PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI

advertisement
PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP KREDITUR
(Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 1993K/Pdt/2012)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Tazkiatun Nafs Az Zahra
NIM: 1111048000020
KONSENTRASI HUKUM BISNIS
PROGRAM STUDI I L M U HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
ABSTRAK
Tazkiatun Nafs Az Zahra. NIM 1111048000020. PARATE EKSEKUSI
HAK
TANGGUNGAN
SEBAGAI
PERLINDUNGAN
HUKUM
TERHADAP KREDITUR (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor
1993K/Pdt/2012). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis,
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 1436 H/2015 M. ix + 78 halaman + 22 halaman lampiran.
Skripsi ini membahas tentang parate eksekusi hak tanggungan sebagai
perlindungan hukum terhadap kreditur jika dilihat dari kasus Putusan MA Nomor
1993K/Pdt/2012. Hal ini dilatarbelakangi oleh lahirnya parate eksekusi hak
tanggungan dari cideranya janji atau wanprestasi yang dilakukan debitur dalam
melakukan pembayaran kembali utangnya. Dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan sudah memberi gambaran yang jelas
mengenai eksekusi yang bisa dilakukan apabila debitur cidera janji, salah satunya
adalah dengan melakukan pelelangan yang disebut parate eksekusi.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian library research, yang
mengkaji berbagai dokumen terkait dengan penelitian. Metode yang digunakan
penulis adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan
pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case
approach). Selanjutnya ada tiga bahan hukum yang digunakan dalam penelitian
ini, yakni bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kasus parate eksekusi hak
tanggungan ada beberapa debitur wanprestasi yang mengajukan perlawanan
terhadap barang jaminan yang dilelang. Dalam Putusan MA yang diangkat oleh
penulis, Majelis Hakim menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon
Kasasi dan menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar sisa tanggungan kredit
kepada Termohon Kasasi.
Kata Kunci
: Parate Eksekusi, Hak Tanggungan, Perlindungan Hukum,
Perjanjian Kredit, Hukum Jaminan.
Pembimbing
: Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M.
Daftar Pustaka
: Tahun 1977 s.d. Tahun 2013
iv
KATA PENGANTAR
‫ميحرلا نمحرلا هللا مسب‬
Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya yang tak terkira, alhamdulillahi rabbil ‘alamin tiada henti diucapkan
karena dapat terselesaikannya skripsi ini. Selawat serta salam semoga selalu
tercurah limpahkan atas insan pilihan Tuhan Nabi Muhammad SAW.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan,
tetapi skripsi ini merupakan hasil usaha dan upaya yang maksimal. Banyak hal
yang tidak dapat dihadirkan di dalamnya karena keterbatasan pengetahuan dan
waktu. Namun patut disyukuri karena banyak pengalaman yang didapat dalam
penulisan.
Selama proses penulisan skripsi ini sangat disadari bahwa banyak hal tidak
terlepas dari bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, serta
para wakil Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum.
v
3. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M., dosen pembimbing
yang telah bersedia membimbing dalam penulisan skripsi ini dengan penuh
kesabaran, perhatian, dan ketelitian memberikan masukan serta meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan hingga skripsi ini selesai.
4. Bapak Nahrowi, S.H., M.H., dosen pembimbing akademik dari semester satu
hingga akhir perkuliahan.
5. Semua dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
khususnya dosen program studi ilmu hukum yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dengan tulus ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang diajarkan
dapat bermanfaat dan menjadi keberkahan bagi penulis dan semoga Allah SWT
senantiasa membalas jasa-jasa mereka serta menjadikan semua kebaikan ini
sebagai amal jariyah untuk mereka semua.
6. Segenap staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna
menyelesaikan skripsi ini.
7. Orangtua tercinta bapak Dr. H. Mardani Ali Sera M.Eng dan ibu Hj. Siti Oniah
S.Pd serta kakak dan adik-adik penulis, Abdurrahman Harits, Asad Izzuddin
Zaki, Qonita Mumtahanah, Azimah, Siti Raina Hajida, Muhammad Adib
Zahidi, Abidah Shabira dan Muhammad Ibrahim Hafy serta suami tercinta
Wijaya S.T berkat doa, motivasi, dan kasih sayang yang telah diberikan dengan
tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang Perguruan
Tinggi Negeri.
vi
8. Seluruh mahasiswa Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis 2011, khususnya
untuk Dhurifah Nur Utami sahabat penulis yang selalu membantu dan ada
tanpa melihat waktu juga para wanita yang semoga selalu dalam lindunganNya Icha, Sri, Endang, Ida, Shinta, Tami, Hilda, Fanny, Novita, Ummu dan
lainnya yang tidak bisa disebutkan, yang telah memberikan segala dukungan
dan hiburan kepada penulis, sehingga penulis selalu optimis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya, atas jasa dan bantuan semua pihak berupa moril dan materiil
sampai detik ini penulis panjatkan doa, semoga Allah memberikan balasan yang
berlipat dan menjadikannya amal yang tidak pernah berhenti mengalir hingga hari
akhir. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca pada umumnya. Semoga Allah senantiasa
memberikan kemudahan bagi kita semua dalam menjalani hari esok. Aamiin.
Jakarta, 23 September 2015
Tazkiatun Nafs Az Zahra
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN………………….………………………..................i
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………..............ii
ABSTRAK………………………….....................................................................iii
KATA PENGANTAR…………………………………………….….................iv
DAFTAR ISI……………………………………………….................................vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………...............1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah……………………………….............6
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ……………………………………............7
D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu.............................................................8
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual...............................................…............9
F. Metode Penulisan..................................................………………….........11
G. Sistematika Penulisan................................…………………….................14
BAB II JAMINAN DAN KREDIT PERBANKAN
A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian ...............……………...……............16
B. Tinjauan Umum tentang Hukum Jaminan ................................................24
C. Jaminan dalam Perjanjian Kredit Perbankan ............................................30
BAB
III
PARATE
EKSEKUSI
DAN
PERLINDUNGAN
HUKUM
TERHADAP KREDITUR
A. Hak Tanggungan di Indonesia ..................................................................38
viii
B. Tinjauan Umum tentang Eksekusi Hak Tanggungan ................................50
C. Parate Eksekusi sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur
....................................................................................................................55
BAB
IV.
ANALISIS
PUTUSAN
MAHKAMAH
AGUNG
NOMOR
1993K/Pdt/2012
A. Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1993K/Pdt/2012 ..................... 59
B. Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara pada Putusan Mahkamah
Agung Nomor 1993K/Pdt/2012 ....................................………............... 66
C. Analisis Penulis Mengenai Kesesuaian antara Putusan Mahkamah Agung
Nomor 1993K/Pdt/2012 dengan Peraturan Perundang-undangan yang
Berlaku ......................................................................................................69
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ...………………………………………..……..................... 74
B. Saran ...……………………………………………...………................... 75
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 76
LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bank
merupakan
lembaga
perantara
keuangan
(financial
intermediary) yang mempunyai kegiatan pokok menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan yang kemudian menyalurkan dana
tersebut kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman. Hal ini sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang menyatakan
bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup masyarakat (rakyat banyak).1
Untuk lebih meningkatkan peranan perbankan dalam pembangunan di
Indonesia, maka pemerintah dalam hal ini mengeluarkan kebijaksanaan dalam
dunia perbankan, salah satunya yaitu pelaksanaan pemberian kredit.
Berdasarkan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan, menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
1
Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2006), h. 7
1
2
tertentu dengan pemberian bunga. Peraturan pelaksanaan pemberian kredit
oleh bank dikenal dengan sebutan manajemen perkreditan bank. Manajemen
perkreditan bank adalah kegiatan mengatur pemanfaatan dana-dana bank,
supaya produktif, aman dan giro wajib minimalnya tetap sehat. Termasuk
kegiatan di dalamnya yaitu perencanaan, alokasi dan kebijaksanaan
penyaluran kreditnya.2
Pemberian fasilitas kredit yang tertuang dalam suatu perjanjian kredit
oleh bank kepada debitur bukanlah tanpa resiko, resiko mungkin saja terjadi
khususnya karena debitur tidak wajib membayar utangnya secara lunas atau
tunai, melainkan diberi kepercayaan oleh undang-undang dalam perjanjian
kredit untuk membayar belakangan serta secara bertahap atau mencicil.
Resiko yang umumnya terjadi adalah kegagalan atau kemacetan dalam
pelunasan kredit (resiko kredit), resiko yang timbul karena pergerakan pasar
(resiko pasar), resiko karena bank tidak mampu memenuhi kewajibannya
yang telah jatuh tempo (resiko likuiditas), serta resiko karena adanya
kelemahan aspek yuridis yang disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan
peraturan perundang-undangan yang mendukung (resiko hukum).3
Dalam praktik perbankan masalah jaminan menjadi penting karena
jaminan merupakan perlindungan bagi kreditur seperti Bank, selain itu
penyerahan jaminan juga berkaitan dengan kesungguhan debitur untuk
memenuhi kewajibannya dalam melunasi kredit, mengantisipasi resiko yang
h. 2
2
Malayu S. P. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), h. 88
3
Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010),
3
mungkin timbul dalam tenggang waktu antara pelepasan dan pelunasan kredit
yang diberikan oleh Bank, sehingga dapat digarisbawahi bahwa lembaga
jaminan bertugas untuk melancarkan dan mengamankan pemberian kredit.4
Jaminan secara umum diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata yang
menetapkan bahwa segala hak kebendaan debitur baik yang bergerak maupun
yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian
hari menjadi tanggungan bagi semua perikatan perseorangan.
Penggunaan
tanah
sebagai
jaminan
kredit
didasarkan
pada
pertimbangan tanah paling aman dan mempunyai nilai ekonomis yang relatif
tinggi. Lembaga jaminan oleh lembaga perbankan dianggap paling efektif dan
aman yakni tanah dengan jaminan Hak Tanggungan. Hal itu didasari adanya
kemudahan dalam mengidentifikasi obyek Hak Tanggungan, jelas dan pasti
eksekusinya, di samping itu hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan
harus dibayar terlebih dahulu dari tagihan lainnya dengan uang hasil
pelelangan tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan. Pemanfaatan
lembaga eksekusi Hak Tanggungan dengan demikian merupakan cara
percepatan pelunasan piutang agar dana yang telah dikeluarkan itu dapat
segera kembali kepada kreditur (Bank), dan dana tersebut dapat digunakan
dalam perputaran roda perekonomian.
4
Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia (Bandung:
Alumni, 1978), h. 29
4
Dalam kaitannya dengan alternatif pelunasan piutang kreditur, maka
berdasarkan ketentuan Undang-Undang Hak Tanggungan, beberapa alternatif
pelunasan piutang adalah melalui beberapa cara sebagai berikut:
1.
Pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual
objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan
umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan
tersebut. Hal ini disebut parate executie;
2.
Dengan menggunakan titel eksekutorial melalui fiat ketua pengadilan
negeri dengan menggunakan ketentuan Pasal 224 HIR / 258 Rbg
tentang grosse akta;
3.
Dengan cara penjualan di bawah tangan berdasarkan kesepakatan
kedua belah pihak untuk mendapatkan harga penjualan yang lebih
tinggi.
Alternatif pelunasan piutang kreditur dalam Undang-Undang Hak
Tanggungan menggambarkan bahwa eksekusi Hak Tanggungan mudah dan
pasti. Seperti parate eksekusi memiliki arti bahwa pemegang Hak
Tanggungan tidak perlu memperoleh persetujuan dari pemberi Hak
Tanggungan dan juga tidak perlu meminta penetapan dari pengadilan
setempat apabila akan melakukan eksekusi atas Hak Tanggungan yang
menjadi jaminan debitur dalam hal debitur cidera janji. Pemegang Hak
Tanggungan dapat langsung datang dan meminta kepada Kepala Kantor
Lelang untuk melakukan pelelangan atas objek Hak Tanggungan yang
bersangkutan. Hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan
5
sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan yang diutamakan
yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan pertama dalam hal terdapat
lebih dari satu pemegang Hak Tanggungan.5
Namun demikian, dalam praktiknya segala kemudahan dan kelebihan
parate ekskusi Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Hak
Tanggungan tersebut tidak selamanya dapat dimanfaatkan oleh bank sebagai
alternatif penyelesaian kredit bermasalah yang dijamin dengan Hak
Tanggungan. Banyak faktor permasalahan yang menyebabkan proses parate
eksekusi Hak Tanggungan tersebut tidak dapat berjalan sebagaimana
mestinya. Faktor permasalahan tersebut meliputi berbagai hal, antara lain
adalah ketidaksesuaian substansi hukum Undang-Undang Hak Tanggungan
yang mengatur tentang parate eksekusi Hak Tanggungan itu sendiri, tindakan
dan paradigma dari aparat penegak hukum, serta budaya hukum yang ada
pada masyarakat termasuk juga paradigma debitur sebagai pihak terseksekusi
Hak Tanggungan.6
Sebagaimana tercantum dalam kasus yang diangkat Penulis dan telah
diputus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1993 K/Pdt/ 2012 pada 11
Juli 2013, Penggugat Neni Tarina Lavau selaku Direktur CV. Feralex
Indonesia mendapat fasilitas kredit sebesar Rp 580.000.000,00 sebagaimana
5
ST. Remy Sjahdeni, Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah yang
Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), (Bandung: Alumni,
1999), h. 46
6
Yordan Demesky, “Pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Alternatif
Penyelesaian Kredit Bermasalah di PT Bank Permata TBK”, (Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas
Indonesia, 2011), h. 4-5
6
tertuang dalam Akta Perjanjian Kredit No. 53 dihadapan Notaris Osrimami
S.H. tanggal 21 Desember 2004 namun menunggak pembayaran kreditnya
pada September 2006 dan menggugat PT Bank Danamon Indonesia Kantor
Cabang Jakarta Danau Sunter sebagai Tergugat 1 karena harga lelang aset
yang diagunkan dijual dengan harga yang sangat murah sehingga
menyebabkan kerugian materiil bagi Penggugat.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, Penulis
tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai pelaksanaan Parate Eksekusi
Hak Tanggungan yang dilakukan oleh bank dalam rangka menyelesaikan
kredit bermasalah, maka dalam penelitian hukum ini Penulis menyusun
penulisan
Skripsi
dengan
judul
PARATE
EKSEKUSI
HAK
TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
KREDITUR (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 1993 K/Pdt/2012).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan parate eksekusi dalam Hukum Jaminan,
maka pokok pembahasan skripsi ini hanya menyangkut pada parate
eksekusi Hak Tanggungan sebagai perlindungan hukum terhadap kreditur
dengan analisis putusan Mahkamah Agung nomor 1993 K/Pdt/2012.
2. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang akan menjadi pokok pembahasan
di dalam penulisan skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
7
a. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutus perkara pada
putusan Mahkamah Agung nomor 1993K/Pdt/2012?
b. Sesuaikah putusan Mahkamah Agung nomor 1993K/Pdt/2012
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang harus di capai oleh penulis dalam melakukan
analisis dan pengkajian tentang judul topik tersebut di atas adalah sebagai
berikut:
a. Untuk mengkaji apa landasan yang digunakan hakim sebagai
pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Agung nomor
1993K/Pdt/2012.
b. Untuk mengetahui sesuai atau tidak putusan Mahkamah Agung
nomor 1993K/Pdt/2012 dengan peraturan perundangan-undangan
yang berlaku.
c. Untuk setidaknya dapat berkontribusi sebagai data sekunder dalam
penelitian mengenai parate eksekusi hak tanggungan diwaktu
mendatang.
2. Manfaat Penulisan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik
manfaat secara teoritis maupun praktis.
a.
Secara Teoritis
8
Memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu Hukum Jaminan
khususnya mengenai pelaksanaan parate eksekusi dalam Hak
Tanggungan.
b.
Secara Praktis
Dapat bermanfaat bagi penegak hukum yang ingin memahami lebih
tentang parate eksekusi dalam Hak Tanggungan. Selain itu, dapat
digunakan sebagai tambahan pemikiran dalam bentuk data
sekunder dengan permasalahan yang sama.
D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu
Adapun tinjauan kajian terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1.
Buku yang menjadi kajian review dalam penulisan penelitian ini yaitu
buku yang berjudul “Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan Pokok
dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai
Undang-Undang Hak Tanggungan”, diterbitkan oleh penerbit Alumni,
Bandung tahun 1999. Pada buku ini menjelaskan secara komprehensif
dan intensif tentang Hak Tanggungan yang meliputi mulai dari asasasas Hak Tanggungan sampai eksekusi Hak Tanggungan.
2.
Skripsi program studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang disusun oleh Martha Noviaditya, NIM
E0006170 pada tahun 2010 dengan judul “Perlindungan Hukum
Bagi Kreditur dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak
Tanggungan”. Dalam penelitian ini, dijelaskan tentang perlindungan
9
hukum bagi kreditur dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak
tanggungan.
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Teori yang digunakan dalam kasus ini adalah teori perlindungan
hukum oleh Philipus M. Hadjon, dalam kepustakaan hukum berbahasa
Belanda dikenal dengan sebutan “rechtbescherming van de burgers”.7
Dari pendapat di atas bisa ditarik bahwa perlindungan hukum berasal dari
kata rechtbescherming dalam bahasa Belanda.
Adanya hubungan hukum yang terjadi antara kreditur dan debitur
menciptakan adanya perlindungan hukum bagi keduanya dengan saling
tidak mengurangi perlindungan hukum dari tiap pihak.
Hans
Kelsen
mengemukakan
dalam
teorinya
mengenai
pertanggungjawaban bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum
terhadap suatu perbuatan tertentu atau karena ia memikul tanggung jawab
hukum tersebut yang berarti ia bertanggung jawab apabila ia melakukan
suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum.8
Subekti mengemukakan bahwa:9
7
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia: Sebuah Studi tentang PrinsipPrinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan
Peradilan Administrasi Negara (Surabaya: Bina Ilmu, 1987), h. 1
8
Hans Kelsen, General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar
Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik, Penerjemah Somardi (Jakarta: BEE Media
Indonesia, 2013), h. 95
9
Subekti, Hukum Acara Perdata (Jakarta: BPHN, 1977), h. 128
10
Eksekusi berasal dari kata “executie” yang artinya melaksanakan
putusan hakim (ten uitvoer legging van vonnissen). Di mana maksud
eksekusi adalah melaksanakan secara paksa putusan pengadilan dengan
bantuan kekuatan umum, guna menjalankan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam pengetian yang lain; eksekusi
putusan perdata secara paksa sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku karena pihak tereksekusi tidak bersedia
melaksanakan secara sukarela.
2. Kerangka Konseptual
Untuk memberikan arah atau pedoman yang jelas dalam penelitian ini,
maka perlu memahami definisi-definisi berikut:
1. Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan
dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak
jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan
utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.
2. Kreditur adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan utangpiutang tertentu.
3. Debitur adalah pihak yang berutang dalam suatu hubungan utangpiutang tertentu.
11
4. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang
diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah,
akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa
membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
5. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) adalah akta PPAT yang
berisi pemberian Hak Tanggungan kepada kreditur tertentu sebagai
jaminan untuk pelunasan piutangnya.
6. Kantor Pertanahan adalah unit kerja Badan Pertanahan Nasional di
wilayah kabupaten, kotamadya, atau wilayah administratif lain yang
setingkat,
yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan
pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah.
7. Parate Eksekusi ialah pelaksanaan langsung tanpa melalui proses
pengadilan.
8. Perlindungan Hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak
asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut
diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua
hak-hak yang diberikan oleh hukum.
