa adanya, dan ini dianggap sebagai kelebihan dari Media Indonesia oleh jajaran redakturnya. Tagline „Jujur Bersuara‟ ini dimaknai sebagai hakikat keberadaan media oleh para pegawainya yang diwakili oleh pernyataan Asisten Kepala Divisi Pemberitaan yaitu Ade Alawi, seperti di bawah ini: “Sebenarnya yang ingin di tawarkan itu ya kembali ke hakikat media. Hakikat media itu kan sebagai penyampai informasi, sebagai aspirasi publik, sebagai jembatan. jadi media itu jempatan aspirasi publik, jadi kita kembali ke hakikat itu akhirnya dengan memasang tagline „Jujur Bersuara‟, artinya apa yang ada di ruang publik atau dikalangan rakyat ya itulah sejatinya yang harus diangkat untuk dijadikan sebuah pemberitaan, jadi agenda-agenda kerakyatan atau agendaagenda kepublikan lah yang kita usung menjadi sebuah konten pemberitaan”170. Pernyataan tersebut menjadi menarik bagi Peneliti setelah melihat atau mengobservasi kenyataan di lapangan bahwa tidak semua konten pemberitaan merupakan agenda kerakyatan atau tidak semua konten pemberitaan merupakan jembatan aspirasi publik. Hal ini bisa dilihat dari surat kabar Media Indonesia yang terbit pada tanggal 2 April 2016 yang sekaligus diperingati sebagai hari membawa bekal nasional yang menerbitkan produk „Tupperware‟ yang di pasang di halaman muka atau halaman depan secara penuh satu halaman dan colorfull. Selain dipasang di halaman muka/depan, „Tupperware‟ ini juga diulas dalam halaman berikutnya sehingga jumlah halaman yang dipakai untuk produk „Tupperware‟ ini menjadi 2 halaman penuh. Bila dihitung, satu halaman yang terdiri atas 3780mm kolom diisi oleh satu halaman penuh dan berwarna dikalikan dengan tarif iklan display halaman 1 yang ditarif sebesar Rp. 325.000,00/mmk maka akan mencapai sebesar Rp. 1.228.500.000,00. Nilai ini belum dijumlahkan dengan halaman berikutnya atau halaman dua yang 170 Wawancara Pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Pemberitaan, Ade Alawi. Jakarta, 18 April 2016. memuat berita atau atau informasi tentang produk „Tupperware‟ lengkap dengan informasi manfaat membawa bekal. Dr. Effy Zalfina Rusfian, M.Si, seorang pengamat media dan merupakan Researcher Ekonomi Politik Media dari Universitas Indonesia menilai bahwa kejadian tersebut merupakan sesuatu yang tidak lazim dan dilakukan demi kepentingan bisnis. “Kalau surat kabar atau majalah lain biasanya menempelikan di halaman depan surat kabar tetapi tidak mencantumkan nama medianya, tetapi kalau mencantumkan nama medianya itu berarti menjadi headline, agak aneh sih. Karena kan headline itu mencerminkan berita atau si surat kabar tapi kalau iklan dijadikan headline berarti kan ada unsur bisnis, agak aneh sih. Atau kalau dia mau pasang iklan harusnya di tengah saja, kalau setengah halaman sajakan kalau tidak salah 300 jutaan apalagi yang berwarna.”.171 Tentu saja kejadian ini bukanlah temuan pertama peneliti, „Tupperware‟, selain Media Indonesia juga seringkali mengkomodifikasi informasi melalaui iklan advertorial melalui kolom korporasi atau kolom khusus yang sudah disediakan. Biasanya pengiklan akan mengiklankan produkya lengkap dengan informasi yang bernuansa edukatif, misalnya perusahaan yang bergerak dalam bidang farmasi akan menginformasikan tentang kesehatan dengan anjuran membeli produk mereka, atau iklan detergen akan menginformasikan bahwa zat-zat kimia yang terkandung dalam detergen dan diikuti anjuran untuk memilih produk yang aman dan ramah lingkungan seperti produk mereka. Kesemua iklan ini bersifat pesanan yang sengaja dipesan oleh pengiklan untuk menarik 171 April 2016. Wawancara Pribadi dengan Dr. Effy Zalfina Rusfian, M.Si, Depok, 21 konsumennya .Dengan demikian, Media Indonesia telah melakukan komodifikasi informasi melalui iklan. Selain „Tupperware‟, Peneliti juga menemukan beberapa konten pemberitaan yang bukan merupakan jembatan atau apirasi pembacanya, melainkan hanya untuk kepentingan ekonomi bahkan kepentingan politik. Seperti pemberitaan di bawah ini yang pernah dijadikan headline dan tertulis di bawah gambar dengan jelas bahwa “BERIKAN KULIAH UMUM: Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh memberikan kuliah umum di depan sivitas akademika Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) di Selangor, Malaysia, kemarin. Kuliah umum tersebut bertajuk Restorasi Indonesia –Malaysia: Sejahtera serumpun”. Gambar 4.1. Pemberitaan Media Indonesia untuk Kepentingan Politik172 172 2016 Pemberitaan Media Indonesia yang dijadikan headline pada 31 Maret Peneliti sendiri memandang bahwa tidak semua konten pemberitaan yang disajikan oleh Media Indonesia berangkat dari jembatan atau aspirasi pembacanya, hal ini bisa dilihat dari contohcontoh yang sudah Peneliti paparkan. Konten yang diberitakan oleh Media Indonesia juga syarat akan kepentingan politik dan bisnis. Perkembangan informasi dan tekhnologi komunikasi yang mengutamakan kecepatan memindahkan pesan dengan ditandai maraknya media online (model transmisi), membuat Media Indonesia memiliki strategi tersendiri. Selain menyajikan e-paper dan media online, Media Indonesia berupaya mengabarkan berita tentang „hari ini‟ dan „besok‟ dengan asumsi bahwa jika Media Indonesia memberitakan informasi atau berita seputar „kemarin‟, maka khalayak cenderung telah mendapatkan berita tersebut di media online atau televisi. Selain itu, kedalaman atau penggalian isu (Ekslusif dan Investigatif) juga lebih dikedepankan dengan mengedepankan aspek „Why‟ dan „How‟, hal ini bisa dilihat dari cara pengemasan konten berita yang memiliki fokus setiap harinya, misalnya fokus polkam di hari Senin. Sebagai surat kabar yang berada di bawah naungan sebuah grup, Media Indonesia memiliki kerjasama yang erat dengan sesama unit usaha di bawah nanungan Media Group yang mereka namai sebagai „Program Integrasi‟. Kerjasama dalam hal integrasi ini juga berlaku dalam konten pemberitaan, Media Indonesia diperbolehkan mengambil pemberitaan yang diliput pleh wartawan Metro TV untuk dicetak dan di terbitkan di Media Indonesia, begitupun sebaliknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Direktur Pemberitaan/Penanggung Jawab Harian Media Indonesia, Usman Kansong sebagai berikut: “Hubungannya itu tadi, dalam konteks integrasi, jadi mediaindonesia.com dan metrotvnews.com boleh ambil berita kita. Kaya kamu misalnya ngeliput di MK, kan kita punya sistem tekhnologi yang sama namanya GPRS, nanti boleh diambil oleh mereka, sebaliknya juga begitu. MetroTVnews.com bikin berita terus kita ambil ya bisa, jadi hubungannya terintegrasi semua untuk satu dan satu untuk semua, hubungannya kaya trimasketir, itu konteksnya”173. Integrasi hal ini tidak hanya berupa pemberitaan yang muncul dalam GPRS, Media Indonesia juga terbiasa memberitakan program acara di Metro TV atau video berita di metrotvnews.com. Media Indonesia memiliki kolom khusus yang diisi dengan ulasan tayangan Metro TV yang sudah atau bahkan akan ditayangkan, seperti program acara Kick Andy yang biasanya menyita satu halaman penuh, program Mata Najwa, Metro Merajut Desa, dan lain sebagainya. Gambar 4.2 Metro Hari Ini174 173 Wawancara Pribadi dengan Direktur Pemberitaan, Usman Kansong, Jakarta, 1 April 2016, pkl. 14.20 WIB 174 Media Indonesia edisi 24 Maret 2016 Seperti yang telah peneliti paparkan, tak hanya agenda yang akan ditayangkan oleh Metro TV, bahkan Media Indonesia juga turut mengulas program-program yang sudah ditayangkan oleh Metro TV seperti Kick Andy dan Mata Najwa, program-program atau ulasan program tersebut bahkan secara rutin diulas oleh Media Indonesia demi mendapatkan keuntungan dan efisiensi. Gambar 4.3 Ulasan Tayangan Kick Andy Gambar 4.4. Online Hari Ini175 Terkait media online yang dimiliki oleh media Indonesia atau yang disebut dengan mediaindonesia.com, konten yang disajikan merupakan berita hasil pencarian wartawan baik itu dari wartawan mediaindonesia.com, wartawan Media Indonesia, ataupun berita yang masuk ke GPRS. GPRS sendiri merupakan sistem informasi yang terintegrasi yang bisa digunakan oleh semua unit usaha media di bawah nanugan Media Group, GPRS ini merupakan bank data hasil pencarian wartawan di lapangan yang sudah dilaporkan. Dengan demikian, diversity of content tak dapat dihindarkan. Efisisensi dalam hal konten berita ini akan sangat berbahaya karena media massa akan menyebarkan informasi dalam frame nya tersebar melalui multi kanal sehingga secara tidak langsung akan menghegemoni khalayak dalam frame yang sama. Kembali menarik untuk disimak bila melihat konten pemberitaan yang dilakukan oleh Media Indonesia dalam rangka memperingati Hari Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April. Media Indonesia menaikkan konten-konten yang khas dan berbau „perempuan 175 Media Indonesia edisi 30 Mei 2016 atau ke-Kartinian‟. Selain ulasan mengenai sosok Kartini masa kini, mengangkat ulasan tayangan Kick Andy di Metro TV, hunamiora, hingga kolom hiburan pun diisi dengan edisi kartini. Konten keKartinian ini rupanya mampu menarik banyak pengiklan sehingga tak tanggung-tanggung di naik cetakkan berturut-turut hingga tanggal 24 April 2016, bahkan hingga tanggal 19 Mei 2016, pemberitaan dengan tema Kartini masih dijadikan komoditas, seperti berita yang berjudul “Modal Otot Kartini Pemanggul Beras”. Hal ini jelas bahwa Media Indonesia telah mengkomodifikasikan Kartini dan sosok perempuan. Gambar 4.5 Modal Otot Para Kartini Pemanggul Beras Bulog Gambar 4.6 Komodifikasi ’Kartini’176 176 Media Indonesia edisi 22 April 2016 Menurut Asisten Kepala Divisi Iklan Media Indonesia, Wendy Rizanto, pada peringatan hari besar atau peringatan nasional pengiklan yang masuk akan cenderung lebih banyak dibandingkan hari biasanya, seperti pernyataannya berikut ini: “Ya emang kalau dalam rangka atau peringatan hari besar tertentu, pengiklan akan cenderung lebih banyak masuk karenakan potensi pembaca juga lebih besar”.177 Selain komodifikasi „Kartini‟ dan peringatan hari besar lainnya, Media Indonesia juga sering kali melakukan komodifikasi kemiskinan, kesengsaraan dan bencana. Hal ini terutama terlihat dalam Fokus Internasional yang naik cetak setiap hari Selasa. Kasus Rohingya, gempa bumi yang melanda di beberapa