Seorang Laki-Laki Usia 46 Tahun dengan Hematom Subdural Kronik

advertisement
Dian, KP ‫ ׀‬Seorang Laki-Laki 46 Tahun dengan Hematom Subdural Kronik
Seorang Laki-Laki Usia 46 Tahun dengan Hematom Subdural Kronik
Dian Kencana Putri, Anggraini Janar Wulan
Fakultas Kedoteran, Universitas Lampung
Abstrak
Trauma kapitis merupakan keadaan gawat darurat sehingga perlu segera ditangani. Trauma kapitis mengakibatkan
perdarahan intrakranial meliputi subdural hematom. Di Indonesia, menurut Depkes RI tahun 2007, cedera kepala menempati
urutan ke-7 pada 10 penyakit utama penyebab kematian terbanyak pada pasien rawat inap dirumah sakit dengan case fatality rate (CFR)
2,94% dan meningkat pada tahun 2008 menempati urutan ke-6 dengan CFR 2,99%. Perdarahan bisa berjalan dengan cepat atau
lambat. Terdapat kasus, seorang pria, usia 46 tahun datang ke Sakit Abdul Moeloek (RSAM) dengan keluhan sakit
kepala yang semakin memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) dan terdapat riwayat jatuh dari
ketinggian sejak 2 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
o
somnolen, GCS E3V3M3. TD 130/80 mmHg, nadi 76 x/menit, RR 18 x/menit, T 36,7 C. Pada pemeriksaan status
lokalis di regio frontotemporal tidak terdapat hematom, tidak teraba benjolan, tidak terdapat nyeri tekan. Pada
pemeriksaan CT Scan kepala didapatkan kesimpulan perdarahan subdural frontotemporal sinistra dengan midline
shift ke dextra. Diagnosa chepalgia e.c. subdural hematom kronik. Terapi yang diberikan IVFD RL XX gtt/menit,
Ketorolac ampul 2x30 mg, Cefotaxim vial 1x1 gr dan rencana tindakan operasi pada hematoma subdural kronik
memberikan prognosis yang baik.
Kata Kunci: hematom subdural, penatalaksanaan, prognosis
A 46 Years Old Man With Chronic Subdural Hemorrhage
Abstract
Head injury is an emergency that needs to be addressed. Head injury resulting in intracranial hemorrhage include
subdural hematoma. In Indonesia, according to the Depkes RI in 2007, head injury ranks 7th in the 10 major
diseases cause of death in hospitalized patients in the hospital with case fatality rate (CFR) of 2.94% and increased
in 2008 ranks 6th with CFR 2.99%. Bleeding can run fast or slow. There are cases, a man aged 46 years, came to
RSAM with headaches increasingly become heavy since three days and there is a fall from a height of over 2 months
ago. On physical examination found the general state of being diseased, somnolence, GCS E3V3M3. BP 130/80 mm
Hg, pulse 76 x / min, RR 18 x / min, T 36.7oC. On examination localist status in frontotemporal region there is no
hematoma, no palpable lump, there is no tenderness. the head CT scan obtained impression frontotemporal
subdural hemorrhage midline shift to the left with dextra. Diagnosis chepalgia e.c. Chronic subdural hematoma.
Therapy was given IVFD RL XX GTT / min, 2x30 mg Ketorolac ampoule, vial 1x1 gr cefotaxime and plan surgery on
chronic subdural hematoma give a good prognosis.
Keywords: management, prognosis, subdural haemorrhage
Korespondensi: Dian Kencana Putri, alamat Jl. Pangeran Antasari Perumahan Bukit Kencana Blok N No. 6
Kedamaian, Bandar Lampung, Lampung. HP 081278877877 [email protected]
PENDAHULUAN
Trauma
kapitis
merupakan
keadaan gawat darurat sehingga perlu
segera ditangani. Trauma timbul akibat
adanya gaya mekanik yang secara langsung
menghantam kepala akibatnya dapat
terjadi fraktur tulang tengkorak, kontusio
serebri, laserasi serebri, dan perdarahan
intrakranial seperti hematom subdural,
hematom epidural, atau hematom
intraserebral. Trauma kapitis dapat
menimbulkan terjadinya kelainan neurologi
pada saat awal kejadian, timbulnya
J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 50
kecacatan pada kemudian hari atau bahkan
pada kasus yang berat dapat menimbulkan
kematian.2,3
Di Indonesia, menurut Depkes RI tahun
2007, cedera kepala menempati urutan ke-7 pada
10 penyakit utama penyebab kematian terbanyak
pada pasien rawat inap dirumah sakit dengan case
fatality rate (CFR) 2,94% dan pada tahun 2008
menempati urutan ke-6 dengan CFR 2,99%.
