VI. ANALISIS FUNGSI BIAYA PRODUKSI 6.1.Karakteristik Petani Karakteristik petani ikan merupakan salah hal yang penting untuk diketahui dan merupakan salah satu keberhasilan usaha budidaya ikan KJA. Pengelolaan usaha KJA memerlukan pengalaman yang cukup untuk keberhasilan usahanya. Tingkat pendidikan dan umur merupakan faktor yang menentukan ketahanan mental dan fisik petani ikan. Status usaha menentukan prioritas mata pencaharian. Berdasarkan hasil wawancara 55 responden diperoleh sebagian besar sebanyak 22,81% berada pada kisaran umur 25-30 tahun dan 36-40 tahun sebanyak 26,32%. Kelompok umur terbanyak kedua berada pada kisaran umur 41-45 tahun sebanyak 21,02%. Menurut tingkat pendidikan, sebagian besar responden 75,44% lulusan SD. Lulusan SLTP menempati urutan kedua sebesar 19,30%. Responden dengan tingkat pendidikan SLTA hanya 5,26%. Salah satu faktor penentu keberhasilan usaha KJA adalah pengalaman usaha. Sebagian besar responden 36,847% memiliki pengalaman 1-5 tahun. Kelompok terbanyak kedua yaitu kelompok petani ikan dengan pengalaman usaha 6-10 tahun dan 11-14 tahun masing-masing sebanyak 19,3%. Selebihnya adalah kelompok responden dengan lama pengalaman lebih dari 15 tahun. Tabel 25 menyajikan pengelompokan responden berdasarkan umur, pendidikan dan pengalaman usaha. 98 Tabel 25. Karakteristik Responden Petani Ikan KJA No. 1. 2. 3. Keterangan Responden Jumlah Presentase (%) Kelompok Umur a. <25 b. 25-30 c. 31-35 d. 36-40 e. 41-45 f. 46-50 g. >50 Kelompok Pendidikan a. SD b. SLTP c. SLTA 3 13 8 15 12 3 3 5,26 22,81 14,04 26,32 21,02 5,26 5,26 43 11 2 75,44 19,30 5,26 Pengalaman Usaha (Tahun) a. 1 - 5 b. 6 -10 c. 11-14 d.15-18 d.19-22 21 11 11 6 8 36,84 19,3 19,3 10,53 14,04 Sumber: Data Primer, 2011. Petani ikan yang merupakan penduduk sekitar pada umumnya hanya memiliki 4-12 petak atau 1-3 unit. Petani yang memiliki 16 unit ke atas berasal dari luar wilayah sekitar wilayah penelitian, seperti dari Kota Cianjur, Kota Bandung, Kota Jakarta, bahkan ada yang berasal dari luar Pulau Jawa. Mereka yang berasal dari luar wilayah, pada umumnya dapat masuk berinvestasi di Waduk Cirata disebabkan tidak adanya aturan yang menetapkan siapa saja yang dapat berinvestasi di sini. Selain itu, kemudahan persyaratan dalam berinvestasi tidak melibatkan pemda setempat. Mereka cukup ijin kepada salah satu tokoh masyarakat dan menyatakan untuk berinvestasi tanpa perijinan dari Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC). Perijinan hanya berkisar di desa dan kecamatan. 99 Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dari 55 orang yang menjadi subyek penelitian semuanya menggambarkan keberadaan populasi penelitian sebagaimana disebut di atas. Sampel penelitian tergambarkan distribusinya pada Gambar 15. 16 14 12 10 8 6 4 2 0 a. <25 b. 25- c. 31- d. 36- e. 41- f. 4630 35 40 45 50 Sumber: Data Primer, 2011 Gambar 15. Grafik Jumlah Petak KJA Responden 6.2. Aspek Teknis Budidaya Ikan KJA Pola budidaya ikan di Waduk Cirata adalah sistem karamba jaring apung berlapis atau bertingkat terdiri dari dua lapis jaring yaitu jaring lapis dalam dan jaring lapis luar. Ada dua pemeliharaan ikan yang dipelihara pada masing-masing jaring tersebut. Umumnya ikan yang dipelihara pada jaring lapis atas adalah ikan mas (Cyprinus carpio), sedangkan pada jaring lapis bawah dipelihara ikan nila (Oreochromis niloticus). Pemberian pakan hanya dilakukan pada ikan mas yang dipelihara dalam jaring lapis atas, sedangkan untuk ikan nila, pada bagian jaring lapis bawah tidak diberi pakan. Ikan nila hanya memanfaatkan pakan yang tersisa yang tidak dimakan oleh ikan mas. 100 Sistem ini dikembangkan bertujuan untuk mengurangi beban sisa pakan, yang dapat mencemari perairan. Dengan sistem ini sisa pakan untuk ikan mas atau ikan yang dipelihara pada lapis dalam dapat dimanfaatkan oleh ikan nila yang dipelihara dalam jaring lapis luar. Dengan demikian selain bertujuan untuk mengurangi sisa pakan, KJA berlapis ini dapat menghasilkan hasil tambahan dari produksi ikan nila yang dipelihara pada jaring lapis luar. 6.2.1. Penentuan Lokasi Penentuan lokasi pada budidaya KJA merupakan salah satu faktor yang penting. Pada umunya petani ikan lebih memilih lokasi yang berdekatan dengan daratan. Walaupun sebenarnya dalam penentuan lokasi ini seharusnya ditentukan oleh BPWC dalam bentuk Surat Penempatan Lokasi (SPL) pada waktu petani ikan akan memulai usaha. Namun kenyataanya petani bebas menentukan lokasi KJA dan tidak mengurus SPL. 6.2.2. Pembuatan KJA Karamba yang digunakan untuk budidaya 1 unit KJA memiliki ukuran 14 m x 14 m yang terdiri dari 4 petak/kolam yang berukuran 7 m x 7 m. Pembuatan KJA dilakukan oleh masyarakat setempat. Bagi para investor yang ingin melakukan budidaya ikan dengan cara pesan kepada masyarakat yang khusus membuat KJA. Pada saat penelitian dilakukan, rata-rata harga 1 unit KJA berkisar antara Rp 25 .000.000. Bahan yang digunakan utnuk pembuatan KJA terdiri atas bambu, besi, drum plastik/kaleng, styrofoam, kayu, jangkar, pelampung dan jaring. Jaring karamba menggunakan bahan nylon atau polyethlene terdiri dari 2 lapis jaring, jaring lapisan atas terdiri dari 4 jaring sebanyak 4 x 20 kg dengan ukuran mata jaring 1 – 1,5 cm. 101 Saat ini penggunaan bahan styrofoam sudah tidak diperbolehkan lagi dikarenakan berpengaruh buruk terhadap lingkungan. Petani yang memiliki KJA dekat dengan daratan pada umumnya lebih memiliki bahan