SEMINAR NASIONAL PENELITIAN DAN PENDIDIKAN KIMIA “Kontribusi Penelitian Kimia Terhadap Pengembangan Pendidikan Kimia” Unjuk Kerja Bakteri Pseudomonas Sp Dalam Biodegradasi Glifosat Dalam Tanah Anna Permanasari, Wiwi, Zackiyah, Soja, Ika, Elva Abstrak Glifosat adalah salah satu jenis pestisida sintetik yang pada decade terakhir ini sangat banyak digunakan oleh petani karena efisiensi dan efektivitasnya. Tetapi, seperti halnya pestisida sintetik lainnya, permasalahan yang muncul adalah terjadinya akumulasi glifosat dalam tanah/air yang umum terjadi karena penggunaan yang tidak terkontrol. Hal ini diperparah dengan tingginya resistensi glifosat di lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa glifosat terdegradasi dalam tanah secara alamiah dengan waktu paruh 100 hari (Cox, 2000; Granby, 2001; Leung, 2000; Schuette, 1998). Penelitian ini dilakukan dalam upaya menemukan cara yang paling tepat untuk percepatan laju degradasi glifosat menggunakan bakteri tanah pseudomonas sp dan E.coli sp dengan penambahan stimulan sodium dodesil sulfat (SDS). Pengurangan jumlah glifosat karena proses biodegradasi dimonitor dari waktu ke waktu dengan teknik HPLC, setelah melalui treatment ekstraksi glifosat dari contoh tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bakteri Pseudomonas sp dan E.Coli sp secara umum menujukkan kinerja yang sangat bagus dalam mempercepat laju degradasi glifosat. Bakteri Pseudomonas sp dan E.Coli sp masing-masing mempercepat laju + 10 kali dan 5 kali lebih cepat dari laju biodegradasi secara alamiah. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa SDS dapat menstimulasi pelepasan ikatan glifosat dari tanah sehingga memperbesar recovery ekstraksi, tetapi tidak menstimulasi proses dbiodegradasi glifosat oleh bakteri Bakteri Pseudomonas sp. Kata kunci: biodegradasi, glifosat, Bakteri Pseudomonas sp, E.Coli sp, SDS, HPLC Pendahuluan Glifosat adalah salah satu jenis herbisida golongan organofosfat sintetik yang meskipun populer digunakan sebagai pembasmi hama tanaman, tetapi tergolong pestisida yang resisten di alam, dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat terdegradasi, yaitu dengan waktu paruh mencapai 100 hari (Cox, 2000; Granby, 2001; Leung, 2000; Schuette, 1998). Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004 1 Upaya percepatan degradasi pestisida menggunakan mikroba atau sering disebut proses biodegradasi telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Telah dibuktikan pada studi pendahuluan bahwa bakteri Pseudomonas sp dan E. coli sp yang banyak terdapat dalam tanah mampu mendegradasi glifosat yang resisten dalam media tersebut (Fachruroji, 2003; Ika, 2004; Elva, 2004). Surfaktan adalah zat aktif permuk aan yang akhir-akhir ini banyak digunakan dalam upaya mempercepat laju biodegradasi zat organik di alam oleh bakteri. Penelitian dilakukan untuk mengetahui lebih jauh tentang unjuk kerja bakteri Pseudomonas sp dan E. coli dalam biodegradasi glifosat dala m tanah, yang secara khusus mengkaji laju degradasinya. Lebih jauh penelitian ini mencoba mempelajari bagaimana peran surfaktan sintetik SDS dalam percepatan laju degradasi glifosat oleh bakteri Pseudomonas sp. Biodegradasi glifosat oleh bakteri Penelitian biodegradasi glifosat sampai saat ini belum banyak dilakukan orang, mengingat pestisida ini baru populer digunakan sebagai pestisida alternative dalam skala besar di