F. Metode Penulisan
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian hukum
normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer,
12
bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan hukum
tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik suatu
kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case
approach). Pendekatan perundang-undangan yang meliputi penelitian
terhadap hukum, sumber-sumber hukum, atau peraturan perundangundangan yang bersifat teoritis dan dapat digunakan untuk menganalisa
permasalahan yang akan di bahas secara benar. Pendekatan kasus
dilakukan dengan cara menelaah kasus terkait dengan isu yang dihadapi
dan telah menjadi putusan berkekuatan hukum tetap. Di harapkan adanya
pemahaman terhadap konsep hak tanggungan beserta aturan-aturannya
yang mengikat para pihak terutama debitur agar tidak terjadi perbuatan
melawan hukum/pelanggaran hukum.
3. Bahan Hukum
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum bersifat otoritatif.
Artinya sumber-sumber hukum yang dibentuk oleh pihak yang
berwenang. Badan hukum primer terdiri dari peraturan perundangundangan, catatan resmi dalam pembuatan perundang-undangan.10
Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
10
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, cet.IV (Malang: Bayumedia
Publishing, 2008), h. 141
13
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta BendaBenda yang Berkaitan dengan Tanah, dan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer. Terdiri dari buku-buku teks, jurnal
hukum, kamus hukum, hasil penelitian yang berkaitan dengan
perlindungan hukum terhadap kreditur dan parate eksekusi hak
tanggungan.
4. Analisa Data
Dari bahan hukum yang sudah terkumpul baik bahan hukum primer
maupun bahan hukum sekunder di klasifikasikan sesuai isu hukum yang
akan di bahas. Kemudian bahan hukum tersebut diuraikan untuk
mendapatkan penjelasan yang sistematis.
5. Metode Penulisan
Dalam penyusunan penulisan ini penulis menggunakan metode
penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku
Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.
14
G. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan skripsi ini peneliti membahas dan menguraikan
permasalahan yang terbagi dalam 5 (lima) bab, dengan maksud untuk
menjelaskan dan menguraikan setiap permasalahan dengan baik. Adapun babbab yang penulis maksud adalah sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Pendahuluan memuat secara keseluruhan mengenai latar
belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teoritis dan
konseptual, tinjauan kajian terdahulu, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II
JAMINAN DAN KREDIT PERBANKAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai tinjauan umum tentang
perjanjian, tinjauan umum tentang hukum jaminan dan
jaminan dalam perjanjian kredit perbankan.
BAB III
PARATE EKSEKUSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP KREDITUR
Pada bab ini akan dibahas mengenai hak tanggungan di
Indonesia, tinjauan umum tentang eksekusi hak tanggungan
dan parate eksekusi sebagai perlindungan hukum terhadap
kreditur.
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR
1993K/Pdt/2012
15
Pada bab ini akan dibahas mengenai landasan pertimbangan
hakim dalam memutus perkara dan analisis penulis
mengenai kesesuaian antara putusan Mahkamah Agung
nomor 1993K/Pdt/2012 dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
BAB V
PENUTUP
Bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan
saran.
16
BAB II
JAMINAN DAN KREDIT PERBANKAN
A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian.
1. Pengertian Perjanjian
Hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa
Belanda, yaitu istilah verbintenis dan overeenkomst diatur dalam Buku
III KUH Perdata. Pengertian perjanjian itu sendiri dimuat di dalam Pasal
1313 yang menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih. Dalam menerjemahkan istilah verbintenis dan overeenkomst dalam
bahasa Indonesia mempunyai arti yang luas, sehingga menimbulkan
perbedaan dan beragam pendapat dari pada sarjana hukum.1
Subekti mengemukakan suatu perjanjian adalah suatu peristiwa
dimana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau dimana dua orang
itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Perjanjian ini
menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.2
Sedangkan menurut Salim HS, perjanjian adalah hubungan hukum
antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta
kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan
1
Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional (Bandung: Alumni 1986), h. 3
2
Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta: PT Intermasa, 2005), h. 1
16
17
begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan
prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.3
Berdasarkan
beberapa
pengertian
perjanjian
di
atas,
dapat
disimpulkan bahwa di dalam suatu perjanjian minimal harus terdapat dua
pihak, dimana kedua belah pihak tersebut telah sepakat untuk
menimbulkan suatu akibat hukum. Adapun yang dimaksud dengan
prestasi adalah menyerahkan suatu barang, melakukan suatu perbuatan
dan tidak melakukan suatu perbuatan. Perjanjian itu sendiri bisa berupa
rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji yang diucapkan atau
ditulis.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat dilihat unsur-unsur yang
tercantum dalam kontrak, yaitu:4
1. Adanya hubungan hukum.
Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan
akibat hukum. Akibat hukum yaitu timbulnya hak dan kewajiban.
2. Adanya subjek hukum.
Subjek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban. Subjek dalam
hukum perjanjian termasuk subjek hukum yang diatur dalam
KUH Perdata, sebagai mana diketahui bahwa hukum perdata
mengkualifikasikan subjek hukum terdiri dari dua bagian yaitu
manusia dan badan hukum. Sehingga yang membentuk perjanjian
3
Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.
4
Subekti, Op.Cit, h. 1
27
18
menurut hukum perdata bukan hanya manusia secara individual
ataupun kolektif, tetapi juga badan hukum atau rechtperson,
misalnya Yayasan, Koperasi dan Perseroan Terbatas.
3. Adanya prestasi.
Prestasi menurut Pasal 1234 KUH Perdata terdiri atas untuk
memberi sesuatu, untuk berbuat sesuatu, dan untuk tidak berbuat
sesuatu.
4. Di bidang harta kekayaan.
Pada umumnya kesepakatan yang telah dicapai antara dua atau
lebih pelaku bisnis dituangkan dalam bentuk tertulis dan
kemudian ditandatangani oleh para pihak. Dokumen tersebut
disebut sebagai kontrak bisnis atau kontrak dagang.
2. Syarat Sahnya Perjanjian
Syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH
Perdata yang mengemukakan empat syarat, yaitu:
1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak.
2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.
3. Adanya suatu hal tertentu.
4. Adanya sebab yang halal.
Kedua syarat yang pertama disebut syarat subjektif karena kedua
syarat tersebut mengenai subjek perjanjian sedangkan dua syarat
terakhir merupakan syarat objektif karena mengenai objek dari
perjanjian.
19
Keempat syarat tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak.
Kedua belah pihak atau para pihak yang mengadakan
perjanjian tersebut bersepakat atas hal-hal yang diperjanjikan.
2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.
Pasal 1329 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap orang
adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika oleh
undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap. Pasal 1330 KUH
Perdata lebih lanjut menyatakan semua orang berwenang untuk
membuat perjanjian atau kontrak kecuali mereka yang masuk ke
dalam golongan:
1. Orang belum dewasa.
2. Orang yang ditempatkan di bawah pengampuan.
3. Orang perempuan dalam hal-hal yang telah ditetapkan oleh
undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada
siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjianperjanjian tertentu. Tetapi dalam perkembangannya istri
dapat melakukan perbuatan hukum sesuai dengan Pasal 31
ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. SEMA
No. 3 Tahun 1963.
3. Adanya suatu hal tertentu.
Suatu hal dapat diartikan sebagai objek dari perjanjian. Yang
diperjanjikan haruslah suatu hal atau suatu barang yang cukup
20
jelas. Menurut Pasal 1332 KUH Perdata, hanya barang-barang
yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok-pokok
perjanjian. Pasal 1333 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu
perjanjian harus mempunyai pokok suatu barang yang paling
sedikit dapat ditentukan jenisnya.
4. Adanya sebab yang halal.
Menurut undang-undang sebab yang halal adalah jika tidak
dilarang oleh
undang-undang,
tidak
bertentangan
dengan
kesusilaan dan ketertiban umum, ketentuan ini disebutkan dalam
Pasal 1337 KUH Perdata.
Selain itu, Al – Quran juga menegaskan pada surat Al-Maidah
ayat 1 tentang keharusan memenuhi perjanjian yang halal:
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji. Hewan
ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan
kepadamu, dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu
sedang berihram (haji atau umrah). Sesungguhnya Allah
menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki.”
Mengernai firman-Nya ‫“ ِبا ْلعُقُو ِِدأ َ ْوفُوا‬Penuhilah akad-akad itu,”
Ibnu „Abbas, Mujahid, dan beberapa ulama lainnya mengatakan:
“Yang dimaksud dengan aqad adalah perjanjian.” Ibnu Jarir juga
menceritakan adanya ijma‟ tentang hal itu. Ia mengatakan
21
“Perjanjian-perjanjian adalah apa yang mereka sepakati, berupa
sumpah atau yang lainnya.”5
Dengan kata lain, selain butuh kesepakatan perjanjian juga
membutuhkan sebab yang halal sehingga dapat terlaksana. Jika
perjanjian sudah dilandaskan dengan sebab yang halal, maka
perjanjian tersebut haruslah dipenuhi secara keseluruhan.
Keempat syarat tersebut haruslah dipenuhi oleh para pihak dan
apabila syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut telah dipenuhi, maka
melihat pada Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian tersebut mempunyai
kekuatan hukum yang sama dengan kekuatan suatu undang-undang.
3. Asas-Asas dalam Perjanjian
Asas-asas yang terdapat dalam perjanjian, terdiri dari:
a. Asas kebebasan berkontrak.
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal
1338 KUH Perdata yang berbunyi:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya”.
Dari pasal tersebut dapat dibuat kesimpulan bahwa pada
dasarnya setiap orang boleh membuat suatu perjanjian secara bebas
yang berisi dan berbentuk apapun, asal tidak bertentangan dengan
undang-undang,
5
kesusilaan
atau
ketertiban
umum.
Adapun
Abdullah Bin Muhammad Bin Abdurrahman Bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir
Jilid 3, Penerjemah M. Abdul Ghoffar, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i, 2008), h. 2
22
kebebasan untuk membuat perjanjian itu terdiri dari beberapa hal
yaitu:
a. Kebebasan untuk mengadakan atau tidak mengadakan
perjanjian.
b. Bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapa saja.
c. Bebas untuk menentukan isi perjanjian yang dibuatnya.
d. Kebebasan untuk menentukan bentuk perjanjian.
e. Kebebasan untuk menentukan terhadap hukum mana
perjanjian itu akan tunduk.
b. Asas konsensualisme
Asas ini berkaitan dengan lahirnya suatu perjanjian. Kata
konsensualisme berasal dari kata consensus yang berarti sepakat. Hal
ini menjelaskan bahwa pada asasnya suatu perjanjian timbul sejak
saat tercapainya konsensus atau kesepakatan yang bebas antara para
pihak yang melakukan perjanjian. Asas ini mempunyai arti yang
terpenting, yaitu bahwa untuk melahirkan perjanjian adalah cukup
dengan dicapainya kata sepakat mengenai hal-hal pokok dari
perjanjian tersebut, dan bahwa perjanjian sudah lahir pada saat
tercapainya kesepakatan.
c. Asas kekuatan mengikat hukum.
Berdasarkan asas ini kedua belah pihak terikat oleh kesepakatan
dalam perjanjian yang mereka buat. Para pihak harus melaksanakan
23
apa yang telah mereka sepakati, sehingga perjanjian itu berlaku
sebagai undang-undang.
d. Asas itikad baik.
Semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik, seperti
yang tercantum dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Jadi dalam
perikatan yang dilahirkan dari perjanjian, maka para pihak bukan
hanya terikat oleh kata-kata perjanjian itu dan oleh kata-kata
perundang-undangan mengenai perjanjian itu, melainkan juga oleh
itikad baik.
e. Asas kepribadian (personality)
Asas kepribadian berarti isi perjanjian hanya mengikat para pihak
secara personal, tidak mengikat pihak-pihak lain yag tidak
memberikan kesepakatannya. Seseorang hanya dapat mewakili
dirinya sendiri dan tidak dapat mewakili orang lain dalam membuat
perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku
bagi mereka yang membuatnya. Hal ini tercantum dalam Pasal 1315
dan 1340 KUH Perdata.
4. Berakhirnya Perjanjian
Suatu perjanjian pada umumnya berakhir apabila tujuan itu telah
tercapai, dimana masing-masing pihak telah memenuhi prestasi yang
diperjanjikan sebagaimana yang merupakan kehendak bersama dalam
mengadakan perjanjian tersebut. Selain cara berakhirnya berjanjian
24
seperti yang disebutkan di atas, terdapat beberapa cara lain untuk
mengakhiri perjanjian, yaitu:6
1. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak. Misalnya dalam
perjanjian itu telah ditentukan batas berakhirnya perjanjian dalam
waktu tertentu.
2. Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian. Misalnya
Pasal 1250 KUH Perdata yang menyatakan bahwa hak membeli
kembali tidak boleh diperjanjikan untuk suatu waktu tertentu yaitu
tidak boleh lebih dari 5 tahun.
3. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan
terjadinya peristiwa tertentu maka perjanjian akan berakhir.
Misalnya apabila salah satu pihak meninggal dunia maka perjanjian
akan menjadi hapus (Pasal 1603 KUH Perdata) yang menyatakan
bahwa perhubungan kerja berakhir dengan meninggalnya si buruh.
4. Karena persetujuan para pihak.
5. Pernyataan penghentian pekerjaan dapat dikarenakan oleh kedua
belah pihak atau oleh salah satu pihak hanya pada perjanjian bersifat
sementara.
6. Berakhirnya perjanjian karena putusan hakim.
7. Tujuan perjanjian sudah tercapai.
8. Karena pembebasan utang.
B. Tinjauan Umum tentang Hukum Jaminan
6
Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata (Jakarta: PT
RajaGrafinfo Persada, 2006), h. 387
25
1.
Istilah dan Pengertian Hukum Jaminan
Istilah hukum jaminan berasal dari kata zakerheidesstelling,
zekerheidsrechten atau security of law. Dalam keputusan Seminar
Hukum Jaminan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum
Nasional Departemen Kehakiman bekerja sama dengan Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada tanggal 9 sampai dengan 11 Oktober 1978 di
Yogyakarta menyimpulkan bahwa istilah hukum jaminan itu meliputi
pengertian baik jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan.
Menurut M. Bahsan, hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan
yang mengatur atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang
piutang (pinjaman uang) yang tedapat dalam berbagai peraturan
perundang-undangan yang berlaku saat ini.7 Sementara itu, Salim HS
memberikan perumusan hukum jaminan adalah keseluruhan kaidahkaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima
jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapat
fasilitas kredit.8
Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi ini adalah:9
1. Adanya kaidah hukum.
Kaidah hukum dalam bidang jaminan dapat dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan
7
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2008), h. 3
8
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2008), h. 6
9
Ibid, h. 7-8
26
kaidah hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan
tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam
peraturan
perundang-undangan,
traktat
dan
yurisprudensi.
Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidahkaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup dan berkembang
dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam
masyarakat yang dilakukan secara lisan.
2. Adanya pemberi dan penerima jaminan.
Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badah hukum yang
menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang
bertindak sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan
hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Orang ini lazim
disebut dengan debitur. Penerima jaminan adalah orang atau
badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi
jaminan. Yang bertindak sebagai penerima jaminan ini adalah
orang atau badan hukum. Badan hukum adalah lembaga yang
memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan
atau lembaga keuangan non-bank.
3. Adanya jaminan.
Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur
adalah
jaminan
materiil
dan
imateriil.
Jaminan
materiil
merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti
27
jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan
imateriil merupakan jaminan non-kebendaan.
4. Adanya fasilitas kredit.
Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan
bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau
lembaga keuangan non-bank. Pemberian kredit merupakan
pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau
lembaga keuangan non-bank percaya bahwa debitur sanggup
untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu
juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya.
2. Sumber Pengaturan Hukum Jaminan
Adapun yang menjadi sumber hukum jaminan tertulis adalah sebagai
berikut:10
a. Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
KUH Perdata merupakan ketentuan hukum yang berasal dari produk
Pemerintah Hindia Belanda, yang diundangkan pada tanggal 1 Mei 1848.
Diberlakukan di Indonesia atas dasar asas konkordansi. KUH Perdata
terdiri atas 4 buku, yaitu Buku I tentang Orang, Buku II tentang Hukum
Benda, Buku III tentang Perikatan, dan Buku IV tentang Pembuktian dan
Kadaluarsa. Jaminan-jaminan yang masih berlaku dalam Buku II KUH
Perdata hanyalah gadai (pand) dan hipotek kapal laut sedangkan atas
10
Ibid, h. 15-19
28
tanah tidak berlaku lagi karena telah diganti oleh Undang-Undang Nomor
4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Gadai diatur di dalam Pasal
1150 sampai dengan 1160 KUH Perdata. Sedangkan hipotek diatur
dalam Pasal 1162 sampai dengan 1232 KUH Perdata.
b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
KUH Dagang diatur dalam Stb. 1847 Nomor 23. KUH Dagang terdiri
atas 2 buku, yaitu Buku I tentang Dagang pada Umumnya dan Buku II
tentang Hak-Hak dan Kewajiban yang Timbul dalam Pelayaran. Pasal
yang erat kaitannya dengan jaminan hipotek kapal laut adalah Pasal 314
sampai dengan 316 KUH Dagang.
c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria.
Ketentuan-ketentuan yang erat kaitannya dengan jaminan adalah Pasal 51
dan Pasal 57 UUPA.
d. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
Undang-undang ini mencabut berlakunya hipotek sebagaimana yang
diatur dalam Buku II KUH Perdata, sepanjang mengenai tanah dan
ketentuan mengenai Credietverband dalam Stb. 1937-190 adalah tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan sehubungan dengan
perkembangan tata perekonomian Indonesia.
e. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
f. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.
3. Asas-Asas Hukum Jaminan
29
Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan perundangundangan yang mengatur tentang jaminan maupun kajian terhadap berbagai
literatur tentang jaminan, maka ditemukan 5 asas penting dalam hukum
jaminan, sebagaimana dipaparkan berikut ini:11
1. Asas Publiciet
Asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia dan hipotek
harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga
dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan
pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di Kantor Badan
Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota, pendaftaran jaminan fidusia
dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia dengan wilayah kerja mencakup
seluruh wilayah negara Republik Indonesia dan berada di lingkup tugas
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran
hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat pendaftaran dan pencatat
balik nama, yaitu Syahbandar;
2. Asas Specialitet
Yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia dan hipotek hanya dapat
dibebankan atas persil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas
nama orang tertentu.
3. Asas tak dapat dibagi-bagi.
11
Ibid, h. 9-10
30
Asas dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat
dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek dan hak gadai walaupun
telah dilakukan pembayaran sebagian.
4. Asas inbeziittstelling.
Barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai.
5. Asas horizontal.
Bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat
dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah
hak milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi
tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai.