yang terbuat dari styrofoam dikarenakan harganya lebih murah. Konstruksi keramba jaring apung Konstruksi KJA merupakan salah satu faktor penting dalam memulai suatu usaha budidaya keramba jaring apung. Konstruksi jaring apung umumnya menggunakan kerangka besi memiliki daya tahan yang lebih lama dibandingkan dengan bambu atau kayu. Dalam 1 unit jaring apung terdiri dari 4 petak. Konstruksi jaring apung yang ada di daerah penelitian, meliputi: 1) Besi Kerangka KJA menggunakan besi. KJA berbentuk pesegi dengan ukuran 15,5 mx 15,5 m untuk 1 unit. Panjang besi yang biasa digunakan berukuran 6 m. Panjang 1 kolam sebesar 7 m, berarti jumlah besi yang dibutuhkan 1 batang ditambah 1 m dipotong dari besi kedua. Untuk 1 unit keramba dengan luas 15,5 m x 15,5 m, besi yang dibutuhkan sekitar 40 batang. Harga 1 batang besi Rp 100.000. 2) Bambu Bambu digunakan sebagai tempat berjalan atau disebut geladak. Bambu ini disusun secara teratur di sela-sela besi, untuk 1 geladak diperlukan 5 buah batang bambu, sedangkan untuk 1 unit jaring apung terdapat 12 geladak, sehingga jumlah bambu yang diperlukan sebanyak 60 batang. Bambu diperoleh dari daerah sekitar dan dikirim sampai ke tempat pembuatan. Harga bambu Rp 7.000 per batang. 102 3) Kayu / Kaso Kayu/kaso digunakan sebagai penyangga geladak. Kayu disusun berlawanan dengan susunan bambu. Kayu yang digunakan berukuran 5 cm x 7 cm, dengan panjang 50 cm untuk 1 geladak, sehingga jumlah kayu yang diperlukan sebanyak 60 batang. Harga rata-rata kayu dengan ukuran 50 cm yaitu Rp 3.000 per batang. 4) Pelampung Sebagai pelampung umumnya digunakan drum besi, drum plastik atau busa/styrofoam. Pelampung berfungsi untuk mengapungkan konstruksi keramba agar tetap berada di permukaan serta untuk mengaitkan jaring. Banyaknya pelampung yang digunakan dalam 1 unit sebanyak 37 buah. Harga drum besi Rp 100.000. Harga drum plastik Rp 160.000 per buah. Sebagian pembudidaya menggunakan pelampung dari busa/styrofoam karena harganya lebih murah. Setiap 1 pelampung membutuhkan 2 lembar busa. Harga per dua lembar Rp 60.000. 5) Jaring Jaring yang digunakan yaitu jaring yang terbuat dari nylon dan polyethylene. Jaring ini dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Ukuran mata jaring yang digunakan oleh pembudidaya berukuran 1-1,25 cm jaring untuk lapisan atas berukuran 7 m x 7 m x 2 m. 6) Pemberat Jaring Sebagai pemberat jaring dibuat dari batu seberat 2 kg yang diikatkan pada seutas tali sepanjang 5-7 m. Biaya untuk membuat 1 buah pemberat jaring sebesar 103 Rp 5.000. Pemberat jaring ini diperoleh dari kios-kios yang ada di sekitar waduk atau dibuat sendiri oleh pembudidaya. 7) Jangkar Kolam Jangkar kolam terbuat dari batu yang dimasukkan ke dalam karung dengan berat 75 kg per karung. Masing-masing pemberat menggunakan 2 karung jadi beratnya sekitar 150 kg. Pemberat kolam diikatkan pada seutas tali unitnya yang dipasang di antara sudut-sudut keramba. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat 1 buah jangkar beserta talinya menghabiskan biaya sebesar Rp 200.000. Pada 1 unit KJA terdapat 4 buah jangkar. 8) Rumah Jaga Fungsi rumah jaga digunakan sebagai tempat tinggal tenaga kerja. Jumlah rumah sebanyak 1 buah untuk 1 - 4 unit jaring apung. Rumah jaga ini terbuat dari bahan kayu atau triplek dengan atap terbuat dari seng. Pada umumnya pembudidaya tidak membuat rumah jaga sendiri, tetapi memesan dalam bentuk sudah jadi rumah jaga. Harga rumah jaga berkisar antara Rp 10.000.000 – Rp 12.000.000 per unit 9) Rumah Pakan/Supa Rumah pakan yang disebut juga supa digunakan sebagai tempat menyimpan pakan. Jumlah rumah pakan sebanyak 1 buah untuk 1 unit jaring apung. Rumah jaga ini terbuat dari bahan kayu atau triplek dengan atap terbuat dari seng. Sebagian besar pembudidaya responden tidak membuat rumah jaga sendiri, tetapi memesan dalam bentuk sudah jadi rumah jaga. Harga rumah pakan berkisar antara Rp 1.250.000 – Rp 2.000.000 per unit 104 6.2.3. Proses Budidaya (1) Penebaran Benih Pada umumnya petani memperoleh benih untuk usahanya dari Cianjur dan Bandung. Menurut petani benih ikan yang berasal dari kedua lokasi tersebut memiliki kualitas yang baik. Benih ikan mas yang ditebar per musim tanam pada budidaya KJA sebanyak 40 – 50 kg per petak (49 m2) dengan ukuran 80-100 ekor per kg. Panjang benih berukuran “sangkal korek’ (finger link). Berat benih berkisar antara 10-12,5 gram. Padat penebaran per petak adalah sebesar 340 gram/m2. Harga benih ikan mas berkisar antara Rp 27.000 – Rp 28.000 per kg. Benih dan pakan ikan tersedia di lokasi sekitar. Petani tidak perlu mendatangi penjual benih. Benih akan dikirim oleh penjual pakan yang berperan sebagai bandar ikan melalui perahu sesuai dengan permintaan. (2) Pemberian Pakan Pakan yang diberikan pada usaha ini adalah pakan buatan (komersial) berupa pellet. Pemberian pakan diberikan sekenyangnya tergantung pada kondisi cuaca. Apabila cuaca baik (panas), pemberian pakan berulang-ulang sampai ikan kenyang. Akan tetapi bila cuaca kurang baik, misalnya mendung atau hujan, maka pakan yang diberikan sedikit saja atau tidak diberikan sama sekali. Pemberian pakan dilakukan oleh petani dengan cara ditebar sedikit demi sedikit. Hal ini untuk menghindari jumlah pakan terbuang ke perairan. Pakan yang terbuang dimakan oleh ikan nila. Banyaknya pakan yang diberikan pada satu musim tanam sekitar 2.000 kg per petak. Harga pakan bervariasi tergantung merek