Sedangkan di Amerika, tiap tahunnya hampir
52.000 penduduk meninggal karena trauma kepala
(20 orang per 100.000 populasi). Insidensi pasien
Dian, KP ‫ ׀‬Seorang Laki-Laki 46 Tahun dengan Hematom Subdural Kronik
dengan cedera kepala berat (GCS kurang dari 8)
mencapai 100 per 100.000 populasi. 1,3
Perdarahan bisa berjalan dengan
cepat atau lambat. Bertambah besarnya
volume
perdarahan
mengakibatkan
terjadinya
peningkatan
tekanan
intrakranial yang ditandai dengan nyeri
kepala, papil edema, dan muntah yang
seringkali bersifat proyektil. 4
Pada tahap lebih lanjut, jika
hematom yang terbentuk lebih besar akan
memicu terjadinya sindrom herniasi yang
ditandai dengan penurunan kesadaran,
adanya pupil yang anisokor dan terjadinya
hemiparesis kontralateral. 8
KASUS
Dari anamnesis yang didapatkan
pada 2 September 2014 pada laki-laki usia
48 tahun datang ke RSUD Abdul Moeloek
dengan keluhan sakit kepala hebat sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Pasien mengeluhkan sakit kepala hebat
dirasakan pada kepala bagian sebelah
kanan dan terasa seperti dicengkram kuat.
Sakit kepala hebat dirasakan sepanjang
hari dan tidak membaik dengan perubahan
posisi pasien. Pasien juga mengeluhkan
kelemahan pada kedua tungkai sejak 5 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sehingga
untuk berdiri saja pasien merasa
sempoyongan dan membutuhkan bantuan
orang lain agar tidak terjatuh. Riwayat
terjatuh dari pohon kelapa dengan
ketinggian empat meter diakui pasien
sekitar 2 bulan yang lalu. Pasie tidak
memiliki riwayat darah tinggi dan tidak
pernah mengalami serangan stroke.
Menurut istri pasien, terkadang pasien
kehilangan respon ketika diajak berbicara,
pasien cenderung terlihat bengong dan
tidak merespon pembicaraan. Pasien tidak
memiliki kebiasaan merokok dan minum
minuman
beralkohol.
Pasien
tidak
mempunyai riwayat hipertensi dan
diabetes mellitus. Ketika keluhan sakit
kepala dirasakan semakin memberat,
pasien berobat ke RS Yukum Bandar Jaya
dan dirawat inap selama 3 hari. Pasien
telah menjalani pemeriksaan CT Scan
kepala, karena keluhan tidak membaik
kemudian pasien dirujuk ke UGD RSUD
Abdul Moeloek pada hari Selasa
(2/09/2014) pukul 19.00 WIB.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran somnolen, GCS E3V3M3. TD
130/80 mmHg, nadi 76 x/menit, RR 18
x/menit, T 36,7oC.. Pada pemeriksaan
status generalis didapatkan pemeriksaan
dalam batas normal. Pada pemeriksaan
status lokalis di regio frontotemporal dari
look tidak terdapat hematom dan luka, feel
tidak teraba benjolan, tidak terdapat
hematom dan tidak terdapat nyeri tekan
dengan suhu hangat. Pemeriksaan
neurologis tidak ditemukan adanya
kelainan.