C. Jaminan dalam Perjanjian Kredit Perbankan.
1. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit
Istilah kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti
kepercayaan (dalam bahasa Inggris faith dan trust). Dapat dikatakan
dalam hubungan ini bahwa kreditur (yang memberi kredit, lazimnya
bank) dalam hubungan perkreditan dengan debitor (nasabah, penerima
kredit) mempunyai kepercayaan, bahwa debitur dalam waktu dengan
syarat-syarat yang telah disetujui bersama, dapat mengembalikan
(membayar kembali) kredit yang bersangkutan.12
Kredit pada masa sekarang bukanlah menjadi hal yang baru. Kredit
telah menjadi model perjanjian yang lazim di masyarakat terutama dalam
hal jual beli. Konsep dari kredit tersebut adalah memberikan pinjaman
12
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2001), h. 236
31
uang untuk digunakan oleh seseorang yang kemudian dikembalikan
setelah waktu tertentu beserta bunganya. Pemberian pinjaman tersebut
umumnya digunakan untuk modal usaha. Pemberian kredit ini dapat
dilakukan dengan atau tanpa jaminan, yang mana berupa hipotek, gadai,
hak tanggungan dan fidusia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah sebagai berikut:
“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan bahwa pemberian
kredit adalah salah satu bentuk penyaluran dana. Berdasarkan ketentuan
UU Perbankan tersebut maka secara yuridis dapat dirinci dan dijelaskan
unsur-unsur kredit adalah sebagai berikut:13
1. Penyediaan uang sebagai hutang oleh pihak bank;
2. Tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang sebagai
pembiayaan,
misalnya
pembiayaan
pembuatan
rumah
atau
pembelian kendaraan;
3. Kewajiban pihak peminjam (debitur) melunasi hutangnya menurut
jangka waktu disertai pembayaran bunga;
13
Abdul Kadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), h. 59
32
4. Berdasarkan persetujuan pinjam meminjam uang antara bank dan
peminjam (debitur) dengan persyaratan yang disepakati bersama.
Sementara untuk perjanjian kredit, perjanjian ini adalah jenis
perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata. Perjanjian kredit
merupakan suatu bentuk perjanjian yang berkembang dalam masyarakat,
sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338
KUH Perdata. Pada hakikatnya, perjanjian kredit merupakan bentuk
perjanjian pinjam meminjam, dalam hal ini adalah pinjam meminjam
uang. Perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam KUH Perdata
didefinisikan sebagai suatu perjanjian dengan ana pihak yang satu
memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang
yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang
belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam
dan keadaan yang sama pula.
2. Asas-Asas Pemberian Kredit
Pemberian kredit oleh bank kepada nasabah atau debitur tentunya
memiliki asas atau prinsip. Pada dasarnya ada 2 prinsip utama yang
menjadi pedoman dalam pemberian kredit, yaitu:14
1. Prinsip kepercayaan.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pemberian kredit oleh bank
kepada nasabah debitur selalu didasarkan pada kepercayaan. Bank
mempunyai kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat
14
2005), h. 61
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
33
bagi nasabah debitur sesuai dengan peruntukannya, dan terutama
sekali bank percaya nasabah debitur yang bersangkutan mampu
melunasi utang kredit beserta bunga dalam jangka waktu yang telah
ditentukan.
2. Prinsip kehati-hatian.
Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk pemberian
kredit kepada nasabah debitur harus selalu berpedoman dan
menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini antara lain diwujudkan
dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik
terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan.
3. Bentuk Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit merupakan kesepakatan para pihak, dengan demikian
maka bentuknya juga tergantung kepada para pihak yang mengikatkan
dirinya dalam perjanjian. Suatu perjanjian kredit dapat dibuat secara lisan
atau tertulis, asalkan pada pokoknya telah memenuhi syarat-syarat dalam
membuat perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Praktik yang lazim pada masyarakat sekarang dalam membuat
perjanjian kredit adalah secara tertulis. Hal ini dikarenakan dari sudut
pembuktian perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat
pembuktian apabila dikemudian hari terjadi masalah. Berbeda dengan
perjanjian yang dibuat secara tertulis, yang lebih memudahkan para pihak
dalam mengingat isi perjanjian termasuk mengenai hak dan kewajiban
34
para pihak. Namun bagaimanapun, perjanjian kredit yang dibuat secara
lisan tetap diakui sebagai bentuk perjanjian kredit, sepanjang dapat
dibuktikan dengan baik oleh para pihak.
Dalam praktik bank dan juga dalam kamus hukum ada dua bentuk
perjanjian kredit yang tertulis, yaitu:
1. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan, dinamakan akta di
bawah tangan. Akta di bawah tangan ini sesuai dengan Pasal 1874
KUH Perdata adalah surat atau tulisan yang dibuat oleh para pihak
tidak melalui perantara pejabat yang berwenang (pejabat umum) untuk
dijadikan alat bukti. Dengan demikian semua perjanjian yang dibuat di
antara para pihak sendiri dikategorikan sebagai akta di bawah tangan.
2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan di hadapan notaris, dinamakan
akta otentik atau akta notariil. Menurut Pasal 1868 KUH Perdata, akta
otentik adalah akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh
undang-undang yang dibuat oleh atau di hadapan pegawai yang
berkuasa (pegawai umum) untuk itu, tempat dimana akta dibuatnya.
Perjanjian kredit saat ini lazimnya sudah menggunakan akta notariil.
4. Penggolongan Jaminan Kredit Bank
Jaminan kredit yang diatur secara khusus dalam praktik dunia
perbankan terdiri dari:15
1. Jaminan perorangan.
15
2010), h. 68
Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah (Yogyakarta: Pustaka Yudisia,
35
Jaminan perorangan dalam Pasal 1820 KUH Perdata disebut sebagai
penanggungan utang. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa jaminan
perorangan adalah suatu perjanjian dengan mana pihak ketiga, guna
kepentingan pihak si berpiutang (kreditur), mengikatkan diri untuk
memenuhi perikatan si berutang manakala orang tersebut tidak
memenuhinya. Pelaksanaan perjanjian selalu dibuat oleh pihak ketiga yang
menjamin terpenuhnya kewajiban membayar kredit tersebut, baik
diketahui maupun tidak diketahui oleh debitur.
2. Jaminan kebendaan.
Mengingat Pasal 8 UU Perbankan, yang berbunyi:
a. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan
analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta
kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang
diperjanjikan.
b. Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman
perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
Menurut UU Perbankan, jaminan dan agunan merupakan dua unsur
yang berbeda. Jaminan pokok merupakan keyakinan, sedangkan jaminan
tambahan adalah sesuatu yang dapat menguatkan keyakinan bank, yaitu
agunan. Dengan demikian jelas bahwa yang dimaksud dengan agunan atau
36
jaminan kebendaan merupakan jaminan tambahan. Jaminan tambahan
tersebut dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai
dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan
pada hukum adat yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik,
petuk dan lain-lain yang sejenis dapat juga digunakan sebagai agunan.
Bank tidak wajib meminta agunan barang yang berkaitan langsung dengan
objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan.
5. Hubungan Perjanjian Kredit dengan Jaminan
Perjanjian adalah suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda
antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang
sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan
memenuhi tuntutan itu.16 Salah satu kegiatan usaha perbankan adalah
perjanjian kredit. Perjanjian kredit merupakan perjanjian antara pihak bank
dengan pihak nasabah. Dengan melihat bentuk perjanjiannya, maka
sebenarnya perjanjian kredit merupakan perjanjian yang tergolong dalam
perjanjian pinjam pengganti.
Banyak hal mengenai perjanjian kredit yang dapat dikaitkan dengan
ketentuan hukum jaminan. Salah satunya adalah penerapan Pasal 1131 KUH
Perdata yang mengatur tentang kedudukan harta seorang yang berutang untuk
menjamin utangnya. Ketentuan Pasal 1131 ini dipatuhi pada saat bank
melakukan penilaian calon nasabah dan ketika melakukan penanganan kredit
bermasalah debitur.
16
Subekti, Pokok –Pokok Hukum Perdata (Jakarta: PT Intermasa, 2003), h. 122
37
Sehubungan dengan itu hukum jaminan sangat berkaitan dengan kegiatan
perbankan, terutama dalam perjanjian kredit. Dapat disimpulkan bahwa laju
pertumbuhan roda ekonomi saat ini penerapan hukum jaminan banyak
ditemukan dalam kegiatan perjanjian kredit perbankan.
38
BAB III
PARATE EKSEKUSI DAN PERLINDUNGAN
HUKUM TERHADAP KREDITUR
A. Hak Tanggungan di Indonesia
1. Pengertian Hak Tanggungan
Adapun yang dimaksud dengan Hak Tanggungan atas tanah beserta
benda-benda yang berkaitan dengan tanah, selanjutnya disebut Hak
Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut
benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk
pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.1
Definisi tersebut mengadung pengertian bahwa Hak Tanggungan
adalah identik dengan hak jaminan, yang bilamana dibebankan atas tanah
Hak Milik, tanah Hak Guna Bangunan dan/atau tanah Hak Guna Usaha
memberikan kedudukan utama kepada kreditur-kreditur tertentu yang akan
menggeser kreditur lain dalam hal si berutang (debitur) cidera janji atau
wanprestasi dalam pembayaran hutangnya, dengan perkataan lain dapat
dikatakan bahwa pemegang hak tanggungan pertama lebih preferent
1
Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Revisi Dengan UUHT (Semarang: Fakultas
Hukum Universitas Diponegoro, 2006), h. 52
38
39
terhadap kreditur-kreditur lainnya. Hal ini lebih ditegaskan lagi dalam
Pasal 6 UUHT, yang mengatakan apabila debitur cidera janji
(wanprestasi), pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk
menjual objek hak tanggungan atas kekuasaannya sendiri melalui
pelelangan umum, serta mengambil hasil penjualan objek hak tanggungan
tersebut untuk pelunasan utangnya.
2. Prinsip-Prinsip Hak Tanggungan
Dalam kaitannya dengan Hak Tanggungan berikut adalah prinsip
hukum jaminan yang mendasari Prinsip-Prinsip Hak Tanggungan, yaitu:2
a. Prinsip absolut/mutlak.
Jaminan dengan hak kebendaan mempunyai sifat absolut, artinya
hak ini dapat dipertahankan setiap orang. Pemegang hak tersebut
berhak menuntut setiap orang yang mengganggu haknya.
b. Prinsip droit de suite.
Hak kebendaan itu mempunyai zaakzgevolg atau droit de suite
yang artinya hak itu terus mengikuti bendanya di manapun juga
(dalam tangan siapaun juga) barang itu berada.
c. Prinsip droit de preference.
Pada prinsipnya hak jaminan kebendaan memberikan kedudukan
didahulukan bagi kreditur pemegang hak jaminan terhadap
kreditur lainnya.
d. Prinsip spesialitas.
2
Herowati Poesoko, Parate Executie Obyek Hak Tanggungan (Inkonsistensi, Konflik Norma dan
Kesesatan Penalaran dalam Undang-Undang Hak Tanggungan), Cetakan II (Yogyakarta: LaksBang
PRESsindo, 2008), h. 270
40
Prinsip ini menghendaki bahwa Hak Tanggungan hanya dapat
dibebankan
atas
tanah
yang
ditentukan
secara
spesifik,
sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 8 dan Pasal 11 ayat
(1) huruf (e) Undang-Undang Hak Tanggungan.
e. Prinsip publisitas.
Terhadap Hak Tanggungan berlaku prinsip publisitas atas prinsip
keterbukaan.
Berdasarkan
Pasal
13
Undang-Undang
Hak
Tanggungan dinyatakan bahwa “pemberian Hak Tanggungan
wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan”. Pendaftaran ini
merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan dan
mengikatnya Hak Tanggungan tersebut terhadap pihak ketiga.
3. Ciri dan Sifat Hak Tanggungan
Ciri dari Hak Tanggungan adalah:3
1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada
pemegangnya atau yang dikenal dengan droit de preference.
2. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapapun
objek itu berada atau disebut dengan droit de suite. Keistimewaan
ini ditegaskan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996. Biarpun objek Hak Tanggungan sudah dipindahkan haknya
kepada pihak lain, kreditur pemegang Hak Tanggungan tetap
masih berhak untuk menjualnya melalui pelelangan umum jika
debitur cidera janji.
3
Salim HS, Op.Cit, h. 98
41
3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat
pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum bagi pihak yang
berkepentingan.
4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Dalam UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 memberikan kemudahan dan
kepastian kepada kreditur dalam pelaksanaan eksekusi.
Di samping memiliki empat ciri di atas Hak Tanggungan juga
memiliki beberapa sifat seperti:4
1. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi
Maksud dari hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, yaitu hak
tanggungan membebani secara utuh objeknya dan setiap bagian
daripadanya.
Pelunasan
sebagian
utang
yang
dijamin
tidak
membebaskan sebagian objek dari beban hak tanggungan. Hak
tanggungan yang bersangkutan tetap membebani seluruh objek untuk
sisa utang yang belum dilunasi.
Akan tetapi seiring berkembangnya kebutuhan akan perumahan,
ketentuan tersebut ternyata menimbulkan permasalahan yaitu dalam
hal suatu proyek perumahan atau rumah susun ingin diadakan
pemisahan. Oleh karenanya untuk mengatasi permasalahan, maka
ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan membuka kesempatan menyimpangi sifat
4
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Cet.
17 (Jakarta: Djambatan, 2006), h. 420
42
tersebut, jika hak tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas
tanah dan pelunasan utang yang dijamin dilakukan dengan angsuran
sebesar nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian
dari objek hak tanggungan yang akan dibebaskan dari hak tanggungan
tersebut.
2. Hak tanggungan merupakan perjanjian accesoir.
Hak tanggungan diberikan untuk menjamin pelunasan hutang
debitur kepada kreditur, oleh karena itu hak tanggungan merupakan
perjanjian accesoir pada suatu perjanjian yang menimbulkan
hubungan hukum utang-piutang sebagai perjanjian pokok. Kelahiran,
eksistensi, peralihan, eksekusi, berakhir dan hapusnya hak tanggungan
dengan sendirinya ditentukan oleh peralihan dan hapusnya piutang
yang dijamin pelunasannya. Tanpa ada suatu piutang tertentu yang
secara tegas dijamin pelunasannya, maka menurut hukum tidak akan
ada hak tanggungan.
4. Objek dan Subjek Hak Tanggungan
Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan menyebutkan bahwa hak atas tanah yang dapat dibebani
dengan Hak Tanggungan adalah:5
a. Hak Milik;
b. Hak Guna Usaha;
c. Hak Guna Bangunan.
5
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2002), h. 146
43
Hak-hak atas tanah seperti ini merupakan hak-hak yang sudah dikenal
dan diatur di dalam Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960.
Namun selain hak-hak tersebut, ternyata dalam Pasal 4 ayat (2) UUHT ini
memperluas hak-hak tanah yang dapat dijadikan jaminan hutang selain
hak-hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
UUHT, objek hak tanggungan dapat juga berupa:
a. Hak pakai atas tanah negara. Hak pakai atas tanah negara yang
menurut ketentuan yang berlaku wajib di daftarkan dan menurut
sifatnya dapat dipindahtangankan dan dibebani dengan hak
tanggungan;
b. Begitu pula dengan Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan
Rumah Susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan negara
(Pasal 27 jo Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang
Rumah Susun) juga dimasukkan dalam objek Hak Tanggungan.
Bahkan secara tradisional dari hukum adat memungkinkan
bangunan yang ada diatasnya pada suatu saat diangkat atau
dipindahkan dari tanah tersebut.
Mengenai subjek Hak Tanggungan ini diatur dalam Pasal 8 dan Pasal
9 UUHT, dari ketentuan dua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa yang
menjadi subjek hukum dalam hak tanggungan adalah subjek hukum yang
terkait dengan perjanjian pemberi hak tanggungan. Di dalam suatu
44
perjanjian hak tanggungan ada dua pihak yang mengikatkan diri, yaitu
sebagai berikut:6
a. Pemberi Hak Tanggungan, adalah orang perorangan atau badan
hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan
hukum terhadap objek hak tanggungan pada saat pendaftaran hak
tanggungan itu dilakukan;
b. Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perorangan atau badan
hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang mendapatkan
pelunasan atas piutang yang diberikan.
5. Proses Pembebanan Hak Tanggungan
Pembebanan Hak Tanggungan dilakukan melalui 2 tahap kegiatan
yaitu:7
a. Pemberian Hak Tanggungan.
Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk
memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang
tertentu
yang
dituangkan
dengan
Akta
Pemberian
Hak
Tanggungan (APHT). APHT ini dibuat oleh Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) yang berwenang dan ditunjuk untuk
membuat akta pemindahan hak atas tanah dan akta perbuatan
hukum lainnya mengenai hak atas tanah yang terletak di daerah
kerjanya.
6
Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 54
7
Boedi Harsono, Op.Cit, h. 624
45
Pemberian Hak Tanggungan dilakukan di kantor PPAT
dengan dibuatnya APHT oleh pejabat tersebut, yang bentuk dan
isinya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Negara Agraria /
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997.
Dalam surat Al – Baqoroh ayat 282, disebutkan mengenai
pencatatan utang piutang yang terjadi. Dalam hal Hak
Tanggungan, pencatatan APHT oleh PPAT harus dicatatkan.
46
“Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan
utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka
hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berhutang
itu mendiktekan, dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah,
Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikitpun daripada
hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya), atau dia sendiri tidak mampu
mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekan
dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari
orang-orang lelaki di antaramu. Jika tak ada dua orang lelaki,
maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksisaksi yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), supaya jika
seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Dan
janganlah saksi-saksi itu menolak (memberi keterangan) apabila
mereka dipanggil. Dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu,
baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang
demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan
persaksian dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan,
kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu
jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika
kamu tidak menulisnya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual
beli, dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan.
Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu adalah
suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah,
Allah mengajarkanmu, dan Allah Maha mengetahui segala
sesuatu.”
ُ‫س ًّمى فَا ْكتُبُىُه‬
َ ‫يَا أَيُّ َها انَّرِينَُ آ َمنُىا ِإذَا تَدَايَ ْنت ُ ُْم ِبدَيْنُ ِإنَى أ َ َجمُ ُم‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya.” (Al-Baqarah: 282)
Inilah prinsip umum yang hendak ditetapkan. Maka menulis
ini merupakan sesuatu yang diwajibkan dengan nash, tidak
dibiarkan manusia memilihnya (untuk melakukannya atau tidak
melakukannya) pada waktu melakukan transaski secara bertempo
47
(utang-piutang), karena suatu hikmah yang akan dijelaskan pada
akhir nash.8
Begitu juga dengan Pemberian Hak Tanggungan yang
menyangkut tentang sebuah perjanjian utang-piutang di mana
sebelumnya didahului dengan janji untuk memberikan Hak
Tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang tertentu yang
dituangkan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
ُ‫َو ْن َي ْكتُبُْ َب ْينَ ُك ُْم َكاتِبُ ِب ْان َع ْد ِل‬
“Hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya
dengan benar.”
Ini merupakan tugas bagi orang yang menulis utang-piutang
itu sebagai sekretaris, bukan pihak-pihak yang melakukan
transaksi. Hikmah mengundang pihak ketiga, bukan salah satu
dari kedua belah pihak yang melakukan transaksi, ialah agar lebih
berhati-hati. Juru tulis ini diperintahkan menulisnya dengan adil
dan (benar), tidak boleh condong kepada salah satu pihak, dan
tidak boleh mengurangi atau menambahkan sesuatu dalam teks
yang disepakati itu.9
Begitu juga dengan Pemberian Hak Tanggungan,
Akta
Pemberian Hak Tanggungan (APHT) ini dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang dan ditunjuk.
8
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: Di Bawah Naungan Al-Qur’an (Surah Al
Fatihah – Al Baqarah, Penerjemah Drs. As’ad Yasin, dkk (Jakarta: Gema Insani, 2008), h. 391
9
Ibid
48
PPAT termasuk ke dalam pihak ketiga yang tidak mempunyai
kecondongan terhadap pihak kreditur maupun pihak debitur, dan
apa yang dicatat oleh PPAT adalah sesuatu yang benar adanya
menurut undang-undang yaitu pembuatan akta pemindahan hak
atas tanah dan akta perbuatan hukum lainnya mengenai hak atas
tanah yang terletak di daerah kerjanya.
b. Pendaftaran Hak Tanggungan
Pendaftaran
Hak
Tanggungan
dilakukan
oleh
Kantor
Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan
mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek
hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak
atas tanah yang bersangkutan.