daerah di Jepang, Aleppo, dan lain sebagainya, Media Indonesia seringkali memperlihatkan gambar kemiskinan, kesengsaraan, gambar korban 177 Wawancara pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Iklan Media Indonesia, Wendy Rizanto. Rabu, 4 Mei 2016 reruntuhan gempa, korban peledakan bomlengkap dengan ceceran daran atau pecahan kacadengan ukuran yang relatif besar hingga menembus 2 halaman. Gambar 4.7 Komodifikasi Kesengsaraan178 2. Komodifikasi Khalayak Media Indonesia 178 Media Indonesia edisi 26 April 2016 Seperti yang dikutip dalam buku Rulli Nasrullah (2015), dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, khalayak diartikan sebagai kelompok tertentu di masyarakat yang menajdi sasaran komunikasi. Dalam kajian media, khalayak seringkali digunakan untuk menandakan masyarakat, baik dalam grup maupun secara individu. Pemakaiannya juga merujuk pada khalayak atau massa yang mengakses berita di televisi atau pembaca surat kabar. Individu-individu dalam massa ini pada dasarnya tidak memiliki ikatan satu sama lain selain dari tujuan mereka dalam mengakses media.179 Smythe dalam buku Vincent Moscow menyatakan bahwa khalayak merupakan komoditas utama media massa. Media massa yang kita kenal dimunculkan melalui suatu proses dimana perusahaanperusahaan media menghasilkan khalayak dan menghantarkan mereka pada pengiklan.180 Smythe dalam buku Vincent Moscow yang juga dikutip oleh Rulli Nasrullah (2015), melihat bahwa pemanfaatan khalayak melalui perspektif media juga bisa dilihat dari prinsip dasar media massa komersial sebagai bentuk dari sistem kapitalis yang secara esensi memiliki agenda untuk menciptakan produksi kesadaran.181 Ada dua konsep, yakni: 1. Khalayak digunakan sebagai kekuatan sekaligus sasaran untuk memasarkan secara luas barang-barang produksi atau jasa yang dijalankan melalui monopoli kapitalisme. 179 Rulli Nasrullah, Media Sosial Perspektif komunikasi, budaya, dan sosioteknologi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015), h. 85 180 Moscow, the Political Evonomy of communication, h. 25 181 Rulli Nasrullah, Media Sosial Perspektif komunikasi, budaya, dan sosioteknologi, h. 99 2. Pasar pada dasarnya bisa merupakan legitimasi atas kekuatan negara dan seabgai strategi kebijakan serta aksi. Dua prinsip tersebut beroperasi dengan berpusat pada kekuatan khalyak (audience power) sehingga diperlukan media massa komersial untuk mendapatkan kekuatan itu. Khalayak dalam relasi ini merupakan komoditas karena khalayak pada dasarnya diproduksi, dijual, dibeli, dan dikonsumsi, serta ada harga yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan khalayak Cumpon, Hagen, Wasko, Ross, dan Nightingale dalam buku Idi Subandy dan Bacharudin Ali Akhmad menyatakan bahwa Ekonomi politik menaruh beberapa perhatian pada khalayak, khususnya dalam upaya untuk memahami praktik umum dengan cara pengiklan membayar untuk ukuran dan kualitas (kecenderungan untuk konsumsi) khalayak yang dapat diraih surat kabar, majalah, website, radio, atau program televisi.182 Sedangkan Graeme Burton dalam buku Syaiful Halim mengartikan interaksi media dan khalayak sebagai hubungan pedagang dan pembeli. Media adalah pedagang yang juga memproduksi dan mendistribusikan produk bernama pesan, sedangkan khalayak merupakan pembeli dan penikmat produk itu.183 Pada kenyataannya, khalayak menjadi suatu produk yang dipasarkan kepada para pemasang iklan dalam media massa. Para pemasang iklan tidak hanya menginginkan sekedar kuantitas khalayak 182 Idi Subandy Ibrahim dan Bacharudin Ali Akhmad, Komunikasi dan Komodifikasi, (Jakarta, Yayasan Postaka Obor Indonesia, 2014), h. 20 183 Saiful Halim, Postkomodifikasi Media, h. 49 atau pembaca, mereka juga ingin mengetahui tipe khalayak apa yang akan membaca. Ruang iklan hanya dapat dijual jika orang-orang yang membacanya percaya mereka sampai ke target audience. Khalayak atau audiens ini dapat dideskripsikan dalam suatu rincian. Para agen pemasaran media dapat mendeskripsikan berbagai kebiasaan membeli, kebiasaan sosial, dan yang lebih penting pendapatan bersih rata-rata dari anggota-anggota tipikal target audience mereka ke pemasang iklan potensial. Mereka mendeskripsikan hal-hal tersebut menurut klasifikasi yang memeringkatkan audiens berdasarkan tipe-tipe pekerjaan.184 Tabel 4.2. Pengelompokan Audiens berdasarkan kondisi SosioEkonomi dengan presentase jumlah pemabaca surat kabar185 Kelompok Deskripsi A Menengah Atas B Pertengahan C Menengah Bawah Tenaga Terampil C D Semi Terampil/Tidak Terampil Minimal untuk Kebutuhan Hidup E % Bisnis/profesional Manajemen atas Manajemen bawah 3 Wirausahawan 22 Kerah biru, pekerja manual, terampil Pekerja Manual 33 Para Pensiunan dan lain-lain 9 13 20 Dalam hal target pembaca, Media Indonesia memiliki target pembaca dengan golongan B plus dan A plus, yaitu mereka yang 184 Graeme Burton, Yang Tersembunyi di Balik Media (terj), (Jakarta: Jalasutra2006), h. 218 185 Graeme Burton, Yang Tersembunyi di Balik Media (terj), h. 218 memiliki pengeluaran minimal Rp. 3.000.000,00 dalam sebulan, yaitu mereka yang tergolong kalangan pengusaha, eksekutif, kalangan manager, atau akademisi.186 Hal ini di maksudkan agar fungsi Media Indonesia sebagai media yang informatif, edukatif dan kritik sosial dapat efektif sampai kepada pembacanya. “Sasarannyaya kelas atas, dari mulai B plus ,nanti tanya ke sekret ya kualifikasinya, yang jelas kita menengah ke atas. Oleh karena itu karena menengah keatas makanya judul-judul berita kita juga udah beda dengan surat kabar lain yang sasarannya memang menengah ke bawah. kita orang-orang terdidik lah, orang-orang pengambil keputusan (decicion maker), penyelenggara negara, politisi. Itu yang kita 187 sasar” . Selain itu dari segi latar belakang pendidikan, readership target dari Media Indonesia adalah pembaca yang mayoritas berlatar belakang sarjana atau lulusan S1 dengan presentase 50%, diploma, dan pelajar SMA. Hal inilah yang selalu menjadi pertimbangan besar bagi Media Indonesia untuk terus memproduksi berita atau kontenkonten pemberitaan yang bersifat mendalam dalam pembahasan suatu topik tertentu. “Jadi, pertimbangannya ya memang fungsi edukasi, informasi dan kritik sosial yang tinggi dibandingkan yang lain yang fungsi hiburan, kalau surat kabar-surat kabar kuning itu kan lebih hiburan jadi mereka menyasar yang bawah, akalu surat kabarsurat kabar yang atas kan yang disasar memang informasinya, edukasinay dan kritik sosial itu”188. Bila dicermati, readership profile Media Indonesia yang menargetkan kalangan menengah ke atas dengan tujuan agar informasi, edukasi, dan kritik sosial sampai kepada pembacanya adalah semata186 Dokumen Sekretaris Redaksi Wawancara pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Pemberitaan, Ade Alawi pada 18 April 2016 188 Wawancara pribadi dengan Direktur Pemberitaan, Usman Kansong pada 1April 2016 187 mata agar Media Indonesia dapat dengan mudah menjual pembacanya kepada pengiklan dengan mengedepankan readership profile nya sehingga pengiklanpun tertarik untuk mengiklankan produknya di Media Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari jenis iklan yang masuk ke Media Indonesia, iklan-iklan yang rutin dan seringkali mengiklan di Media Indonesia adalah seperti iklan Mobil, Hotel, Wedding Organizer, dan lain-lain. Berdasarkan dokumen New Profile Presentation Media Indonesia pada tahun 2015, Media Indonesia memiliki sirkulasi dan distribusi dengan komposisi sebagai berikut: Gambar 4.8 Sirkulasi dan Distribusi189 Komunitas, 5% Kolektif, 15% Eceran, 30% Pelanggan, 50% Dari hasil sirkulasi dan distribusi yang didapatkan oleh Media Indonesia, pelanggan memiliki peran yang sangat dominan mencapai 50% dari hasil sirkulasi dan distribusi. Tentu saja Peneliti melihat bahwa Pelanggan yang „dilabeli‟ memiliki peran sebesar 50% dalam hal ini tidak murni atas kehendak khalayak yang sengaja berlangganan untuk kebutuhan informasi mereka. Khalayak dalam hal ini secara 189 Media indonesia‟s New Presentation 2015 tidak langsung dipaksa untuk berlanggan dan mengkonsumsi Media Indonesia melalui sejumlah program yang dibuat, misalnya saja melalui program Komunitas Media Indonesia yang sering melakukan pelatihan (training) dengan tarif yang tinggi disertai „bonus‟ berlangganan selama berbulan-bulan. Gambar. 4.9 Komunitas Media Indonesia Dengan bekerjasama dengan sejumlah perusahaan atau instansi untuk mengadakan training dengan membayar sejumlah uang, Media Indonesia telah menjadikan khalayak sebagai komoditi yang dapat dipasarkan kepada pengiklan, hal ini diperkuat dengan narasi yang terdapat dalam New Presentation Media Indonesia pada tahun 2015, sebagai berikut: “Kami memiliki konsentrasi distribusi terbesar pembaca media indonesia melalui eceran, langganan, kolektif, dan komunitas yang setia membaca media indonesia. Bagi anda pengiklan, dengan distirbusi yang tertuju, informasi dan promosi produk anda akan tersampaikan dengan tepat.” Khalayak juga dikenal sebagai faktor berkaitan dengan penjualan produk kepadanya, serta berkaitan dengan cara produk tersebut dibentuk. Sebagai contoh, Media Indonesia menyesuaikan konten pemeberitaan atau fokus pemberitaannya dengan psikologi khalayak atau pembaca, sehingga pembaca bisa dikenali dan dijual lewat metode pembuatan program atau konten dan pembuatan jadwal. Hal ini berarti bahwa tipe-tipe program tertentu diproduksi pada waktu-waktu tertentu untuk pembaca tertentu sehingga pengiklan mampu membaca kondisi atau karakteristik pembaca atau khalayak, konten yang dibuat diharapkan akan menarik pembaca yang tepat dan pada waktu yang tepat.190 Dengan masuknya kolom selebritas di Media Indonesia dengan dalih agar Media Indonesia tidak terlalu terlihat maskulian adalah sebenarnya Media Indonesia membuat suatu usaha untuk menarik pembaca kalangan tertentu dalam hal ini kaum perempuan. Usaha ini dibuat untuk menggunakan pemasaran serta produk baru untuk menemukan dan mendefinisikan tipe pembaca tertentu yang belum ada sebelumnya, implikasinya adalah tentu saja untuk menjaul pembaca pada pengiklan. Media Indonesia juga melakukan komodifikasi khalayak dalam bentuk lain, yaitu memanfaatkan konten-konten