PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 1993K/Pdt/2012) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: Tazkiatun Nafs Az Zahra NIM: 1111048000020 KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI I L M U HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M ABSTRAK Tazkiatun Nafs Az Zahra. NIM 1111048000020. PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 1993K/Pdt/2012). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. ix + 78 halaman + 22 halaman lampiran. Skripsi ini membahas tentang parate eksekusi hak tanggungan sebagai perlindungan hukum terhadap kreditur jika dilihat dari kasus Putusan MA Nomor 1993K/Pdt/2012. Hal ini dilatarbelakangi oleh lahirnya parate eksekusi hak tanggungan dari cideranya janji atau wanprestasi yang dilakukan debitur dalam melakukan pembayaran kembali utangnya. Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan sudah memberi gambaran yang jelas mengenai eksekusi yang bisa dilakukan apabila debitur cidera janji, salah satunya adalah dengan melakukan pelelangan yang disebut parate eksekusi. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian library research, yang mengkaji berbagai dokumen terkait dengan penelitian. Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Selanjutnya ada tiga bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini, yakni bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kasus parate eksekusi hak tanggungan ada beberapa debitur wanprestasi yang mengajukan perlawanan terhadap barang jaminan yang dilelang. Dalam Putusan MA yang diangkat oleh penulis, Majelis Hakim menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi dan menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar sisa tanggungan kredit kepada Termohon Kasasi. Kata Kunci : Parate Eksekusi, Hak Tanggungan, Perlindungan Hukum, Perjanjian Kredit, Hukum Jaminan. Pembimbing : Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M. Daftar Pustaka : Tahun 1977 s.d. Tahun 2013 iv KATA PENGANTAR ميحرلا نمحرلا هللا مسب Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang tak terkira, alhamdulillahi rabbil ‘alamin tiada henti diucapkan karena dapat terselesaikannya skripsi ini. Selawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan atas insan pilihan Tuhan Nabi Muhammad SAW. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, tetapi skripsi ini merupakan hasil usaha dan upaya yang maksimal. Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan di dalamnya karena keterbatasan pengetahuan dan waktu. Namun patut disyukuri karena banyak pengalaman yang didapat dalam penulisan. Selama proses penulisan skripsi ini sangat disadari bahwa banyak hal tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, serta para wakil Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum. v 3. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M., dosen pembimbing yang telah bersedia membimbing dalam penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran, perhatian, dan ketelitian memberikan masukan serta meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan hingga skripsi ini selesai. 4. Bapak Nahrowi, S.H., M.H., dosen pembimbing akademik dari semester satu hingga akhir perkuliahan. 5. Semua dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya dosen program studi ilmu hukum yang telah memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang diajarkan dapat bermanfaat dan menjadi keberkahan bagi penulis dan semoga Allah SWT senantiasa membalas jasa-jasa mereka serta menjadikan semua kebaikan ini sebagai amal jariyah untuk mereka semua. 6. Segenap staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini. 7. Orangtua tercinta bapak Dr. H. Mardani Ali Sera M.Eng dan ibu Hj. Siti Oniah S.Pd serta kakak dan adik-adik penulis, Abdurrahman Harits, Asad Izzuddin Zaki, Qonita Mumtahanah, Azimah, Siti Raina Hajida, Muhammad Adib Zahidi, Abidah Shabira dan Muhammad Ibrahim Hafy serta suami tercinta Wijaya S.T berkat doa, motivasi, dan kasih sayang yang telah diberikan dengan tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang Perguruan Tinggi Negeri. vi 8. Seluruh mahasiswa Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis 2011, khususnya untuk Dhurifah Nur Utami sahabat penulis yang selalu membantu dan ada tanpa melihat waktu juga para wanita yang semoga selalu dalam lindunganNya Icha, Sri, Endang, Ida, Shinta, Tami, Hilda, Fanny, Novita, Ummu dan lainnya yang tidak bisa disebutkan, yang telah memberikan segala dukungan dan hiburan kepada penulis, sehingga penulis selalu optimis untuk menyelesaikan skripsi ini. Akhirnya, atas jasa dan bantuan semua pihak berupa moril dan materiil sampai detik ini penulis panjatkan doa, semoga Allah memberikan balasan yang berlipat dan menjadikannya amal yang tidak pernah berhenti mengalir hingga hari akhir. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya. Semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan bagi kita semua dalam menjalani hari esok. Aamiin. Jakarta, 23 September 2015 Tazkiatun Nafs Az Zahra vii DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN………………….………………………..................i LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………..............ii ABSTRAK………………………….....................................................................iii KATA PENGANTAR…………………………………………….….................iv DAFTAR ISI……………………………………………….................................vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………………………...............1 B. Pembatasan dan Rumusan Masalah……………………………….............6 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ……………………………………............7 D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu.............................................................8 E. Kerangka Teoritis dan Konseptual...............................................…............9 F. Metode Penulisan..................................................………………….........11 G. Sistematika Penulisan................................…………………….................14 BAB II JAMINAN DAN KREDIT PERBANKAN A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian ...............……………...……............16 B. Tinjauan Umum tentang Hukum Jaminan ................................................24 C. Jaminan dalam Perjanjian Kredit Perbankan ............................................30 BAB III PARATE EKSEKUSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR A. Hak Tanggungan di Indonesia ..................................................................38 viii B. Tinjauan Umum tentang Eksekusi Hak Tanggungan ................................50 C. Parate Eksekusi sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur ....................................................................................................................55 BAB IV. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1993K/Pdt/2012 A. Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1993K/Pdt/2012 ..................... 59 B. Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1993K/Pdt/2012 ....................................………............... 66 C. Analisis Penulis Mengenai Kesesuaian antara Putusan Mahkamah Agung Nomor 1993K/Pdt/2012 dengan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku ......................................................................................................69 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ...………………………………………..……..................... 74 B. Saran ...……………………………………………...………................... 75 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 76 LAMPIRAN ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga perantara keuangan (financial intermediary) yang mempunyai kegiatan pokok menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang kemudian menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman. Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang menyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat (rakyat banyak).1 Untuk lebih meningkatkan peranan perbankan dalam pembangunan di Indonesia, maka pemerintah dalam hal ini mengeluarkan kebijaksanaan dalam dunia perbankan, salah satunya yaitu pelaksanaan pemberian kredit. Berdasarkan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu 1 Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2006), h. 7 1 2 tertentu dengan pemberian bunga. Peraturan pelaksanaan pemberian kredit oleh bank dikenal dengan sebutan manajemen perkreditan bank. Manajemen perkreditan bank adalah kegiatan mengatur pemanfaatan dana-dana bank, supaya produktif, aman dan giro wajib minimalnya tetap sehat. Termasuk kegiatan di dalamnya yaitu perencanaan, alokasi dan kebijaksanaan penyaluran kreditnya.2 Pemberian fasilitas kredit yang tertuang dalam suatu perjanjian kredit oleh bank kepada debitur bukanlah tanpa resiko, resiko mungkin saja terjadi khususnya karena debitur tidak wajib membayar utangnya secara lunas atau tunai, melainkan diberi kepercayaan oleh undang-undang dalam perjanjian kredit untuk membayar belakangan serta secara bertahap atau mencicil. Resiko yang umumnya terjadi adalah kegagalan atau kemacetan dalam pelunasan kredit (resiko kredit), resiko yang timbul karena pergerakan pasar (resiko pasar), resiko karena bank tidak mampu memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo (resiko likuiditas), serta resiko karena adanya kelemahan aspek yuridis yang disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung (resiko hukum).3 Dalam praktik perbankan masalah jaminan menjadi penting karena jaminan merupakan perlindungan bagi kreditur seperti Bank, selain itu penyerahan jaminan juga berkaitan dengan kesungguhan debitur untuk memenuhi kewajibannya dalam melunasi kredit, mengantisipasi resiko yang h. 2 2 Malayu S. P. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), h. 88 3 Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010), 3 mungkin timbul dalam tenggang waktu antara pelepasan dan pelunasan kredit yang diberikan oleh Bank, sehingga dapat digarisbawahi bahwa lembaga jaminan bertugas untuk melancarkan dan mengamankan pemberian kredit.4 Jaminan secara umum diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata yang menetapkan bahwa segala hak kebendaan debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan bagi semua perikatan perseorangan. Penggunaan tanah sebagai jaminan kredit didasarkan pada pertimbangan tanah paling aman dan mempunyai nilai ekonomis yang relatif tinggi. Lembaga jaminan oleh lembaga perbankan dianggap paling efektif dan aman yakni tanah dengan jaminan Hak Tanggungan. Hal itu didasari adanya kemudahan dalam mengidentifikasi obyek Hak Tanggungan, jelas dan pasti eksekusinya, di samping itu hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan harus dibayar terlebih dahulu dari tagihan lainnya dengan uang hasil pelelangan tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan. Pemanfaatan lembaga eksekusi Hak Tanggungan dengan demikian merupakan cara percepatan pelunasan piutang agar dana yang telah dikeluarkan itu dapat segera kembali kepada kreditur (Bank), dan dana tersebut dapat digunakan dalam perputaran roda perekonomian. 4 Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia (Bandung: Alumni, 1978), h. 29 4 Dalam kaitannya dengan alternatif pelunasan piutang kreditur, maka berdasarkan ketentuan Undang-Undang Hak Tanggungan, beberapa alternatif pelunasan piutang adalah melalui beberapa cara sebagai berikut: 1. Pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Hal ini disebut parate executie; 2. Dengan menggunakan titel eksekutorial melalui fiat ketua pengadilan negeri dengan menggunakan ketentuan Pasal 224 HIR / 258 Rbg tentang grosse akta; 3. Dengan cara penjualan di bawah tangan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak untuk mendapatkan harga penjualan yang lebih tinggi. Alternatif pelunasan piutang kreditur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan menggambarkan bahwa eksekusi Hak Tanggungan mudah dan pasti. Seperti parate eksekusi memiliki arti bahwa pemegang Hak Tanggungan tidak perlu memperoleh persetujuan dari pemberi Hak Tanggungan dan juga tidak perlu meminta penetapan dari pengadilan setempat apabila akan melakukan eksekusi atas Hak Tanggungan yang menjadi jaminan debitur dalam hal debitur cidera janji. Pemegang Hak Tanggungan dapat langsung datang dan meminta kepada Kepala Kantor Lelang untuk melakukan pelelangan atas objek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan 5 sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan yang diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang Hak Tanggungan.5 Namun demikian, dalam praktiknya segala kemudahan dan kelebihan parate ekskusi Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut tidak selamanya dapat dimanfaatkan oleh bank sebagai alternatif penyelesaian kredit bermasalah yang dijamin dengan Hak Tanggungan. Banyak faktor permasalahan yang menyebabkan proses parate eksekusi Hak Tanggungan tersebut tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Faktor permasalahan tersebut meliputi berbagai hal, antara lain adalah ketidaksesuaian substansi hukum Undang-Undang Hak Tanggungan yang mengatur tentang parate eksekusi Hak Tanggungan itu sendiri, tindakan dan paradigma dari aparat penegak hukum, serta budaya hukum yang ada pada masyarakat termasuk juga paradigma debitur sebagai pihak terseksekusi Hak Tanggungan.6 Sebagaimana tercantum dalam kasus yang diangkat Penulis dan telah diputus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1993 K/Pdt/ 2012 pada 11 Juli 2013, Penggugat Neni Tarina Lavau selaku Direktur CV. Feralex Indonesia mendapat fasilitas kredit sebesar Rp 580.000.000,00 sebagaimana 5 ST. Remy Sjahdeni, Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), (Bandung: Alumni, 1999), h. 46 6 Yordan Demesky, “Pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Alternatif Penyelesaian Kredit Bermasalah di PT Bank Permata TBK”, (Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2011), h. 4-5 6 tertuang dalam Akta Perjanjian Kredit No. 53 dihadapan Notaris Osrimami S.H. tanggal 21 Desember 2004 namun menunggak pembayaran kreditnya pada September 2006 dan menggugat PT Bank Danamon Indonesia Kantor Cabang Jakarta Danau Sunter sebagai Tergugat 1 karena harga lelang aset yang diagunkan dijual dengan harga yang sangat murah sehingga menyebabkan kerugian materiil bagi Penggugat. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, Penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan yang dilakukan oleh bank dalam rangka menyelesaikan kredit bermasalah, maka dalam penelitian hukum ini Penulis menyusun penulisan Skripsi dengan judul PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 1993 K/Pdt/2012). B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Mengingat luasnya cakupan parate eksekusi dalam Hukum Jaminan, maka pokok pembahasan skripsi ini hanya menyangkut pada parate eksekusi Hak Tanggungan sebagai perlindungan hukum terhadap kreditur dengan analisis putusan Mahkamah Agung nomor 1993 K/Pdt/2012. 2. Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah yang akan menjadi pokok pembahasan di dalam penulisan skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 7 a. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutus perkara pada putusan Mahkamah Agung nomor 1993K/Pdt/2012? b. Sesuaikah putusan Mahkamah Agung nomor 1993K/Pdt/2012 dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Adapun tujuan yang harus di capai oleh penulis dalam melakukan analisis dan pengkajian tentang judul topik tersebut di atas adalah sebagai berikut: a. Untuk mengkaji apa landasan yang digunakan hakim sebagai pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Agung nomor 1993K/Pdt/2012. b. Untuk mengetahui sesuai atau tidak putusan Mahkamah Agung nomor 1993K/Pdt/2012 dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. c. Untuk setidaknya dapat berkontribusi sebagai data sekunder dalam penelitian mengenai parate eksekusi hak tanggungan diwaktu mendatang. 2. Manfaat Penulisan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat secara teoritis maupun praktis. a. Secara Teoritis 8 Memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu Hukum Jaminan khususnya mengenai pelaksanaan parate eksekusi dalam Hak Tanggungan. b. Secara Praktis Dapat bermanfaat bagi penegak hukum yang ingin memahami lebih tentang parate eksekusi dalam Hak Tanggungan. Selain itu, dapat digunakan sebagai tambahan pemikiran dalam bentuk data sekunder dengan permasalahan yang sama. D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu Adapun tinjauan kajian terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Buku yang menjadi kajian review dalam penulisan penelitian ini yaitu buku yang berjudul “Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan”, diterbitkan oleh penerbit Alumni, Bandung tahun 1999. Pada buku ini menjelaskan secara komprehensif dan intensif tentang Hak Tanggungan yang meliputi mulai dari asasasas Hak Tanggungan sampai eksekusi Hak Tanggungan. 2. Skripsi program studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang disusun oleh Martha Noviaditya, NIM E0006170 pada tahun 2010 dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Kreditur dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan”. Dalam penelitian ini, dijelaskan tentang perlindungan 9 hukum bagi kreditur dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan. E. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Teori yang digunakan dalam kasus ini adalah teori perlindungan hukum oleh Philipus M. Hadjon, dalam kepustakaan hukum berbahasa Belanda dikenal dengan sebutan “rechtbescherming van de burgers”.7 Dari pendapat di atas bisa ditarik bahwa perlindungan hukum berasal dari kata rechtbescherming dalam bahasa Belanda. Adanya hubungan hukum yang terjadi antara kreditur dan debitur menciptakan adanya perlindungan hukum bagi keduanya dengan saling tidak mengurangi perlindungan hukum dari tiap pihak. Hans Kelsen mengemukakan dalam teorinya mengenai pertanggungjawaban bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum terhadap suatu perbuatan tertentu atau karena ia memikul tanggung jawab hukum tersebut yang berarti ia bertanggung jawab apabila ia melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum.8 Subekti mengemukakan bahwa:9 7 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia: Sebuah Studi tentang PrinsipPrinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara (Surabaya: Bina Ilmu, 1987), h. 1 8 Hans Kelsen, General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik, Penerjemah Somardi (Jakarta: BEE Media Indonesia, 2013), h. 95 9 Subekti, Hukum Acara Perdata (Jakarta: BPHN, 1977), h. 128 10 Eksekusi berasal dari kata “executie” yang artinya melaksanakan putusan hakim (ten uitvoer legging van vonnissen). Di mana maksud eksekusi adalah melaksanakan secara paksa putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum, guna menjalankan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam pengetian yang lain; eksekusi putusan perdata secara paksa sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku karena pihak tereksekusi tidak bersedia melaksanakan secara sukarela. 