Oleh karena kepastian mengenai saat didaftarkannya Hak
Tanggungan tersebut adalah sangat penting, terutama bagi kreditur
dalam rangka untuk memperoleh kepastian mengenai kedudukan
yang diutamakan baginya disamping untuk memenuhi asas
publisitas. Dengan demikian pendaftaran Hak Tanggungan
tersebut merupakan syarat mutlak untuk adanya Hak Tanggungan.
6. Berakhirnya Hak Tanggungan
Berakhirnya Hak Tanggungan tertuang dalam ketentuan Pasal 18 ayat
(1) UUHT, yang menyatakan bahwa hak tanggungan berakhir atau hapus
karena hal sebagai berikut:
1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan.
49
Hapusnya hutang itu mengakibatkan hak tanggungan sebagai
hak accesoir menjadi hapus. Hal ini terjadi karena adanya hak
tanggungan tersebut adalah untuk menjamin pelunasan dari hutang
debitur yang menjadi perjanjian pokoknya. Dengan demikian,
hapusnya hutang tersebut juga mengakibatkan hapusnya hak
tanggungan.
2. Dilepaskannya hak tanggungan tersebut oleh pemegang hak
tanggungan.
Dilepaskannya hak tanggungan tersebut oleh pemegang hak
tanggungan apabila debitur atas persetujuan kreditur pemegang hak
tanggungan menjual objek hak tanggungan untuk melunasi
hutangnya, maka hasil penjualan tersebut akan diserahkan kepada
kreditur yang bersangkutan dan sisanya dikembalikan kepada
debitur. Untuk menghapuskan beban hak tanggungan, pemegang
hak tanggungan memberikan pernyataan tertulis mengenai
dilepaskannya hak tanggungan tersebut kepada pemberi hak
tanggungan (debitur). Dan pernyataan tertulis tersebut dapat
digunakan oleh kantor pertanahan dalam mencoret catatan hak
tanggungan tersebut pada buku tanah dan sertifikat hak tanah yang
menjadi objek hak tanggungan yang bersangkutan (sebagaimana
dimaksud pada Pasal 22 UUHT.
3. Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan suatu penetapan
peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri.
50
Hal ini dapat dilaksanakan apabila objek hak tanggungan
dibebani lebih dari satu hak tanggungan. Dan tidak terdapat
kesepakatan diantara para pemegang hak tanggungan dan pemberi
hak tanggungan tersebut mengenai pembersihan objek hak
tanggungan dan beban yang melebihi harga pembeliannya, apabila
pembeli tersebut membeli benda tersebut dari pelelangan umum.
4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan.
Alasan hapusnya hak tanggungan yang disebabkan karena
hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan adalah
sebagai akibat tidak terpenuhinya syarat objektif sahnya perjanjian,
khususnya yang berhubungan dengan kewajiban adanya objek
tertentu, yang salah satunya meliputi keberadaan dari sebidang
tanah tertentu yang dijaminkan.
B. Tinjauan Umum tentang Eksekusi Hak Tanggungan
1. Pengertian Eksekusi
Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan
kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tata
cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu eksekusi
tiada lain dari pada tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan
proses hukum acara perdata. Eksekusi merupakan suatu kesatuan yang
tidak terpisah dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dala
HIR atau RBG.10
10
M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata (Jakarta: Sinar
Grafika, 2005), h. 1
51
Penjelasan tersebut memberikan kesempatan bahwa bagi pihak yang
kalah dalam beracara untuk melaksanakan dengan sukarela putusan yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, namun apabila pihak yang
kalah tidak mau untuk melaksanakannya, maka di sinilah fungsi eksekusi
tersebut yang bisa dilakukan secara paksa dengan bantuan kekuatan
umum.
Namun tidak semua putusan pengadilan harus dilaksanakan. Ada
beberapa
jenis
putusan
pengadilan
yang
memang
tidak
perlu
dilaksanakan, antara lain:11
a. Putusan yang menolak permohonan gugatan. Apabila dalam hal
penggugat tidak dapat membuktikan dalil-dalil yang dikemukakan
dalam gugatannya atau bukti-buktinya dapat dilumpuhkan oleh
bukti-bukti pihak lawan, maka gugatan tersebut akan diputus dengan
putusan yang menolak gugatan tersebut.
b. Putusan yang bersifat deklarator. Putusan ini adalah putusan yang
hanya menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum sematamata, misalnya penetapan seorang anak angkat ataupun penetapan
bahwa seorang tersebut benar merupakan ahli waris dari seorang
almarhum.12
c. Putusan yang menciptakan suatu keadaan yang baru (putusan
constitutief). Putusan tersebut merupakan suatu putusan dimana
11
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia (Bandung: Sumur, 1962), h. 100
12
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan
Praktek (Bandung: Mandar Maju, 1989), h. 120
52
hanya memberikan suatu keadaan yang baru menurut hukum,
sedangkan keadaan tersebut sebenarnya memang sudah terjadi.
Misalnya putusan yang memberikan penetapan kepada suatu
perseroan dalam keadaan pailit.
2. Dasar Hukum Eksekusi
Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan terhadap pihak yang
kalah dalam suatu perkara, tata caranya diatur dalam Hukum Acara
Perdata, yaitu Pasal 195 HIR – Pasal 208 HIR, 224 HIR atau Pasal 206
Rbg – Pasal 240 Rbg dan Pasal 258 Rbg. Eksekusi juga diatur dalam
Pasal 1033 RV dan Pasal 54 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
3. Asas-Asas Eksekusi
Prof. R. Subekti dan Ibu Retnowulan Sutantio mengalihkan istilah
eksekusi (executie) ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah
“pelaksanaan putusan”.
Pembakuan istilah “pelaksanaan putusan”
sebagai kata ganti eksekusi dianggap sudah tepat, sebab jika bertitik tolak
dari ketentuan bab kesepuluh bagian kelima HIR atau titel keempat
bagian keempat RBH, pengertian eksekusi sama dengan tindakan
“menjalankan putusan” (ten uitvoer legging van vonissen). Menjalankan
putusan pengadilan tidak lain daripada melaksanakan isi putusan
pengadilan, yakni melaksanakan “secara paksa” putusan pengadilan
53
dengan bantuan alat-alat negara apabila pihak yang kalah tidak mau
menjalankannya secara sukarela.13
Pada prinsipnya hanya putusan yang berkekuatan hukum tetap yang
dapat dilaksanakan putusannya. Dengan demikian, asas-asas atau aturan
hukum eksekusi adalah sebagai berikut:14
a. Eksekusi dilaksanakan hanya terhadap putusan pengadilan yang
telah
memperoleh
kekuatan
hukum
tetap
yang
bersifat
kondemnatoir;
b. Karena putusan telah berkekuatan hukum tetap, di dalamnya
mengandung hubungan hukum yang tetap dan pasti antara para
pihak yang berperkara;
c. Karena hubungan hukum sudah tetap dan pasti (fixed and certain),
maka mesti ditaati dan dipenuhi;
d. Cara menaati dan memenuhi hubungan hukum yang tetap dan
pasti tersebut adalah dengan cara dijalankan secara sukarela atau
dengan paksa melalui bantuan alat-alat negara;
e. Kewenangan menjalankan eksekusi hanya diberikan kepada
Pengadilan Negeri;
f. Eksekusi dilaksanakan atas perintah dan dalam pengawasan Ketua
Pengadilan Negeri.
4. Eksekusi Hak Tanggungan
13
Etto Sunaryanto, Sugiwanto dan Jose Ari Lukito, Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara
(Jakarta: Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, 2006), h. 3-4
14
Ibid, h. 4
54
Berdasarkan ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Hak Tanggungan,
Eksekusi Hak Tanggungan dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu:
a. Pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual Hak
Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Undang-Undang Hak
Tanggungan.
b. Eksekusi atas titel eksekutorial yang terdapat pada Sertifikat Hak
Tanggungan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2)
UUHT; Irah-irah (kepala putusan) yang dicantumkan pada
sertifikat Hak Tanggungan memuat kata-kata “DEMI KEADILAN
BERDASARKAN
KETUHANAN
YANG
MAHA
ESA”
dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial
pada sertifikat Hak Tanggungan, sehingga apabila debitur cidera
janji, siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui
tata cara dan dengan menggunakan lembaga Parate Executie sesuai
dengan Hukum Acara Perdata, atau
c. Eksekusi di bawah tangan, yaitu penjualan objek Hak Tanggungan
yang dilakukan oleh Pemberi Hak Tanggungan, berdasarkan
kesepakatan dengan Pemegang Hak Tanggungan, jika dengan cara
ini akan diperoleh harga yang tertinggi.
Adapun dalam ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Hak Tanggungan
dikemukakan tiga jenis eksekusi Hak Tanggungan yaitu:
55
1. Apabila debitur cidera janji, maka kreditur berdasarkan hak
pemegang Hak Tanggungan Pertama dapat menjual objek Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UndangUndang Hak Tanggungan, objek Hak Tanggungan dijual melalui
pelangan umum;
2. Apabila debitur cidera janji, berdasarkan titel eksekutorial yang
terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (2) UUHT dijual melalui pelelangan umum;
3. Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan,
penjualan objek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah
tangan jika dengan demikian akan diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan harga tertinggi.
C. Parate Eksekusi sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur.
1. Pengertian Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum menurut Satjipto Rahajo, adalah untuk
melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu
kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya
tersebut.15
Sedangkan perlindungan hukum menurut Philipus M. Hadjon ada dua
bentuk perlindungan hukum bagi rakyat yaitu: Pertama, perlindungan
hukum
preventif
artinya
rakyat
diberi
kesempatan
mengajukan
pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang
15
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum , Cet. V (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), h. 53
56
definitif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Kedua,
perlindungan hukum represif yang bertujuan menyelesaikan sengketa.16
Dalam proses pemberian kredit yang dilakukan oleh pihak bank
selaku kreditur kepada debitur, kemungkinan terjadi resiko seperti
kemacetan dalam pelunasan hutang oleh debitur sangatlah besar.
Sehingga diperlukan jaminan kebendaan yang dipersyaratkan oleh bank
kepada debitur guna menjamin pelunasan kredit tersebut. Jaminan yang
paling banyak digunakan adalah hak atas tanah, karena nilai atau
harganya yang cenderung meningkat.
2. Parate Eksekusi sebagai Perlindungan Hukum
Sebenarnya istilah parate ekskusi secara tersurat tidak pernah tertuang
dalam
peraturan
perundang-undangan.
Istilah
parate
eksekusi
sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya secara
etimologis berasal dari kata “paraat” dalam bahasa Belanda yang artinya
siap ditangan, sehingga parate eksekusi dikatakan sebagai sarana yang
siap di tangan. Menurut kamus hukum, parate eksekusi mempunyai arti
pelaksanaan yang langsung tanpa melewati proses pengadilan atau hakim.
Dalam kamus hukum terbitan Citra Umbara, 2008, parate executie
diartikan hak alat-alat perlengkapan administrasi negara untuk melelang
harta benda orang yang tidak memenuhi kewajiban hukumnya,
mengembalikan hutang, melunasi pajak yang terhutang, dan lain
16
Philipus M. Hadjon, Op.Cit, h. 84
57
sebagainya, pada waktu yang telah ditetapkan, tanpa diperlukan putusan
pengadilan untuk hal-hal tersebut.
Dalam Pasal 6 UUHT memberikan kewenangan kepada pemegang
Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan atas
kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan
piutangnya dari hasil penjualan tersebut, apabila debitur cidera janji. Hal
ini disebut dengan parate eksekusi hak tanggungan. Pemegang Hak
Tanggungan pertama tidak perlu pula meminta penetapan Ketua
Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan eksekusi Hak Tanggungan
yang dijadikan jaminan tersebut.
Pemegang Hak Tanggungan pertama cukup mengajukan permohonan
kepada Kepala Kantor Pelelangan Umum (KKPU) dalam rangka
mengeksekusi objek Hak Tanggungan yang telah dijadikan jaminan oleh
debitur. Oleh karena kewenangan pemegang Hak Tanggungan pertama
merupakan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang, maka
Kepala Kantor Lelang Negara harus menghormati dan mematuhi
kewenangan tersebut.
Perlindungan hukum yang diberikan kepada kreditur menurut
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan adalah:
1. Memberikan kedudukan yang diutamakan (droit de preference), 2. Hak
Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, 3. Kreditur berhak melakukan
eksekusi Hak Tanggungan,
4. Harus ada janji-janji yang wajib
dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), 5. Hak
58
Tanggungan selalu mengikuti objek jaminan dalam tangan siapapun (droit
de suite), 6. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan Akta Otentik.
Dari uraian di atas perlindungan hukum yang diberikan kepada
kreditur adalah dengan menggunakan perlindungan hukum yang represif,
karena bertujuan untuk menyelesaikan sengketa antara kreditur dan
debitur jika terjadi kredit macet.
59
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
NOMOR 1993K/Pdt/2012
A. Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1993K/Pdt/2012
1. Para Pihak
Putusan ini merupakan kasus antara Neny Tarina Lavau, selaku
Direktur CV. Feralex Indonesia, bertempat tinggal di Jalan Skip I, nomor
24, RT. 013 RW. 02, Kelurahan Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta
Utara, dalam hal ini memberi kuasa kepada Sehat Damanik, S.H., M.H.,
dan kawan-kawan, para advokat Kantor Advokat-Pengacara DSS &
Partners, beralamat di Gedung JCD, Lantai 3, Jalan K.H. Wahid Hasyim
Nomor 27, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus
tanggal 8 Maret 2011, Pemohon Kasasi dahulu Penggugat/Penggugat
melawan 4 pihak Termohon Kasasi dahulu para Tergugat/Terbanding
yaitu yang pertama PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk, Cq PT. Bank
Danamon
Indonesia,
Kantor
Cabang
Jakarta
Danau
Sunter,
berkedudukan di Jalan Danau Sunter Utara, Blok B1 B, Nomor 15-16,
jakarta, 14350, diwakili oleh Ali Yong dan Fransiska Oei selaku
Direktur, dalam hal ini memberi kuasa kepada Sabar M. Simamora, S.H.,
M.H., dan kawan-kawan, para advokat pada Kantor Advokat &
Konsultan Hukum Sabar Simamora & Partners, beralamat di Wisma
59
60
Daria Lantai 3 #302, Jalan Iskandarsyah Raya Nomor 7, Jakarta Selatan,
12160, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 8 April 2011.
Termohon Kasasi kedua, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan
Lelang (KPKNL) Jakarta IV, yang berkedudukan di Jalan Prapatan
Nomor 10, Senen, Jakarta Pusat, diwakili oleh Mulia P. Nasution, selaku
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan atas nama Menteri Keuangan
Republik Indonesia, dalam hal ini memberi kuasa kepada Dr. Indra Surya
S.H., M.H., Kepala Biro Bantuan Hukum pada Sekretariat Jenderal
Kementrian Keuangan dan kawan-kawan, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus tanggal 25 Juli 2011, Termohon Kasasi ketiga yaitu PT. Balai
Lelang Royal yang berkedudukan di Ir. H. Juanda Raya, Nomor 27A,
Jakarta Pusat dan Termohon Kasasi keempat, Amina, bertempat tinggal
di Jalan Agung Permai 1-3 RT. 018 RW. 010, Kelurahan Sunter Agung,
Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
2. Posisi Kasus
Kasus ini berawal dari Penggugat sebagai Nasabah Tergugat I yang
mendapatkan fasilitas kredit sebesar Rp 580.000.000, (lima ratus delapan
puluh juta rupiah), sebagaimana yang tertuang dalam Akta Perjanjian
Kredit No. 53 di hadapan Notaris Osrimami, SH pada tanggal 21
Desember 2004 dengan memberikan tanah sebagai jaminan berupa satu
bidang tanah yang terdaftar atas nama penggugat dengan sertifikat Hak
Milik No:179/Sunter Jaya beserta bangunan yang ada di atasnya.
61
Namun Penggugat hanya mampu menjalankan kewajibannya sampai
dengan September tahun 2006 hingga menyebabkan penunggakan
pembayaran. Kemudian Tergugat I melakukan pelelangan terhadap
jaminan yang diagunkan oleh Penggugat pada 25 Maret 2008. Pihak
Penggugat mengatakan tidak pernah mendapatkan pemberitahuan
mengenai tanggal pelaksanaan lelang, sehingga Penggugat melalui kuasa
hukumnya mengirimkan surat untuk meminta bukti tanda Surat
Pemberitahuan dan Pengumuman Lelang namun belum mendapatkan
respon apa-apa.
Jaminan yang dilelang dijual dengan harga Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah), berbeda jauh dengan harga sebenarnya pada saat
dilakukan penjualan yang mencapai Rp 1.710.597.125. Penggugat
menduga adanya kerjasama antara Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III
dan Tergugat IV untuk merugikan Penggugat. Penggugat menuntut
kepada Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk memberikan putusan
dalam perkara ini sebagai berikut:
Dalam Provisi:
-Mengabulkan permohonan provisi yang diajukan oleh Penggugat
untuk seluruhnya;
-Meletakkan sita jaminan terhadap objek harta benda yang diagunkan
oleh Penggugat terhadap Tergugat I.
-Menyatakan bahwa Penetapan No. 44/Eks/2008/PN.Jkt.Ut tentang
Penetapan Eksekusi ditangguhkan pelaksanaannya sampai dengan
perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menanyakan Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III telah
melakukan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian
bagi Penggugat;
62
3. Menyatakan pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh KP2LN
(Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara) Jakarta IV
tertanggal 25 Maret 2008 terhadap tanah dan bangunan dengan
sertifikat Hak Milik No. 179/Sunter Jaya tanggal 31 Desember
1997 seluas 180 M², terletak di Jalan Skip II Blok F1 Kav. 1&2,
Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara
batal demi hukum karena telah dilakukan secara cacat
formal/bertentangan dengan ketentuan lelang;
4. Memerintahkan KP2LN Jakarta IV untuk melakukan pelelangan
ulang terhadap tanah dan bangunan dengan sertifikat Hak Milik
No. 179/Sunter Jaya tanggal 31 Desember 1997 seluas 180 M²,
terletak di Jalan Skip II Blok F1 Kav. 1&2, Kelurahan Sunter Jaya,
Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara agar sesuai dengan
ketentuan dan prosedur lelang yang berlaku;
5. Menghukum Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III untuk
membayar kerugian materiil dan imateriil yang diderita oleh
Penggugat secara tanggung renteng;
6. Menghukum dan memerintahkan Tergugat I dan tergugat II untuk
menyampaikan permohonan maaf secara tertulis kepada Penggugat
melalui Surat Kabar Kompas dan Media Indonesia selama tiga hari
berturut-turut;
7. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan terhadap harta benda
yang merupakan objek yang diagunkan Penggugat kepada Tergugat
I;
8. Menghukum Tergugat I, II, dan III untuk membayar uang paksa
sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) / hari untuk setiap hari
keterlambatan para Tergugat dalam memenuhi amar putusan ini;
9. Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan lebih dahulu walaupun
ada perlawanan, bantahan, banding maupun kasasi (uitvoerbaar bij
voorraad);
10. Menghukum Tergugat untuk membayar semua biaya perkara.
Terhadap gugatan tersebut, Tergugat I, II dan III mengajukan
eksepsi. Dalam Eksepsi Tergugat I, Tergugat membantah dan menolak
dengan tegas dalil-dalil yang dikemukakan oleh Penggugat kecuali yang
dengan tegas diakui kebenarannya oleh Tergugat I. Gugatan Penggugat
keliru dan kabur (obscuur libels) bahwa Penggugat mendasarkan
gugatannya pada dalil adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh Tergugat I sementara Penggugat juga mengakui bahwa antara
63
Penggugat dengan Tergugat I memiliki hubungan hukum dalam bentuk
perjanjian kredit beserta perubahan dan perpanjangannya serta perjanjian
jaminan. Seandainya dalil gugatan Penggugat tersebut benar bahwa
Tergugat I telah melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kredit, quad
non, seharusnya Penggugat mendalilkan gugatannya pada adanya
perbuatan ingkar janji (wanprestasi). Serta gugatan Penggugat terlambat
diajukan.