yang bisa menarik 190 dikutip dari Graeme Burton, Yang Tersembunyi di Balik Media (terj), h. 219, yang dielaborasi oleh Peneliti khlayak untuk berpartisipasi dengan mengirimkan komentar-komentar yang akan dimunculkan atau naik cetak. Komentar-komentar tersebut akan muncul di kolom bedah editorial, sesuai dengan tema yang telah di tentukan, komentar-komentar tersebut bisa disampaikan melalui Facebook, melalui fanfage di „Harian Umum Media Indonesia‟. melalui online di „metrotvnews.com‟, atau melalui SMS di nomor 08111140772. Selain itu, Media Indonesia juga membuka kolom opini publik dan kolom pakar yag dapat digunakan khalayak untuk turut berpartisipasi dalam memproduksi pesan yang dapat dikirimkan melalui email „[email protected]‟. Gambar 4.10 Bedah Editorial191 191 Media Indonesia edisi 28 Mei 2016 Terkait strategi persuasi khalayak termasuk mempertahankan pembaca melalui media sosial, Media Indonesia juga memiliki fanfage yang biasa digunakan untuk memposting-berita-berita yang sudah dicetak di surat kabar Media Indonesia yang sudah diikuti sebanyak 155.513 orang, dan twitter nya di @mediaindonesia yang diikuti oleh 1,16 juta followers. Gambar 4.11. Fanfage Media Indonesia (Harian Umum Media Indonesia) Gambar 4.12 Twiitter Media Indonesia (@mediaindonesia) Seperti hasil wawancara Peneliti dengan Dirktur Pemberitaan, Asisten Kepala Divisi Pemberitaan, Marketing dan HRD Media Indonesia, ada beberapa strategi yang dilakukan untuk menarik pembaca maupun mempertahankan pembaca, yaitu sebagai berikut: 1. Fokus pada pengemasan konten dan pendalaman isu 2. Memberikan Benefit seperti souvenir jika berlangganan 3. Mengoptimalkan media sosial dan online 4. Menggelar kerjasama dengan lembaga bisnis atau sponsor 5. Sinergi dengan unit usaha di bawah nanungan Media Group Strategi pemanfaatan media sosial dan online dianggap paling efektif oleh Marketing Media Indonesia mengingat jumlahpengguna jejarang sosial saat ini pun sangatlah besar. Berdasarkan data dari Kementrian Komunikasi dan Informatika yang dirilis pada 7 Nopember 2013, situs jejaring sosial yang paling sering diakses adalah Facebook dan Twitter. Indonesia sendiri menempati posisi ke 4 pengguna Facebook terbesar setelah USA, Brazil, dan India. Sedangkan pengguna twitter, Indonesia menempati posisi ke 5 setelah USA, Brazil, Jepang, dan Inggris192. Berdasarkan Jumlah pengguna kedua media sosial tersebut terhitung hingga Juni tahun 2014, Facebook sudah mencapai 65 juta anggota atau pengguna sedangkan Twitter sudah digunakan 50 pengguna193. Hal inlah yang kemudian dipilih Media Indonesia seabagi salah satu strategi untuk memperkenalkan dan menginformasikan konten berita Media Indonesia. Selain sebagai media untuk promosi yang bisa di share oleh pembacanya, akun media sosial Media Indonesia juga digunakan untuk melibatkan pembacanya dalam memproduksi pesan dalam bentuk komentar atau mention 192 https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3415/Kominfo+%3A+Pen gguna+Internet+di+Indonesia+63+Juta+Orang/0/berita_satker, diakespada 30 mei pkl 22.15 WIB 193 Susetyo Dwi Prihadi, http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150327 061134-185-42245/berapa-jumlah-pengguna-facebook-dan-twitter-di-indonesia/, (CNN Indonesia, 2015),d diakses pada 30 Mei 2016 pkl 22.21 WIB Gambar 4.13 Komentar Fanfage Media Indonesia (Harian Umum Media Indonesia) Gambar 4.14 Timeline Twitter Media Indonesia (@mediaindonesiandonesia) Jika melihat praktik komodifikasi di internet, khususnya di media siber, maka informasi merupakan komoditas yang dipertukarkan melalui media baru194. Dengan demikian, seperti yang dikutip oleh Rulli Nasrullah dalam Mc Quail, media pada dasarnya merupakan institusi yang disetir oleh logika ekonomi sampai pada perubahan budaya. Aspek paling penting dalam hal ini yaitu komodifikasi budaya 194 Rulli Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber. h. 59 dalam bentuk „perangkat lunak‟ yang diproduksi oleh dan untuk „perangkat keras‟ komunikasi yang keduanya dijual dalam pasar yang lebih luas.195 Hal ini berkaitan dengan menemukan dan membangun berbagai variasi pada khalayak pada dasarnya dengan menjual produk yang sama kepada khalayak yang sedang berekspansi pada berbagai jenis media yang berbeda196. Oleh sebab itu, Media Indonesia juga memanfaatkan media online, media sosial, dan e-paper. 3. Komodifikasi Pekerja Media Indonesia Proses komodifikasi erat kaitannya dengan produks, sedangkan proses produksi erat dengan fungsi atau guna pekerjanya, pekerja telah menjadi komoditas dan telah dikomodifikasikan oleh pemilik modal. Yaitu dengan mengeskploitasi mereka dalam pekerjaannya.197 Media Indonesia sendiri memiliki 530 karyawan atau pekerja sebagai perwakilan atau refresentasi dari pemilik media dengan komposisi sebagai berikut: Gambar 4.15 195 Rulli Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber. h. 59 Graeme Burton, Yang Tersembunyi di Balik Media (terj), h. 221 197 As‟Ad Musthofa, Komodifikasi Kemiskinan oleh Media Televisi, (Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 3 No. 1, Februari – Juli 2012), h. 6 196 Data Jumlah Karyawan Berdasarkan Jenis Kelamin Laki-laki, 404 orang Perempuan, 133 orang 25% 75% Tabel 4.3. Data Jumlah Karyawan Berdasarkan Latarbelakang Pendidikan 350 300 250 200 150 100 50 0 Data Jumlah Karyawan Berdasarkan Pendidikan SD 5 SMP SMA 8 138 D1 D2 D3 S1 S2 6 1 58 311 10 Dalam proses recruitment pekerja, hal ini dilakukan oleh masing-masing bagian yang di rekrut melalui HRD. Alurnya adalah, User akan menetukan bagian atau kriteria yang dibutuhkan yang kemudian akan diserahkan ke HRD, kemudain HRD akan mencari pegawai yang dibutuhkan oleh User melalui postingan iklan lowongan pekerjaan. Info lowongan pekerjaan dan recruitment pekerja dapat melalui mediaindonesia.com atau metroTVnews.com, serta event-event jobfair. Dalam proses recruitment pekerja, menurut Wawa Karwati, Asisten Kepala HRD Media Indonesia, ada lima tahap yang harus dilakukan. Pertama adalah proses Penyortiran berkas yang dilakukan oleh HRD, hanya berkas yang sesuai dengan kriteria kebutuhan User lah yang akan diterima. Kedua, wawancara dengan pihak HRD dan User. Ketiga, Skilltest, pada tahap ini calon pegawai akan diuji keterampilan atau skill sesuai dengan pekerjaan yang akan dibutuhkan (dilamarkan). Ketiga, tes kemampuan bahasa Inggris yang dibuktikan dengan hasil score TOEFL terbaru dari lembaga yang sudah ditentukan, dalam hal ini Media Indonesia menentukan lembaga tes tersendiri yaitu LIA, dengan Score Toefl minimum 450. Keempat, psikotes. Jika ke-empat tahapan tes tersebut mampu dilalui calon pegawai, maka calon pegawai berhak mengikuti test terakhir yaitu, medical chack-up.198 Setelah calon pegawai ditetapkan diterima sebagai bagian dari Media Indonesia, wewenang selanjutnya langsung diserahkan kepada User bagian yang membutuhkan, sehingga HRD tidak memiliki wewenang untuk mendistribusikan pekerja. Artinya, User yang langsung menentukan pekerja akan ditempatkan di bagian mana. Mengenai pekerja di Media Indonesia, pekerja di tempatkan sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Di beberapa bidang, seperti researcher dan design, latar belakang pendidikan sangat diutamakan. 198 2016 Wawancara pribadi dengan Asisten HRD, Wawa Karwati, Rabu 4 Mei Sedangkan untuk reporter, di tempatkan sesuai dengan keahlian yang dimiliki meskipun berbeda denga latar belakang pendidikan. Sehingga dengan latar belakang non-jurnalis atau non ilmu komunikasi masih bisa berpeluang untuk diterima bekerja di Media Indonesia selama memiliki kecakapan atau skill yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh Media Indonesia. “Kalau reporter memang dari mana aja, semua jurusan gak harus komunikasi aja, tapi ada sastra Inggris yang penting dia kan punya minat di tulis, dia bisa nulis segalamacem itu sih kita masih bisa, karenakan masih ada tes lagi kaya tes nulis berita, kalau dia memenuhi syarat dan oke ya masih bisa masuk. Itu tergantung dari user yang minta”199. Selain membuka lowongan pekerjaan, Media Indonesia juga merupakan media yang memungkinkan untuk melakukan pemecatan karyawan, mutasi dan penaikan jabatan. Pemecatan karyawan akan dilakukan apabila melanggar peraturan perusahaan seperti terlibat dalam kasus asusila, narkoba, korupsi, dan lain sebagainya. Mutasi juga kerap kali diterapkan oleh Media Indonesia, baik itu dalam lingkungan Media Indonesia, maupun dalam lingkungan media di bawah nanungan Media Group. Sebagai contoh mutasi di dalam lingkungan Media Indonesia, Redaktur Polkam yang saat in menjabat, yaitu Windy Dyah Indriantari pernah menjabat sebagai Redaktur Ekonomi. Kemudian, contoh mutasi yang dilakukan di sesama unit usaha Media Group, ketika Usman Kansong yang semula bertugas atau bekerja untuk Metro TV kemudian dimutasi menjadi Direktur Pemberitaan/Penanggung Jawab Media Indonesia yans saat 199 2016 Wawancara pribadi dengan Asisten HRD, Wawa Karwati, Rabu 4 Mei ini menjabat. Asisten Kepala Divisi Pemberitaan yang kini menjabat, yaitu Ade Alawi sebelumnya juga pernah ditempatkan menjabat sebagai pemimpin redaksi di Lampung Pos. “Ada orang yang pindah-pindah diantara grup itu kan, kaya dulu saya di Metro, saya dipindah kesini, sebaliknya juga ada. Anak-anak Media Indonesia yang dipindah ke Metro, ada yang pernah ditaruh di Lampung Post. Kalau posisi ya sama, setara dengan yang lain, statusnya ya unit usaha. Kita biasa dipindah-pindahin, harus siap terutama di level manager ke atas lah, tau-tau di pindahkan ke Media Indonesia, ke Metro, kita tidak bisa menolak sih sebetulnya karena sudah ada semacam kesepakatanlah, terutama di level atas. Tapi di levellevel bawah juga terjadi seperti anak-anak Media pindah ke Metro, itu sih kira-kira”.200 Hal yang menjadi pertimbangan pemutasian karyawan atau pegawai adalah, karyawan atau pegawai tersebut memiliki kapasitas atau kemampuan di bidang tersebut sesuai dengan pengalaman atau trade record nya. Sesuai dengan pernyataan Direktur Pemberitaan, Usman Kansong, memang terjadi perpindahan pegawai diantara sesama media di bawah nanungan Media Group. Kenyataan di lapangan menunjukan bahkan wartawan atau