dunia semenjak tahun 1998 (Cox, 2000). Penelitian yang telah dilakukan dalam kaitannya dengan upaya mengatasi akumulasi pestisida ini terutama di dalam tanah adalah percepatan degradasi glifosat. Leung (2000) mengungkapkan dalam laporannya bahwa degradasi glifosat dapat dipercepat dengan menggunakan bakteri Agrobacterium sp.. Petit (1995) menyatakan bahwa tanah yang banyak mengandung bakteri seperti Pseudomonas sp., Moraxella sp. diyakini mampu mendegradasi glifosat. Bakteri Escherichia coli merupakan salah satu bakteri yang potensial digunakan sebagai bakteri pendegradasi glifosat, karena terbukti bakteri tersebut menggunakan senyawa fosfat seperti metilfosfonat atau etilfosfonat sebagai sumber fosfor utamanya (Kononova dan Nesmeyanova, 2002). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh Ika (2004), Elva (2004) dan Fachruroji (2003) memperkuat hasil penelitian sebelumnya. Dalam studi pendahuluan tersebut diungkapkan bahwa bakteri Pseudomonas sp dan Escherichia coli menunjukkan kinerja yang sangat baik dalam mempercepat laju degradasi glifosat dalam tanah. Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004 2 Surfaktan adalah zat aktif permukaan yang akhir-akhir ini banyak digunakan dalam upaya mempercepat laju biodegradasi zat organik di alam oleh bakteri. Surfaktan diperkirakan dapat menstimulasi kerja mikroba/bakteri, dengan cara mempertinggi kelarutan zat organik sehingga dapat dengan cepat terlepas dari tanah, dan dapat lebih cepat berinteraksi dengan mikroba/bakteri dalam medium tanah atau air. Inskeep (1999) dalam laporannya menuliskan bahwa beberapa jenis surfaktan dapat mempercepat laju degradasi, diantaranya mikroba jamur white-rot dapat memoercepat laju degradasi PCD (Phenantrene penta Chloro Phenol), DDT (Dichloro Diphenil Trichloro etane) dan PCB (Poly Chloro Byphenil). Beberapa jenis surfaktan alamiah seperti rhamnolipid dan triton x-100 ditemukan dapat mempercepat degradasi pestisida atrazin, trifuralin dan coumafos oleh bakteri Pseudomonas sp dengan cara mempertinggi kelarutan pestisida dalam air (Mata, 2000). Umumnya surfaktan yang digunakan sebagai stimulan untuk biodegradasi pestisida adalah surfaktan alamiah (biosurfaktan). Hal ini dapat dipahami mengingat surfaktan alamiah dapat terdegradasi dengan cepat secara alami, sehingga penggunaannya sebagai stimulan tidak menyebabkan permasalahan lain di lingkungan. SDS (Sodium Dodecyl Sulfate) adalah surfaktan sintetik yang murah, mud ah diperoleh dan ramah lingkungan karena sifatnya yang “biodegradable”. Hasil penelitian White (1995) yang sangat menarik mengungkapkan bahwa ternyata surfaktan SDS menunjukkan kinerja yang sangat baik dalam menstimulasi penyerangan bakteri terhadap zat-zat organic di dalam tanah. Metodologi Alat dan bahan Alat utama dalam penelitian ini adalah HPLC merk Hitachi seri 7600 dengan kolom C-18 (merk HP Lichrosper100 Si- 60 86344 ODE 125-6 mm, 0.5 µm) dan Syringe merk Hamilton (30 µL) beserta satu set peralatan pendukung lainnya seperti penyaring membran, electronic vibration (alat degassing) dan alat-alat gelas lainnya. Bahan kimia yang digunakan umumnya memiliki derajat kemurnian pro analisa, seperti methanol for HPLC, asetonitril p.a., KH2 PO4 p.a yang diproduksi oleh Merck. dan larutan Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004 3 buffer pH 5. Sementara itu akuabides bebas mineral dibuat sendiri di laboratorium. Bakteri