Dalam Eksepsi Tergugat II, bahwa dengan tegas Tergugat II
menolak seluruh dalil Penggugat kecuali terhadap hal-hal yang diakui
secara tegas kebenarannya. Eksepsi Persona Studi Non Juducio, karena
penyebutan Tergugat II di dalam surat gugatan Penggugat kurang tepat.
Dalam Eksepsi Tergugat III, bahwa dengan tegas Tergugat II
menolak seluruh dalil Penggugat kecuali terhadap hal-hal yang diakui
secara tegas kebenarannya. Gugatan Penggugat Error In Persona bahwa
pada dasarnya gugatan tersebut adalah permasalahan antara kreditur in
casu Tergugat I dan debitur in casu Penggugat sedangkan kedudukan
Tergugat III dalam perkara a quo adalah sebagai jasa pra lelang saja dan
tidak terkait sama sekali dengan pokok perkara dalam gugatan tersebut.
Gugatan Penggugat kabur dan tidak jelas.
Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah
menjatuhkan putusan, yaitu putusan Nomor 357/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Ut.,
tanggal 29 Juli 2009 yang amarnya sebagai berikut:
64
I Dalam Provisi:
 Menolak tuntutan Provisi Penggugat untuk seluruhnya;
II Dalam Eksepsi:
 Menolak eksepsi para Tergugat untuk seluruhnya;
III Dalam Pokok Perkara:
 Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
 Menghukum Penggugat mebayar biaya yang timbul dalam perkara
ini sebesar Rp 1.781.000,00 (satu juta tujuh ratus delapan puluh
satu ribu rupiah).
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara tersebut telah dikuatkan
oleh
Pengadilan
Tinggi
Jakarta
dengan
putusan
nomor
310/PDT/2010/PT.DKI. tanggal 17 Januari 2011.
Sesudah
putusan
Penggugat/Pembanding
terakhir
pada
tanggal
ini
3
diberitahukan
Maret
2011
kepada
kemudian
terhadapnya oleh Penggugat/Pembanding dengan perantaraan kuasanya,
berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 8 Maret 2011 diajukan
permohonan kasasi pada tanggal 17 Maret 2011 sebagaimana ternyata
dari
Akte
Pernyataan
Permohonan
Kasasi
Nomor
357/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Ut. yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri
Jakarta Utara, permohonan nama disertai dengan memori kasasi yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 30
Maret 2011.
Memori kasasi dari Penggugat/Pembanding telah diberitahu kepada
Tergugat I s/d Tergugat IV / para Terbanding masing-masing pada
65
tanggal 11 April 2011, 14 Juli 2011, 4 Agustus 2011, 26 Agustus 2011
dan kepada Turut Tergugat / Turut Terbanding pada tanggal 19 April
2011, terhadap memori kasasi tersebut hanya Tergugat I / Terbanding I
dan Tergugat II / Terbanding II yang mengajukan kontra memori kasasi
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada tanggal
20 April 2011 dan 26 Juli 2011, sedangkan yang lainnya tidak
mengajukan kontra memori kasasi.
3. Putusan Mahkamah Agung
Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini dengan amar
putusannya seperti tersebut dibawah ini :
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula
ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan
dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang
diajukan oleh Pemohon Kasasi / Penggugat Neny Tarina Lavau tersebut
harus ditolak;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi / Penggugat ditolak, maka Pemohon Kasasi / Penggugat dihukum
untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan
66
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundangundangan lain yang bersangkutan;
Mengadili:
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penggugat Neny
Tarina Lavau tersebut;
Menghukum Pemohon Kasasi / Penggugat untuk membayar biaya
perkara sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawarahan Majelis
Hakim pada Mahkamah Agung, pada hari Kamis, tanggal 11 Juli 2013,
oleh Prof. Dr. Valerine J.L. Kriekhoff, S.H., M.A., Hakim Agung yang
ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Prof.
Dr. Takdir Rahmadi, S.H., LLM. dan Dr. H. Muhtar Zamzami, S.H.,
M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai anggota, dan diucapkan dalam
sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta
Hakim-Hakim Anggota tersebut dan dibantu oleh Barita Sinaga, S.H.,
M.H., Panitera Pengganti, tanpa dihadiri oleh para pihak.
B. Pertimbangan
Hakim
dalam
Memutus
Perkara
pada
Putusan
Mahkamah Agung Nomor 1993K/Pdt/2012.
1. Alasan Keberatan Pemohon Kasasi.
Pemohon Kasasi menolak Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No.
310/PDT/2010/PT.JKT. Jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No.
357/PDT.G/2008/PN.Jkt.Ut. Adapun alasan-alasan yang dikemukakan adalah
sebagai berikut:
67
1. Putusan
Judex
Facti
Pengadilan
Tinggi
Jakarta
No.
310/PDT/2010/PT.JKT. Jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No.
357/PDT.G/2008/PN.Jkt.Ut tidak memuat dan mempertimbangkan buktibukti serta fakta-fakta yang terungkap di persidangan yang tentunya
menjadi dasar untuk mengungkapkan kebenaran yang sebenar-benarnya;
2. Putusan
Judex
Facti
Pengadilan
Tinggi
Jakarta
No.
310/PDT/2010/PT.JKT. Jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No.
357/PDT.G/2008/PN.Jkt.Ut tidak memuat dan tidak mempertimbangkan
bukti-bukti dan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan. Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 357/PDT.G/2008/PN.Jkt.Ut, secara
seluruhnya telah dijadikan Judex Facti Pengadilan Tinggi Jakarta sebagai
pertimbangannya, padahal pertimbangan Judex Facti Pengadilan Negeri
telah diberikan secara sangat keliru dan melanggar UU dalam
memberikan putusannya;
3. Putusan
Judex
Facti
Pengadilan
Tinggi
Jakarta
No.
310/PDT/2010/PT.JKT. Jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No.
357/PDT.G/2008/PN.Jkt.Ut tidak memuat dan mempertimbangka isi
memori bandi dari Pemohon Kasasi (dahulu Pembanding/Penggugat);
4. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 310/PDT/2010/PT.JKT. dianggap
tidak
melakukan
pemeriksaan
ulang
untuk
semua
aspek
dan
menyampingkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dalam
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 357/PDT.G/2008/PN.Jkt.Ut
dan seharusnya menjadi acuan duduk persoalan yang sebenarnya
68
sehingga dapat dikategorikan lalai dalam memenuhi syarat-syarat yang
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam
kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
2. Pertimbangan Hakim.
Menimbang bahwa, atas keberatan-keberatan yang diajukan oleh
Pemohon Kasasi tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
Bahwa keberatan-keberatan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penggugat
tersebut tidak dapat dibenarkan oleh karena Judex Facti (Pengadilan Tinggi
yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri) tidak salah dalam menerapkan
hukum, pertimbangannya sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan
sebagai berikut:
Bahwa prosedur pelaksanaan lelang sudah sesuai dengan Ketentuan
Peraturan Menteri Kuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang dan lelang tersebut telah berpedoman kepada UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, juga dilandasi oleh
ketentuan/klausul Pasal 2 poin 4 Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)
tanggal 3 Januari 2005, sehingga tidak ada alasan sah untuk dibatalkan;
Bahwa lagipula keberatan-keberatan kasasi dari Pemohon Kasasi /
Penggugat adalah mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat
penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan
dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat
kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan penerapan hukum, adanya
pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-
69
syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam
kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila Pengadilan
tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 30 Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
sebagaimana yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009.
C. Analisis
Penulis
Mengenai
Putusan
Mahkamah
Agung
Nomor
1993K/Pdt/2012 dengan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku.
Pertimbangan hakim dalam memutus perkara pada putusan ini menurut
penulis tidak salah dalam memberikan amar putusan. Tiga hal utama yang
menjadi pokok dalam putusan tidak ada yang bertentangan dengan undangundang yang berlaku. Mulai dari pelaksanaan lelang yang dilakukan sudah
sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang, juga pelaksanaan lelang parate eksekusi yang
berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan sampai pada Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang di
dalamnya mencantumkan klausul mengenai kewenangan untuk tanpa
persetujuan terlebih dahulu oleh pihak pertama dalam hal pihak pertama
melakukan wanprestasi.
Di luar dari pertimbangan hakim di atas, Penulis ingin mengemukakan
mengenai penyelesaian dari kredit bermasalah yang merupakan perjanjian
accesoir yang batal akibat dari wanprestasinya debitur dalam mengembalikan
70
pembayaran kredit. Untuk menyelesaikan kredit bermasalah dapat ditempuh
melalui dua cara yaitu penyelamatan kredit dan penyelesaian kredit.
Penyelamatan kredit adalah suatu penyelesaian kredit bermasalah melalui
perundingan kembali antara bank sebagai kreditor dengan
peminjam
sebagai
debitur,
sedangkan
penyelesaian
kredit
nasabah
adalah
penyelesaian yang melalui lembaga hukum dalam proses penyelesaiannya.
Lembaga hukum yang dimaksud adalah Panitia Urusan Piutang Negara
(PUPN) dan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN),
melalui peradilan atau bisa melalui arbitrase. Aadapun penanganan kredit
bermasalah sebelum diselesaikan melalui jalur yudisial dapat dilakukan
melalui penjadwalan (rescheduling), persyaratan (reconditioning) dan
penataan kembali (restructuring). Penanganan bisa dilakukan melalui salah
satu ataupun menggunakan gabungan dari cara tersebut. Setelah dilakukan
cara tersebut dan tetap tidak ada kemajuan, maka penyelesaian bisa
dilakukan melalui jalur yudisial.
Penyelesaian kredit bermasalah secara administratif perkreditan oleh
pihak internal bank BUMN, sesuai Surat Edaran BI Nomor 26/4/BPPP
tanggal 29 Mei 1993 dapat ditempuh melalui tiga cara yaitu: (1) Penjadwalan
kembali (rescheduling) yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut
jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya; (2) Persyaratan kembali
(reconditioning) yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit
yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, dan
atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum
71
saldo kredit; (3) Penataan kembali (restructuring) yaitu perubahan syaratsyarat kredit berupa: penambahan dana bank dan atau konversi seluruh atau
sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan atau konversi
seluruh atau sebagian kredit menjadi penyertaan modal dalam perusahaan,
yang disertai dengan penjadwalan kembali dan atau persyaratan kembali.
Penyelesaian kredit semacam ini merupakan langkah alternatif sebelum
dilakukan penyelesaian melalui lembaga yang lebih bersifat yudisial.1
Dari ketiga cara di atas, permasalahan kredit yang dialami oleh Nany
Tarina Lavau selaku nasabah peminjam atau debitur dengan PT Bank
Danamon Indonesia Kantor Cabang Jakarta Danau Sunter selaku kreditur
tidak menggunakan salah satu ataupun gabungan dari cara di atas. Pihak
kreditur atau bank langsung melayangkan surat peringatan perihal
keterlambatan
pembayaran
kredit
oleh
debitur
kemudian
langsung
mengeksekusi tanah yang dijaminkan oleh debitur dengan alasan
kewanprestasian debitur. Padahal seharusnya pihak bank bisa memberikan
tawaran dalam bentuk penjadwalan ulang, persyaratan kembali atau
perubahan syarat-syarat kredit sebelum menempuh jalur parate eksekusi yang
kemudian berakhir di pengadilan.
Restrukturisasi kredit menurut SK Direksi BI Nomor 31/150/KEP/DIR
tanggal 12 November 1998 tentang Restrukturisasi Kredit, Pasal 1 huruf d,
adalah upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar
1
Iswi Hariyani, Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet (Jakarta: Gramedia,
2010), h. 159
72
debitur dapat memahami kewajibannya, yang dilakukan antara lain melalui:
penurunan suku bunga kredit, pengurangan tunggakan bunga kredit,
pegurangan tunggakan pokok kredit, perpanjangan jangka waktu kredit,
penambahan fasilitas kredit, pengambilalihan aset debitur sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, dan konversi kredit menjadi penyertaan modal
sementara pada perusahaan debitur.2
Mengenai pengambilalihan aset debitur sesuai dengan peraturan yang
berlaku
salah
satunya
tercantum
dalam
SK
Direksi
BI
Nomor
31/150/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Restrukturisasi Kredit
di atas. Begitupun mengenai parate eksekusi yang dilakukan oleh pihak bank,
memang tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Tapi selama
penjadwalan ulang, persyaratan kembali atau perubahan syarat-syarat kredit
masih bisa dilakukan sebagai alternatif dalam menyelesaikan kredit macet,
parate eksekusi yang kemudian berujung di pengadilan seharusnya bisa
dihindari sehingga pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan tidak hanya
menguntungkan bagi pihak kreditur tapi juga mementingkan pihak debitur
sebagai pihak yang berpartisipasi dalam perjanjian.
Dalam melakukan transaksi ekonomi seperti peminjaman kredit pada
bank, hendaknya baik dari pihak bank maupun nasabah menggunakan prinsip
Ekonomi Pancasila yang menjunjung tinggi nilai-nilai kelembagaan
Pancasila sebagai ideologi negara dengan kelima silanya, secara utuh
maupun sendiri-sendiri. Jika Pancasila mengandung lima asas, maka semua
2
Ibid, h. 160
73
substansi sila Pancasila (1) etika, (2) kemanusiaan, (3) nasionalisme, (4)
kerakyatan atau demokrasi, dan (5) keadilan sosial, harus dipertimbangkan
dalam model ekonomi yang disusun sehingga bisa mencapai dari tujuan
Pancasila itu sendiri.
Menurut Gustav Radbruch tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian dan
kemanfaatan. Keadilan harus mempunyai posisi yang pertama dan yang
paling utama dari kepastian hukum dan kemanfaatan. Sebagaimana kita
ketahui, dalam kenyataannya sering kali terjadi benturan antar ketiganya.
Dalam hal peraturan yang mengatur mengenai penyelesaian kredit
bermasalah seharusnya bisa menggabungkan ketiga unsur hukum tadi dalam
peraturan yang dibuat sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan,
begitu juga dalam pelaksanaan dari peraturan tersebut.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara antara Neny Tarina Lavau
melawan PT Bank Danamon Indonesia Kantor Cabang Jakarta Danau
Sunter, KPKNL Jakarta IV, PT Balai Lelang Royal dan Amina dapat
disimpulkan menjadi 3 pertimbangan pokok yaitu 1) prosedur
pelaksanaan lelang sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang; 2)
pelaksanaan lelang sudah berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan; dan 3) Klausul Pasal 2 poin 4 Akta
Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang dibuat oleh Neny Tarina
Lavau selaku pemohon kasasi dan PT Bank Danamon Indonesia Kantor
Cabang Jakarta Danau Sunter selaku termohon kasasi.
2. Dari pertimbangan hakim yang sudah disebutkan di atas, penulis
menyimpulkan bahwa landasan yang digunakan hakim dalam memutus
perkara tersebut sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku, akan tetapi
dalam penyelesaian kredit macet itu sendiri akan lebih baik lagi jika
menggunakan alternatif 3R (rescheduling, reconditioning, restructuring)
sebelum melaksanakan parate eksekusi hak tanggungan yang kemudian
berujung di pengadilan atau melalui jalur yudisial.
B. Saran
74
75
1. Peraturan tentang parate eksekusi masih belum rinci sehingga dalam
pelaksanaannya sering ditemukan ketidaksamaan persepsi antara pihak
kreditur dan debitur yang menyebabkan banyak kasus pelaksanaan parate
eksekusi dibawa ke pengadilan . Ke depannya peraturan mengenai parate
eksekusi harus dirincikan serta dihindari dari ketumpangtindihan
peraturan sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan dengan adanya
peraturan tersebut, baik dari pihak kreditur maupun debitur.
2. Aturan hukum yang ada tentang eksekusi sebagai perlindungan hukum
bagi kreditur harus lebih ditegaskan lagi dalam pelaksanaannya.
Dibutuhkan ketegasan terhadap aturan dan prinsip yang berlaku sehingga
peraturan yang ada bukanlah hanya peraturan semata, juga untuk
menghindari melambatnya roda ekonomi yang ada yang disebabkan oleh
kredit macet.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
Alu Syaikh, Abdullah Bin Muhammad Bin Abdurrahman Bin Ishaq. Tafsir Ibnu
Katsir Jilid 3. Penerjemah M. Abdul Ghoffar. Jakarta: Pustaka Imam AsySyafi’i. 2008
Bahsan, M. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada. 2008.
Demesky, Yordan. “Pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai
Alternatif Penyelesaian Kredit Bermasalah di PT Bank Permata TBK”.
Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2011.
Fuady, Munir. Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global.
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.
Hadjon, Philipus M. Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia: Sebuah Studi
tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam
Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi
Negara. Surabaya: Bina Ilmu. 1987.
Harahap, M. Yahya. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata.
Jakarta: Sinar Grafika. 2005.
Hariyani, Iswi. Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet. Jakarta:
Gramedia. 2010.
Hasibuan, Malayu S. P. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
2008.
Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan
Hukum Tanah. Cet. 17. Jakarta: Djambatan. 2006.
Harun, Badriyah. Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah. Yogyakarta: Pustaka
Yustisia. 2010.
Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group. 2005.
HS, Salim. Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar
Grafika. 2008.
HS, Salim. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada. 2008.
76
77
Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. cet.IV.
Malang: Bayumedia Publishing. 2008.
Kelsen, Hans. General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum dan
Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum
Deskriptif Empirik. Penerjemah Somardi. Jakarta: BEE Media Indonesia.
2013.
Muhammad, Abdul Kadir dan Muniarti, Rilda. Segi Hukum Lembaga Keuangan
dan Pembiayaan. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2004.
Patrik, Purwahid dan Kashadi. Hukum Jaminan Edisi Revisi Dengan UUHT.
Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. 2006.
Poesoko, Herowati. Parate Executie Obyek Hak Tanggungan (Inkonsistensi,
Konflik Norma dan Kesesatan Penalaran dalam Undang-Undang Hak
Tanggungan). Cetakan II. Yogyakarta: LaksBang PRESsindo. 2008.
Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Acara Perdata di Indonesia. Bandung: Sumur.
1962.
Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: Di Bawah Naungan Al-Qur’an (Surah
Al Fatihah – Al Baqarah. Penerjemah Drs. As’ad Yasin, dkk. Jakarta: Gema
Insani. 2008
Raharjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Cet. V. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2001.
Sjahdeni, ST. Remy. Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok
dan Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai
Undang-Undang Hak Tanggungan). Bandung: Alumni. 1999.
Subekti. Hukum Acara Perdata. Jakarta: BPHN. 1977.