reporter Metro TV baru, di training di Media Indonesia yang disebut dengan JDP. Mereka ditugasan untuk meliput berita dan melaporkannya untuk Media Indonesia. Hal ini dinilai sebagai salah satu sinergi dan kerjasama dengan unit usaha di bawah nanungan Media Group oleh Direktur Pemberitaan, Usman Kansong. “Ya, itu namanya proyek terintegrasi. Kenapa mereka yang baru-baru itu d itempatkan dulu di cetak, itu karena nomor satu agar semangat bahwa MetroTV itu punya sodara namanya Media Indonesia, punya sodara yang namanya online, ya di 200 Wawancara pribadi dengan Direktur Pemberitaan, Usman Kansong pada 1 April 2016 mainset kamu harus tertanam untuk anak-anak yang baru ini ,jadi itu dalam konteks integrase”.201 Selain Mutasi, rangkap jabatan atau double job juga terjadi di Media Indonesia. Asisten Kepala Divisi Pemberitaan, Ade Alawi sebelumnya menjabat sebagai Biro Media Indonesia merangkap Biro Lampung Pos sekaligus. Tak hanya di di level itu,karyawan biasa terutama reporter juga seringkali dibebankan dua pekerjaan sekaligus. misalnya dalam hal mediaindonesia.com, peliputan untuk Media Indonesia Direktur Pemberitaan,Usman dan Kansong menuturkan bahwa: “Kalau mediaindonesia.com di bawah naungan Media Indonesia tetapi kalau metroTVnews.com bukan, tapi mediaindonesia.com juga punya manajemen dan pekerja sendiri”.202 Pernyataan Direktur Pemberitaan di atas sangat kontradiktif dengan hasil wawancara tidak terstruktur Peneliti dengan salah satu wartawan Media Indonesia yang bekerja sebagai Reporter di bagian Polkam yang menyatakan bahwa: “Nggak lah,kan wartawannya kita-kita juga, ya beritanya juga sama dari kita juga”203. Pernyataan tersebut menjadi sangat menarik dalam kajian ekonomi politik media, di mana praktik komodifikasi pekerja menjadi nyata adanya dengan pemanfaatan tenaga kerja untuk efektifitas dan 201 Wawancara pribadi dengan Direktur Pemberitaan, Usman Kansong pada 1 April 2016 202 Wawancara pribadi dengan Direktur Pemberitaan, Usman Kansong pada 1 April 2016 203 Berdasarkan hasil wawancara tidak terstruktur dengan Reporter Polkam Media Indonesia, Putra, pada 24 Maret 2016 efesiensi . Hal ini sangat menguatkan pernyataan Idi Subandy Ibrahim dalam Hardt (2005) yang menyatakan bahwa berita akan dimakna sebagai industri atau bisnis berita terutama tatkala praktik jurnalisme sangat digerakkan oleh pasar dan jurnalis mulai menjadi sekedar sekrup dalam mesin industri bisnis biasa204. Menyoal dan menelisisk mengenai hubungan pekerja dan pemilik media, dalam kaitan ini berbentuk intervensi, secara tegas keempat narasumber dari Direktur pemberitaan, Asisten Direktur Pemebritaan, staff iklan dan Marketing, hingga Asisten kepala HRD membantah adanya hal tersebut, jawaban yang dikemukakanpun serba normatif, diantaranya adalah: 1. “Kadang-kadang ada usulan misalnya gini, preference Pak Surya bisa berbeda dengan kita dalam konteks dan Pak Surya juga tidak mengatur kita juga”.205 Kata-kata „kadang-kadang ada usulan‟ menjadi sinyal bahwa pemilik media memberikan usulan terkait pemberitaan di Media Indonesia 2. “Tapi besaran kebijakan yang besar-besar sudah ditentukan oleh Dewan Redaksi”. “Karena persoalan di bawah itu sudah ada grand theory nya, atau ada teorinya yang disepakati bersama”. Perlu kita ingat bahwa dalam struktur organisasi yang ada di Media Indonesia, terdapat Dewan Redaksi Media Group, Dewan Redaksi di Media Indonesia merupakan bagian dari Dawan Redaksi Media Group itu sendiri. Sehingga dengan kata lain, besaran kebijakan di Media 204 Hanno Hardt, Critical communication Studies (terj), (Yogyakarta:Jalasurta), h. xvi 205 Wawancara pribadi dengan Direktur Pemberitaan, Usman Kansong pada 1 April 2016 Indonesia juga ditentukan oleh Dewan Redaksi Media Group yang sudah menjadi grand theory dan disepakati bersama. 3. “Yang penting kan kesepakan kita di Media Group”.206 Hal ini mengisyaratkan bahwa terdapat bentuk-bentuk kesepakatan termasuk dalam hak kontan pemberitaan di Media Indonesia terutama melalui tangan Dewan Redaksi Media Group. Melihat pernyataan dari hasil wawancara Peneliti di atas, mengisyaratkan bahwa sebenarnya ada intervensi dari pemilik Media terkait pemberitaan terutama untuk kata-kata yang sengaja penulis berikan cetak tebal (Bold). Selain berdasarkan hasil wawancara di atas, adanya intervensi dan campur tangan pemilik media juga sangat terlihat dari hasil temuan Peneliti Dengan Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Indonesia yang pernah melakukan penelitian di Metro TV, serta narasi dalam buku Editorial Surya Paloh, sebagai berikut: “Terus saya pernah melakukan penelitian di Metro,ketemu dengan redaksinya, ngomongnya sih wajar, normative, tidak ada intervensi, sesuai dengan kaidah-kaidah, tapi kan kalau kita kualitatif kita gak datang skali,semakin kita sering datang makin cair dan semakin terbuka, tapi semakin lama diamengakui bahwa dia hanya mengikuti keingainannya si Surya Paloh, itu juga termasuk komodifikasi informasi ya”207. “Dalam setiap kesempatan, Surya memang selalu berusaha mengamati siaran Metro TV, termasuk penampilan para presenternya. Sebagai pemilik, ia mendambakan agar setiap harinya kualitas siaran Metro TV selalu meningkat. Demikian 206 Wawancara pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Pemberitaan, Ade Alawi pada 18 April 2016 207 Wawancara Pribadi dengan Dr. Effy Zalfina Rusfian, M.Si, Depok, 21 April 2016. pula penampilan presenternya semakin perfect, sehingga turut memikat para pemirsa208. “„Kenapa Pak Surya sering tampil di TV atau surat kabar?‟, itu saya kira sangat wajar ya karena dia memiliki TV, yak an dia yang punya. Masa dia yang punya TV tapi gak boleh nongol di TV, yang tidak boleh adalah sebuah kesalahan sebuah media itu adalah memutar balikan fakta”209. “Ya kita tahu lah kita kerja sama siapa, kita juga tahu mana yang dia suka dan nggak kan, gak usah ditanyainlah tinggal pinter-pinter ngemas beritanya aja supaya mereka suka, jadi udah paham sendirilah”210. Dengan demikian, jelas bahwa terdapat campur tangan dan intervensi dari pemilik media, dalam hal ini Surya Paloh terhadap konten pemberitaan atau bahkan agenda media dari Media Indonesia. Hal ini bisa dimaknai bahwa pekerja bukan lagi bagian dari kesatuan konsep. Ia juga bukan perancang karya. bahkan, ia bukan tenaga pelaksana. Dalam proses komodifikasi, konsep dipisahkan dari eksekusi dan keahlian dipisahkan dari kemampuan melaksanakan pekerjaan. Komodifikasi terkonsentrasi pada kekuatan konseptual di kelas marjinal sebagai perwakilan pemodal. Pada akhirnya, komodifikasi menjadikan pekerja sekedar koresponden, dengan distribusi baru dari keahlian dan kekuatan dalam berproduksi. Hal serupa dengan pernyataan Vraverman dalam Vincent Moscow yang berpendapat bahwa: Kerja itu terbentuk dari kesatuan konsepsi, atau kekekuatan untuk mengimajenasikan dan merancang pekerjaan dan pelaksanaan, atau kekuatan untuk menjalankannya. Dalam proses komodifikasi, modal memisahkan konsepsi d ari 208 Usamah Hisyam, Editorial Kehidupan Surya Paloh, (Jakarta: Dharmapena, 2007), h. 3-4 209 Wawancara pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Pemberitaan, Ade Alawi pada 18 April 2016 210 Berdasarkan hasil wawancara tidak terstruktur dengan Reporter Polkam Media Indonesia, Putra, pada 24 Maret 2016 pelaksanaan, keahlian dan kemampuan untuk menjalankan sebuah tugas. Ini juga memfokuskan kekuatan konseptual dalam kelas marjinal yang merupakan bagian dari modal ataupun merepresentasikan kepentingan modal.211 B. Komodifikasi Media Indonesia dijadikan sebagai kekuatan Ekonomi dan Politik Media Group memiliki sejumlah unit usaha dengan melakukan spasialisasi baik secara vertikal maupun secara horizontal yang sudah Peneliti jabarkan sebelumnya di BAB 3. Dengan demikian, Media Indonesia hanya salah satu unit usaha yang berada di bawah nanungan Media group atau di bawah kepemilikan Surya Paloh. Meskipun Media Indonesia hanya salah satu diantara berbagai unit usaha yang dimiliki oleh Surya Paloh, Media Indonesia memiliki andil untuk memperkuat ekonomi maupun politik dari pemiliknya. Hal ini disebabkan oleh posisi Media Indonesia yang strategis sebagai usaha atau bisnis di bidang media yang mampu menjangkau khalayak dalam jumlah yang banyak untuk menghegemoni mereka. Secara kekuatan distribusi, Media Indonesia merupakan media cetak yang tergolong dalam kategori High Bro media yang secara nasional dilihat dari pendapatan atau oplah nya yang mencapai 280.380 eksemplar yang tersebar di 429 kabupaten/kota di 34 provinsi, artinya Media Indonesia mampu menyasar hampir seluruh provinsi di Indonesia dan di baca oleh berbagai latarbelakang pembacanya sehingga media Indonesia mampu mendistribusikan pesan atau informasinya ke berbagai daerah di seluruh Indonesia. 