Hasil pemeriksaan
sebagai berikut:
penunjang
adalah
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin
11,4 g/dl
Hematokrit
36 %
Leukosit
8800/ul
Eritrosit
4,83 jt
Trombosit
206000/ul
Masa perdarahan 4 menit
Masa pembekuan 11 menit
SGOT
13 U/L
SGPT
12 U/L
Ureum
37 mg/dl
Creatinin
0,9 mg/dl
Dari pemeriksaan CT Scan kepala
didapatkan
kesimpulan
perdarahan
subdural frontotemporal sinistra dengan
midline shift ke dextra. Pemeriksaan
Rontgen Thoraks dengan cor dan pulmo
dalam batas normal.
J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 51
Dian, KP ‫ ׀‬Seorang Laki-Laki 46 Tahun dengan Hematom Subdural Kronik
Gambar 1. CT-Scan Kepala Tanpa Kontras
Pasien didiagnosis berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik
dan
pemeriksaan penunjang maka ditegakkan
diagnosa cephalgia et causa hematom
subdural
kronik.
Pasien
diberikan
penatalaksanaan di ruangan diberikan
pengobatan secara simtomatis meliputi
tirah baring, IVFD RL XX gtt/menit,
Ketorolac ampul 2x30 gr, Cefotaxim vial
1x1 gr serta
direncanakan operasi
kraniotomi oleh dokter spesialis bedah
saraf.
PEMBAHASAN
Penegakan diagnosis didasarkan
pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pasien didiagnosa
chepalgia et causa hematom subdural
kronik . Hal ini didasarkan pada anamnesis
dimana didapatkan terdapat trauma kepala
pada pasien yang terjatuh dari pohon
dengan ketinggian 4 meter merupakan
resiko terjadinya subdural hematom yang
dilaporkan terjadi pada 5-25% pasien
dengan trauma kepala berat. Trauma yang
terjadi dapat dibagi menjadi trauma kapitis
dan trauma ditempat lain pada tubuh yang
mengakibatkan terjadinya pergeseran
ataupun putaran otak terhadap duramater,
misalnya pada orang jatuh terduduk
seperti yang dialami oleh pasien tersebut.
3,5
J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 52
Pada kasus ini pasien laki-laki
dengan umur 48 tahun dengan subdural
hematom, dimana berdasarkan penelitian
terjadinya subdural hematom lebih sering
terjadi pada Laki-laki daripada perempuan
dengan perbandingan 3 : 1 dan usia antara
40-70 tahun lebih sering ditemukan. Pada
usia tersebut bridging veins mulai rapuh
sehingga vena-vena lebih mudah ruptur
apabila terkena trauma. Perdarahan terjadi
antara durameter dan arakhnoidea.
Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya
bridging veins yang menghubungkan vena
dipermukaan otak dan sinus venosus di
dalam durameter atau karena robeknya
arachnoidea. Karena otak yang dipenuhi
cairan cerebrospinal dapat bergerak,
sedangkan sinus venosus dalam keadaan
terfiksir, berpindahnya posisi otak yang
terjadi pada trauma, dapat merobek vena vena halus pada tempat dimana mereka
menembus duramater. Perdarahan yang
tidak terlalu besar akan membeku dan
disekitarnya akan tumbuh jaringan ikat
nyang membentuk kapsula. Gumpalan
darah lambat laun mencair dan menarik
cairan dari sekitarnya dan menggembung
memberikan gejala seperti tumor serebri
karena tekanan intrakranial yang berangsur
meningkat. Hal ini lah yang menyababkan
terjadinya keluhan sakit kepala hebat pada
pasien sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. Sakit kepala hebat yang dirasakan
pasien pada kepala bagian sebelah kanan
dan terasa seperti dicengkram kuat. 8,10
Terjatuhnya pasien dari pohon
sekira 2 bulan yang lalu dan baru
menimbulakn gejala sekarang dikarenakan
terdapat kompensasai kranial yang terjadi
pada subdural hematom kronik. Subdural
hematom dibagi menjadi 3 fase, yaitu akut,
subakut, dan kronik. Akut kurang dari 72
jam, subakut 3-7 hari setelah trauma,
kronik bila 21 hari atau lebih setelah
trauma, mengingat pasien mengalami
trauma kepala sudah 2 bulan maka pasien
didiagnosis subdural hematom kronik.