--------------. Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum
Indonesia. Bandung: Alumni. 1978.
--------------. Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional. Bandung: Alumni. 1986.
--------------. Pokok –Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT Intermasa. 2003.
--------------. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT Intermasa. 2005.
Sunaryanto, Sugiwanto dan Jose. Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara.
Jakarta: Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara. 2006.
Sutantio, Retnowulan dan Oeripkartawinata, Iskandar. Hukum Acara Perdata
dalam Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju. 1989.
Sutedi, Adrian. Hukum Hak Tanggungan. Jakarta: Sinar Grafika. 2010.
78
Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. 2001.
Widiyono, Try. Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di
Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2006.
Widjaja, Gunawan. Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata.
Jakarta: PT RajaGrafinfo Persada. 2006.
PERUNDANG-UNDANGAN:
Soebekti, R. dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Jakarta: PT. Pradnya Paramita. 2003.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 40/PMK.07/2006
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
R
ep
ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne
si
a
hk
am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
P U T U S A N
Nomor 1993 K/Pdt/2012
ng
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
do
A
gu
memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut
dalam perkara:
In
Neny Tarina Lavau, selaku Direktur CV. Feralex Indonesia, bertempat
tinggal di Jalan Skip I, Nomor 24, RT. 013 RW. 02, Kelurahan Sunter
Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara, dalam hal ini memberi kuasa kepada
lik
ah
Sehat Damanik, S.H., M.H., dan kawan-kawan, para Advokat pada
Kantor Advokat-Pengacara DSS & Partners, beralamat di Gedung JCD,
ub
m
Lantai 3, Jalan K.H. Wahid Hasyim Nomor 27, Kebon Sirih, Jakarta
Pusat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 8 Maret 2011, Pemohon
ep
ka
Kasasi dahulu Penggugat/Penggugat;
m e l a w a n:
PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk, Cq PT. Bank Danamon
R
ah
1
si
Indonesia, Kantor Cabang Jakarta Danau Sunter, berkedudukan di
ng
ne
Jalan Danau Sunter Utara, Blok B1 B, Nomor 15-16, Jakarta,
14350, diwakili oleh Ali Yong dan Fransiska Oei, selaku Direktur,
2
do
M.H., dan kawan-kawan, para Advokat pada Kantor Advokat &
Konsultan Hukum Sabar Simamora & Partners, beralamat di
In
Wisma Daria Lantai 3 # 302, Jalan Iskandarsyah Raya Nomor 7,
Jakarta Selatan, 12160, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 8
April 2011;
lik
ka
m
ah
A
gu
dalam hal ini memberi kuasa kepada Sabar M. Simamora, S.H.,
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL)
ub
Jakarta IV, berkedudukan di Jalan Prapatan Nomor 10, Senen,
Jakarta Pusat, diwakili oleh Mulia P. Nasution, selaku Sekretaris
Jenderal Kementerian Keuangan atas nama Menteri Keuangan
ep
Republik Indonesia, dalam hal ini memberi kuasa kepada Dr. Indra
ah
Surya, S.H., M.H., Kepala Biro Bantuan Hukum pada Sekretariat
R
Jenderal Kementerian Keuangan, dan kawan-kawan, berdasarkan
s
ne
do
Hal. 1 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012
In
A
gu
ng
M
Surat Kuasa Khusus tanggal 25 Juli 2011;
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 1
R
ep
ub
putusan.mahkamahagung.go.id
3
ne
si
a
hk
am
2
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
PT. Balai lelang Royal, berkedudukan di Ir H. Juanda Raya,
Nomor 27 A, Jakarta Pusat;
Amina, bertempat tinggal di Jalan Agung Permai 1-3, RT. 018/
ng
4
RW. 010, Kelurahan Sunter Agung, Kecamatan Tanjung Priok,
do
Para Termohon Kasasi dahulu para Tergugat I/para Terbanding;
dan
Presiden Republik Indonesia Cq Kepala Badan Pertahanan
In
A
gu
Jakarta Utara;
Nasional Cq Kepala Badan Pertanahan Nasional Jakarta Utara;
Mahkamah Agung tersebut;
ub
m
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
lik
ah
Turut Termohon Kasasi dahulu Turut Tergugat/Turut Terbanding;
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang Pemohon
ep
ka
Kasasi dahulu sebagai Penggugat telah menggugat sekarang para Termohon Kasasi dan
Turut Termohon Kasasi dahulu sebagai para Tergugat dan Turut Tergugat di muka
ah
persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada pokoknya atas dalil-dalil:
si
R
1 Bahwa, Penggugat adalah Nasabah Tergugat I, yang telah mendapatkan fasilitas
kredit sebesar Rp580.000.000, (lima ratus delapan puluh juta rupiah),
ne
ng
sebagaimana yang tertuang dalam Akta Perjanjian Kredit No. 53 di hadapan
Notaris Osrimami, SH, tertanggal 21 Desember 2004; (Bukti P-1);
A
gu
do
2 Bahwa, sebagai jaminan bagi pelunasan utangnya, Penggugat telah memberikan
agunan berupa 1 (satu) bidang tanah atas sertifikat Hak Milik No: 179/Sunter
In
Jaya yang terdaftar atas nama Penggugat (Bukti P-2) beserta bangunan yang
terletak di atasnya;
lik
ka
m
ah
3 Bahwa, Penggugat sebagai Debitur telah berusaha melaksanakan kewajibannya
dengan baik sampai dengan September tahun 2006, namun karena keadaan
ekonomi yang sulit/krisis ekonomi yang berkepanjangan, Penggugat telah
ub
menunggak pembayaran kreditnya kepada Tergugat I;
4 Bahwa, oleh karena hal macetnya pembayaran utang Penggugat, Tergugat I telah
ep
melakukan pelelangan terhadap asset/barang jaminan yang diagunkan oleh
ah
Penggugat untuk pelunasan utangnya melalui Tergugat II dan Tergugat III,
R
namun pelelangan yang dilakukan oleh Tergugat II dan Tergugat III pada tanggal
ne
In
A
gu
2
do
ng
M
prosedur pelelangan, yaitu:
s
25 Maret 2008 tersebut, telah cacat hukum, karena dilakukan tidak sesuai dengan
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 2
R
ep
ub
putusan.mahkamahagung.go.id
•
ne
si
a
hk
am
3
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Penggugat tidak pernah mendapatkan pemberitahuan dari Tergugat I (Bank
Danamon) mengenai saat/tanggal pelaksanaan lelang, sehingga Penggugat sama
ng
sekali tidak mengetahui pelaksanaan lelang dan harga lelang atas barang agunan
tersebut;
do
Penggugat melalui kuasa hukumnya telah pernah mengirimkan surat untuk
A
gu
•
meminta bukti-bukti tanda terima Surat Pemberitahuan dan Pengumuman Lelang
Pertama di surat Kabar, namun sampai didaftarkannya gugatan ini Tergugat I
In
belum memberikan respon apa -apa. Hal itu semakin menambah keyakinan
Penggugat akan tidak adanya pemberitahuan dan pengumuman Lelang
•
lik
ah
dimaksud; (Bukti P-3)
Harga lelang asset yang diagunkan telah dijual dengan harga yang sangat murah,
ub
m
yakni hanya Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), sedangkan harga
sesungguhnya pada saat dilakukan penjualan mencapai Rp1.710.597.125, (satu
ep
ka
milyar tujuh ratus sepuluh juta lima ratus sembilan puluh tujuh ribu seratus dua
puluh lima rupiah), hal mana sesuai dengan hasil penilaian yang dilakukan
ah
perusahaan penilai atas permintaan PT. Bank Mega TBK); (Bukti P-4)
si
R
5 Bahwa, adapun pihak yang membeli barang agunan tersebut adalah Tergugat IV,
yang pelaksanaannya kami duga telah dilakukan melalui kerjasama antara
ng
ne
Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV, guna menguntungkan
mereka, dan merugikan Penggugat;
A
gu
do
6 Bahwa, akibat tindakan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV
yang kami duga telah melakukan persekongkolan "penekanan" harga sehingga
In
menjadi murah, maka Penggugat telah menderita kerugian secara materil sebesar
Rp1.210.597.125,00 (satu milyar dua ratus sepuluh juta, lima ratus sembilan
7 Bahwa,
Penggugat
juga
telah
mengalami
lik
dan harga agunan yang sesungguhnya;
kerugian
immateril
sebesar
ub
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), sebagai akibat menanggung malu atas
perbuatan para Tergugat yang menguntungkan penyitaan dan menyuruh
ep
pengacara Tergugat IV menempelkan pengumuman yang isinya menyatakan
rumah tersebut di bawah pengawasan Pengacara Kanta Cahya, SH & Associates;
8 Bahwa, tindakan Tergugat I yang tidak melakukan pemberitahuan pelelangan
R
ah
ka
m
ah
puluh tujuh ribu, seratus dua puluh lima rupiah), yakni selisih harga penjualan
s
kepada Penggugat serta diikuti tindakan Tergugat II dan Tergugat III yang
ne
do
Hal. 3 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012
In
A
gu
ng
M
melakukan penjualan jauh di bawah harga yang sesungguhnya bertentangan
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 3
R
ep
ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne
si
a
hk
am
4
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
dengan pasal 29 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan No.: 40/PMK. 07/2006
tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, sehingga sudah seharusnya dibatalkan
ng
karena telah cacat secara prosedur;
9 Bahwa, sehubungan dengan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan
do
oleh Tergugat I, maka Penggugat telah mengirimkan Surat Undangan sebanyak 2
A
gu
(dua) kali guna penyelesaian perkara ini secara musyawarah dan Surat Somasi
untuk mengganti kerugian yang diderita Penggugat, namun sampai dengan
In
diajukannya gugatan ini, Para Tergugat tidak bersedia membayarkan kerugian
yang diderita Penggugat;
lik
ah
10 Bahwa, oleh karena kerugian yang diderita Penggugat adalah sebagai akibat
kesalahan Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III, maka berdasarkan Pasal 1365
ub
m
KUH Perdata, adalah kewajiban hukum Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III
untuk menggantikan kerugian yang diderita Penggugat;
ka
11 Bahwa, terhadap penderitaan dan kerugian yang dialami Penggugat, baik
ep
rusaknya nama baik Penggugat di lingkungan tempat tinggal karena selalu
ah
diteror dan dikirimi surat penyitaan, dan hancurnya citra/kemitraan terhadap
si
R
Penggugat dah rekan bisnis yang mengetahui kasus Penggugat, maka sudah
sepantasnya pula Tergugat dihukum untuk menyampaikan permohonan maaf
ng
ne
secara tertulis kepada Penggugat melalui Surat Kabar Kompas dan Media
Indonesia selama 3 hari berturut-turut;
A
gu
do
12 Bahwa, karena Penggugat meragukan itikad baik Tergugat dalam memenuhi
kewajiban hukumnya secara sukarela, maka untuk menjamin terpenuhinya
In
gugatan Penggugat, kami memohon kepada Majelis Hakim yang terhormat untuk
meletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) sesuai dengan Pasal 227 HIR,
terhadap harta yang diagunkan Penggugat yaitu:
lik
ka
m
ah
Tanah dan bangunan dengan Sertifikat Hak Milik No. 179/Sunter Jaya, tanggal 31
Desember 1997, Gambar Situasi No: 2637/1997 tanggal 19 Mei 1997, seluas 180
ub
M2, terletak di Jl. Skip 11 Blok F1 Kav. 1 & 2, Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan
Tanjung Priok, Jakarta Utara;
ep
13 Bahwa, mengingat pelelangan yang dilakukan oleh Tergugat I, Tergugat II dan
Tergugat III adalah cacat prosedur (tidak ada pemberitahuan kepada Penggugat
ah
selaku principal pemilik/penerima kredit), maka pelelangan yang dilakukan
s
R
adalah batal demi hukum, sehingga peralihan kepemilikan yang telah terjadi dari
ne
ng
M
Penggugat kepada Tergugat IV, juga batal demi hukum, karena proses
In
A
gu
4
do
pelaksanaannya telah salah;
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 4
R
ep
ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne
si
a
hk
am
5
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
14 Bahwa saat ini terhadap obyek jaminan milik Penggugat yaitu Tanah dan
bangunan dengan sertifikat hak milik No. 179/Sunter Jaya, tanggal 31 Desember
ng
1997, Gambar Situasi No. 2637/1997 tanggal 19 Mei 1997. Seluas 180 M2,
terletak di Jl. Skip 11 Blok F1 Kav. 1 & 2, Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan
do
Tanjung Priok, Jakarta Utara telah dilakukan sita eksekusi oleh Pengadilan
A
gu
Negeri Jakarta Utara;
15 Bahwa, oleh karena proses pelelangan/pelaksanaan lelang telah batal demi
In
hukum, maka segala bentuk pengalihan hak, pelaksanaan eksekusi dan tindakan
lainnya haruslah dihentikan dan dibatalkan sampai dengan dilaksanakannya
lik
ah
kembali pelaksanaan lelang sesuai dengan prosedur yang benar. Dengan
demikian maka objek agunan yaitu:
ub
m
Tanah dan bangunan dengan Sertifikat Hak Milik No. 179/Sunter Jaya, tanggal 31
Desember 1997, Gambar Situasi No. 2637/1997 tanggal 19 Mei 1997, seluas 180
ep
ka
M2, terletak di Jl. Skip II Blok Fl Kav. 1 & 2, Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan
Tanjung Priok, Jakarta Utara; Harus diserahkan kepada pemilik awal yang sah,
ah
yaitu Penggugat;
si
R
16 Bahwa, mengingat saat ini Turut Tergugat (Kantor Pertanahan Badan Pertanahan
Nasional) telah melakukan balik nama atas barang agunan, dari atas nama
ng
ne
Penggugat (Meny Tarina Lavau) menjadi atas nama Tergugat IV (Amina), maka
sudah sepatutnya pula balik nama tersebut dibatalkan dan dikembalikan kepada
A
gu
do
Penggugat, karena proses pengalihan/lelang telah dilakukan secara bertentangan
dengan prosedur yang sesungguhnya;
In
17 Bahwa, untuk terciptanya. keadilan dan kepastian hukum, maka sudah
sepatutnya terhadap objek yang diagunkan Penggugat kepada Tergugat I,
lik
18 Bahwa mengingat gugatan ini didasarkan atas bukti otentik, maka sangatlah
beralasan apabila terhadap perkara ini dikabulkan pula putusan serta merta
ub
(uitvoerbaar bij voorraad) sebagaimana yang diatur dalam pasal 180 HIR,
walaupun ada upaya bantahan, banding, verzet maupun kasasi;
ep
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Penggugat mohon kepada Pengadilan
Negeri Jakarta Utara agar menjatuhkan putusan sebagai berikut:
a
A
ne
Hal. 5 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012
do
gu
ng
M
seluruhnya;
s
Mengabulkan permohonan provisi yang diajukan oleh Penggugat untuk
In
1
Dalam Provisi:
R
ah
ka
m
ah
diperintahkan untuk dilelang ulang, dengan cara-cara dan prosedur yang benar;
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 5
R
ep
ub
putusan.mahkamahagung.go.id
2
ne
si
a
hk
am
6
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Meletakkan sita jaminan terhadap objek harta benda yang diagunkan oleh
Penggugat kepada Tergugat I, yaitu;
ng
Tanah dan bangunan dengan Sertifikat Hak Milik No. 179/Sunter Jaya,
tanggal 31 Desember. 1997, Gambar Situasi No. 2637/1997 tanggal 19 Mei
do
1997, seluas 180 M 2, terletak di Jl. Skip II Blok F1 Kav. 1 & 2 Kelurahan
A
gu
Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, sebagai jaminan bagi
pelunasan seluruh kerugian yang diderita Penggugat;
Menyatakan bahwa Penetapan No. 44/Eks/2008/PN.Jkt.Ut tentang Penetapan
In
3
Eksekusi ditunda/ditangguhkan pelaksanaannya sampai dengan perkara ini
Dalam Pokok Perkara:
1
Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2
Menanyakan Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III telah melakukan perbuatan
ub
m
a
lik
ah
mempunyai kekuatan hukum tetap;
3
Menyatakan pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh KP2LN (Kantor Pelayanan
ep
ka
melawan hukum yang menimbulkan kerugian bagi Penggugat;
ah
Piutang dan Lelang Negara) Jakarta IV tertanggal 25 Maret 2008 terhadap tanah
si
R
dan bangunan dengan Sertifikat Hak Milik No. 179/Sunter Jaya, tanggal 31
Desember 1997, Gambar Situasi No. 2637/1997 tanggal 19 Mei 1997, seluas 180
ne
ng
M2, terletak di 11. Skip II Blok F1 Kav. 1 & 2, Kelurahan Sunter Jaya,
A
gu
dilakukan secara cacat formal/bertentangan dengan ketentuan lelang;
4
do
Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara batal demi hukum karena telah
Memerintahkan KP2LN (Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara) Jakarta
In
IV untuk melakukan pelelangan ulang terhadap Tanah dan bangunan dengan
Sertifikat Hak Milik No. 179/Sunter Jaya, tanggal 31 Desember 1997, Gambar
ka
m
ah
Situasi No. 2637/1997 tanggal 19 Mei 1997, seluas 180 M 2, terletak di Jl. Skip II
lik
Blok F1 Kav. 1 & 2, Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta
Utara, sesuai dengan ketentuan dan prosedur lelang yang berlaku;
Menghukum Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III untuk membayar kerugian
ub
5
materiil dan immaterial yang diderita oleh Penggugat secara tanggung renteng,
ah
•
ep
yakni:
Kerugian materiel akibat dilelangnya tanah dan bangunan oleh Tergugat I, II dan
R
III jauh di bawah harga yang sesungguhnya sehingga telah merugikan Penggugat
ne
In
A
gu
6
do
ng
M
sembilan puluh tujuh ribu seratus dua puluh lima rupiah);
s
sebesar Rp1.210.597.125,00 (satu milyar dua ratus sepuluh juta lima ratus
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 6
R
ep
ub
putusan.mahkamahagung.go.id
•
ne
si
a
hk
am
7
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Kerugian immateril akibat menanggung malu dan tercemarnya nama baik
Penggugat sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
ng
Total kerugian materiil dan immaterial adalah sebesar Rp1.710.597.125,00
(satu milyar tujuh ratus sepuluh juta lima ratus sembilan puluh tujuh ribu
Menghukum dan Memerintahkan Tergugat I dan Tergugat II untuk
A
gu
6
do
seratus dua puluh lima rupiah).
menyampaikan permohonan maaf secara tertulis kepada Penggugat melalui Surat
7
In
Kabar Kompas dan Media Indonesia selama tiga hari berturut-turut;
Menyatakan sah dan berharga sita jaminan terhadap harta benda yang merupakan
lik
ah
objek yang diagunkan Penggugat kepada Tergugat I, yaitu:
Tanah dan bangunan dengan Sertifikat Hak Milik No. 179/Sunter Jaya,
ub
m
tanggal 31 Desember 1997, Gambar Situasi No. 2637/1997 tanggal 19 Mei
1997, seluas 180 M2, terletak di 31. Skip II Blok F1 Kav. 1 & 2, Kelurahan
ep
ka
Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, sebagai jaminan bagi
pelunasan seluruh kerugian yang diderita Penggugat;
ah
8
Menghukum Tergugat I, II, dan III untuk membayar uang paksa sebesar
si
R
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)/hari untuk setiap hari keterlambatan para
Tergugat dalam memenuhi amar putusan ini;
perlawanan, bantahan, banding maupun kasasi (uitvoerbaar bij voorraad);
do
A
gu
10 Menghukum Tergugat untuk membayar semua biaya perkara;
ne
Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan lebih dahulu walaupun ada
ng
9
Dalam hal Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex
In
aequo et bono).
Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat I, II dan Tergugat III
lik
Dalam Eksepsi Tergugat I:
1 Bahwa Tergugat I membantah dan menolak dengan tegas dalil-dalil yang
ub
dikemukakan oleh Penggugat dalam gugatan dan perbaikan Surat Gugatan
tanggal 23 Februari 2009 kecuali yang dengan tegas diakui kebenarannya oleh
ep
Tergugat I.
2 Gugatan Penggugat keliru dan kabur (obscuur libels)
Bahwa Penggugat mendasarkan gugatannya pada dalil adanya perbuatan melawan
R
ah
ka
m
ah
mengajukan eksepsi dengan dalil-dalil sebagai berikut:
s
hukum (onrechtmatige daad) yang dilakukan oleh Tergugat I sementara
do
Hal. 7 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012
In
A
gu
hubungan hukum dalam bentuk perjanjian kredit beserta perubahan dan
ne
ng
M
Penggugat juga mengakui bahwa antara Penggugat dengan Tergugat I memiliki
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 7
R
ep
ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne
si
a
hk
am
8
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
perpanjangannya serta perjanjian jaminan. Seandainya dalil gugatan Penggugat
tersebut benar bahwa Tergugat I telah melakukan pelanggaran terhadap perjanjian
ng
kredit, quod non, seharusnya Penggugat mendalilkan gugatannya pada adanya
perbuatan ingkar janji (wanprestasi) sebagaimana diatur dalam Pasal 1234 KUH
do
Perdata dan bukanlah perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad)
A
gu
sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.
Bahwa berdasarkan alasan tersebut maka gugatan Penggugat keliru dan tidak jelas/
In
kabur (obscuur libels) sehingga sepatutnya dinyatakan tidak dapat diterima (niet
ontvankelijk verklaard).
a
lik
ah
3 Gugatan Penggugat terlambat diajukan.
Bahwa Tergugat IV selaku pemenang lelang telah mengajukan
ub
m
permohonan penetapan eksekusi (aanmaning) kepada Ketua Pengadilan
Negeri Jakarta Utara, agar Penggugat menyerahkan aset jaminan (obyek
ka
pelelangan) yang telah dibeli oleh Tergugat IV melalui Lelang yang
ep
dilaksanakan oleh Tergugat II dan III. Selanjutnya Ketua Pengadilan
ah
Negeri Jakarta Utara telah menerbitkan Penetapan (aanmaning) No: 44/
si
b
R
Eks/2008/PN.Jkt.Ut tanggal 30 Oktober 2008. (Bukti TI-11).
Bahwa dikarenakan Penggugat tetap tidak bersedia menyerahkan obyek
ng
ne
dimaksud secara sukarela maka Tergugat IV mengajukan permohonan
penetapan eksekusi (pengosongan) kepada Ketua Pengadilan Negeri
A
gu
do
Jakarta Utara dan terhadap permohonan eksekusi pengosongan yang
dimohonkan Tergugat IV tersebut Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara
i
In
telah menerbitkan:
Berita Acara Sita Eksekusi No.: 44/Eks/2008/PN.Jkt.Ut tanggal 3 Desember
2008 (Bukti TI-2).
Penetapan Eksekusi Pengosongan No.: 44/Eks/2008/PN.Jkt.Ut 5 Desember
lik
ka
m
ah
ii
2008. (Bukti TI-3).
Bahwa obyek gugatan berupa sebidang tanah dan bangunan yang terletak
ub
a
di Jl. SKSP II Blok F 1 Kav. 1 & 2, Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta
ep
Utara telah dilakukan eksekusi Pengosongan oleh Pengadilan Negeri
Jakarta Utara pada tanggal 28 Januari 2009 sesuai Penetapan No. 44/
ah
Eks/2008/PN.Jkt.Ut tanggal 5 Desember 2008 jo. Berita Acara Eksekusi
In
gu
A
do
ng
terhadap tindakan eksekusi Pengosongan terhadap aset jaminan yang
8
s
Bahwa Penggugat tidak melakukan upaya hukum perlawanan (verzet)
ne
M
b
R
Pengosongan No. 44/EKS/2008/ PNJkt.Ut tanggal 28 Januari 2009.
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 8
R
ep
ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne
si
a
hk
am
9
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
telah dilelang dimaksud sehingga Penggugat dianggap telah menyetujui
eksekusi secara diam-diam dan dengan demikian gugatan Penggugat
ng
telah terlambat diajukan.
c
Bahwa berdasar alasan tersebut di atas Tergugat I mohon kepada Majelis
do
Hakim untuk menerima eksepsi Tergugat I secara keseluruhan dan
A
gu
menolak gugatan Penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan
tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).
1
In
Dalam Eksepsi Tergugat II:
Bahwa dengan tegas Tergugat II menolak seluruh dalil Penggugat kecuali terhadap
2
lik
ah
hal-hal yang diakui secara tegas kebenarannya.
Eksepsi Persona Studi Non Judicio.
Bahwa Tergugat II berpendapat bahwa gugatan Penggugat khususnya yang
ub
m
1
ditunjukkan terhadap Tergugat II harus dinyatakan tidak dapat diterima, sebab
ka
penyebutan persoon Tergugat II di dalam Surat gugatan Penggugat kurang tepat,
ep
karena tidak mengkaitkan dengan Pemerintah Republik Indonesia cq. Menteri
ah
Keuangan cq. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara cq. Kantor Wilayah VII
si
R
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara cq. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang Jakarta IV selaku (instansi) atasan Tergugat II, karena Kantor
ng
ne
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta IV bukan organisasi yang
berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari suatu badan hukum yang disebut
A
gu
do
Negara, oleh karena itu apabila ada tuntutan, maka harus dikaitkan juga dengan
unit atasannya tersebut.
Bahwa Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta IV bukan
In
2
merupakan badan hukum yang berdiri sendiri, melainkan badan yang
merupakan bagian dari badan hukum yang disebut Negara, dimana salah satu
lik
Departemen Keuangan Republik Indonesia cq. Direktorat Jenderal Kekayaan
ub
Negara cq. Kantor Wilayah VII Direktorat Jenderal Kekayaan Negara cq.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta IV. Oleh karena itu
ep
Tergugat II tidak mempunyai kualitas untuk dapat dituntut dalam perkara
perdata di muka peradilan umum jika tidak dikaitkan dengan badan hukum
induknya dan Instansi atasannya.
Bahwa terhadap apa yang dikemukakan oleh Tergugat II di atas, terbuktilah
s
3
R
ah
ka
m
ah
instansi atasan dari Tergugat II adalah Pemerintah Republik Indonesia cq.
do
Hal. 9 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012
In
A
gu
ng
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta IV tanpa mengkaitkan instansi
ne
M
bahwa gugatan Penggugat yang langsung ditujukan kepada Kepala Kantor
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 9
R
ep
ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne
si
a
hk
am
10
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
atasannya adalah keliru dan tidak tepat. Dengan demikian jelas bahwa akan hal
ini dapat berakibat bahwa terhadap gugatan a quo menjadi kurang sempurna,
ng
dan oleh karenanya harus dinyatakan tidak dapat diterima seluruhnya (niet
ontvankelijk verklaard). Hal ini sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung
do
Republik Indonesia No. 1424K/Sip/1975 tanggal 8 Juni 1976 tentang gugatan
A
gu
yang harus ditujukan kepada Pemerintah Pusat.
Dalam Eksepsi Tergugat III:
Bahwa dengan tegas Tergugat \U menolak seluruh dalil-dalil Penggugat kecuali
In
1
terhadap hal-hal yang secara tegas diakui kebenarannya.
Gugatan Error In Persona.
lik
ah
2
Bahwa pada dasarnya gugatan tersebut adalah permasalahan antara kreditur in
ub
m
casu Tergugat I dan debitur in casu Penggugat sedangkan kedudukan Tergugat III
dalam perkara a quo adalah sebagai jasa pra lelang saja dan tidak terkait sama
ka
sekali dengan pokok perkara dalam gugatan tersebut.
ep
Bahwa berdasarkan fakta tersebut di atas sudah jelas dan nyata bahwa Penggugat
ah
telah mempermasalahkan tindakan Tergugat I, Tergugat II, maka tidak tepat dan
si
R
sangat keliru apabila Penggugat mengikutsertakan Tergugat III di dalam
gugatannya karena Tergugat III sama sekali tidak terkait dengan pokok
ne
ng
permasalahan dalam gugatan a quo atau dengan kata lain bahwa gugatan
Penggugat tidak jelas dan keiiru sehingga sudah sepantasnyalah Tergugat III
pihak
dalam
perkara
do
sebagai
A
gu
dikeluarkan
a quo.
In
Bahwa sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.4 K/RUP/ 1958
tahun 1958 yang menyebutkan "Untuk dapat menggugat di Pengadilan Negeri
lik
berperkara" dan Keputusan MARI No.294 K/SIP/1971 tanggal 7 Juni 1971 yang
mensyaratkan "bahwa gugatan harus diajukan oleh orang yang mempunyai
3
ub
hubungan hukum".
Gugatan kabur dan tidak jelas
Bahwa ternyata dalil-dalil Penggugat dalam posita tidak menunjukkan adanya
ep
1
proses hukum yang masih berjalan dan mengancam kepentingan hukumnya
sehingga diajukan upaya hukum terhadap para Tergugat, disamping itu petitum
ah
ka
m
ah
maka syarat mutlaknya harus ada perselisihan hukum antara pihak yang
s
R
tidak posita Penggugat, sehingga Penggugat secara keliru tuntutan ganti
In
A
gu
10
do
ng
suatu pihak yang mendalilkan mengalami suatu kerugian ril yang nyata-nyata
ne
M
kerugian terhadap para Tergugat yang semestinya hanya dapat dituntut oleh
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 10
ne
si
a
putusan.mahkamahagung.go.id
dialami akibat terjadinya perselisihan perdata baik akibat terjadinya perselisihan
perdata baik akibat pelaksanaan perjanjian maupun batas perbuatan melawan
2
ng
hukum.
Bahwa dalam gugatannya penggugat mendalilkan bahwa lelang yang
do
dilaksanakan adalah cacat hukum karena dilakukan tidak sesuai dengan
A
gu
prosedur pelelangan, hal ini adalah sangat tidak benar dan mengada-ada dan
parate eksekusi terhadap jaminan yang telah terikat Hak.
3
In
perlu Penggugat ketahui bahwa lelang yang telah dilaksanakan adalah lelang
Bahwa jelas dan tegas tidak ada prosedur hukum yang dilanggar oleh para
lik
ah
Tergugat sehubungan dengan pelaksanaan lelang parate eksekusi tersebut dan
terhadap lelang parate eksekusi yang telah dilaksanakan tidak dapat dibatalkan
ub
m
karena telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah
ep
2009 yang amarnya sebagai berikut:
Menolak tuntutan Provisi Penggugat untuk seluruhnya;
II Dalam Eksepsi:
si
•
R
ah
I Dalam Provisi:
Menolak eksepsi para Tergugat untuk seluruhnya;
ng
ne
ka
menjatuhkan putusan, yaitu putusan Nomor 357/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Ut., tanggal 29 Juli
•
III Dalam Pokok Perkara:
Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
•
Menghukum Penggugat membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar
A
gu
do
•
In
Rp1.781.000,00 (satu juta tujuh ratus delapan puluh satu ribu rupiah);
Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat putusan
lik
putusan Nomor 310/PDT/2010/PT.DKI. tanggal 17 Januari 2011;
Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada
ub
Penggugat/Pembanding pada tanggal 3 Maret 2011 kemudian terhadapnya oleh
Penggugat/Pembanding dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan surat kuasa khusus
tanggal 8 Maret 2011 diajukan permohonan kasasi pada tanggal 17 Maret 2011
ep
ka
m
ah
Pengadilan Negeri tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dengan
sebagaimana ternyata dari Akte Pernyataan Permohonan Kasasi Nomor 357/Pdt/
R
G/2008/PN.Jkt.Ut. yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara,
ne
do
Hal. 11 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012
In
A
gu
ng
Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 30 Maret 2011;
s
permohonan mana disertai dengan memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan
ik
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
R
ep
ub
hk
am
11
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 11
R
ep
ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne
si
a
hk
am
12
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Bahwa memori kasasi dari Penggugat/Pembanding telah diberitahu kepada
Tergugat I s/d Tergugat IV/para Terbanding masing-masing pada tanggal 11 April
ng
2011, 14 Juli 2011, 4 Agustus 2011, 26 Agustus 2011 dan kepada Turut Tergugat/Turut
Terbanding pada tanggal 19 April 2011, terhadap memori kasasi tersebut hanya
do
Tergugat I/Terbanding I dan Tergugat II/ Terbanding II yang mengajukan kontra
A
gu
memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada
tanggal 20 April 2001 dan 26 Juli 2011, sedangkan yang lainnya tidak mengajukan
In
kontra memori kasasi;
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya telah
lik
ah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan
dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, maka oleh karena itu permohonan
ub
m
kasasi tersebut formal dapat diterima;
Menimbang, bahwa keberatan-keberatan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/
ka
Penggugat dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah:
ep
1 Keberatan atas Putusan Judex Facti dengan dasar bahwa Judex Facti tidak
Bahwa dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim tingkat pertama pada Putusan
si
a
R
ah
menerapkan dan melaksanakan ketentuan undang-undang
Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 357/PDT.G/2008/ PN.Jkt Ut telah
ne
ng
dijelaskan bahwa dasar pertimbangan hukumnya didasarkan pada:
Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan;
2
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 40/PMK.07/2006 tentang petunjuk
A
gu
do
1
pelaksana lelang;
In
Namun pertimbangan-pertimbangan hukum Majelis Hakim tingkat pertama
tersebut telah diterapkan secara sebagian-sebagian (tidak menyeluruh),
sehingga telah menjadi putusan yang berat sebelah dan sangat memihak;
Bahwa penerapan hukum sebagian-sebagian ini terungkap pada pertimbangan
lik
ka
m
ah
b
berikut:
ub
hukum Putusan Majelis Hakim tingkat pertama yang menjelaskan sebagai
Alinea ke (3) s.d ke (4) halaman 43 dan alinea Ke (1) dan ke (2) halaman 44
ep
pada Putusan Tingkat Pertama
”.....Menimbang bahwa berdasarkan bukti TI-9, TI-10, TI-11 dan TI-12
ah
terbukti bahwa menurut catatan pembukuan Tergugat I jumlah outstanding
s
R
kredit yang menjadi kewajiban Penggugat sampai periode tanggal 5
In
A
gu
12
do
ng
dua puluh juta delapan ratus enam puluh tujuh ribu delapan ratus dua puluh
ne
M
September 2006 seluruhnya adalah sebesar Rp520.867.824,36 (lima ratus
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 12
R
ep
ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne
si
a
hk
am
13
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
empat rupiah tiga puluh enam sen) berdasarkan surat No. B.046/SPI/
SMEC/0906 perihal Surat Peringatan I tanggal 5 September 2006 dan atas
ng
kelalaian Penggugat tersebut Tergugat I telah mengirimkan surat peringatan
terhadap kelalaian Penggugat dalam memenuhi kewajiban pembayaran
2
Surat No. B.048/SP.2/SMEC/0906 tanggal 27 September 2006
3
Surat No. B.041/SP.3/SMEC/0906 tanggal 15 November 2006
In
Surat No. B.046/SP.1/SMEC/0906 tanggal 5 September 2006
A
gu
1
do
Utang sesuai dengan surat-surat Tergugat I yaitu:
Menimbang, bahwa meskipun Tergugat I telah memberikan surat-surat
lik
ah
peringatan tersebut di atas kepada Penggugat namun Penggugat masih
tetap tidak juga melunasi kewajibannya sehingga Tergugat I
ub
m
melakukan eksekusi atas asset jaminan tersebut berdasarkan klausul
yang terdapat pada Pasal 2 poin 4 Akta Pemberian Hak Tanggungan
ka
(APHT) No.U2005 tanggal 3 Januari 2005 disebutkan:
ep
”JIka debitor tidak memenuhi kewajiban untuk melunasi utangnya,
ah
berdasarkan perjanjian utang piutang tersebut di atas, oleh Pihak
si
R
Pertama, Pihak Kedua selaku pemegang Hak Tanggungan peringkat
pertama dengan akta ini diberi dan menyatakan menerima kewenangan
ng
ne
dan untuk itu kuasa, untuk tanpa persetujuan terlebih dahulu dari pihak
pertama.
do
Menjual atau suruh menyuruh di hadapan umum secara lelang objek hak
A
gu
a
tanggungan baik seluruhnya maupun sebagian-sebagian;
Mengatur.......”
In
b
Menimbang bahwa berdasarkan bukti bertanda T1-13 terbukti bahwa
PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Telah mengirimkan surat-surat
lik
ka
m
ah
pemberitahuan kepada Penggugat berkaitan dengan pelaksanaan lelang
dimaksud sesuai surat pemberitahuan lelang dari PT. Bank Danamon
ub
Tbk. Tertanggal 11 Maret 2008 kepada Penggugat yang tembusannya
ditujukan kepada Tergugat II kantor pelayanan kekayaan dan lelang
ep
dan Tergugat III PT. Balai Lelang Royal dan Tergugat I tidak pernah
menerima surat dari kuasa hukum Penggugat dalam rangka meminta
ah
bukti-bukti tanda terima surat pemberitahuan dan pengumuman lelang
s
R
pertama pertama di surat kuasa dimaksud, seandainya benar bahwa
ne
do
Hal. 13 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012
In
A
gu
ng
M
Penggugat meminta hal tersebut kepada Tergugat I, quod non, tentu
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 13
R
ep
ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne
si
a
hk
am
14
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Penggugat telah mengetahui bahwa akan dilaksanakannya lelang
dimaksud.....”
ng
Alinea ke (3) Hal 47 pada Putusan Tingkat Pertama
”.....Menimbang bahwa berdasarkan bukti TI-9, TI-10, TI-11 dan
do
Danamon Indonesia Tbk. Cabang Jakarta-Danau Sunter (Tergugat I)
telah mengirimkan peringatan kepada Penggugat untuk menyelesaikan
utangnya masing-masing dengan Surat No. B.046/SP.1/SMEC/0906
In
A
gu
TI-12 terbukti bahwa sebelum dilaksanakan pelelangan. PT. Bank
tanggal 5 September 2006 hal Peringatan Tunggakan I, Surat No.
Tunggakan II,
lik
ah
B.048/SP.2/SMEC/0906 tanggal 27 September 2006 hal Peringatan
Surat No. B.041/SP.3/SMEC/0906 tanggal 15
c
ub
m
November 2006 hal Peringatan Tunggakan III....”