211 Vincent Moscow, The Political Economy, h.140-141 Meskipun mampu bersaing dengan media cetak lainnya, dengah oplah sebanayak 280.380, yang sebetulnya masih jauh dari oplah yang didapatkan oleh Surat kabar Kompas sebesar ± 400.000, dari segi pendapatan tentu saja mampu menyumbang pundi-pundi ke kantong pemiliknya melalui Media Group sebagaimana yang diungkap oleh Direktur Pemberitaan, Usman kansong sebagai berikut: “Ya kalau posisinya dia sebagai salah satu dari anggota media group gitu ya, hubungannya dengan yang lain saya kira seimbang dia, sama, tidak ada yang dilebihkan. Misalnya kalau di level direksi yang harus tanda tangan ya chairman ya Pak Surya. Kemudian kita juga punya aturan seperti misalnya harus ada setoran ke group, dari pendapatan kita setorkan kepada Group. Setorannya memang berbeda-beda tetapi dilihat dari besarnya unit usaha”212. Tidak hanya sebagai media yang mampu menghasilkan pendapatan dan keuntungan untuk dirinya sendiri, Media Indonesia sebagai sebuah unit usaha yang berada di bawah nanungan Media Group, memberikan keuntungan tersendiri dan melakukan simbiosis mutalisme dengan adanya program terintegrasi antara unit usaha yang satu dengan unit usaha lainnya. Berada di bawah nanungan grup besar (Media Group) yang memiliki lebih dari satu unit usaha di bidang media massa, dianggap menjadi kelebihan Media Indonesia. Selain keuntungan dalam bidang finansial atau ekonomi, keuntungan dalam bidang image atau citra juga di dapatkan oleh Media Indonesia. Sebagai contoh, jika suatu kementrian atau BUMN melakukan-tender kerjasama dengan Citra Activation, sebuah Event Organizer (EO) yang merupakan salah satu 212 Wawancara pribadi dengan Direktur Pemberitaan, Usman Kansong pada 1 April 2016 unit usaha Media Group, maka unit usaha media dalam Media Group akan menjadi kekuatan, sehingga besar kemungkinannya acara tersebut akan diliput oleh minimal tiga media nasional seperti Metro TV, Media Indonesia dan metrotvnews.com. Contoh lainnya, Media Group memiliki unit usaha di bidang katering yang dinamakan dengan Indocater, Indocater ini memasok hingga ke PT. Freeport di Papua, sehingga akan berpengaruh juga terhadap citra pemberitaannya. Dengan kata lain, sinergi antara satu unit usaha dengan unit usaha lainnya akan menghadirkan citra yang membangun daya Tarik brand dari masing-masing unit usaha. Sebagai contoh, Media Indonesia juga turut memberitakan unit usaha lainnya di bawah naungan Media Group, baik itu dengan unit usaha media maupun non media. Dengan unit usaha media, Media Indonesia gencar dalam memberitakan pemberitaan Metro TV dengan menyediakan kolom khusus terkait program acara ataupun ulasan program yang ada di Metro TV, demikan hal nya dengan metrotvnews.com. Hal ini dilakukan atas dasar barter promotion sesuai pernyataan Asisten Kepala Divisi Iklan, Wendy Rizanto sebagai berikut: “Itu kita sistemnya sebagai barter promosi, jadi kita sistemnya saling support satu sama lain di dalam Media Group ini, jadi nanti untuk Metro TV dapat space sebesar ini, begitupula dengan Media Indonesia di Metro TV, jadi misalnya kita punya editorial MI atau ada edisi khusus yang akan dipromosikan di Metro TV, jadikita saling promosi atau kita bilang barter promotion. Jadi gini, yang terpakai di Media Indonesia itu senilai 100 juta misalnya, MI juga dikompensasikan di Metro TV sebesar itu, jadi lebih ke barter promosi, nominalnya di hitung dan kita juga dapat space langsung dari Metro TV”213. Gambar 4.16 Metro TV214 Selain barter promotion dengan sesama bisnis media, Media Indonesia juga melakukannya dengan bisnis non media di bawah nanungan Surya Paloh. Dalam hal ini Media Indonesia lebih pada mempromosikan binis usaha dalam kategori Hospitality seperti perhotelan dengan menyajikan iklan atau bahkan ulasan-ulasan tentang hotel tersebut. 213 Wawancara pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Iklan Media Indonesia, Wendy Rizanto. Rabu, 4 Mei 2016 214 Media Indonesia edisi 29 Mei 2016 Gambar 4.17 Iklan Bali Interconinental Selain barter promosion, unit usaha di bawah nanungan Media Group juga memiliki program integrasi non promosi dengan cara mengkonsumsi produk unit usaha yang dihasilkan. Sebagai contoh, bangunan kantor Media Indonesia dan Metro TV di Kedoya, Jakarta Barat merupakan bangunan yang kramik dan marmer nya di pasok langsung dari PT. Pusaka Marmer Indah Raya (Pumarin), dimana perusahaan tersebut dimiliki oleh Surya Paloh. Selain itu, pegawai di Metro TV maupun di Media Indonesia mengkonsumsi makan siang yang disajikan oleh PT. Indocater yang merupakan perusahaan katering yang masih dimiliki oleh Surya Paloh. Program terintegrasi dan barter promotion tersebut menimbulkan tanda tanya besar terkait proses sirkulasi atau alur dan sistem pemasukan yang didapatkan oleh Surya Paloh melalui Media Group. Direktur Pemberitaan, Usman Kansong menyatakan bahwa memang terdapat setorang yang masuk ke media group, seperti yang Peneliti kutip berdasarkan hasil wawancara berikut ini: “Kemudian kita juga punya aturan seperti misalnya harus ada setoran ke group, dari pendapatan kita setorkan kepada Group. Setorannya memang berbeda-beda tetapi dilihat dari besarnya unit usaha”215. Dalam buku Editorial Kehidupan Surya Paloh, dinarasikan bahwa PT. Indocater merupakan perusahaan yang memberikan andil yang cukup besar untuk perluasan usaha Surya Paloh termasuk dalam bidang pers. Pada tahun 1994 dinarasikan bahwa Media Indonesia mengalami krisis keuangan besar-besaran sehingga PT. Indocater tampil sebagai penyelamat keuangan dengan menyuntikkan sejumlah dana untuk membantu krisis keuangan yang terjadi di Media Indonesia Pada saat itu. Melihat kenyataan seperti itu tentu akan menimbulkan pertanyaan tentang mnajemen keuangan yang dimiliki oleh masingmasing unit usaha di bawah nanungan Media Group. Ketika Peneliti mengkonfirmasi hal tersebut ke Asisten Kepala Divisi Pemberitaan, Ade Alawi beliau menyangkal dengan mengatakan kalimat berikut ini: “Nggak dong, itu kan sendiri-sendiri, masing-masing ada penanggung jawabnya jadi gak akan merembet ke manamana”216. 215 Wawancara pribadi dengan Direktur Pemberitaan, Usman Kansong pada 1 April 2016 216 Wawancara pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Pemberitaan, Ade Alawi pada 18 April 2016 Namun, ketika Peneliti mengkonfirmasi kembali perihal tersebut ke Asisten Kepala Iklan dan Marketing, Wendy Rizanto, Peneliti mendapatkan jawaban sebagai berikut: “Ya, pada dasarnya kita sampai saat ini masih berusaha untuk mandiri. Jadi membiayai semua kebutuhannya, semua kebutuhan operasional MI itu secara mandiri. Sejauh ini mandiri, tapi kan kita sejauh ini share ya, misalnya ruangannya ini kan kita share antara Metro TV dengan MI pasti share untuk listrik, ada beberapa hal yang sebenarnya kita share dengan yang lainnya”217. Meski pernyataan tersebut kontradiktif, dapat peneliti ketahui dan simpulkan bahwa unit usaha di bawah nanungan Media Group terkoneksi satu dengan lainnya dan saling memberikan support baik itu dari segi citra atau image maupun dari segi finansial. Media Group nyatanya begitu apik membangun sinergi unit usaha yang satu dengan unit usaha lainnya melalui program integrasi baik itu dari segi program maupun kepegawaian yang dibangun melalui training pegawai yang dilakukan rutin oleh Media Group untuk seluruh pegawai di bawah nanungan Media Group. Tidak hanya piawai dalam mengelola sinergi di dalam, tetapi Media Group juga menerapkannya dengan kliennya di berbagai kesempatan. Sebagai contoh, selain PT. Indoceter yang membantu dan menyuntikan dana untuk perusahaan pers di bawah naungan Media Group, Surya Paloh juga turut menjalin kerjasama dengan Bank Mandiri melalui peminjaman dana yang diberikan Bank Mandiri kepada Metro TV dan Media indonesia. Sebagai kerjasama dalam bentuk lain, Metro TV 217 Wawancara pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Iklan Media Indonesia, Wendy Rizanto. Rabu, 4 Mei 2016 boleh membayar cicilan pinjaman tersebut dengan sejumlah durasi iklan yang di tayangkan di Metro TV. Hal ini Peneliti kutip dari petikan wawancara dengan Researcher Ekonomi Politik Media yang juga pernah meneliti di Metro TV sebagai berikut: Metro banyak utangnya di Bank Mandiri dan dia bayarnya lewat program. Misalnya gini, blocking time taro lah sekarang 400 juta nah diabayarnya pake blocking time, misalnya Mandiri mau apa, itu baru diBank Mandiri”218. Tak heran apabila kita akan menemukan iklan-iklan Bank Mandiri di Metro TV maupun di Media Indonesia seperti berikut ini: Gambar 4.18 Iklan Bank Mandiri219 Selain itu, Peneliti menilai bahwa Media Indonesia sangat apik dalam menjalin hubungan dengan klien nya terutama untuk mereka yang beriklan di Media Indonesia. Bahkan Media Indonesia juga memberikan treatment khusus untuk klien nya dalam hal pemberitaan, bahakan Media Indonesia juga menjaga (keep) agar sampai tidak 218 Wawancara Pribadi dengan Dr. Effy Zalfina Rusfian, M.Si, Depok, 21 April 2016. 219 Media Indonesia edisi 21 Mei 2016 membuat citra atau image mereka rusak dengan pemberitaan yang tidak menguntungkan untuk mereka. Seperti yang diungkapkan oleh Asisten Kepala Divisi Iklan, Wendy Rizanto sebagai berikut: “Biasanya kan kita redaksi itu melakukan cover both sides kan, jadi kalau misalnya ada sesuatu yang sedikit negative biasanya mereka konfirmasi dulu kesana. Karena banyak juga klien yang bermitra dengan kita, mereka tidak hanya harus di buat bagus semua tapi kan gak seperti itu juga, itu juga jadi bahan evaluasi untuk mereka. Begitu pula misalnya ada surat pembaca, misalnya ada keluhan tentang suatu keluhat tertentu gitu ya, yang kita lakukan adalah kita sampaikan dulu kepada mereka „ini ada surat pembaca, silahkan ditanggapi‟ sehingga kita bisa muat barengan. Kenapa? karena kita tahu bahwa membangun image suatu perusahaan itu sangat sulit, jangan sampai image yang bagus yang sudah mereka bangun bisa rusak karena sesuatu yang mungkin saja itu hanya sebuah kesalah pahaman, bukan murni kesalahan kan kita juga gak tahu ya”220. Dengan demikian, komodifikasi informasi dalam hal ini komodifikasi isi, khalayak, dan pekerja yang dilakukan oleh Media Indonesia adalah semata-mata untuk menguatkan Ekonomi dari Pemiliknya yaitu Surya Paloh. Sedangkan terkait politik dan keterlibatan pemilik Media Indonesia, Surya Paloh dalam perpolitikan dan Partai NasDem, komodifikasi informasi ini juga dijadikan kekuatan politik yang mendukung karir politik Surya Paloh. Bahkan hal ini tidak hanya secara pribadi menguatkan karir politik Surya Paloh, tetapi juga turut membangun citra atau image Partai NasDem dan turut melegitimasi „kawan‟ politiknya. 