pakan antara Rp 5.250 – Rp 6.000 per kg. Jenis pakan yang digunakan 105 adalah Comfeed, Ekstra M, Jatra, Turbo, Cargill, Malindo. Pakan dan benih diperoleh petani dari penjual pakan di lokasi yang disebut dengan ”gudang” atau ”bandar”. (3) Tenaga Kerja Tenaga kerja yang diperlukan bagi budidaya ikan KJA ini bergantung pada jumlah unit yang dimiliki petani. Jumlah unit 1 - 4, diperlukan 1 orang tenaga kerja, dan yang unitnya lebih dari 4 pada umumnya mempekerjakan 2 orang dengan tambahan tenaga kerja pada saat tertentu, yakni pada waktu ikan diberi pakan. Pada saat panen tenaga kerja yang diperlukan untuk mempercepat proses masuknya ikan ke dalam kantong yang telah disiapkan, disediakan oleh pembeli ikan. (4) Pemanenan Satu siklus musim tanam pembesaran ikan mas rata-rata 3 bulan. Dalam satu tahun petani melakukan produksi 3 kali untuk ikan mas. Besarnya panen yang dihasilkan sekitar 800-1000 kg per petak. Harga jual panen ikan mas antara Rp 12.000 – 17.000 per kg. Biasanya untuk satu kali panen ikan mas membutuhkan 1 – 2 ton pakan ikan. Hasil yang diperoleh dengan nilai efisiensi antara 45% - 58% atau nilai FCR 1,8. Panen dilakukan oleh pembeli ikan yang datang langsung ke kolam. Tidak terdapat biaya pemanenan karena biaya panen ditanggung oleh pembeli ikan. Pembeli ikan pada umumnya adalah ”gudang” atau ”bandar” yang sekaligus juga tempat petani ikan mengambil pakan dan benih. Dengan demikian ada keterikatan antara petani ikan dengan ”gudang” atau ”bandar”. 106 6.3. Fungsi Biaya Produksi Budidaya Ikan KJA Sebagaimana yang telah disebutkan dalam metode penelitian di Bab IV dan ditunjang dengan uraian tentang keadaan umum daerah penelitian, populasi penelitian relatif homogen yang diperlihatkan oleh beberapa hal berikut ini: a. Ukuran unit KJA di Waduk Cirata ditetapkan oleh aturan BPWC sebesar 4 petak dimana setiap petak berukuran 7m x 7m x 2 m dan secara keseluruhan berukuran 15,5 m x 15,5 m b. Benih ikan yang ditanam homogen yaitu ikan mas. Keseragaman di atas, menyebabkan pemilihan wilayah penelitian dilakukan di Cianjur. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada sisi geografis, yaitu kemudahan akses. Dalam kegiatan produksi selama setahun, petani KJA melaksanakannya 3 kali. Waktu panen yang dibutuhkan sekitar 3 bulan. Input yang digunakan pada usaha pembesaran ikan di KJA ini adalah benih ikan mas, pakan dan tenaga kerja. Dalam perhitungan usaha nanti akan dibandingkan dengan dan tanpa biaya lingkungan. Produksi ikan mas per musim tanam rata-rata 967 kg/petak. Produktivitas usaha pembesaran ikan mas rata-rata adalah 19,74 kg/m2. Penggunaan input produksi rata-rata untuk menghasilkan satu kg ikan mas untuk setiap input yaitu benih ikan mas 49 kg, pakan 1.787 kg, dan tenaga kerja 8,31 HOK. Untuk lebih jelasnya produksi dan tingkat penggunaan input produksi rata-rata per musim tanam di Waduk Cirata disajikan pada Tabel 26. 107 Tabel 26. Produksi dan tingkat Penggunaan Input Produksi Ikan Rata-rata per Petak per Musim Tanam Komponen Satuan A. Produksi ikan Mas B. Penggunaan Input Produksi : Benih ikan mas/produksi ikan mas Pakan /produksi ikan mas Tenaga kerja/produksi ikan mas C. Produktivitas Ikan Mas (Luas 49 m2) kg Rataan 967 Kg Kg HOK 48,27 1.825,89 132,48 Kg/m2 19,74 Sumber: Data primer diolah dari Lampiran Keterangan: HOK= Hari Orang Kerja Tabel 27. Harga Input dan Harga Output Rata-rata per Tahun Komponen A. B. C. D. Satuan Produksi ikan mas Benih ikan mas Pakan Tenaga Kerja Rataan Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/HOK 12.284,85 24.643,11 5.692,71 23.912,02 Sumber: Data primer diolah dari Lampiran Berdasarkan Tabel 27 di atas tingkat harga rata-rata ikan mas yang diterima oleh petani KJA adalah Rp 12.284,84 per kg. Tabel 28. Biaya Produksi Ikan Mas Rata-rata per Musim Tanam Tahun 2011 Komponen Satuan Rataan A. Biaya benih ikan mas /kg produksi ikan mas Rp 1.119,04 B. Biaya Pakan / kg produksi ikan mas Rp 10.387,33 C. Biaya Tenaga Kerja / kg produksi ikan mas Rp 185,66 D. Total Biaya / kg produksi ikan mas Rp 11.785,20 Sumber: Data primer diolah dari Lampiran Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan persentase dari total biaya Persentase 9,5 88,1 1,6 108 6.4. Fungsi Biaya Budidaya Ikan KJA Tanpa Biaya Eksternalitas 6.4.1. Hasil Analisis Regresi Fungsi Biaya Produksi Ikan Mas Budidaya KJA Pendugaan koefisien fungsi biaya usaha pembesaran ikan mas menggunakan model OrdinaryLeast Square(OLS). Hasil pendugaan koefisien dari pendekatan OLS disajikan pada Tabel 29. Berdasarkan Tabel 29 diperoleh bilai R2 adalah 0,99 dengan nilai Fhitung sebesar 10683,01 (Lampiran 6). Nilai R2 yang tinggi ini merupakan indikasi yang cukup kuat bahwa peubah bebas (independent variable) yang dipakai (harga input) dalam model dapat menerangkan keragaman peubah tidak bebas (independent variable). Tabel 29. Koefisien Penduga Fungsi Biaya Tanpa Biaya Eksternalitas Peubah Koefisen Penduga Tingkat Signifikansi Konstanta, ln K Harga Benih ikan mas, W1 Harga Pakan, W2 Tenaga kerja, W3 Produksi ikan mas, 1 R2 0,350 0,102 0,878 0,027 0,00066 0,804 0,000 0,000* 0,000* 0,000* 0,380 Sunber: Data primer diolah dari Lampiran Selanjutnya model fungsi biaya dapat ditulis sebagai berikut: C 1,419W10,102W20,878W30,027 Q 0, 00066 Dari fungsi biaya yang berkendala jumlah produksi di atas, tampak bahwa sekalipun secara keseluruhan variabel penduga berpengaruh nyata terhadap biaya, akan tetapi