Bahwa pertimbangan Putusan Majelis Hakim tingkat pertama yang dikuatkan
berdasar hukum karena:
ah
1
ep
ka
oleh Majelis Hakim Tingkat Kedua tersebut di atas adalah keliru, salah dan tidak
Bahwa Pemohon Kasasi (dahulu Pembanding/Penggugat) tidak pernah
si
R
mendapatkan Surat Peringatan dari Termohon Kasasi I (dahulu Terbanding I/
Tergugat I) sebagaimana dimaksud dalam bukti T1-9 s.d T1-11. Hal tersebut
ng
ne
dibuktikan dan dikuatkan atas tidak adanya atau tidak diajukannya bukti tanda
terima atas telah diterima surat peringatan Termohon Kasasi I;
do
Bahwa Pertimbangan Hukum Majelis Hakim tingkat pertama tersebut di atas
A
gu
2
adalah keliru dan salah, karena bukan saja tidak ada bukti tanda terima atas surat
In
peringatan (Bukti T1-9 s.d bukti T1-11), namun bukti tersebut juga merupakan
copy dari copy yang tidak ada aslinya, sehingga berdasarkan Yurisprudensi
Mahkamah Agung No.2191 K/Pdt/2000 tanggal 14 Maret 2001 Vide Putusan
lik
ka
m
ah
Mahkamah Agung No. 701 K/Sip/ 1974 bukti-bukti tersebut dianggap tidak
mempunyai kekuatan pembuktian. Kekuatan pembuktian sebagaimana dimaksud
ub
adalah mengenai keabsahan suatu surat karena hukum positif Indonesia tidak
mengenal bukti fotokopi sebagai bukti tertulis yang bisa dipakai di persidangan,
panitera di pengadilan;
ah
3
ep
kecuali jika ada aslinya lalu kemudian dimintakan otentifikasi pada notaris atau
Bahwa Majelis Hakim tingkat pertama sama sekali tidak mempertimbangkan
s
R
tidak adanya bukti tanda terima atas surat peringatan Termohon Kasasi I,
ne
In
A
gu
14
do
ng
M
sedangkan berdasarkan pasal 1238 KUH Perdata perbuatan dianggap lalai jika:
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 14
R
ep
ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne
si
a
hk
am
15
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan
sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan
ng
sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap
lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”
hukum
atau
melawan
hukum,
sehingga
menyebabkan batalnya putusan yang bersangkutan;
dapat
Bahwa kesalahan penerapan hukum Majelis Hakim tingkat pertama tidak hanya
In
d
menerapkan
do
A
gu
Dengan demikian Majelis Hakim tingkat pertama telah salah dalam
terjadi pada proses peringatan, namun pada pelaksanaan lelangpun pertimbangan
lik
ah
hukum Majelis Hakim tingkat pertama juga telah melakukan kesalahan
penerapan hukum, yaitu:
ub
m
Alinea ke (5) halaman 47 dan alinea ke (1) pada putusan tingkat pertama:
”......menimbang, bahwa berdasarkan bukti TII-8 terbukti bahwa terhadap
ka
penetapan harga limit lelang adalah menjadi kewenangan sepenuhnya dari
ep
PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Cabang Jakarta, Danau Sunter (Tergugat
ah
I) selaku penjual sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 20 Peraturan
si
R
Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2008 tentang petunjuk pelaksanaan
lelang yang menyatakan bahwa ”harga limit (reserve price) adala harga
ng
ne
minimal barang lelang yang ditetapkan oleh penjual/pemilik barang untuk
dicapai dalam suatu pelelangan....”
A
gu
do
”....menimbang, bahwa karenanya beralasan untuk berpendapat bahwa harga
limit yang ditetapkan telah dilakukan sesuai dengan peraturan lelang,
In
sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/
PMK.07/2008 tentang petunjuk pelaksanaan lelang yang menyatakan pada
lik
penetapan harga limit ”penetapan harga limit menjadi tanggung jawab
penjual/pemilik barang”. Dengan demikian dalil-dalil Penggugat yang
ub
menyatakan bahwa harga jual lelang terlalu murah, adalah tidak beralasan
dan harus dikesampingkan karena harga jual lelang tersebut merupakan
harga yang dicapai sesuai dengan mekanisme pasar sesuai dengan kondisi
ep
ah
ka
m
ah
setiap pelaksanaan lelang, penjual wajib menetapkan harga limit dan
objek lelang yang dijual....”
e
Bahwa pertimbangan hukum tersebut di atas adalah salah, keliru dan
s
R
menyimpang sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 29 ayat (4) Peraturan Menteri
do
Hal. 15 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012
In
A
gu
ng
berbunyi sebagai berikut:
ne
M
Keuangan (PMK) No. 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksana Lelang yang
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 15
R
ep
ub
putusan.mahkamahagung.go.id
”....Penetapan
Harga
Limit
terhadap
barang-barang
yang
ne
si
a
hk
am
16
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
nilainya
diperkirakan kurang dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah), bersifat
ng
umum, dan/atau tidak termasuk barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
didasarkan pada penilaian yang dilakukan oleh penilai internal sesuai
do
peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan antara lain:
Nilai Pasar;
b
Nilai Jual Objek Pajak dari Pajak Bumi dan Bangunan (NJOP PBB), dalam hal
A
gu
a
In
c
Nilai/harga yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang;
d
Risiko penjualan melalui lelang seperti: bea lelang, penyusutan, penguasaan,
lik
ah
barang yang akan dilelang berupa tanah dan/atau bangunan;
cara pembayaran…”
Bahwa jelas harga jual atas lelang tersebut haruslah didasarkan pada nilai pasar
ub
m
f
dimana jelas berdasarkan bukti P-3 yaitu laporan hasil penilaian (short form
ka
report) asset yang dibuat oleh Kantor Sarwono, Indrastuti & Rekan Public
ep
Valuers, Consultant, Agent & Managers tertanggal 18 Januari 2008 terungkap
ah
fakta bahwa nilai pasar atas rumah tersebut adalah senilai Rp1.710.597.125,00
lima
rupiah)
dimana
jelas
bahwa
Judex
Facti
tidak
ng
mempertimbangkan ketidakadilan atas proses lelang yang telah berlangsung;
g
si
puluh
ne
dua
R
(satu milyar tujuh ratus sepuluh juta lima ratus sembilan puluh tujuh ribu seratus
Bahwa berdasarkan penjelasan di atas maka pertimbangan hukum putusan
A
gu
do
tingkat pertama yang dikuatkan oleh tingkat banding, telah bertentangan dengan
hukum yang berlaku, sehingga sudah sepatutnya dibatalkan atau setidak-tidanya
In
dinyatakan tidak dapat diterima;
2 Keberatan atas kelalaian Judex Facti dalam memenuhi syarat-syarat yang
ka
m
ah
dengan batalnya putusan yang bersangkutan
h
lik
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu
Bahwa Majelis Hakim tingkat kedua telah salah dan keliru dalam memenuhi
ub
syarat-syarat yang diwajibkan peraturan perundang-undangan, yaitu tidak
melakukan pemeriksaan ulang untuk semua aspek dan mengenyampingkan
ep
fakta-fakta yang terungkap di persidangan pada pengadilan tingkat pertama yang
dalam pertimbangan hukumnya berbunyi sebagai berikut:
ah
Tentang pertimbangan hukum putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No.310/
s
R
PDT/2010/PT.JKT., halaman 4 s.d 5 alinea 5 s.d 9:
In
A
gu
16
do
ng
memori banding akan tetapi setelah Majelis Hakim tingkat banding
ne
M
”.....Menimbang bahwa Pembanding semula Penggugat telah mengajukan
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 16
R
ep
ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne
si
a
hk
am
17
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
membaca dan mencermati isi memori banding tersebut ternyata tidak
terdapat hal-hal baru yang perlu dipertimbangkan.....”;
ng
”.....Menimbang bahwa mengenai kontra memori banding dari Terbanding
semula Tergugat yang pada pokoknya menolak alasan Pembanding dan
do
menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama.....”;
A
gu
”....Menimbang, bahwa pertimbangan hukum dalam putusan Majelis Hakim
tingkat pertama a quo sudah berdasarkan alasan yang tepat dan benar, oleh
In
karenanya pertimbangan hukum Majelis Hakim tingkat pertama tersebut
dapat disetujui dan dijadikan dasar pertimbangan Majelis Hakim tingkat
lik
ah
banding sendiri dalam memutus perkara ini dalam tingkat Banding;.....”
”....Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka
tanggal 29
ub
m
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor: 357/Pdt.G/ 2008/PN.Jkt.Ut
Juli 2009, yang dimohonkan banding tersebut dapat
ka
dipertahankan dan dikuatkan......”;
ep
”.....Menimbang, bahwa oleh karena Pembanding semula Penggugat berada
ah
dipihak yang kalah, maka ia dihukum untuk membayar ongkos perkara
si
R
dalam kedua tingkat pengadilan....”;
Bahwa jelas argumentasi dan pertimbangan hakim (“Judex Facti”) Putusan
ne
ng
Pengadilan Tinggi Jakarta No. 310/PDT/2010/PT.JKT., tidak sesuai dengan
tiga lapisan argumentasi hukum yang rasional (drie nieveus van rationele
do
(a) lapisan logika: struktur intern
A
gu
juridische argumentatie) yaitu:
argumentasi; (b) lapisan dialektik perbandingan pro-kontra (prokon)
i
In
argumentasi; dan (c) lapisan prosedur (hukum acara);
Bahwa pertimbangan-pertimbangan hukum pada Putusan Pengadilan Tinggi
lik
No. 357/PDT.G/2008/PN.Jkt Ut (”Judex Facti”) sebagaimana yang Pemohon
Kasasi uraikan dalam point (h) memori kasasi, terungkap bahwa Majelis Hakim
ub
tingkat kedua tidak menerapkan dan melaksanakan ketentuan undang-undang di
atas.
j
Bahwa Majelis Hakim tingkat kedua (Judex Facti) dalam memeriksa, mengadili
ep
ah
ka
m
ah
Jakarta No. 310/PDT/2010/PT.JKT. Jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara
dan memutuskan ternyata sama sekali tidak cermat dan teliti dalam memeriksa
perkara tersebut. Hal ini terlihat jelas dalam pertimbangan hukumnya yang
s
R
singkat tanpa mempertimbangkan dan memperbaiki kekurangan formil dalam
ne
do
Hal. 17 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012
In
A
gu
ng
M
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara tersebut;
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 17
R
ep
ub
putusan.mahkamahagung.go.id
k
ne
si
a
hk
am
18
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Bahwa atas dasar dan alasan tersebut di atas adalah dapat dibatal putusan Judex
Facti tersebut karena berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 950 K/
ng
PDT/1987 tanggal 28 Februari 1989 dijelaskan bahwa putusan Judex Facti yang
didasarkan pada pertimbangan hukum secara singkat dinilai sebagai putusan
do
perdata yang onvoldoende gemotiveerd yang merupakan alasan untuk
A
gu
membatalkan putusan Judex Facti tersebut;
3 Keberatan atas putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi yang tidak memberikan
l
In
pertimbangan hukum yang cukup (onvoldoende gemotiveerd)
Bahwa atas dasar penerapan hukum atau melawan hukum yang salah
lik
ah
sebagaimana dijelaskan dalam huruf (B) angka (1) serta kelalaian memenuhi
syarat-syarat yang diwajibkan peraturan perundang-undangan pada huruf (B)
ub
m
angka (2), membuat pertimbangan hukum majelis hakim, baik itu pertimbangan
Majelis Hakim tingkat kedua dan pertimbangan Majelis Hakim tingkat pertama
ka
(”Judex Facti”) menjadi tidak cukup sehingga putusan Judex Facti menjadi tidak
ep
sempurna, sehingga berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung No213/K/
ah
AG/1999 tanggal 8 Juni 2001 putusan Judex Facti dapat dibatalkan;
si
R
m Bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman (”UU Kekuasaan Kehakiman) yang menyatakan:
ng
ne
’’...Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan
tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan
A
gu
do
yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar
untuk mengadili... ”
In
Dan menurut Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1974 (”SEMA
No. 3/1974”) menyebutkan:
”....Dengan tidak/kurang memberikan pertimbangan/alasan, bahkan apabila
lik
ka
m
ah
alasan-alasan itu kurang jelas, sukar dapat dimengerti ataupun bertentangan
satu sama lain, maka hal demikian dapat dipandang sebagai suatu kelalaian
ub
dalam acara (vormverzuim) yang dapat mengakibatkan batalnya Putusan
Pengadilan yang bersangkutan dalam pemeriksaan ditingkat kasasi...”
Bahwa mengacu pada Pasal 2 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman dan SEMA
ep
n
No. 3/1974 di atas, ternyata pertimbangan Judex Facti telah melanggar ketentuan
ah
di atas, yang tidak memberikan pertimbangan yang baik dan memadai terhadap
s
R
fakta-fakta yang ada, serta dilakukan tanpa pengujian terlebih dahulu dengan
ne
In
A
gu
18
do
ng
M
bukti-bukti yang diajukan maupun ketentuan-ketentuan yang berlaku;
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 18
R
ep
ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne
si
a
hk
am
19
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Dengan demikian, terbukti Judex Facti tidak memberikan pertimbangan
hukum yang cukup, sehingga yurisprudensi-yurisprudensi Tetap Mahkamah
ng
Agung R.I., antara lain nomor 492 K/ Sip/1970 tanggal 21 November 1970,
nomor 950K/Pdt/1987 tanggal 28 Pebruari 1989 serta nomor 120K/Pdt/1986
do
tanggal 20 Juli 1989, maka putusan tingkat pertama dan putusan tingkat
A
gu
kedua harus dibatalkan;
Bahwa berdasarkan keberatan-keberatan di atas, Pemohon Kasasi (dahulu
In
Pembanding/Penggugat) dengan ini menolak Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta
No. 310/PDT/2010/PT.JKT. Jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 357/
lik
ah
PDT.G/2008/PN.Jkt Ut (”Judex Facti”) karena jelas putusan Judex Facti tidak
mempertimbangkannya bukti-bukti dan fakta-fakta yang terungkap di persidangan,
ub
m
sehingga putusan tidak memberikan pertimbangan yang cukup dalam putusannya
(onvoldoende gemotiveerd), serta telah salah dalam menerapkan hukum sehingga
ka
putusan tingkat pertama dan putusan tingkat kedua haruslah dapat dibatalkan;
ah
1
ep
Bahwa alasan-alasan tersebut di atas antara lain sebagai berikut:
Putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Jakarta No. 310/PDT/2010/ PT.JKT. Jo.
si
R
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 357/ PDT.G/2008/PN.Jkt Ut tidak
memuat dan mempertimbangkan bukti-bukti serta fakta-fakta yang terungkap di
ng
ne
persidangan yang tentunya menjadi dasar untuk mengungkap kebenaran yang
sebenar-benarnya;
do
Putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Jakarta No. 310/PDT/2010/ PT.JKT. Jo.
A
gu
2
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 357/ PDT.G/2008/PN.Jkt Ut tidak
In
memuat dan tidak mempertimbangkan bukti-bukti dan fakta-fakta yang
terungkap selama persidangan. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No.
lik
Pengadilan Tinggi Jakarta sebagai pertimbangannya, padahal pertimbangan
Judex Facti Pengadilan Negeri telah diberikan secara sangat keliru dan
3
ub
melanggar UU dalam memberikan putusannya;
Putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Jakarta No. 310/PDT/2010/ PT.JKT. Jo.
ep
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 357/ PDT.G/2008/PN.Jkt Ut tidak
memuat dan mempertimbangkan isi memori banding dari Pemohon Kasasi
(dahulu Pembanding/ Penggugat);
Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 310/PDT/2010/PT.JKT. dianggap tidak
s
4
R
ah
ka
m
ah
357/PDT.G/2008/ PN.Jkt Ut, secara seluruhnya telah dijadikan Judex Facti
do
Hal. 19 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012
In
A
gu
ng
fakta yang terungkap di persidangan dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta
ne
M
melakukan pemeriksaan ulang untuk semua aspek dan menyampingkan fakta-
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 19
R
ep
ub
putusan.mahkamahagung.go.id
Utara No. 357/PDT.G/ 2008/PN.Jkt Ut dan seharusnya menjadi acuan duduk
persoalan yang sebenarnya sehingga dapat dikategorikan lalai dalam memenuhi
ng
syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang
mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan;
do
Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut Mahkamah Agung
A
gu
berpendapat:
mengenai keberatan-keberatan ke 1 s/d 3:
In
Bahwa keberatan-keberatan kasasi dari Pemohon Kasasi/Penggugat tersebut
tidak dapat dibenarkan oleh karena Judex Facti (Pengadilan Tinggi yang menguatkan
lik
ah
Putusan Pengadilan Negeri) tidak salah dalam menerapkan hukum, pertimbangannya
sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan sebagai berikut:
ub
m
Bahwa prosedur pelaksanaan lelang sudah sesuai dengan Ketentuan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dan
ka
lelang tersebut telah berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
ep
Hak Tanggungan, juga dilandasi oleh ketentuan/klausul Pasal 2 poin 4 Akta Pemberian
R
dibatalkan;
si
ah
Hak Tanggungan (APHT) tanggal 3 Januari 2005, sehingga tidak ada alasan sah untuk
Bahwa lagi pula keberatan-keberatan kasasi dari Pemohon Kasasi/ Penggugat
ng
ne
adalah mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu
kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat
A
gu
do
kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya
kesalahan penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya
In
kelalaiannya dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan
lik
yang dimaksud dalam Pasal 30 Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan
ub
perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata bahwa
putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau
ep
ka
m
ah
atau bila Pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya sebagaimana
undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/
Penggugat Neny Tarina Lavau tersebut harus ditolak;
s
R
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/
ng
ne
Penggugat ditolak, maka Pemohon Kasasi/Penggugat dihukum untuk membayar biaya
In
A
gu
20
do
perkara dalam tingkat kasasi ini;
ik
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
ne
si
a
hk
am
20
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 20
R
ep
ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne
si
a
hk
am
21
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
ng
Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004
dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan
do
perundang-undangan lain yang bersangkutan;
A
gu
M e n g a d i l i:
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Penggugat Neny Tarina
In
Lavau tersebut;
Menghukum Pemohon Kasasi/Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam
lik
ah
tingkat kasasi ini sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim pada
ub
m
Mahkamah Agung, pada hari Kamis, tanggal 11 Juli 2013, oleh Prof. Dr. Valerine J.L.
Kriekhoff, S.H., M.A., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung
ep
ka
sebagai Ketua Majelis, Prof. Dr. Takdir Rahmadi, S.H., LLM. dan Dr. H. Muhtar
Zamzami, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota, dan diucapkan dalam
ah
sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim
Hakim-Hakim Anggota;
Ketua;
do
Ttd./
A
gu
Ttd./
si
ne
ng
dihadiri oleh para pihak;
R
Anggota tersebut dan dibantu oleh Barita Sinaga, S.H., M.H., Panitera Pengganti, tanpa
Prof. Dr. Takdir Rahmadi, S.H., LLM. Prof. Dr. Valerine J.L. Kriekhoff, S.H., M.A.
In
Ttd./
lik
ub
Panitera Pengganti ;
Ttd./
ne
do
Hal. 21 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012
In
ng
gu
A
s
R
ep
Biaya kasasi:
Barita Sinaga, S.H., M.H.
1 Meterai......................................Rp 6.000,00
2 Redaksi..................................... Rp 5.000,00
3 Administrasi kasasi...................Rp489.000,00
Jumlah
Rp500.000,00
M
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
ik
ah
ka
m
ah
Dr. H. Muhtar Zamzami, S.H., M.H.
Halaman 21
R
ep
ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne
si
a
hk
am
22
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Untuk Salinan
Mahkamah Agung RI.
Panitera Muda Perdata
do
A
gu
ng
a.n. Panitera
In
Pri Pambudi Teguh, S.H., M.H.
s
ne
In
A
gu
22
do
ng
M
R
ah
ep
ub
lik
ka
m
ah
In
A
gu
do
ng
ne
si
R
ah
ep
ka
ub
m
lik
ah
NIP. 19610313 198803 1 003
ik
h
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 22
Download