220 Wawancara pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Iklan Media Indonesia, Wendy Rizanto. Rabu, 4 Mei 2016 Dalam membangun citra atau image Surya Paloh dan Partai Nasdem, Media Indonesia selalu memberitakan citra positif untuk keduanya, bahkan pemberitaan seputar Surya Paloh dan Partai NasDem ini hampir setiap minggu diberitakan oleh Media Indonesia. Tak jarang, isu-isu di lingkungan pemerintahan dimuat dengan mengutip atau menajadikan pihak NasDem sebagai narasumber untuk dimintai tanggapan seputar kasus tersebut, dengan tentu saja pembingkaian yang positif dan normatif seperi kasus pejabat kepala daerah yaitu Ahmad Wazir Noviadi yang ketika itu menajabat Bupati Ogan Ilir yang tersangkut kasus narkoba misalnya, Partai NasDem tampil dengan memberikan sejumlah argumen normatif untuk mengomentari kasus tersebut. Gambar 4.19 Partai Nasdem ikut berkomentar dalam kasus Narkoba yang menyangkut Kepala Daerah dalam headline Media Indonesia yang berjudul “Bersihkan Pejabat Negara dari Narkoba”221 221 Headline Media Indonesia edisi 15 Maret 2016 Berita ini menjadi headline di Media Indonesia pada edisi 15 Maret 2016. Dalam berita, Media Indonesia mengutip pernyataan Surya Paloh yang diposisikan sebagai Ketua Umum Partai NasDem yang mengomentari kasus tersebut dengan pernyataan bahwa penangkapan Ovi terkait narkoba sebagai suatu hal yang memilukan, menyedihkan, sekaligus memalukan. Selain itu, Surya Paloh memandang bahwa Narkoba tak hanya merusak generasi bangsa saat ini, tapi juga hingga tiga generasi, bahkan menghancurkan peradaban. Terkuaknya kasus ini membuat Media Indonesia terus menyoroti kasus narkoba terutama yang melibatkan Kepala Daerah, pemberitaan Partai NasDem-pun berkali-kali muncul dengan frame sebagai partai yang mempelopori tes urine dan giat dalam upaya pencegahan narkoba. Gambar 4.20 Nasdem Pelopori Tes Urine222 222 Media Indonesia edisi 20 Maret 2016 Terkait pemberitaan Surya Paloh dan Partai NasDem ini tak hanya ditempatkan di headline dan kolom politik, pemberitaan tentang Surya Paloh bahkan pernah dijadikan kolom khusus. Seperti pada tanggal 12 April 2016 yang memuat kolom Gelar Adat dengan judul “Penghormatan Untuk Orang Terpilih” dengan porsi 1 halaman penuh yang ditempatkan di halaman 11. Kolom Gelar Adat tersebut dihadirkan untuk memberitakan prosesi atas penganugrahan gelar adat Sutan Nata Negara yang disematkan untuk Surya Paloh. Kolom ini memuat prosesi penganugerahan gelar adat tersebut dilengkapi dengan gambar antusiasme warga dalam menyaksikan gelar adat tersebut. Tidak hanya pemeberitaan Surya Paloh dan Partai NasDem, Media Indonesia juga sering memberitakan konten pemberitaan yang melegitimasi kalangan atau pihak yang mendukung dan didukung oleh Surya Paloh dan Partai NasDem, yang menjadi agenda besar keduanya. Hal ini bisa dicermati melalaui beberapa kasus seperti pemberitaan seputar pilkada DKI dan Pembebasan Sandera WNI dari Abu Sayyaf. Dalam kasus pertama, yaitu pemberitaan seputar pilkada DKI. Media Indonesia jelas membingkai segala pemeberitaan Pilkada DKI dengan memunculkan sosok Ahok sebagai pemimpin yang memiliki popularitas dan elektabilitas yang tinggi yang tidak mudah dikalahkan. Seperti yang telah diketahui, sejak 12 Februari 2016 Partai Nasdem sudah resmi mendukung Ahok untuk kembali maju sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta di periode keduanya pada masa bakti 2017-2022 mendatang. Sejak NasDem resmi mendukung Ahok, secara otomatis muncul banyak pemberitaan seputar Ahok di Media Indonesia dan bahkan di Metro TV seringkali diundang sebagai narasumber dalam program Mata Najwa. Gambar 4.21 Putar Otak Cari Pendukung Ahok223 Gambar 4.22 Konsultasi Politik Abang Adik224 223 224 Media Indonesia edisi 28 Maret 2016 Media Indonesia edisi 4 April 2016 Seperti yang diungkapkan oleh Peneliti sebelumnya, pemberitaan tentang Ahok ini tidak hanya diberitakan melalui Media Indonesia saja, tetapi melalui Metro TV dan media online yang merupakan media di bawah nanungan Media Group. Gambar 4.23 Iklan Mata Najwa On The Stage225 Kemudian apabila kita mengunjungi laman mediaindonesia.com dengan memilih #JAKARTAMEMILIH, maka akan muncul pemberitaan seputar pilkada DKI Jakarta terutama pemberitaan kandidatnya dengan didominasi oleh pemberitaan seputar Ahok. 225 Media Indonesia edisi 29 Mei 2016 Gambar 4.24 #JAKARTAMEMILIH226 226 mediaindonesia.com diakses pada 29 April Pkl 21.24 WIB Bila dilihat melalui kasus pemebebasan sandera WNI oleh Abu Sayyaf, Media Indonesia juga secara intens memberitakan pembebasan tersebut dan bahkan dijadikan headline dalam kolom khusus yang membahas proses pelepasan sandera yang diinisiasi oleh Surya Paloh, Hal ini tentu saja tidak hanya diberitakan di Medai Indonesia, Metro TV bahkan membuat peliputan khusus dengan menghadirkan Bupati Jolo dari Filipina sebagai narasumber. Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Media Indonesia, Ade Alawi sendiri memandang bahwa sering tampilnya Surya Paloh dalam media yang dimilikinya dinilai sangat wajar, seperti berikut ini: “Posisi independen Media Indonesia kita menjaga hal itu ya, karena pada dasarnya sesuai undang-undang pers, sebuah media itu harus independen, cuma mungkin pertanyaan publik“„Kenapa Pak Surya sering tampil di TV atau surat kabar?‟, itu saya kira sangat wajar ya karena dia memiliki TV, ya k an dia yang punya. Masa dia yang punya TV tapi gak boleh nongol di TV, yang tidak boleh adalah sebuah kesalahan sebuah media itu adalah memutar balikan fakta, jadi agendaagenda yang membangun masih tetap sama,kepercayaan public harus kita jaga, bila kemudian ada porsi untuk pak Surya Paloh ada di meda itu saya kira masih dalam batas kewajaran, kita masih menjaga independensi dalam arti porsi beritanya sama, dan kitapun juga masih dalam batas yang normal, tidak ada agenda kita yang menjelek-jelekan partai politik lain dan menggeda-gedekan partai tertentu”.227 Kutipan hasil wawancara tersebut, perlu digaris bawahi terutama bagian kalimat “tidak ada agenda kita yang menjelek-jelekan partai politik lain dan menggeda-gedekan partai tertentu”. Realitanya adalah Media Indonesia melalui komodifikasi informasinya dijadikan kekuatan bagi Surya Paloh dalam karir di dunia politik dan turut membesarkan Partai NasDem. Selain itu, yang menjadi menarik adalah Pernyataan dari Direktur Pemberitaan/Penanggung Jawab Harian Media Indonesia, Usman Kansong terkait makna dibalik kata Independen itu sendiri, sebagaimana pernyataan berikut228: 1. “Ya dalam konteks independensi, sebetulnyakan independen itu punya makna. Independen tidak bermakna netral. Independen itu tiga maknanya ya. Pilihannya tiga, dia boleh netral, boleh mendukung, boleh mengkritik, itu independen. 2. Media cetak itu kan independensinya relatif lebih longgar, dalam artian dia boleh mendukung. Jadi kalau misalkan media cetakpun mendukung pemiliknya atau mendukung suatu partai atau salah satu kandidat itu tidak ada larangan gitu. 3. Kalau kamu misalnya belajar ekonomi Media nanti akan ada, akan keliatan kalau surat kabar boleh mendukung sebetulnya kerana di negara-negara lain juga begitu. 4. pertanyaannya seputar independensi, ya kita bisa mendukung, netral, kita bisa mengkritik, bahkan termasuk mengkritik partai yang dimiliki oleh pemilik ya minimal ada perbedaan pandangan 227 Wawancara pribadi dengan Asisten Kepala Divisi Pemberitaan, Ade Alawi pada 18 April 2016 228 Wawancara pribadi dengan Direktur Pemberitaan, Usman Kansong pada 1 April 2016 Dari pernyataan di atas, jelas bahwa Media Indonesia memposisikan ke-independensian nya dalam posisi mendukung pemilik media yaitu Surya Paloh yang dalam hal ini termasuk mendukung karir perpolitikannya. Perlu digaris bawahi bahwa seharusnya makna independen ini tidak serta merta digunakan untuk mendukung kandidat calon kepala daerah yang di dukung oleh partai NasDem sebagaimana yang Media Indonesia lakukan untuk mendukung Ahok dalam pemilihan Gubernur DKI periode tahun 20172022 dalam frame pemberitaannya Hal ini kemudian diperkuat oleh pernyataan Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia yang menyatakan bahwa: “Dulu, ada pendapat ada di beberapa buku lama yang mengatakan bahwa “Anda ingin menang maka peganglah media” atau “Jika Anda menguasai media maka Anda akan menang”, lebih lanjut dikatakan bahwa pemilik media itu lebih besar kecenderuangnnya untuk meng-exposure dirinya sendiri, itu ada kecenderungan seperti itu karena dia kan pemiliknya, tapi kita juga melihat di beberapa tempat di beberapa negara, pemilik media itu gak menang. Jadi kembali lagi kalau kita pengamat media kita lihat komodifikasi informasi dalam komunikasi politik itu bagaimana memformulasikan isu-isu tersebut sehingga itu menjadi daya Tarik, daya magnit untuk konsumen”.229 Dengan demikian jelaslah bahwa komodifikasi informasi Media Indonesia juga dijadikan sebagai kekutan politik melalui kecenderungan untuk mencitrakan Pemilik yaitu Surya Paloh melalui informasi yang disebarluaskan oleh media yang dimilikinya. 229 April 2016. Wawancara Pribadi dengan Dr. Effy Zalfina Rusfian, M.Si, Depok, 21 Ada sejumlah paradoks peran media dalam kaitannya dengan kerja jurnalistik yang menjadi hal fundamental eksistensi media sebagai ruang publik. Ilmuan John Hartley dalam Politics of Picture : The Creation of the Public in the Age of Popular Media (1992) menegaskan, televisi, surat kabar, majalah, dan media lainnya merupakan domain publik, tempat di mana publik sering diciptakan, oleh karenanya mengandung pemahaman public sphere. Saat media lebih mengedepankan kepentingan politik pemilik maka faktanya urusan dan harapan publik terpinggirkan dengan sendirinya.230 Bahaya peran ganda media sebagai jurnalis sekaligus corong salah satu kekuatan sebenarnya terprediksi jauh-jauh hari. Pertama, struktur pasar media kita memang sudah memasuki struktur oligipolistik. Media lebih banyak berafiliasi ke grup-grup besar sehingga para pebisnis yang menguasai banyak media di Tanah Air sudah bisa dihitung jari. Struktur pasar media ini bertemu dengan politik oligarki parpol. Hal lain yang paradoks dengan nilai fundamental media sebagai ruang publik adalah pergeseran peran jurnalis menjadi propagandis. Dari profesionalitas kerja mengabarkan menjadi mengaburkan data atau fakta. Ketidakadilan penggunanaan media kerap mendistrosi informasi yang diterima publik.231 Selain hal tersebut, Media Indonesia yang notabene adalah media cetak yang dimiliki oleh seorang pengusaha sekaligus politisi, di dalamnya akan terlihat suatu transformasi pesan-pesan atau nilai-nilai 230 Gun Gun Heryanto, Wajah Propaganda Media, (Jakarta: diakses melalui http://www.republika.co.id/berita/surat kabar/opini-surat kabar/14/07/17/n8ue0534wajah-propaganda-media, pada 10 April 2016 pkl. 20.35 WIB, 2014) 231 Gun Gun Heryanto, Wajah Propaganda Media. yang secara tidak langsung akan menguatkan kekuatan ekonomi maupun kekuatan politik dari sang pemilik. Banyak contoh yang bisa disebut untuk menunjukkan bahwa kepentingan industri media besar banyak didikte oleh kepentingan pengiklan, kepentingan pemilik modalnya, untuk