2. Kerangka Konseptual Untuk memberikan arah atau pedoman yang jelas dalam penelitian ini, maka perlu memahami definisi-definisi berikut: 1. Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. 2. Kreditur adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan utangpiutang tertentu. 3. Debitur adalah pihak yang berutang dalam suatu hubungan utangpiutang tertentu. 11 4. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. 5. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) adalah akta PPAT yang berisi pemberian Hak Tanggungan kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya. 6. Kantor Pertanahan adalah unit kerja Badan Pertanahan Nasional di wilayah kabupaten, kotamadya, atau wilayah administratif lain yang setingkat, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah. 7. Parate Eksekusi ialah pelaksanaan langsung tanpa melalui proses pengadilan. 8. Perlindungan Hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. F. Metode Penulisan 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, 12 bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan hukum tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti. 2. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan yang meliputi penelitian terhadap hukum, sumber-sumber hukum, atau peraturan perundangundangan yang bersifat teoritis dan dapat digunakan untuk menganalisa permasalahan yang akan di bahas secara benar. Pendekatan kasus dilakukan dengan cara menelaah kasus terkait dengan isu yang dihadapi dan telah menjadi putusan berkekuatan hukum tetap. Di harapkan adanya pemahaman terhadap konsep hak tanggungan beserta aturan-aturannya yang mengikat para pihak terutama debitur agar tidak terjadi perbuatan melawan hukum/pelanggaran hukum. 3. Bahan Hukum a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum bersifat otoritatif. Artinya sumber-sumber hukum yang dibentuk oleh pihak yang berwenang. Badan hukum primer terdiri dari peraturan perundangundangan, catatan resmi dalam pembuatan perundang-undangan.10 Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 10 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, cet.IV (Malang: Bayumedia Publishing, 2008), h. 141 13 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta BendaBenda yang Berkaitan dengan Tanah, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Terdiri dari buku-buku teks, jurnal hukum, kamus hukum, hasil penelitian yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap kreditur dan parate eksekusi hak tanggungan. 4. Analisa Data Dari bahan hukum yang sudah terkumpul baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder di klasifikasikan sesuai isu hukum yang akan di bahas. Kemudian bahan hukum tersebut diuraikan untuk mendapatkan penjelasan yang sistematis. 5. Metode Penulisan Dalam penyusunan penulisan ini penulis menggunakan metode penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012. 14 G. Sistematika Penulisan Dalam penyusunan skripsi ini peneliti membahas dan menguraikan permasalahan yang terbagi dalam 5 (lima) bab, dengan maksud untuk menjelaskan dan menguraikan setiap permasalahan dengan baik. Adapun babbab yang penulis maksud adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan memuat secara keseluruhan mengenai latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, tinjauan kajian terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II JAMINAN DAN KREDIT PERBANKAN Pada bab ini akan dibahas mengenai tinjauan umum tentang perjanjian, tinjauan umum tentang hukum jaminan dan jaminan dalam perjanjian kredit perbankan. BAB III PARATE EKSEKUSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR Pada bab ini akan dibahas mengenai hak tanggungan di Indonesia, tinjauan umum tentang eksekusi hak tanggungan dan parate eksekusi sebagai perlindungan hukum terhadap kreditur. BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1993K/Pdt/2012 15 Pada bab ini akan dibahas mengenai landasan pertimbangan hakim dalam memutus perkara dan analisis penulis mengenai kesesuaian antara putusan Mahkamah Agung nomor 1993K/Pdt/2012 dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. BAB V PENUTUP Bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran. 16 BAB II JAMINAN DAN KREDIT PERBANKAN A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan overeenkomst diatur dalam Buku III KUH Perdata. Pengertian perjanjian itu sendiri dimuat di dalam Pasal 1313 yang menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Dalam menerjemahkan istilah verbintenis dan overeenkomst dalam bahasa Indonesia mempunyai arti yang luas, sehingga menimbulkan perbedaan dan beragam pendapat dari pada sarjana hukum.1 Subekti mengemukakan suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Perjanjian ini menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.2 Sedangkan menurut Salim HS, perjanjian adalah hubungan hukum antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan 1 Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional (Bandung: Alumni 1986), h. 3 2 Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta: PT Intermasa, 2005), h. 1 16 17 begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.3 Berdasarkan beberapa pengertian perjanjian di atas, dapat disimpulkan bahwa di dalam suatu perjanjian minimal harus terdapat dua pihak, dimana kedua belah pihak tersebut telah sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum. Adapun yang dimaksud dengan prestasi adalah menyerahkan suatu barang, melakukan suatu perbuatan dan tidak melakukan suatu perbuatan. Perjanjian itu sendiri bisa berupa rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji yang diucapkan atau ditulis. Dari pengertian-pengertian di atas dapat dilihat unsur-unsur yang tercantum dalam kontrak, yaitu:4 1. Adanya hubungan hukum. Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum yaitu timbulnya hak dan kewajiban. 2. Adanya subjek hukum. Subjek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban. Subjek dalam hukum perjanjian termasuk subjek hukum yang diatur dalam KUH Perdata, sebagai mana diketahui bahwa hukum perdata mengkualifikasikan subjek hukum terdiri dari dua bagian yaitu manusia dan badan hukum. Sehingga yang membentuk perjanjian 3 Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 4 Subekti, Op.Cit, h. 1 27 18 menurut hukum perdata bukan hanya manusia secara individual ataupun kolektif, tetapi juga badan hukum atau rechtperson, misalnya Yayasan, Koperasi dan Perseroan Terbatas. 3. Adanya prestasi. Prestasi menurut Pasal 1234 KUH Perdata terdiri atas untuk memberi sesuatu, untuk berbuat sesuatu, dan untuk tidak berbuat sesuatu. 4. Di bidang harta kekayaan. Pada umumnya kesepakatan yang telah dicapai antara dua atau lebih pelaku bisnis dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian ditandatangani oleh para pihak. Dokumen tersebut disebut sebagai kontrak bisnis atau kontrak dagang. 2. Syarat Sahnya Perjanjian Syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mengemukakan empat syarat, yaitu: 1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak. 2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. 3. Adanya suatu hal tertentu. 4. Adanya sebab yang halal. Kedua syarat yang pertama disebut syarat subjektif karena kedua syarat tersebut mengenai subjek perjanjian sedangkan dua syarat terakhir merupakan syarat objektif karena mengenai objek dari perjanjian. 19 Keempat syarat tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kedua belah pihak atau para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut bersepakat atas hal-hal yang diperjanjikan. 2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Pasal 1329 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap. Pasal 1330 KUH Perdata lebih lanjut menyatakan semua orang berwenang untuk membuat perjanjian atau kontrak kecuali mereka yang masuk ke dalam golongan: 1. Orang belum dewasa. 2. Orang yang ditempatkan di bawah pengampuan. 3. Orang perempuan dalam hal-hal yang telah ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjianperjanjian tertentu. Tetapi dalam perkembangannya istri dapat melakukan perbuatan hukum sesuai dengan Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. SEMA No. 3 Tahun 1963. 3. Adanya suatu hal tertentu. Suatu hal dapat diartikan sebagai objek dari perjanjian. Yang diperjanjikan haruslah suatu hal atau suatu barang yang cukup 20 jelas. Menurut Pasal 1332 KUH Perdata, hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok-pokok perjanjian. Pasal 1333 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu barang yang paling sedikit dapat ditentukan jenisnya. 4. Adanya sebab yang halal. Menurut undang-undang sebab yang halal adalah jika tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, ketentuan ini disebutkan dalam Pasal 1337 KUH Perdata. Selain itu, Al – Quran juga menegaskan pada surat Al-Maidah ayat 1 tentang keharusan memenuhi perjanjian yang halal: “Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji. Hewan ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah). Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki.” Mengernai firman-Nya “ ِبا ْلعُقُو ِِدأ َ ْوفُواPenuhilah akad-akad itu,” Ibnu „Abbas, Mujahid, dan beberapa ulama lainnya mengatakan: “Yang dimaksud dengan aqad adalah perjanjian.” Ibnu Jarir juga menceritakan adanya ijma‟ tentang hal itu. Ia mengatakan 21 “Perjanjian-perjanjian adalah apa yang mereka sepakati, berupa sumpah atau yang lainnya.”5 Dengan kata lain, selain butuh kesepakatan perjanjian juga membutuhkan sebab yang halal sehingga dapat terlaksana. Jika perjanjian sudah dilandaskan dengan sebab yang halal, maka perjanjian tersebut haruslah dipenuhi secara keseluruhan. Keempat syarat tersebut haruslah dipenuhi oleh para pihak dan apabila syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut telah dipenuhi, maka melihat pada Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan kekuatan suatu undang-undang. 3. Asas-Asas dalam Perjanjian Asas-asas yang terdapat dalam perjanjian, terdiri dari: a. Asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya”. Dari pasal tersebut dapat dibuat kesimpulan bahwa pada dasarnya setiap orang boleh membuat suatu perjanjian secara bebas yang berisi dan berbentuk apapun, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, 5 kesusilaan atau ketertiban umum. Adapun Abdullah Bin Muhammad Bin Abdurrahman Bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3, Penerjemah M. Abdul Ghoffar, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i, 2008), h. 2 22 kebebasan untuk membuat perjanjian itu terdiri dari beberapa hal yaitu: a. Kebebasan untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian. b. Bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapa saja. c. Bebas untuk menentukan isi perjanjian yang dibuatnya. d. Kebebasan untuk menentukan bentuk perjanjian. e. Kebebasan untuk menentukan terhadap hukum mana perjanjian itu akan tunduk. b. Asas konsensualisme Asas ini berkaitan dengan lahirnya suatu perjanjian. Kata konsensualisme berasal dari kata consensus yang berarti sepakat. Hal ini menjelaskan bahwa pada asasnya suatu perjanjian timbul sejak saat tercapainya konsensus atau kesepakatan yang bebas antara para pihak yang melakukan perjanjian. Asas ini mempunyai arti yang terpenting, yaitu bahwa untuk melahirkan perjanjian adalah cukup dengan dicapainya kata sepakat mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut, dan bahwa perjanjian sudah lahir pada saat tercapainya kesepakatan. c. Asas kekuatan mengikat hukum. Berdasarkan asas ini kedua belah pihak terikat oleh kesepakatan dalam perjanjian yang mereka buat. Para pihak harus melaksanakan 23 apa yang telah mereka sepakati, sehingga perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang. d. Asas itikad baik. Semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik, seperti yang tercantum dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Jadi dalam perikatan yang dilahirkan dari perjanjian, maka para pihak bukan hanya terikat oleh kata-kata perjanjian itu dan oleh kata-kata perundang-undangan mengenai perjanjian itu, melainkan juga oleh itikad baik. e. Asas kepribadian (personality) Asas kepribadian berarti isi perjanjian hanya mengikat para pihak secara personal, tidak mengikat pihak-pihak lain yag tidak memberikan kesepakatannya. Seseorang hanya dapat mewakili dirinya sendiri dan tidak dapat mewakili orang lain dalam membuat perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Hal ini tercantum dalam Pasal 1315 dan 1340 KUH Perdata. 4. Berakhirnya Perjanjian Suatu perjanjian pada umumnya berakhir apabila tujuan itu telah tercapai, dimana masing-masing pihak telah memenuhi prestasi yang diperjanjikan sebagaimana yang merupakan kehendak bersama dalam mengadakan perjanjian tersebut. Selain cara berakhirnya berjanjian 24 seperti yang disebutkan di atas, terdapat beberapa cara lain untuk mengakhiri perjanjian, yaitu:6 1. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak. Misalnya dalam perjanjian itu telah ditentukan batas berakhirnya perjanjian dalam waktu tertentu. 2. Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian. Misalnya Pasal 1250 KUH Perdata yang menyatakan bahwa hak membeli kembali tidak boleh diperjanjikan untuk suatu waktu tertentu yaitu tidak boleh lebih dari 5 tahun. 3. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka perjanjian akan berakhir. Misalnya apabila salah satu pihak meninggal dunia maka perjanjian akan menjadi hapus (Pasal 1603 KUH Perdata) yang menyatakan bahwa perhubungan kerja berakhir dengan meninggalnya si buruh. 4. Karena persetujuan para pihak. 5. Pernyataan penghentian pekerjaan dapat dikarenakan oleh kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak hanya pada perjanjian bersifat sementara. 6. Berakhirnya perjanjian karena putusan hakim. 7. Tujuan perjanjian sudah tercapai. 8. Karena pembebasan utang. B. Tinjauan Umum tentang Hukum Jaminan 6 Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata (Jakarta: PT RajaGrafinfo Persada, 2006), h. 387 25 1. Istilah dan Pengertian Hukum Jaminan Istilah hukum jaminan berasal dari kata zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam keputusan Seminar Hukum Jaminan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tanggal 9 sampai dengan 11 Oktober 1978 di Yogyakarta menyimpulkan bahwa istilah hukum jaminan itu meliputi pengertian baik jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan. Menurut M. Bahsan, hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang piutang (pinjaman uang) yang tedapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.7 Sementara itu, Salim HS memberikan perumusan hukum jaminan adalah keseluruhan kaidahkaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapat fasilitas kredit.8 Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi ini adalah:9 1. Adanya kaidah hukum. Kaidah hukum dalam bidang jaminan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan 7 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 3 8 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 6 9 Ibid, h. 7-8 26 kaidah hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidahkaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan. 2. Adanya pemberi dan penerima jaminan. Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badah hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Orang ini lazim disebut dengan debitur. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Yang bertindak sebagai penerima jaminan ini adalah orang atau badan hukum. Badan hukum adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan non-bank. 3. Adanya jaminan. Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti 27 jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan non-kebendaan. 4. Adanya fasilitas kredit. Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan non-bank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan non-bank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya. 2. Sumber Pengaturan Hukum Jaminan Adapun yang menjadi sumber hukum jaminan tertulis adalah sebagai berikut:10 a. Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. KUH Perdata merupakan ketentuan hukum yang berasal dari produk Pemerintah Hindia Belanda, yang diundangkan pada tanggal 1 Mei 1848. Diberlakukan di Indonesia atas dasar asas konkordansi. KUH Perdata terdiri atas 4 buku, yaitu Buku I tentang Orang, Buku II tentang Hukum Benda, Buku III tentang Perikatan, dan Buku IV tentang Pembuktian dan Kadaluarsa. Jaminan-jaminan yang masih berlaku dalam Buku II KUH Perdata hanyalah gadai (pand) dan hipotek kapal laut sedangkan atas 10 Ibid, h. 15-19 28 tanah tidak berlaku lagi karena telah diganti oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Gadai diatur di dalam Pasal 1150 sampai dengan 1160 KUH Perdata. Sedangkan hipotek diatur dalam Pasal 1162 sampai dengan 1232 KUH Perdata. b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. KUH Dagang diatur dalam Stb. 1847 Nomor 23. KUH Dagang terdiri atas 2 buku, yaitu Buku I tentang Dagang pada Umumnya dan Buku II tentang Hak-Hak dan Kewajiban yang Timbul dalam Pelayaran. Pasal yang erat kaitannya dengan jaminan hipotek kapal laut adalah Pasal 314 sampai dengan 316 KUH Dagang. c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria. Ketentuan-ketentuan yang erat kaitannya dengan jaminan adalah Pasal 51 dan Pasal 57 UUPA. d. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Undang-undang ini mencabut berlakunya hipotek sebagaimana yang diatur dalam Buku II KUH Perdata, sepanjang mengenai tanah dan ketentuan mengenai Credietverband dalam Stb. 1937-190 adalah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan sehubungan dengan perkembangan tata perekonomian Indonesia. e. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. f. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. 3. Asas-Asas Hukum Jaminan 29 Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan perundangundangan yang mengatur tentang jaminan maupun kajian terhadap berbagai literatur tentang jaminan, maka ditemukan 5 asas penting dalam hukum jaminan, sebagaimana dipaparkan berikut ini:11 1. Asas Publiciet Asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota, pendaftaran jaminan fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah negara Republik Indonesia dan berada di lingkup tugas Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat pendaftaran dan pencatat balik nama, yaitu Syahbandar; 2. Asas Specialitet Yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia dan hipotek hanya dapat dibebankan atas persil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu. 3. Asas tak dapat dibagi-bagi. 11 Ibid, h. 9-10 30 Asas dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian. 4. Asas inbeziittstelling. Barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai. 5. Asas horizontal. Bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai. C. Jaminan dalam Perjanjian Kredit Perbankan. 1. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti kepercayaan (dalam bahasa Inggris faith dan trust). Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur (yang memberi kredit, lazimnya bank) dalam hubungan perkreditan dengan debitor (nasabah, penerima kredit) mempunyai kepercayaan, bahwa debitur dalam waktu dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama, dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit yang bersangkutan.12 Kredit pada masa sekarang bukanlah menjadi hal yang baru. Kredit telah menjadi model perjanjian yang lazim di masyarakat terutama dalam hal jual beli. Konsep dari kredit tersebut adalah memberikan pinjaman 12 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), h. 236 31 uang untuk digunakan oleh seseorang yang kemudian dikembalikan setelah waktu tertentu beserta bunganya. Pemberian pinjaman tersebut umumnya digunakan untuk modal usaha. Pemberian kredit ini dapat dilakukan dengan atau tanpa jaminan, yang mana berupa hipotek, gadai, hak tanggungan dan fidusia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah sebagai berikut: “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan bahwa pemberian kredit adalah salah satu bentuk penyaluran dana. Berdasarkan ketentuan UU Perbankan tersebut maka secara yuridis dapat dirinci dan dijelaskan unsur-unsur kredit adalah sebagai berikut:13 1. Penyediaan uang sebagai hutang oleh pihak bank; 2. Tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang sebagai pembiayaan, misalnya pembiayaan pembuatan rumah atau pembelian kendaraan; 3. Kewajiban pihak peminjam (debitur) melunasi hutangnya menurut jangka waktu disertai pembayaran bunga; 13 Abdul Kadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), h. 59 32 4. Berdasarkan persetujuan pinjam meminjam uang antara bank dan peminjam (debitur) dengan persyaratan yang disepakati bersama. Sementara untuk perjanjian kredit, perjanjian ini adalah jenis perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata. Perjanjian kredit merupakan suatu bentuk perjanjian yang berkembang dalam masyarakat, sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Pada hakikatnya, perjanjian kredit merupakan bentuk perjanjian pinjam meminjam, dalam hal ini adalah pinjam meminjam uang. Perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam KUH Perdata didefinisikan sebagai suatu perjanjian dengan ana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. 2. Asas-Asas Pemberian Kredit Pemberian kredit oleh bank kepada nasabah atau debitur tentunya memiliki asas atau prinsip. Pada dasarnya ada 2 prinsip utama yang menjadi pedoman dalam pemberian kredit, yaitu:14 1. Prinsip kepercayaan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur selalu didasarkan pada kepercayaan. Bank mempunyai kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat 14 2005), h. 61 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 33 bagi nasabah debitur sesuai dengan peruntukannya, dan terutama sekali bank percaya nasabah debitur yang bersangkutan mampu melunasi utang kredit beserta bunga dalam jangka waktu yang telah ditentukan. 2. Prinsip kehati-hatian. Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk pemberian kredit kepada nasabah debitur harus selalu berpedoman dan menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini antara lain diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan. 3. Bentuk Perjanjian Kredit Perjanjian kredit merupakan kesepakatan para pihak, dengan demikian maka bentuknya juga tergantung kepada para pihak yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian. Suatu perjanjian kredit dapat dibuat secara lisan atau tertulis, asalkan pada pokoknya telah memenuhi syarat-syarat dalam membuat perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Praktik yang lazim pada masyarakat sekarang dalam membuat perjanjian kredit adalah secara tertulis. Hal ini dikarenakan dari sudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat pembuktian apabila dikemudian hari terjadi masalah. Berbeda dengan perjanjian yang dibuat secara tertulis, yang lebih memudahkan para pihak dalam mengingat isi perjanjian termasuk mengenai hak dan kewajiban 34 para pihak. Namun bagaimanapun, perjanjian kredit yang dibuat secara lisan tetap diakui sebagai bentuk perjanjian kredit, sepanjang dapat dibuktikan dengan baik oleh para pihak. Dalam praktik bank dan juga dalam kamus hukum ada dua bentuk perjanjian kredit yang tertulis, yaitu: 1. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan, dinamakan akta di bawah tangan. Akta di bawah tangan ini sesuai dengan Pasal 1874 KUH Perdata adalah surat atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui perantara pejabat yang berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti. Dengan demikian semua perjanjian yang dibuat di antara para pihak sendiri dikategorikan sebagai akta di bawah tangan. 2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan di hadapan notaris, dinamakan akta otentik atau akta notariil. Menurut Pasal 1868 KUH Perdata, akta otentik adalah akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh atau di hadapan pegawai yang berkuasa (pegawai umum) untuk itu, tempat dimana akta dibuatnya. Perjanjian kredit saat ini lazimnya sudah menggunakan akta notariil. 4. Penggolongan Jaminan Kredit Bank Jaminan kredit yang diatur secara khusus dalam praktik dunia perbankan terdiri dari:15 1. Jaminan perorangan. 15 2010), h. 68 Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah (Yogyakarta: Pustaka Yudisia, 35 Jaminan perorangan dalam Pasal 1820 KUH Perdata disebut sebagai penanggungan utang. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa jaminan perorangan adalah suatu perjanjian dengan mana pihak ketiga, guna kepentingan pihak si berpiutang (kreditur), mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang manakala orang tersebut tidak memenuhinya. Pelaksanaan perjanjian selalu dibuat oleh pihak ketiga yang menjamin terpenuhnya kewajiban membayar kredit tersebut, baik diketahui maupun tidak diketahui oleh debitur. 2. Jaminan kebendaan. Mengingat Pasal 8 UU Perbankan, yang berbunyi: a. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. b. Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia. Menurut UU Perbankan, jaminan dan agunan merupakan dua unsur yang berbeda. Jaminan pokok merupakan keyakinan, sedangkan jaminan tambahan adalah sesuatu yang dapat menguatkan keyakinan bank, yaitu agunan. Dengan demikian jelas bahwa yang dimaksud dengan agunan atau 36 jaminan kebendaan merupakan jaminan tambahan. Jaminan tambahan tersebut dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk dan lain-lain yang sejenis dapat juga digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan barang yang berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan. 5. Hubungan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Perjanjian adalah suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.16 Salah satu kegiatan usaha perbankan adalah perjanjian kredit. Perjanjian kredit merupakan perjanjian antara pihak bank dengan pihak nasabah. Dengan melihat bentuk perjanjiannya, maka sebenarnya perjanjian kredit merupakan perjanjian yang tergolong dalam perjanjian pinjam pengganti. Banyak hal mengenai perjanjian kredit yang dapat dikaitkan dengan ketentuan hukum jaminan. Salah satunya adalah penerapan Pasal 1131 KUH Perdata yang mengatur tentang kedudukan harta seorang yang berutang untuk menjamin utangnya. Ketentuan Pasal 1131 ini dipatuhi pada saat bank melakukan penilaian calon nasabah dan ketika melakukan penanganan kredit bermasalah debitur. 16 Subekti, Pokok –Pokok Hukum Perdata (Jakarta: PT Intermasa, 2003), h. 122 37 Sehubungan dengan itu hukum jaminan sangat berkaitan dengan kegiatan perbankan, terutama dalam perjanjian kredit. Dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan roda ekonomi saat ini penerapan hukum jaminan banyak ditemukan dalam kegiatan perjanjian kredit perbankan. 38 BAB III PARATE EKSEKUSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR A. Hak Tanggungan di Indonesia 1. Pengertian Hak Tanggungan Adapun yang dimaksud dengan Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.1 Definisi tersebut mengadung pengertian bahwa Hak Tanggungan adalah identik dengan hak jaminan, yang bilamana dibebankan atas tanah Hak Milik, tanah Hak Guna Bangunan dan/atau tanah Hak Guna Usaha memberikan kedudukan utama kepada kreditur-kreditur tertentu yang akan menggeser kreditur lain dalam hal si berutang (debitur) cidera janji atau wanprestasi dalam pembayaran hutangnya, dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa pemegang hak tanggungan pertama lebih preferent 1 Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Revisi Dengan UUHT (Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2006), h. 52 38 39 terhadap kreditur-kreditur lainnya. Hal ini lebih ditegaskan lagi dalam Pasal 6 UUHT, yang mengatakan apabila debitur cidera janji (wanprestasi), pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaannya sendiri melalui pelelangan umum, serta mengambil hasil penjualan objek hak tanggungan tersebut untuk pelunasan utangnya. 2. Prinsip-Prinsip Hak Tanggungan Dalam kaitannya dengan Hak Tanggungan berikut adalah prinsip hukum jaminan yang mendasari Prinsip-Prinsip Hak Tanggungan, yaitu:2 a. Prinsip absolut/mutlak. Jaminan dengan hak kebendaan mempunyai sifat absolut, artinya hak ini dapat dipertahankan setiap orang. Pemegang hak tersebut berhak menuntut setiap orang yang mengganggu haknya. b. Prinsip droit de suite. Hak kebendaan itu mempunyai zaakzgevolg atau droit de suite yang artinya hak itu terus mengikuti bendanya di manapun juga (dalam tangan siapaun juga) barang itu berada. c. Prinsip droit de preference. Pada prinsipnya hak jaminan kebendaan memberikan kedudukan didahulukan bagi kreditur pemegang hak jaminan terhadap kreditur lainnya. d. Prinsip spesialitas. 2 Herowati Poesoko, Parate Executie Obyek Hak Tanggungan (Inkonsistensi, Konflik Norma dan Kesesatan Penalaran dalam Undang-Undang Hak Tanggungan), Cetakan II (Yogyakarta: LaksBang PRESsindo, 2008), h. 270 40 Prinsip ini menghendaki bahwa Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah yang ditentukan secara spesifik, sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 8 dan Pasal 11 ayat (1) huruf (e) Undang-Undang Hak Tanggungan. e. Prinsip publisitas. Terhadap Hak Tanggungan berlaku prinsip publisitas atas prinsip keterbukaan. Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Hak Tanggungan dinyatakan bahwa “pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan”. Pendaftaran ini merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan dan mengikatnya Hak Tanggungan tersebut terhadap pihak ketiga. 3. Ciri dan Sifat Hak Tanggungan Ciri dari Hak Tanggungan adalah:3 1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya atau yang dikenal dengan droit de preference. 2. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapapun objek itu berada atau disebut dengan droit de suite. Keistimewaan ini ditegaskan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Biarpun objek Hak Tanggungan sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain, kreditur pemegang Hak Tanggungan tetap masih berhak untuk menjualnya melalui pelelangan umum jika debitur cidera janji. 3 Salim HS, Op.Cit, h. 98 41 3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan. 4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Dalam UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 memberikan kemudahan dan kepastian kepada kreditur dalam pelaksanaan eksekusi. Di samping memiliki empat ciri di atas Hak Tanggungan juga memiliki beberapa sifat seperti:4 1. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi Maksud dari hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, yaitu hak tanggungan membebani secara utuh objeknya dan setiap bagian daripadanya. Pelunasan sebagian utang yang dijamin tidak membebaskan sebagian objek dari beban hak tanggungan. Hak tanggungan yang bersangkutan tetap membebani seluruh objek untuk sisa utang yang belum dilunasi. Akan tetapi seiring berkembangnya kebutuhan akan perumahan, ketentuan tersebut ternyata menimbulkan permasalahan yaitu dalam hal suatu proyek perumahan atau rumah susun ingin diadakan pemisahan. Oleh karenanya untuk mengatasi permasalahan, maka ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan membuka kesempatan menyimpangi sifat 4 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Cet. 17 (Jakarta: Djambatan, 2006), h. 420 42 tersebut, jika hak tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah dan pelunasan utang yang dijamin dilakukan dengan angsuran sebesar nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari objek hak tanggungan yang akan dibebaskan dari hak tanggungan tersebut. 2. Hak tanggungan merupakan perjanjian accesoir. Hak tanggungan diberikan untuk menjamin pelunasan hutang debitur kepada kreditur, oleh karena itu hak tanggungan merupakan perjanjian accesoir pada suatu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang-piutang sebagai perjanjian pokok. Kelahiran, eksistensi, peralihan, eksekusi, berakhir dan hapusnya hak tanggungan dengan sendirinya ditentukan oleh peralihan dan hapusnya piutang yang dijamin pelunasannya. Tanpa ada suatu piutang tertentu yang secara tegas dijamin pelunasannya, maka menurut hukum tidak akan ada hak tanggungan. 4. Objek dan Subjek Hak Tanggungan Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan menyebutkan bahwa hak atas tanah yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan adalah:5 a. Hak Milik; b. Hak Guna Usaha; c. Hak Guna Bangunan. 5 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), h. 146 43 Hak-hak atas tanah seperti ini merupakan hak-hak yang sudah dikenal dan diatur di dalam Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960. Namun selain hak-hak tersebut, ternyata dalam Pasal 4 ayat (2) UUHT ini memperluas hak-hak tanah yang dapat dijadikan jaminan hutang selain hak-hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) UUHT, objek hak tanggungan dapat juga berupa: a. Hak pakai atas tanah negara. Hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib di daftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dan dibebani dengan hak tanggungan; b. Begitu pula dengan Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan negara (Pasal 27 jo Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun) juga dimasukkan dalam objek Hak Tanggungan. Bahkan secara tradisional dari hukum adat memungkinkan bangunan yang ada diatasnya pada suatu saat diangkat atau dipindahkan dari tanah tersebut. Mengenai subjek Hak Tanggungan ini diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 9 UUHT, dari ketentuan dua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa yang menjadi subjek hukum dalam hak tanggungan adalah subjek hukum yang terkait dengan perjanjian pemberi hak tanggungan. Di dalam suatu 44 perjanjian hak tanggungan ada dua pihak yang mengikatkan diri, yaitu sebagai berikut:6 a. Pemberi Hak Tanggungan, adalah orang perorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan pada saat pendaftaran hak tanggungan itu dilakukan; b. Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang mendapatkan pelunasan atas piutang yang diberikan. 5. Proses Pembebanan Hak Tanggungan Pembebanan Hak Tanggungan dilakukan melalui 2 tahap kegiatan yaitu:7 a. Pemberian Hak Tanggungan. Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang tertentu yang dituangkan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). APHT ini dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang dan ditunjuk untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah dan akta perbuatan hukum lainnya mengenai hak atas tanah yang terletak di daerah kerjanya. 6 Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 54 7 Boedi Harsono, Op.Cit, h. 624 45 Pemberian Hak Tanggungan dilakukan di kantor PPAT dengan dibuatnya APHT oleh pejabat tersebut, yang bentuk dan isinya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997. Dalam surat Al – Baqoroh ayat 282, disebutkan mengenai pencatatan utang piutang yang terjadi. Dalam hal Hak Tanggungan, pencatatan APHT oleh PPAT harus dicatatkan. 46 “Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berhutang itu mendiktekan, dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya), atau dia sendiri tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekan dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu. Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksisaksi yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil. Dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menulisnya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarkanmu, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” ُس ًّمى فَا ْكتُبُىُه َ يَا أَيُّ َها انَّرِينَُ آ َمنُىا ِإذَا تَدَايَ ْنت ُ ُْم ِبدَيْنُ ِإنَى أ َ َجمُ ُم “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (Al-Baqarah: 282) Inilah prinsip umum yang hendak ditetapkan. Maka menulis ini merupakan sesuatu yang diwajibkan dengan nash, tidak dibiarkan manusia memilihnya (untuk melakukannya atau tidak melakukannya) pada waktu melakukan transaski secara bertempo 47 (utang-piutang), karena suatu hikmah yang akan dijelaskan pada akhir nash.8 Begitu juga dengan Pemberian Hak Tanggungan yang menyangkut tentang sebuah perjanjian utang-piutang di mana sebelumnya didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang tertentu yang dituangkan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). َُو ْن َي ْكتُبُْ َب ْينَ ُك ُْم َكاتِبُ ِب ْان َع ْد ِل “Hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.” Ini merupakan tugas bagi orang yang menulis utang-piutang itu sebagai sekretaris, bukan pihak-pihak yang melakukan transaksi. Hikmah mengundang pihak ketiga, bukan salah satu dari kedua belah pihak yang melakukan transaksi, ialah agar lebih berhati-hati. Juru tulis ini diperintahkan menulisnya dengan adil dan (benar), tidak boleh condong kepada salah satu pihak, dan tidak boleh mengurangi atau menambahkan sesuatu dalam teks yang disepakati itu.9 Begitu juga dengan Pemberian Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) ini dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang dan ditunjuk. 8 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: Di Bawah Naungan Al-Qur’an (Surah Al Fatihah – Al Baqarah, Penerjemah Drs. As’ad Yasin, dkk (Jakarta: Gema Insani, 2008), h. 391 9 Ibid 48 PPAT termasuk ke dalam pihak ketiga yang tidak mempunyai kecondongan terhadap pihak kreditur maupun pihak debitur, dan apa yang dicatat oleh PPAT adalah sesuatu yang benar adanya menurut undang-undang yaitu pembuatan akta pemindahan hak atas tanah dan akta perbuatan hukum lainnya mengenai hak atas tanah yang terletak di daerah kerjanya. b. Pendaftaran Hak Tanggungan Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Oleh karena kepastian mengenai saat didaftarkannya Hak Tanggungan tersebut adalah sangat penting, terutama bagi kreditur dalam rangka untuk memperoleh kepastian mengenai kedudukan yang diutamakan baginya disamping untuk memenuhi asas publisitas. Dengan demikian pendaftaran Hak Tanggungan tersebut merupakan syarat mutlak untuk adanya Hak Tanggungan. 6. Berakhirnya Hak Tanggungan Berakhirnya Hak Tanggungan tertuang dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUHT, yang menyatakan bahwa hak tanggungan berakhir atau hapus karena hal sebagai berikut: 1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan. 49 Hapusnya hutang itu mengakibatkan hak tanggungan sebagai hak accesoir menjadi hapus. Hal ini terjadi karena adanya hak tanggungan tersebut adalah untuk menjamin pelunasan dari hutang debitur yang menjadi perjanjian pokoknya. Dengan demikian, hapusnya hutang tersebut juga mengakibatkan hapusnya hak tanggungan. 2. Dilepaskannya hak tanggungan tersebut oleh pemegang hak tanggungan. Dilepaskannya hak tanggungan tersebut oleh pemegang hak tanggungan apabila debitur atas persetujuan kreditur pemegang hak tanggungan menjual objek hak tanggungan untuk melunasi hutangnya, maka hasil penjualan tersebut akan diserahkan kepada kreditur yang bersangkutan dan sisanya dikembalikan kepada debitur. Untuk menghapuskan beban hak tanggungan, pemegang hak tanggungan memberikan pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya hak tanggungan tersebut kepada pemberi hak tanggungan (debitur). Dan pernyataan tertulis tersebut dapat digunakan oleh kantor pertanahan dalam mencoret catatan hak tanggungan tersebut pada buku tanah dan sertifikat hak tanah yang menjadi objek hak tanggungan yang bersangkutan (sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 UUHT. 3. Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan suatu penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri. 50 Hal ini dapat dilaksanakan apabila objek hak tanggungan dibebani lebih dari satu hak tanggungan. Dan tidak terdapat kesepakatan diantara para pemegang hak tanggungan dan pemberi hak tanggungan tersebut mengenai pembersihan objek hak tanggungan dan beban yang melebihi harga pembeliannya, apabila pembeli tersebut membeli benda tersebut dari pelelangan umum. 4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan. Alasan hapusnya hak tanggungan yang disebabkan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan adalah sebagai akibat tidak terpenuhinya syarat objektif sahnya perjanjian, khususnya yang berhubungan dengan kewajiban adanya objek tertentu, yang salah satunya meliputi keberadaan dari sebidang tanah tertentu yang dijaminkan. B. Tinjauan Umum tentang Eksekusi Hak Tanggungan 1. Pengertian Eksekusi Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu eksekusi tiada lain dari pada tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata. Eksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dala HIR atau RBG.10 10 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 1 51 Penjelasan tersebut memberikan kesempatan bahwa bagi pihak yang kalah dalam beracara untuk melaksanakan dengan sukarela putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, namun apabila pihak yang kalah tidak mau untuk melaksanakannya, maka di sinilah fungsi eksekusi tersebut yang bisa dilakukan secara paksa dengan bantuan kekuatan umum. Namun tidak semua putusan pengadilan harus dilaksanakan. Ada beberapa jenis putusan pengadilan yang memang tidak perlu dilaksanakan, antara lain:11 a. Putusan yang menolak permohonan gugatan. Apabila dalam hal penggugat tidak dapat membuktikan dalil-dalil yang dikemukakan dalam gugatannya atau bukti-buktinya dapat dilumpuhkan oleh bukti-bukti pihak lawan, maka gugatan tersebut akan diputus dengan putusan yang menolak gugatan tersebut. b. Putusan yang bersifat deklarator. Putusan ini adalah putusan yang hanya menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum sematamata, misalnya penetapan seorang anak angkat ataupun penetapan bahwa seorang tersebut benar merupakan ahli waris dari seorang almarhum.12 c. Putusan yang menciptakan suatu keadaan yang baru (putusan constitutief). Putusan tersebut merupakan suatu putusan dimana 11 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia (Bandung: Sumur, 1962), h. 100 12 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek (Bandung: Mandar Maju, 1989), h. 120 52 hanya memberikan suatu keadaan yang baru menurut hukum, sedangkan keadaan tersebut sebenarnya memang sudah terjadi. Misalnya putusan yang memberikan penetapan kepada suatu perseroan dalam keadaan pailit. 2. Dasar Hukum Eksekusi Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan terhadap pihak yang kalah dalam suatu perkara, tata caranya diatur dalam Hukum Acara Perdata, yaitu Pasal 195 HIR – Pasal 208 HIR, 224 HIR atau Pasal 206 Rbg – Pasal 240 Rbg dan Pasal 258 Rbg. Eksekusi juga diatur dalam Pasal 1033 RV dan Pasal 54 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 3. Asas-Asas Eksekusi Prof. R. Subekti dan Ibu Retnowulan Sutantio mengalihkan istilah eksekusi (executie) ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah “pelaksanaan putusan”. Pembakuan istilah “pelaksanaan putusan” sebagai kata ganti eksekusi dianggap sudah tepat, sebab jika bertitik tolak dari ketentuan bab kesepuluh bagian kelima HIR atau titel keempat bagian keempat RBH, pengertian eksekusi sama dengan tindakan “menjalankan putusan” (ten uitvoer legging van vonissen). Menjalankan putusan pengadilan tidak lain daripada melaksanakan isi putusan pengadilan, yakni melaksanakan “secara paksa” putusan pengadilan 53 dengan bantuan alat-alat negara apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankannya secara sukarela.13 Pada prinsipnya hanya putusan yang berkekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan putusannya. Dengan demikian, asas-asas atau aturan hukum eksekusi adalah sebagai berikut:14 a. Eksekusi dilaksanakan hanya terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang bersifat kondemnatoir; b. Karena putusan telah berkekuatan hukum tetap, di dalamnya mengandung hubungan hukum yang tetap dan pasti antara para pihak yang berperkara; c. Karena hubungan hukum sudah tetap dan pasti (fixed and certain), maka mesti ditaati dan dipenuhi; d. Cara menaati dan memenuhi hubungan hukum yang tetap dan pasti tersebut adalah dengan cara dijalankan secara sukarela atau dengan paksa melalui bantuan alat-alat negara; e. Kewenangan menjalankan eksekusi hanya diberikan kepada Pengadilan Negeri; f. Eksekusi dilaksanakan atas perintah dan dalam pengawasan Ketua Pengadilan Negeri. 4. Eksekusi Hak Tanggungan 13 Etto Sunaryanto, Sugiwanto dan Jose Ari Lukito, Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (Jakarta: Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, 2006), h. 3-4 14 Ibid, h. 4 54 Berdasarkan ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Hak Tanggungan, Eksekusi Hak Tanggungan dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu: a. Pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan. b. Eksekusi atas titel eksekutorial yang terdapat pada Sertifikat Hak Tanggungan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) UUHT; Irah-irah (kepala putusan) yang dicantumkan pada sertifikat Hak Tanggungan memuat kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada sertifikat Hak Tanggungan, sehingga apabila debitur cidera janji, siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui tata cara dan dengan menggunakan lembaga Parate Executie sesuai dengan Hukum Acara Perdata, atau c. Eksekusi di bawah tangan, yaitu penjualan objek Hak Tanggungan yang dilakukan oleh Pemberi Hak Tanggungan, berdasarkan kesepakatan dengan Pemegang Hak Tanggungan, jika dengan cara ini akan diperoleh harga yang tertinggi. Adapun dalam ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Hak Tanggungan dikemukakan tiga jenis eksekusi Hak Tanggungan yaitu: 55 1. Apabila debitur cidera janji, maka kreditur berdasarkan hak pemegang Hak Tanggungan Pertama dapat menjual objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UndangUndang Hak Tanggungan, objek Hak Tanggungan dijual melalui pelangan umum; 2. Apabila debitur cidera janji, berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) UUHT dijual melalui pelelangan umum; 3. Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan objek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian akan diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan harga tertinggi. C. Parate Eksekusi sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur. 1. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum menurut Satjipto Rahajo, adalah untuk melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.15 Sedangkan perlindungan hukum menurut Philipus M. Hadjon ada dua bentuk perlindungan hukum bagi rakyat yaitu: Pertama, perlindungan hukum preventif artinya rakyat diberi kesempatan mengajukan pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang 15 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum , Cet. V (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), h. 53 56 definitif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Kedua, perlindungan hukum represif yang bertujuan menyelesaikan sengketa.16 Dalam proses pemberian kredit yang dilakukan oleh pihak bank selaku kreditur kepada debitur, kemungkinan terjadi resiko seperti kemacetan dalam pelunasan hutang oleh debitur sangatlah besar. Sehingga diperlukan jaminan kebendaan yang dipersyaratkan oleh bank kepada debitur guna menjamin pelunasan kredit tersebut. Jaminan yang paling banyak digunakan adalah hak atas tanah, karena nilai atau harganya yang cenderung meningkat. 2. Parate Eksekusi sebagai Perlindungan Hukum Sebenarnya istilah parate ekskusi secara tersurat tidak pernah tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Istilah parate eksekusi sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya secara etimologis berasal dari kata “paraat” dalam bahasa Belanda yang artinya siap ditangan, sehingga parate eksekusi dikatakan sebagai sarana yang siap di tangan. Menurut kamus hukum, parate eksekusi mempunyai arti pelaksanaan yang langsung tanpa melewati proses pengadilan atau hakim. Dalam kamus hukum terbitan Citra Umbara, 2008, parate executie diartikan hak alat-alat perlengkapan administrasi negara untuk melelang harta benda orang yang tidak memenuhi kewajiban hukumnya, mengembalikan hutang, melunasi pajak yang terhutang, dan lain 16 Philipus M. Hadjon, Op.Cit, h. 84 57 sebagainya, pada waktu yang telah ditetapkan, tanpa diperlukan putusan pengadilan untuk hal-hal tersebut. Dalam Pasal 6 UUHT memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, apabila debitur cidera janji. Hal ini disebut dengan parate eksekusi hak tanggungan. Pemegang Hak Tanggungan pertama tidak perlu pula meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan eksekusi Hak Tanggungan yang dijadikan jaminan tersebut. Pemegang Hak Tanggungan pertama cukup mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pelelangan Umum (KKPU) dalam rangka mengeksekusi objek Hak Tanggungan yang telah dijadikan jaminan oleh debitur. Oleh karena kewenangan pemegang Hak Tanggungan pertama merupakan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang, maka Kepala Kantor Lelang Negara harus menghormati dan mematuhi kewenangan tersebut. Perlindungan hukum yang diberikan kepada kreditur menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan adalah: 1. Memberikan kedudukan yang diutamakan (droit de preference), 2. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, 3. Kreditur berhak melakukan eksekusi Hak Tanggungan, 4. Harus ada janji-janji yang wajib dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), 5. Hak 58 Tanggungan selalu mengikuti objek jaminan dalam tangan siapapun (droit de suite), 6. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan Akta Otentik. Dari uraian di atas perlindungan hukum yang diberikan kepada kreditur adalah dengan menggunakan perlindungan hukum yang represif, karena bertujuan untuk menyelesaikan sengketa antara kreditur dan debitur jika terjadi kredit macet. 59 BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1993K/Pdt/2012 A. Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1993K/Pdt/2012 1. Para Pihak Putusan ini merupakan kasus antara Neny Tarina Lavau, selaku Direktur CV. Feralex Indonesia, bertempat tinggal di Jalan Skip I, nomor 24, RT. 013 RW. 02, Kelurahan Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara, dalam hal ini memberi kuasa kepada Sehat Damanik, S.H., M.H., dan kawan-kawan, para advokat Kantor Advokat-Pengacara DSS & Partners, beralamat di Gedung JCD, Lantai 3, Jalan K.H. Wahid Hasyim Nomor 27, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 8 Maret 2011, Pemohon Kasasi dahulu Penggugat/Penggugat melawan 4 pihak Termohon Kasasi dahulu para Tergugat/Terbanding yaitu yang pertama PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk, Cq PT. Bank Danamon Indonesia, Kantor Cabang Jakarta Danau Sunter, berkedudukan di Jalan Danau Sunter Utara, Blok B1 B, Nomor 15-16, jakarta, 14350, diwakili oleh Ali Yong dan Fransiska Oei selaku Direktur, dalam hal ini memberi kuasa kepada Sabar M. Simamora, S.H., M.H., dan kawan-kawan, para advokat pada Kantor Advokat & Konsultan Hukum Sabar Simamora & Partners, beralamat di Wisma 59 60 Daria Lantai 3 #302, Jalan Iskandarsyah Raya Nomor 7, Jakarta Selatan, 12160, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 8 April 2011. Termohon Kasasi kedua, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) Jakarta IV, yang berkedudukan di Jalan Prapatan Nomor 10, Senen, Jakarta Pusat, diwakili oleh Mulia P. Nasution, selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan atas nama Menteri Keuangan Republik Indonesia, dalam hal ini memberi kuasa kepada Dr. Indra Surya S.H., M.H., Kepala Biro Bantuan Hukum pada Sekretariat Jenderal Kementrian Keuangan dan kawan-kawan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 25 Juli 2011, Termohon Kasasi ketiga yaitu PT. Balai Lelang Royal yang berkedudukan di Ir. H. Juanda Raya, Nomor 27A, Jakarta Pusat dan Termohon Kasasi keempat, Amina, bertempat tinggal di Jalan Agung Permai 1-3 RT. 018 RW. 010, Kelurahan Sunter Agung, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara. 2. Posisi Kasus Kasus ini berawal dari Penggugat sebagai Nasabah Tergugat I yang mendapatkan fasilitas kredit sebesar Rp 580.000.000, (lima ratus delapan puluh juta rupiah), sebagaimana yang tertuang dalam Akta Perjanjian Kredit No. 53 di hadapan Notaris Osrimami, SH pada tanggal 21 Desember 2004 dengan memberikan tanah sebagai jaminan berupa satu bidang tanah yang terdaftar atas nama penggugat dengan sertifikat Hak Milik No:179/Sunter Jaya beserta bangunan yang ada di atasnya. 61 Namun Penggugat hanya mampu menjalankan kewajibannya sampai dengan September tahun 2006 hingga menyebabkan penunggakan pembayaran. Kemudian Tergugat I melakukan pelelangan terhadap jaminan yang diagunkan oleh Penggugat pada 25 Maret 2008. Pihak Penggugat mengatakan tidak pernah mendapatkan pemberitahuan mengenai tanggal pelaksanaan lelang, sehingga Penggugat melalui kuasa hukumnya mengirimkan surat untuk meminta bukti tanda Surat Pemberitahuan dan Pengumuman Lelang namun belum mendapatkan respon apa-apa. Jaminan yang dilelang dijual dengan harga Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), berbeda jauh dengan harga sebenarnya pada saat dilakukan penjualan yang mencapai Rp 1.710.597.125. Penggugat menduga adanya kerjasama antara Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV untuk merugikan Penggugat. Penggugat menuntut kepada Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk memberikan putusan dalam perkara ini sebagai berikut: Dalam Provisi: -Mengabulkan permohonan provisi yang diajukan oleh Penggugat untuk seluruhnya; -Meletakkan sita jaminan terhadap objek harta benda yang diagunkan oleh Penggugat terhadap Tergugat I. -Menyatakan bahwa Penetapan No. 44/Eks/2008/PN.Jkt.Ut tentang Penetapan Eksekusi ditangguhkan pelaksanaannya sampai dengan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam Pokok Perkara: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya; 2. Menanyakan Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III telah melakukan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian bagi Penggugat; 62 3. Menyatakan pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh KP2LN (Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara) Jakarta IV tertanggal 25 Maret 2008 terhadap tanah dan bangunan dengan sertifikat Hak Milik No. 179/Sunter Jaya tanggal 31 Desember 1997 seluas 180 M², terletak di Jalan Skip II Blok F1 Kav. 1&2, Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara batal demi hukum karena telah dilakukan secara cacat formal/bertentangan dengan ketentuan lelang; 4. Memerintahkan KP2LN Jakarta IV untuk melakukan pelelangan ulang terhadap tanah dan bangunan dengan sertifikat Hak Milik No. 179/Sunter Jaya tanggal 31 Desember 1997 seluas 180 M², terletak di Jalan Skip II Blok F1 Kav. 1&2, Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara agar sesuai dengan ketentuan dan prosedur lelang yang berlaku; 5. Menghukum Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III untuk membayar kerugian materiil dan imateriil yang diderita oleh Penggugat secara tanggung renteng; 6. Menghukum dan memerintahkan Tergugat I dan tergugat II untuk menyampaikan permohonan maaf secara tertulis kepada Penggugat melalui Surat Kabar Kompas dan Media Indonesia selama tiga hari berturut-turut; 7. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan terhadap harta benda yang merupakan objek yang diagunkan Penggugat kepada Tergugat I; 8. Menghukum Tergugat I, II, dan III untuk membayar uang paksa sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) / hari untuk setiap hari keterlambatan para Tergugat dalam memenuhi amar putusan ini; 9. Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan lebih dahulu walaupun ada perlawanan, bantahan, banding maupun kasasi (uitvoerbaar bij voorraad); 10. Menghukum Tergugat untuk membayar semua biaya perkara. Terhadap gugatan tersebut, Tergugat I, II dan III mengajukan eksepsi. Dalam Eksepsi Tergugat I, Tergugat membantah dan menolak dengan tegas dalil-dalil yang dikemukakan oleh Penggugat kecuali yang dengan tegas diakui kebenarannya oleh Tergugat I. Gugatan Penggugat keliru dan kabur (obscuur libels) bahwa Penggugat mendasarkan gugatannya pada dalil adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat I sementara Penggugat juga mengakui bahwa antara 63 Penggugat dengan Tergugat I memiliki hubungan hukum dalam bentuk perjanjian kredit beserta perubahan dan perpanjangannya serta perjanjian jaminan. Seandainya dalil gugatan Penggugat tersebut benar bahwa Tergugat I telah melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kredit, quad non, seharusnya Penggugat mendalilkan gugatannya pada adanya perbuatan ingkar janji (wanprestasi). Serta gugatan Penggugat terlambat diajukan. Dalam Eksepsi Tergugat II, bahwa dengan tegas Tergugat II menolak seluruh dalil Penggugat kecuali terhadap hal-hal yang diakui secara tegas kebenarannya. Eksepsi Persona Studi Non Juducio, karena penyebutan Tergugat II di dalam surat gugatan Penggugat kurang tepat. Dalam Eksepsi Tergugat III, bahwa dengan tegas Tergugat II menolak seluruh dalil Penggugat kecuali terhadap hal-hal yang diakui secara tegas kebenarannya. Gugatan Penggugat Error In Persona bahwa pada dasarnya gugatan tersebut adalah permasalahan antara kreditur in casu Tergugat I dan debitur in casu Penggugat sedangkan kedudukan Tergugat III dalam perkara a quo adalah sebagai jasa pra lelang saja dan tidak terkait sama sekali dengan pokok perkara dalam gugatan tersebut. Gugatan Penggugat kabur dan tidak jelas. Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah menjatuhkan putusan, yaitu putusan Nomor 357/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Ut., tanggal 29 Juli 2009 yang amarnya sebagai berikut: 64 I Dalam Provisi: Menolak tuntutan Provisi Penggugat untuk seluruhnya; II Dalam Eksepsi: Menolak eksepsi para Tergugat untuk seluruhnya; III Dalam Pokok Perkara: Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya; Menghukum Penggugat mebayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp 1.781.000,00 (satu juta tujuh ratus delapan puluh satu ribu rupiah). Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dengan putusan nomor 310/PDT/2010/PT.DKI. tanggal 17 Januari 2011. Sesudah putusan Penggugat/Pembanding terakhir pada tanggal ini 3 diberitahukan Maret 2011 kepada kemudian terhadapnya oleh Penggugat/Pembanding dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 8 Maret 2011 diajukan permohonan kasasi pada tanggal 17 Maret 2011 sebagaimana ternyata dari Akte Pernyataan Permohonan Kasasi Nomor 357/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Ut. yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara, permohonan nama disertai dengan memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 30 Maret 2011. Memori kasasi dari Penggugat/Pembanding telah diberitahu kepada Tergugat I s/d Tergugat IV / para Terbanding masing-masing pada 65 tanggal 11 April 2011, 14 Juli 2011, 4 Agustus 2011, 26 Agustus 2011 dan kepada Turut Tergugat / Turut Terbanding pada tanggal 19 April 2011, terhadap memori kasasi tersebut hanya Tergugat I / Terbanding I dan Tergugat II / Terbanding II yang mengajukan kontra memori kasasi diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada tanggal 20 April 2011 dan 26 Juli 2011, sedangkan yang lainnya tidak mengajukan kontra memori kasasi. 3. Putusan Mahkamah Agung Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusannya seperti tersebut dibawah ini : Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi / Penggugat Neny Tarina Lavau tersebut harus ditolak; Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penggugat ditolak, maka Pemohon Kasasi / Penggugat dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini; Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan 66 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundangundangan lain yang bersangkutan; Mengadili: Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penggugat Neny Tarina Lavau tersebut; Menghukum Pemohon Kasasi / Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah); Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawarahan Majelis Hakim pada Mahkamah Agung, pada hari Kamis, tanggal 11 Juli 2013, oleh Prof. Dr. Valerine J.L. Kriekhoff, S.H., M.A., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Prof. Dr. Takdir Rahmadi, S.H., LLM. dan Dr. H. Muhtar Zamzami, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai anggota, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota tersebut dan dibantu oleh Barita Sinaga, S.H., M.H., Panitera Pengganti, tanpa dihadiri oleh para pihak. B. Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1993K/Pdt/2012. 1. Alasan Keberatan Pemohon Kasasi. Pemohon Kasasi menolak Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 310/PDT/2010/PT.JKT. Jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 357/PDT.G/2008/PN.Jkt.Ut. Adapun alasan-alasan yang dikemukakan adalah sebagai berikut: 67 1. Putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Jakarta No. 310/PDT/2010/PT.JKT. Jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 357/PDT.G/2008/PN.Jkt.Ut tidak memuat dan mempertimbangkan buktibukti serta fakta-fakta yang terungkap di persidangan yang tentunya menjadi dasar untuk mengungkapkan kebenaran yang sebenar-benarnya; 2. Putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Jakarta No. 310/PDT/2010/PT.JKT. Jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 357/PDT.G/2008/PN.Jkt.Ut tidak memuat dan tidak mempertimbangkan bukti-bukti dan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 357/PDT.G/2008/PN.Jkt.Ut, secara seluruhnya telah dijadikan Judex Facti Pengadilan Tinggi Jakarta sebagai pertimbangannya, padahal pertimbangan Judex Facti Pengadilan Negeri telah diberikan secara sangat keliru dan melanggar UU dalam memberikan putusannya; 3. Putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Jakarta No. 310/PDT/2010/PT.JKT. Jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 357/PDT.G/2008/PN.Jkt.Ut tidak memuat dan mempertimbangka isi memori bandi dari Pemohon Kasasi (dahulu Pembanding/Penggugat); 4. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 310/PDT/2010/PT.JKT. dianggap tidak melakukan pemeriksaan ulang untuk semua aspek dan menyampingkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 357/PDT.G/2008/PN.Jkt.Ut dan seharusnya menjadi acuan duduk persoalan yang sebenarnya 68 sehingga dapat dikategorikan lalai dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan. 2. Pertimbangan Hakim. Menimbang bahwa, atas keberatan-keberatan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi tersebut Mahkamah Agung berpendapat : Bahwa keberatan-keberatan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penggugat tersebut tidak dapat dibenarkan oleh karena Judex Facti (Pengadilan Tinggi yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri) tidak salah dalam menerapkan hukum, pertimbangannya sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan sebagai berikut: Bahwa prosedur pelaksanaan lelang sudah sesuai dengan Ketentuan Peraturan Menteri Kuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dan lelang tersebut telah berpedoman kepada UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, juga dilandasi oleh ketentuan/klausul Pasal 2 poin 4 Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) tanggal 3 Januari 2005, sehingga tidak ada alasan sah untuk dibatalkan; Bahwa lagipula keberatan-keberatan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penggugat adalah mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat- 69 syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila Pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009. C. Analisis Penulis Mengenai Putusan Mahkamah Agung Nomor 1993K/Pdt/2012 dengan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara pada putusan ini menurut penulis tidak salah dalam memberikan amar putusan. Tiga hal utama yang menjadi pokok dalam putusan tidak ada yang bertentangan dengan undangundang yang berlaku. Mulai dari pelaksanaan lelang yang dilakukan sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, juga pelaksanaan lelang parate eksekusi yang berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan sampai pada Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang di dalamnya mencantumkan klausul mengenai kewenangan untuk tanpa persetujuan terlebih dahulu oleh pihak pertama dalam hal pihak pertama melakukan wanprestasi. Di luar dari pertimbangan hakim di atas, Penulis ingin mengemukakan mengenai penyelesaian dari kredit bermasalah yang merupakan perjanjian accesoir yang batal akibat dari wanprestasinya debitur dalam mengembalikan 70 pembayaran kredit. Untuk menyelesaikan kredit bermasalah dapat ditempuh melalui dua cara yaitu penyelamatan kredit dan penyelesaian kredit. Penyelamatan kredit adalah suatu penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara bank sebagai kreditor dengan peminjam sebagai debitur, sedangkan penyelesaian kredit nasabah adalah penyelesaian yang melalui lembaga hukum dalam proses penyelesaiannya. Lembaga hukum yang dimaksud adalah Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), melalui peradilan atau bisa melalui arbitrase. Aadapun penanganan kredit bermasalah sebelum diselesaikan melalui jalur yudisial dapat dilakukan melalui penjadwalan (rescheduling), persyaratan (reconditioning) dan penataan kembali (restructuring). Penanganan bisa dilakukan melalui salah satu ataupun menggunakan gabungan dari cara tersebut. Setelah dilakukan cara tersebut dan tetap tidak ada kemajuan, maka penyelesaian bisa dilakukan melalui jalur yudisial. Penyelesaian kredit bermasalah secara administratif perkreditan oleh pihak internal bank BUMN, sesuai Surat Edaran BI Nomor 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993 dapat ditempuh melalui tiga cara yaitu: (1) Penjadwalan kembali (rescheduling) yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya; (2) Persyaratan kembali (reconditioning) yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum 71 saldo kredit; (3) Penataan kembali (restructuring) yaitu perubahan syaratsyarat kredit berupa: penambahan dana bank dan atau konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan atau konversi seluruh atau sebagian kredit menjadi penyertaan modal dalam perusahaan, yang disertai dengan penjadwalan kembali dan atau persyaratan kembali. Penyelesaian kredit semacam ini merupakan langkah alternatif sebelum dilakukan penyelesaian melalui lembaga yang lebih bersifat yudisial.1 Dari ketiga cara di atas, permasalahan kredit yang dialami oleh Nany Tarina Lavau selaku nasabah peminjam atau debitur dengan PT Bank Danamon Indonesia Kantor Cabang Jakarta Danau Sunter selaku kreditur tidak menggunakan salah satu ataupun gabungan dari cara di atas. Pihak kreditur atau bank langsung melayangkan surat peringatan perihal keterlambatan pembayaran kredit oleh debitur kemudian langsung mengeksekusi tanah yang dijaminkan oleh debitur dengan alasan kewanprestasian debitur. Padahal seharusnya pihak bank bisa memberikan tawaran dalam bentuk penjadwalan ulang, persyaratan kembali atau perubahan syarat-syarat kredit sebelum menempuh jalur parate eksekusi yang kemudian berakhir di pengadilan. Restrukturisasi kredit menurut SK Direksi BI Nomor 31/150/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Restrukturisasi Kredit, Pasal 1 huruf d, adalah upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar 1 Iswi Hariyani, Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet (Jakarta: Gramedia, 2010), h. 159 72 debitur dapat memahami kewajibannya, yang dilakukan antara lain melalui: penurunan suku bunga kredit, pengurangan tunggakan bunga kredit, pegurangan tunggakan pokok kredit, perpanjangan jangka waktu kredit, penambahan fasilitas kredit, pengambilalihan aset debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan debitur.2 Mengenai pengambilalihan aset debitur sesuai dengan peraturan yang berlaku salah satunya tercantum dalam SK Direksi BI Nomor 31/150/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Restrukturisasi Kredit di atas. Begitupun mengenai parate eksekusi yang dilakukan oleh pihak bank, memang tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Tapi selama penjadwalan ulang, persyaratan kembali atau perubahan syarat-syarat kredit masih bisa dilakukan sebagai alternatif dalam menyelesaikan kredit macet, parate eksekusi yang kemudian berujung di pengadilan seharusnya bisa dihindari sehingga pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan tidak hanya menguntungkan bagi pihak kreditur tapi juga mementingkan pihak debitur sebagai pihak yang berpartisipasi dalam perjanjian. Dalam melakukan transaksi ekonomi seperti peminjaman kredit pada bank, hendaknya baik dari pihak bank maupun nasabah menggunakan prinsip Ekonomi Pancasila yang menjunjung tinggi nilai-nilai kelembagaan Pancasila sebagai ideologi negara dengan kelima silanya, secara utuh maupun sendiri-sendiri. Jika Pancasila mengandung lima asas, maka semua 2 Ibid, h. 160 73 substansi sila Pancasila (1) etika, (2) kemanusiaan, (3) nasionalisme, (4) kerakyatan atau demokrasi, dan (5) keadilan sosial, harus dipertimbangkan dalam model ekonomi yang disusun sehingga bisa mencapai dari tujuan Pancasila itu sendiri. Menurut Gustav Radbruch tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Keadilan harus mempunyai posisi yang pertama dan yang paling utama dari kepastian hukum dan kemanfaatan. Sebagaimana kita ketahui, dalam kenyataannya sering kali terjadi benturan antar ketiganya. Dalam hal peraturan yang mengatur mengenai penyelesaian kredit bermasalah seharusnya bisa menggabungkan ketiga unsur hukum tadi dalam peraturan yang dibuat sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan, begitu juga dalam pelaksanaan dari peraturan tersebut. 74 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara antara Neny Tarina Lavau melawan PT Bank Danamon Indonesia Kantor Cabang Jakarta Danau Sunter, KPKNL Jakarta IV, PT Balai Lelang Royal dan Amina dapat disimpulkan menjadi 3 pertimbangan pokok yaitu 1) prosedur pelaksanaan lelang sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang; 2) pelaksanaan lelang sudah berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan; dan 3) Klausul Pasal 2 poin 4 Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang dibuat oleh Neny Tarina Lavau selaku pemohon kasasi dan PT Bank Danamon Indonesia Kantor Cabang Jakarta Danau Sunter selaku termohon kasasi. 2. Dari pertimbangan hakim yang sudah disebutkan di atas, penulis menyimpulkan bahwa landasan yang digunakan hakim dalam memutus perkara tersebut sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku, akan tetapi dalam penyelesaian kredit macet itu sendiri akan lebih baik lagi jika menggunakan alternatif 3R (rescheduling, reconditioning, restructuring) sebelum melaksanakan parate eksekusi hak tanggungan yang kemudian berujung di pengadilan atau melalui jalur yudisial. B. Saran 74 75 1. Peraturan tentang parate eksekusi masih belum rinci sehingga dalam pelaksanaannya sering ditemukan ketidaksamaan persepsi antara pihak kreditur dan debitur yang menyebabkan banyak kasus pelaksanaan parate eksekusi dibawa ke pengadilan . Ke depannya peraturan mengenai parate eksekusi harus dirincikan serta dihindari dari ketumpangtindihan peraturan sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan dengan adanya peraturan tersebut, baik dari pihak kreditur maupun debitur. 2. Aturan hukum yang ada tentang eksekusi sebagai perlindungan hukum bagi kreditur harus lebih ditegaskan lagi dalam pelaksanaannya. Dibutuhkan ketegasan terhadap aturan dan prinsip yang berlaku sehingga peraturan yang ada bukanlah hanya peraturan semata, juga untuk menghindari melambatnya roda ekonomi yang ada yang disebabkan oleh kredit macet. DAFTAR PUSTAKA BUKU: Alu Syaikh, Abdullah Bin Muhammad Bin Abdurrahman Bin Ishaq. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3. Penerjemah M. Abdul Ghoffar. Jakarta: Pustaka Imam AsySyafi’i. 2008 Bahsan, M. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2008. Demesky, Yordan. “Pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Alternatif Penyelesaian Kredit Bermasalah di PT Bank Permata TBK”. Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2011. Fuady, Munir. Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002. Hadjon, Philipus M. Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia: Sebuah Studi tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara. Surabaya: Bina Ilmu. 1987. Harahap, M. Yahya. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata. Jakarta: Sinar Grafika. 2005. Hariyani, Iswi. Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet. Jakarta: Gramedia. 2010. Hasibuan, Malayu S. P. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2008. Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah. Cet. 17. Jakarta: Djambatan. 2006. Harun, Badriyah. Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah. Yogyakarta: Pustaka Yustisia. 2010. Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2005. HS, Salim. Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika. 2008. HS, Salim. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2008. 76 77 Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. cet.IV. Malang: Bayumedia Publishing. 2008. Kelsen, Hans. General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik. Penerjemah Somardi. Jakarta: BEE Media Indonesia. 2013. Muhammad, Abdul Kadir dan Muniarti, Rilda. Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2004. Patrik, Purwahid dan Kashadi. Hukum Jaminan Edisi Revisi Dengan UUHT. Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. 2006. Poesoko, Herowati. Parate Executie Obyek Hak Tanggungan (Inkonsistensi, Konflik Norma dan Kesesatan Penalaran dalam Undang-Undang Hak Tanggungan). Cetakan II. Yogyakarta: LaksBang PRESsindo. 2008. Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Acara Perdata di Indonesia. Bandung: Sumur. 1962. Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: Di Bawah Naungan Al-Qur’an (Surah Al Fatihah – Al Baqarah. Penerjemah Drs. As’ad Yasin, dkk. Jakarta: Gema Insani. 2008 Raharjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Cet. V. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2001. Sjahdeni, ST. Remy. Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan). Bandung: Alumni. 1999. Subekti. Hukum Acara Perdata. Jakarta: BPHN. 1977. --------------. Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia. Bandung: Alumni. 1978. --------------. Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional. Bandung: Alumni. 1986. --------------. Pokok –Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT Intermasa. 2003. --------------. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT Intermasa. 2005. Sunaryanto, Sugiwanto dan Jose. Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara. Jakarta: Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara. 2006. Sutantio, Retnowulan dan Oeripkartawinata, Iskandar. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju. 1989. Sutedi, Adrian. Hukum Hak Tanggungan. Jakarta: Sinar Grafika. 2010. 78 Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2001. Widiyono, Try. Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2006. Widjaja, Gunawan. Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata. Jakarta: PT RajaGrafinfo Persada. 2006. PERUNDANG-UNDANGAN: Soebekti, R. dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. 2003. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 40/PMK.07/2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. R ep ub putusan.mahkamahagung.go.id ne si a hk am Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia P U T U S A N Nomor 1993 K/Pdt/2012 ng DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG do A gu memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara: In Neny Tarina Lavau, selaku Direktur CV. Feralex Indonesia, bertempat tinggal di Jalan Skip I, Nomor 24, RT. 013 RW. 02, Kelurahan Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara, dalam hal ini memberi kuasa kepada lik ah Sehat Damanik, S.H., M.H., dan kawan-kawan, para Advokat pada Kantor Advokat-Pengacara DSS & Partners, beralamat di Gedung JCD, ub m Lantai 3, Jalan K.H. Wahid Hasyim Nomor 27, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 8 Maret 2011, Pemohon ep ka Kasasi dahulu Penggugat/Penggugat; m e l a w a n: PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk, Cq PT. Bank Danamon R ah 1 si Indonesia, Kantor Cabang Jakarta Danau Sunter, berkedudukan di ng ne Jalan Danau Sunter Utara, Blok B1 B, Nomor 15-16, Jakarta, 14350, diwakili oleh Ali Yong dan Fransiska Oei, selaku Direktur, 2 do M.H., dan kawan-kawan, para Advokat pada Kantor Advokat & Konsultan Hukum Sabar Simamora & Partners, beralamat di In Wisma Daria Lantai 3 # 302, Jalan Iskandarsyah Raya Nomor 7, Jakarta Selatan, 12160, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 8 April 2011; lik ka m ah A gu dalam hal ini memberi kuasa kepada Sabar M. Simamora, S.H., Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) ub Jakarta IV, berkedudukan di Jalan Prapatan Nomor 10, Senen, Jakarta Pusat, diwakili oleh Mulia P. Nasution, selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan atas nama Menteri Keuangan ep Republik Indonesia, dalam hal ini memberi kuasa kepada Dr. Indra ah Surya, S.H., M.H., Kepala Biro Bantuan Hukum pada Sekretariat R Jenderal Kementerian Keuangan, dan kawan-kawan, berdasarkan s ne do Hal. 1 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012 In A gu ng M Surat Kuasa Khusus tanggal 25 Juli 2011; ik h Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1 R ep ub putusan.mahkamahagung.go.id 3 ne si a hk am 2 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia PT. Balai lelang Royal, berkedudukan di Ir H. Juanda Raya, Nomor 27 A, Jakarta Pusat; Amina, bertempat tinggal di Jalan Agung Permai 1-3, RT. 018/ ng 4 RW. 010, Kelurahan Sunter Agung, Kecamatan Tanjung Priok, do Para Termohon Kasasi dahulu para Tergugat I/para Terbanding; dan Presiden Republik Indonesia Cq Kepala Badan Pertahanan In A gu Jakarta Utara; Nasional Cq Kepala Badan Pertanahan Nasional Jakarta Utara; Mahkamah Agung tersebut; ub m Membaca surat-surat yang bersangkutan; lik ah Turut Termohon Kasasi dahulu Turut Tergugat/Turut Terbanding; Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang Pemohon ep ka Kasasi dahulu sebagai Penggugat telah menggugat sekarang para Termohon Kasasi dan Turut Termohon Kasasi dahulu sebagai para Tergugat dan Turut Tergugat di muka ah persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada pokoknya atas dalil-dalil: si R 1 Bahwa, Penggugat adalah Nasabah Tergugat I, yang telah mendapatkan fasilitas kredit sebesar Rp580.000.000, (lima ratus delapan puluh juta rupiah), ne ng sebagaimana yang tertuang dalam Akta Perjanjian Kredit No. 53 di hadapan Notaris Osrimami, SH, tertanggal 21 Desember 2004; (Bukti P-1); A gu do 2 Bahwa, sebagai jaminan bagi pelunasan utangnya, Penggugat telah memberikan agunan berupa 1 (satu) bidang tanah atas sertifikat Hak Milik No: 179/Sunter In Jaya yang terdaftar atas nama Penggugat (Bukti P-2) beserta bangunan yang terletak di atasnya; lik ka m ah 3 Bahwa, Penggugat sebagai Debitur telah berusaha melaksanakan kewajibannya dengan baik sampai dengan September tahun 2006, namun karena keadaan ekonomi yang sulit/krisis ekonomi yang berkepanjangan, Penggugat telah ub menunggak pembayaran kreditnya kepada Tergugat I; 4 Bahwa, oleh karena hal macetnya pembayaran utang Penggugat, Tergugat I telah ep melakukan pelelangan terhadap asset/barang jaminan yang diagunkan oleh ah Penggugat untuk pelunasan utangnya melalui Tergugat II dan Tergugat III, R namun pelelangan yang dilakukan oleh Tergugat II dan Tergugat III pada tanggal ne In A gu 2 do ng M prosedur pelelangan, yaitu: s 25 Maret 2008 tersebut, telah cacat hukum, karena dilakukan tidak sesuai dengan ik h Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2 R ep ub putusan.mahkamahagung.go.id • ne si a hk am 3 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Penggugat tidak pernah mendapatkan pemberitahuan dari Tergugat I (Bank Danamon) mengenai saat/tanggal pelaksanaan lelang, sehingga Penggugat sama ng sekali tidak mengetahui pelaksanaan lelang dan harga lelang atas barang agunan tersebut; do Penggugat melalui kuasa hukumnya telah pernah mengirimkan surat untuk A gu • meminta bukti-bukti tanda terima Surat Pemberitahuan dan Pengumuman Lelang Pertama di surat Kabar, namun sampai didaftarkannya gugatan ini Tergugat I In belum memberikan respon apa -apa. Hal itu semakin menambah keyakinan Penggugat akan tidak adanya pemberitahuan dan pengumuman Lelang • lik ah dimaksud; (Bukti P-3) Harga lelang asset yang diagunkan telah dijual dengan harga yang sangat murah, ub m yakni hanya Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), sedangkan harga sesungguhnya pada saat dilakukan penjualan mencapai Rp1.710.597.125, (satu ep ka milyar tujuh ratus sepuluh juta lima ratus sembilan puluh tujuh ribu seratus dua puluh lima rupiah), hal mana sesuai dengan hasil penilaian yang dilakukan ah perusahaan penilai atas permintaan PT. Bank Mega TBK); (Bukti P-4) si R 5 Bahwa, adapun pihak yang membeli barang agunan tersebut adalah Tergugat IV, yang pelaksanaannya kami duga telah dilakukan melalui kerjasama antara ng ne Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV, guna menguntungkan mereka, dan merugikan Penggugat; A gu do 6 Bahwa, akibat tindakan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV yang kami duga telah melakukan persekongkolan "penekanan" harga sehingga In menjadi murah, maka Penggugat telah menderita kerugian secara materil sebesar Rp1.210.597.125,00 (satu milyar dua ratus sepuluh juta, lima ratus sembilan 7 Bahwa, Penggugat juga telah mengalami lik dan harga agunan yang sesungguhnya; kerugian immateril sebesar ub Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), sebagai akibat menanggung malu atas perbuatan para Tergugat yang menguntungkan penyitaan dan menyuruh ep pengacara Tergugat IV menempelkan pengumuman yang isinya menyatakan rumah tersebut di bawah pengawasan Pengacara Kanta Cahya, SH & Associates; 8 Bahwa, tindakan Tergugat I yang tidak melakukan pemberitahuan pelelangan R ah ka m ah puluh tujuh ribu, seratus dua puluh lima rupiah), yakni selisih harga penjualan s kepada Penggugat serta diikuti tindakan Tergugat II dan Tergugat III yang ne do Hal. 3 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012 In A gu ng M melakukan penjualan jauh di bawah harga yang sesungguhnya bertentangan ik h Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3 R ep ub putusan.mahkamahagung.go.id ne si a hk am 4 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan pasal 29 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan No.: 40/PMK. 07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, sehingga sudah seharusnya dibatalkan ng karena telah cacat secara prosedur; 9 Bahwa, sehubungan dengan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan do oleh Tergugat I, maka Penggugat telah mengirimkan Surat Undangan sebanyak 2 A gu (dua) kali guna penyelesaian perkara ini secara musyawarah dan Surat Somasi untuk mengganti kerugian yang diderita Penggugat, namun sampai dengan In diajukannya gugatan ini, Para Tergugat tidak bersedia membayarkan kerugian yang diderita Penggugat; lik ah 10 Bahwa, oleh karena kerugian yang diderita Penggugat adalah sebagai akibat kesalahan Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III, maka berdasarkan Pasal 1365 ub m KUH Perdata, adalah kewajiban hukum Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III untuk menggantikan kerugian yang diderita Penggugat; ka 11 Bahwa, terhadap penderitaan dan kerugian yang dialami Penggugat, baik ep rusaknya nama baik Penggugat di lingkungan tempat tinggal karena selalu ah diteror dan dikirimi surat penyitaan, dan hancurnya citra/kemitraan terhadap si R Penggugat dah rekan bisnis yang mengetahui kasus Penggugat, maka sudah sepantasnya pula Tergugat dihukum untuk menyampaikan permohonan maaf ng ne secara tertulis kepada Penggugat melalui Surat Kabar Kompas dan Media Indonesia selama 3 hari berturut-turut; A gu do 12 Bahwa, karena Penggugat meragukan itikad baik Tergugat dalam memenuhi kewajiban hukumnya secara sukarela, maka untuk menjamin terpenuhinya In gugatan Penggugat, kami memohon kepada Majelis Hakim yang terhormat untuk meletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) sesuai dengan Pasal 227 HIR, terhadap harta yang diagunkan Penggugat yaitu: lik ka m ah Tanah dan bangunan dengan Sertifikat Hak Milik No. 179/Sunter Jaya, tanggal 31 Desember 1997, Gambar Situasi No: 2637/1997 tanggal 19 Mei 1997, seluas 180 ub M2, terletak di Jl. Skip 11 Blok F1 Kav. 1 & 2, Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara; ep 13 Bahwa, mengingat pelelangan yang dilakukan oleh Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III adalah cacat prosedur (tidak ada pemberitahuan kepada Penggugat ah selaku principal pemilik/penerima kredit), maka pelelangan yang dilakukan s R adalah batal demi hukum, sehingga peralihan kepemilikan yang telah terjadi dari ne ng M Penggugat kepada Tergugat IV, juga batal demi hukum, karena proses In A gu 4 do pelaksanaannya telah salah; ik h Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4 R ep ub putusan.mahkamahagung.go.id ne si a hk am 5 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia 14 Bahwa saat ini terhadap obyek jaminan milik Penggugat yaitu Tanah dan bangunan dengan sertifikat hak milik No. 179/Sunter Jaya, tanggal 31 Desember ng 1997, Gambar Situasi No. 2637/1997 tanggal 19 Mei 1997. Seluas 180 M2, terletak di Jl. Skip 11 Blok F1 Kav. 1 & 2, Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan do Tanjung Priok, Jakarta Utara telah dilakukan sita eksekusi oleh Pengadilan A gu Negeri Jakarta Utara; 15 Bahwa, oleh karena proses pelelangan/pelaksanaan lelang telah batal demi In hukum, maka segala bentuk pengalihan hak, pelaksanaan eksekusi dan tindakan lainnya haruslah dihentikan dan dibatalkan sampai dengan dilaksanakannya lik ah kembali pelaksanaan lelang sesuai dengan prosedur yang benar. Dengan demikian maka objek agunan yaitu: ub m Tanah dan bangunan dengan Sertifikat Hak Milik No. 179/Sunter Jaya, tanggal 31 Desember 1997, Gambar Situasi No. 2637/1997 tanggal 19 Mei 1997, seluas 180 ep ka M2, terletak di Jl. Skip II Blok Fl Kav. 1 & 2, Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara; Harus diserahkan kepada pemilik awal yang sah, ah yaitu Penggugat; si R 16 Bahwa, mengingat saat ini Turut Tergugat (Kantor Pertanahan Badan Pertanahan Nasional) telah melakukan balik nama atas barang agunan, dari atas nama ng ne Penggugat (Meny Tarina Lavau) menjadi atas nama Tergugat IV (Amina), maka sudah sepatutnya pula balik nama tersebut dibatalkan dan dikembalikan kepada A gu do Penggugat, karena proses pengalihan/lelang telah dilakukan secara bertentangan dengan prosedur yang sesungguhnya; In 17 Bahwa, untuk terciptanya. keadilan dan kepastian hukum, maka sudah sepatutnya terhadap objek yang diagunkan Penggugat kepada Tergugat I, lik 18 Bahwa mengingat gugatan ini didasarkan atas bukti otentik, maka sangatlah beralasan apabila terhadap perkara ini dikabulkan pula putusan serta merta ub (uitvoerbaar bij voorraad) sebagaimana yang diatur dalam pasal 180 HIR, walaupun ada upaya bantahan, banding, verzet maupun kasasi; ep Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Penggugat mohon kepada Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar menjatuhkan putusan sebagai berikut: a A ne Hal. 5 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012 do gu ng M seluruhnya; s Mengabulkan permohonan provisi yang diajukan oleh Penggugat untuk In 1 Dalam Provisi: R ah ka m ah diperintahkan untuk dilelang ulang, dengan cara-cara dan prosedur yang benar; ik h Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5 R ep ub putusan.mahkamahagung.go.id 2 ne si a hk am 6 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Meletakkan sita jaminan terhadap objek harta benda yang diagunkan oleh Penggugat kepada Tergugat I, yaitu; ng Tanah dan bangunan dengan Sertifikat Hak Milik No. 179/Sunter Jaya, tanggal 31 Desember. 1997, Gambar Situasi No. 2637/1997 tanggal 19 Mei do 1997, seluas 180 M 2, terletak di Jl. Skip II Blok F1 Kav. 1 & 2 Kelurahan A gu Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, sebagai jaminan bagi pelunasan seluruh kerugian yang diderita Penggugat; Menyatakan bahwa Penetapan No. 44/Eks/2008/PN.Jkt.Ut tentang Penetapan In 3 Eksekusi ditunda/ditangguhkan pelaksanaannya sampai dengan perkara ini Dalam Pokok Perkara: 1 Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya; 2 Menanyakan Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III telah melakukan perbuatan ub m a lik ah mempunyai kekuatan hukum tetap; 3 Menyatakan pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh KP2LN (Kantor Pelayanan ep ka melawan hukum yang menimbulkan kerugian bagi Penggugat; ah Piutang dan Lelang Negara) Jakarta IV tertanggal 25 Maret 2008 terhadap tanah si R dan bangunan dengan Sertifikat Hak Milik No. 179/Sunter Jaya, tanggal 31 Desember 1997, Gambar Situasi No. 2637/1997 tanggal 19 Mei 1997, seluas 180 ne ng M2, terletak di 11. Skip II Blok F1 Kav. 1 & 2, Kelurahan Sunter Jaya, A gu dilakukan secara cacat formal/bertentangan dengan ketentuan lelang; 4 do Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara batal demi hukum karena telah Memerintahkan KP2LN (Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara) Jakarta In IV untuk melakukan pelelangan ulang terhadap Tanah dan bangunan dengan Sertifikat Hak Milik No. 179/Sunter Jaya, tanggal 31 Desember 1997, Gambar ka m ah Situasi No. 2637/1997 tanggal 19 Mei 1997, seluas 180 M 2, terletak di Jl. Skip II lik Blok F1 Kav. 1 & 2, Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, sesuai dengan ketentuan dan prosedur lelang yang berlaku; Menghukum Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III untuk membayar kerugian ub 5 materiil dan immaterial yang diderita oleh Penggugat secara tanggung renteng, ah • ep yakni: Kerugian materiel akibat dilelangnya tanah dan bangunan oleh Tergugat I, II dan R III jauh di bawah harga yang sesungguhnya sehingga telah merugikan Penggugat ne In A gu 6 do ng M sembilan puluh tujuh ribu seratus dua puluh lima rupiah); s sebesar Rp1.210.597.125,00 (satu milyar dua ratus sepuluh juta lima ratus ik h Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6 R ep ub putusan.mahkamahagung.go.id • ne si a hk am 7 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Kerugian immateril akibat menanggung malu dan tercemarnya nama baik Penggugat sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); ng Total kerugian materiil dan immaterial adalah sebesar Rp1.710.597.125,00 (satu milyar tujuh ratus sepuluh juta lima ratus sembilan puluh tujuh ribu Menghukum dan Memerintahkan Tergugat I dan Tergugat II untuk A gu 6 do seratus dua puluh lima rupiah). menyampaikan permohonan maaf secara tertulis kepada Penggugat melalui Surat 7 In Kabar Kompas dan Media Indonesia selama tiga hari berturut-turut; Menyatakan sah dan berharga sita jaminan terhadap harta benda yang merupakan lik ah objek yang diagunkan Penggugat kepada Tergugat I, yaitu: Tanah dan bangunan dengan Sertifikat Hak Milik No. 179/Sunter Jaya, ub m tanggal 31 Desember 1997, Gambar Situasi No. 2637/1997 tanggal 19 Mei 1997, seluas 180 M2, terletak di 31. Skip II Blok F1 Kav. 1 & 2, Kelurahan ep ka Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, sebagai jaminan bagi pelunasan seluruh kerugian yang diderita Penggugat; ah 8 Menghukum Tergugat I, II, dan III untuk membayar uang paksa sebesar si R Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)/hari untuk setiap hari keterlambatan para Tergugat dalam memenuhi amar putusan ini; perlawanan, bantahan, banding maupun kasasi (uitvoerbaar bij voorraad); do A gu 10 Menghukum Tergugat untuk membayar semua biaya perkara; ne Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan lebih dahulu walaupun ada ng 9 Dalam hal Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex In aequo et bono). Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat I, II dan Tergugat III lik Dalam Eksepsi Tergugat I: 1 Bahwa Tergugat I membantah dan menolak dengan tegas dalil-dalil yang ub dikemukakan oleh Penggugat dalam gugatan dan perbaikan Surat Gugatan tanggal 23 Februari 2009 kecuali yang dengan tegas diakui kebenarannya oleh ep Tergugat I. 2 Gugatan Penggugat keliru dan kabur (obscuur libels) Bahwa Penggugat mendasarkan gugatannya pada dalil adanya perbuatan melawan R ah ka m ah mengajukan eksepsi dengan dalil-dalil sebagai berikut: s hukum (onrechtmatige daad) yang dilakukan oleh Tergugat I sementara do Hal. 7 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012 In A gu hubungan hukum dalam bentuk perjanjian kredit beserta perubahan dan ne ng M Penggugat juga mengakui bahwa antara Penggugat dengan Tergugat I memiliki ik h Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7 R ep ub putusan.mahkamahagung.go.id ne si a hk am 8 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia perpanjangannya serta perjanjian jaminan. Seandainya dalil gugatan Penggugat tersebut benar bahwa Tergugat I telah melakukan pelanggaran terhadap perjanjian ng kredit, quod non, seharusnya Penggugat mendalilkan gugatannya pada adanya perbuatan ingkar janji (wanprestasi) sebagaimana diatur dalam Pasal 1234 KUH do Perdata dan bukanlah perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) A gu sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Bahwa berdasarkan alasan tersebut maka gugatan Penggugat keliru dan tidak jelas/ In kabur (obscuur libels) sehingga sepatutnya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). a lik ah 3 Gugatan Penggugat terlambat diajukan. Bahwa Tergugat IV selaku pemenang lelang telah mengajukan ub m permohonan penetapan eksekusi (aanmaning) kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara, agar Penggugat menyerahkan aset jaminan (obyek ka pelelangan) yang telah dibeli oleh Tergugat IV melalui Lelang yang ep dilaksanakan oleh Tergugat II dan III. Selanjutnya Ketua Pengadilan ah Negeri Jakarta Utara telah menerbitkan Penetapan (aanmaning) No: 44/ si b R Eks/2008/PN.Jkt.Ut tanggal 30 Oktober 2008. (Bukti TI-11). Bahwa dikarenakan Penggugat tetap tidak bersedia menyerahkan obyek ng ne dimaksud secara sukarela maka Tergugat IV mengajukan permohonan penetapan eksekusi (pengosongan) kepada Ketua Pengadilan Negeri A gu do Jakarta Utara dan terhadap permohonan eksekusi pengosongan yang dimohonkan Tergugat IV tersebut Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara i In telah menerbitkan: Berita Acara Sita Eksekusi No.: 44/Eks/2008/PN.Jkt.Ut tanggal 3 Desember 2008 (Bukti TI-2). Penetapan Eksekusi Pengosongan No.: 44/Eks/2008/PN.Jkt.Ut 5 Desember lik ka m ah ii 2008. (Bukti TI-3). Bahwa obyek gugatan berupa sebidang tanah dan bangunan yang terletak ub a di Jl. SKSP II Blok F 1 Kav. 1 & 2, Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta ep Utara telah dilakukan eksekusi Pengosongan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada tanggal 28 Januari 2009 sesuai Penetapan No. 44/ ah Eks/2008/PN.Jkt.Ut tanggal 5 Desember 2008 jo. Berita Acara Eksekusi In gu A do ng terhadap tindakan eksekusi Pengosongan terhadap aset jaminan yang 8 s Bahwa Penggugat tidak melakukan upaya hukum perlawanan (verzet) ne M b R Pengosongan No. 44/EKS/2008/ PNJkt.Ut tanggal 28 Januari 2009. ik h Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8 R ep ub putusan.mahkamahagung.go.id ne si a hk am 9 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia telah dilelang dimaksud sehingga Penggugat dianggap telah menyetujui eksekusi secara diam-diam dan dengan demikian gugatan Penggugat ng telah terlambat diajukan. c Bahwa berdasar alasan tersebut di atas Tergugat I mohon kepada Majelis do Hakim untuk menerima eksepsi Tergugat I secara keseluruhan dan A gu menolak gugatan Penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). 1 In Dalam Eksepsi Tergugat II: Bahwa dengan tegas Tergugat II menolak seluruh dalil Penggugat kecuali terhadap 2 lik ah hal-hal yang diakui secara tegas kebenarannya. Eksepsi Persona Studi Non Judicio. Bahwa Tergugat II berpendapat bahwa gugatan Penggugat khususnya yang ub m 1 ditunjukkan terhadap Tergugat II harus dinyatakan tidak dapat diterima, sebab ka penyebutan persoon Tergugat II di dalam Surat gugatan Penggugat kurang tepat, ep karena tidak mengkaitkan dengan Pemerintah Republik Indonesia cq. Menteri ah Keuangan cq. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara cq. Kantor Wilayah VII si R Direktorat Jenderal Kekayaan Negara cq. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta IV selaku (instansi) atasan Tergugat II, karena Kantor ng ne Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta IV bukan organisasi yang berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari suatu badan hukum yang disebut A gu do Negara, oleh karena itu apabila ada tuntutan, maka harus dikaitkan juga dengan unit atasannya tersebut. Bahwa Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta IV bukan In 2 merupakan badan hukum yang berdiri sendiri, melainkan badan yang merupakan bagian dari badan hukum yang disebut Negara, dimana salah satu lik Departemen Keuangan Republik Indonesia cq. Direktorat Jenderal Kekayaan ub Negara cq. Kantor Wilayah VII Direktorat Jenderal Kekayaan Negara cq. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta IV. Oleh karena itu ep Tergugat II tidak mempunyai kualitas untuk dapat dituntut dalam perkara perdata di muka peradilan umum jika tidak dikaitkan dengan badan hukum induknya dan Instansi atasannya. Bahwa terhadap apa yang dikemukakan oleh Tergugat II di atas, terbuktilah s 3 R ah ka m ah instansi atasan dari Tergugat II adalah Pemerintah Republik Indonesia cq. do Hal. 9 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012 In A gu ng Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta IV tanpa mengkaitkan instansi ne M bahwa gugatan Penggugat yang langsung ditujukan kepada Kepala Kantor ik h Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9 R ep ub putusan.mahkamahagung.go.id ne si a hk am 10 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia atasannya adalah keliru dan tidak tepat. Dengan demikian jelas bahwa akan hal ini dapat berakibat bahwa terhadap gugatan a quo menjadi kurang sempurna, ng dan oleh karenanya harus dinyatakan tidak dapat diterima seluruhnya (niet ontvankelijk verklaard). Hal ini sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung do Republik Indonesia No. 1424K/Sip/1975 tanggal 8 Juni 1976 tentang gugatan A gu yang harus ditujukan kepada Pemerintah Pusat. Dalam Eksepsi Tergugat III: Bahwa dengan tegas Tergugat \U menolak seluruh dalil-dalil Penggugat kecuali In 1 terhadap hal-hal yang secara tegas diakui kebenarannya. Gugatan Error In Persona. lik ah 2 Bahwa pada dasarnya gugatan tersebut adalah permasalahan antara kreditur in ub m casu Tergugat I dan debitur in casu Penggugat sedangkan kedudukan Tergugat III dalam perkara a quo adalah sebagai jasa pra lelang saja dan tidak terkait sama ka sekali dengan pokok perkara dalam gugatan tersebut. ep Bahwa berdasarkan fakta tersebut di atas sudah jelas dan nyata bahwa Penggugat ah telah mempermasalahkan tindakan Tergugat I, Tergugat II, maka tidak tepat dan si R sangat keliru apabila Penggugat mengikutsertakan Tergugat III di dalam gugatannya karena Tergugat III sama sekali tidak terkait dengan pokok ne ng permasalahan dalam gugatan a quo atau dengan kata lain bahwa gugatan Penggugat tidak jelas dan keiiru sehingga sudah sepantasnyalah Tergugat III pihak dalam perkara do sebagai A gu dikeluarkan a quo. In Bahwa sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.4 K/RUP/ 1958 tahun 1958 yang menyebutkan "Untuk dapat menggugat di Pengadilan Negeri lik berperkara" dan Keputusan MARI No.294 K/SIP/1971 tanggal 7 Juni 1971 yang mensyaratkan "bahwa gugatan harus diajukan oleh orang yang mempunyai 3 ub hubungan hukum". Gugatan kabur dan tidak jelas Bahwa ternyata dalil-dalil Penggugat dalam posita tidak menunjukkan adanya ep 1 proses hukum yang masih berjalan dan mengancam kepentingan hukumnya sehingga diajukan upaya hukum terhadap para Tergugat, disamping itu petitum ah ka m ah maka syarat mutlaknya harus ada perselisihan hukum antara pihak yang s R tidak posita Penggugat, sehingga Penggugat secara keliru tuntutan ganti In A gu 10 do ng suatu pihak yang mendalilkan mengalami suatu kerugian ril yang nyata-nyata ne M kerugian terhadap para Tergugat yang semestinya hanya dapat dituntut oleh ik h Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10 ne si a putusan.mahkamahagung.go.id dialami akibat terjadinya perselisihan perdata baik akibat terjadinya perselisihan perdata baik akibat pelaksanaan perjanjian maupun batas perbuatan melawan 2 ng hukum. Bahwa dalam gugatannya penggugat mendalilkan bahwa lelang yang do dilaksanakan adalah cacat hukum karena dilakukan tidak sesuai dengan A gu prosedur pelelangan, hal ini adalah sangat tidak benar dan mengada-ada dan parate eksekusi terhadap jaminan yang telah terikat Hak. 3 In perlu Penggugat ketahui bahwa lelang yang telah dilaksanakan adalah lelang Bahwa jelas dan tegas tidak ada prosedur hukum yang dilanggar oleh para lik ah Tergugat sehubungan dengan pelaksanaan lelang parate eksekusi tersebut dan terhadap lelang parate eksekusi yang telah dilaksanakan tidak dapat dibatalkan ub m karena telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah ep 2009 yang amarnya sebagai berikut: Menolak tuntutan Provisi Penggugat untuk seluruhnya; II Dalam Eksepsi: si • R ah I Dalam Provisi: Menolak eksepsi para Tergugat untuk seluruhnya; ng ne ka menjatuhkan putusan, yaitu putusan Nomor 357/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Ut., tanggal 29 Juli • III Dalam Pokok Perkara: Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya; • Menghukum Penggugat membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar A gu do • In Rp1.781.000,00 (satu juta tujuh ratus delapan puluh satu ribu rupiah); Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat putusan lik putusan Nomor 310/PDT/2010/PT.DKI. tanggal 17 Januari 2011; Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada ub Penggugat/Pembanding pada tanggal 3 Maret 2011 kemudian terhadapnya oleh Penggugat/Pembanding dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 8 Maret 2011 diajukan permohonan kasasi pada tanggal 17 Maret 2011 ep ka m ah Pengadilan Negeri tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dengan sebagaimana ternyata dari Akte Pernyataan Permohonan Kasasi Nomor 357/Pdt/ R G/2008/PN.Jkt.Ut. yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara, ne do Hal. 11 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012 In A gu ng Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 30 Maret 2011; s permohonan mana disertai dengan memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan ik Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) h ah M R ep ub hk am 11 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Halaman 11 R ep ub putusan.mahkamahagung.go.id ne si a hk am 12 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Bahwa memori kasasi dari Penggugat/Pembanding telah diberitahu kepada Tergugat I s/d Tergugat IV/para Terbanding masing-masing pada tanggal 11 April ng 2011, 14 Juli 2011, 4 Agustus 2011, 26 Agustus 2011 dan kepada Turut Tergugat/Turut Terbanding pada tanggal 19 April 2011, terhadap memori kasasi tersebut hanya do Tergugat I/Terbanding I dan Tergugat II/ Terbanding II yang mengajukan kontra A gu memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada tanggal 20 April 2001 dan 26 Juli 2011, sedangkan yang lainnya tidak mengajukan In kontra memori kasasi; Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya telah lik ah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, maka oleh karena itu permohonan ub m kasasi tersebut formal dapat diterima; Menimbang, bahwa keberatan-keberatan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/ ka Penggugat dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah: ep 1 Keberatan atas Putusan Judex Facti dengan dasar bahwa Judex Facti tidak Bahwa dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim tingkat pertama pada Putusan si a R ah menerapkan dan melaksanakan ketentuan undang-undang Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 357/PDT.G/2008/ PN.Jkt Ut telah ne ng dijelaskan bahwa dasar pertimbangan hukumnya didasarkan pada: Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan; 2 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 40/PMK.07/2006 tentang petunjuk A gu do 1 pelaksana lelang; In Namun pertimbangan-pertimbangan hukum Majelis Hakim tingkat pertama tersebut telah diterapkan secara sebagian-sebagian (tidak menyeluruh), sehingga telah menjadi putusan yang berat sebelah dan sangat memihak; Bahwa penerapan hukum sebagian-sebagian ini terungkap pada pertimbangan lik ka m ah b berikut: ub hukum Putusan Majelis Hakim tingkat pertama yang menjelaskan sebagai Alinea ke (3) s.d ke (4) halaman 43 dan alinea Ke (1) dan ke (2) halaman 44 ep pada Putusan Tingkat Pertama ”.....Menimbang bahwa berdasarkan bukti TI-9, TI-10, TI-11 dan TI-12 ah terbukti bahwa menurut catatan pembukuan Tergugat I jumlah outstanding s R kredit yang menjadi kewajiban Penggugat sampai periode tanggal 5 In A gu 12 do ng dua puluh juta delapan ratus enam puluh tujuh ribu delapan ratus dua puluh ne M September 2006 seluruhnya adalah sebesar Rp520.867.824,36 (lima ratus ik h Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12 R ep ub putusan.mahkamahagung.go.id ne si a hk am 13 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia empat rupiah tiga puluh enam sen) berdasarkan surat No. B.046/SPI/ SMEC/0906 perihal Surat Peringatan I tanggal 5 September 2006 dan atas ng kelalaian Penggugat tersebut Tergugat I telah mengirimkan surat peringatan terhadap kelalaian Penggugat dalam memenuhi kewajiban pembayaran 2 Surat No. B.048/SP.2/SMEC/0906 tanggal 27 September 2006 3 Surat No. B.041/SP.3/SMEC/0906 tanggal 15 November 2006 In Surat No. B.046/SP.1/SMEC/0906 tanggal 5 September 2006 A gu 1 do Utang sesuai dengan surat-surat Tergugat I yaitu: Menimbang, bahwa meskipun Tergugat I telah memberikan surat-surat lik ah peringatan tersebut di atas kepada Penggugat namun Penggugat masih tetap tidak juga melunasi kewajibannya sehingga Tergugat I ub m melakukan eksekusi atas asset jaminan tersebut berdasarkan klausul yang terdapat pada Pasal 2 poin 4 Akta Pemberian Hak Tanggungan ka (APHT) No.U2005 tanggal 3 Januari 2005 disebutkan: ep ”JIka debitor tidak memenuhi kewajiban untuk melunasi utangnya, ah berdasarkan perjanjian utang piutang tersebut di atas, oleh Pihak si R Pertama, Pihak Kedua selaku pemegang Hak Tanggungan peringkat pertama dengan akta ini diberi dan menyatakan menerima kewenangan ng ne dan untuk itu kuasa, untuk tanpa persetujuan terlebih dahulu dari pihak pertama. do Menjual atau suruh menyuruh di hadapan umum secara lelang objek hak A gu a tanggungan baik seluruhnya maupun sebagian-sebagian; Mengatur.......” In b Menimbang bahwa berdasarkan bukti bertanda T1-13 terbukti bahwa PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Telah mengirimkan surat-surat lik ka m ah pemberitahuan kepada Penggugat berkaitan dengan pelaksanaan lelang dimaksud sesuai surat pemberitahuan lelang dari PT. Bank Danamon ub Tbk. Tertanggal 11 Maret 2008 kepada Penggugat yang tembusannya ditujukan kepada Tergugat II kantor pelayanan kekayaan dan lelang ep dan Tergugat III PT. Balai Lelang Royal dan Tergugat I tidak pernah menerima surat dari kuasa hukum Penggugat dalam rangka meminta ah bukti-bukti tanda terima surat pemberitahuan dan pengumuman lelang s R pertama pertama di surat kuasa dimaksud, seandainya benar bahwa ne do Hal. 13 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012 In A gu ng M Penggugat meminta hal tersebut kepada Tergugat I, quod non, tentu ik h Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13 R ep ub putusan.mahkamahagung.go.id ne si a hk am 14 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Penggugat telah mengetahui bahwa akan dilaksanakannya lelang dimaksud.....” ng Alinea ke (3) Hal 47 pada Putusan Tingkat Pertama ”.....Menimbang bahwa berdasarkan bukti TI-9, TI-10, TI-11 dan do Danamon Indonesia Tbk. Cabang Jakarta-Danau Sunter (Tergugat I) telah mengirimkan peringatan kepada Penggugat untuk menyelesaikan utangnya masing-masing dengan Surat No. B.046/SP.1/SMEC/0906 In A gu TI-12 terbukti bahwa sebelum dilaksanakan pelelangan. PT. Bank tanggal 5 September 2006 hal Peringatan Tunggakan I, Surat No. Tunggakan II, lik ah B.048/SP.2/SMEC/0906 tanggal 27 September 2006 hal Peringatan Surat No. B.041/SP.3/SMEC/0906 tanggal 15 c ub m November 2006 hal Peringatan Tunggakan III....” Bahwa pertimbangan Putusan Majelis Hakim tingkat pertama yang dikuatkan berdasar hukum karena: ah 1 ep ka oleh Majelis Hakim Tingkat Kedua tersebut di atas adalah keliru, salah dan tidak Bahwa Pemohon Kasasi (dahulu Pembanding/Penggugat) tidak pernah si R mendapatkan Surat Peringatan dari Termohon Kasasi I (dahulu Terbanding I/ Tergugat I) sebagaimana dimaksud dalam bukti T1-9 s.d T1-11. Hal tersebut ng ne dibuktikan dan dikuatkan atas tidak adanya atau tidak diajukannya bukti tanda terima atas telah diterima surat peringatan