INDIKASI GEOGRAFIS Wahana Perlindungan Produk Khas Wilayah Dari Pemalsuan Contoh Produk Khas Wilayah, antara lain : Kopi Gayo, Kopi Kintamani Bali, Lada Putih Muntok, Lada Hitam Lampung, Beras Cianjur, Beras Rojolele, Mangga Probolinggo, Ubi Cilembu, Ikan Bada Maninjau, Ikan Bilih Singkarak, Teh Kayu Aro, Kayumanis Kerinci, Songket Palembang, Tembakau Deli, Pala Banda, Minyak Kayu Putih Buru, Tembakau Hitam Sumedang, Mebel Ukir Jepara. Tantangan Produk Khas Produk khas wilayah memiliki kualitas yang baik sehingga menarik bagi konsumen. Kondisi tersebut rawan terhadap pemalsuan nama, kualitas maupun pemalsuan produk. Pemalsuan akan mengakibatkan kekecewaan dan ketidak percayaan konsumen terhadap produk khas tersebut, yang akan berakibat pada keengganan konsumen untuk membeli produk khas dengan harga prima, sehingga produsen produk khas tidak dapat menikmati pendapatan yang lebih baik dibandingkan dengan produsen produk sejenis yang tidak memiliki kekhasan. Pengertian Indikasi Geografis (IG) Indonesia memiliki banyak produk khas wilayah yang memiliki kualitas sangat baik dan dikenal luas. Kekhasan tersebut muncul dari interaksi antara komoditi dengan wilayah dan masyarakat setempat dank arena itu kekhasan tersebut tidak dapat dijumpai di wilayah lain. Kerugian lain produsen produk khas akibat pemalsuan adalah produk yang dijual sebagai produk khas bukan lah produk khas yang dihasilkan oleh produsen asli. Hal tersebut menyebabkan volume produk khas yang dapat dijual tidak sebanyak yang seharusnya, sehingga pendapatan produsen produk khas juga berkurang. Dasar Hukum IG Dasar hukum IG adalah Undang Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek dan peraturan pelaksanaannya terdapat pada Peratturan Pemerintah No. 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis. Kepemilikan IG IG dimiliki oleh masyarakat wilayah penghasil produk khas dan pelaku usaha produk khas tersebut yang bergabung dalam Kelembagaan Masyarakat. Hal ini berbeda dengan Berbeda dengan Merek atau Paten yang dimiliki oleh perorangan atau perusahaan. Aplikasi IG. Sejak diterbitkannya sertifikat IG Kopi Gayo, maka hak menggunakan nama Kopi Gayo dimiliki oleh masyarakat yang mengusahakan kopi gayo yang tergabung dalam Kelembagaan Masyarakat Pelindung Kopi Gayo (MPKG). Sejak saat itu maka nama Kopi Gayo hanya dapat digunakan untuk menjual produk kopi biji dan kopi bubuk yang berasal dari jenis kopi arabika yang ditanam di wilayah Gayo (Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Gayo Lues) dengan standar budidaya, pengolahan, pengepakan, pemasaran serta pengelolaan usaha yang disepakati oleh masyarakat Gayo yang tergabung dalam Kelembagaan MPKG. Pihak lain yang tidak tergabung dalam MPKG atau anggota MPKG yang dalam usaha kopinya tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh MPKG tidak boleh menggunakan nama Kopi Gayo. Pengguunaan nama Kopi Gayo tanpa hak diancam dengan hukuman penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling tinggi 1 (satu) milyar rupiah. Tata Cara Mendapatkan IG IG Terdaftar Bagan Ringkas Proses IG Dan Manfaatnya IG dapat diperoleh melalui permohonan yang diajukan