Biodegradasi dan Bioremediasi Sebagai Solusi Masalah Limbah Deterjen Dikirim oleh denok pada 18 April 2016 | Komentar : 0 | Dilihat : 3916 Prof. Dr. Ir. Wignyanto, M.S Deterjen merupakan bahan pembersih yang banyak digunakan masyarakat pada alat-alat rumah tangga, rumah sakit maupun industri. Bahan ini dapat menurunkan tegangan permukaan dan mengangkat benda-benda yang melekat pada suatu bahan dan alat. Bahan dasar deterjen yang berupa senyawa organik sebagai zat aktif permukaan dalam medium cair disebut surfaktan. Wignyanto menyampaikan hal ini dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar bidang Mikrobiologi Industri pada Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya (FTP UB). Prosesi pengukuhan dilangsungkan di Gedung Widyaloka pada Selasa (19/4/2016) dengan pidato berjudul "Problematika Limbah Deterjen dan Solusinya dengan Biodegradasi dan Bioremediasi". Alumni Program Doktor Kesehatan Lingkungan Univesitas Airlangga ini mengurai berbagai sifat surfaktan antara lain ampifatik yakni senyawa bertipe minyak yang gugus hidrokarbon rantai panjangnya mudah larut dalam air. Selain itu, surfaktan juga dapat bertindak sebagai pendispersi minyak dalam air. Wignyanto menyampaikan bahwa limbah deterjen menimbulkan permasalahan serius bagi kesehatan lingkungan. Pada beberapa kasus, akibat kontak langsung, deterjen dapat menyebabkan iritasi dan alergi kulit. Menurutnya, ini karena Indonesia menggunakan deterjen berjenis alkilbenzena sulfonat (ABS) dan dodesil benzene sulfat (DBS) yang bersifat sulit terdegradasi. Biodegradasi dan Bioremediasi Biodegradasi adalah terjadinya perubahan senyawa kimia menjadi komponen yang lebih sederhana melalui bantuan mikroorganisme. Biodegradasi alkilbenzena sulfonat dalam sel bakteri, dijelaskan Wignyanto bahwa setelah molekul surfaktan deterjen masuk ke dalam sel, kemudian diurai didalam lisosom sel. Alkilbenzena sulfonat akhirnya terurai menjadi potongan melalui karbon, natrium, sulfur dan cincin aromatis yang sudah tercerai berai sehingga toksiknya menurun bahkan hilang sama sekali. Faktor yang mempengaruhi penguraian alkilbenzena sulfonat adalah faktor abiotik meliputi pH, potensial listrik, zat penghambat, induktor dan ion mineral serta abiotik yakni faktor genetis bakteri pengurai. Biodegradasi kemudian harus dilanjutkan dengan bioremediasi karena bioremediasi inilah yang akan menyelesaikan masalah di lapang. Bioremediasi merupakan teknik memperbaiki lingkungan dengan memanfaatkan organisme untuk mentransformasikan substansi organik menjadi molekul sederhana yang tidak toksik. Wignyanto menambahkan, organisme yang berperan dalam bioremediasi dapat berupa tumbuhan, alga, jamur/kapang dan bakteri, sedangkan dalam proses biodegradasi yang dilanjutkan dengan bioremediasi banyak digunakan bakteri. Ia menyampaikan bahwa bakteri memiliki keunggulan dibanding tumbuhan, jamur dan alga karena waktu mengaktifkan inokulum, bakteri hanya berkisar 20-120 menit dengan konsentrasi inokulum 0.1-3.0%. Terkait proses biodegradasi, Wignyanto pernah mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri yang mampu tumbuh pada medium dasar dengan alkilbenzena sulfonat 100 ppm sebagai satu-satunya sumber karbon. Identifikasi memperoleh hasil bahwa Kurthia zophii belum pernah ditemukan sebagai perombak surfaktan deterjen. Penelitiannya kemudian dilanjutkan dengan menumbuhkan bersama bakteri perombak protein, lemak, pati dan surfaktan deterjen alkilbenzena sulfonat yaitu pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, Serratia liquifaciens yang merupakan bahan cemaran utama limbah rumah tangga. Keempat bakteri tersebut ternyata dapat hidup bersama-sama membentuk konsorsium bakteri. Dari hasil pengamatan Wignyanto, diketahui bahwa konsorsium baru tersebut mampu menurunkan Biological Oxygen Demand dan Most Probable Number Coliform sampai persyaratan baku mutu air yang dibuang ke lingkungan serta aman terhadap organisme yang hidup didalamnya seperti cacing dan ikan. Ini menurutnya mengindikasikan bahwa deterjen dengan kadar 100 ppm, beberapa komponen pencemar utama limbah rumah tangga yakni pati, protein dan lemak pada kadar tertentu mampu diselesaikan secara bioremediasi. [denok/Humas UB] Artikel terkait Teliti Konsumsi Makanan Kaleng Kuliah Tamu Efficiency Improvement dari Mahidol University Thailand di FTP Nadhira Salsabila Adawiyah dan Bayu Hendriansa Duta FTP 2017 FTP UB Gelar FGD Penyusunan Dokumen Mutu Duta FTP Putri Dirgantara Favorit 2017