Anna permanasari

advertisement
SEMINAR NASIONAL PENELITIAN DAN PENDIDIKAN KIMIA
“Kontribusi Penelitian Kimia Terhadap Pengembangan Pendidikan Kimia”
Unjuk Kerja Bakteri Pseudomonas Sp
Dalam Biodegradasi Glifosat Dalam Tanah
Anna Permanasari, Wiwi, Zackiyah, Soja, Ika, Elva
Abstrak
Glifosat adalah salah satu jenis pestisida sintetik yang pada decade terakhir ini sangat
banyak digunakan oleh petani karena efisiensi dan efektivitasnya. Tetapi, seperti halnya
pestisida sintetik lainnya, permasalahan yang muncul adalah terjadinya akumulasi glifosat
dalam tanah/air yang umum terjadi karena penggunaan yang tidak terkontrol. Hal ini
diperparah dengan tingginya resistensi glifosat di lingkungan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa glifosat terdegradasi dalam tanah secara alamiah dengan waktu
paruh 100 hari (Cox, 2000; Granby, 2001; Leung, 2000; Schuette, 1998). Penelitian ini
dilakukan dalam upaya menemukan cara yang paling tepat untuk percepatan laju
degradasi glifosat menggunakan bakteri tanah pseudomonas sp dan E.coli sp dengan
penambahan stimulan sodium dodesil sulfat (SDS). Pengurangan jumlah glifosat karena
proses biodegradasi dimonitor dari waktu ke waktu dengan teknik HPLC, setelah melalui
treatment ekstraksi glifosat dari contoh tanah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bakteri Pseudomonas sp dan E.Coli sp secara umum
menujukkan kinerja yang sangat bagus dalam mempercepat laju degradasi glifosat.
Bakteri Pseudomonas sp dan E.Coli sp masing-masing mempercepat laju + 10 kali dan 5
kali lebih cepat dari laju biodegradasi secara alamiah. Hasil penelitian lain menunjukkan
bahwa SDS dapat menstimulasi pelepasan ikatan glifosat dari tanah sehingga
memperbesar recovery ekstraksi, tetapi tidak menstimulasi proses dbiodegradasi glifosat
oleh bakteri Bakteri Pseudomonas sp.
Kata kunci: biodegradasi, glifosat, Bakteri Pseudomonas sp, E.Coli sp, SDS, HPLC
Pendahuluan
Glifosat adalah salah satu jenis herbisida golongan organofosfat sintetik yang meskipun
populer digunakan sebagai pembasmi hama tanaman, tetapi tergolong pestisida yang
resisten di alam, dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat terdegradasi,
yaitu dengan waktu paruh mencapai 100 hari (Cox, 2000; Granby, 2001; Leung, 2000;
Schuette, 1998).
Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004
1
Upaya percepatan degradasi pestisida menggunakan mikroba atau sering disebut proses
biodegradasi telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Telah dibuktikan pada studi
pendahuluan bahwa bakteri Pseudomonas sp dan E. coli sp yang banyak terdapat dalam
tanah mampu mendegradasi glifosat yang resisten dalam media tersebut (Fachruroji,
2003; Ika, 2004; Elva, 2004). Surfaktan adalah zat aktif permuk aan yang akhir-akhir ini
banyak digunakan dalam upaya mempercepat laju biodegradasi zat organik di alam oleh
bakteri. Penelitian dilakukan untuk mengetahui lebih jauh tentang unjuk kerja bakteri
Pseudomonas sp dan E. coli dalam biodegradasi glifosat dala m tanah, yang secara
khusus mengkaji laju degradasinya. Lebih jauh penelitian ini mencoba mempelajari
bagaimana peran surfaktan sintetik SDS dalam percepatan laju degradasi glifosat oleh
bakteri Pseudomonas sp.