Perdarahan kronik terjadi setelah 21 hari
setelah trauma atau lebih. Bahkan hanya
terbentur ringan dapat mengalami
Dian, KP ‫ ׀‬Seorang Laki-Laki 46 Tahun dengan Hematom Subdural Kronik
perdarahan subdural bila pasien juga
mengalami gangguan vaskuler atau
gangguan pembekuan darah. Terjadinya
subdural hematom kronik harus berhati
hati karena hematoma ini bisa membesar
dan mengakibatkan penekanan dan
herniasi.3,4,5
Pada pemeriksaan fisik pasien
dengan kesadaran compos mentis GCS 9.
tekanan darah: 130/80 mmHg, T: 36,7 0C,
HR: 76 x/menit, dan RR: 18 x/menit
menunjukkan tidak ada tanda-tanda syok.
Tanda- tanda terjadinya syok berupa
peningkatan
tekanan
intrakranial
penurunan
kesadaran,
gangguan
hemodinamik, pupil anisokor dan defisit
motorik.6,7 Pemeriksaan klinis meliputi
pemeriksaan primer (primary survey) yang
mencakup jalan nafas, pernafasan dan
tekanan darah atau nadi yang dilanjutkan
dengan resusitasi.8 Jika terjadi hipotensi
atau syok harus segera dilakukan
pemberian cairan untuk mengganti cairan
tubuh yang hilang. Jalan nafas harus
dibersihkan apabila terjadi sumbatan atau
obstruksi dan juga diberikan bantuan nafas
dengan pemberian oksigen.11,12
Pemeriksaan kesadaran dengan
menilai kemampuan membuka mata,
respon verbal dan respon motorik,dan juga
verbal atau nyeri. Pada psien ini dengan
GCS E3V5M5= 9, nilai eye 3 yang berarti
dapat membuka mata dengan permintaan
nilai verbal 3 mau berbicara 1-2 kata dan
movement 3 anggota gerak tidak mampu
menangkis. Pada pemeriksaan sekunder,
dilakukan pemeriksaan neurologi serial
meliputi lateralisasi dan reflek pupil untuk
deteksi dini gangguan neurologis tidak ada
lateralisasi pada pasien dan reflek pupil
isokor.4,9
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
tekanan darah: 130/80 mmHG, T 36,7 0C,
HR 76 x/menit, dan RR: 18 x/menit. Pada
pasien ini dilakukan pemeriksaan CT Scan
kepala didapatkan kesan perdarahan
subdural frontotemporal sinistra dengan
midline shift ke dextra. Pemeriksaan
Rontgen Thoraks dengan cor dan pulmo
dalam batas normal.
Pemeriksaan
penunjang ini dilakukan untuk menegakkan
diagnosis dan menyingkirkan diagnosa
banding pada pasien. Pada pasien ini
didiagnosa subdural hematom kronik karen
timbulnya gejala beberapa bulan setelah
cedera pertama. 4,9
Penatalaksanaan pada pasien ini di
ruangan diberikan tirah baring, IVFD RL xx
tetes/menit, injeksi Ketorolac 2x30 gr,
injeksi Cefotaxim 1x1 gr (vial). Dalam
menentukan terapi apa yang akan
digunakan untuk pasien SDH, tentu kita
harus memperhatikan antara kondisi klinis
dengan radiologinya. Didalam masa
mempersiapkan tindakan pengobatan
medikamentosa
untuk
menurunkan
peningkatan
tekanan
intrakranial.