Termohon Kasasi I; do Bahwa Pertimbangan Hukum Majelis Hakim tingkat pertama tersebut di atas A gu 2 adalah keliru dan salah, karena bukan saja tidak ada bukti tanda terima atas surat In peringatan (Bukti T1-9 s.d bukti T1-11), namun bukti tersebut juga merupakan copy dari copy yang tidak ada aslinya, sehingga berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung No.2191 K/Pdt/2000 tanggal 14 Maret 2001 Vide Putusan lik ka m ah Mahkamah Agung No. 701 K/Sip/ 1974 bukti-bukti tersebut dianggap tidak mempunyai kekuatan pembuktian. Kekuatan pembuktian sebagaimana dimaksud ub adalah mengenai keabsahan suatu surat karena hukum positif Indonesia tidak mengenal bukti fotokopi sebagai bukti tertulis yang bisa dipakai di persidangan, panitera di pengadilan; ah 3 ep kecuali jika ada aslinya lalu kemudian dimintakan otentifikasi pada notaris atau Bahwa Majelis Hakim tingkat pertama sama sekali tidak mempertimbangkan s R tidak adanya bukti tanda terima atas surat peringatan Termohon Kasasi I, ne In A gu 14 do ng M sedangkan berdasarkan pasal 1238 KUH Perdata perbuatan dianggap lalai jika: ik h Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14 R ep ub putusan.mahkamahagung.go.id ne si a hk am 15 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan ng sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan” hukum atau melawan hukum, sehingga menyebabkan batalnya putusan yang bersangkutan; dapat Bahwa kesalahan penerapan hukum Majelis Hakim tingkat pertama tidak hanya In d menerapkan do A gu Dengan demikian Majelis Hakim tingkat pertama telah salah dalam terjadi pada proses peringatan, namun pada pelaksanaan lelangpun pertimbangan lik ah hukum Majelis Hakim tingkat pertama juga telah melakukan kesalahan penerapan hukum, yaitu: ub m Alinea ke (5) halaman 47 dan alinea ke (1) pada putusan tingkat pertama: ”......menimbang, bahwa berdasarkan bukti TII-8 terbukti bahwa terhadap ka penetapan harga limit lelang adalah menjadi kewenangan sepenuhnya dari ep PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Cabang Jakarta, Danau Sunter (Tergugat ah I) selaku penjual sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 20 Peraturan si R Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2008 tentang petunjuk pelaksanaan lelang yang menyatakan bahwa ”harga limit (reserve price) adala harga ng ne minimal barang lelang yang ditetapkan oleh penjual/pemilik barang untuk dicapai dalam suatu pelelangan....” A gu do ”....menimbang, bahwa karenanya beralasan untuk berpendapat bahwa harga limit yang ditetapkan telah dilakukan sesuai dengan peraturan lelang, In sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/ PMK.07/2008 tentang petunjuk pelaksanaan lelang yang menyatakan pada lik penetapan harga limit ”penetapan harga limit menjadi tanggung jawab penjual/pemilik barang”. Dengan demikian dalil-dalil Penggugat yang ub menyatakan bahwa harga jual lelang terlalu murah, adalah tidak beralasan dan harus dikesampingkan karena harga jual lelang tersebut merupakan harga yang dicapai sesuai dengan mekanisme pasar sesuai dengan kondisi ep ah ka m ah setiap pelaksanaan lelang, penjual wajib menetapkan harga limit dan objek lelang yang dijual....” e Bahwa pertimbangan hukum tersebut di atas adalah salah, keliru dan s R menyimpang sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 29 ayat (4) Peraturan Menteri do Hal. 15 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012 In A gu ng berbunyi sebagai berikut: ne M Keuangan (PMK) No. 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksana Lelang yang ik h Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15 R ep ub putusan.mahkamahagung.go.id ”....Penetapan Harga Limit terhadap barang-barang yang ne si a hk am 16 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nilainya diperkirakan kurang dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah), bersifat ng umum, dan/atau tidak termasuk barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), didasarkan pada penilaian yang dilakukan oleh penilai internal sesuai do peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan antara lain: Nilai Pasar; b Nilai Jual Objek Pajak dari Pajak Bumi dan Bangunan (NJOP PBB), dalam hal A gu a In c Nilai/harga yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang; d Risiko penjualan melalui lelang seperti: bea lelang, penyusutan, penguasaan, lik ah barang yang akan dilelang berupa tanah dan/atau bangunan; cara pembayaran…” Bahwa jelas harga jual atas lelang tersebut haruslah didasarkan pada nilai pasar ub m f dimana jelas berdasarkan bukti P-3 yaitu laporan hasil penilaian (short form ka report) asset yang dibuat oleh Kantor Sarwono, Indrastuti & Rekan Public ep Valuers, Consultant, Agent & Managers tertanggal 18 Januari 2008 terungkap ah fakta bahwa nilai pasar atas rumah tersebut adalah senilai Rp1.710.597.125,00 lima rupiah) dimana jelas bahwa Judex Facti tidak ng mempertimbangkan ketidakadilan atas proses lelang yang telah berlangsung; g si puluh ne dua R (satu milyar tujuh ratus sepuluh juta lima ratus sembilan puluh tujuh ribu seratus Bahwa berdasarkan penjelasan di atas maka pertimbangan hukum putusan A gu do tingkat pertama yang dikuatkan oleh tingkat banding, telah bertentangan dengan hukum yang berlaku, sehingga sudah sepatutnya dibatalkan atau setidak-tidanya In dinyatakan tidak dapat diterima; 2 Keberatan atas kelalaian Judex Facti dalam memenuhi syarat-syarat yang ka m ah dengan batalnya putusan yang bersangkutan h lik diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu Bahwa Majelis Hakim tingkat kedua telah salah dan keliru dalam memenuhi ub syarat-syarat yang diwajibkan peraturan perundang-undangan, yaitu tidak melakukan pemeriksaan ulang untuk semua aspek dan mengenyampingkan ep fakta-fakta yang terungkap di persidangan pada pengadilan tingkat pertama yang dalam pertimbangan hukumnya berbunyi sebagai berikut: ah Tentang pertimbangan hukum putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No.310/ s R PDT/2010/PT.JKT., halaman 4 s.d 5 alinea 5 s.d 9: In A gu 16 do ng memori banding akan tetapi setelah Majelis Hakim tingkat banding ne M ”.....Menimbang bahwa Pembanding semula Penggugat telah mengajukan ik h Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16 R ep ub putusan.mahkamahagung.go.id ne si a hk am 17 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia membaca dan mencermati isi memori banding tersebut ternyata tidak terdapat hal-hal baru yang perlu dipertimbangkan.....”; ng ”.....Menimbang bahwa mengenai kontra memori banding dari Terbanding semula Tergugat yang pada pokoknya menolak alasan Pembanding dan do menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama.....”; A gu ”....Menimbang, bahwa pertimbangan hukum dalam putusan Majelis Hakim tingkat pertama a quo sudah berdasarkan alasan yang tepat dan benar, oleh In karenanya pertimbangan hukum Majelis Hakim tingkat pertama tersebut dapat disetujui dan dijadikan dasar pertimbangan Majelis Hakim tingkat lik ah banding sendiri dalam memutus perkara ini dalam tingkat Banding;.....” ”....Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka tanggal 29 ub m putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor: 357/Pdt.G/ 2008/PN.Jkt.Ut Juli 2009, yang dimohonkan banding tersebut dapat ka dipertahankan dan dikuatkan......”; ep ”.....Menimbang, bahwa oleh karena Pembanding semula Penggugat berada ah dipihak yang kalah, maka ia dihukum untuk membayar ongkos perkara si R dalam kedua tingkat pengadilan....”; Bahwa jelas argumentasi dan pertimbangan hakim (“Judex Facti”) Putusan ne ng Pengadilan Tinggi Jakarta No. 310/PDT/2010/PT.JKT., tidak sesuai dengan tiga lapisan argumentasi hukum yang rasional (drie nieveus van rationele do (a) lapisan logika: struktur intern A gu juridische argumentatie) yaitu: argumentasi; (b) lapisan dialektik perbandingan pro-kontra (prokon) i In argumentasi; dan (c) lapisan prosedur (hukum acara); Bahwa pertimbangan-pertimbangan hukum pada Putusan Pengadilan Tinggi lik No. 357/PDT.G/2008/PN.Jkt Ut (”Judex Facti”) sebagaimana yang Pemohon Kasasi uraikan dalam point (h) memori kasasi, terungkap bahwa Majelis Hakim ub tingkat kedua tidak menerapkan dan melaksanakan ketentuan undang-undang di atas. j Bahwa Majelis Hakim tingkat kedua (Judex Facti) dalam memeriksa, mengadili ep ah ka m ah Jakarta No. 310/PDT/2010/PT.JKT. Jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan memutuskan ternyata sama sekali tidak cermat dan teliti dalam memeriksa perkara tersebut. Hal ini terlihat jelas dalam pertimbangan hukumnya yang s R singkat tanpa mempertimbangkan dan memperbaiki kekurangan formil dalam ne do Hal. 17 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012 In A gu ng M putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara tersebut; ik h Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17 R ep ub putusan.mahkamahagung.go.id k ne si a hk am 18 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Bahwa atas dasar dan alasan tersebut di atas adalah dapat dibatal putusan Judex Facti tersebut karena berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 950 K/ ng PDT/1987 tanggal 28 Februari 1989 dijelaskan bahwa putusan Judex Facti yang didasarkan pada pertimbangan hukum secara singkat dinilai sebagai putusan do perdata yang onvoldoende gemotiveerd yang merupakan alasan untuk A gu membatalkan putusan Judex Facti tersebut; 3 Keberatan atas putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi yang tidak memberikan l In pertimbangan hukum yang cukup (onvoldoende gemotiveerd) Bahwa atas dasar penerapan hukum atau melawan hukum yang salah lik ah sebagaimana dijelaskan dalam huruf (B) angka (1) serta kelalaian memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan peraturan perundang-undangan pada huruf (B) ub m angka (2), membuat pertimbangan hukum majelis hakim, baik itu pertimbangan Majelis Hakim tingkat kedua dan pertimbangan Majelis Hakim tingkat pertama ka (”Judex Facti”) menjadi tidak cukup sehingga putusan Judex Facti menjadi tidak ep sempurna, sehingga berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung No213/K/ ah AG/1999 tanggal 8 Juni 2001 putusan Judex Facti dapat dibatalkan; si R m Bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (”UU Kekuasaan Kehakiman) yang menyatakan: ng ne ’’...Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan A gu do yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili... ” In Dan menurut Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1974 (”SEMA No. 3/1974”) menyebutkan: ”....Dengan tidak/kurang memberikan pertimbangan/alasan, bahkan apabila lik ka m ah alasan-alasan itu kurang jelas, sukar dapat dimengerti ataupun bertentangan satu sama lain, maka hal demikian dapat dipandang sebagai suatu kelalaian ub dalam acara (vormverzuim) yang dapat mengakibatkan batalnya Putusan Pengadilan yang bersangkutan dalam pemeriksaan ditingkat kasasi...” Bahwa mengacu pada Pasal 2 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman dan SEMA ep n No. 3/1974 di atas, ternyata pertimbangan Judex Facti telah melanggar ketentuan ah di atas, yang tidak memberikan pertimbangan yang baik dan memadai terhadap s R fakta-fakta yang ada, serta dilakukan tanpa pengujian terlebih dahulu dengan ne In A gu 18 do ng M bukti-bukti yang diajukan maupun ketentuan-ketentuan yang berlaku; ik h Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18 R ep ub putusan.mahkamahagung.go.id ne si a hk am 19 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Dengan demikian, terbukti Judex Facti tidak memberikan pertimbangan hukum yang cukup, sehingga yurisprudensi-yurisprudensi Tetap Mahkamah ng Agung R.I., antara lain nomor 492 K/ Sip/1970 tanggal 21 November 1970, nomor 950K/Pdt/1987 tanggal 28 Pebruari 1989 serta nomor 120K/Pdt/1986 do tanggal 20 Juli 1989, maka putusan tingkat pertama dan putusan tingkat A gu kedua harus dibatalkan; Bahwa berdasarkan keberatan-keberatan di atas, Pemohon Kasasi (dahulu In Pembanding/Penggugat) dengan ini menolak Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 310/PDT/2010/PT.JKT. Jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 357/ lik ah PDT.G/2008/PN.Jkt Ut (”Judex Facti”) karena jelas putusan Judex Facti tidak mempertimbangkannya bukti-bukti dan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, ub m sehingga putusan tidak memberikan pertimbangan yang cukup dalam putusannya (onvoldoende gemotiveerd), serta telah salah dalam menerapkan hukum sehingga ka putusan tingkat pertama dan putusan tingkat kedua haruslah dapat dibatalkan; ah 1 ep Bahwa alasan-alasan tersebut di atas antara lain sebagai berikut: Putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Jakarta No. 310/PDT/2010/ PT.JKT. Jo. si R Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 357/ PDT.G/2008/PN.Jkt Ut tidak memuat dan mempertimbangkan bukti-bukti serta fakta-fakta yang terungkap di ng ne persidangan yang tentunya menjadi dasar untuk mengungkap kebenaran yang sebenar-benarnya; do Putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Jakarta No. 310/PDT/2010/ PT.JKT. Jo. A gu 2 Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 357/ PDT.G/2008/PN.Jkt Ut tidak In memuat dan tidak mempertimbangkan bukti-bukti dan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. lik Pengadilan Tinggi Jakarta sebagai pertimbangannya, padahal pertimbangan Judex Facti Pengadilan Negeri telah diberikan secara sangat keliru dan 3 ub melanggar UU dalam memberikan putusannya; Putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Jakarta No. 310/PDT/2010/ PT.JKT. Jo. ep Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 357/ PDT.G/2008/PN.Jkt Ut tidak memuat dan mempertimbangkan isi memori banding dari Pemohon Kasasi (dahulu Pembanding/ Penggugat); Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 310/PDT/2010/PT.JKT. dianggap tidak s 4 R ah ka m ah 357/PDT.G/2008/ PN.Jkt Ut, secara seluruhnya telah dijadikan Judex Facti do Hal. 19 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012 In A gu ng fakta yang terungkap di persidangan dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta ne M melakukan pemeriksaan ulang untuk semua aspek dan menyampingkan fakta- ik h Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19 R ep ub putusan.mahkamahagung.go.id Utara No. 357/PDT.G/ 2008/PN.Jkt Ut dan seharusnya menjadi acuan duduk persoalan yang sebenarnya sehingga dapat dikategorikan lalai dalam memenuhi ng syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan; do Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut Mahkamah Agung A gu berpendapat: mengenai keberatan-keberatan ke 1 s/d 3: In Bahwa keberatan-keberatan kasasi dari Pemohon Kasasi/Penggugat tersebut tidak dapat dibenarkan oleh karena Judex Facti (Pengadilan Tinggi yang menguatkan lik ah Putusan Pengadilan Negeri) tidak salah dalam menerapkan hukum, pertimbangannya sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan sebagai berikut: ub m Bahwa prosedur pelaksanaan lelang sudah sesuai dengan Ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dan ka lelang tersebut telah berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang ep Hak Tanggungan, juga dilandasi oleh ketentuan/klausul Pasal 2 poin 4 Akta Pemberian R dibatalkan; si ah Hak Tanggungan (APHT) tanggal 3 Januari 2005, sehingga tidak ada alasan sah untuk Bahwa lagi pula keberatan-keberatan kasasi dari Pemohon Kasasi/ Penggugat ng ne adalah mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat A gu do kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya In kelalaiannya dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang- undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan lik yang dimaksud dalam Pasal 30 Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan ub perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau ep ka m ah atau bila Pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya sebagaimana undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/ Penggugat Neny Tarina Lavau tersebut harus ditolak; s R Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/ ng ne Penggugat ditolak, maka Pemohon Kasasi/Penggugat dihukum untuk membayar biaya In A gu 20 do perkara dalam tingkat kasasi ini; ik Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) h ah M ne si a hk am 20 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Halaman 20 R ep ub putusan.mahkamahagung.go.id ne si a hk am 21 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah ng Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan do perundang-undangan lain yang bersangkutan; A gu M e n g a d i l i: Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Penggugat Neny Tarina In Lavau tersebut; Menghukum Pemohon Kasasi/Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam lik ah tingkat kasasi ini sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah); Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim pada ub m Mahkamah Agung, pada hari Kamis, tanggal 11 Juli 2013, oleh Prof. Dr. Valerine J.L. Kriekhoff, S.H., M.A., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung ep ka sebagai Ketua Majelis, Prof. Dr. Takdir Rahmadi, S.H., LLM. dan Dr. H. Muhtar Zamzami, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota, dan diucapkan dalam ah sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Hakim-Hakim Anggota; Ketua; do Ttd./ A gu Ttd./ si ne ng dihadiri oleh para pihak; R Anggota tersebut dan dibantu oleh Barita Sinaga, S.H., M.H., Panitera Pengganti, tanpa Prof. Dr. Takdir Rahmadi, S.H., LLM. Prof. Dr. Valerine J.L. Kriekhoff, S.H., M.A. In Ttd./ lik ub Panitera Pengganti ; Ttd./ ne do Hal. 21 dari 22 hal. Put. No. 1993 K/Pdt /2012 In ng gu A s R ep Biaya kasasi: Barita Sinaga, S.H., M.H. 1 Meterai......................................Rp 6.000,00 2 Redaksi..................................... Rp 5.000,00 3 Administrasi kasasi...................Rp489.000,00 Jumlah Rp500.000,00 M h Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) ik ah ka m ah Dr. H. Muhtar Zamzami, S.H., M.H. Halaman 21 R ep ub putusan.mahkamahagung.go.id ne si a hk am 22 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Untuk Salinan Mahkamah Agung RI. Panitera Muda Perdata do A gu ng a.n. Panitera In Pri Pambudi Teguh, S.H., M.H. s ne In A gu 22 do ng M R ah ep ub lik ka m ah In A gu do ng ne si R ah ep ka ub m lik ah NIP. 19610313 198803 1 003 ik h Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22