Pseudomonas sp dan E. Coli diproduksi oleh PAU ITB, yang sebelumnya telah diuji pertumbuhannya memalui penggunaan media glifosat sebagai satu-satu sumber fosfat. Media tanah adalah berupa humus dari tanah permukaan (top soil) yang berasal dari hutan pinus Gunung Tangkuban Perahu, Bandung, dengan asumsi tanah ini tidak terkontaminasi oleh pestisida. Glifosat diperoleh dari PT. Monagro Kimia dalam sediaan round up dan glifosat p.a merk Aldrich. Tahapan kerja Secara umum, penelitian dilakukan melalui tahap-tahap optimasi preparasi sampel (optimasi ekstraksi glifosat dari tanah melalui optimasi pH ekstraksi), tahap studi laju biodegradasi oleh bakteri, serta tahap uji peranan SDS sebagai stumulan dalam biodegradasi glifosat oleh bakteri pseudomonas sp. Tahap optimasi dilakukan dengan menentukan recovery ekstraksi pada berbagai variasi pH ekstraksi). Untuk mengetahui recovery ekstraksinya, jumlah glifosat yang terekstraksi dari tanah dibandingkan dengan jumlah glifosat yang diekstraksi tanpa tanah. Ekstraksi dilakukan dengan cara pengocokan contoh tanah yang mengandung glifosat dengan menggunakan pelarut metanol : asetonitril selama 20 jam kemudian disaring, dikisatkan, dan dilarutkan dalam fasa gerak yang digunakan. Selanjutnya contoh siap ukur diinjeksikan ke alat HPLC. Hasil penelitian berupa luas area puncak-puncak untuk setiap contoh yang diinjeksikan. Selanjutnya % recovery ditentukan berdasarkan perbandingan area contoh dengan area standar. Studi laju degradasi dilakukan dengan memonitor pengurangan jumlah glifosat dalam tanah pada penggunaan bakteri pseudomonas sp dan E. Coli, pada setiap periode waktu tertentu. Peranan SDS dalam percepatan biodegradasi ditinjau dari dua aspek, yaitu pengaruhnya terhadap keberhasilan ekstraksi glifosat dari tanah dan percepatan laju degradasi oleh SDS.Monitoring dilakukan melalui pengukuran glifosat pada setiap treatment yang dilakukan, menggunakan teknik HPLC Hasil dan Diskusi Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa ekstraksi glifosat paling baik dilakukan pada pH optimum 5 dan menggunakan glifosat dengan konsentrasi 5 mg dalam setiap 10 gram contoh tanah kering (500 ppm), dengan rata-rata % recovery berkisar Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004 4 antara 90,14 % sampai 95%. pH pada tanah dapat mempengaruhi karakteristik tanah terutama terhadap permukaan lempung. Pada pH sekitar 5, permukaan lempung yang mengandung gugus hidroksida (OH) terprotonkan oleh ion H+ sehingga permukaannya permukaan berkurang kepolarannya. H+ M-OH + H+ M-O H Glifosat yang memiliki polaritas tinggi dengan demikian akan lebih mudah terlepas dari tanah, dan akan lebih mudah terekstraksi ke dalam pelarut metanol-asetonitril yang bersifat polar Struktur glifosat hampir mirip dengan asam amino glisin dengan penambahan gugus fospat. Titik isoeletrik glisin adalah 5,97 (Anna Poedjiadi, 1994). Bentuk switer ion dari glifosat adalah sebagai berikut HOOCCH2 - NH2 + - CH2 - PO3 HOleh karena pada glifosat terdapat gugus fospat yang memiliki nilai pKa 5,58 (Franz, 1985), maka kemungkinan glifosat memiliki titik isoeletrik sekitar 5. Dapat disimpulkan bahwa pH 5 merupakan kondisi di mana glifosat memiliki kepolaran tinggi, sehingga mudah terekstraksi ke dalam fasa asetonitril/air yang polar. Gambar 1. menunjukkan kromatogram glifosat hasil ekstraksi dari tanah sebelum proses degradasi (t0 ), setelah proses degradasi secara alamiah selama 20 hari (t20 ), dan setelah proses degradasi dengan bakteri E. Coli selama 20 hari (t20 ). Adanya penurunan intensitas puncak (penurunan luas area) membuktikan bahwa glifosat dapat terdegradasi secara alamiah, dan proses degradasi tersebut dipercepat dengan adanya bakteri E. Coli. Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004 5 Gambar 1. Kromatogram Glifosat pada Tiga Kondisi: Tanpa E.coli pada to (a), Tanpa E.coli pada t20 (b) dan Dengan E.coli pada t20 (c) Hal yang sama terjadi pada penggunaan bakteri pendegradasi pseudomonas sp. Peningkatan laju degradasi ini telah dibuktikan terjadi pada konsentrasi glifosat yang berbeda, seperti ditunjukkan oleh gambar 2. dan 3. a b a 80 1500000 70 % Degradasi 60 Luas area 50 40 30 20 1000000 500000 10 0 20 30 40 Konsentrasi Glifosat , mg/10 g tanah kering 0 10 20 30 Konsentrasi (ppm) % Degradasi tanpa E.coli % Degradasi dengan E.coli Tanpa bakteri Dengan bakteri Gambar 2. Degradasi glifosat dalam tanah dengan dan tanpa bakteri E.Coli (2a.) dan bakteri pseudomonas sp (2b) pada berbagai konsentrasi glifosat Dari Gambar 1,2 dan 3. dapat dilihat dengan jelas bahwa baik bakteri pseudomonas sp maupun E.Coli dapat menurunkan luas area pada masing- masing konsentrasi glifosat, hal ini dimungkinkan karena penambahan bakteri tersebut dapat mengaktifkan enzim yang terdapat pada bakteri yang memanfaatkan glifosat untuk membentuk produk (kompleks enzim- substrat) atau senyawa glifosat dijadikan sebagai salah satu sumber makanan bagi Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004 6 bakteri. Fenomena di atas membuktikan bahwa bakteri pseudomonas sp dan E.Coli dapat mendegradasi glifosat pada berbagai konsentrasi. (a) (d) (b) (e) (c) (f) Gambar 3. Kromatogram Pengurangan konsentrasi glifosat dalam tanah setelah proses biodegradasi pada hari ke 3, 7 dan 10 menggunakan bakteri pseudomonas sp (a, b, dan c), serta menggunakan bakteri dan stimulant SDS (d, e, dan f) Yang menarik adalah bahwa pada penggunaan stimulant SDS, ternyata pengurangan konsentrasi glifosat karena degradasi oleh pseudomonas sp tidak secepat pada Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004 7 penggunaan bakteri yang sama tanpa SDS. Hal ini ditunjukkan oleh lebih besarnya luas area glifosat hasil ekstraksi setelah proses degradasi seperti ditunjukkan oleh gambar 3. Keadaan ini ternyata terjadi pada setiap waktu degradasi glifosat yang berbeda, seperti diperlihatkan oleh gambar 4. 40000 35000 Luas area 30000 25000 tanpa SDS dengan SDS 20000 15000 10000 5000 0 3 7 10 waktu (hari) Gambar 4. Grafik Luas Area Glifosat dalam Standar dan Contoh pada Hari ke-3, Hari ke-7, dan Hari ke-10 Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa surfaktan SDS tidak dapat menstimulasi proses biodegradasi glifosat oleh bakteri pseudomonas sp. Seperti diungkapkan di bagian terdahulu, umumnya surfaktan berperan dalam menstimulasi dan mempermudah lepasnya pestisida dari ikatan dalam tanah, serta menstimulasi kerja enzim dalam bakteri dalam degradasi pertisida. Untuk memastikan di mana SDS tidak bekerja dengan baik maka dilakukan studi recovery ekstraksi glifosat dengan dan tanpa penambahan SDS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan SDS, ekstraksi berlangsung lebih sempurna, seperti terlihat dari nilai % recovery ekstraksinya. Pada dasarnya ekstraksi bertujuan untuk melepaskan glifosat dari ikatannya dengan tanah. Rupanya surfaktan SDS yang memiliki gugus polar dan nonpolar mampu mengikat glifosat yang memiliki gugus yang sama, dengan lebih baik. Artinya keduanya memiliki sifat yang sama. Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004 8 Tabel 1.Data Perbandingan % Recovery Ekstraksi Glifosat dengan dan tanpa Stimulan SDS ket % Recovery Ekstraksi Glifosat dari Tanah tanpa Stimulan SDS Dengan Stimulan SDS 91.71 96.32 SD 5939.43 5523.69 % KV 12.76 11.48 Dengan demikian akan semakin mudah bagi glifosat untuk bergerak melepaskan diri dari ikatannya dengan tanah. Tetapi di lain fihak, keberhasilan ini tidak dibarengi dengan peningkatan laju degradasi oleh enzim dalam bakteri. Untuk pembuktian lebih lanjut, maka dilakukan pengujian degradasi SDS tanpa glifosat dengan bakteri pseudomonas. Tabel 2. Degradasi SDS oleh bakteri pseudomonas sp. waktu (jam) Luas Area injek-1 injek-2 rata-rata 20 78306 72652 75479 40 52392 43060 47726 60 33296 34228 33762 Data pada table 2 memberikan penjelasan kepada kita bahwa ternyata selain glifosat, SDS juga didegradasi oleh bakteri pseudomonas. Hal ini memungkinkan mengingat struktur SDS yang banyak mengandung atom karbon dapat berfungsi sebagai sumber karbon bagi bakteri tersebut. Oleh karena degradasi SDS inilah maka kemungkinan besar berdampak pada berkurangnya laju degradasi glifosat, karena bakteri bekerja terhadap dua spesi, glifosat dan SDS. Studi lebih lanjut tentang laju biodegradasi glifosat oleh ke dua bakteri selanjutnya dilakukan melalui monitoring pengurangan jumlah glifosat dalam ekstrak tanah setelah melalui proses biodegradasi, pada variasi waktu antara 0 hari sampai dengan 20 hari, dengan asumsi bahwa waktu paruh biodegradasi terjadi sebelum t=20 hari. Pengaruh Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004 9 waktu terhadap laju degradasi glifosat dalam tanah ditunjukkan oleh kurva laju degradasi N/No terhadap waktu, seperti terlihat pada Gambar 5 di bawah ini 100 1,25 90 1 80 0,75 N/No N/No (/100) 110 70 60 y = 0,996e-0,0788x R2 = 0,9603 1 0,49 0,5 0,6 0,25 0,36 50 0,18 0 40 0 5 10 15 20 0 25 5 10 15 20 25 Waktu (hari) waktu, hari 1,2 1 N/N0 0,8 0,6 0,4 -0,049x y = 1,0003e 2 R = 0,9751 0,2 0 0 5 10 15 20 waktu (hari) Gambar 3. Laju biodegradasi glifosat oleh bakteri E.Coli (3a), pseudomonas (3b) dan pseudomonas sp + SDS (3c) dalam tanah *) N/No adalah perbandingan area glifosat padawaktu t dengan awal (t o ) Secara kuantitatif, laju biodegradasi dapat dinyatakan dengan waktu paruhnya, yaitu waktu yang diperlukan oleh bakteri untuk mendegradasi separuh dari konsentrasi zat yang didegradasi. Dengan mengasumsikan luas puncak sebanding dengan konsentrasi glifosat, maka waktu paruh t1/2 dapat dihitung melalui persamaan Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004 10 t 1 = 2 ln 2 0,693 = k k k adalah tetapan laju degradasi, yang dapat ditentukan melalui kurva hubungan ln C terhadap waktu. Dari kurva diperoleh nilai k, yaitu kemiringan kurva sebesar 0,0352. Selanjutnya dengan memasukkan nilai k yang diperoleh ke dalam persamaan di atas, maka t1/2 dapat dihitung. Tabel 3. Hasil perhitungan tetapan laju k dan t1/2 untuk biodegradasi glifosat dalam tanah oleh bakteri pseudomonas sp. dan E.Coli. No. Parameter Degradasi glifosat oleh E.Coli Pseudomonas sp. Pseudomonas sp + SDS 1. K (tetapan. 