Seharusnya pada pasien ini diberikan
pemberian manitol 0,25gr/kgBB, atau
furosemid
10mg
intravena
untuk
menurunkan tekanan intrakranial pada
pasien. 12
Pasien ini, GCS 9, lesi perdarahan >
1 cm, midline shift < 1 cm maka dapat
direncanakan operasi kraniotomi. Kriteria
pasien subdural hematom yang dilakukan
tindakan operasi sudah tepat yaitu
ketebalan >10mm atau pergeseran midle
shift >5mm pada ct scan, semua pasien
SDH dengan GCS <9 harus dilakukan
monitoring TIK, pasien SDH dengan GCS <9,
dengan ketebalan pendarahan <10mm dan
pergeseran midline shift, jika mengalami
penurunan GCS >2 poin antara saat
kejadian sampai saat masuk RS, pasien SDH
dengan GCS < 9, dan didapati pupil dilatasi
asimetris pasien SDH dengan GCS < 9, dan
TIK >20mmhg. Tindakan operatif yang
dapat dilakukan adalah burr hole
craniotomy, twist drill craniotomy, subdural
drain.7,10 Dan yang paling banyak diterima
untuk perdarahan sub dural kronik adalah
burr hole craniotomy. Karena dengan
tehnik ini menunjukan komplikasi yang
minimal. 2
Pada pasien dengan subdural
hematom kronik yang menjalani operasi
drainase, sebanyak 5,4-19% mengalami
komplikasi medis atau operasi. Komplikasi
J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 53
Dian, KP ‫ ׀‬Seorang Laki-Laki 46 Tahun dengan Hematom Subdural Kronik
medis, seperti kejang, pneumonia,
empiema, dan infeksi lain, terjadi pada
16,9% kasus. Komplikasi operasi, seperti
massa subdural, hematom intraparenkim,
atau tension pneumocephalus terjadi pada
2,3% kasus.8,9
Prognosis untuk pasien ini secara
quo ad vitam adalah dubia ad bonam, quo
ad sanationam dubia ad bonam dan quo ad
fungtionam dubia ad bonam karena
tindakan operasi pada hematoma subdural
kronik memberikan prognosis yang baik,
sekitar 90% kasus pada umumnya akan
sembuh total.6
Simpulan
Pada kasus ini penegakkan diagnosis
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang sudah sesuai.
Penatalaksaan berupa pemberian obat
pada pasien ini belum tepat, namun
perencanaan tindakapan kraniotomi sudah
tepat menurut kriteria Gerard, karena
tindakan kraniotomi dengan metode burr
hole craniotomy, twist drill craniotomy,
subdural drain memiliki koplikasi yang
minimal dengan prognosis dubia ad
bonam.
Daftar Pustaka
1. Charles F. Subdural Haemorrhage.
Schwartz Principles of surgery. Edisi ke9. The McGraw-Hill: United State Of
America. 2010. hlm. 1189.
2. Dugdale D. Craniotomy on Chronic
Subdural Hematoma. [internet].2010.
[diakses 6 september 2014]. Tersedia
dari: https://www.nlm.nih.gov
3. Engelhard HH. Subacute subdural
hematoma in a 45 year old woman
with no significant past medical history
after a roller coaster ride. AJEM . 2009;
27(1):517e5-517e6.
4. Gerard M. Current Surgical Diagnosis &
Treatment. Schwartz Principles of
Surgery. Edisi ke-8. United State of
America: The McGraw-Hill. 2003. hlm.
837-43.
J Medula Unila | Volume 5 | Nomor 1 | Mei 2016 | 54
5. Heller JL. Subdural Hematoma.
[internet]. 2014 [Diakses 6 september
2014]; 25(1):5-6. Tersedia dari:
http://www.nlm.nih.gov
6. Meagher R. Subdural Hematoma.
Medscape Reference. [internet]. 2011.
[Diakses 6 september 2014]. Tersedia
dari: http://emedicine.medscape.com
7. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi ke6. Jakarta: EGC. 2006. hlm. 1174-6.
8. Sastrodiningrat AG. Memahami Fakta fakta pada Perdarahan Subdural Akut.
Medan:
Fakultas
Kedokteran
Universitas Sumatra Utara. 2009; 39(3):
297-306.
9. Sidharta P, Mardjono M. Neurologi
Klinis Dasar. Edisi ke-6. Jakarta: Dian
2009. hlm. 170 – 90.
10. Sjamsuhidajat R. Subdural Hematoma.
Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi ke-2.
Jakarta: EGC. 2004. hlm. 818.
11. Smith ML, Grady MS. Neurosurgery.
Schwarrtz Principles of Surgery. Edisi
ke-8. United State of America: The
McGraw-Hill. 2005. hlm 1615-20.
12. Tim
Neurotrauma.
Pedoman
Tatalaksana Cedera Otak. Surabaya:
Penerbit
Fakultas
Kedokteran
Universitas Airlangga. 2007.
Download