terdapat variabel produksi Q yang hanya nyata pada selang kepercayaan 62%, sedangkan variabel lainnya sangat nyata pada selang kepercayaan 95%. Nilai konstanta K=1,419 mengisyaratkan bahwa perairan 109 Waduk Cirata masih cukup kondusif sebagai sumberdaya perairan bagi budidaya ikan KJA sekalipun harus ditentukan oleh adanya faktor variabel lain. Nilai koefisien Q memperlihatkan bahwa apabila jumlah produksi dijadikan sebagai kendala, maka keinginan petani untuk menaikan produksi akan berimplikasi kepada naiknya biaya produksi. Sebaliknya apabila ingin menurunkan produksi, maka biaya total akan menurun pula. Selain itu, nilai koefisien Q yang bernilai lebih kecil dari 1 memperlihatkan bahwa produksi ikan mas berada dalam kondisi decreasing return scale dimana produksi akan terus menurun dari tahun ke tahun. Dalam kenyataannya, produksi perikanan KJA perairan Wasuk Cirata dari tahun ke tahun senantiasa menurun. Pada sisi lain, jumlah petak KJA makin bertambah melebihi laporan BPWC pada tahun 2007 yang menyebutkan 51.148 buah petak. Nilai koefisien variabel benih ikan mas, pakan ikan mas dan variabel tenaga kerja semuanya bernilai positip, dan sangat signifikan. Nilai-nilai ini sesuai dengan harapan. Selanjutnya dapat disebut bahwa biaya total produksi ikan mas dipengaruhi oleh harga input variabel ikan mas, pakan ikan mas dan tenaga kerja. 6.4.2. Fungsi Permintaan Input Produksi Ikan Mas Budidaya KJA Tanpa Eksternalitas Fungsi permintaan faktor input produksi ikan mas budidaya KJA dapat diperoleh dengan melakukan proses derivasi parsial terhadap variabel yang diinginkan. Dengan demikian, fungsi permintaan atas variabel benih ikan mas, pakan ikan mas dan tenaga kerja untuk produksi ikan mas budidaya KJA dapat ditentukan. Selanjutnya dengan memasukkan harga normal dari masing-masing 110 variabel dapat diperoleh input optimal masing-masing variabel input produksi (Tabel 30). Tabel 30. Tabel Permintaan Input Optimal Tanpa Eksternalitas Input Optimal Rumus Benih ikan 0,145.W10,8972 .W20,878 .W30, 027 .Q 0,00066 mas, X1* Pakan ikan 1,2468.W10,1028 .W20,1215 .W30, 027 .Q 0, 00066 * mas, X2 Tenaga kerja, 0,0384.W10,81028 .W20,878 .W30,9729 .Q 0, 00066 X3* Produk ikan 0,00088.W10,1028 .W20,878 .W30, 027 .Q 0,9994 mas, Q* Nilai 46,28 Satuan kg/petak 1685,02 kg/petak 122,09 HOK/Musim tanam kg/petak 938,16 6.4.2.1. Input Optimal Benih Ikan Mas Besar input optimal benih ikan mas per petak untuk produksi ikan mas budidaya KJA 46,28 kg. Relatif tidak berbeda dengan rata-rata benih per petak dari 55 responden, yakni sebesar 48,27 kg. Diagram berikut ini memperlihatkan dua jenis pemakaian benih, yang pertama berdasarkan data pakan dan kedua berdasarkan input optimal. Dari diagram ini terlihat apabila digunakan input optimal per petak, maka akan terjadi penghematan biaya bagi pengadaan benih ikan mas. 111 14.000 12.000 Benih (kg) 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 72 60 40 36 32 28 24 20 20 16 12 8 8 4 - Jumlah Petak KJA Benih Optimal 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 4 8 8 12 16 20 20 24 28 32 36 40 60 72 R u p i a h (d a l a m J u ta R u p i a h ) Benih Jumlah Petak KJA Biaya Benih Optimal Biaya benih Gambar 16. Grafik Penggunaan Benih dan Biaya 112 6.4.2.2. Input Optimal Pakan Ikan Mas Input optimal pakan ikan mas dalam produksinya tidak jauh berbeda dengan rata-rata pemakaian pakan ikan dari 55 responden yang diamati. Input optimal mencapai 1.685,02 kg/petak, sedangkan rata-rata pakan yang digunakan untuk pembesaran ikan mas 1.825,89/petak. Apabila petani menggunakan pola pakan optimal dalam jumlah sebagaimana hasil penelitian ini, akan terjadi penghematan penggunaan pakan, walaupun belum ada biaya eksternalitas yang ditanggung petani. Grafik pada Gambar 16 berikut memperlihatkan penggunaan pakan secara biasa, dan penggunaan pakan secara optimal dikaitkan dengan biayanya. 113 Biaya Pakan x 1000.000 (Rp) 124,77 101,63 69,10 57,28 53,00 55,48 46,62 38,33 38,93 31,67 22,95 14,35 14,20 7,80 900,00 800,00 700,00 600,00 500,00 400,00 300,00 200,00 100,00 0,00 Jumlah Pakan x 1000 (kg) 900,00 Biaya Pakan Optimal (Rp) 800,00 700,00 600,00 500,00 400,00 300,00 200,00 100,00 121,32 101,10 67,40 60,66 53,92 47,18 40,44 33,70 33,70 26,96 20,22 13,48 13,48 6,74 0,00 Jumlah Pakan Optimal (kg) Gambar 17. Grafik Penggunaan Pakan dan Biaya 6.4.2.3. Input Optimal Tenaga Kerja Input optimal tenaga kerja dihitung berdasarkan unit. Besar input tenaga kerja yang optimal untuk produksi ikan mas budidaya KJA adalah sebesar 122,09 hari orang kerja yang apabila dikonversikan dalam jumlah jam kerja akan menjadi 854,63 jam. Selanjutnya apabila dikonversikan satuan hari menjadi 35,6 hari. Sedangkan rata-rata hari orang kerja dari 55 responden yang diamati adalah sebesar 33,271 HOK/petak atau 132,948 HOK/unit/MT atau 398,844 HOK/tahun. 