Biodegradasi glifosat oleh bakteri
Penelitian biodegradasi glifosat sampai saat ini belum banyak dilakukan orang,
mengingat pestisida ini baru populer digunakan sebagai pestisida alternative dalam skala
besar di dunia semenjak tahun 1998 (Cox, 2000). Penelitian yang telah dilakukan dalam
kaitannya dengan upaya mengatasi akumulasi pestisida ini terutama di dalam tanah
adalah percepatan degradasi glifosat. Leung (2000) mengungkapkan dalam laporannya
bahwa degradasi glifosat dapat dipercepat dengan menggunakan bakteri Agrobacterium
sp.. Petit (1995) menyatakan bahwa tanah yang banyak mengandung bakteri seperti
Pseudomonas sp., Moraxella sp. diyakini mampu mendegradasi glifosat. Bakteri
Escherichia coli merupakan salah satu bakteri yang potensial digunakan sebagai bakteri
pendegradasi glifosat, karena terbukti bakteri tersebut menggunakan senyawa fosfat
seperti metilfosfonat atau etilfosfonat sebagai sumber fosfor utamanya (Kononova dan
Nesmeyanova, 2002). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh Ika (2004), Elva
(2004) dan Fachruroji (2003) memperkuat hasil penelitian sebelumnya. Dalam studi
pendahuluan tersebut diungkapkan bahwa bakteri Pseudomonas sp dan Escherichia coli
menunjukkan kinerja yang sangat baik dalam mempercepat laju degradasi glifosat dalam
tanah.
Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004
2
Surfaktan adalah zat aktif permukaan yang akhir-akhir ini banyak digunakan dalam
upaya mempercepat laju biodegradasi zat organik di alam oleh bakteri. Surfaktan
diperkirakan dapat menstimulasi kerja mikroba/bakteri, dengan cara mempertinggi
kelarutan zat organik sehingga dapat dengan cepat terlepas dari tanah, dan dapat lebih
cepat berinteraksi dengan mikroba/bakteri dalam medium tanah atau air. Inskeep (1999)
dalam laporannya menuliskan bahwa beberapa jenis surfaktan dapat mempercepat laju
degradasi, diantaranya mikroba jamur white-rot dapat memoercepat laju degradasi PCD
(Phenantrene penta Chloro Phenol), DDT (Dichloro Diphenil Trichloro etane) dan PCB
(Poly Chloro Byphenil). Beberapa jenis surfaktan alamiah seperti rhamnolipid dan triton
x-100 ditemukan dapat mempercepat degradasi pestisida atrazin, trifuralin dan coumafos
oleh bakteri Pseudomonas sp dengan cara mempertinggi kelarutan pestisida dalam air
(Mata, 2000).
Umumnya surfaktan yang digunakan sebagai stimulan untuk biodegradasi pestisida
adalah surfaktan alamiah (biosurfaktan). Hal ini dapat dipahami mengingat surfaktan
alamiah dapat terdegradasi dengan cepat secara alami, sehingga penggunaannya sebagai
stimulan tidak menyebabkan permasalahan lain di lingkungan. SDS (Sodium Dodecyl
Sulfate) adalah surfaktan sintetik yang murah, mud ah diperoleh dan ramah lingkungan
karena sifatnya yang “biodegradable”. Hasil penelitian White (1995) yang sangat
menarik mengungkapkan bahwa ternyata surfaktan SDS menunjukkan kinerja yang
sangat baik dalam menstimulasi penyerangan bakteri terhadap zat-zat organic di dalam
tanah.
Metodologi
Alat dan bahan
Alat utama dalam penelitian ini adalah HPLC merk Hitachi seri 7600 dengan kolom C-18
(merk HP Lichrosper100 Si- 60 86344 ODE 125-6 mm, 0.5 µm) dan Syringe merk
Hamilton (30 µL) beserta satu set peralatan pendukung lainnya seperti penyaring
membran, electronic vibration (alat degassing) dan alat-alat gelas lainnya.
Bahan kimia yang digunakan umumnya memiliki derajat kemurnian pro analisa, seperti
methanol for HPLC, asetonitril p.a., KH2 PO4 p.a yang diproduksi oleh Merck. dan larutan
Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004
3
buffer pH 5. Sementara itu akuabides bebas mineral dibuat sendiri di laboratorium.