mengamankan kepentingan ekonomi dan politiknya. Hal ini bukan merupakan fenomena yang khas di Amerika, tetapi ia juga merupakan suatu fenomena dimana juga terjadi di belahan Eropa, misalnya ketika mantan Perdana Menteri Italia, Silvio Berlusconi, yang juga adalah pemilik jaringan media terbesar di Italia, atau juga Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra, adalah juga pemilik media dan jaringan telekomunikasi terbesar di Thailand.232 Dengan demikian, dengan adanya oligarki yang membentuk konglomerasi media, akan mengancam diversity of content dan keobjektifannya dalam memberitakan suatu hal atau suatu peristiwa karena akan cenderung hanya mementingkan kepentingan pemilik atau pengiklan, seperti yang diungkapkan oleh Dr. Effy Zalfina Rusfian, M.Si., sebagai berikut: “Nah sekarang ada yag namanya oligarki, konglomerasi media, dia punya varian-varian sendiri untuk menguatkan satu berita, kerugiannya ada dalam si konsumennya ini, kalau si konsumen hanya mendapatkan isu dari satu perspektif saja, hanya dari satu konglomerasi media saja, dia tidak punya pembanding, dia tidak punya wacana lain, nah itu. Nah, kan kita tahu pengaruh media itu dari Agenda Setting nya, dari agenda media bisa jadi agenda publik, bisa jadi agenda kebijakan. Tapi yang kita harapkan sebenarnya kalau media itu kan harus berimbang, media itu kan harus objektif, media itu kan mencerdaskan kehidupan bangsa, memberikan edukasi 232 Peter Philips, “Preface”, dalam Peter Philips & Project Censored, Censored 1997: The News that Didn‟t Make the News, The Year‟s Top 25 Censored News Stories, (New York: Seven Stories, 1997), h. 9 yang baik dalam kehidupan tapi dengan adanya komodifikasi informasi, dengan adanya konglomerasi media, dengan adanya oligarki dalam media, kita sebagai pengamat media kalau menurut saya lebih banyak kerugiannya daripada keuntungannya dari segi objektifitas pemberitaan”.233 Herman dan Chomsky dalam Henry Subiakto dan Rachmah Ida telah menggambarkan model propaganda kelompok pemilik modal yang mampu menetapkan premis-premis wacana publik, menentukan informasi apa yang boleh dikonsumsi publik, dan terus-menerus mengelola pendapat publik melalui propaganda234. Dengan demikian, media menjadi alat kepentingan politik, ekonomi yang isinya dipenuhi dengan framing dan kebohongan yang semata-mata digunakan untuk mendapatkan keuntungan. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Keterbukaan dan kebutuhan akan informasi membuat semakin berkembangnya perusahaan pers dan media massa yang didukung dengan demokratisasi pemerintahan. Perubahan sistem pemerintahan di Indonesia turut serta membuka keterbukaan informasi dan kebebasan pers. Demokratisasi sistem pemerintahan yang berimbas pada kebebasan pers berimbas pada semakin menjamurnya perusahaan pers yang membentuk grup atau konglomerasi. Konglomerasi media yang 233 Wawancara Pribadi dengan Dr. Effy Zalfina Rusfian, M.Si, Depok, 21 April 2016. 234 Henry Subiakto dan Rachmah Ida, Komunikasi Politik, Media, dan Demokrasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 105 terjadi di Indonesia ini membentuk 12 grup yang memiliki beretas media dan non media, spasialisasi secara vertikal dan horizontal ini dilakukan untuk mendapatkan keuntungan. Media Group sebagai sebuah grup konglomerasi media yang dimiliki oleh pengusaha sekaligus politisi, Surya Paloh juga memiliki berbagai macam unit usaha yang terdiri atas perusahaan media dan media. Unit usaha yang bergerak dalam bidang media massa terdiri atas televisi yaitu Metro TV, media cetak yaitu Media Indonesia, Borneo News, Lampung Pos, media online seperti metrotvnews.com, dan lain sebagainya. Sedangkan unit usaha non media massa atau yang disebut dengan spasialisasi horizontal seperti perhotelan, katering, perusahaan energy dan lain sebagainya. Media Indonesia sendiri merupakan salah satu unit usaha bisnis yang bergerak dalam bidang media massa yang berbentuk cetak. Media Indonesia merupakan koran nasional yang terbit sejak 19 Januari 1970. Pada 1987, pendiri Media Indonesia Teuku Yousli Syah bekerja sama dengan Surya Paloh untuk mengelola surat kabar tersebut hingga akhirnya resmi dimiliki oleh Surya Paloh. Sebagai sebuah media massa yang dimiliki oleh seorang pengusaha sekaligus politisi, Media Indonesia memiliki kepentingan untuk untuk mendapatkan keuntungan baik itu dalam bidang ekonomi maupun politik, proses inilah yang disebut seabgai komodifikasi. 1. Komodifikasi Informasi Media Indonesia Komodifikasi merupakan proses transformasi pesan dan nilai hingga menjadi sistem makna yang dapat dipasarkan. Sederhananya, proses ini dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dengan menjual komoditas. Dalam hal ini, Media Indonesia melakukan komodifikasi dalam tiga hal sesuai dengan konsep yang ditawarkan oleh Vincent Moscow dalam teori ekonomi politik media, proses tersebut mencakup komodifikasi isi, komodifikasi khalayak dan komodifikasi pekerja. Dalam konteks konten pemberitaan atau isi, Media ndonesia melakukan komodifikasi isi dengan berbagai macam cara, yaitu sebagai berikut: 1. Dengan memfokuskan konten pada bidang politik dan Ekonomi yang dinamikanya selalu berkambang, Media Indonesia berupaya untuk menarik pengiklan. 2. Dengan menghadirkan fokus yang berbeda atau pemberitaan yang digali secara investigatif di setiap harinya (positioning). 3. Meskipun fokus pada pemberitaan politik dan ekonomi, Media Indonesia tetap menghadirkan kolom selebritas untuk menarik pengiklan dan menarik pembaca dari kalangan perempuan. 4. Melalui e-paper dan media online, Media Indonesia berharap informasinya dapat sampai ke berbagai kalangan dengan distribusi yang multi kanal atau dengan berbagai platform. 5. Melalui integrasi dengan unit usaha di bawah naungan Media Group melalui GPRS atau bank data yang bisa diakses oleh semua unit usaha di bawah Media Group. 6. Dengan kolom khusus atau pemberitaan yang dinaik cetakkan pada hari tertentu atau peringatan hari besar seperti dalam rangka peringatan Kartini, Hari Kebangkitan Nasional dan Kemerdekaan Republik Indonesia. 7. Melalaui fokus internasional yang sering memberitakan tentang kemiskinan, kesengsaraan, konflik di berbagai negara di dunia. Selain komodifikasi konten pemberitaan atau isi, komodifikasi juga dilakukan dengan menjual khalayak kepada pengiklan untuk mendapatkan keuntungan, hal inilah yang disebut dengan komodifikasi khalayak yang dilakukan melalaui: 1. Melalui target pembaca atau readership profile, pengiklan akan mengetahui karakteristik pembaca media Indonesia sehingga akan memudahkan jenis iklan mana yang akan mengiklankan produknya. 2. Melalui Komunitas Media Indonesia yang sering mengadakan pelatihan atau training dan bekerjasama dengan perusahaan aau nstansi, secara tidak langsung memaksa para peserta pelatihan tersebut mengkonsumsi media Indonesia melalui benefit untuk gratis berlangganan minimal tiga bulan. 3. Melalui kolom selebritas, pembaca dengan latarbelakang jenis kelamin perempuan secara tidak langsung diserahkan kepada pengiklan untuk jenisproduk tertentu. 4. Dengan partisipasi melalui SMS, komentar di media sosial, bedah editorial, khalayak tidak hanya mengkonsumsi media, mereka juga dilibatkan untuk memproduksi pesan atau konten. 5. Melalui integrasi dengan unit usaha di bawah naungan Media group, khalayak secara tidaklangsung diapkasa untuk mengkonsumsi produk unit usaha lainnya yang berada di bawah nanungan Media Group. Tidak hanya komodifikasi isi dan khalayak saja, Media Indonesia juga melakukan komodifikasi pekerja yang ditempuh melalui berbagai cara, seperti di bawah ini 1. Adanya mutasi pekerja disesama unit usaha di bawah naungan Media Group 2. Adanya rangkap jabatan unit usaha yang satu dengan unit usaha lainnya 3. Adanya training pekerja baru Metro TV di Media Indonesia 4. Melalui adanya intervensi dari pemilik, pekerja hanya diposisikan sebagai kepanjangan dari pemilik media dengan mengabaikan kompetensinya. 2. Komodifikasi Informasi Media Indonesia dijadikan sebagai kekuatan Ekonomi-Politik Surya Paloh Menjadi perhatian yang perlu digaris bawahi dan perlu dikritisi bahwa komodifikasi yang dilakukan oleh Media Indonesia baik melalui isi, khalayak, maupun pekerja, dilakukan untuk dijadikan kekuatan ekonomi dan politik pemilik, dalam hal ini Surya Paloh sebagai pengusaha sekaligus politisi. Hal tersebut bisa dilihat melalui beberapa hal, speerti di bawah ini: 1. Melakukan Barter Promotion dengan sesama unit usaha di bawah nanungan Media Group. 2. Menjaga citra atau image klien atau pengiklan dalm pemberitaannya. 3. Membangun citra atau image Surya Paloh dan partai NasDem serta melegitimasi pihak-pihaknya dengan dukungan yang dibingkai dalam setiap pemberitaannya. Media Massa merupakan domain publik, tempat di mana publik sering diciptakan, oleh karenanya mengandung pemahaman public sphere. Saat media lebih mengedepankan kepentingan politik pemilik maka faktanya urusan dan harapan publik terpinggirkan dengan sendirinya. Dengan demikian, komodifikasi yang dilakukan oleh Media Indonesia turut serta dijadikan kekuatan ekonomi dan politik sang pemilik media. Dari tinjauan kritis, praktik konglomerasi atau adanya oligarki dalam media yang diwujudkan dalam komodifikasi, akan menyebabkan terancamnya diversity of content sehingga khalayak cenderung tidak akan mendapatkan informasi dengan frame yang variatif. Selain itu, praktik komodifikasi ini akan mengancam objektifitas dan ke-independensian media dengan hilangnya ruang publik karena bergesernya jurnalis menjadi propagandis. B. Saran Berdasarkan penelitian ini dan melihat fenomena yang ada,maka Peneliti memeliki beberapa saran, yaitu: 1. Sebagai pemilik media, hendaknya pemilik tetap memposisikan media massa sebagai jembatan aspirasi massa dan mememnuhi kebutuhan informasi masyarakat seperti menjalankan fungsinya dalam hal edukasi, hiburan, dan lain sebagainya tanpa mengabaikan fungsi-fungsi tersebut. 