114 6.4.2.4. Produksi Optimal Produksi optimal berdasarkan model fungsi biaya tanpa eksternalitas mencapai 938,16 kg/petak/MT atau 3.752,64 kg/unit/MT atau 11.257,92 kg/tahun, sementara rata-rata produksi per petak per musim tanam adalah sebesar 967,62, 72 60 44 40 36 32 28 24 24 20 20 16 16 12 8 8 4 240000 225000 210000 195000 180000 165000 150000 135000 120000 105000 90000 75000 60000 45000 30000 15000 0 4 Jumlah Produksi (Kg) dan sebesar 3870,48/unit/musim tanam dan sebesar 11.611,443 kg/tahun. Jumlah Petak Prod Opt Prod Gambar 18. Grafik Produksi Optimal Berdasarkan Petak KJA 6.5.Fungsi Biaya Produksi Ikan Mas Budidaya KJA Dengan Eksternalitas 6.5.1. Hasil Analisis Regresi Fungsi Biaya Produksi Ikan Mas Budidaya KJA Dengan Eksternalitas Data yang sama untuk analisis regresi fungsi biaya tanpa eksternalitas digunakan untuk menemukan model pendugaan bagi fungsi biaya dengan eksternalitas, namun dengan menambahkan biaya eksternalitas dalam modelnya. Dengan menggunakan OLS, diperoleh hasil pendugaan koefisien dari model yang diajukan. Berdasarkan Tabel 31 di bawah yang memperlihatkan ringkasan hasil analisis regresi, terlihat nilai Fhitung dari analisis regresi sangat signifikan pada taraf 115 = 1% yaitu sebesar 3.501,70. Hal ini mengindikasikan bahwa model yang diajukan sangat signifikan. Hasil regresi juga memperlihatkan besaran nilai R2 yang mencapai 99,7%, sehingga dapat disimpulkan semua variabel, yakni variabel benih ikan mas, pakan, tenaga kerja dan biaya lingkungan, dan variabel kendala produksi, secara bersama-sama memberikan pengaruh nyata terhadap biaya produksi budidaya KJA. Tabel 31. Koefisien Penduga Fungsi Biaya dengan Biaya Eksternalitas Peubah Konstanta, ln K Harga Benih ikan mas, W1 Harga Pakan, W2 Harga Tenaga kerja, W3 Harga Eksternalitas, W4 Produksi ikan mas, 1+) Fhitung*) R2 Koefisen Penduga 1,8681 -0,0537 0,8866 0,0874 0,05091 0,01268 3501,70 0,608 Tingkat signifikansi 0,016 0,311** 0,000**) 0,009* 0,000* 0,114*) 0,000**) Sumber: Data primer diolah dari Lampiran Keterangan: * Sangat Nyata pada = 5%;** Nyata = 38,19%;*) Nyata pada = 11,4% **) Sangat nyata pada = 1% Dari semua nilai koefisien penduga tidak semuanya bertanda positif. Tanda positif pada koefisien regresi input menerangkan suatu hubungan positif antara tingkat biaya dengan harga input produksi. Jika harga input produksi meningkat maka biaya akan meningkat pula dan sebaliknya biaya menurun dengan menurunnya harga input produksi. Sebaliknya jika bertanda negatif maka biaya akan mengalami penurunan apabila terjadi kenaikan input produksi. Selanjutnya dari Tabel di atas, model fungsi biaya produksi ikan mas dengan menyertakan biaya eksternalitas dapat ditulis sebagai berikut: C 6,673.W10, 0537 .W20,887 .W30,0874 .W40, 0509 .Q 0, 0127 116 Dari fungsi biaya di atas, bila dibandingkan dengan fungsi biaya produksi ikan mas tanpa eksternalitas, ternyata mengalami keberubahan mendasar. Perubahan yang paling terlihat adalah besaran konstanta yang meningkat, nilai koefisien variabel benih ikan mas yang negatif, dan nilai koefisien produksi yang negatif. a. Nilai Konstanta Fungsi Biaya Nilai konstanta model berubah dari 1,419 menjadi 6,673 setelah variabel biaya recovery (pengerukan) sebagai biaya perbaikan lingkungan diinternalisasikan dalam model. Naiknya nilai konstanta K ini sesuai dengan harapan peneliti, dimana apabila pengerukan dilakukan, maka kualitas air akan meningkat. Simulasi ini memperlihatkan, sekalipun dalam angka statistik, bahwa adanya upaya mengatasi eksternalitas memberikan dampak pada peningkatan kualitas perairan Waduk Cirata. b. Variabel Harga Benih Ikan Mas (W1) Nilai t-hitung untuk harga benih ikan mas adalah lebih kecil daripada nilai ttabel untuk = 5%, sehingga tidak signifikan sebagai variabel penjelas bagi biaya total produksi ikan mas yang menyertakan biaya eksternalitas. Untuk membuang variabel ini dari model yang diajukan disebabkan tingkat signifikansi perlu pertimbangan lanjut, disebabkan variabel ini merupakan variabel penting bagi keseluruhan produksi ikan mas. Tanpa variabel benih, maka tidak akan ada produksi dalam petak KJA. Nilai koefisien negatif variabel harga benih ikan mas memberikan isyarat bahwa, sekalipun harga benih ikan mas naik, tidak akan menaikkan jumlah biaya produksi total bahkan akan menurunkan biaya produksi. Naiknya biaya benih ikan 117 mas, tidak akan menyebabkan petani membeli benih untuk mengejar target produksi, malah mungkin akan menurunkan jumlah benih ikan yang ditanam, disebabkan merasa mantap dengan kondisi kualitas air yang sudah baik akan memberikan produksi yang juga baik dalam hal berat produksi. Hal ini sejalan dengan melihat elastisitas harga benih ikan mas yang bernilai -1,0537, yang mengindikasikan meningkatnya harga benih ikan mas akan menyebabkan jumlah input benih ikan mas akan dikurangi. c. Variabel Harga Pakan Ikan Mas (W2) Koefisien variabel harga pakan ikan mas bernilai positif dan kurang dari 1 dan sangat signifikan. Hal ini memperlihatkan bahwa variabel harga pakan ikan akan memberikan pengaruh terhadap jumlah biaya total produksi ikan mas. Hal ini sesuai dengan harapan peneliti. Tanda positip memperlihatkan naiknya harga akan memberikan indikasi pada naiknya biaya total produksi. Produksi ikan mas budidaya KJA, kecuali mungkin kolam, mutlak membutuhkan pakan ikan. Dalam budidaya KJA, pakan yang diberikan apabila tidak termakan, akan tenggelam ke dasar perairan, dimana ikan mas tidak akan dapat mencapai ke dasar untuk mencari makan disebabkan adanya jaring. Pada sisi lain, elastisitas harga pakan ikan mas ternyata bernilai negatif yaitu, -0,113. Nilai elastisitas ini menyebabkan petani akan mengurangi jumlah input pakan ikan apabila harganya naik, dan sebaliknya apabila harga input turun akan menyebabkan petani meningkatkan jumlah pakan ikan. d. Variabel Harga Tenaga Kerja (W3) Sama seperti koefisien variabel harga pakan ikan, koefisien variabel harga tenaga kerja memiliki nilai positif dan sangat signifikan. Oleh