Bakteri Pseudomonas sp dan E. Coli diproduksi oleh PAU ITB, yang sebelumnya telah
diuji pertumbuhannya memalui penggunaan media glifosat sebagai satu-satu sumber
fosfat. Media tanah adalah berupa humus dari tanah permukaan (top soil) yang berasal
dari hutan pinus Gunung Tangkuban Perahu, Bandung, dengan asumsi tanah ini tidak
terkontaminasi oleh pestisida. Glifosat diperoleh dari PT. Monagro Kimia dalam sediaan
round up dan glifosat p.a merk Aldrich.
Tahapan kerja
Secara umum, penelitian dilakukan melalui tahap-tahap optimasi preparasi sampel
(optimasi ekstraksi glifosat dari tanah melalui optimasi pH ekstraksi), tahap studi laju
biodegradasi oleh bakteri, serta tahap uji peranan SDS sebagai stumulan dalam
biodegradasi glifosat oleh bakteri pseudomonas sp. Tahap optimasi dilakukan dengan
menentukan recovery ekstraksi pada berbagai variasi pH ekstraksi). Untuk mengetahui
recovery ekstraksinya, jumlah glifosat yang terekstraksi dari tanah dibandingkan dengan
jumlah glifosat yang diekstraksi tanpa tanah. Ekstraksi dilakukan dengan cara
pengocokan contoh tanah yang mengandung glifosat dengan menggunakan pelarut
metanol : asetonitril selama 20 jam kemudian disaring, dikisatkan, dan dilarutkan dalam
fasa gerak yang digunakan. Selanjutnya contoh siap ukur diinjeksikan ke alat HPLC.
Hasil penelitian berupa luas area puncak-puncak untuk setiap contoh yang diinjeksikan.
Selanjutnya % recovery ditentukan berdasarkan perbandingan area contoh dengan area
standar. Studi laju degradasi dilakukan dengan memonitor pengurangan jumlah glifosat
dalam tanah pada penggunaan bakteri pseudomonas sp dan E. Coli, pada setiap periode
waktu tertentu. Peranan SDS dalam percepatan biodegradasi ditinjau dari dua aspek,
yaitu pengaruhnya terhadap keberhasilan ekstraksi glifosat dari tanah dan percepatan laju
degradasi oleh SDS.Monitoring dilakukan melalui pengukuran glifosat pada setiap
treatment yang dilakukan, menggunakan teknik HPLC
Hasil dan Diskusi
Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa ekstraksi glifosat paling baik
dilakukan pada pH optimum 5 dan menggunakan glifosat dengan konsentrasi 5 mg dalam
setiap 10 gram contoh tanah kering (500 ppm), dengan rata-rata % recovery berkisar
Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004
4
antara 90,14 % sampai 95%. pH pada tanah dapat mempengaruhi karakteristik tanah
terutama terhadap permukaan lempung. Pada pH sekitar 5, permukaan lempung yang
mengandung gugus hidroksida (OH) terprotonkan oleh ion H+ sehingga permukaannya
permukaan berkurang kepolarannya.
H+
M-OH +
H+
M-O
H
Glifosat yang memiliki polaritas tinggi dengan demikian akan lebih mudah terlepas dari
tanah, dan akan lebih mudah terekstraksi ke dalam pelarut metanol-asetonitril yang
bersifat polar
Struktur glifosat hampir mirip dengan asam amino glisin dengan penambahan gugus
fospat. Titik isoeletrik glisin adalah 5,97 (Anna Poedjiadi, 1994). Bentuk switer ion dari
glifosat adalah sebagai berikut
HOOCCH2 - NH2 + - CH2 - PO3 HOleh karena pada glifosat terdapat gugus fospat yang memiliki nilai pKa 5,58 (Franz,
1985), maka kemungkinan glifosat memiliki titik isoeletrik sekitar 5. Dapat disimpulkan
bahwa pH 5 merupakan kondisi di mana glifosat memiliki kepolaran tinggi, sehingga
mudah terekstraksi ke dalam fasa asetonitril/air yang polar.
Gambar 1. menunjukkan kromatogram glifosat hasil ekstraksi dari tanah sebelum proses
degradasi (t0 ), setelah proses degradasi secara alamiah selama 20 hari (t20 ), dan setelah
proses degradasi dengan bakteri E. Coli selama 20 hari (t20 ). Adanya penurunan intensitas
puncak (penurunan luas area) membuktikan bahwa glifosat dapat terdegradasi secara
alamiah, dan proses degradasi tersebut dipercepat dengan adanya bakteri E. Coli.
Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004
5
Gambar 1. Kromatogram Glifosat pada Tiga Kondisi: Tanpa E.coli pada to (a), Tanpa
E.coli pada t20 (b) dan Dengan E.coli pada t20 (c)
Hal yang sama terjadi pada penggunaan bakteri pendegradasi pseudomonas sp.
Peningkatan laju degradasi ini telah dibuktikan terjadi pada konsentrasi glifosat yang
berbeda, seperti ditunjukkan oleh gambar 2. dan 3.
a
b
a
80
1500000
70
% Degradasi
60
Luas area
50
40
30
20
1000000
500000
10
0
20
30
40
Konsentrasi Glifosat , mg/10 g tanah kering
0
10
20
30
Konsentrasi (ppm)
% Degradasi tanpa E.coli % Degradasi dengan E.coli
Tanpa bakteri
Dengan bakteri
Gambar 2. Degradasi glifosat dalam tanah dengan dan tanpa bakteri E.Coli (2a.) dan
bakteri pseudomonas sp (2b) pada berbagai konsentrasi glifosat
Dari Gambar 1,2 dan 3. dapat dilihat dengan jelas bahwa baik bakteri pseudomonas sp
maupun E.Coli dapat menurunkan luas area pada masing- masing konsentrasi glifosat, hal
ini dimungkinkan karena penambahan bakteri tersebut dapat mengaktifkan enzim yang
terdapat pada bakteri yang memanfaatkan glifosat untuk membentuk produk (kompleks
enzim- substrat) atau senyawa glifosat dijadikan sebagai salah satu sumber makanan bagi
Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004
6
bakteri. Fenomena di atas membuktikan bahwa bakteri pseudomonas sp dan E.Coli dapat
mendegradasi glifosat pada berbagai konsentrasi.
(a)
(d)
(b)
(e)
(c)
(f)
Gambar 3. Kromatogram Pengurangan konsentrasi glifosat dalam tanah setelah proses
biodegradasi pada hari ke 3, 7 dan 10 menggunakan bakteri pseudomonas sp
(a, b, dan c), serta menggunakan bakteri dan stimulant SDS (d, e, dan f)
Yang menarik adalah bahwa pada penggunaan stimulant SDS, ternyata pengurangan
konsentrasi glifosat karena degradasi oleh pseudomonas sp tidak secepat pada
Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004
7
penggunaan bakteri yang sama tanpa SDS. Hal ini ditunjukkan oleh lebih besarnya luas
area glifosat hasil ekstraksi setelah proses degradasi seperti ditunjukkan oleh gambar 3.
Keadaan ini ternyata terjadi pada setiap waktu degradasi glifosat yang berbeda, seperti
diperlihatkan oleh gambar 4.
40000
35000
Luas area
30000
25000
tanpa SDS
dengan SDS
20000
15000
10000
5000
0
3
7
10
waktu (hari)
Gambar 4. Grafik Luas Area Glifosat dalam Standar dan Contoh pada Hari ke-3,
Hari ke-7, dan Hari ke-10
Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa surfaktan SDS tidak dapat menstimulasi
proses biodegradasi glifosat oleh bakteri pseudomonas sp. Seperti diungkapkan di bagian
terdahulu, umumnya surfaktan berperan dalam menstimulasi dan mempermudah lepasnya
pestisida dari ikatan dalam tanah, serta menstimulasi kerja enzim dalam bakteri dalam
degradasi pertisida. Untuk memastikan di mana SDS tidak bekerja dengan baik maka
dilakukan studi recovery ekstraksi glifosat dengan dan tanpa penambahan SDS. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dengan SDS, ekstraksi berlangsung lebih sempurna,
seperti terlihat dari nilai % recovery ekstraksinya. Pada dasarnya ekstraksi bertujuan
untuk melepaskan glifosat dari ikatannya dengan tanah. Rupanya surfaktan SDS yang
memiliki gugus polar dan nonpolar mampu mengikat glifosat yang memiliki gugus yang
sama, dengan lebih baik. Artinya keduanya memiliki sifat yang sama.
Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004
8
Tabel 1.Data Perbandingan % Recovery Ekstraksi Glifosat dengan dan tanpa
Stimulan SDS
ket
% Recovery Ekstraksi Glifosat dari Tanah
tanpa Stimulan SDS
Dengan Stimulan SDS
91.71
96.32
SD
5939.43
5523.69
% KV
12.76
11.48
Dengan demikian akan semakin mudah bagi glifosat untuk bergerak melepaskan diri dari
ikatannya dengan tanah. Tetapi di lain fihak, keberhasilan ini tidak dibarengi dengan
peningkatan laju degradasi oleh enzim dalam bakteri. Untuk pembuktian lebih lanjut,
maka dilakukan pengujian degradasi SDS tanpa glifosat dengan bakteri pseudomonas.
Tabel 2. Degradasi SDS oleh bakteri pseudomonas sp.
waktu (jam)
Luas Area
injek-1
injek-2
rata-rata
20
78306
72652
75479
40
52392
43060
47726
60
33296
34228
33762
Data pada table 2 memberikan penjelasan kepada kita bahwa ternyata selain glifosat,
SDS juga didegradasi oleh bakteri pseudomonas. Hal ini memungkinkan mengingat
struktur SDS yang banyak mengandung atom karbon dapat berfungsi sebagai sumber
karbon bagi bakteri tersebut. Oleh karena degradasi SDS inilah maka kemungkinan besar
berdampak pada berkurangnya laju degradasi glifosat, karena bakteri bekerja terhadap
dua spesi, glifosat dan SDS.
Studi lebih lanjut tentang laju biodegradasi glifosat oleh ke dua bakteri selanjutnya
dilakukan melalui monitoring pengurangan jumlah glifosat dalam ekstrak tanah setelah
melalui proses biodegradasi, pada variasi waktu antara 0 hari sampai dengan 20 hari,
dengan asumsi bahwa waktu paruh biodegradasi terjadi sebelum t=20 hari. Pengaruh
Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004
9
waktu terhadap laju degradasi glifosat dalam tanah ditunjukkan oleh kurva laju degradasi
N/No terhadap waktu, seperti terlihat pada Gambar 5 di bawah ini
100
1,25
90
1
80
0,75
N/No
N/No (/100)
110
70
60
y = 0,996e-0,0788x
R2 = 0,9603
1
0,49
0,5
0,6
0,25
0,36
50
0,18
0
40
0
5
10
15
20
0
25
5
10
15
20
25
Waktu (hari)
waktu, hari
1,2
1
N/N0
0,8
0,6
0,4
-0,049x
y = 1,0003e
2
R = 0,9751
0,2
0
0
5
10
15
20
waktu (hari)
Gambar 3.
Laju biodegradasi glifosat oleh bakteri E.Coli (3a), pseudomonas (3b) dan
pseudomonas sp + SDS (3c) dalam tanah
*) N/No adalah perbandingan area glifosat padawaktu t dengan awal (t o )
Secara kuantitatif, laju biodegradasi dapat dinyatakan dengan waktu paruhnya, yaitu
waktu yang diperlukan oleh bakteri untuk mendegradasi separuh dari konsentrasi zat
yang didegradasi. Dengan mengasumsikan luas puncak sebanding dengan konsentrasi
glifosat, maka waktu paruh t1/2 dapat dihitung melalui persamaan
Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004
10
t
1
=
2
ln 2 0,693
=
k
k
k adalah tetapan laju degradasi, yang dapat ditentukan melalui kurva hubungan ln C
terhadap waktu. Dari kurva diperoleh nilai k, yaitu kemiringan kurva sebesar 0,0352.
Selanjutnya dengan memasukkan nilai k yang diperoleh ke dalam persamaan di atas,
maka t1/2 dapat dihitung.
Tabel 3. Hasil perhitungan tetapan laju k dan t1/2 untuk biodegradasi
glifosat
dalam tanah oleh bakteri pseudomonas sp. dan E.Coli.
No.
Parameter
Degradasi glifosat oleh
E.Coli
Pseudomonas sp.
Pseudomonas sp +
SDS
1.
K
(tetapan.
