Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 58eb1b6581944d154c4a927a BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki tanaman perkebunan yang cukup bervariasi. Salah satu tanaman perkebunan yang memiliki nilai komoditi yang bagus yaitu kopi. Nama kopi sebagai bahan minuman sudah tidak asing lagi. Aroma harum, rasa khas nikmat, serta khasiatnya yang menyegarkan badan membuat kopi cukup akrab di lidah dan banyak digemari. Kopi banyak digemari bukan hanya oleh masyarakat Indonesia saja. Menurut catatan sejarah, tanaman ini mulai dikenal di benua Afrika, tepatnya di Etiopia (Najiyati dan Danarti, 2007:1). Najiyati dan Danarti (2007:4) menyatakan bahwa pada tahun 2001 komoditas kopi mampu menghasilkan devisa sebesar 595,7 juta dolar AS. Dari segi hasil, Indonesia menempati peringkat keempat terbesar di dunia. Produksi kopi dunia dapat dilihat pada Tabel 1.1 : Tabel 1.1 Produksi Kopi Dunia No Country Production (tonnes) 1 Brazil 17,000,00 2 Vietnam 15,580,000 3 Colombia 9,400,000 4 Indonesia 2,779,554 5 Ethiopia 1,705,446 6 Mexico 962 7 India 954 8 Peru 667 9 Guatemala 568 10 Honduras Sumber : Lagita (2013:17) 370 Terlihat bahwa semakin lama komoditas kopi semakin diminati, namun usaha pembudidayaannya masih rendah, sehingga hal tersebut harus diimbangi Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 58eb1b6581944d154c4a927a dengan pembudidayaan tanaman kopi dengan baik dan secara kontinyu supaya Indonesia tetap bisa memproduksi kopi sesuai dengan tuntutan pasar. Langkah awal yang harus dilakukan yaitu perbanyakan bibit kopi dalam waktu yang relatif singkat. Di antara beberapa jenis kopi di Indonesia, ada satu jenis kopi khas Jambi yaitu kopi liberika varietas Tungkal Komposit. Kopi libtukom ini memiliki ciri khas dengan buah yang relatif besar namun tidak seragam dan daun yang berbeda dengan kopi robusta dan arabika. Diana (2014:7) menambahkan bahwa kopi liberika tungkal komposit biasanya diekspor ke Malaysia. Saat ini harga kopi libtukom mencapai Rp 33.000/kg ditingkat petani, melebihi kopi robusta yang berada dikisaran harga 16.000/kg. Statistik komoditi kopi kabupaten Tanjung Jabung Barat dapat dilihat pada Tabel 1.2 : Tabel 1.2 Statistik Komoditi Kopi Kabupaten Tanjung Jabung Barat Parameter yang Diamati Tahun 2014 2015 TBM/Tanaman Belum Menghasilkan (ha) 514 528 TM/Tanaman Menghasilkan (ha) 2099 2225 TR/Tanaman Rusak (ha) 255 275 Produksi (Ton) 1463 1214 Produktifitas (Kg/Ha/Th) Sumber : Dinas Perkebunan Tanjung Jabung barat 697 546 Kopi liberika tungkal komposit di Jambi tepatnya berada di kabupaten Tanjung Jabung Barat. Hingga saat ini perbanyakan tanaman kopi masih dilakukan melalui biji. Seperti yang kita ketahui bahwa perbanyakan melalui biji membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga perlu dicoba alternatif lainnya yaitu bisa melalui setek. Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 58eb1b6581944d154c4a927a Kopi dapat dibudidayakan secara generatif maupun vegetatif. Salah satu cara pembudidayaan tanaman kopi secara vegetatif yaitu melalui setek. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Santoso (1990) dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pemotongan daun setek kopi robusta hanya berpengaruh nyata terhadap persentase setek kopi yang hidup dan tidak berpengaruh terhadap parameter yang lain. Pemberian zat pengatur tumbuh IBA tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap semua parameter yang diamati. Wijaya dan Budiana (2014:49) menyatakan bahwa setek merupakan teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan cara pemisahan atau pemotongan bagian tanaman untuk disemaikan. Bagian tumbuhan yang dapat disetek antara lain akar, batang, dan daun. Dalam penelitian yang akan dilakukan, bahan setek yang digunakan yaitu berupa batang bagian pangkal, tengah dan ujung (pucuk), hal ini dilakukan untuk melihat bagian manakah dari tanaman kopi tersebut yang dapat disetek. Cara perbanyakan kopi melalui setek memiliki beberapa kelebihan yaitu bisa didapatkan setiap saat, masa vegetatifnya relatif cepat dan dan sifat yang diturunkan relatif sama dengan induknya. Perbanyakan vegetatif melalui setek juga memiliki masalah yaitu sulitnya tumbuhan membentuk akar. Dalam upaya untuk mendapatkan hasil setek yang perakarannya cepat dan pertumbuhannya bagus, maka dapat diberikan zat pengatur tumbuh (Wijaya dan Budiana, 2014:34). Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik yang bukan hara yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat, dan dapat Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 58eb1b6581944d154c4a927a merubah proses fisiologis tumbuhan. Zat pengatur tumbuh yang dapat digunakan dalam merangsang perakaran pada setek tanaman antara lain IAA, IBA dan NAA (Salisbury dan Roos, 1995:45). Zat pengatur tumbuh tersebut merupakan zat pengatur tumbuh sintetik yang harganya relatif mahal dan sulit diperoleh. Oleh sebab itu, perlu dicari zat pengatur tumbuh alami yang harganya terjangkau, banyak tersedia dan mudah didapatkan, yaitu salah satunya adalah bawang merah. Bawang merah merupakan bahan anti bakteri dan virus, hal ini disebabkan karena bawang merah mengandung efek anti septik dan senyawa alliin, senyawa ini lalu diubah oleh enzim alliinase menjadi asam piruvat, amonia dan alliisin. Bawang merah juga banyak mengandung zat pengatur tumbuh alami berupa auksin dan giberelin. Selain itu bawang merah juga banyak mengandung senyawa alami seperti minyak atsiri, sikloalliin, merilalliin, dihidroalliin, flavonglikosida, kursetin, saponin, peptide, vitamin, protein, lemak, kalsium, dan fosfor (Anonim, 2014:2). Apriliyanti (2009:39) mendapatkan hasil konsentrasi bawang merah 1,0% adalah konsentrasi optimal untuk jumlah akar, panjang tunas, dan jumlah daun sedangkan konsentrasi 0,5% adalah konsentrasi optimal untuk persentase setek hidup jarak pagar. Muswita (2011:19) mendapatkan hasil bahwa pemberian bawang merah 1,0% merupakan konsentrasi yang optimal untuk persentase setek hidup dan konsentrasi 0,5% untuk jumlah akar setek gaharu. Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 58eb1b6581944d154c4a927a Khair, dkk (2013:136) mendapatkan hasil bahwa konsentrasi 1,0% adalah konsentrasi optimal tinggi tunas dan konsentrasi 0,5% adalah konsentrasi optimal untuk jumlah daun pada setek melati putih. Siskawati, (2013:169) mendapatkan hasil bahwa ekstrak bawang merah 100% menghasilkan jumlah daun terbanyak dengan rata-rata 10,46 helai daun sedangkan konsentrasi 0% (kontrol) menghasilkan rata-rata jumlah daun terendah yaitu 7,33 helai daun jarak pagar. Marpaung dan Hutabarat (2015:40) mendapatkan hasil bahwa hasil terbaik untuk percepatan pertumbuhan tunas dan bobot basah akar setek tin (Ficus carica L.) terdapat pada asal bahan bagian pangkal. Berdasarkan uraian di atas maka penulis ingin melakukan penelitian tentang “Respons Pertumbuhan Setek Batang Kopi Liberika (Coffea liberica Bull Ex. Hiern) var. Tungkal Komposit dengan Pemberian Berbagai Konsentrasi Bawang Merah (Allium cepa) dan Bahan Setek”. I.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah terdapat respons pertumbuhan setek batang kopi liberika (Coffea liberica Bull Ex. Hiern) var. Tungkal Komposit dengan pemberian berbagai konsentrasi bawang merah (Allium cepa) dan bahan setek? I.3 Tujuan penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah : Untuk mengetahui respons pertumbuhan setek batang kopi liberika (Coffea liberica Bull Ex. Hiern) var. Tungkal Komposit dengan pemberian berbagai konsentrasi bawang merah (Allium cepa) dan bahan setek. Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 58eb1b6581944d154c4a927a I.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat hasil penelitian ini adalah : 1. Dapat menambah khasanah dalam ilmu pengetahuan dibidang biologi, khususnya dalam Fisiologi Tumbuhan. 2. Dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran serta informasi bagi pihak yang membutuhkan, khususnya yang berkaitan dengan penggunaan bawang merah dalam upaya untuk membudidayakan tanaman kopi melalui setek. 3. Sebagai bahan masukan dalam materi praktikum fisiologi tumbuhan. I.5 Ruang Lingkup Penelitian dan Keterbatasan Penelitian 1.5.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah: 1. Bawang merah yang digunakan diperoleh dari pasar sayur Aur Duri Kabupaten Muaro Jambi. 2. Bahan setek yang digunakan diperoleh dari perkebunan kopi masyarakat di Desa Mekar Jaya Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat. 1.5.2 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bawang merah yang digunakan adalah bawang merah jawa yang dihaluskan menggunakan blender kemudian disaring, hasil saringan itulah yang dijadikan larutan stok. Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 58eb1b6581944d154c4a927a 2. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah persentase setek hidup, waktu mnculnya tunas, panjang tunas, jumlah daun, dan jumlah akar. 1.6 Definisi Operasional Agar tidak terjadi kesalahpahaman, maka definisi operasional yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Bawang merah merupakan salah satu jenis sayuran yang mengandung zat pengatur tumbuh alami berupa auksin. Auksin adalah senyawa organik yang dapat mengatur segala bentuk gejala pertumbuhan tanaman dan dapat aktif di luar titik tumbuhnya dalam jumlah yang sangat sedikit. 2. Setek adalah suatu perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa bagian dari tanaman (akar, batang, daun dan tunas) dengan tujuan agar bagian – bagian itu tumbuh menjadi individu baru.