sebab itu, bersama 118 dengan variabel harga benih dan pakan ikan layak untuk menjadi variabel penjelas bagi biaya total produksi ikan mas yang menyertakan biaya eksternalitas. e. Variabel Harga Recovery (biaya eksternalitas/lingkungan; W4) Koefisien variabel harga recovery sangat signifikan, sehingga dapat menjadi variabel penjelas bagi biaya total produksi ikan mas. Apabila variabel ini meningkat harganya, maka biaya total juga akan naik. Sejalan dengan ini, elastisitas harga variabel recovery ternyata bernilai negatif, yakni -0,995, sehingga apabila terjadi kenaikan harga, maka akan menyebabkan petani akan menurunkan input eksternalitas yang timbul dalam produksinya. Petani dalam hal ini akan terangsang untuk mengurangi jumlah sedimentasi dengan berbagai cara. Cara yang ada adalah dengan memanajemen ulang pola pemberian pakan ikan, memilih pakan yang lebih ramah terhadap lingkungan atau meningkatkan jumlah ikan yang berperan sebagai feeder-plankton. f. Variabel Produksi Ikan Mas (Q) Koefisien variabel produksi ikan mas sebagai variabel kendala dari fungsi biaya bernilai positif dengan tingkat signifikansi tidak sesuai harapan. Disebabkan variabel ini merupakan variabel kunci dari fungsi biaya, maka rendahnya tingkat signifikansi tidak menjadi masalah krusial bagi peneliti. Nilai positif koefisien ini lebih tinggi dibanding dengan koefisen produksi untuk model tanpa menyertakan biaya recovery. Keberadaan koefisien Q yang bernilai lebih kecil dari 1 juga memperlihatkan bahwa kondisi skala usaha secara total sebagai decreasing return scale. Sekalipun demikian, kondisi ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan 119 model biaya tanpa menyertakan biaya recovery eksternalitas. Peneliti dalam hal ini tidak akan mengeksplore keberadaan fungsi produksi ikan mas budidaya KJA. 6.5.2. Fungsi Permintaan Faktor Input Fungsi permintaan masing-masing faktor input untuk model fungsi biaya yang menginternalisasi biaya eksternalitas, diperoleh dari hasil derivasi model fungsi biaya ke variabel harga faktor input yang bersangkutan. Masing-masing fungsi permintaan input produksi ikan mas menyertakan biaya eksternalitas dalam biaya total produksi, beserta nilai optimalnya. Hasil proses minimisasi biaya total akan didapatkan nilai-nilai optimal pemakaian faktor-faktor input. Nilai optimal ini merupakan permintaan (demand) dari petani terhadap faktor-faktor input tersebut. Nilai-nilai optimal permintaan faktor input ini dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32. Permintaan Faktor Input per per Musim Tanam Dengan Eksternalitas Berdasarkan Sheppard’s lemma di Waduk Cirata Komponen Benih Ikan Mas Pakan Rumus 6,4762. 0,054.W1 6,4762.0,884.W1 Tenaga kerja 6,4762.0,087.W1 Eksternalitas 6,4762.0,051.W1 0 , 054 1 0 , 054 0 , 054 0 , 054 .W2 .W2 0 ,886 0 ,886 1 .W3 .W3 .W2 0 ,886 .W3 .W2 0 ,886 .W3 0 , 087 0 , 087 0 , 087 1 0 , 087 .W4 0 , 051 .Q 0 , 0127 Nilai 31,66 Satuan kg .W4 0 , 051 .Q 0, 0127 756,24 kg .W4 0 , 051 .Q 0, 0127 50,92 HOK 0 , 0511 .Q 0, 0127 15,22 m2 644,6 kg .W4 Produksi Optimal Sumber: Diolah dari Data Primer, 2011. Berdasarkan Tabel di atas dapat dilihat bahwa penggunaan input benih ikan mas yang optimal adalah sebanyak 31,66 kg per musim tanam. Sedangkan pakan adalah sebanyak 756,24 kg per musim tanam, tenaga kerja 50,92 HOK. Input optimal benih ikan mas model fungsi biaya dengan eksternalitas lebih kecil dibandingkan dengan input optimal fungsi biaya tanpa eksternalitas. Selisih 120 antar keduanya adalah -15,52 kg/petak atau mencapai kurang lebih 33%. Demikian pula selisih jumlah pakan ikan mas yang mencapai 829,78 kg/petak. Untuk tenaga kerja selisihnya mencapai 71,19 HOK/unit. Secara grafis, apabila keberadaan input optimal dari fungsi biaya dengan eksternalitas digunakan sebagai input produksi ikan mas budidaya KJA dibandingkan dengan penggunaan input produksi tanpa eksternalitas, akan memberikan gambaran utuh keberadaan penghematan input produksi dan penghematan biaya secara parsial maupun keseluruhan. 14.000 80,00 R u p ia h (d ala m J u ta R u p ia h ) 13.000 64 44 36 32 24 20 20 8 16 8 4 - Jumlah Petak KJA 10,00 0,00 64 1.000 20,00 44 2.000 30,00 36 3.000 32 4.000 40,00 24 5.000 50,00 20 7.000 6.000 20 8.000 60,00 8 Benih (kg) 9.000 16 10.000 70,00 8 11.000 4 12.000 Jumlah Petak Benih Tanpa Eksternalitas Benih Dengan Eksternalitas Biaya Benih Tanpa Eksternalitas Biaya Benih Dengan Eksternalitas Gambar 19. Grafik Penggunaan Benih dan Penggunaan Biaya dari Model Tanpa dan Dengan Eksternalitas Rata-rata penggunaan benih selama setahun (3 kali musim tanam) untuk model dengan eksternalitas adalah 379,92 kg/unit dan untuk model tanpa eksternalitas 592,41 kg/unit dengan rata-rata biaya masing-masing digunakan untuk Rp.2.178.346 dan Rp.3.396.243. yang 121 Untuk input optimal bagi jumlah pakan yang diberikan, grafik berikut memperlihatkan penghematan penggunaan pakan dan biaya dari dua model yang dibandingkan. 84 72 60 44 40 36 32 28 24 24 20 20 16 16 12 8 8 4 4 Pakan (kg) 500.000,00 450.000,00 400.000,00 350.000,00 300.000,00 250.000,00 200.000,00 150.000,00 100.000,00 50.000,00 - Jum lah Petak KJA Pakan Pakan Optimal Rupiah (dalam ratus juta) 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 72 60 40 36 32 28 24 20 20 16 12 8 8 4 - Jum lah Petak KJA Biaya Pakan Optimal Biaya Pakan Gambar 20. Penggunaan Pakan dan Biaya Pakan dari Model Tanpa dan Dengan Eksternalitas Rata-rata penggunaan pakan dengan model tanpa eksternalitas 21.574,9/unit/ kg/tahun, sedangkan dengan menggunakan eksternalitas 9.074,88 kg/unit/tahun, sedangkan jumlah dana rata-rata Rp122.889.840/unit/tahun dan Rp 52.032.604 per tahun . 