oleh Kelembagaan Masyarakat yang mengusahakan produk khas wilayah kepada Ditjen Hak dan Kekayaan Intelektual (HKI) Kementerian Hukum dan HAM dengan mengisi formulir permohonan dan dilampiri dengan Buku Persyaratan IG. Sampai saat ini sertifikat IG telah diberikan kepada 4 komoditi dalam negeri, yaitu : Bagan ringkas proses mendapatkan IG, pelaku dan standar kegiatan pelaku serta manfaat yang dapat diperoleh dari IG terdapat pada Gambar berikut. Buku Persyaratan IG antara lain berisi uraian tentang : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. Kopi Kintamani Bali (tahun 2008) Kopi Gayo (tahun 2010) Lada Putih Muntok (tahun 2010) Mebel Ukir Jepara (tahun 2010) Jenis produk Kekhasan produk Tata cara pengenalan dan pengujian keaslian produk Proses produksi Batas wilayah produksi Informasi produsen, pengolah dan pemasar produk Tata cara pencatatan proses pengolahan dan pemasaran sehingga keterunutannya dapat dikenali 8. Nama IG yang akan digunakan 9. Lambang IG yang akan digunakan Ptoduk yang telah memiliki sertifikat IG dapat di daftarkan ke negara lain untuk mendapatkan perlindungan di negara tersebut Buku Persyaratan IG diperiksa kebenarannya oleh Tim Ahli Indikasi Geografis (TAIG) atas perintah Dirjen. HKI. TAIG dibentuk oleh Menteri Hukum dan HAM. Hasil pemeriksaan TAIG disampaikan kepada Dirjen HKI. Batalnya IG Hasil pemeriksaan TAIG dapat berupa : Tantangan Setelah Memperoleh Sertifikat IG : 1. Rekomendasi kepada Dirjen HKI untuk pemberian IG 2. Rekomendasi kepada Dirjen HKI untuk penolakan permohonan IG 3. Permintaan kepada pemohon IG untuk penyempurnaan Buku Persyaratan IG 1. 2. 3. 4. Produk IG luar negeri yang saat ini telah didaftarkan di Inodnesia adalah minuman anggur Champagne dari Perancis Saat ini ada beberapa produk khas dalam dan luar negeri yang sedang dalam proses pendaftaran IG di Ditjen. HKI Kementerian Hukum dan HAM. IG batal apabila kekhasan mutu yang menjadi dasar diterbitkannya sertifikat IG hilang. Mempromosikan produk IG ke dalam dan ke luar negeri Menjaga keberlanjutan produksi dan kualitas produk IG Mengawasi produksi, distribusi dan pemasaran produk IG Meningkatkan manfaat IG bagi anggota kelembagaan masyarakat penghasil produk IG BAGAN RINGKAS PROSES IG DAN MANFAATNYA PENDAFTARAN IG PADA DITJEN HKI (PEMERIKSAAN ADM & SUBSTANTIF) PRODUK KHAS WILAYAH (BUKU PENDAFTARAN IG) SERTIFIKAT IG ( PRODUK BER KUALITAS KHAS) KELEMBAGAAN MASYARAKAT PEMILIK IG (MPIG) KOMPONEN: 1. KELOMPOK TANI STANDAR KEGIATAN : 1. BUDI DAYA TANAMAN 2. WILAYAH PENGHASIL 2. KELOMPOK PENGOLAH 3. PENGOLAHAN PRODUK 4. PACKING & SIMPAN MEMBERI JAMINAN : 1. HUKUM TERHADAP PEMALSUAN PRODUK 2. KUALITAS KHAS BAGI KONSUMEN 3. HARGA TINGGI KARENA PASOKAN TERBATAS 4. KEBERLANJUTAN : 3. KELOMPOK PEMASAR 5. PEMASARAN 4. POK PENDUKUNG 6. MENDUKUNG GIAT IG - PENDAPATAN 5.KELOMPOK PENGAWAS 7. PENGAWASAN TERHA- - LAPANGAN KERJA (JADWAL PERTEMUAN DAN TANDA ANGGOTA) DAP KEGIATAN NO. 1, 2, 3, - KELESTARIAN LINGK 4 DAN 5 - SOSIAL BUDAYA Informasi ini disusun oleh : Dr. Ir. H. Riyaldi, MM Ditjen. Perkebunan, Kementerian Pertanian Tim Ahli Indikasi Geografis, Kementerian Hukum dan HAM Jakarta, Desember 2010