0,035
0,08
0,05
Waktu paruh,
19,69
8,82
13,86
laju)
2.
t1/2 (hari)
Dibandingkan dengan hasil pene litian sebelumnya, yang menyatakan bahwa glifosat
dapat terdegradasi secara almiah dengan waktu paruh ~ 100 hari (Cox, 2002), maka dapat
disimpulkan bahwa penggunaan bakteri E.Coli dapat mempercepat laju degradasi hampir
5 kali lebih cepat dibandingkan dengan degradasi alamiahnya. Bakteri Pseudomonas sp
lebih efektif dalam meningkatkan laju degradasi ( ~ 10 kali lebih besar), sedangkan
penambahan surfaktan SDS menyebabkan laju degradasi glifosat oleh bakteri
pseudomonas dihambat.
Kesimpulan dan Saran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bakteri pseudomonas sp dan E.Coli
dapat meningkatkan laju degradasi glifosat dalam tanah. Meskipun demikian, bakteri
pseudomonas ternyata menunjukkan kinerja yang lebih baik dalam upaya percepatan
tersebut. SDS dapat menstimulasi ekstraksi glifosat dari tanah, tetapi menghambat
Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004
11
biodegradasi glifosat oleh bakteri pseudomonas sp, dan terbukti karena SDS turut
terdegradasi oleh bakteri tersebut.
Persoalan selanjutnya yang perlu dicari pemecahannya adalah apakah hasil degradasi
tersebut sudah aman bagi lingkungan dan tidak menimbulkan masalah lingkungan yang
baru? Untuk mengetahuinya, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pathway
atau mekanisme biodegradasi glifosat oleh bakteri yang diteliti.
Pustaka:
AOAC (Official Methods of Analysis (991.98). (1995). “Analysis of Glyphosate and
AMPA”.
Cox, Caroline. (2000). “Glyphosate Factsheet”, J. of Pesticides Reform. Vol.108 [online].
Tersedia : http://www.google.com [8 Maret 2004]
Fahruroji. (2003). Studi Degradasi Pestisida Glifosat dalam Tanah dengan Menggunakan
Bakteri Pseudomonas sp. Skripsi S1 pada Jurusan Pendidikan Kimia UPI Bandung: tidak
diterbitkan.
Franz. J. E. (1985). “Discovery, development and chemistry of glyphosate”. J. The
Herbicide Glyphosate. Vol:1:3-16. St.Lois, USA, Butterworth & Co.
Inskeep, William P., Johnston, and Carl.G. (1999). Effects of Surfactants on
Bioavailability and Biodegradation of Contaminant in Soils. National Centre for
Environmental Research. Montana State University.
Leung, Sandra, & Tri Pham. (2000). “Glyphosate Metabolisme in Bacteria and plants”.
Herbicides Resistance. Toronto. http://www.google.com. (mei, 2003)
Mata Sandoval, Juan, Jefferey Karns, and Alba Torrent .(2000). The Influence of
Rhamnolipids and Triton x-100 on the Biodegradation of Three Pesticides in Aqueous
Phase and Soil Slurry. ARS National Program, Dept. of Agriculture, US.Natawigena,
Hidayat.(1985). Pestisida dan Kegunaannya. Bandung : CV ArmicoPettit, Robert, E.
(1995). Organic Matter, Humus, Humic Acid, Fulvic Acid, and Humin: Their
Impportance in Soil Fertility and Plant Health, Huma Tech. Inc.Schuette,
Jeff. A. (1998). Environmental Fate of Glyphosate. Sacramento : Envirommental
Monitoring and Post Management Departement of Pesticide Regulation Shimazu,
Mark, Ashok Mulchandani, Wilfred Chen. (2001). Simultaneous Degradation of
Organophosphorus Pesticides and Para-nitrophenol by a Genetically Engineered
Moraxella sp with Surface-Expressed Organophosphorus Hydrolase. Biotechnology and
Bioengineering. Vol. 76, No. 4: 318-324.
Tarumingkeng, Rudy C. (2001). Pestisida dan Penggunaannya, UKRIDA Press. 250
p.http://www.google.com.(Maret,2003)
Seminar Nasional Kimia UPI-HKI/9 Oktober 2004
12
Download