0,035 0,08 0,05 Waktu paruh, 19,69 8,82 13,86 laju) 2. t1/2 (hari) Dibandingkan dengan hasil pene litian sebelumnya, yang menyatakan bahwa glifosat dapat terdegradasi secara almiah dengan waktu paruh ~ 100 hari (Cox, 2002), maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan bakteri E.Coli dapat mempercepat laju degradasi hampir 5 kali lebih cepat dibandingkan dengan degradasi alamiahnya. Bakteri Pseudomonas sp lebih efektif dalam meningkatkan laju degradasi ( ~ 10 kali lebih besar), sedangkan penambahan surfaktan SDS menyebabkan laju degradasi glifosat oleh bakteri pseudomonas dihambat. Kesimpulan dan Saran Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bakteri pseudomonas sp dan E.Coli dapat meningkatkan laju degradasi glifosat dalam tanah. Meskipun demikian, bakteri pseudomonas ternyata menunjukkan kinerja yang lebih baik dalam upaya percepatan tersebut. SDS dapat menstimulasi ekstraksi glifosat dari tanah, tetapi menghambat Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004 11 biodegradasi glifosat oleh bakteri pseudomonas sp, dan terbukti karena SDS turut terdegradasi oleh bakteri tersebut. Persoalan selanjutnya yang perlu dicari pemecahannya adalah apakah hasil degradasi tersebut sudah aman bagi lingkungan dan tidak menimbulkan masalah lingkungan yang baru? Untuk mengetahuinya, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pathway atau mekanisme biodegradasi glifosat oleh bakteri yang diteliti. Pustaka: AOAC (Official Methods of Analysis (991.98). (1995). “Analysis of Glyphosate and AMPA”. Cox, Caroline. (2000). “Glyphosate Factsheet”, J. of Pesticides Reform. Vol.108 [online]. Tersedia : http://www.google.com [8 Maret 2004] Fahruroji. (2003). Studi Degradasi Pestisida Glifosat dalam Tanah dengan Menggunakan Bakteri Pseudomonas sp. Skripsi S1 pada Jurusan Pendidikan Kimia UPI Bandung: tidak diterbitkan. Franz. J. E. (1985). “Discovery, development and chemistry of glyphosate”. J. The Herbicide Glyphosate. Vol:1:3-16. St.Lois, USA, Butterworth & Co. Inskeep, William P., Johnston, and Carl.G. (1999). Effects of Surfactants on Bioavailability and Biodegradation of Contaminant in Soils. National Centre for Environmental Research. Montana State University. Leung, Sandra, & Tri Pham. (2000). “Glyphosate Metabolisme in Bacteria and plants”. Herbicides Resistance. Toronto. http://www.google.com. (mei, 2003) Mata Sandoval, Juan, Jefferey Karns, and Alba Torrent .(2000). The Influence of Rhamnolipids and Triton x-100 on the Biodegradation of Three Pesticides in Aqueous Phase and Soil Slurry. ARS National Program, Dept. of Agriculture, US.Natawigena, Hidayat.(1985). Pestisida dan Kegunaannya. Bandung : CV ArmicoPettit, Robert, E. (1995). Organic Matter, Humus, Humic Acid, Fulvic Acid, and Humin: Their Impportance in Soil Fertility and Plant Health, Huma Tech. Inc.Schuette, Jeff. A. (1998). Environmental Fate of Glyphosate. Sacramento : Envirommental Monitoring and Post Management Departement of Pesticide Regulation Shimazu, Mark, Ashok Mulchandani, Wilfred Chen. (2001). Simultaneous Degradation of Organophosphorus Pesticides and Para-nitrophenol by a Genetically Engineered Moraxella sp with Surface-Expressed Organophosphorus Hydrolase. Biotechnology and Bioengineering. Vol. 76, No. 4: 318-324. Tarumingkeng, Rudy C. (2001). Pestisida dan Penggunaannya, UKRIDA Press. 250 p.http://www.google.com.(Maret,2003) Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004 12