122 Input tenaga kerja yang dilihat dari besaran HOK dalam model fungsi biaya tanpa eksternalitas mencapai 122,09/unit. Sedangkan input optimal tenaga kerja dengan eksternalitas sebesar 50,92 HOK/unit atau 356,44 jam kerja atau 14,85 hari. Nilai input optimal ini memiliki perbedaan besar, sehingga akan memberikan ruang gerak bagi petani untuk dapat menggunakan dananya lebih efisien. Hal ini akan memberikan pilihan baik bagi petani untuk tetap memperhatikan eksternalitas dari kegiatan budidaya KJA yang akan dijalani pada tahun-tahun mendatang dan meningkatkan insentif bagi para tenaga kerja yang terlibat selama ini. 1.800,00 1.600,00 1.200,00 1.000,00 800,00 600,00 400,00 200,00 Jumlah Petak KJA HOK HOK Optimal 64 44 36 32 24 20 20 16 8 8 - 4 Jumlah HOK 1.400,00 72 60 40 36 32 28 24 20 20 16 8 12 8 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 4 R upia h 123 Jumlah Petak Biaya TK Biaya TK Optimal Gambar 21. Penggunaan Tenaga Kerja dan Biayanya Input optimal untuk eksternalitas yang ditimbulkan dari produksi ikan mas budidaya KJA sebesar 15,22 kg/unit 6.6. Elastisitas Permintaan dari Harga Input Elastisitas permintaan dari harga input untuk mengetahui persentase jumlah input yang dipakai per unit waktu karena adanya persentase perubahan harga input. Elastisitas pemintaan dari harga input dapat dilihat pada Tabel 33. Elastisitas permintaan dari harga input bernilai negatif. Elastisitas permintaan dari harga input dapat dihitung dari parameter persamaan fungsi biaya. Tabel 33. Elastisitas Permintaan dari harga Input tanpa Eksternalitas Komponen Benih Ikan Mas Pakan Tenaga kerja Elastisitas Permintaan dari Harga Input -0,892 -0,973 -0,999 Sumber: Diolah dari Data Primer, 2011. Berdasarkan Tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai elastisitas permintaan dari harga input untuk masing-masing input adalah -0,892 (benih ikan mas), - 124 0,973 (pakan), -0,999 (tenaga kerja). Tanda negatif ini menunjukkan adanya hubungan terbalik antara harga input dengan penggunaan jumlah input. Jika harga input naik, maka akan mengurangi jumlah faktor produksi yang digunakan. Tabel 34. Elastisitas Permintaan dari harga Input dengan Eksternalitas Komponen Elastisitas Permintaan dari Harga Input Benih Ikan Mas Pakan Tenaga kerja Lingkungan -1,054 -0,114 -0,913 -0,995 Sumber: Diolah dari Data Primer, 2011. Berdasarkan Tabel 33 terlihat bahwa nilai elastisitas permintaan dari harga input untuk masing-msing input adalah -1,054 (benih ikan mas), -0,114 (pakan), 0,913 (tenaga kerja), lingkungan 0,995. Tanda negatif ini menunjukkan adanya hubungan terbalik antara harga input dengan penggunaan jumlah input. Jika harga input naik, maka akan mengurangi jumlah faktor produksi yang digunakan. Semua elastisitas permintaan dari harga input bersifat inelastis. Hal ini berarti meskipun ada kenaikan harga, input tersebut akan tetap dibeli dan digunakan oeleh pembudidaya ikan. Hal ini dikarenakan input tersebut merupakan input pokok atau penting dalam proses budidaya ikan KJA. 6.7. Daya Dukung Lingkungan Luas perairan Waduk Cirata yang digunakan untuk kepentingan budidaya KJA telah mencapai 19,82% dari 62.000.000 m2 luas total perairan. Padahal idealnya, kegiatan budidaya KJA tidak melebihi 2% dari luas total waduk. Oleh sebab itu, padatnyanya KJA di kawasan ini mengakibatkan sedimentasi yang akan makin bertambah dari tahun ke tahun. Hal ini pada akan menurunkan daya dukung perairan bagi kegiatan budidaya ikan KJA. 125 Dengan menggunakan data laporan pemantauan kualitas perairan Waduk Cirata yang dilakukan oleh BPWC setiap 4 bulan sekali, akan dihitung daya dukung perairan Waduk Cirata bagi kegiatan budidaya ikan KJA untuk kurun waktu tahun 2011. Software untuk menghitung daya dukung telah dikembangkan oleh ACIAR dan Universitas Hasanudin Makasar dalam bentuk siap pakai. Input data dilakukan secara interaktif dengan memasukkan semua unsur yang diperlukan oleh software yang dinamakan CAD_S TOOL (Lampiran 7). Hasil analisis daya dukung perairan diperlihatkan pada Tabel 35. Tabel 35. Penghitungan Daya Dukung Perairan Waduk Cirata No. 1. 2. 3. 4. 5. 7. 8. 9. Uraian Luas (A) Volume (V) Kedalaman air rata-rata (Ž) Debit air keluar Jumlah debit keluar Laju aliran (p) Waktu Tinggal (Tw) Daya dukung (carrying capacity) Satuan Ha Juta m3 m 3 m /sec Juta m3/tahun Tahun Tahun Ton Nilai 6.200 2.165 34,92 100 3.110,40 1,437 0,696 43.678,96 Sumber: Diolah dari Data Primer, 2011. Daya dukung lingkungan perairan Waduk Cirata untuk budidaya KJA adalah sebanyak 43.678,96 ton per tahun atau 14.558,67 ton per musim tanam. Dengan demikian untuk kegiatan budidaya KJA tanpa biaya lingkungan, jumlah KJA yang optimal adalah 15.586 petak yang arealnya 1,23% dari luas waduk. Kegiatan usaha budidaya KJA yang menyertakan biaya lingkungan, jumlah KJA nya mencapai 22.587 petak yang menempati 1,78 % bagian waduk. Besarnya jumlah petak KJA dan luasannya di perairan Waduk Cirata untuk model fungsi biaya dengan eksternalitas, dibandingkan dengan model tanpa eksternalitas, bukan berarti bahwa model fungsi biaya dengan eksternalitas lebih buruk bagi kualitas perairan. Bahkan sebaliknya, lebih baik dibandingkan dengan model fungsi biaya 126 tanpa eksternalitas. Hal ini dapat dilihat pada sisi jumlah pakan yang akan masuk ke perairan menjadi lebih sedikit, ada biaya lingkungan/eksternalitas yang harus ditanggung petani untuk memulihkan lingkungan. Sedangkan untuk fungsi biaya produksi tanpa eksternalitas akan meningkatkan jumlah pakan, jumlah benih, jumlah tenaga kerja untuk mengejar target produksi. 