2. Saat ini, tanpa adanya modal yang besar, kecil sekali kemungkinan untuk dapat membangun sebuah bisnis media massa. Namun kendati demikian, sebaiknya para pemilik media tetap memperhatikan kualitas informasi atau pemebritaan yang disajikan 3. Sebagai Pemabaca atau khalayak yang mengkonsumsi media, hendaknya kita lebih cerdas dalam mengkonsumsi media dengan model multi step flow, yaitu tidak menajdi konsumen yang fanatik terhadap satu jenis brand media massa saja, tetapi mengkonsumsi media massa secara multi kanal. 4. Penelitian ini bisa dilanjutkan untuk meneliti praktik konglomerasi media di dalam Media Group. DAFTAR PUSTAKA Biagi, Shierly. 2012. Media/Impact Pengantar Media Massa. Jakarta: Salemba Humanika. Bungin, Burhan. 2012. Analisis Data Penelitian Kualitatif, cet. ke-8. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Burton, Graeme. 2006. Yang Tersembunyi di Balik Media (terj). Jakarta: Jalasutra. Effendy, Onong Uchyana. 1989. Leksikan Komunikasi. Bandung: Mandar Maju. Farihah, Ipah Farihah. 2006. Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press. Heryanto, Gun Gun. 2010. Komuniasi Politik di era Industri Citra. Jakarta: PT. Lasswell Visitama. Halim, Syaiful. 2013. Postkomodifikasi Media. Yogyakarta: Jalasutra. Hardt, Hanno. 2007. Critical communication Studies (terj). Yogyakarta: Jalasurta Hisyam, Usamah. 2007. Editorial Kehidupan Surya Paloh, Jakarta: Dharmapena. Ibrahim, Idi Subandy dan Bacharudin Ali Akhmad. 2014. Komunikasi dan Komodifikasi. Jakarta, Yayasan Postaka Obor Indonesia. Kriyantono, Rachmat. 2008. Tekhnik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, cet. ke-3. Jakarta: Kencana. Littlejohn, Stephen W. dan Karen A. Foss. 2011. Teori Komunikasi, edisi 9. Jakarta: Salemba Humanika. McQuail, Dennis. 1991. Teori Komunikasi Massa, Penerjemah Agus Dharma. Jakarta: Erlangga . 2012. Teori Komunikasi Massa McQuail, ed. 6, buku 1,Penerjemah Putri Iva izzati JakartaL Salemba Humanika. Moleong, Lexy J. 2009. Metodelogi Penelitian Kualitatif, cet. ke-26 . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Moscow, Vincent. 1996. The Political Economy of Communication 1st ed. London: Sage Publications. .2009. The Political Economy of Communication 2nd ed. London: Sage Publications. Murdock, Graham dan Peter Golding. 2005. “Culture, Communications and Political Economy,” dalam James Curran dan Michael Gurevitch, ed., Mass Media and Society. London: Bloomsbury, Academic. Murdock, Graham dan Peter Golding, 1992. Political Economy of Mass Communication, In Curan, James and Gurevitch, Michael (eds.) Mass Media and Society. London: Edward Arnold: A Devision of Holder & Stoughten Nainggolan, Bastian. 2015. Konglomerasi Media Nasional: Tipologi, Konsentrasi, dan Kompetisi Pasar. Dalam buku Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia. Menegakan Kedaulatan. NasDem. 2011. AD-ART Partai NasDem. Jakarta: Dewan Pimpinan Pusat Partai NasDem Nasrullah, Rulli. 2015. Media Sosial Perspektif komunikasi, budaya, dan sosioteknologi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nasrullah, Rulli. 2012. Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber. Jakarta: Kencana. Noor, Henry Faizal. 2010. Ekonomi Media. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Nurudin. 2007. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Pendidikan Nasional, Departemen. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Philips, Peter & Project Censored. 1997. The News that Didn‟t Make the News, The Year‟s Top 25 Censored News Stories. New York: Seven Stories. Prasetyo, Bambang dan Miftahul Jannah. 2005. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Rahayu. 2000. Analisis Dampak Pergeseran Karakteristik Industri Pers pada Strategi Perusahaan dan Pembangunan Sumber Daya Manusia. Bandung: Remaja Rosda Karya. Rusadi, Udi. 2015. Kajian Media Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Subiakto, Henry dan Rachmah Ida. 2012. Komunikasi Politik, Media, dan Demokrasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sudibyo, Agus. 2004. Ekonomi Politik Media Penyiaran. Yogyakarta: LkiS. Sugiono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Penerbit Alfabeta. Tebba, Sudirman dan Cecep Sastrawijaya, 2015. Bisnis Media Massa di Indonesia. Tangerang: Pustaka IrVan. Vivian, John . 2008. Teori Komunikasi massa. Jakarta: Prenada Media Group. Jurnal dan Penelitian http://eprints.binus.ac.id/23262/1/2011-2-00535AK%20Abstrak001.pdf, diakses pada 13 Mei 2016, pkl 21.40 WIB. Adila, Ismi. 2011. Spasialisasi dalam Ekonomi Politik Komunikasi (Studi Kasus MRA Media). Jogjakarta: Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.1, April 2011 Arianto. 2011. Ekonomi Politik Lembaga Media Komunikasi. Jogjakarta: Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.2, Oktober 2011. Arumdati, Penni. 2008. Analisis Kebijakan Pengenaan PPH Pasal 23 atas Jasa Pemasangan Iklan di Media Cetak melalui Withholding Tax System. Depok: Skripsi Departeman Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Lanna dan M. Azman Fajar. 2008. Diantara Cengkraman Negara dan Pasar. Melawan monopoli, Oligopoli, dan Pemusatan Kepemilikan Media. dalam Jurnal Sosial Demokrasi Vol.3 No.1 Juli - September 2008. Jakarta: Pergerakan Indonesia dan Komite Persiapan Yayasan Indonesia Kita. Fahrudin, Dedi. 2014. Konglomerasi Media Studi Ekonomi Politik Terhadap Media Group. Jakarta: Jurnal Ilmu Sosial Indonesia (JISI), volume 1 nomor 2, September. Lanna dan M. Azman Fajar (Editoral). 2008. Melawan monopoli, Oligopoli, dan Pemusatan Kepemilikan Media. Jurnal Sosial Demokrasi. Jakarta: Pergerakan Indonesia dan Komite Persiapan Yayasan Indonesia Kita. Vol.3 No.1 Juli September 2008 Manoarfa, Maya. 2011. Memahami Strategi Komunikasi Ormas Nasional Demokrat Sebagai Embrio Partai Politik di Indonesia. Semarang: Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Diakses melalui Universitas Diponegoro. https://core.ac.uk/download /files/379/11727698.pdf, pada 12 Mei 2016, pkl. 21.15 WIB. Musthofa, As‟Ad Musthofa. 2012. Komodifikasi Kemiskinan oleh Media Televisi,. Jurnal Ilmiah Komunikasi | MAKNA Vol. 3 No. 1, Februari – Juli 2012. Novita Putri, Indha. 2013. Spasialisasi Dan Konglomerasi Media (Analisis Deskriptif Ekonomi Politik Media pada Kelompok Kompas Gramedia). Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Nugroho, Y., Putri, DA., Laksmi, S. 2012. Memetakan Lansekap Industri Media Kontemporer di Indonesia (Edisi Bahasa Indonesia). Laporan. Bermedia, Memberdayakan Masyarakat: Memahami kebijakan dan tatakelola media di Indonesia melalui kacamata hak warga negara. Riset kerjasama antara Centre for Innovation Policy and Governance dan HIVOS Kantor Regional Asia Tenggara, didanai oleh Ford Foundation. Jakarta: CIPG dan HIVOS Yudistira, Pelembagaan Partai NasDem. Malang: Jurnal Ilmu Politik program studi Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya, Diakses melalui: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=276511 &val=6497&title=PELEMBAGAAN%20PARTAI%2NASD EM pada 12 Mei 2016, pkl. 21.30 WIB. Tyas, Sagitaning. 2010. Konglomerasi Industri Media Penyaiaran di Indonesia Analisis Ekonomi Politik Pada Group Media Nusantara. Jakarta: Skripsi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah. Artikel, koran dan Internet Beo Da Costa, Agustinus. 2014. Surya Paloh dibalik Impor Minyak Angola, diakses melalui: http://industri.kontan.co.id/news/surya-paloh-di-balik-imporminyak-angola, pada 13 Mei 2016 pkl 20.29 WIB Dokumen Sekretaris Redaksi Media Indonesia yang diberikan tahun 2016 Dwi Prihadi, Susetyo. 2015. Berapa Jumlah Pengguna Facebook dan twitterdi Indonesia: http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150327061134185-42245/berapa-jumlah-pengguna-facebook-dan-twitter-di indonesia/, (CNN Indonesia, 2015), diakses pada 30 Mei 2016 Pkl 22.21 WIB. Heryanto, Gun Gun. 2014. Wajah Propaganda Media. Jakarta: diakses melalui: http://www.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/14/07/17 /n8ue0534-wajah-propaganda-media pada 10 April 2016 pkl. 20.35 WIB Hidayat, N. Dedy: https://ashadisiregar.files.wordpress.com/2009/03/microsoft word-dedynurhidayat_teori-kritis3.pdf pada 30 Maret 2016 pukul 14.03 WIB. Kominfo.https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3415/Komin fo+%3A+Pengguna+Internet+di+Indonesia+63+Juta+Orang/ 0/berita_satker, diakespada 30 mei pkl 22.15 WIB. Liem,Merlyna. 2012. http://merlyna.org/2012/02/21/leagueof 13 media-concentration-in-indonesia/, diakses pada 3 Maret 2016 pkl 10.03 WIB Kompas edisi 20 Januari 1995 Media Indonesia edisi 15 Maret 2016 Media Indonesia edisi 20 Maret 2016 Media Indonesia edisi 24 Maret 2016 Media Indonesia edisi 28 Maret 2016 Media Indonesia edisi 31 Maret 2016 Media Indonesia edisi 4 April 2016 Media Indonesia edisi 22 April 2016 Media Indonesia edisi 26 April 2016 Media Indonesia edisi 21 Mei 2016 Media Indonesia edisi 29 Mei 2016 Media Indonesia edisi 30 Mei 2016 Media Indonesia edisi 31 Mei 2016 Media Indonesia edisi 1 Juni 2016 Supadiyanto. 2013. Ekonomi Politik Media, Riset, Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial. Kutipan ini berbentuk makalah. Makalah ini termuat juga di Kompasiana edisi Ahad, 19 Mei 2013 (bisa diklik di sini: http://media.kompasiana.com /mainstream-media/2013/05/19/ ekonomi-politik-media-risetgerak an-sosial-dan-perubahan-sosial-557390.html) dan pernah disampaikan dalam Sekolah Kementerian yang digagas oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM) “Kabinet Bangkit Bergerak” di Gelanggang Mahasiswa UGM Yogyakarta pada Sabtu, 18 Mei 2013 pukul 10.00.00 12.15.00 WIB Website http://www.indocater.co.id http://www.lampungpost.co http://www.mediagroup.co.id http://www.mediaindonesia.com http://www.metrotvnews.com https://www.facebook.com/harianmediaindonesia/ https://twitter.com/search?q=mediaindonesia&src=typd Dokumentasi Bersama Direktur Pemberitaan/Penanggung Jawab Harian Media Indonesia, Bapak usman Kansong Bersama Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Harian Media Indonesia, Bapak Ade Alawi Bersama Asisten Human Resource Development (HRD) Harian Media Indonesia, Ibu Wawa Karwati Bersama Asisten Kepala Divisi Iklan dan Marketing Harian Media Indonesia, Bapak Wendy Rizanto Bersama Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, sekaligus Researcher Ekonomi Politik Media, Dr. Effy Zalfiana Rusfian,M.Si.