6.8. Instrumen Ekonomi Instrumen ekonomi pada dasarnya adalah instrumen yang dirancang untuk mempengaruhi proses produksi dan konsumsi melalui mekanisme harga atau dengan cara mengubah ketertarikan ekonomi terhadap tindakan-tindakan tertentu. Instrumen ekonomi berfungsi untuk mengukuhkan, memperbaiki dan memperjelas hak pemilikan, menjamin pengguna sumberdaya membayar sesuai yang dikonsumsi dan dapat menjadi subsidi bagi alternatif teknologi yang ramah lingkungan serta dapat membangkitkan penerimaan keuangan daerah. Pengelolaan lingkungan di Waduk Cirata sangat diperlukan untuk keberlanjutan waduk dan usaha perikanan. Pengelola Waduk Cirata dilakukan oleh BPWC. Hal yang menyebabkan jumlah KJA yang ada telah melebihi daya dukungnya dikarenakan rendahnya pengawasan. Selama ini instrumen pengendalian lingkungan terdiri dari command and control, moral suasion dan insentif berbasis finansial maupun pasar atau sering disebut sebagai instrumen ekonomi. Pengendalian lingkungan yang dilakukan melalui command and control (CaC) dinilai sering kurang efektif manakala enforcement masih kurang. Instrumen berbasis CaC juga cenderung akan terjebak pada complex legislatif web (jaringan perundang-undangan yang kompleks) serta mahalnya biaya penegakan hukum. Di sisi lain pendekatan pengendalian melalui 127 moral suasion seperti pendidikan, tindakan sukarela untuk mengadopsi teknologi yang terbaik yang ramah lingkungan juga sering tidak efektif karena memerlukan tingkat kepatuhan yang tinggi dari para pengguna. Instrumen ekonomi di sisi lain, bekerja melalui reward and punisment serta melalui mekanisme pasar sehingga mendorong produsen dan konsumen untuk menyesuaikan perilaku mereka terhadap dampak lingkungan melalui mekanisme insentif dan disinsentif. Instrumen ekonomi akan berhasil apabila petani mendatangkan insentif bagi mereka. CaC kurang berhasil karena luasnya area waduk yang meliputi 3 kabupaten dan terbatasnya aparat dan kewenangan yang ada pada provinsi (karena lintas kabupaten). Berdasar hasil perhitungan minimisasi biaya dengan menginternalisasi biaya lingkungan diperoleh input optimal untuk produksi. Dengan internalisasi ini diharapkan kualitas lingkungan akan terjaga dan produksi akan lebih optimum. Instrumen ekonomi bagi upaya pemulihan dan pemeliharaan kelestarian lingkungan perairan Waduk Cirata dapat ditetapkan sebagai berikut: 1. Command and Control (CaC). Instrumen yang paling sering dilakukan oleh para pembuat kebijakan publik. Instrumen akan efektif apabila para pihak, yakni BPWC, PemProv dan Pemkab dari 3 kabupaten di sekitar Waduk Cirata merancang bentuk CaC,, yang didalamnya memuat berbagai aturan atau tatacara bagi upaya terciptanya: a. Tertib usaha kegiatan budidaya ikan KJA baik dari sisi administrasi, teknis dan lingkungan. 128 b. Sosialisasi yang berkelanjutan tentang perlunya menjaga keberlangsungan usaha budidaya ikan KJA, agar muncul kebijakan kontraproduktif yang menutup peluang budidaya KJA diteruskan. Untuk itu, parsialisasi tugas CaC kepada masing-masing pihak harusnya bersifat saling melengkapi dalam bentuk penugasan yang bersifat linier dan berkesinambungan, siklik, dalam arti harus mereview hasil tugas pihak lain atau bentuk lainnya. Insentif dan disinsentif merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam CaC, sehingga terancang secara matang, dan bukan hanya hak para petugas yang berprestasi, namun juga hak para petani ikan, kelompok petani ikan, kelompok pengawas ikan, pedagang ataupun penduduk sekitar. 2. Kuota Produksi. Carrying capacity perairan Waduk Cirata berdasarkan hasil penelitian ini hanya 43.679 ton per tahun untuk dapat berproduksi secara optimal dan dibagi atas 22.587 petak. Sementara jumlah petak yang aktif mencapai 43.350 petak. Untuk itu kuota produksi ikan perlu diciptakan dalam rangka keberlangsungan produksi ikan sampai 20-30 tahun mendatang. Kuota produksi diciptakan sebagai kebijakan Pemprov, Pemkab 3 kabupaten, dan ditawarkan kepada petani ikan. Jumlah petak KJA dari jumlah akumulasi petani yang mendaftar tidak boleh melebihi 22.587 petak. Kuota yang dimiliki petani dapat diperjualbelikan dengan mekanisme administrasi yang disepakati bersama. 3. Pajak Lingkungan. Pajak lingkungan, yang dalam hal ini adalah biaya lingkungan dimaksudkan sebagai biaya yang harus dibayar petani sesuai dengan jumlah dan jenis pakan ikan yang diberikan petani. Petani yang menggunakan pakan ikan yang menurut pihak Dinas Perikanan kurang ramah 129 terhadap perairan akan dikenakan pajak tinggi, sementara yang ramah pajaknya lebih rendah. Informasi tentang jenis dan jumlah pakan yang dipakai disinergikan dengan ‘gudang’ dan/atau ‘bandar’ dan/atau kelompok pengawas lalu lintas pakan dan benih. Selain itu, pajak lingkungan dikenakan atas jumlah produksi ikan yang dihasilkan petani, dimana untuk setiap ton ikan akan dihasilkan sedimen sebesar 6,35 kg. Besaran pajak lingkungan bagi sedimentasi yang tercipta disebabkan budidaya KJA dapat disepakati bersama, dan pajak ini digunakan untuk memperbaiki lingkungan.